3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengambil rumusan masalah yaitu :
1. Apakah penyesuaian fiskal dalam penghitungan pajak penghasilan
terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur sudah dilakukan dengan tepat?
2. Apakah perhitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan
KUD Bersama Makmur sudah dilakukan dengan tepat berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah dalam hal penyesuaian fiskal dan perhitungan pajak penghasilan badan berdasarkan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ketepatan dalam melakukan penyesuaian fiskal
dalam perhitungan pajak penghasilan badan KUD Bersama Makmur. 2.
Untuk mengetahui ketepatan penghitungan Pajak Penghasilan terutang badan KUD Bersama Makmur dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
4
E.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi rekan mahasiswa yang lain agar dapat menambah wawasan.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Koperasi KUD Bersama Makmur dalam menyusun penyesuaian fiskal dan
laporan keuangan setelah penyesuaian fiskal yang sesuai dengan undang-undang pajak.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai penyusunan penyesuaian fiskal, dan sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu
yang telah diperoleh penulis.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II
: Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan tentang laporan keuangan, pengertian
pajak, pajak penghasilan, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak,
5
koreksi fiskal, cara penghitungan pajak terutang wajib pajak badan, penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal
negatif, serta penelitian terdahulu. Bab III
: Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan
tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data yang digunakan.
Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan Dalam bab ini diuraikan mengenai sejarah, visi dan misi,
struktur organisasi, usaha yang dijalankan, modal, dan data lain yang berhubungan dengan Koperasi Bina Usaha PT. Madu
Baru Yogyakarta. Bab V
: Analisis Data Dan Pembahasan Dalam bab ini menjelaskan mengenai deskripsi data dan hasil
dari analisis data serta pembahasan yang telah dilakukan peneliti.
Bab VI : Penutup Dalam bab ini dituliskan kesimpulan dari hasil analisis data,
keterbatasan penelitian serta saran.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Definisi Pajak
Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan, Mardiasmo 2009: 1
, “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa
timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
”. Andriani dalam buku Akuntansi Perpajakan, Agoes 2009:4
, “Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, langsung dapat ditunjuk, dan berguna untuk
membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan
”. Menurut Smeets dalam buku Akuntansi Perpajakan, Agoes 2009:4,
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum, dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat
ditunjukkan secara individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah
”. Dalam Undang-Undang Perpajakan disebutkan Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan
tidak
7
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara, bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur antara lain Iuran dari rakyat kepada negara,
berdasarkan undang-undang, pajak dapat dipaksakan, tanpa jasa imbal kontraprestasi secara langsung, digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. 2.
Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo 2009 : 5 Pajak dapat dikelompokan menjadi tiga,
yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya dan menurut lembaga pemungutnya. Menurut golongannya pajak dapat dibedakan menjadi pajak
langsung dan pajak tidak langsung.
Pajak Langsung,
yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Pajak Tidak Langsung,
yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Menurut sifatnya pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
Pajak Subjektif,
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Pajak Objektif
, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Sedangkan menurut lembaga pemungutnya pajak dapat dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak Pusat,
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
8
tangga negara.
Pajak Daerah,
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
3. Asas pemungutan pajak
Menurut Mardiasmo 2009 : 7, asas pemungutan pajak dapat dibagi menjadi asas domisili, asas sumber dan asas kebangsaan.
Asas domisili asas tempat tinggal,
dimana negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya,
baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.
Asas sumber,
yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak dan
Asas kebangsaan,
yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
4. Sistem pemungutan pajak
Menurut Anastasia 2010 : 1, pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem
self assessment
. Sistem
self assessment
adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentetuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Konsekuensi sistem
self assessment
, setiap wajib
9
pajak yang memiliki penghasilan wajib mendaftarkan diri sendiri ke kantor pelayanan pajak.
