Analisis Perbandingan Model Propagasi Untuk Komunikasi Bergerak Pada Sistem GSM 900
ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro
Oleh
NAMA : SOFYAN P.A. HAREFA NIM : 070402076
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
ABSTRAK
Secara umum, cakupan pelayanan dalam sistem komunikasi bergerak adalah berupa lingkungan yang memiliki permukaan tidak teratur. Oleh karena itu, untuk menghitung redaman lintasan propagasi radionya membutuhkan perhitungan yang kompleks. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah dikembangkan beberapa model propagasi secara empiris oleh para ahli untuk perencanaan jaringan komunikasi bergerak. Adapun diantaranya adalah model Okumura, model Hata, serta model Lee.
Dalam Tugas Akhir ini telah dianalisis perbandingan ketiga model propagasi yaitu model Okumura, model Hata, dan model Lee dengan pengukuran secara langsung di lapangan pada 5 BTS.
Dari hasil analisis propagasi pada 5 BTS dengan menghitung besarnya mean relative error dari RSL (Received Signal Level) di sisi penerima terhadap nilai RSL (Received Signal Level) hasil pengukuran di lapangan, didapat bahwa model yang lebih tepat di beberapa daerah urban kota Medan adalah model Lee di BTS Graha XL Medan dengan mean relative error 14.70 %, dan model Okumura di keempat BTS lainnya yaitu BTS Pandau Hilir, BTS Sei Rengas, BTS Sidodadi, dan BTS Sun Yat Sen dimana masing-masing BTS tersebut mempunyai mean relative error berturut-turut 14.52 %, 9.07 %, 3.93 %, dan 4.59 %.
(3)
KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan tuntunanNya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan unutuk memenuhi syarat kurikulum Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan program studi strata satu (S1). Adapun judul Tugas Akhir ini adalah ”ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900”.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang tercinta, yaitu Alm. Baziduhu Harefa dan Cahaya Hutabarat, serta adik-adik saya, Piter Harefa, Anugerah Harefa, Leonardo Harefa, Panca Sinatra Harefa, serta Herpita Bella Harefa yang selalu menjadi motivator kepada penulis untuk memberikan yang terbaik dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan maupun kritikan sehingga penulis merasa ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Maksum Pinem, ST, MT sebagai dosen pembimbing yang sangat banyak memberi arahan dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
(4)
3. Bapak Ir. Sihar P. Panjaitan, MT sebagai dosen wali penulis selama perkuliahan.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro terkhusus Konsentrasi Telekomunikasi yang telah mengajar dan mendidik selama perkuliahan.
5. Bapak Ridwan Harianja sebagai Manager Network PT. XL AXIATA, Tbk yang telah banyak memberi kemudahan kepada penulis dalam pengambilan data Tugas Akhir ini.
6. Seluruh staf optimization PT. XL AXIATA, Tbk yaitu Bang Tarmizi, Bang Paulus, Bang Rony, Bang Arga, Bang Irwan, serta Bang Hermanto yang telah banyak membantu memberi masukan.
7. Teman-teman terbaik saya, Sandro M Pakpahan dan Lamhot Abdi Simanjuntak yang telah banyak membantu baik suka maupun duka. 8. Seluruh rekan-rekan angkatan 2007 yang banyak mendukung dan
menjadi teman seperjuangan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini secara bersama-sama.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini memberi banyak manfaat bagi pembaca.
Medan, September 2011
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Batasan Masalah 3
1.5 Metodologi Penulisan 3
1.6 Sistematika Penulisan 3
BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
2.1 Umum 6
2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik 7 2.3 Sifat-sifat Gelombang Elektromagnetik 7 2.4 Mode Perambatan Gelombang Elektromagnetik 8 2.5 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang
Elektromagnetik
2.5.1 Refleksi (Pemantulan) 13
(6)
2.5.3 Refraksi (Pembiasan) 15
2.5.4 Difraksi (Lenturan) 16
BAB III MODEL PROPAGASI PADA KOMUNIKASI BERGERAK
3.1 Rugi – rugi Ruang Bebas 17
3.2 Received Signal Level (RSL) 18
3.3 Relative Error 19
3.4 Multipath 19
3.5 Fading 20
3.5.1 Fading Cepat (Fast Fading) 20 3.5.2 Fading Lambat (Slow Fading) 21
3.6 Model Propagasi Perkotaan 21
3.6.1 Model Okumura 22
3.6.2 Model Hata 26
3.6.3 Model Lee 28
3.6.3.1 Mode Area to Area 29
3.6.3.2 Mode Point to Point 31
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900
4.1 Umum 32
4.2 Prosedur Drive Test 32
4.3 Spesifikasi Peralatan Drive Test 34
4.4 Pemilihan Sampel BTS 37
(7)
4.6 Data Hasil Drive Test 38
4.7 Pemilihan Model Propagasi 38
4.8 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan Model Propagasi 4.8.1 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan
Model Okumura 39
4.8.2 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan
Model Hata 41
4.8.3 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan
Model Lee 43
4.9 Analisis Perbandingan RSL Model Propagasi dan RSL Pengukuran
4.9.1 BTS Graha XL Medan 46
4.9.2 BTS Pandau Hilir 50
4.9.3 BTS Sei Rengas 55
4.9.4 BTS Sidodadi 60
4.9.5 BTS Sun Yat Sen 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 69
5.2 Saran 69
DAFTAR PUSTAKA 70
(8)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perambatan Gelombang Elektromagnetik 6 Gambar 2.2 Mode Perambatan Gelombang Radio 8 Gambar 2.3 Propagasi Gelombang Bumi (di bawah 2 MHz) 9 Gambar 2.4 Gelombang permukaan dan gelombang ruang 10 Gambar 2.5 Propagasi Gelombang Angkasa/Langit (2 sampai 30 MHz) 11 Gambar 2.6 Propagasi Segaris Pandang (Line of Sight) di atas 30 MHz 12 Gambar 2.7 Perambatan LOS yang melalui lengkung bumi 13 Gambar 2.8 Refleksi (pemantulan) Gelombang Elektromagnetik 14 Gambar 2.9 Scattering (hamburan) Gelombang Elektromagnetik 15
Gambar 2.10 Refraksi (Pembiasan) 16
Gambar 2.11 Difraksi (Lenturan) 16
Gambar 3.1 Mekanisme multipath pada komunikasi bergerak 20 Gambar 3.2 Rata-rata redaman relatif Amu (f,d) terhadap redaman
ruang bebas (dB) pada permukaan quasi mulus 24 Gambar 3.3 Faktor koreksi, GAREA untuk tipe lingkungan yang berbeda 25 Gambar 4.1 Konfigurasi perangkat sewaktu drive test 35 Gambar 4.2 Mobile Station Sony Ericsson tipe K800i 35 Gambar 4.3 GPS (Global Positioning System) 36
Gambar 4.4 Dongle 36
Gambar 4.5 Kabel data 36
Gambar 4.6 Perbandingan path loss model Okumura, model Hata,
(9)
Gambar 4.7 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Graha XL Medan 48
Gambar 4.8 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Pandau Hilir 52
Gambar 4.9 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Sei Rengas 57
Gambar 4.10 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Sidodadi 62
Gambar 4.11 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembagian Pita Frekuensi 7
Tabel 3.1 Parameter Propagasi pada Model Lee 29
Tabel 4.1 Parameter Base Station 38
Tabel 4.2 Parameter Model Propagasi 39
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Path Loss dan RSL
dengan model Okumura daerah urban 40
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Path Loss dan RSL
dengan model Hata daerah urban 42
Tabel 4.5 Parameter Model Propagasi 43
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Path Loss dan RSL
dengan model Lee daerah urban 44
Tabel 4.7 Perbandingan RSL (Received Signal Level)
di BTS Graha XL Medan 46
Tabel 4.8 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik
di BTS Graha XL Medan. 47
Tabel 4.9 Relative Error (δ) masing-masing model (%)
di BTS Graha XL Medan 49
Tabel 4.10 Mean Relative Error masing-masing model (%)
di BTS Graha XL Medan 50
Tabel 4.11 Perbandingan RSL (Received Signal Level)
(11)
Tabel 4.12 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik
di BTS Pandau Hilir. 51
Tabel 4.13 Relative Error (δ) masing-masing model (%)
di BTS Pandau Hilir 53
Tabel 4.14 Mean Relative Error masing-masing model (%)
di BTS Pandau Hilir 54
Tabel 4.15 Perbandingan RSL (Received Signal Level)
di BTS Sei Rengas 55
Tabel 4.16 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik
di BTS Sei Rengas. 55
Tabel 4.17 Relative Error (δ) masing-masing model (%)
di BTS Sei Rengas 58
Tabel 4.18 Mean Relative Error masing-masing model (%)
di BTS Sei Rengas 59
Tabel 4.19 Perbandingan RSL (Received Signal Level)
di BTS Sidodadi 60
Tabel 4.20 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik
di BTS Sidodadi. 60
Tabel 4.21 Relative Error (δ) masing-masing model (%)
di BTS Sidodadi 63
Tabel 4.22 Mean Relative Error masing-masing model (%)
di BTS Sidodadi 64
Tabel 4.23 Perbandingan RSL (Received Signal Level)
(12)
Tabel 4.24 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik
di BTS Sun Yat Sen. 65
Tabel 4.25 Relative Error (δ) masing-masing model (%)
di BTS Sun Yat Sen 67
Tabel 4.26 Mean Relative Error masing-masing model (%)
(13)
ABSTRAK
Secara umum, cakupan pelayanan dalam sistem komunikasi bergerak adalah berupa lingkungan yang memiliki permukaan tidak teratur. Oleh karena itu, untuk menghitung redaman lintasan propagasi radionya membutuhkan perhitungan yang kompleks. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah dikembangkan beberapa model propagasi secara empiris oleh para ahli untuk perencanaan jaringan komunikasi bergerak. Adapun diantaranya adalah model Okumura, model Hata, serta model Lee.
Dalam Tugas Akhir ini telah dianalisis perbandingan ketiga model propagasi yaitu model Okumura, model Hata, dan model Lee dengan pengukuran secara langsung di lapangan pada 5 BTS.
Dari hasil analisis propagasi pada 5 BTS dengan menghitung besarnya mean relative error dari RSL (Received Signal Level) di sisi penerima terhadap nilai RSL (Received Signal Level) hasil pengukuran di lapangan, didapat bahwa model yang lebih tepat di beberapa daerah urban kota Medan adalah model Lee di BTS Graha XL Medan dengan mean relative error 14.70 %, dan model Okumura di keempat BTS lainnya yaitu BTS Pandau Hilir, BTS Sei Rengas, BTS Sidodadi, dan BTS Sun Yat Sen dimana masing-masing BTS tersebut mempunyai mean relative error berturut-turut 14.52 %, 9.07 %, 3.93 %, dan 4.59 %.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem komunikasi nirkabel dengan media komunikasi berupa gelombang radio sangat acak dan sulit dianalisis. Perambatan gelombang radio dari pemancar ke penerima akan mengalami rugi-rugi propagasi yang besarnya bervariasi sesuai dengan spektrum frekuensi, kondisi alam serta lingkungan sekitarnya, medium propagasi (udara yang kering atau lembab), jarak antara antena pemancar dengan penerima, lokasi dan tinggi antena pemancar maupun penerima [1].
