Evaluasi penghitungan pajak penghasilan terutang bagi wajib pajak badan : studi kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN

Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta

Lusia Hani Suswati NIM: 082114097 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Tujuan penelitian ini untuk menilai kesesuaian penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang Wajib Pajak Badan Koperasi Pelita Yogyakarta pada tahun 2011 dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan karena kesalahan dalam penghitungan PPh akan merugikan Wajib Pajak maupun negara.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik komparatif dengan menggunakan perbandingan antara praktek yang dilakukan Koperasi dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghitungan PPh yang dilakukan Koperasi Pelita Yogyakarta belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, karena semua komponen yang dibandingkan tidak sama. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan elemen saat menentukan penghasilan bruto dan saat menentukan biaya yang menjadi pengurang penghasilan bruto, serta belum adanya pembulatan PKP ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.


(2)

ABSTRACT

AN EVALUATION OF CORPORATE’S INCOME TAX PAYABLE CALCULATION

A Case Study at Pelita Yogyakarta Cooperatives

Lusia Hani Suswati NIM: 082114097 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2013

This research was aimed to examine the accordance of Income Tax Payable calculation (Pajak Penghasilan/PPh) of the corporate taxpayer Pelita Yogyakarta Cooperatives in 2011 and the present tax regulation. This research was motivated that any mistake in calculating PPh would make the tax payer and the country less beneficial.

It was a case study. The data were collected by interviews and documentation. The data were analyzed using comparison technique by comparing the cooperative’s calculation and the present tax regulations.

The results of this research showed that the PPh calculation made by Pelita Yogyakarta Cooperatives was not in accordance with the current tax regulations. The results of the comparison showed that there were differences in determining the gross income and the expenses that reduced the gross income, and there was not Taxable Income (Penghasilan Kena Pajak/PKP) rounding down in thousands yet.


(3)

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK BADAN

Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh: Lusia Hani Suswati

NIM: 082114097

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK BADAN

Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh: Lusia Hani Suswati

NIM: 082114097

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

Karena Allah telah berfirman: ”Aku kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibrani 13 : 5)

Maka berseru-serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkan-Nya mereka dari kecemasan mereka, dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombangnya tenang. (Mazmur 107 : 28-29)

Kita paling kuat sewaktu kita membuka pintu hati kita lewat rasa syukur. Penuh syukur adalah kondisi yang sangat dahsyat. (DR. John Demartini)

Skripsi ini kupersembahkan spesial untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang menopangku tanpa henti. Bapakku Wakiman, ibuku Sri Muryati, dan kakakku Budi yang telah memberikan doa, kasih sayang serta bantuan dalam banyak hal. Pakdheku Saman dan budheku Watini yang telah mengasuhku dari kecil serta memberikan kasih sayang dan dukungan yang sungguh berarti. Semua orang yang telah mewarnai hidupku.


(8)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Lusia Hani Suswati

NIM : 082114097

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Bagi Wajib Pajak Badan Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 30 April 2013 Yang membuat pernyataan


(9)

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Bagi Wajib Pajak Badan Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Apabila kemudian saya terbukti melakukan tindak penyalinan atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 30 April 2013 Yang membuat pernyataan


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Bagi Wajib Pajak Badan Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Penulis mendapatkan bantuan doa, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Romo Dr. Ir. P. Wiryono P., S.J., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar kepada penulis.

2. M. Trisnawati R., S.E., M. Si., Akt., QIA, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan terhadap skripsi penulis hingga selesai dan layak diujikan.

3. Karyoto, SE selaku manajer dan seluruh keluarga besar Koperasi Pelita yang telah membantu penulis dalam menyiapkan data penelitian serta memotivasi penulis.

4. HY. Wakiman, M. Sri Muryati, Budi Sulitiyo, Saman, Watini dan seluruh keluarga yang selalu member doa, dukungan baik secara materiil maupun nonmateriil, serta nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.


(11)

5. Teman-teman Akuntansi 2008, khususnya teman-teman seperjuangan di kelas MPT yang telah berjuang bersama penulis mulai dari proposal skripsi hingga skripsi selesai.

6. Teman- teman Mitra PUSD yang selalu mendoakan, memotivasi serta memberikan nasihat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. 7. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Mengingat keterbatasan kemampuan penulis, maka dengan rendah hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 30 April 2013 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Pajak ... 6

1. Pengertian Pajak ... 6

2. Pengelompokan Pajak ... 7

3. Fungsi Pajak ... 8

4. Sistem Pemungutan Pajak ... 9

B. Pajak Penghasilan ... 10

C. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan, Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final dan yang Dikecualikan dari Objek Pajak ... 11


(13)

1. Subjek Pajak Penghasilan ... 11

2. Objek Pajak Penghasilan ... 12

3. Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final ... 15

4. Yang Dikecualikan Objek Pajak ... 16

D. Biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto dan Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto ... 19

1. Biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto ... 19

2. Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto ... 22

E. Perlakuan Pajak Terhadap Biaya Entertainment ... 25

F. Penyusutan dan Amortisasi ... 25

1. Penyusutan ... 25

2. Amortisasi ... 28

G. Tarif Pajak Penghasilan ... 30

H. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan ... 31

I. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Akuntansi dengan Laporan Keuangan menurut Pajak ... 32

J. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 34

K. Koperasi ... 34

1. Pengertian Koperasi ... 34

2. Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi ... 35

3. Fungsi dan Peran Koperasi ... 35

4. Prinsip Koperasi ... 36

5. Perangkat Organisasi Koperasi ... 36

6. Modal Koperasi ... 36

7. Sisa Hasil Usaha ... 38

8. Jenis Koperasi ... 38

L. Pendapatan dan Beban Koperasi ... 40

1. Pendapatan Koperasi ... 40


(14)

M. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang Berkaitan dengan Penghitungan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan ... 42

N. Review Penelitian Terdahulu ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian ... 46

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 46

D. Data Penelitian ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

F. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 50

A. Sejarah ... 50

B. Struktur Organisasi Koperasi Pelita ... 52

C. Bidang Organisasi ... 56

D. Bidang Usaha ... 57

E. Bidang Permodalan ... 59

F. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) ... 59

G. Kebijakan Akuntansi dan Perpajakan ... 60

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Deskripsi Data ... 62

B. Analisis Data ... 68

C. Pembahasan ... 106

BAB VI PENUTUP ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Keterbatasan Penelitian ... 108

C. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel II.1 Tarif Penyusutan Harta Berwujud ... 27

Tabel II.2 Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud ... 29

Tabel IV.1 Anggota Koperasi Pelita ... 56

Tabel IV.2 Bunga Simpanan Koperasi Pelita pada Tahun 2011... 57

Tabel IV.3 Jenis Kredit, Bunga, dan Sasaran Kredit Koperasi ... 58

Tabel IV.4 Pembagian SHU Koperasi Pelita ... 60

Tabel V.1 Neraca Koperasi Pelita Yogyakarta ... 62

Tabel V.2 Perhitungan Hasil Usaha Koperasi Pelita Yogyakarta ... 64

Tabel V.3 Penjelasan Perhitungan Hasil Usaha Koperasi Pelita Yogyakarta ... 64

Tabel V.4 Penghitungan PPh Terutang Koperasi Pelita tahun 2011 ... 67

Tabel V.5 Perbandingan Hasil Penghitungan Penghasilan Bruto ... 73

Tabel V.6 Perbandingan Hasil Penghitungan Penyusutan Aktiva Tetap Per 31 Desember 2011 antara Koperasi Pelita Yogyakarta dan Peneliti Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan ... 91

Tabel V.7 Penyusutan yang Dilaporkan dalam Lampiran Khusus SPT Tahunan Wajib Pajak Badan Tahun Pajak 2011 No. 1A Menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan ... 93

Tabel V.8 Perbandingan Hasil PKP ... 100

Tabel V.9 Perbandingan Cara Menentukan PPh Terutang ... 101


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar II.1 Formula Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) ... 31 Gambar IV.1 Struktur Organisasi Koperasi Pelita Yogyakarta ... 52


(17)

ABSTRAK

EVALUASI PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN

Studi Kasus di Koperasi Pelita Yogyakarta

Lusia Hani Suswati NIM: 082114097 Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Tujuan penelitian ini untuk menilai kesesuaian penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang Wajib Pajak Badan Koperasi Pelita Yogyakarta pada tahun 2011 dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan karena kesalahan dalam penghitungan PPh akan merugikan Wajib Pajak maupun negara.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik komparatif dengan menggunakan perbandingan antara praktek yang dilakukan Koperasi dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghitungan PPh yang dilakukan Koperasi Pelita Yogyakarta belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, karena semua komponen yang dibandingkan tidak sama. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan elemen saat menentukan penghasilan bruto dan saat menentukan biaya yang menjadi pengurang penghasilan bruto, serta belum adanya pembulatan PKP ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.


(18)

ABSTRACT

AN EVALUATION OF CORPORATE’S INCOME TAX PAYABLE CALCULATION

A Case Study at Pelita Yogyakarta Cooperatives

Lusia Hani Suswati NIM: 082114097 Sanata Dharma University

Yogyakarta 2013

This research was aimed to examine the accordance of Income Tax Payable calculation (Pajak Penghasilan/PPh) of the corporate taxpayer Pelita Yogyakarta Cooperatives in 2011 and the present tax regulation. This research was motivated that any mistake in calculating PPh would make the tax payer and the country less beneficial.

It was a case study. The data were collected by interviews and documentation. The data were analyzed using comparison technique by comparing the cooperative’s calculation and the present tax regulations.

The results of this research showed that the PPh calculation made by Pelita Yogyakarta Cooperatives was not in accordance with the current tax regulations. The results of the comparison showed that there were differences in determining the gross income and the expenses that reduced the gross income, and there was not Taxable Income (Penghasilan Kena Pajak/PKP) rounding down in thousands yet.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemandirian suatu bangsa, dapat diukur dari kemampuan bangsa tersebut untuk melaksanakan dan membiayai belanja negara sendiri. Salah satu sumber pembiayaan negara berasal dari penerimaan pajak. Pajak merupakan iuran yang wajib dibayarkan oleh setiap Wajib Pajak kepada negara sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Peranan masyarakat terutama Wajib Pajak juga harus ditingkatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Salah satu jenis pajak yang berlaku di Negara Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 Ayat (1) yang menjadi subjek Pajak Penghasilan (PPh) salah satunya adalah badan. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang memiliki asas kekeluargaan serta bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota dan masyarakat pada umumnya. Koperasi sebagai badan usaha wajib membuat laporan keuangan untuk menyediakan informasi yang berguna bagi pemakai utama dan pemakai lainnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Laporan keuangan yang disusun berdasarkan SAK berbeda dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan.


