Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Pajak

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengambil rumusan masalah yaitu : 1. Apakah penyesuaian fiskal dalam penghitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur sudah dilakukan dengan tepat? 2. Apakah perhitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur sudah dilakukan dengan tepat berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah dalam hal penyesuaian fiskal dan perhitungan pajak penghasilan badan berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ketepatan dalam melakukan penyesuaian fiskal dalam perhitungan pajak penghasilan badan KUD Bersama Makmur. 2. Untuk mengetahui ketepatan penghitungan Pajak Penghasilan terutang badan KUD Bersama Makmur dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 4 E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Universitas Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi rekan mahasiswa yang lain agar dapat menambah wawasan. 2. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Koperasi KUD Bersama Makmur dalam menyusun penyesuaian fiskal dan laporan keuangan setelah penyesuaian fiskal yang sesuai dengan undang-undang pajak. 3. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai penyusunan penyesuaian fiskal, dan sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu yang telah diperoleh penulis.

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tentang laporan keuangan, pengertian pajak, pajak penghasilan, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, 5 koreksi fiskal, cara penghitungan pajak terutang wajib pajak badan, penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal negatif, serta penelitian terdahulu. Bab III : Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data yang digunakan. Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan Dalam bab ini diuraikan mengenai sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, usaha yang dijalankan, modal, dan data lain yang berhubungan dengan Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru Yogyakarta. Bab V : Analisis Data Dan Pembahasan Dalam bab ini menjelaskan mengenai deskripsi data dan hasil dari analisis data serta pembahasan yang telah dilakukan peneliti. Bab VI : Penutup Dalam bab ini dituliskan kesimpulan dari hasil analisis data, keterbatasan penelitian serta saran. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan, Mardiasmo 2009: 1 , “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum ”. Andriani dalam buku Akuntansi Perpajakan, Agoes 2009:4 , “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, langsung dapat ditunjuk, dan berguna untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan ”. Menurut Smeets dalam buku Akuntansi Perpajakan, Agoes 2009:4, “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum, dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan secara individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah ”. Dalam Undang-Undang Perpajakan disebutkan Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak 7 mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara, bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur antara lain Iuran dari rakyat kepada negara, berdasarkan undang-undang, pajak dapat dipaksakan, tanpa jasa imbal kontraprestasi secara langsung, digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. 2. Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo 2009 : 5 Pajak dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya dan menurut lembaga pemungutnya. Menurut golongannya pajak dapat dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Menurut sifatnya pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Pajak Objektif , yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Sedangkan menurut lembaga pemungutnya pajak dapat dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah 8 tangga negara. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 3. Asas pemungutan pajak Menurut Mardiasmo 2009 : 7, asas pemungutan pajak dapat dibagi menjadi asas domisili, asas sumber dan asas kebangsaan. Asas domisili asas tempat tinggal, dimana negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri. Asas sumber, yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak dan Asas kebangsaan, yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. 4. Sistem pemungutan pajak Menurut Anastasia 2010 : 1, pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment . Sistem self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentetuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Konsekuensi sistem self assessment , setiap wajib 9 pajak yang memiliki penghasilan wajib mendaftarkan diri sendiri ke kantor pelayanan pajak. 5. Pajak penghasilan badan a. Pajak Penghasilan Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan disebutkan bahwa pajak penghasilan yaitu pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. b. Badan Menurut Anastasia 2010 : 311, mendefinisikan badan sebagai sekumpulan orang danatau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Yang termasuk badan antara lain Perseroan Tebatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama atau bentuk apapun, Badan Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, Organisasi sosial politik dan organisasi lainnya, Lembaga, dan bentuk lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 10 c. Subjek Pajak Badan dapat berupa Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri. Wajib Pajak Dalam Negeri berupa badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri berupa badan atau Bentuk Usaha Tetap BUT yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia namun menerima memperoleh penghasilan dari Indonesiabaik melaluimaupun tanpa melalui usaha tetap. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri badan setahun dihitung dengan cara mengalikan Pendapatan Kena Pajaknya dengan Tarif Pajak. Sedangkan besarnya Penghasilan Kena Pajaknya PKP dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Anastasia 2010 : 311. d. Penyesuaian Fiskal Penyesuaian fiskal adalah koreksi yang dilakukan akibat adanya perbedaan antara labarugi komersial menurut SAK dengan labarugi fiskal menurut Ketentuan Perpajakan dalam buku Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, menurut Anastasia 2010: 362. Perbedaan tersebut dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : Beda Waktu dan Beda Tetap. Beda Waktu yaitu perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial menyangkut perbedaan alokasi pembebanan untuk suatu tahun pajak, tetapi jumlahnya secara total 11 tidak berbeda, dan Beda Tetap yaitu perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang menyangkut perbedaan yang bersifat permanen di mana alokasi maupun total jumlahnya berbeda. Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final, hal ini akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan pajak penghasilan terutang akan lebih kecil. Apabila penghasilan dan biaya dalam labarugi komersial telah sesuai dengan ketentuan perpajakan, maka tidak perlu dilakukan penyesuaian fiskal. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penyesuaian fiskal terhadap penghasilan dan biaya : 1 Penyesuaian Fiskal terhadap penghasilan Skema berikut ini akan membantu mempermudah pemahaman terhadap penyesuaian fiskal untuk penghasilan. 12 Dari skema di atas, dapat dilihat bahwa penghasilan yang termasuk sebagai objek pajak penghasilan dan metode pengakuannya sesuai dengan ketentuan perpajakan tidak memerlukan penyesuaian fiskal atau langsung dapat diperhitungkan untuk menambah penghasilan kena pajak. a Penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan Menurut pasal 4 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal 13 dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: 1 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini. 2 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. 3 Laba usaha. 4 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : a Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. b Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. c Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan 14 usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun. d Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. e Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. 5 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. 6 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. 15 7 Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8 Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. 9 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11 Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 12 Keuntungan selisih kurs mata uang asing. 13 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14 Premi asuransi. 15 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. 17 Penghasilan dari usaha berbasis syariah. 18 Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang 8mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. 19 Surplus Bank Indonesia. 16 b Penghasilan yang dikenai Pajak Bersifat Final Menurut pasal 4 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang termasuk dalam penghasilan yang dikenai pajak bersifat final adalah: 1 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. 2 Penghasilan berupa hadiah undian. 3 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. 4 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah danatau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah danatau bangunan. 5 Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 17 c Yang dikecualikan dari Objek Pajak Menurut pasal 4 ayat 3 UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah: 1 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2 Warisan. 18 3 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 4 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura danatau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus deemed profit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. 5 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. 6 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, 19 kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh lima persen dari jumlah modal yang disetor. 7 Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8 Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 9 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 10 Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri 20 Keuangan ; Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 11 Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 12 Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan danatau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan danatau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 13 Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 21 2 Penyesuaian Fiskal terhadap biaya Skema berikut ini akan membantu mempermudah pemahaman terhadap penyesuaian fiskal terhadap biaya. a Biaya Untuk Mendapatkan, Menagih, Dan Memelihara Penghasilan Menurut pasal 6 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan meliputi : 1 Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : Biaya pembelian bahan; 22 Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; Bunga, sewa, dan royalty; Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak; Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambahan harga perolehan saham; Biaya perjalanan; Biaya pengolahan limbah; Premi asuransi Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan; Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berrdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; Biaya administrasi; Pajak kecuali Pajak Penghasilan Pajak-pajak 23 yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Materai BM, Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya. 2 Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran dimuka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. 