Pemodelan rugi-rugi propagasi merupakan bagian yang paling penting dalam merancang suatu jaringan komunikasi bergerak. Dalam sistem komunikasi bergerak, model rugi-rugi propagasi diperlukan untuk menganalisis kondisi karakteristik propagasi, perkiraan interferensi, perkiraan parameter sel, dll sehingga dapat menunjang pembuatan sistem komunikasi yang mempunyai kualitas pelayanan yang efektif. Tanpa model yang akurat, untuk mengetahui kehandalan dari suatu jaringan, maka perlu untuk membangun suatu jaringan, menguji kehandalannya, dan kemudian menggunakan metode trial dan error untuk mengoptimalkan desain jaringan yang dibuat. Hal ini dapat memakan waktu, mahal, beresiko, dan desain akhir mungkin tidak sebaik yang diharapkan. Dengan prediksi propagasi yang akurat dan metode simulasi, desain jaringan dapat sepenuhnya diuji sebelum jaringan tersebut dibangun [2].
Secara empiris, terdapat banyak model propagasi yang telah dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir untuk perencanaan jaringan
(15)
komunikasi bergerak. Beberapa model propagasi yang secara umum dipergunakan adalah model Okumura, model Hata, serta model Lee. Dari hasil analisis propagasi dengan menghitung besarnya mean relative error dari RSL (Received Signal Level) di sisi penerima terhadap nilai RSL (Received Signal Level) hasil pengukuran di lapangan, dapat ditentukan model propagasi yang lebih tepat untuk beberapa daerah urban kota Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Bagaimanakah perbandingan ketiga model propagasi radio yaitu model Okumura, model Hata, dan model Lee dengan perhitungan langsung di lapangan (5 BTS).
2. Model propagasi apa yang lebih tepat untuk beberapa daerah urban kota Medan dari ketiga model propagasi diatas yang didasarkan pada nilai mean relative error terkecil.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menentukan model propagasi yang lebih tepat di beberapa daerah urban kota Medan dan sebagai usulan awal untuk mendapatkan model propagasi kota Medan secara umum.
(16)
1.4 Batasan Masalah
Untuk menjaga agar pembahasan pada materi ini lebih terarah, maka penulis menetapkan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
1. Site yang digunakan sebanyak 5 site yang berada di kota Medan dan merupakan kawasan urban.
2. Perhitungan rugi-rugi propagasi menggunakan model Okumura, model Hata, dan model Lee untuk daerah Urban.
1.5 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Studi Literatur, yaitu berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan jurnal-jurnal pendukung, baik dalam bentuk hardcopy dan softcopy. 2. Studi Lapangan, yaitu berupa pengambilan data dari perusahaan.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan Tugas Akhir ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini.
(17)
BAB II : GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
Bab ini membahas tentang gambaran umum gelombang elektromagnetik, spektrum gelombang elektromagnetik, sifat gelombang elektromagnetik, mode perambatan gelombang elektromagnetik, dan mekanisme dasar propagasi gelombang elektromagnetik.
BAB III : PEMODELAN PROPAGASI PADA KOMUNIKASI BERGERAK
Bab ini membahas tentang multipath, fading, dan model-model yang digunakan dalam perhitungan rugi-rugi propagasi di luar ruangan khususnya di daerah perkotaan.
BAB IV : ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900
Bab ini menganalisis besarnya rugi-rugi propagasi yang terjadi dengan menggunakan model Okumura, model Hata, dan model Lee dan membandingkan nilai RSL (Received Signal Level) yang diterima di sisi penerima dengan nilai RSL hasil pengukuran di lapangan.
(18)
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari analisis Tugas Akhir ini dan saran dari penulis.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(19)
BAB II
GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
2.1 Umum
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa parameter yang bisa diukur, yaitu : panjang gelombang, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombangnya, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik. Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya [3].
Gambar 2.1 Perambatan gelombang elektromagnetik yang terdiri dari medan listrik E dan medan magnetik B [3].
Arah Gerak Gelombang
z y
x
E
(20)
2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Tabel 2.1 menunjukkan spektrum frekuensi gelombang radio yang dibagi menjadi beberapa pita frekuensi.
Tabel 2.1 Pembagian Pita Frekuensi
No. Pita Frekuensi Rentang Frekuensi 1 Extremely Low Frequency (ELF) < 3kHz 2 Very Low Frequency (VLF) 3 - 30 kHz
3 Low Frequency (LF) 30 - 300 kHz
4 Medium Frequency (MF) 300 kHz – 3 MHz
5 High Frequency (HF) 3 - 30 MHz
6 Very High Frequency (VHF) 30 - 300 MHz 7 Ultra High Frequency (UHF) 300 MHz – 3 GHz 8 Super High Frequency (SHF) 3 - 30 GHz 9 Extra High Frequency (EHF) 30 - 300 GHz
2.3 Sifat-Sifat Gelombang Elektromagnetik
Beberapa sifat dari gelombang elektromagnetik adalah :
1. Gelombang elektromagnetik dapat merambat dalam ruang tanpa medium.
2. Perubahan medan listrik dan medan magnetik terjadi pada saat yang bersamaan, sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan minimum pada saat yang sama dan pada tempat yang sama.
3. Arah medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus dan keduanya tegak lurus terhadap arah rambat gelombang (transversal). 4. Gelombang elektromagnetik mengalami peristiwa pemantulan,
(21)
Gelombang Langsung
Gelombang Pantul
Gelombang Permukaan Gelombang
Ruang Bebas
Gelombang Radio
Gelombang angkasa atau Ionosfer
Gelombang
Bumi Gelombang Troposfer
5. Cepat rambat gelombang hanya bergantung pada sifat-sifat listrik dan magnetik medium yang ditempuhnya.
2.4 Mode Perambatan Gelombang Elektromagnetik
Energi gelombang elektromagnetik terlihat dalam bentuk perambatan gelombang radio yang keluar dari antena pengirim dan dalam beberapa mode perambatan gelombang ini sangat tergantung pada frekuensi yang dikirimkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 [4].
(22)
Ada beberapa mode perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal yaitu :
1. Propagasi Gelombang Bumi/Tanah (Ground Wave).
Gelombang bumi/tanah (ground wave) merambat mengikuti bentuk atau kontur dari permukaan bumi dan merambat pada jarak yang cukup jauh seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.3. Efek ini ditemukan pada frekuensi-frekuensi sampai 2 MHz. Gelombang elektromagnetik dalam rentang frekuensi ini tersebar di atmosfer sedemikian rupa sehingga gelombang-gelombang ini tidak menembus atmosfer atas [5].
Gambar 2.3 Propagasi Gelombang Bumi (di bawah 2 MHz) [5].
Gelombang bumi dapat dibagi menjadi gelombang ruang bebas dan gelombang permukaan, dimana gelombang ruang bebas dapat dibagi lagi menjadi gelombang langsung yang merambat melalui jalur langsung antara antena pengirim dan antena penerima, dan gelombang pantul yang mencapai antena penerima setelah gelombang tersebut dipantulkan oleh tanah seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.4.
Antena
Pemancar Antena
Penerima Propagasi
Sinyal
(23)
Gambar 2.4 Gelombang permukaan dan gelombang ruang [10].
2. Propagasi Gelombang Angkasa/Langit (Sky Wave)
Dengan propagasi gelombang angkasa/langit, sinyal dari antena bumi dipantulkan dari lapisan terionisasi pada atmosfer atas (ionosfer) kembali ke bumi. Walaupun sepertinya gelombang dipantulkan oleh ionosfer seolah-olah ionosfer adalah permukaan pemantul yang keras, efek ini sebenarnya disebabkan oleh refraksi.
Sebuah sinyal gelombang langit dapat menjalar melalui beberapa lompatan, memantul bolak-balik antara ionosfer dan permukaan bumi seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.5. Dengan mode propagasi ini, sebuah sinyal dapat diterima ribuan kilometer dari pemancar. Propagasi gelombang angkasa/langit digunakan untuk radio amatir, radio CB, dan siaran internasional seperti BBC dan Voice of Amerika.
Ionosfer
Gelombang
angkasa Gelombang ruang
Gelombang permukaan
Bumi Antena
(24)
Gambar 2.5 Propagasi Gelombang Angkasa/Langit (2 sampai 30 MHz) [5].
3. Propagasi Segaris Pandang (Line of Sight)
Di atas 30 MHz, baik propagasi gelombang bumi maupun gelombang langit tidak bekerja dan komunikasi harus dilakukan secara segaris pandang (Line of Sight) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.6. Untuk komunikasi berbasis bumi, antena pemancar dan antena penerima harus berada dalam garis pandang efektif antara satu dengan yang lainnya. Istilah efektif digunakan karena gelombang mikro dibengkokkan atau mengalami refraksi oleh atmosfer. Besar dan arah pembengkokan ditentukan oleh berbagai keadaan, tetapi pada umumnya gelombang mikro dibengkokkan sesuai kelengkungan bumi sehingga merambat lebih jauh daripada garis pandang optik.
Antena Pemancar
Antena Penerima
Ionosfer
Propagasi Sinyal
(25)
.
Gambar 2.6 Propagasi Segaris Pandang (Line of Sight) di atas 30 MHz [5].
Penentuan LOS (Line of Sight) sangat dipengaruhi oleh kelengkungan bumi. Jika antara penerima dan tinggi antena pemancar tidak segaris lurus maka penerima tidak bisa menerima sinyal radio. Model sederhana untuk menentukan jarak LOS yang bisa dilalui antara dua titik yaitu pemancar dan penerima dimana penentuan jaraknya adalah :
d2 + r2 = (h+r)2 (2.1)
Sehingga : d2 = (h+r)2 – r2 (2.2)
Maka : d2 = h2 + 2hr (2.3)
d (2.4)
dengan r >> h.
Jari-jari bumi r kira-kira 3960 mil pada khatulistiwa, tinggi antena h dalam feet (5280 feet = 1 mil), jarak antara pemancar dan penerima radio d secara horizontal. Sinyal gelombang radio dipengaruhi atmosfer bumi. Karena atmosfer sifatnya mengikuti lengkungan bumi walaupun juga ditentukan oleh kepadatan
Propagasi Sinyal Antena
Pemancar
Antena Penerima
(26)
dan ketinggian, maka untuk menyesuaikan hal tersebut digunakan 4/3 radius bumi seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Perambatan LOS yang melalui lengkung bumi [5].