5. Pajak penghasilan badan
a. Pajak Penghasilan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan disebutkan bahwa pajak penghasilan yaitu
pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
b. Badan
Menurut Anastasia 2010 : 311, mendefinisikan badan sebagai sekumpulan orang danatau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Yang termasuk badan antara lain Perseroan Tebatas, Perseroan Komanditer, Perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama atau bentuk apapun, Badan Kongsi, Koperasi, Dana
Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa, Organisasi sosial politik dan organisasi lainnya, Lembaga, dan bentuk
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
10
c. Subjek Pajak Badan dapat berupa Wajib Pajak Dalam Negeri dan
Wajib Pajak Luar Negeri. Wajib Pajak Dalam Negeri berupa badan usaha yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri berupa badan atau Bentuk Usaha Tetap BUT yang tidak didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia namun menerima memperoleh penghasilan dari Indonesiabaik melaluimaupun tanpa melalui usaha
tetap. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri badan
setahun dihitung dengan cara mengalikan Pendapatan Kena Pajaknya dengan Tarif Pajak. Sedangkan besarnya Penghasilan Kena Pajaknya
PKP dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Anastasia 2010 :
311. d.
Penyesuaian Fiskal Penyesuaian fiskal adalah koreksi yang dilakukan akibat adanya
perbedaan antara labarugi komersial menurut SAK dengan labarugi fiskal menurut Ketentuan Perpajakan dalam buku Perpajakan Indonesia
Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, menurut Anastasia 2010: 362. Perbedaan tersebut dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : Beda
Waktu dan Beda Tetap. Beda Waktu yaitu perbedaan antara ketentuan perpajakan
dengan komersial
menyangkut perbedaan
alokasi pembebanan untuk suatu tahun pajak, tetapi jumlahnya secara total
11
tidak berbeda, dan Beda Tetap yaitu perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan komersial yang menyangkut perbedaan yang bersifat
permanen di mana alokasi maupun total jumlahnya berbeda. Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi
positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan koreksi atas beda tetap
penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial secara fiskal harus dikoreksi baik
itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final, hal ini akan menyebabkan
laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan pajak penghasilan terutang akan lebih kecil.
Apabila penghasilan dan biaya dalam labarugi komersial telah sesuai dengan ketentuan perpajakan, maka tidak perlu dilakukan
penyesuaian fiskal. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penyesuaian fiskal terhadap penghasilan dan biaya :
1 Penyesuaian Fiskal terhadap penghasilan
Skema berikut ini akan membantu mempermudah pemahaman terhadap penyesuaian fiskal untuk penghasilan.
12
Dari skema di atas, dapat dilihat bahwa penghasilan yang termasuk
sebagai objek
pajak penghasilan
dan metode
pengakuannya sesuai
dengan ketentuan
perpajakan tidak
memerlukan penyesuaian fiskal atau langsung dapat diperhitungkan untuk menambah penghasilan kena pajak.
a Penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan
Menurut pasal 4 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
13
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
1 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
2 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan. 3
Laba usaha. 4
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a Keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b Keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
c Keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan
14
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
d Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. e
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut
serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
15
7 Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8 Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta. 10
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 11
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. 12
Keuntungan selisih kurs mata uang asing. 13
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14
Premi asuransi. 15
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. 16
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17 Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18 Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang 8mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19 Surplus Bank Indonesia.
16
b Penghasilan yang dikenai Pajak Bersifat Final
Menurut pasal 4 ayat 2 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang termasuk dalam penghasilan yang
dikenai pajak bersifat final adalah: 1
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2 Penghasilan berupa hadiah undian.
3 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
danatau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah danatau bangunan.
5 Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
17
c Yang dikecualikan dari Objek Pajak
Menurut pasal 4 ayat 3 UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2
Warisan.
18
3 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal. 4
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
danatau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus deemed
profit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. 5
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
6 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara
dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
19
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh lima persen dari jumlah
modal yang disetor. 7
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10 Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan
modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,
atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
20
Keuangan ; Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11 Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12 Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan danatau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan
danatau penelitian
dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. 13
Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
21
2 Penyesuaian Fiskal terhadap biaya
Skema berikut ini akan membantu mempermudah pemahaman terhadap penyesuaian fiskal terhadap biaya.