(20)

Perbedaan tersebut muncul karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya menurut SAK dan menurut peraturan perpajakan. Hal tersebut akan mempengaruhi besarnya laba sebelum pajak yang nantinya akan dikenai tarif PPh badan. Oleh karena itu, agar pajak yang dilaporkan bisa sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku maka diperlukan penyesuaian fiskal atas laporan keuangan komersial yang telah dibuat perusahaan atau koperasi.

Koperasi menggunakan Self Assesment System yang mengharuskan Wajib Pajak untuk secara aktif menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Namun demikian, pada kenyataannya masih sering terjadi kelalaian, ketidakpahaman dan kecurangan yang dilakukan Wajib Pajak ketika melaksanakan sistem tersebut. Kelalaian, ketidakpahaman dan kecurangan tersebut dapat menyebabkan kesalahan penghitungan PPh terutang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi Wajib Pajak itu sendiri serta dapat merugikan negara.

Evaluasi penghitungan PPh terutang Wajib Pajak Badan dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadi kesalahan Wajib Pajak Badan Koperasi Pelita Yogyakarta dalam menghitung PPh yang dibayarkan kepada pemerintah. Kesalahan Wajib Pajak yang diketahui sejak dini akan memperkecil kemungkinan kerugian baik bagi Wajib Pajak maupun bagi


(21)

negara. Kerugian bagi Wajib Pajak dapat berupa sanksi perpajakan, sanksi administrasi, dan sanksi pidana.

B. Rumusan masalah

Apakah penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang Wajib Pajak Badan Koperasi Pelita Yogyakarta pada tahun 2011 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini?

C. Batasan Masalah

Untuk membatasi agar penelitian tidak meluas dalam pembahasannya, maka penulis membatasi dengan:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

D. Tujuan penelitian

Untuk menilai kesesuaian penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang Wajib Pajak Badan Koperasi Pelita Yogyakarta pada tahun 2011 dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


(22)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Koperasi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi serta sebagai pertimbangan bagi koperasi dalam melakukan penghitungan Pajak Penghasilan terutang pada tahun pajak berikutnya. 2. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan koleksi bagi universitas khususnya dalam hal perpajakan yang berguna bagi mahasiswa.

3. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan pembaca. 4. Bagi Penulis

Dengan penelitian ini penulis memperoleh tambahan pengalaman dan pengetahuan dalam mempraktikkan ilmu dan teori, khususnya yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan Badan pada koperasi.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi dalam enam bab, yaitu : Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(23)

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang uraian teori-teori yang digunakan sebagai dasar untuk mengolah data dari koperasi serta review penelitian terdahulu.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, data yang diperlukan, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan.

Bab IV Gambaran Umum

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang pendirian usaha; slogan, dan tujuan koperasi; struktur organisasi; serta data-data lainnya yang diperoleh dari hasil penelitian. Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Dalam bab ini dijelaskan mengenai analisis data yang diperoleh dan pembahasan dari hasil analisis data tersebut. Bab VI Penutup

Dalam bab ini dituliskan kesimpulan dari hasil analisis data, keterbatasan penelitian serta saran. 


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. (1991:2) dalam Waluyo (2010:2):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Waluyo (2010:3) menyatakan “pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Pengertian pajak menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”


(25)

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu

mengatur. 2. Pengelompokan Pajak

Menurut Waluyo (2010:12), pajak dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:

a. Menurut golongan

1) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.


(26)

2) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

b. Menurut sifat

1) Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

2) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut pemungut

1) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

2) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame dan pajak hiburan.

3. Fungsi Pajak

Menurut Waluyo (2010:8), ada dua fungsi pajak di Indonesia, yaitu:


(27)

a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh: dimasukkannya pajak dalam (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:7), ada tiga sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu:

a. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri–ciri Official Assesment System adalah:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.


(28)

b. Self Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Self Assesment System adalah:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur tangan dan hanya mengawasi. c. Withholding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri Self Assesment System adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

B. Pajak Penghasilan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1, penghasilan yaitu :

“setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun”.


(29)

Berdasarkan pengertian mengenai penghasilan dapat diketahui bahwa definisi dari Pajak Penghasilan berdasarkan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

C. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan, Penghasilan Yang Dikenai Pajak Bersifat Final dan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak.

1. Subjek Pajak Penghasilan

Yang menjadi subjek pajak penghasilan menurut Waluyo (2010:89) adalah:

a. Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan.

c. Badan

Badan merupakan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan


(30)

komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap.

d. Badan Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

2. Objek Pajak Penghasilan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,


(31)

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.

3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan


(32)

dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan penambangan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang saham polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.


(33)

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

s. Surplus Bank Indonesia.

3. Penghasilan yang Dikenai Pajak Bersifat Final

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang dikenai pajak bersifat final, yaitu:

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Penghasilan berupa hadiah undian.

c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/ atau bangunan.


(34)

e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

4. Yang Dikecualikan Objek Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (3), yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak–pihak yang bersangkutan.


(35)

c. Warisan.

d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham


(36)

pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

k. Dihapus.

l. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


(37)

m. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

n. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. o. Bantuan atau sumbangan yang dibayarkan oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

D. Biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto dan Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

1. Biaya-Biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 6 Ayat (1), besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto


(38)

dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk:

a. Biaya-biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

1) Biaya pembelian bahan.

2) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

3) Bunga, sewa, dan royalti. 4) Biaya perjalanan.

5) Biaya pengolahan limbah. 6) Premi asuransi.

7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

8) Biaya administrasi.

9) Pajak kecuali Pajak Penghasilan.

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.


(39)

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.

3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

4) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k.


(40)

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 pasal (2), penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

2. Biaya-Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat 1, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:


(41)

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.

2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. 4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan. 5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan. 6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat

pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan


(42)

premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada

pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.


(43)

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi

pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

E. Perlakuan Pajak terhadap Biaya Entertainment

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya dapat dikurangkan sebagai biaya dengan syarat:

a. Benar-benar dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak.

a. Dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh, yang memuat nomor urut, tanggal dan jenis entertainment, nama tempat, alamat, jumlah, nama relasi, posisi, nama perusahaan, jenis usaha.

F. Penyusutan dan Amortisasi

1. Penyusutan

Menurut UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan pasal 11 berisi sebagai berikut :


(44)

a. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

b. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan taat asas.

c. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.

d. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

e. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19,


(45)

maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

f. Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut :

Tabel II.1 Tarif Penyusutan Harta Berwujud Kelompok Harta

Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam

Ayat (1) Ayat (2)

I. Bukan Bangunan

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II.Bangunan Permanen Tidak Permanen 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12,5% 6,25% 5% 5% 10% 50% 25% 12,5% 10%

Sumber : UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

g. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

h. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.

i. Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah besar kerugian


(46)

sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudiaan tersebut.

j. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

k. Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Amortisasi

Menurut UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan pasal 11A yang berisi sebagai berikut :

a. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan musibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat


(47)

diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

b. Untuk menghitung amortisasi, maka masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut :

Tabel II.2 Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud Kelompok Harta Tak

Berwujud Masa Manfaat

Tarif Amortisasi Berdasarkan Metode

Garis Lurus Saldo

Menurun Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25% 12,50% 6,25% 5% 50% 25% 12,5% 10% Sumber : UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

c. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

d. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.

e. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambanagn selain yang dimaksud pada ayat (4), hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari


(48)

1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.

f. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

g. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan harta. h. Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat

sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

G. Tarif Pajak Penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan:

a. Pasal 17 ayat (1) huruf b

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).


(49)

b. Pasal 17 ayat (2a)

Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

c. Pasal 31E

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

H. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang Wajib Pajak

Badan.

Secara umum, pajak penghasilan yang terutang dihitung dengan formula sebagai berikut:

PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Berikut ini formula penghitungan PKP menurut Resmi (2011:129): Gambar II.1. Formula penghitungan PKP

Dalam hal tidak terdapat rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.

PKP = =

Penghasilan neto

Penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan sesuai UU PPh

Dalam hal terdapat rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. PKP =

=

Penghasilan neto – kompensasi kerugian

(Penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan UU PPh) – kompensasi kerugian


(50)

I. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Akuntansi dengan Laporan Keuangan menurut Pajak

Menurut Suandy (2008:78), adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu penandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait (matching cost against revenue), sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah penerimaan negara. Dalam penyusunan laporan keuangan menurut pajak, Wajib Pajak harus mengacu pada peraturan perpajakan, sehingga laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan SAK harus disesuaikan terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

Penyesuaian fiskal merupakan penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak yang disebabkan adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan atau biaya antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan menurut pajak. Ada dua macam penyesuaian fiskal, yaitu:

1. Penyesuaian fiskal positif.

Penyesuaian fiskal positif terjadi jika ada penyesuaian pos-pos neraca/laba rugi yang menyebabkan jumlah laba bersih sebelum pajak pada laporan keuangan menurut pajak menjadi lebih besar dibandingkan dengan laporan keuangan komersial.


(51)

2. Penyesuaian fiskal negatif.

Penyesuaian fiskal negatif terjadi jika ada penyesuaian pos-pos neraca/laba rugi menyebabkan laba menurut pajak menjadi lebih kecil apabila dibandingkan dengan laba menurut laporan komersial.

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan secara fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Perbedaan Waktu (Timing Differences)

Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dan SAK. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif. Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntasi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.

2. Perbedaan Tetap/Permanen (Permanent Differences)

Perbedaan tetap/permanen adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut SAK tanpa ada koreksi di kemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif apabila ada laba akuntansi yang


(52)

tidak diakui oleh ketentuan perpajakan dan pembebasan pajak, sedangkan perbedaan permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal.

J. Surat Pemberitahuan (SPT)

Pasal 1 angka II Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa:

“Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak.

K. Koperasi

1. Pengertian Koperasi

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 1, koperasi adalah badan usaha dengan melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.


(53)

2. Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 2, koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 3, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Fungsi dan Peran Koperasi

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4, Fungsi dan peran Koperasi adalah:

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.


(54)

4. Prinsip Koperasi

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 5 ayat 1, koperasi Indonesia melaksanakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis

c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil dan sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota.

d. Pemberian balas jasa yang terbatas pada modal e. Kemandirian

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 pasal 5 ayat 2. dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut:

a. pendidikan perkoperasian; b. kerja sama antarkoperasi. 5. Perangkat Organisasi Koperasi

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 21, perangkat organisasi Koperasi terdiri dari:

a. Rapat Anggota; b. Pengurus; c. Pengawas. 6. Modal Koperasi

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 41 ayat 1, modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Yang


(55)

dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko atau disebut modal ekuiti.