2.5 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang Elektromagnetik
Ada beberapa mekanisme dasar perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal, yaitu :
2.5.1 Refleksi (Pemantulan)
Refleksi seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8, terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal dari pemancar gelombang. Refleksi terjadi pada permukaan bumi, bangunan, tembok, dan penghalang yang lain.
Ketika gelombang radio mengenai bahan dielektrik sempurna, sebagian dari energinya ditransmisikan ke medium kedua, dan sebagian lagi dipantulkan
r r
h
d
Permukaan Bumi Ideal
(27)
kembali ke medium pertama sehingga tidak ada kehilangan energi karena penyerapan. Jika medium kedua adalah konduktor yang sempurna, maka semua energinya terpantul kembali ke medium pertama tanpa kehilangan energi.
Gambar 2.8 Refleksi (pemantulan) Gelombang Elektromagnetik
2.5.2 Scattering (Hamburan/Penyebaran)
Scattering terjadi ketika medium dimana gelombang merambat mengandung obyek yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang sinyal gelombang tersebut dan jumlah obyek perunit volume sangat besar. Gelombang tersebar dihasilkan dari permukaan kasar, benda kecil, atau obyek seperti tiang lampu dan pohon seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.9.
Permukaan Tanah Gelombang
Terpantul Gelombang
(28)
Gambar 2.9 Scattering (hamburan) Gelombang Elektromagnetik
2.5.3 Refraksi (Pembiasan)
Refraksi digambarkan sebagai pembelokan gelombang radio yang melewati medium yang memiliki kepadatan yang berbeda. Dalam ruang hampa udara, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan sekitar 300.000 km/detik. Ini adalah nilai konstan c, yang umum disebut dengan kecepatan cahaya tetapi sebenarnya merujuk kepada kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Dalam udara, air, gelas, dan media transparan, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan yang lebih rendah dari c.
Ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan berbeda maka kecepatannya akan berubah. Akibatnya adalah pembelokan arah gelombang pada batas kedua medium tersebut. Jika merambat dari medium yang kurang padat ke medium yang lebih padat, maka gelombang akan membelok ke arah medium yang lebih padat seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.10.
Permukaan Kasar Gelombang
Datang
Gelombang Hamburan
(29)
Gambar 2.10 Refraksi (Pembiasan)
2.5.4 Difraksi (Lenturan)
Difraksi terjadi ketika garis edar radio antara pengirim dan penerima dihambat oleh permukaan yang tajam atau dengan kata lain kasar seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.11. Pada frekuensi tinggi, difraksi, seperti halnya pada refleksi, tergantung pada ukuran objek yang menghambat dan amplitudo, fase, dan polarisasi dari gelombang pada titik difraksi.
Gambar 2.11 Difraksi (Lenturan)
Medium kurang padat Gelombang
Datang
Gelombang Pantul
Gelombang Bias Medium
lebih padat
Permukaan Bumi Antena
Pemancar Antena
(30)
BAB III
PEMODELAN PROPAGASI PADA KOMUNIKASI BERGERAK 3.1 Rugi-rugi Ruang Bebas
Suatu sinyal yang ditransmisikan dari sebuah antena pengirim (transmitter) melalui ruang bebas ke sebuah antena penerima (receiver) yang berjarak d dimana tidak ada penghalang diantara keduanya akan mengalami rugi-rugi propagasi ruang bebas (free space loss), yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan daya yang dipancarkan Pt terhadap daya yang diterima antena Pr. Untuk antena isotropik ideal, rugi-rugi ruang bebas adalah :
(3.1)
dengan : Pt = daya sinyal yang dipancarkan antena pemancar (dB) Pr = daya sinyal yang diterima antena penerima (dB) λ = panjang gelombang pembawa (m)
f = frekuensi pembawa (Hz)
d = jarak propagasi antar antena (m) c = kecepatan cahaya (300.000 km/detik)
Daya sinyal yang ditransmisikan s(t) adalah Pt, maka perbandingan daya sinyal yang diterima oleh penerima (receiver) adalah :
(31)
dimana : Pr = daya sinyal yang diterima oleh receiver (dB) Pt = daya sinyal yang dikirimkan oleh transmitter (dB) Gl = hasil kali antara gain pada transmitter dan gain pada receiver.
. d = jarak antara transmitter dengan receiver (m)
Rugi-rugi ruang bebas (path loss) dapat didefinisikan dalam model rugi-rugi ruang bebas [2] :
(3.3)
Atau rugi-rugi ruang bebas juga dapat dinyatakan sebagai berikut [4] :
LB (dB) = 32.44 + 20 log fMHz + 20 log dkm (3.4)
3.2 Received Signal Level (RSL)
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) adalah daya yang secara aktual dipancarkan oleh antena pemancar. EIRP dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
EIRP (dBm) = PTx + GTx – LWG (3.5)
dimana : PTx = daya output transmitter (dBm) GTx = gain antena (dB)
(32)
Received Signal Level (RSL) adalah daya yang diterima pada antena penerima. RSL ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
RSL (dBm) = EIRP – PL + GR (3.6) dimana : PL = rugi-rugi lintasan (dB)
GR = gain receiver (dB)
3.3 Relative Error
Relative Error adalah parameter yang menunjukkan seberapa baiknya perhitungan yang dilakukan relatif ke nilai pengukuran. Relative Error dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
δ = (3.7)
dimana : δ = relative error
V = nilai sebenarnya (nilai pengukuran) Vapprox = nilai perkiraan/perhitungan
3.4 Multipath
Sinyal yang ditransmisikan mengalami lebih dari satu jalur untuk mencapai antena penerima. Akibatnya sinyal yang diterima terdiri dari sinyal langsung dan sinyal akibat refleksi (pemantulan), scattering (hamburan), difraksi (lenturan), dll yang tiba lebih dulu di penerima. Bahkan, pada kasus-kasus ekstrim, penerima hanya dapat menangkap sinyal-sinyal pantulan dan bukan sinyal langsung. Fenomena ini terjadi di seluruh transmisi dan mempengaruhi
(33)
sinyal yang ditransmisikan. Fenomena ini disebut dengan multipath seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1.
Difraksi Building 1 Building 2 Building 2 Building 3 Building 1 Tree Tree Tree Tree Tree Tree Mobile Station Tree Tree Tree Tree Tree Tree Building 1 Building 2 Antena Base Station
Scattering
Refleksi
Gambar 3.1 Mekanisme multipath pada komunikasi bergerak.
3.5 Fading
Istilah fading merujuk kepada ragam waktu (fluktuasi) level daya sinyal yang diterima oleh penerima yang disebabkan oleh perubahan-perubahan pada jalur transmisi seperti shadowing, halangan, dan multipath. Efek-efek fading dalam komunikasi bergerak dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :
3.5.1 Fading Cepat (Fast Fading)
Fading cepat disebut juga fading lintas jamak, terjadi karena adanya lintasan ganda yang disebut sebagai multipath. Hal ini terjadi karena adanya
(34)
pantulan gelombang dari benda-benda seperti rumah, gedung, mobil, pohon, dan benda-benda lain di sekitar mobile station. Multipath ini dapat menyebabkan lintasan yang ditempuh sinyal tersebut menjadi lebih jauh dan menyebabkan delay spread yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan bit pada komunikasi digital. Analisa efek fading akibat multipath (fast fading) dapat dilakukan dengan pendekatan beberapa distribusi level, yaitu distribusi Rician dan distribusi Rayleigh.
3.5.2 Fading Lambat (Slow Fading)
Fading lambat atau shadowing terjadi karena sinyal yang sampai ke penerima terhalang akibat perubahan geometri alam antara base station dan mobile station seperti adanya gedung bertingkat, tembok, dll sehingga menyebabkan fluktuasi sinyal. Ketika bergerak mengitari base station, akan terlihat kuat sinyal naik-turun tergantung ada tidaknya penghalang. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menganalisis efek shadowing ini adalah dengan menggunakan distribusi log-normal.
3.6 Model Propagasi Perkotaan
Perhitungan rugi-rugi propagasi biasanya disebut dengan prediksi. Prediksi yang tepat hanya mungkin untuk kasus-kasus sederhana, seperti propagasi ruang bebas atau model bumi datar. Untuk kasus praktis rugi-rugi propagasi dihitung menggunakan berbagai pendekatan.
Di perkotaan, kepadatan penduduk cukup tinggi sehingga prediksi model rugi-rugi propagasi yang lebih akurat akan sangat membantu bagi pemetaan BTS untuk merancang jaringan yang optimal. Secara empiris, terdapat banyak model
(35)
propagasi yang telah dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir untuk perencanaan jaringan komunikasi bergerak.
3.6.1 Model Okumura
Model Okumura merupakan metode empiris yang dikembangkan dari serangkaian pengukuran yang dilakukan di Jepang dengan menggunakan beberapa frekuensi yang mewakili layanan komunikasi bergerak (sampai 1920 MHz). Kurva dibuat berdasarkan nilai-nilai yang telah diukur sebagai fungsi dari sejumlah parameter dasar propagasi seperti tipe lingkungan, ketidakteraturan tanah, dan tinggi antena dengan menggunakan antena vertikal omni-directional [8]. Model ini kemudian didasarkan pada pemakaian sejumlah faktor koreksi.
Model ini paling banyak digunakan untuk melakukan prediksi sinyal di daerah urban (kota) dan dapat digunakan untuk rentang frekuensi antara 150 MHz - 1920 MHz dan pada jarak antara 1 km - 100 km dengan ketinggian antena BTS berkisar 30 m - 1000 m [8].
Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut [8] :
PL (dB) = LF + Amu (f,d) – G(hte) – G(hre) - GAREA (3.8)
dimana : PL = path loss (dB)
LF = redaman lintasan ruang bebas (dB)
Amu = rata-rata redaman relatif terhadap redaman ruang bebas (dB)
G(hte) = gain antena pemancar BTS (dB) G(hre) = gain antena penerima MS (dB) GAREA = gain tipe daerah (dB)
(36)
Perlu dicatat bahwa gain antena disini hanya bergantung pada tinggi antena dan tidak ada hubungannya dengan pola antena.
G(hte) = 30 m < hte < 1000 m (3.9)
G(hre) = hre ≤ 3 m (3.10)
G(hre) = 3 m < hre < 10 m (3.11)
Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 memperlihatkan kurva untuk menentukan besarnya nilai Amu (f,d) dan GAREA.
(37)
Gambar 3.2 Rata-rata redaman relatif Amu (f,d) terhadap redaman ruang bebas (dB) pada permukaan quasi mulus [8].
Urban Area
h
b= 200 m
h
m= 3 m
70 60 50 40 30 20 10
100 200 300 500 700 1000 2000 3000
1 2 5 10 20 30 50 60 100 80 1 2 5 20 10 40 30 40 50 60 80 100
Frequency f (MHz)
(38)
Gambar 3.3 Faktor koreksi, GAREA untuk tipe lingkungan yang berbeda [8].