3 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 4 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan 5 Kerugihan selisih kurs mata uang asing. Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan system pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlakuu di Indonesia 24 6 Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia, selama dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau system baru bagi pengembangan perusahaan 7 Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan 8 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat : Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; Wajib Pajak harusmenyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang Negara, dan adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutangpembebasan hutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah dihapuskan untuk jumlah hutang tertentu. Penerbitan disini tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Syarat ini tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana 25 nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah 9 Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 10 Sumbangan pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 11 Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 12 Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. b Kompensasi Kerugian Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut. c Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dalam Menghitung Pendapatan Kena Pajak. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pengeluaran- pengeluaran berikut ini menurut pasal 9 ayat 1 UU RI No. 36 26 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto: 1 Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi. 2 Biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau keluarganya. 3 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat 27 pembuangan limbah industry untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 4 Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi. Pada saat orang pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak. Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek Pajak. 5 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Akan tetapi, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya : Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan didaerah tersebut dalam rangka menunjang 28 kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil; Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan satpam, antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; Pemberian atau penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan; 6 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. 7 Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan 29 pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan Pemerintah. 8 Pajak Penghasilan 9 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 10 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 11 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. 3 Penyusutan dan Amortisasi Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 17, Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat 30 disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Menurut Soemarsono S.R. amortisasi adalah alokasi harga perolehan harta tak berwujud serta hak-hak selama masa manfaatnya dengan metode tertentu. Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam aturan perpajakan yaitu Metode garis lurus straight-line method dimana penyusutan berupa bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut; atau metode saldo menurun declining balance method dimana penyusutan berupa bagian-bagian yang menurun dengan cara menetapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. a Penyusutan Berdasarkan pasal 11 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa: 1 Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. 31 2 Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat 1 selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagianbagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. 3 Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. 4 Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. 5 Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. 6 Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut: Tabel 1 Tarif Penyusutan Harta Berwujud 32 Tabel 2.1. tarif penyusutan harta berwujud Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 Ayat 2 I. Bukan bangunan Kelompok1 4 tahun 25 50 Kelompok 2 8 tahun 12,5 25 Kelompok 3 16 tahun 6,25 12,5 Kelompok 4 20 tahun 5 10 II. Bangunan Permanen 20 tahun 5 Tidak Permanen 10 tahun 10 Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan 7 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 8 Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. 9 Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud 33 pada ayat 8 dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut. 10 Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. 11 Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat 6 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. b Amortisasi Berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 11A berisi bahwa: 1 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah goodwill yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan 34 pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. 1 Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. 2 Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut: Tabel 2.2. Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan metode Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25 50 Kelompok 2 8 tahun 12,5 25 Kelompok 3 16 tahun 6,25 12,5 Kelompok 4 20 tahun 5 10 Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan 3 Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2. 4 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. 5 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada ayat 4, hak 35 pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20 dua puluh persen setahun. 6 Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2. 7 Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak- hak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 4, dan ayat 5, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. 8 Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. 36 6. Pengelompokan Penyesuaian Fiskal Berdasarkan Formulir 1771 lampiran 1 penyesuaian fiskal dapat dikelompokkan menjadi : a. Penyesuaian fiskal positif Penyesuaian fiskal positif terdiri dari : 1 Biaya yang dibebankan dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota. Tidak dapat dibebankan karena tidak ada kaitanya dengan kegiatan usaha. 2 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan. Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh secara fiskal pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat dibebankan namun ada beberapa pemupukan dana cadangan boleh dibebankan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81PMK.032009 tentang pembentukan dan pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya. 3 Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan. Boleh dibebankan jika sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83PMK.032009 tentang penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan 37 berkaitan denganpelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. 4 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan. Dapat dibebankan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. 5 Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604KMK.041994 tentang badan-badan dan pengusaha kecil yang menerima harta hibahan yang tidak termasuk sebagai objek pajak penghasilan. 6 Pajak penghasilan. Sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf h UU PPh. 7 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau cv yang modalnya tidak terbagi atas saham. Berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf I UU PPh bukan merupakan penghasilan. 8 Sanksi administrasi. Penyesuaian berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf k UU PPh bukan merupakan beban perusahaan. 9 Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal. 10 Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal. 38 11 Biaya yang ditangguhkan pengakuannya. 12 Penyesuaian fiskal positif lainnya. b. Penyesuaian fiskal negatif Penyesuaian fiskal negatif terdiri dari : 1 Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal. 2 Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal. 3 Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya. 4 Penyesuaian fiskal negatif lainnya. 7. Tarif Pajak Menurut pasal 17 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 dua puluh delapan persen dan pada ayat 2 huruf a yaitu tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b menjadi 25 dua puluh lima persen yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40 empat puluh persen dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5 lima persen lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 39 Menurut pasal 31E dinyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 lima puluh miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 lima puluh persen dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 empat miliar delapan ratus juta rupiah. 8. Perhitungan Pajak Dalam tahun pajak dalam buku Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis , Anastasia 2010:163 Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan berdasarkan formulir Surat Pemberitahuan SPT 1771 sebagai berikut: Tabel 2.3. formula penghitungan pajak penghasilan berdasarkan SPT 1771 1 + - - = + - + = + = Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan Biaya Usaha Lainnya Penghasilan Neto Dari Usaha Penghasilan Dari Luar Usaha Biaya Dari Luar Usaha Penghasilan Neto Dari Luar Usaha Jumlah Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri Jumlah Penghasilan Neto Komersial 2 3 4 - + - Penghasilan Yang Dikenakan Pph Final Dan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penyesuaian Positif Penyesuaian Negatif 40 5 - Fasilitas Penanaman Modal Berupa Pengurangan Penghasilan Neto: Diisi Dari Lampiran Khusus 4a Angka 5b 6 7 = - Penghasilan Netto Kompensasi kerugian 8 9 = x Penghasilan Kena Pajak Tarif 10 11 = - Pajak Penghasilan Terutang Kredit Pajak 12 = Pajak Penghasilan Kurang BayarLebih BayarNihil Bayar Sumbar : Formulir SPT 1771