a Biaya Untuk Mendapatkan, Menagih, Dan Memelihara
Penghasilan Menurut pasal 6 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan meliputi :
1 Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha, antara lain : Biaya pembelian bahan;
22
Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang; Bunga, sewa, dan royalty; Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli
saham yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak;
Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambahan harga perolehan saham;
Biaya perjalanan; Biaya pengolahan limbah; Premi asuransi Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk
kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi
tersebut merupakan penghasilan; Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan
untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk
promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan
sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berrdasarkan
Peraturan Menteri
Keuangan; Biaya
administrasi; Pajak kecuali Pajak Penghasilan Pajak-pajak
23
yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan
Bangunan PBB, Bea Materai BM, Pajak Hotel, dan Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
2 Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan
amortisasi atas
pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun. Pengeluaran yang menurut
sifatnya merupakan pembayaran dimuka, misalnya sewa untuk
beberapa tahun
yang dibayar
sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan. 4
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
5 Kerugihan selisih kurs mata uang asing. Kerugian karena
fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan system pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlakuu di Indonesia
24
6 Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia, selama dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau system baru bagi
pengembangan perusahaan 7
Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan 8
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat : Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial; Wajib Pajak harusmenyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau
instansi pemerintah
yang menangani piutang Negara, dan adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutangpembebasan hutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah
dihapuskan untuk jumlah hutang tertentu. Penerbitan disini tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional melainkan
juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Syarat ini tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana
25
nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
9 Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10 Sumbangan pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 11
Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
12 Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. b
Kompensasi Kerugian Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya didapat
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut
dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
c Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dalam Menghitung
Pendapatan Kena Pajak. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pengeluaran- pengeluaran berikut ini menurut pasal 9 ayat 1 UU RI No. 36
26
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto:
1 Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun
seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada
pemegang polis,
dan pembagian hasil usaha koperasi.
2 Biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh
perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya
perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang
saham atau keluarganya. 3
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan
usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang; Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; Cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
27
pembuangan limbah industry untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 4
Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi. Pada saat orang pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan
asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak.
Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran
tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan
Objek Pajak. 5
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan. Akan tetapi, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya :
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan
pekerjaan didaerah tersebut dalam rangka menunjang
28
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil; Pemberian natura dan kenikmatan yang
merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan
tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas
keamanan satpam, antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya;
Pemberian atau penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan; 6
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. Pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang boleh
dikurangkan dari
penghasilan bruto
adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman
usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
7 Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan
warisan, kecuali sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan
29
pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas
pendidikan, sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan Pemerintah.
8 Pajak Penghasilan
9 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi Wajib
Pajak atau
orang yang
menjadi tanggungannya.
10 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,
atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
3 Penyusutan dan Amortisasi
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 17, Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat
30
disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Menurut Soemarsono S.R. amortisasi adalah alokasi harga perolehan harta
tak berwujud serta hak-hak selama masa manfaatnya dengan metode tertentu. Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam
aturan perpajakan yaitu Metode garis lurus
straight-line method
dimana penyusutan berupa bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut; atau metode
saldo menurun
declining balance method
dimana penyusutan berupa bagian-bagian yang menurun dengan cara menetapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. a
Penyusutan Berdasarkan pasal 11 Undang-undang No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa: 1
Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki
dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 satu tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah
ditentukan bagi harta tersebut.
31
2 Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagianbagian yang menurun selama masa
manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa
manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
3 Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan
harta tersebut. 4
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan
harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang
bersangkutan mulai menghasilkan. 5
Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
6 Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif
penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut: Tabel 1 Tarif Penyusutan Harta Berwujud
32
Tabel 2.1. tarif penyusutan harta berwujud Kelompok Harta
Berwujud Masa
Manfaat Tarif Penyusutan
sebagaimana dimaksud dalam
Ayat 1 Ayat 2
I. Bukan bangunan Kelompok1
4 tahun 25
50 Kelompok 2
8 tahun 12,5
25 Kelompok 3
16 tahun 6,25
12,5 Kelompok 4
20 tahun 5
10 II. Bangunan
Permanen 20 tahun
5 Tidak Permanen
10 tahun 10
Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
7 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta
berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
8 Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai
sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang
diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
9 Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima
jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal
Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud
33
pada ayat 8 dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
10 Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai
sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
11 Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud
sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat 6 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b Amortisasi
Berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 11A berisi bahwa:
1 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak
pakai, dan muhibah goodwill yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi
atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan
34
pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. 1 Amortisasi dimulai
pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan. 2
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.2. Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud Kelompok Harta
Tak Berwujud Masa
Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan
metode Garis
Lurus Saldo
Menurun Kelompok 1
4 tahun 25
50 Kelompok 2
8 tahun 12,5
25 Kelompok 3
16 tahun 6,25
12,5 Kelompok 4
20 tahun 5
10
Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
3 Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2. 4
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi. 5
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada ayat 4, hak
35
pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 satu tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20 dua
puluh persen setahun. 6
Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 satu tahun,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2.