Model Okumura membedakan lingkungan dalam tiga jenis lingkungan, yaitu [7] :
1. Open Area, yaitu suatu daerah dimana tidak ada penghalang pada jarak 300 – 400 m ke arah BTS.
2. Suburban Area, yaitu suatu daerah dimana terdapat beberapa penghalang dalam jumlah yang sedikit di sekitar perangkat mobile.
Frequency f (MHz) Correction Factor, GAREA (dB)
100 200 300 500 700 1000 2000 3000 Suburban Area
Quasi Open Area Open Area
0 5 10 15 20 25 30 35
(39)
3. Urban Area, yaitu suatu daerah dimana terdapat gedung-gedung atau rumah yang tinggi.
Model Okumura sepenuhnya didasarkan pada data hasil pengukuran dan tidak memberikan penjelasan analitis apapun. Untuk beberapa keadaan, perhitungan dengan memakai kurva dapat dibuat untuk mendapatkan nilai-nilai di luar rentang hasil pengukuran, meskipun validitas dari perhitungan tersebut tergantung pada keadaan sekitar dan kemulusan kurva yang bersangkutan.
Model Okumura merupakan model yang paling sederhana tetapi memberikan akurasi yang bagus untuk melakukan prediksi redaman lintasan pada propagasi gelombang antara pemancar BTS dengan penerima di daerah yang tidak teratur permukaannya. Kelemahan utama dari model ini adalah respon yang lambat terhadap perubahan permukaan tanah yang cepat. Karena itu model ini sangat cocok diterapkan pada daerah urban dan suburban, tetapi kurang bagus jika untuk daerah rural (pedesaan). Secara umum standar deviasi hasil prediksi model ini dibanding dengan hasil pengukuran adalah sekitar 10 dB sampai 14 dB.
3.6.2 Model Hata
Model Hata merupakan bentuk persamaan empirik dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hata. Model ini cocok untuk daerah dengan rentang frekuensi 150 MHz – 1500 MHz. Hata membuat persamaan standar untuk menghitung redaman lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung
(40)
redaman lintasan di tipe daerah yang lain (sub-urban, open area, dll), Hata memberikan persamaan koreksinya.
Persamaan prediksi Hata untuk daerah urban adalah [8] :
PL (urban) (dB) = 69.55 + 26.16 log10 (fc)– 13.82 log10 hte – a(hre) +
(44.9 – 6.55 log10 hte) log10 d (3.13)
Keterangan : fc = frekuensi kerja antara 150 MHz – 1500 MHz
hte = tinggi efektif antena pemancar BTS sekitar 30 m – 200 m hre = tinggi efektif antena penerima MS sekitar 1 m – 10 m d = jarak antara Tx – Rx (km)
a(hre) = faktor koreksi untuk tinggi efektif antena penerima sebagai fungsi dari luas daerah yang dilayani.
Untuk kota kecil sampai kota sedang (small to medium sized city), faktor koreksi a(hre) adalah :
a(hre) = (1.1 log10 fc – 0.7) hre – (1.56 log10 fc – 0.8) dB (3.14)
Dan untuk kota besar (large city), faktor koreksi a(hre) diberikan oleh :
a(hre) = 8.29 (log10 1.54 hre)2 – 1.1 dB untuk fc ≤ 300 MHz (3.15) a(hre) = 3.2 (log10 11.75 hre)2 – 4.97 dB untuk fc ≥ 300 MHz (3.16)
Persamaan prediksi Hata untuk daerah sub-urban adalah [8] :
(41)
Dan persamaan prediksi Hata untuk daerah open rural adalah [8] :
PL (dB) = PL (urban) – 4.78 (log10 fc)2 – 18.33 log10 fc – 40.98 (3.18)
Hasil prediksi dengan model Hata hampir mendekati hasil dengan model Okumura untuk jarak d lebih dari 1 km.
3.6.3 Model Lee
Model propagasi Lee diturunkan dari data eksperimen yang dilakukan di beberapa kota besar dunia. Model Lee ini pertama kali dirumuskan sebagai prediksi level sinyal yang diterima (Received Signal Level) yang didasarkan pada daya pancar dan gain antena untuk digunakan pada frekuensi 900 MHz. Formulasi yang disajikan disini telah diubah dari model RSL menjadi model rugi-rugi lintasan (path loss) agar lebih sesuai dengan format model-model lain yang telah ada [9].
Model ini terdiri dari dua mode yaitu area to area dan point to point. Meskipun data asli terbatas pada rentang frekuensi 900 MHz, tetapi adanya implementasi langsung, kemampuan untuk dicocokkan dengan data empiris, dan hasilnya terlihat membuatnya menjadi model yang menarik. Model ini mencakup faktor penyesuaian terhadap frekuensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan rentang frekuensi secara analitis.
(42)
3.6.3.1 Mode Area to Area
Untuk prediksi area to area, Lee menggunakan nilai L0 pada jarak 1 mil,
nilai γ dalam dB/dekade, dan faktor penyesuaian yaitu F0. Untuk selanjutnya, rugi-rugi transmisi telah diubah nilai aslinya dari jarak 1 mil menjadi 1 km.
Persamaan matematika untuk model Lee dengan mode area to area adalah sebagai berikut [9] :
PL = L0 + γ log(d) – 10 log(F0) (3.19)
dengan : PL = rugi-rugi propagasi model Lee (dB) L0 = loss transmisi pada jarak 1 km (dB)
γ = kemiringan dari kurva path loss (dB/dekade)
d = jarak dari base station (km) F0 = faktor penyesuaian
Tabel 3.1 menunjukkan beberapa nilai empiris dengan referensi rugi-rugi transmisi pada 1 km dan kemiringan dari kurva path loss.
Tabel 3.1 Parameter Propagasi pada Model Lee [9]
Tipe Lingkungan L0 (dB) γ
Ruang bebas 85 20
Ruang terbuka (rural) 89 43.5
Area suburban 101.7 38.5
Area urban
- Philadelphia 110 36.8
- Newark 104 43.1
(43)
Data hasil eksperimen pada Tabel 3.1 didasarkan pada parameter-parameter dengan kondisi acuan sebagai berikut [9] :
3. Frekuensi Carrier = 900 MHz
4. Tinggi antena pemancar BTS = 30.48 m (100 kaki)
5. Gain antena pemancar BTS relatif ke antena λ/2 dipole = 6 dBd 6. Tinggi antena penerima MS = 3 m (10 kaki)
7. Gain antena mobile relatif ke antena λ/2 dipole = 0 dBd
Jika pengukuran di suatu area tertentu menggunakan parameter-parameter yang berbeda dari kondisi acuan diatas, maka nilai F0 diberikan oleh :
F0 = F1 F2 F3 F4 F5 (3.20)
dimana : F1 =
F2 =
F3 =
dimana v = 2 jika hre > 3 dan v = 1 jika hre < 3.
F4 = faktor koreksi frekuensi =
dimana f0 = 900 MHz dan 2 < n < 3
(44)
Keterangan : 1. hte dan hre dalam satuan meter. 2. f dalam satuan MHz.
3. Ghte dan Ghre adalah gain antena relatif ke antena λ/2 dipole. Faktor koreksi frekuensi pada F4 adalah n = 2 untuk daerah sub-urban dan open dengan f < 450 MHz, dan n = 3 untuk daerah urban dengan f > 450 MHz [9].
3.6.3.2 Mode Point to Point
Model Lee dengan mode point to point menyertakan faktor kemiringan permukaan tanah. Persamaan matematika untuk model Lee dengan mode point to point adalah sebagai berikut [9] :
PL = L0 + γ log(d) – 10 log(F0) – 20 log (3.21)
dimana heff dalam satuan meter.
Lee membuat standar deviasi kesalahan (error) pada mode area to area sebesar 8 dB dan pada mode point to point sebesar 3 dB.
(45)
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN MODEL PROPAGASI UNTUK KOMUNIKASI BERGERAK PADA SISTEM GSM 900
4.1 Umum
Kinerja dari sebuah BTS yang mencakup suatu daerah tertentu dapat ditentukan bagus atau buruk melalui suatu pengukuran sinyal yang dilakukan secara langsung di lapangan. Pengukuran di lapangan ini biasanya menggunakan sebuah perangkat mobile yang dipasang pada kendaraan/mobil sehingga pengukuran ini sering disebut dengan drive test. Hasil dari pengukuran tersebut kemudian akan dianalisis sehingga kinerja dari BTS tersebut dapat dioptimalkan.
4.2 Prosedur Drive Test
Peruntukan drive test adalah untuk optimasi jaringan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan banyak faktor lainnya sebagai bahan pertimbangan. Drive test dapat dilakukan melalui 2 langkah yaitu drive test outdoor (untuk cell site 2G maupun 3G), dan drive test indoor. Keduanya memiliki hasil keluaran yang sama dengan parameter yang tidak jauh berbeda. Hanya mapping pemetaan saja yang dikalibrasi berdasarkan lokasi dilakukannya drive test. Tujuan dilakukannya drive test adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kondisi gelombang radio (sinyal) pada BTS
2. Menginformasikan level daya terima (Rx Level), kualitas sinyal terima (Rx Qual), interferensi, proses perpindahan MS ke BTS lain (handover), dan parameter lainnya.
(46)
3. Dengan adanya hasil pengukuran maka bisa diputuskan apakah keadaan sinyal suatu BTS masih layak atau perlu dilakukan suatu perbaikan.
Salah satu parameter yang biasa diolah sebagai masukan pada drive test adalah RxLev, yaitu nilai RSL yang diterima oleh suatu terminal, atau kuat level sinyal penerima di MS (rentang dalam minus dBm) dimana semakin besar minus dBm-nya maka sinyalnya semakin lemah.
Macam-macam pengukuran pada drive test, yaitu :
a) Drive test dengan kondisi MS idle, artinya MS dalam keadaan standby (tidak melakukan panggilan keluar).
b) Drive test dengan kondisi MS dedicated, artinya MS melakukan panggilan keluar.
Langkah-langkah dalam melakukan drive test menggunakan TEMS, yaitu :
1) Konfigurasi perangkat
Lakukan setting koneksi antara laptop dengan Mobile Station biasanya menggunakan kabel data atau bluetooth. Lakukan pula setting koneksi GPS ke laptop dengan cara yang sama seperti pada Gambar 4.1 sebelumnya.
2) Koneksi perangkat ke TEMS
Koneksikan device yang sudah dikonfigurasi ke software TEMS 8.0.
3) Pilih kategori drive test
Pilihlah kategori drive test yang diinginkan bisa berupa idle atau dedicated.
(47)
4) Record file log
Setelah menentukan kategori dari drive test yang akan dilakukan, maka kita harus menentukan di direktori mana file log kita akan disimpan.