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 41 ayat 2 menyatakan bahwa modal sendiri dapat berasal dari:

a. Simpanan pokok

Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota serta tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

b. Simpanan wajib

Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu serta tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

c. Dana cadangan

Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan.

d. Hibah

Hibah adalah pemberian sejumlah uang atau barang modal yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang sifatnya pemberian dan tidak mengikat.


(56)

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 41 ayat 3 menyatakan bahwa Modal pinjaman dapat berasal dari:

a. Anggota

b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya c. Bank dan lembaga keuangan

d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya e. Sumber lain yang sah.

7. Sisa Hasil Usaha (SHU)

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 45 ayat 1, Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 pasal 45 ayat 2, Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.

8. Jenis Koperasi

Menurut PSAK No. 27 tahun 2007, koperasi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis koperasi, yaitu:


(57)

a. Koperasi Simpan Pinjam/Kredit

Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan dana dari para anggotanya, untuk kemudian dipinjamkan kembali kepada para anggota yang memerlukan bantuan dana. Kegiatan utama koperasi simpan pinjam adalah menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman dana kepada anggota koperasi.

b. Koperasi Konsumen

Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para konsumen akhir atau pemakai barang atau jasa. Kegiatan utama koperasi konsumen adalah melakukan pembelian bersama. c. Koperasi Pemasaran

Koperasi pemasaran adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para produsen atau pemilik barang atau penyedia jasa. Tujuan utama koperasi pemasaran adalah untuk menyederhanakan rantai tata niaga dan mengurangi sekecil mungkin keterlibatan para pedagang perantara dalam memasarkan produk-produk yang mereka hasilkan.

d. Koperasi Produsen

Koperasi produsen adalah koperasi yang para anggotanya tidak memiliki badan usaha sendiri tetapi bekerja sama dalam wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa.


(58)

Kegiatan utama koperasi produsen adalah menyediakan, mengoperasikan, dan mengelola sarana produksi bersama.

L. Pendapatan dan Beban Koperasi

1. Pendapatan Koperasi

Menurut PSAK 27 (revisi 1998) tentang Akuntansi Perkoperasian, pendapatan koperasi yang timbul dari transaksi dengan anggota diakui sebesar partisipasi bruto. Partisipasi bruto pada dasarnya adalah penjualan barang/jasa kepada anggota. Dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa untuk anggota, partisipasi bruto dihitung dari harga pelayanan yang diterima atau dibayar oleh anggota yang mencakup beban pokok dan partisipasi neto. Dalam kegiatan pemasaran hasil produksi anggota, partisipasi bruto dihitung dari beban jual hasil produksi anggota baik kepada non-anggota maupun kepada anggota.

Pendapatan koperasi yang berasal dari transaksi dengan non-anggota diakui sebagai pendapatan (penjualan) dan dilaporkan terpisah dari partisipasi anggota dalam laporan perhitungan hasil usaha sebesar nilai transaksi. Selisih antara pendapatan dan beban pokok transaksi dengan non-anggota diakui sebagai laba atau rugi kotor dengan non-anggota.

Dalam hal koperasi memiliki kelebihan kapasitas setelah pelayanan kepada anggota, koperasi dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut kepada non-anggota. Dalam hal ini,


(59)

berarti koperasi memasuki pasar bebas dan kedudukan koperasi adalah sama seperti badan usaha lain. Koperasi boleh menggunakan motivasi mencari laba sebesar-besarnya sejauh pelanggan adalah pasar bebas. Oleh karena laporan keuangan koperasi harus dapat mencerminkan tujuan koperasi, maka perhitungan hasil usaha harus menonjolkan secara jelas kegiatan usaha koperasi dengan anggotanya, karena itu pendapatan dari anggota disajikan terpisah dari pendapatan yang berasal dari transaksi non-anggota. Penyajian ini lebih mencerminkan bahwa usaha koperasi lebih mementingkan transaksi atau pelayanan kepada anggotanya daripada non-anggota.

2. Beban Koperasi

Beban usaha dan beban-beban perkoperasian harus disajikan terpisah dalam laporan perhitungan hasil usaha. Dalam meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi tidak hanya berfungsi menjalankan usaha-usaha bisnis yang memberikan manfaat atau keuntungan ekonomi kepada anggota, tetapi juga harus menjalankan fungsi lain untuk meningkatkan kemampuan sumber daya anggota, baik secara khusus maupun sumber daya koperasi secara nasional. Kegiatan ini tidak dilakukan oleh badan usaha lain. Beban-beban yang dikeluarkan untuk kegiatan ini disebut dengan beban perkoperasian. Termasuk dalam beban ini antara lain adalah beban pelatihan anggota, beban pengembangan


(60)

usaha anggota, dan beban iuran untuk gerakan koperasi (Dewan Koperasi Indonesia)

M. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang Berkaitan dengan Penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 01/PJ.44/1992 tentang Perlakuan PPh Terhadap Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi. Berdasarkan butir (4), SHU koperasi yang bukan berasal dari kegiatan semata-mata dari dan untuk anggota sesuai ketentuan Pasal 4 UU PPh 1984 adalah Objek Pajak Penghasilan bagi koperasi.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Berdasarkan Pasal 1 diungkapkan bahwa atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dipotong PPh bersifat final dan dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan badan usaha tetap.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang dimaksud:


(61)

a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau

b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 83/pmk.03/2009 tentang penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, pasal 2 berbunyi:

a. Pemberian atau penyediaan makanan/minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.

c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan. Jenis-jenis harta berwujud


(62)

bukan bangunan yang termasuk dalam Kelompok 1, Kelompok 2, Kelompok 3, dan Kelompok 4 ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV PMK ini.