7 Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-
hak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 4, dan ayat 5, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun
terjadinya pengalihan tersebut. 8
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan
huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan
sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
36
6. Pengelompokan Penyesuaian Fiskal
Berdasarkan Formulir 1771 lampiran 1 penyesuaian fiskal dapat dikelompokkan menjadi :
a. Penyesuaian fiskal positif
Penyesuaian fiskal positif terdiri dari : 1
Biaya yang dibebankan dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota.
Tidak dapat dibebankan karena tidak ada kaitanya dengan kegiatan usaha.
2 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh secara fiskal pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat
dibebankan namun ada beberapa pemupukan dana cadangan boleh dibebankan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
81PMK.032009 tentang pembentukan dan pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya.
3 Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura
dan kenikmatan. Boleh dibebankan jika sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83PMK.032009 tentang penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan
37
berkaitan denganpelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja.
4 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan.
Dapat dibebankan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran.
5 Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan.
Sesuai dengan
Keputusan Menteri
Keuangan Nomor
604KMK.041994 tentang badan-badan dan pengusaha kecil yang menerima harta hibahan yang tidak termasuk sebagai objek pajak
penghasilan. 6
Pajak penghasilan. Sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf h UU PPh.
7 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau cv
yang modalnya tidak terbagi atas saham. Berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf I UU PPh bukan merupakan
penghasilan. 8
Sanksi administrasi. Penyesuaian berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf k UU PPh
bukan merupakan beban perusahaan. 9
Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal. 10
Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal.
38
11 Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
12 Penyesuaian fiskal positif lainnya.
b. Penyesuaian fiskal negatif
Penyesuaian fiskal negatif terdiri dari : 1
Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal. 2
Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal. 3
Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya. 4
Penyesuaian fiskal negatif lainnya. 7.
Tarif Pajak Menurut pasal 17 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 dua
puluh delapan persen dan pada ayat 2 huruf a yaitu tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b menjadi 25 dua puluh lima persen yang
mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40 empat puluh persen dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5 lima persen lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat
1 huruf b dan ayat 2a yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
39
Menurut pasal 31E dinyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 lima puluh
miliar rupiah mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50 lima puluh persen dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 empat miliar
delapan ratus juta rupiah. 8.
Perhitungan Pajak Dalam tahun pajak dalam buku
Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis
, Anastasia 2010:163 Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan berdasarkan formulir Surat Pemberitahuan SPT 1771 sebagai
berikut: Tabel 2.3. formula penghitungan pajak penghasilan berdasarkan SPT 1771
1 +
- -
= +
- +
= +
= Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri
Peredaran Usaha Harga Pokok Penjualan
Biaya Usaha Lainnya Penghasilan Neto Dari Usaha
Penghasilan Dari Luar Usaha Biaya Dari Luar Usaha
Penghasilan Neto Dari Luar Usaha Jumlah
Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri Jumlah Penghasilan Neto Komersial
2 3
4 -
+ -
Penghasilan Yang Dikenakan Pph Final Dan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak
Penyesuaian Positif Penyesuaian Negatif
40
5 -
Fasilitas Penanaman Modal Berupa Pengurangan Penghasilan Neto: Diisi Dari Lampiran Khusus 4a Angka 5b
6 7
= -
Penghasilan Netto Kompensasi kerugian
8 9
= x
Penghasilan Kena Pajak Tarif
10 11
= -
Pajak Penghasilan Terutang Kredit Pajak
12 = Pajak Penghasilan Kurang BayarLebih BayarNihil Bayar
Sumbar : Formulir SPT 1771
B. Laporan Keuangan