5) Start record dan run.
4.3 Spesifikasi Peralatan Drive Test
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan sewaktu melakukan drive test adalah :
a. Satu unit laptop jenis Toshiba dengan software TEMS Investigation 8.0.4 (Gambar 4.1).
b. Satu unit mobile station Sony Ericsson tipe K800i (Gambar 4.2).
c. Satu unit GPS (Global Positioning System) yang berfungsi untuk menentukan posisi (navigasi) sewaktu melakukan drive test dengan bantuan software Mapinfo atau software bantu pemetaan yang lainnya sehingga dapat dengan jelas dilihat posisi dari pengukuran yang dilakukan (Gambar 4.3).
d. Satu unit dongle yang berfungsi sebagai driver TEMS 8.0.4 (Gambar 4.4).
e. Aksesoris lainnya seperti USB hub, kabel data, dan inverter (Gambar 4.5).
(48)
Gambar 4.1 Konfigurasi perangkat sewaktu drive test
(49)
Gambar 4.3 GPS (Global Positioning System)
Gambar 4.4 Dongle
(50)
4.4 Pemilihan Sampel
Pengambilan data pada pembahasan dan analisis perbandingan pemodelan propagasi pada sistem GSM 900 ini dilaksanakan pada operator seluler PT. XL AXIATA, Tbk Area Northern dengan mengambil 5 sampel lokasi BTS daerah urban yang berada di kota Medan dengan terlebih dahulu melakukan survei lapangan seperti pada Lampiran I. Lokasi BTS yang akan dihitung rugi-rugi propagasinya adalah :
1. BTS Graha XL Medan 2. BTS Pandau Hilir 3. BTS Sei Rengas 4. BTS Sidodadi 5. BTS Sun Yat Sen
Lokasi-lokasi BTS yang diambil sebagai sampel didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Lokasi yang diambil sebagai sampel adalah pusat-pusat kegiatan sehari-hari dan merupakan daerah padat bangunan.
2. Lokasi pemasangan BTS adalah gedung-gedung yang memiliki ketinggian diatas rata-rata ketinggian gedung-gedung yang lain.
(51)
4.5 Spesifikasi Base Station
Tabel 4.1 menunjukkan spesifikasi dari base station yang diambil sebagai sampel pengukuran RSL (Received Signal Level).
Tabel 4.1 Parameter Base Station
No. Parameter Nilai
1 EIRP 47 dBm
2 Tinggi antena base station (hte) 30 m
3 Frekuensi (f) 907.6 - 914.8 MHz (Uplink)
952.6 - 959.8 MHz (Downlink) 4 Jenis antena yang dipakai Antena sektoral triple band (Lampiran III)
4.6 Data Hasil Drive Test
Adapun data yang didapatkan sewaktu melakukan drive test terdapat pada Lampiran II dengan contoh pengambilan sampel jarak pada tiap BTS.
4.7 Pemilihan Model Propagasi
Model propagasi yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah model Okumura, model Hata, dan model Lee pada daerah urban. Adapun alasan penulis memilih model-model ini karena model-model ini merupakan model empiris yang sudah lama dikembangkan dan menjadi model referensi yang banyak digunakan dalam menghitung redaman di daerah perkotaan sehingga penulis merasa tertarik untuk membandingkan model empiris ini dengan data hasil pengukuran.
(52)
4.8 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan Model Propagasi
Tabel 4.2 menunjukkan parameter yang dipakai untuk perhitungan path loss dan RSL (Receiver Signal Level) pada model Okumura, model Hata, dan model Lee.
Tabel 4.2 Parameter Model Propagasi
No. Parameter Nilai
1 Tinggi antena base station (hte) 30 m 2 Tinggi antena mobile station (hre) 1.5 m
3 Frekuensi (f) 958 MHz
4 EIRP 47 dBm
5 Amu (f,d) 20 dB
6 G area 0 dB
4.8.1 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan Model Okumura
Pada bagian ini, akan dihitung besarnya path loss vs jarak menggunakan model Okumura dengan persamaan 3.8, dan daya yang diterima (RSL) dengan persamaan 3.6 berdasarkan parameter-parameter pada Tabel 4.2. Berikut adalah contoh perhitungan RSL model Okumura daerah urban dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.3 dengan menggunakan Microsoft Excel.
Ghte = 20 log10 = 20 log10 = - 16.40 dB
Ghre = 10 log10 = 10 log10 = - 3.00 dB • d = 16.09 m
Lf = 32.44 + 20 log10 (f) + 20 log10 (d) = 32.44 + 20 log10 (958) + 20 log10
(53)
PL_urban = Lf + Amu – Ghte – Ghre – GAREA
= 56.24 + 20 – (-16.40) – (-3.00) – 0 = 95.64 dB
Maka, RSL = EIRP – PL + GR
= 47 dBm – 95.64 dB + 0 dB = - 48.64 dBm
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Path Loss dan RSL (Received Signal Level) dengan model Okumura daerah urban.
No. d (m) Path Loss (dB) RSL (dBm)
1 16.09 95.64 -48.64
2 48.28 105.04 -58.04
3 64.37 107.64 -60.64
4 80.47 109.64 -62.64
5 95.56 111.04 -64.04
6 100 111.44 -64.44
7 112.65 112.44 -65.64
8 128.75 113.64 -66.64
9 144.84 114.64 -67.64
10 150 115.04 -68.04
11 160.93 115.64 -68.64
12 193.12 117.24 -70.24
13 209.22 117.84 -70.84
14 225.31 118.44 -71.44
15 241.4 119.04 -72.04
16 257.5 119.64 -72.64
17 273.59 120.24 -73.24
18 289.68 120.64 -73.64
19 305.78 121.24 -74.24
20 321.87 121.64 -74.64
(54)
4.8.2 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan Model Hata
Pada bagian ini, akan dihitung besarnya path loss vs jarak menggunakan model Hata dengan persamaan 3.13, dan daya yang diterima (RSL) dengan persamaan 3.6 berdasarkan parameter-parameter pada Tabel 4.2 sebelumnya. Berikut adalah contoh perhitungan RSL model Hata daerah urban dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.4 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 16.09 m
a(hre) = 3.2 (log10 11.75 hre)2 – 4.97
= 3.2 [log10 (11.75 x 1.5)]2 – 4.97 = 0.03 dB
PL_urban = 69.55 + 26.16 log10 (fc) – 13.82 log10 hte – a(hre) + [44.9 – 6.55 log10 hte] log10 (d)
= 69.55 + 26.16 log10 (958) - 13.82 log10 (1.5) - 0.03 + [44.9 - 6.55 log10 (30)] log10
= 64.00 dB
Maka, RSL = EIRP – PL + GR
(55)
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Path Loss dan RSL (Received Signal Level) dengan model Hata daerah urban.
No. d (m) Path Loss (dB) RSL (dBm)
1 16.09 64.00 -17.00
2 48.28 80.55 -33.55
3 64.37 85.13 -38.13
4 80.47 88.65 -41.65
5 95.56 91.11 -44.11
6 100 91.82 -44.82
7 112.65 93.58 -46.58
8 128.75 95.69 -48.69
9 144.84 97.45 -50.45
10 150 98.15 -51.15
11 160.93 99.21 -52.21
12 193.12 102.03 -55.03
13 209.22 103.08 -56.08
14 225.31 104.14 -57.14
15 241.4 105.20 -58.20
16 257.5 106.25 -59.25
17 273.59 107.31 -60.31
18 289.68 108.01 -61.01
19 305.78 109.07 -62.07
20 321.87 109.77 -62.77
(56)
4.8.3 Perhitungan Path Loss dan RSL dengan Model Lee
Tabel 4.5 menunjukkan parameter yang dipakai untuk perhitungan path loss dan RSL (Receiver Signal Level) dengan menggunakan model Lee.
Tabel 4.5 Parameter Model Propagasi
No. Parameter Nilai
1 Tinggi antena base station (hte) 30 m 2 Tinggi antena mobile station (hre) 1.5 m
3 Frekuensi (f) 958 MHz
4 EIRP 47 dBm
5 Gain base station 14.36 dBd (16.5 dBi)
6 Gain mobile station 0 dBd
Pada bagian ini, akan dihitung besarnya path loss vs jarak menggunakan model Lee dengan persamaan 3.19, dan daya yang diterima (RSL) dengan persamaan 3.6 berdasarkan parameter-parameter pada Tabel 4.5. Berikut adalah contoh perhitungan RSL model Lee daerah urban dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.6 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 16.09 m
PL_urban = L0 + γ log10 (d) – 10 log10 F0
= 124 + 30.5 log10 – 1.60 = 67.81 dB
Maka, RSL = EIRP – PL + GR
(57)
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Path Loss dan RSL (Received Signal Level) dengan model Lee daerah urban.
No. d (m) Path Loss (dB) RSL (dBm)
1 16.09 67.81 -20.81
2 48.28 82.14 -35.14
3 64.37 86.11 -39.11
4 80.47 89.16 -42.16
5 95.56 91.29 -44.29
6 100 91.90 -44.90
7 112.65 93.43 -46.43
8 128.75 95.26 -48.26
9 144.84 96.78 -49.78
10 150 97.39 -50.39
11 160.93 98.31 -51.31
12 193.12 100.75 -53.75
13 209.22 101.66 -54.66
14 225.31 102.58 -55.58
15 241.4 103.49 -56.49
16 257.5 104.41 -57.41
17 273.59 105.32 -58.32
18 289.68 105.93 -58.93
19 305.78 106.85 -59.85
20 321.87 107.46 -60.46
(58)
Gambar 4.6 menunjukkan perbandingan path loss model Okumura, model Hata, dan model Lee pada daerah urban.
Gambar 4.6 Perbandingan path loss model Okumura, model Hata, dan model Lee pada daerah urban
0 20 40 60 80 100 120 140
0 100 200 300 400
P
at
h
L
o
ss
(d
B
)
d (m)
Path Loss Model Okumura (dB) Path Loss Model Hata (dB) Path Loss Model Lee (dB)
(59)
4.9 Analisis Perbandingan RSL Model Propagasi dan RSL Pengukuran Pada bagian ini, akan dihitung besarnya mean relative error ketiga model propagasi yaitu model Okumura, model Hata, dan model Lee pada masing-masing BTS sehingga didapat model mana yang lebih mendekati suatu daerah tertentu yang mempunyai mean relative error terkecil.
4.9.1 BTS Graha XL Medan
Tabel 4.7 menunjukkan perbandingan RSL hasil pengukuran dengan RSL hasil perhitungan di BTS Graha XL Medan.
Tabel 4.7 Perbandingan RSL (Received Signal Level) di BTS Graha XL Medan
d (m)
RSL Ukur (dBm)
RSL Oku Urban (dBm)
RSL Hata Urban (dBm)
RSL Lee Urban (dBm)
64.37 -53 -60.64 -38.13 -39.11
80.47 -59 -62.64 -41.65 -42.16
95.56 -67 -64.04 -44.11 -44.29
100 -60 -64.44 -44.82 -44.90
144.84 -55 -67.64 -50.45 -49.78
150 -58 -68.04 -51.15 -50.39
160.93 -59 -68.64 -52.21 -51.31
209.22 -52 -70.84 -56.08 -54.66
273.59 -58 -73.24 -60.31 -58.32
289.68 -58 -73.64 -61.01 -58.93
305.78 -63 -74.24 -62.07 -59.85
Untuk mendapatkan model regresinya, maka dipakai model parabola kuadratik yang mempunyai persamaan umum [11] :
(60)
Koefisien a, b, dan c harus ditentukan berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan. Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, maka nilai a, b, dan c dapat dihitung dari sistem persamaan :
ΣYi = na + bΣXi + cΣXi2 (4.2)
ΣXiYi = aΣXi + bΣXi2+ cΣXi3 (4.3)
ΣXi2Y = aΣXi2+ bΣXi3+ cΣXi4 (4.4) Notasi Xi menunjukkan nilai jarak d (m) dan notasi Yi menunjukkan nilai RSL (dBm) pengukuran di lapangan. Tabel 4.8 menunjukkan nilai-nilai yang perlu untuk menentukan model regresi parabola kuadratik di BTS Graha XL Medan.
Tabel 4.8 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik di BTS Graha XL Medan.
Xi Yi Xi^2 Xi^3 Xi^4 XiYi Xi^2 Yi
64.37 -53 4143.50 266716.90 17168566.56 -3411.61 -219605.34
80.47 -59 6475.42 521077.12 41931075.83 -4747.73 -382049.83
95.56 -67 9131.71 872626.55 83388193.27 -6402.52 -611824.81
100 -60 10000.00 1000000.00 100000000 -6000 -600000
144.84 -55 20978.63 3038544.13 440102732.06 -7966.20 -1153824.4
150 -58 22500.00 3375000.00 506250000 -8700 -1305000
160.93 -59 25898.46 4167839.96 670730484.18 -9494.87 -1528009.4
209.22 -52 43773.01 9158188.82 1916076264 -10879.44 -2276196.4
273.59 -58 74851.49 20478618.63 5602745271 -15868.22 -4341386.3
289.68 -58 83914.50 24308353.06 7041643713 -16801.44 -4867041.1
305.78 -63 93501.41 28590860.66 8742513373 -19264.14 -5890588.7
1874.44 -642 395168.13 95777825.82 25162549673 -109536.2 -23175526
Dari persamaan (4.2), (4.3), dan (4.4) didapat sistem persamaan :
-642 = 11 a + 1874.44 b + 395168.13 c (4.5) -109536.17 = 1874.44 a + 395168.13 b + 95777825.82 c (4.6) -23175526 = 395168.13 a + 95777825.82 b + 25162549673 c (4.7)
(61)
Setelah persamaan (4.5), (4.6), dan (4.7) diselesaikan, maka diperoleh harga a = - 63.9223, b = 0.0767, dan c = - 0.0002 sehingga regresi parabola kuadratik Y
atas X mempunyai persamaan :
Ŷ = a + bX + cX2
Ŷ = -63.9223 + 0.0767 X – 0.0002 X2. (4.8) Gambar 4.7 menunjukkan grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan di BTS Graha XL Medan.
Gambar 4.7 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Graha XL Medan
-80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0
0 100 200 300 400
R S L ( dB m ) d (m)
RSL Ukur (dBm) Model Regresi (dBm) RSL Oku Urban (dBm) RSL Hata Urban (dBm) RSL Lee Urban (dBm)
(62)
Dari Tabel 4.7 dapat dihitung nilai relative error dari masing-masing model tersebut. Berikut ini adalah contoh perhitungan relative error berdasarkan persamaan 3.7 dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.9 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 64.37 m
Relative Error (δ) Oku Urban =
= = 14.42 %
Tabel 4.9 Relative Error (δ) masing-masing model (%) di BTS Graha XL Medan
δ Oku Urban δ Hata Urban δ Lee Urban
14.42 28.06 26.21
6.17 29.41 28.54
4.42 34.16 33.90
7.40 25.30 25.17
22.98 8.27 9.49
17.31 11.81 13.12
16.34 11.51 13.03
36.23 7.85 5.12
26.28 3.98 0.55
26.97 5.19 1.60
17.84 1.48 5.00
Dari Tabel 4.9 dapat dihitung mean relative error dari masing-masing model dengan merata-ratakan semua nilai relative error yang didapat pada setiap titik di BTS Graha XL Medan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.10.
Mean Relative Error Oku Urban
(63)
Tabel 4.10 Mean Relative Error masing-masing model (%) di BTS Graha XL Medan
Oku Urban Hata Urban Lee Urban
17.85 15.18 14.70
Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa mean relative error yang terkecil adalah pada model Lee Urban sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa model Lee Urban paling mendekati untuk perhitungan RSL di BTS Graha XL Medan dengan mean relative error sebesar 14.70 %. Hal ini disebabkan karena situasi daerah urban-nya sendiri yang tidak homogen dimana ketinggian bangunan-bangunan perkantoran yang ada di sekitar BTS Graha XL Medan tidak merata sehingga menyebabkan fluktuasi sinyal yang cukup beragam.
4.9.2 BTS Pandau Hilir
Tabel 4.11 menunjukkan perbandingan RSL hasil perhitungan dengan RSL hasil pengukuran di BTS Pandau Hilir.
Tabel 4.11 Perbandingan RSL (Received Signal Level) di BTS Pandau Hilir.
d (m)
RSL Ukur (dBm)
RSL Oku Urban (dBm)
RSL Hata Urban (dBm)
RSL Lee Urban (dBm)
16.09 -56 -48.64 -17.00 -20.81
48.28 -56 -58.04 -33.55 -35.14
64.37 -59 -60.64 -38.13 -39.11
80.47 -58 -62.64 -41.65 -42.16
100 -58 -64.44 -44.82 -44.9
(64)
128.75 -58 -66.64 -48.69 -48.26
150 -55 -68.04 -51.15 -50.39
160.93 -56 -68.64 -52.21 -51.31
209.22 -62 -70.84 -56.08 -54.66
241.4 -59 -72.04 -58.20 -56.49
257.5 -58 -72.64 -59.25 -57.41
Tabel 4.12 menunjukkan nilai-nilai yang perlu untuk menentukan model regresi parabola kuadratik di BTS Pandau Hilir.
Tabel 4.12 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik di BTS Pandau Hilir.
Xi Yi Xi^2 Xi^3 Xi^4 XiYi Xi^2 Yi
16.09 -56 258.89 4165.51 67023.05 -901.04 -14497.73
48.28 -56 2330.96 112538.67 5433367.06 -2703.68 -130533.67
64.37 -59 4143.50 266716.90 17168566.56 -3797.83 -244466.32
80.47 -58 6475.42 521077.12 41931075.83 -4667.26 -375574.41
100 -58 10000 1000000 100000000 -5800 -580000
112.65 -58 12690.02 1429531.03 161036671.1 -6533.7 -736021.31
128.75 -58 16576.56 2134232.42 274782424.3 -7467.5 -961440.63
150 -55 22500 3375000 506250000 -8250 -1237500
160.93 -56 25898.46 4167839.96 670730484.2 -9012.08 -1450314.03
209.22 -62 43773.01 9158188.82 1916076264 -12971.64 -2713926.52
241.4 -59 58273.96 14067333.94 3395854414 -14242.6 -3438163.64
257.5 -58 66306.25 17073859.38 4396518789 -14935 -3845762.5
1569.66 -693 269227.03 53310483.75 11485849079.58 -91282.33 -15728200.76
Dari persamaan (4.2), (4.3), dan (4.4) didapat sistem persamaan :
-693 = 12 a + 1569.66 b + 269227.03 c (4.9) -91282.33 = 1569.66 a + 269227.03 b + 53310483.75 c (4.10) -15728200.76 = 269227.03a + 53310483.75b + 11485849079.58c (4.11)
(65)
Setelah persamaan (4.9), (4.10), dan (4.11) diselesaikan, maka diperoleh harga a = - 56.4832, b = - 0.0093, dan c = 0 sehingga regresi parabola kuadratik Y atas X mempunyai persamaan :
Ŷ = a + bX + cX2
Ŷ = -56.4832 – 0.0093 X (4.12)
Gambar 4.8 menunjukkan grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan di BTS Pandau Hilir.
Gambar 4.8 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Pandau Hilir
-80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0
0 50 100 150 200 250 300
R S L ( dB m ) d (m)
RSL Ukur (dBm) Model Regresi (dBm) RSL Oku Urban (dBm) RSL Hata Urban (dBm) RSL Lee Urban (dBm)
(66)
Dari Tabel 4.11 dapat dihitung nilai relative error dari masing-masing model tersebut. Berikut ini adalah contoh perhitungan relative error berdasarkan persamaan 3.7 dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.13 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 16.09 m
Relative Error (δ) Oku Urban =
= = 13.14 %
Tabel 4.13 Relative Error (δ) masing-masing model (%)di BTS Pandau Hilir.
δ Oku Urban δ Hata Urban δ Lee Urban
13.14 69.64 62.84
3.64 40.09 37.25
2.78 35.37 33.71
8.00 28.19 27.31
11.10 22.72 22.59
12.83 19.69 19.95
14.90 16.05 16.79
23.71 7.00 8.38
22.57 6.77 8.38
14.26 9.55 11.84
22.10 1.36 4.25
25.24 2.16 1.02
Dari Tabel 4.13 dapat dihitung mean relative error dari masing-masing model dengan merata-ratakan semua nilai relative error yang didapat pada setiap titik di BTS Pandau Hilir seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.14.
(67)
Mean Relative Error Oku Urban
= = 14.52 %
Tabel 4.14 Mean Relative Error masing-masing model (%) di BTS Pandau Hilir.
Oku Urban Hata Urban Lee Urban
14.52 21.55 21.19
Dari Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa mean relative error yang terkecil adalah pada model Okumura Urban sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa model Okumura Urban paling mendekati untuk perhitungan RSL di BTS Pandau Hilir dengan mean relative error sebesar 14.52 %. Hal ini disebabkan karena situasi daerah urban-nya sendiri yang cukup homogen yaitu ketinggian bangunan pertokoan dan perumahan penduduk yang ada di daerah sekitar BTS Pandau Hilir cukup merata sehingga sinyal yang diterima dominan dipengaruhi oleh jarak MS ke BTS saja.
(68)
4.9.3 BTS Sei Rengas
Tabel 4.15 menunjukkan perbandingan RSL hasil perhitungan dengan RSL hasil pengukuran di BTS Sei Rengas.
Tabel 4.15 Perbandingan RSL (Received Signal Level) di BTS Sei Rengas.
d (m) RSL Ukur (dBm) RSL Oku Urban (dBm) RSL Hata Urban (dBm)
RSL Lee Urban (dBm)
64.37 -56 -60.64 -38.13 -39.11
80.47 -56 -62.64 -41.65 -42.16
95.56 -52 -64.04 -44.11 -44.29
100 -62 -64.44 -44.82 -44.90
150 -64 -68.04 -51.15 -50.39
160.93 -62 -68.64 -52.21 -51.31
225.31 -64 -71.44 -57.14 -55.58
273.59 -71 -73.24 -60.31 -58.32
289.68 -67 -73.64 -61.01 -58.93
321.87 -71 -74.64 -62.77 -60.46
337.96 -71 -75.04 -63.48 -61.07
Tabel 4.16 menunjukkan nilai-nilai yang perlu untuk menentukan model regresi parabola kuadratik di BTS Sei Rengas.
Tabel 4.16 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik di BTS Sei Rengas.
Xi Yi Xi^2 Xi^3 Xi^4 XiYi Xi^2 Yi
64.37 -56 4143.50 266716.90 17168566.56 -3604.72 -232035.83
80.47 -56 6475.42 521077.12 41931075.83 -4506.32 -362623.57
95.56 -52 9131.71 872626.55 83388193.27 -4969.12 -474849.11
100 -62 10000 1000000 100000000 -6200 -620000
150 -64 22500 3375000 506250000 -9600 -1440000
160.93 -62 25898.46 4167839.96 670730484.2 -9977.66 -1605704.82
225.31 -64 50764.60 11437771.15 2577044217 -14419.84 -3248934.15
273.59 -71 74851.49 20478618.63 5602745271 -19424.89 -5314455.66
289.68 -67 83914.50 24308353.06 7041643713 -19408.56 -5622271.66
(69)
337.96 -71 114216.96 38600764.34 13045514317 -23995.16 -8109404.27
2099.74 -696 505496.94 138374595.26 40419437356 -138959.04 -34385900.15
Dari persamaan (4.2), (4.3), dan (4.4) didapat sistem persamaan :
-696 = 11 a + 2099.74 b + 505496.94 c (4.13) -138959.04 = 2099.74 a + 505496.94 b + 138374595.26 c (4.14) -34385900.15 = 505496.94a + 138374595.26b + 40419437356c (4.15)
Setelah persamaan (4.13), (4.14), dan (4.15) diselesaikan, maka diperoleh harga a = - 49.3513, b = - 0.095, dan c = 0.0001 sehingga regresi parabola kuadratik Y atas X mempunyai persamaan :
Ŷ = a + bX + cX2
(70)
Gambar 4.9 menunjukkan grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan di BTS Sei Rengas.
Gambar 4.9 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Sei Rengas
Dari Tabel 4.15 dapat dihitung nilai relative error dari masing-masing model tersebut. Berikut ini adalah contoh perhitungan relative error berdasarkan
-80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0
0 100 200 300 400
R
S
L (
dB
m
)
d (m)
RSL Ukur (dBm) Model Regresi (dBm) RSL Oku Urban (dBm) RSL Hata Urban (dBm) RSL Lee Urban (dBm)
(71)
persamaan 3.7 dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.17 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 64.37 m
Relative Error (δ) Oku Urban =
= = 8.29 %
Tabel 4.17 Relative Error (δ) masing-masing model (%) di BTS Sei Rengas.
δ Oku Urban δ Hata Urban δ Lee Urban
8.29 31.91 30.16
11.86 25.63 24.71
23.15 15.17 14.83
3.94 27.71 27.58
6.31 20.08 21.27
10.71 15.79 17.24
11.63 10.72 13.16
3.15 15.06 17.86
9.91 8.94 12.04
5.13 11.59 14.85
5.69 10.59 13.99
Dari Tabel 4.17 dapat dihitung mean relative error dari masing-masing model dengan merata-ratakan semua nilai relative error yang didapat pada setiap titik di BTS Sei Rengas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.18.
Mean Relative Error Oku Urban
(72)
Tabel 4.18 Mean Relative Error masing-masing model (%) di BTS Sei Rengas.
Oku Urban Hata Urban Lee Urban
9.07 17.56 18.88
Dari Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa mean relative error yang terkecil adalah pada model Okumura Urban sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa model Okumura Urban paling mendekati untuk perhitungan RSL di BTS Sei Rengas dengan mean relative error sebesar 9.07 %. Hal ini disebabkan karena situasi daerah urban-nya sendiri yang cukup homogen yaitu ketinggian bangunan pertokoan dan perumahan penduduk yang ada di daerah sekitar BTS Sei Rengas cukup merata sehingga sinyal yang diterima dominan dipengaruhi oleh jarak MS ke BTS saja.
(73)
4.9.4 BTS SIDODADI
Tabel 4.19 menunjukkan perbandingan RSL hasil perhitungan dengan RSL hasil pengukuran di BTS Sidodadi.
Tabel 4.19 Perbandingan RSL (Received Signal Level) di BTS Sidodadi.
d (m)
RSL Ukur (dBm)
RSL Oku Urban (dBm)
RSL Hata Urban (dBm)
RSL Lee Urban (dBm)
80.47 -66 -62.64 -41.65 -42.16
95.56 -65 -64.04 -44.11 -44.29
100 -64 -64.44 -44.82 -44.90
128.75 -71 -66.64 -48.69 -48.26
150 -74 -68.04 -51.15 -50.39
160.93 -70 -68.64 -52.21 -51.31
209.22 -74 -70.84 -56.08 -54.66
225.31 -74 -71.44 -57.14 -55.58
257.5 -77 -72.64 -59.25 -57.41
273.59 -77 -73.24 -60.31 -58.32
289.68 -70 -73.64 -61.01 -58.93
305.78 -74 -74.24 -62.07 -59.85
Tabel 4.20 menunjukkan nilai-nilai yang perlu untuk menentukan model regresi parabola kuadratik di BTS Sidodadi.
Tabel 4.20 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik di BTS Sidodadi.
Xi Yi Xi^2 Xi^3 Xi^4 XiYi Xi^2 Yi
80.47 -66 6475.42 521077.12 41931075.83 -5311.02 -427377.7794
95.56 -65 9131.71 872626.55 83388193.27 -6211.4 -593561.384
100 -64 10000 1000000 100000000 -6400 -640000
128.75 -71 16576.56 2134232.42 274782424.3 -9141.25 -1176935.938
150 -74 22500 3375000 506250000 -11100 -1665000
160.93 -70 25898.46 4167839.96 670730484.2 -11265.1 -1812892.543
209.22 -74 43773.01 9158188.82 1916076264 -15482.28 -3239202.622
225.31 -74 50764.60 11437771.15 2577044217 -16672.94 -3756580.111
(74)
273.59 -77 74851.49 20478618.63 5602745271 -21066.43 -5763564.584
289.68 -70 83914.50 24308353.06 7041643713 -20277.6 -5874015.168
305.78 -74 93501.41 28590860.66 8742513373 -22627.72 -6919104.222
2276.79 -856 503693.42 123118427.73 31953623805 -165383.24 -36973815.6
Dari persamaan (4.2), (4.3), dan (4.4) didapat sistem persamaan :
-856 = 12 a + 2276.79 b + 503693.42 c (4.17) -165383.24 = 2276.79 a + 503693.42 b + 123118427.73 c (4.18) -36973815.6 = 503693.42 a + 123118427.73 b + 31953623805 c (4.19)
Setelah persamaan (4.17), (4.18), dan (4.19) diselesaikan, maka diperoleh harga a = - 50.0492, b = - 0.2082, dan c = 0.0004 sehingga regresi parabola kuadratik Y atas X mempunyai persamaan :
Ŷ = a + bX + cX2
(75)
Gambar 4.10 menunjukkan grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan di BTS Sidodadi.
Gambar 4.10 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Sidodadi
Dari Tabel 4.19 dapat dihitung nilai relative error dari masing-masing model tersebut. Berikut ini adalah contoh perhitungan relative error berdasarkan
-90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0
0 100 200 300 400
R
S
L (
dB
m
)
d (m)
RSL Ukur (dBm) Model Regresi (dBm) RSL Oku Urban (dBm) RSL Hata Urban (dBm) RSL Lee Urban (dBm)
(76)
persamaan 3.7 dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.21 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 80.47 m
Relative Error (δ) Oku Urban =
= = 5.09 %
Tabel 4.21 Relative Error (δ) masing-masing model (%) di BTS Sidodadi.
δ Oku Urban δ Hata Urban δ Lee Urban
5.09 36.89 36.12
1.48 32.14 31.86
0.69 29.97 29.84
6.14 31.42 32.03
8.05 30.88 31.91
1.94 25.41 26.70
4.27 24.22 26.14
3.46 22.78 24.89
5.66 23.05 25.44
4.88 21.68 24.26
5.20 12.84 15.81
0.32 16.12 19.12
Dari Tabel 4.21 dapat dihitung mean relative error dari masing-masing model dengan merata-ratakan semua nilai relative error yang didapat pada setiap titik di BTS Sidodadi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.22.
Mean Relative Error Oku Urban
(77)
Tabel 4.22 Mean Relative Error masing-masing model (%) di BTS Sidodadi.
Oku Urban Hata Urban Lee Urban
3.93 25.62 27.01
Dari Tabel 4.22 dapat dilihat bahwa mean relative error yang terkecil adalah pada model Okumura Urban sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa model Okumura Urban paling mendekati untuk perhitungan RSL di BTS Sidodadi dengan mean relative error sebesar 3.93 %. Hal ini disebabkan karena situasi daerah urban-nya sendiri yang cukup homogen yaitu ketinggian perumahan penduduk yang ada di daerah sekitar BTS Sidodadi cukup merata sehingga sinyal yang diterima dominan dipengaruhi oleh jarak MS ke BTS saja.
4.9.5 BTS Sun Yat Sen
Tabel 4.23 menunjukkan perbandingan RSL hasil perhitungan dengan RSL hasil pengukuran di BTS Sun Yat Sen.
Tabel 4.23 Perbandingan RSL (Received Signal Level) di BTS Sun Yat Sen.
d (m) RSL Ukur (dBm) RSL Oku Urban (dBm) RSL Hata Urban (dBm)
RSL Lee Urban (dBm)
64.37 -62 -60.64 -38.13 -39.11
80.47 -60 -62.64 -41.65 -42.16
95.56 -67 -64.04 -44.11 -44.29
100 -78 -64.44 -44.82 -44.90
112.65 -73 -65.44 -46.58 -46.43
150 -68 -68.04 -51.15 -50.39
160.93 -68 -68.64 -52.21 -51.31
193.12 -70 -70.24 -55.03 -53.75
(78)
Tabel 4.24 menunjukkan nilai-nilai yang perlu untuk menentukan model regresi parabola kuadratik di BTS Sun Yat Sen.
Tabel 4.24 Nilai-nilai pada model regresi parabola kuadratik di BTS Sun Yat Sen.
Xi Yi Xi^2 Xi^3 Xi^4 XiYi Xi^2 Yi
64.37 -62 4143.50 266716.90 17168566.56 -3990.94 -256896.81
80.47 -60 6475.42 521077.12 41931075.83 -4828.2 -388525.25
95.56 -67 9131.71 872626.55 83388193.27 -6402.52 -611824.81
100 -78 10000 1000000 100000000 -7800 -780000
112.65 -73 12690.02 1429531.03 161036671.05 -8223.45 -926371.64
150 -68 22500 3375000 506250000 -10200 -1530000
160.93 -68 25898.46 4167839.96 670730484.18 -10943.24 -1761095.61
193.12 -70 37295.33 7202474.98 1390941968 -13518.40 -2610673.41
209.22 -70 43773.01 9158188.82 1916076264 -14645.40 -3064110.59
1166.32 -616 171907.46 27993455.35 4887523223.29 -80552.15 -11929498.12
Dari persamaan (4.2), (4.3), dan (4.4) didapat sistem persamaan :
-616 = 9 a + 1166.32 b + 171907.46 c (4.21) -80552.15 = 1166.32 a + 171907.46 b + 27993455.35 c (4.22) -11929498.12 = 171907.46 a + 27993455.35 b + 4887523223.29 c (4.23)
Setelah persamaan (4.21), (4.22), dan (4.23) diselesaikan, maka diperoleh harga a = - 44.3704, b = - 0.3597, dan c = 0.0012 sehingga regresi parabola kuadratik Y atas X mempunyai persamaan :
Ŷ = a + bX + cX2
(79)
Gambar 4.11 menunjukkan grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan di BTS Sun Yat Sen.
Gambar 4.11 Grafik RSL Pengukuran dengan RSL Perhitungan
di BTS Sun Yat Sen
Dari Tabel 4.23 dapat dihitung nilai relative error dari masing-masing model tersebut. Berikut ini adalah contoh perhitungan relative error berdasarkan
-90 -80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0
0 50 100 150 200 250
R
S
L (
dB
m
)
d (m)
RSL Ukur (dBm)
Model Regresi (dBm)
RSL Oku Urban (dBm)
RSL Hata Urban (dBm)
(80)
persamaan 3.7 dan untuk perhitungan sampel lainnya terdapat pada Tabel 4.25 dengan menggunakan Microsoft Excel.
• d = 64.37 m
Relative Error (δ) Oku Urban =
= = 2.19 %
Tabel 4.25 Relative Error (δ) masing-masing model (%) di BTS Sun Yat Sen.
δ Oku Urban δ Hata Urban δ Lee Urban
2.19 38.50 36.92
4.40 30.58 29.73
4.42 34.16 33.90
17.38 42.54 42.44
10.36 36.19 36.40
0.06 24.78 25.90
0.94 23.22 24.54
0.34 21.39 23.21
1.20 19.89 21.91
Dari Tabel 4.25 dapat dihitung mean relative error dari masing-masing model dengan merata-ratakan semua nilai relative error yang didapat pada setiap titik di BTS Sun Yat Sen seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.26.
Mean Relative Error Oku Urban
(81)
Tabel 4.26 Mean Relative Error masing-masing model (%) di BTS Sun Yat Sen.
Oku Urban Hata Urban Lee Urban
4.59 30.14 30.55
Dari Tabel 4.26 dapat dilihat bahwa mean relative error yang terkecil adalah pada model Okumura Urban sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa model Okumura Urban paling mendekati untuk perhitungan RSL di BTS Sun Yat Sen dengan mean relative error sebesar 4.59 %. Hal ini disebabkan karena situasi daerah urban-nya sendiri yang cukup homogen yaitu ketinggian bangunan pertokoan dan perumahan penduduk yang ada di daerah sekitar BTS Sun Yat Sen cukup merata sehingga sinyal yang diterima dominan dipengaruhi oleh jarak MS ke BTS saja.
(82)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis yang diperoleh, kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Tinggi bangunan mempengaruhi fluktuasi sinyal dimana jika sebaran tingginya hampir merata maka fluktuasi sinyal akan semakin kecil.
2. Model yang lebih tepat di beberapa daerah urban kota Medan adalah model Lee di BTS Graha XL Medan dengan mean relative error 14.70 %, dan model Okumura di keempat BTS lainnya yaitu BTS Pandau Hilir, BTS Sei Rengas, BTS Sidodadi, dan BTS Sun Yat Sen dimana masing-masing BTS tersebut mempunyai mean relative error berturut-turut 14.52 %, 9.07 %, 3.93 %, dan 4.59 %.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah :
1. Dalam pengambilan data sinyal yang diterima (RSL) berdasarkan jarak mobile station ke BTS hendaknya sampai pada jarak maksimum daerah yang masih dilayani oleh BTS tersebut sehingga data yang dapat diolah lebih banyak yang berpengaruh pada semakin akuratnya model propagasi. 2. Dalam penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan mengambil
sampel BTS yang diukur menjadi lebih banyak sehingga dapat ditentukan model propagasi secara umum yang mendekati suatu daerah yang lebih luas lagi.
(83)
DAFTAR PUSTAKA
1. Alim, M. A. dkk. 2010. Analysis of Large-Scale Propagation Model for Mobile Communication in Urban Area. International Journal of Computer Science and Information Security (IJCSIS), Vol.7, hal.135-139.
2. Graham, Adrian W. dkk. 2007. Mobile Radio Network Design in the VHF and UHF Bands. Inggris : John Wiley & Sons Ltd.
3.
4. Parson, J. D. 1992. The Mobile Radio Propagation Channel. Edisi Pertama. London : Pentech Press Ltd.
5. Stallings, William, 2007. Komunikasi & Jaringan Nirkabel. Jakarta : Erlangga.
6. Barclay, Les, 2003. Propagation of Radiowaves. Edisi Kedua. Inggris : Lightning Source UK Ltd.
7. Hernando, Jose M. dan F. Perez Fontan, 1999. Introduction to Mobile Communications Engineering. London : Artech House.
8. Rappaport, Theodore S. 2002. Wireless Communications : Principles & Practice. New Jersey : Prentice Hall PTR.
9. Seybold, John S. 2005. Introduction to RF Propagation. New Jersey : John Wiley & Sons Ltd.
10. Utomo, Pramudi dkk. 2008. Teknik Telekomunikasi Jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
11. Sudjana, 2005. Metoda Statistika. Bandung : PT. Tarsito Bandung.
12. Lian, Nor, 2008. Interface Developing for Hata Model using MATLAB. University Teknologi Malaysia.
(84)
13. Shahajahan, Mohammad dan A.Q.M. Abdulla Hes-Shafi, 2009. Analysis of Propagation Models for WiMAX at 3.5 GHz. Blekinge Institute of Technology.
14. Alotaibi, F. D. dan A. A. Ali, 2008. Tuning of lee path loss model based on recent RF measurements in 400 MHz conducted in Riyadh city, Saudi Arabia. The Arabian Journal for Science and Engineering, Vol. 33, no 1B, pp. 145–152.
15. Roslie, Mardeni dan Lee Yih Peh, 2010. The Optimization of Okumura’s Model for Code Division Multiple Access (CDMA) System in Malaysia. European Journal of Scientific Research, Vol.45 No.4, pp.508-528.
16.
(85)
LAMPIRAN I BTS - BTS PENGUJIAN
(86)
1. BTS Graha XL Medan
Gambar 2 BTS Graha XL Medan
(87)
Gambar 4 Daerah layanan BTS Graha XL Medan di Jln.H.Zainul Arifin
2. BTS Pandau Hilir
(88)
Gambar 6 BTS Pandau Hilir dilihat dari atas
3. BTS Sei Rengas
(89)
Gambar 8 BTS Sei Rengas dilihat dari atas
(90)
4. BTS Sidodadi
Gambar 10 BTS Sidodadi
(91)
Gambar 12 BTS Sidodadi dan daerah layanan di Jln. IAIN
5. BTS Sun Yat Sen
(92)
(93)
LAMPIRAN II
DATA HASIL DRIVE TEST
1. BTS GRAHA XL MEDAN
d (m) RSL (dBm)
64.37 -53
80.47 -59
95.56 -67
100 -60
144.84 -55
150 -58
160.93 -59
209.22 -52
273.59 -58
289.68 -58
(94)
2. BTS PANDAU HILIR
d (m) RSL (dBm)
16.09 -56
48.28 -56
64.37 -59
80.47 -58
100 -58
112.65 -58
128.75 -58
150 -55
160.93 -56
209.22 -62
241.4 -59
(95)
3. BTS SEI RENGAS
d (m) RSL (dBm)
64.37 -56
80.47 -56
95.56 -52
100 -62
150 -64
160.93 -62
225.31 -64
273.59 -71
289.68 -67
321.87 -71
(96)
4. BTS SIDODADI
d (m) RSL (dBm)
80.47 -66
95.56 -65
100 -64
128.75 -71
150 -74
160.93 -70
209.22 -74
225.31 -74
257.5 -77
273.59 -77
289.68 -70
(97)
5. BTS SUN YAT SEN
d (m) RSL (dBm)
64.37 -62
80.47 -60
95.56 -67
100 -78
112.65 -73
150 -68
160.93 -68
193.12 -70
(1)
(2)
LAMPIRAN II
DATA HASIL DRIVE TEST
1. BTS GRAHA XL MEDAN
d (m) RSL (dBm)
64.37 -53
80.47 -59
95.56 -67
100 -60
144.84 -55
150 -58
160.93 -59
209.22 -52
273.59 -58
289.68 -58
305.78 -63
(3)
2. BTS PANDAU HILIR
d (m) RSL (dBm)
16.09 -56
48.28 -56
64.37 -59
80.47 -58
100 -58
112.65 -58
128.75 -58
150 -55
160.93 -56
209.22 -62
241.4 -59
(4)
3. BTS SEI RENGAS
d (m) RSL (dBm)
64.37 -56
80.47 -56
95.56 -52
100 -62
150 -64
160.93 -62
225.31 -64
273.59 -71
289.68 -67
321.87 -71
337.96 -71
(5)
4. BTS SIDODADI
d (m) RSL (dBm)
80.47 -66
95.56 -65
100 -64
128.75 -71
150 -74
160.93 -70
209.22 -74
225.31 -74
257.5 -77
273.59 -77
289.68 -70
(6)
5. BTS SUN YAT SEN
d (m) RSL (dBm)
64.37 -62
80.47 -60
95.56 -67
100 -78
112.65 -73
150 -68
160.93 -68
193.12 -70
209.22 -70