N. Review Penelitian Terdahulu

1. Christina Prima Wahyuningrum, 2012, Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan (Studi Kasus di PT.XXX) Kesimpulan:

Penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang dilakukan oleh perusahaan belum mengacu pada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini terlihat pada kesalahan perusahaan dalam melakukan pembebanan terhadap biaya sumbangan dan juga pemberian dalam bentuk natura ataupun kenikmatan. Seharusnya biaya tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. Meskipun demikian, hasil besarnya PPh yang terutang menurut perusahaan dengan hasil besarnya PPh yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan pada tahun 2010 sama-sama nihil.


(63)

2. Maria Oktaviana Harum, 2012, Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan (Studi Kasus di Primer Koperasi Kepolisian Resort Klaten).

Kesimpulan:

Dalam praktek di Koperasi Primkoppol Resor Klaten penghitungan PKP tahun 2009 sebesar Rp24.990.834,00 sedangkan menurut hasil penghitungan peneliti berdasarkan peraturan pajak yang berlaku sebesar Rp20.301.192,00. Jumlah PPh pasal 25 menurut praktek di koperasi sejumlah Rp353.498,00 sedangkan menurut hasil penghitungan peneliti berdasarkan peraturan pajak yang berlaku sebesar Rp7.242,67.

Peneliti menemukan bahwa penghitungan atas PPh terutang Koperasi Primer Kepolisian Resor Klaten sudah sesuai dengan peraturan Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Akan tetapi, koperasi dalam melaporkan pedapatannya untuk pendapatan dari sewa kios potong rambut, pendapatan dari sewa kios kantin, dan pendapatan bunga bank belum dilaporkan dalam SPT lampiran-IV.

Penyusutan yang dilakukan koperasi memakai metode garis lurus tetapi tarif yang dikenakan tidak sesuai dengan Undang-Undang RI No 36 Tahun 2008 pasal 11 sehingga terjadi selisih lebih besar menjadi Rp19.139.715,00. Koperasi tidak memberikan data secara lengkap tentang tahun perolehan aktiva sehingga tahun perolehan diasumsikan tahun 2008.


(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus, yaitu jenis penelitian terhadap objek atau data tertentu kemudian dari data tersebut dianalisis dan ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini hanya berlaku pada objek yang diteliti.

B. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September 2012.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Koperasi Pelita Jalan Hos Cokroaminoto Nomor 162 Yogyakarta.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah bagian akuntansi Koperasi Pelita Yogyakarta. 2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Badan Koperasi Pelita pada tahun 2011.


(65)

D. Data Penelitian

1. Gambaran umum Koperasi Pelita yang meliputi sejarah berdirinya koperasi, struktur organisasi koperasi serta hal lain yang berkaitan dengan koperasi.

2. Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laporan Sisa Hasil Usaha Koperasi Pelita pada tahun 2011.

3. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Koperasi Pelita tahun pajak 2011.

4. Daftar aktiva tetap Koperasi Pelita pada tahun 2011.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung mengenai gambaran umum perusahaan dan informasi yang lebih mendetail yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Wawancara ini dilakukan dengan beberapa pihak dalam koperasi yang diteliti, misalnya: bagian akuntansi, bagian keuangan, dan pihak-pihak tertentu dalam koperasi.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan mempelajari tentang data yang berkaitan dengan objek yang diteliti.


(66)

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan teknik komparatif dengan menggunakan perbandingan antara praktek yang dilakukan Koperasi dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Menurut Aswarni (1978:6), penelitian komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur, kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau suatu prosedur kerja. Langkah analisis data yang digunakan yaitu:

1. Membandingkan antara penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) yang dilakukan oleh koperasi dengan penghitungan PPh menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Komponen yang dibandingkan meliputi:

a. Cara menentukan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak. b. Cara menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). c. Cara menentukan besarnya PPh terutang.

2. Membuat kesimpulan

Penghitungan PPh yang dilakukan oleh perusahaan dapat dikatakan sesuai menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila semua komponen berikut ini dapat terpenuhi:

a. Cara menentukan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak yang dilakukan oleh koperasi telah sama dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


(67)

b. Cara menentukan besarnya PKP yang dilakukan oleh koperasi telah sama dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

c. Cara menentukan besarnya PPh terutang yang dilakukan oleh koperasi telah sama dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Akan tetapi, apabila salah satu komponen tidak terpenuhi, maka penghitungan PPh yang dilakukan oleh koperasi belum dapat dikatakan sesuai menurut peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


(68)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah

Koperasi Pelita berdiri atas kehendak dari semua pegawai di lingkungan Direktorat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan semua anggota. Koperasi ini berdiri syah secara hukum pada tanggal 4 Desember 1969 dengan nama Koperasi Serba Usaha (KSU) Pelita yang dulu beralamat di Jalan Kusumanegara Nomor 3 Yogyakarta. KSU Pelita dirintis oleh :

1. Siti Asijah

2. Raden Mas Ludovicus Abdulrachman Surjosubroto 3. Abdul Djafar Wiryoutomo, BSc

4. Raden Koesoemardi

5. Djoemadiman Danuatmodjo

KSU Pelita terdaftar sebagai Koperasi yang berbadan hukum dengan Nomor Badan Hukum: 924/BH/XI. KSU Pelita telah mengalami 4 kali perubahan Anggaran Dasar yaitu:

1. Pada tanggal 6 Mei 1982 dengan bukti pengesahan Anggaran Dasar Nomor 924 A/BH/XI, dengan perubahan sebagai berikut:

a. Lokasi yang tadinya berada di Jalan Kusumanegara Nomor 3 pindah ke Jalan HOS Cokrominoto 162 Yogyakarta.

b. Nama KSU Pelita berubah menjadi Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Pelita.