B. Laporan Keuangan

Dokumen yang terkait

Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersal Menjadi Laporan Keuangan Fiskal Untuk Menghitung Pajak penghasilan Terutang (Studi Kasus Pada PT X).

0 0 21

Evaluasi penghitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak badan : studi kasus di PT. Ceres Meiji Indotama Karawang.

10 34 211

Analisis penyesuaian fiskal untuk menghitung pajak penghasilan terutang wajib pajak badan : studi kasus di KUD Bersama Makmur.

1 2 174

Evaluasi penghitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak badan : studi kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta.

1 1 159

Evaluasi penghitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak badan studi kasus di PT. Ceres Meiji Indotama Karawang

0 3 209

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN YANG TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN DALAM RANGKA PENGHEMATAN PAJAK

0 1 139

Analisis ketepatan penyesuaian fiskal untuk menentukan penghasilan neto fiskal wajib pajak badan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 : studi kasus di PT Madu Baru Yogyakarta - USD Repository

0 0 242

Evaluasi penghitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan : studi kasus di Koperasi Karyawan Natour Hotel Garuda - USD Repository

2 11 115

Analisis penyesuaian fiskal untuk menentukan penghasilan neto fiskal wajib pajak badan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 : studi kasus di PT.Madu Baru, Yogyakarta - USD Repository

0 0 176

Evaluasi penyesuaian fiskal positif atau fiskal negatif pajak penghasilan wajib pajak badan : studi kasus di perusahaan tekstil PT. Kusuma Mulia - USD Repository

0 0 110