(69)

c. Simpanan Pokok yang tadinya Rp 100,00 menjadi Rp 2.000,00

2. Pada tanggal 9 April 1990 bukti pengesahan Badan Hukum KPN Pelita yang baru Nomor 924 B/BH/XI.

3. Pada tanggal 14 Maret 1996 dengan bukti Surat Pengesahan Badan Hukum Nomor 21/BH/PAD/KWK.12/III/1996 dengan perubahan sebagai berikut:

a. Nama KPN Pelita berubah menjadi Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Pelita.

b. Simpanan Pokok dari Rp 2.000,00 menjadi Rp 15.000,00 c. Simpanan Penyetaraan sebesar Rp 60.000,00 bagi anggota baru.

d. Simpanan Pokok, Simpanan Wajib dan Simpanan Penyetaraan tidak berbunga tetapi mendapat bagian Sisa Hasil Usaha (SHU).

e. Dana Cadangan 75% untuk perluasan dan 25% disimpan di Bank. 4. Pada tanggal 7 Maret 2002 dengan bukti pengesahan Badan Hukum

Nomor 08/BH/PAD/KPTS/III/2002 dengan beberapa perubahan sebagai berikut:

a. Simpanan Penyetaraan menjadi Rp 75.000,00

b. Dana Cadangan 95% untuk perluasan dan 5% disimpan di Bank.

c. Sebagian Cadangan dipindahbukukan ke dalam Simpanan Wajib Khusus dan Simpanan Wajib Abadi.

d. Nama KPRI Pelita berubah menjadi Koperasi Pelita.

Koperasi Pelita belum memiliki visi dan misi koperasi, namun koperasi ini memiliki slogan yaitu “Bersama Menuju Sejahtera”.


(70)

B. Struktur Organisasi Koperasi Pelita

Keterangan :

: Garis Pembinaan : Garis Komando : Garis Pengawasan : Garis Pelayanan

Gambar IV.1 Struktur Organisasi Koperasi Pelita Yogyakarta Sumber : Koperasi Pelita Yogyakarta

PEMBINA/ PENASEHAT

RAPAT ANGGOTA

PENGURUS

MANAJER

PENGAWAS

SUBBAG KEUANGAN

Unit Toko Unit Simpan

Pinjam


(71)

1. Pembina/Penasehat

Pembina/penasehat bertugas untuk membina serta memberikan masukan kepada Koperasi Pelita dalam hal yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta pengelolaan Koperasi Pelita. Pembina/penasehat Koperasi Pelita ini merupakan utusan dari dinas provinsi.

2. Rapat Anggota

Menurut UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Rapat anggota menetapkan :

a. Anggaran Dasar;

b. kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha Koperasi;

c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas; d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi,

serta pengesahan laporan keuangan;

e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;

f. pembagian sisa hasil usaha;

g. penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi. 3. Pengurus

Menurut UU No. 25 tahun 1992, pengurus bertugas untuk: a. mengelola Koperasi dan usahanya;


(72)

b. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;

c. menyelenggarakan Rapat Anggota;

d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;

e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib; f. memelihara daftar buku anggota dan pengurus.

Menurut UU No. 25 tahun 1992, pengurus berwenang untuk: a. mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;

b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;

c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

4. Pengawas

Menurut UU No. 25 tahun 1992, pengawas bertugas untuk:

a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;

b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Menurut UU No. 25 tahun 1992, pengawas berwenang untuk: a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;


(73)

5. Manajer

Manajer berfungsi sebagai pengelola kegiatan usaha koperasi berdasarkan wewenang yang dilimpahkan pengurus, dengan tugas antara lain sebagai berikut:

a. Mengkoordinir penyusunan rencana usaha dan anggaran dari masing-masing bagian yang berada dibawahnya dalam rangka penyusunan rencana kerja dan mengajukan usul rencana kerja tersebut kepada pengurus.

b. Membantu pengurus dalam menjalankan rencana kerja dan rencana anggaran.

c. Memimpin dan mengkoordinir kegiatan-kegiatan perkreditan, pemasaran, produksi dan administrasi/keuangan.

d. Memberi pengarahan dan mengawasi agar pelaksanaan kerja karyawan tidak menyimpang dari yang direncanakan.

e. Menyiapkan kemungkinan perluasan usaha-usaha baru dan mempersiapkan rencana usaha untuk diajukan kepada pengurus.

6. Sub Bagian Keuangan

Merupakan suatu bagian yang menangani masalah keuangan koperasi, seperti meneliti kelengkapan dan kebenaran bukti-bukti pembukuan; melaksanakan pembukuan sesuai prosedur yang telah ditetapkan; menyimpan/memelihara semua dokumen dan bukti-bukti pembukuan secara teratur; menyiapkan data keuangan berupa neraca dan penghitungan laba/rugi, lengkap dengan penjelasan maupun lampiran yang dibutuhkan.


(74)

7. Unit Simpan Pinjam

Unit simpan pinjam merupakan unit yang digunakan untuk melayani anggota yang melakukan simpan pinjam di Koperasi Pelita.

8. Unit Pertokoan

Unit pertokoan merupakan unit yang melakukan penjualan barang dagangan kepada anggota, mencatat kebutuhan barang dagangan, penataan barang dagang dan pemberian label harga, serta mengadministrasikan pembelian dan penjualan barang dagangan.

C. Bidang Organisasi

1. Keanggotaan

Anggota dari Koperasi Pelita terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pensiunan. Pada tahun 2011 anggota Koperasi Pelita ada 963 orang yang terdiri dari :

Tabel IV.1 Anggota Koperasi Pelita Jenis Kelamin Tahun 2011

Pria 502 orang

Wanita 461 orang

Jumlah 963 orang

Sumber: Koperasi Pelita Yogyakarta.

2. Susunan Pengurus Koperasi Pelita periode tahun 2010-2012 a. Ketua : Soeyatno, SE, MM.

b. Sekretaris : Ali Thamsyik AH, BSc c. Bendahara : Ambar Rahadi, SE


(75)

3. Susunan Pengawas Koperasi Pelita periode tahun 2010-2012 a. Ketua : J. Amir, BA

b. Anggota : Dody Herkusmanto, SH c. Anggota : Suryanto, BA

4. Karyawan Koperasi Pelita periode tahun 2011 a. Manager : Karyoto, SE

b. Accounting : Juarni c. Teller : Sunarti

d. Front Office : Eni Wuryaningsih, SE e. Back Office : Jihad

f. Pertokoan : Novri Trianto

D. Bidang Usaha

1. Perkreditan

a. Penghimpunan Dana

Bunga simpanan yang berlaku pada tahun 2011 sebagai berikut: Tabel IV.2 Bunga Simpanan Koperasi Pelita pada Tahun 2011.

No. Jenis Simpanan Bunga per Tahun

1. Berjangka 3 bulan 4%

2. Berjangka 6 bulan 6%

3. Berjangka 12 bulan 7%

4. Berjangka 24 bulan 9%

5. Berjangka 24 bulan 3%

6. Giro/Sukarela 6%

7. Pensiun 10%


(76)

b. Penyaluran Dana

Usaha perkreditan pada Koperasi Pelita dalam tahun 2011 menyelenggarakan 4 (empat) jenis kredit menurut penggunaan dan jangka waktu pelayanannya kepada anggota. Jenis kredit, bunga dan sasaran kredit tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel IV.3 Jenis Kredit, Bunga, dan Sasaran Kredit Koperasi Pelita.

No. Jangka Waktu Bunga Sasaran Kredit

1. Jangka 1 bulan 0% Belanja Toko

2. Jangka 3 bulan 24% Rumah Tangga dan Usaha

3. Jangka 1 s/d 6 tahun 14% Rumah Tangga dan Usaha

4. Jangka 10 bulan 0% Khusus Berobat, maksimal Rp

1.000.000,00 Sumber: Koperasi Pelita Yogyakarta.

2. Pertokoan

Koperasi Pelita memiliki usaha pertokoan yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Usaha pertokoan ini prinsipnya adalah pelayanan kepada anggota namun dalam pengelolaan usahanya tetap memegang prinsip efisiensi dengan tujuan usaha ini bisa memberikan kontribusi kepada koperasi. Cara pemberian harga atas barang-barang yang dijual adalah dengan menaikkan antara 1,5 – 20% dari harga beli, tergantung dari jenis barangnya. Penjualan dilakukan secara tunai dan kredit. Penjualan kredit hanya diberikan kepada anggota Koperasi Pelita, dimana untuk pelunasannya dilakukan pemotongan gaji pada setiap bulannya oleh bendahara masing-masing instansi tempat anggota bekerja. Sasaran dari usaha pertokoan ini adalah untuk anggota dan masyarakat umum. Keunggulan anggota yang menggunakan fasilitas toko Koperasi Pelita ini akan mendapat pengembalian yang disebut Sisa Hasil Usaha


(77)

(SHU) dan setiap belanja sebesar Rp20.000,00 dan kelipatannya mendapat kupon yang diundi pada saat Rapat Anggota Tahunan (RAT).

E. Bidang Permodalan

Permodalan Koperasi Pelita didapat antara lain dari : 1. Simpanan Anggota

Simpanan anggota terdiri dari Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Simpanan Khusus, Simpanan Abadi, dan Simpanan Penyetaraan.

2. Penyisihan dari Sisa Hasil Usaha (SHU)

Penyisihan SHU merupakan penyisihan dari SHU yang diperoleh Koperasi Pelita pada tahun tersebut.

3. Dana Bergulir Bahan Bakar Minyak (BBM)

Dana bergulir BBM merupakan bantuan yang diperoleh dari pemerintah dalam bentuk uang atas BBM yang dibagikan kepada koperasi, bukan sebagai hibah. Penggunaan dana ini berada dalam pengawasan pemerintah dan harus digunakan untuk operasional koperasi.

4. Pinjaman dari Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKP-RI) Kota Yogyakarta

5. Pinjaman dari USP Puskud : “Metaram” Yogyakarta.

F. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU)

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi


(1)

136   

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

137   

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

138   

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

139   

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

140   

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

141   

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI