Analisis penyesuaian fiskal untuk menghitung pajak penghasilan terutang wajib pajak badan studi kasus di KUD Bersama Makmur
i
ANALISIS PENYESUAIAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN
Studi Kasus di KUD Bersama Makmur
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
P. Bayu Budi Raharjo 092114004
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
iv
PERSEMBAHAN
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan manusia sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu, pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepada kamu jalan keluar sehingga kamu dapat menanggungnya. (Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus 10 ; 13)
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bapakku FX Kasirin dan Ibuku MM Tumirah
Adikku Lusia Nrimaningsih dan Antonius Krista Bambang Tri Pamungkas
Tiara Sasotyaningtyas dan keluarga
(5)
v
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: Analisis Penyesuaian Fiskal Untuk Menghitung Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan (Studi kasus di KUD Bersama Makmur) dan diajukan untuk diuji pada tanggal 28 Agustus 2013 adalah hasil karya saya.
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
(6)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTIAN AKADEMIS
Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : P. Bayu Budi Raharjo NIM : 092114004
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Analisis Penyesuaian Fiskal Untuk Menghitung Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan (Studi Kasus di KUD Bersama Makmur).
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikasnya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
(7)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi dengan
judul Analisis Penyesuaian Fiskal Untuk Menghitung Pajak Penghasilan Terutang
Wajib Pajak Badan (Studi kasus di KUD Bersama Makmur), bertujuan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Program Studi
Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tidak akan
berhasil tanpa bantuan dan bimbingan penuh dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat-Nya dalam penyelesaian
skripsi ini.
2. Dr. Ir. Paulus Wiryono P., S.J., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang memberikan kesempatan belajar bagi penulis.
3. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma.
4. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt. Selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Sanata Dharma.
5. Dr. FA. Joko Siswanto, M.M.,Akt.,QIA selaku Panitia Penguji Skripsi
Program Studi Akuntansi.
6. Drs. Yusef Widya Karsana, M.Si.,Akt.,QIA selaku Panitia Penguji Skripsi
(8)
viii
7. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, M.M., Akt., selaku Dosen Pembimbing
skripsi yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi yang telah membimbing
dan memberikan ilmu yang sangat baik bagi penulis selama belajar di
Universitas Sanata Dharma.
9. Seluruh staf Sekretariat Fakultas Ekonomi, staf dan mitra Perpustakaan,
dan seluruh karyawan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu
penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
10.Keluarga Besar KUD Bersama Makmur atas bantuan dan ijin yang
diberikan kepada penulis dalam melakukan penelitian.
11.Kedua orang tuaku dan kedua adikku serta semua keluarga yang
mendukung dalam doa dan semangat.
12.Tiara Sasotyaningtyas dan keluarga yang selalu mendukung dalam doa dan
semangat.
13.Sahabat-sahabatku yang selalu berbagi suka dan duka.
14.Teman-teman MPT dan teman-teman Akuntansi angkatan 2009 dan semua
angkatan yang selalu mendukung dan memberikan warna baru dalam
hidupku.
(9)
ix
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh sebab itu penulis menerima saran dan kritik yang dapat berguna bagi
penulis dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
(10)
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiv
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xv
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 3
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
(11)
xi
1. Definisi Pajak ... 6
2. Pengelompokan Pajak ... 7
3. Asas Pemungutan Pajak ... 8
4. Sistem Pemungutan Pajak ... 8
5. Pajak Penghasilan Badan ... 9
6. Pengelompokan Penyesuaian Fiskal... 36
7. Tarif Pajak ... 38
8. Perhitungan Pajak ... 39
B. Laporan Keuangan... 40
1. Pengertian Laporan Keuangan ... 40
2. Jenis-jenis Laporan Keuangan ... 41
C. Koperasi ... 42
1. Pengertian Koperasi ... 42
2. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi ... 42
3. Prinsip Koperasi ... 42
4. Modal Koperasi ... 43
5. Selisih Hasil Usaha ... 44
6. Jenis Koperasi ... 45
7. Pendapatan dan Beban Koperasi ... 45
D. Penelitian Terdahulu ... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 53
A. Jenis Penelitian ... 53
(12)
xii
1. Waktu Penelitian ... 53
2. Tempat Penelitian ... 53
C. Subjek Penelitian dan Objek Penelitian ... 53
1. Subjek Penelitian ... 53
2. Objek Penelitian ... 53
D. Data ... 54
E. Teknik Pengumpulan Data ... 54
1. Wawancara ... 54
2. Dokumentasi ... 55
F. Teknik Analisis Data ... 55
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 59
A. Sejarah KUD Bersama Makmur ... 59
B. Visi dan Misi ... 60
C. Struktur Organisasi ... 61
1. Pelaksana Kegiatan ... 61
2. Pengawas Kegiatan ... 63
D. Keanggotaan ... 64
E. Bidang Usaha... 64
F. Selisih Hasil Usaha (SHU) ... 66
G. Kebijakan Akuntansi dan Perpajakan ... 67
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 69
A. Deskripsi Data ... 69
(13)
xiii
2. Laba Rugi Tahun 2011 ... 74
B. Analisis Data ... 77
1. membuat analisis penyesuaian fiskal terhadap laporan keuangan KUD Bersama Makmur yang disajikan menurut SAK dengan UU PPh ... 77
2. menentukan besarnya pajak penghasilan terutang KUD Bersama Makmur sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku ... 107
C. Pembahasan ... 113
BAB VI PENUTUP ... 121
A. Kesimpulan ... 121
B. Keterbatasan Penelitian ... 122
C. Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA ... 124
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tarif penyusutan harta berwujud ... 32
Tabel 2.2. Tarif amortisasi harta tak berwujud ... 34
Tabel 2.3. Formula umum penghitungan pajak penghasilan berdasarkan
SPT 1771 ... 39
Tabel 5.1. Neraca KUD Bersama Makmur 2011 ... 70
Tabel 5.2. Laba Rugi KUD Bersama Makmur 2011 ... 74
Tabel 5.3. Analisis komponen pendapatan bruto yang sesuai dengan
objek pajak ... 77
Tabel 5.4. Analisis komponen biaya yang dikeluarkan untuk mendapat,
menagih dan memelihara penghasilan ... 83
Tabel 5.5. Perbedaan perhitungan penghasilan kena pajak tahun 2011 yang
dilakukan oleh KUD Bersama Makmur dengan hasil
analisis peneliti ... 108
Tabel 5.6. Perbedaan perhitungan pajak penghasilan terutang tahun 2011
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema penyesuaian fiskal terhadap pendapatan ... 12
Gambar 2.2. Skema penyesuaian fiskal terhadap biaya. ... 21
(16)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Pertanyaan
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 3 Perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh peneliti
Lampiran 4 Perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh KUD Bersama
Makmur
Lampiran 5 Dokumen Surat Setoran Pajak
Lampiran 6 Dokumen SPT Tahunan
(17)
xvii ABSTRAK
ANALISIS PENYESUAIAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN TERUTANG WAJIB PAJAK BADAN
Studi Kasus di KUD Bersama Makmur
P. Bayu Budi Raharjo Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui ketepatan dalam melakukan penyesuaian fiskal dalam perhitungan pajak penghasilan wajib pajak badan KUD Bersama Makmur (2) untuk mengetahui ketepatan penghitungan Pajak Penghasilan terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan ini adalah (1) memahami dan mendeskripsikan data yang diperoleh dari KUD Bersama Makmur yaitu Laporan Keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) (2) menganalisis data dengan cara membuat penyesuaian terhadap laporan keuangan KUD Bersama Makmur yang disajikan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008, yaitu dengan mengelompokan penyesuaian fiskal dalam Formulir 1771 lampiran 1 (3) membuat perhitungan pajak penghasilan terutang berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008.
Kesimpulan penelitian ini adalah (1) penyesuaian fiskal dalam penghitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur tidak dilakukan dengan tepat (2) perhitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur tidak tepat berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(18)
xviii ABSTRACT
ANALYSIS OF FISCAL ADJUSTMENT FOR CALCULATING INCOME TAX PAYABLE FOR INSTITUTIONAL TAX PAYER
A Case study at KUD Bersama Makmur
P. Bayu Budi Raharjo NIM : 092114004 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The purpose of this research are (1) to determine the accuracy of the fiscal adjustment in calculating income tax for institutional tax payer of KUD Bersama Makmur (2) to determine the accuracy of the calculation of income tax payable for institutional tax payer KUD Bersama Makmur based on the existing tax law.
The steps undertaken to achieve this goals were : (1) understanding and describing the data obtained from KUD Bersama Makmur, Financial Statements prepared under Statement of Financial Accounting Standards (IFRS); (2) analyzing the data making adjustments to the financial statements of KUD Bersama Makmur are presented according to the Financial Accounting Standards (IFRS) based on the Income Tax Act 36 of 2008. The adjustment was undertaken by classifying fiscal adjustment on Form 1771, attachment 1; (3) Calculating the income tax payable based on the Income Tax Act 36 of 2008.
The conclusion of this research are: (1) the fiscal adjustment in the calculation of income tax payable for institutional tax payer KUD Bersama Makmur has not properly done; (2) the calculation of income tax payable for institutional tax payer KUD Bersama Makmur did not comply the tax laws and regulations.
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak merupakan kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang
oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (UU Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008). Pajak yang dibayarkan
tersebut memiliki fungsi sebagai sumber penerimaan negara dan
pengaturan. Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan yang digunakan
oleh pemerintah untuk membiayai negara yang bersifat rutin maupun
untuk kepentingan pembangunan. Sedangkan sebagai pengatur pajak
dimaksudkan sebagai pengatur kehidupan sosial masyarakat.
Di sisi lain pajak yang merupakan beban bagi perusahaan
mengakibatkan tidak satupun perusahaan yang dengan sukarela dan
senang hati membayar pajak. Bagi negara yang terpenting adalah
perusahaan telah taat membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Pajak yang disetorkan oleh perusahaan didasarkan pada laporan
keuangan yang telah dibuat oleh perusahaan tersebut.
Laporan keuangan yang dibuat perusahaan disesuaikan dengan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) namun dalam perhitungan pajak
laporan keuangan harus disesuaikan dengan peraturan perpajakan,
(20)
dihasilkan oleh perusahaan maka dalam hal ini perlu dilakukan
penyesuaian yang disebut dengan penyesuian fiskal.
Penyesuaian fiskal dilakukan agar laba (rugi) komersial sesuai dengan
laba (rugi) yang dihitung menurut peraturan perpajakan sehingga laba
(rugi) tersebut dapat dengan tepat digunakan sebagai dasar penghitungan
pajak yang akan disetorkan. Penyesuaian fiskal wajib dilakukan oleh
Wajib Pajak Badan , termasuk koperasi.
Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang melakukan kegiatan
akuntansi dan membuat laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban,
atas kegiatan tersebut maka perlu dilakukan penyesuaian fiskal antara
selisih hasil usaha yang dihitung oleh koperasi sesuai dengan standar
akuntansi perkoperasian dengan selisih hasil usaha yang dihitung sesuai
peraturan perpajakan yang berlaku. Koperasi Unit Desa (KUD) Bersama
Makmur dalam melakukan pembayaran pajak belum melakukan
penyesuaian fiskal sedangkan dalam pembayaran pajak, penghasilan dan
beban harus disesuaikan menurut peraturan perpajakan yang berlaku maka
penulis mengambil judul “Analisis Penyesuaian Fiskal untuk Menghitung Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan (Studi
(21)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah yaitu :
1. Apakah penyesuaian fiskal dalam penghitungan pajak penghasilan
terutang wajib pajak badan KUD Bersama Makmur sudah dilakukan
dengan tepat?
2. Apakah perhitungan pajak penghasilan terutang wajib pajak badan
KUD Bersama Makmur sudah dilakukan dengan tepat berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah dalam hal
penyesuaian fiskal dan perhitungan pajak penghasilan badan berdasarkan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ketepatan dalam melakukan penyesuaian fiskal
dalam perhitungan pajak penghasilan badan KUD Bersama Makmur.
2. Untuk mengetahui ketepatan penghitungan Pajak Penghasilan terutang
badan KUD Bersama Makmur dengan peraturan perundang-undangan
(22)
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi rekan
mahasiswa yang lain agar dapat menambah wawasan.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Koperasi
KUD Bersama Makmur dalam menyusun penyesuaian fiskal dan
laporan keuangan setelah penyesuaian fiskal yang sesuai dengan
undang-undang pajak.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai penyusunan
penyesuaian fiskal, dan sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu
yang telah diperoleh penulis.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tentang laporan keuangan, pengertian
(23)
koreksi fiskal, cara penghitungan pajak terutang wajib pajak
badan, penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal
negatif, serta penelitian terdahulu.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan
tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, jenis data,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data yang digunakan.
Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan
Dalam bab ini diuraikan mengenai sejarah, visi dan misi,
struktur organisasi, usaha yang dijalankan, modal, dan data
lain yang berhubungan dengan Koperasi Bina Usaha PT. Madu
Baru Yogyakarta.
Bab V : Analisis Data Dan Pembahasan
Dalam bab ini menjelaskan mengenai deskripsi data dan hasil
dari analisis data serta pembahasan yang telah dilakukan
peneliti.
Bab VI : Penutup
Dalam bab ini dituliskan kesimpulan dari hasil analisis data,
(24)
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Definisi Pajak
Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan, Mardiasmo
(2009: 1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Andriani dalam buku Akuntansi Perpajakan, Agoes (2009:4), “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, langsung dapat ditunjuk, dan berguna untuk
membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan”.
Menurut Smeets dalam buku Akuntansi Perpajakan, Agoes (2009:4),
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat
ditunjukkan secara individual; maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah”.
Dalam Undang-Undang Perpajakan disebutkan Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
(25)
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara, bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur antara lain Iuran dari rakyat kepada negara,
berdasarkan undang-undang, pajak dapat dipaksakan, tanpa jasa imbal
(kontraprestasi) secara langsung, digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara.
2. Pengelompokan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009 : 5) Pajak dapat dikelompokan menjadi tiga,
yaitu menurut golongannya, menurut sifatnya dan menurut lembaga
pemungutnya. Menurut golongannya pajak dapat dibedakan menjadi pajak
langsung dan pajak tidak langsung. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Menurut sifatnya pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak
objektif. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Sedangkan menurut lembaga pemungutnya pajak dapat dibedakan
menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
(26)
tangga negara. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
3. Asas pemungutan pajak
Menurut Mardiasmo (2009 : 7), asas pemungutan pajak dapat dibagi
menjadi asas domisili, asas sumber dan asas kebangsaan. Asas domisili (asas tempat tinggal), dimana negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya,
baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini
berlaku bagi wajib pajak dalam negeri. Asas sumber, yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal wajib pajak dan Asas kebangsaan, yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
4. Sistem pemungutan pajak
Menurut Anastasia (2010 : 1), pemungutan pajak di Indonesia mengacu
pada sistem self assessment. Sistem self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung
jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentetuan peraturan
(27)
pajak yang memiliki penghasilan wajib mendaftarkan diri sendiri ke kantor
pelayanan pajak.
5. Pajak penghasilan badan
a. Pajak Penghasilan
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
mengenai Pajak Penghasilan disebutkan bahwa pajak penghasilan yaitu
pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomi yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak
tersebut.
b. Badan
Menurut Anastasia (2010 : 311), mendefinisikan badan sebagai
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Yang termasuk
badan antara lain Perseroan Tebatas, Perseroan Komanditer, Perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah
dengan nama atau bentuk apapun, Badan Kongsi, Koperasi, Dana
Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi massa,
Organisasi sosial politik dan organisasi lainnya, Lembaga, dan bentuk
(28)
c. Subjek Pajak Badan dapat berupa Wajib Pajak Dalam Negeri dan
Wajib Pajak Luar Negeri.
Wajib Pajak Dalam Negeri berupa badan usaha yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, sedangkan Wajib Pajak Luar Negeri
berupa badan atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang tidak didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia namun menerima memperoleh
penghasilan dari Indonesiabaik melaluimaupun tanpa melalui usaha
tetap.
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri badan
setahun dihitung dengan cara mengalikan Pendapatan Kena Pajaknya
dengan Tarif Pajak. Sedangkan besarnya Penghasilan Kena Pajaknya
(PKP) dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Anastasia 2010 :
311).
d. Penyesuaian Fiskal
Penyesuaian fiskal adalah koreksi yang dilakukan akibat adanya
perbedaan antara laba/rugi komersial menurut SAK dengan laba/rugi
fiskal menurut Ketentuan Perpajakan dalam buku Perpajakan Indonesia
Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, menurut Anastasia (2010:
362). Perbedaan tersebut dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : Beda
Waktu dan Beda Tetap. Beda Waktu yaitu perbedaan antara ketentuan
perpajakan dengan komersial menyangkut perbedaan alokasi
(29)
tidak berbeda, dan Beda Tetap yaitu perbedaan antara ketentuan
perpajakan dengan komersial yang menyangkut perbedaan yang bersifat
permanen di mana alokasi maupun total jumlahnya berbeda.
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi
positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi
negatif pada tahun-tahun berikutnya. Sedangkan koreksi atas beda tetap
penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan
yang diakui oleh akuntansi komersial secara fiskal harus dikoreksi baik
itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah
dikenakan pajak penghasilan bersifat final, hal ini akan menyebabkan
laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan
pajak penghasilan terutang akan lebih kecil.
Apabila penghasilan dan biaya dalam laba/rugi komersial telah
sesuai dengan ketentuan perpajakan, maka tidak perlu dilakukan
penyesuaian fiskal. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penyesuaian
fiskal terhadap penghasilan dan biaya :
1) Penyesuaian Fiskal terhadap penghasilan
Skema berikut ini akan membantu mempermudah pemahaman
(30)
Dari skema di atas, dapat dilihat bahwa penghasilan yang
termasuk sebagai objek pajak penghasilan dan metode
pengakuannya sesuai dengan ketentuan perpajakan tidak
memerlukan penyesuaian fiskal atau langsung dapat diperhitungkan
untuk menambah penghasilan kena pajak.
a) Penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan
Menurut pasal 4 ayat (1) UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
(31)
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
(1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
(2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
(3) Laba usaha.
(4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta termasuk :
(a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
(b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
(c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan,
(32)
usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.
(d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
(e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan
sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut
serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
(5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak.
(6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
(33)
(7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
(8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
(9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta.
(10)Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
(11)Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
(12)Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
(13)Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
(14)Premi asuransi.
(15)Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
(16)Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak.
(17)Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
(18)Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang 8mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan.
(34)
b) Penghasilan yang dikenai Pajak Bersifat Final
Menurut pasal 4 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, yang termasuk dalam penghasilan yang
dikenai pajak bersifat final adalah:
(1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
(2) Penghasilan berupa hadiah undian.
(3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura.
(4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real
estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
(5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
(35)
c) Yang dikecualikan dari Objek Pajak
Menurut pasal 4 ayat (3) UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
(1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak,
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
(36)
(3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal.
(4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa.
(6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan; Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara
(37)
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
(7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
(8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pension sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
(9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif.
(10)Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan
modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut: Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,
atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha
(38)
Keuangan ; Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
di Indonesia.
(11)Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
(12)Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
(13)Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
(39)
2) Penyesuaian Fiskal terhadap biaya
Skema berikut ini akan membantu mempermudah pemahaman
terhadap penyesuaian fiskal terhadap biaya.
a) Biaya Untuk Mendapatkan, Menagih, Dan Memelihara
Penghasilan
Menurut pasal 6 ayat (1) UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan meliputi :
(1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
(40)
Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang; Bunga, sewa, dan royalty;
Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli
saham yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang
dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak;
Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat
dikapitalisasi sebagai penambahan harga perolehan saham;
Biaya perjalanan; Biaya pengolahan limbah; Premi asuransi
(Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk
kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya
perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi
tersebut merupakan penghasilan); Biaya promosi dan
penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan (Mengenai pengeluaran untuk promosi
perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan
untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan
sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk
promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan
sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau
berrdasarkan Peraturan Menteri Keuangan); Biaya
(41)
yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya
selain Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Materai (BM), Pajak Hotel, dan
Pajak Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya).
(2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun. (Pengeluaran yang menurut
sifatnya merupakan pembayaran dimuka, misalnya sewa
untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus,
pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.)
(3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.
(4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan
(5) Kerugihan selisih kurs mata uang asing. Kerugian karena
fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan system
pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlakuu
(42)
(6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia, selama dalam jumlah yang wajar
untuk menemukan teknologi atau system baru bagi
pengembangan perusahaan
(7) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
(8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial; Wajib Pajak harusmenyerahkan daftar piutang
yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
dan telah diserahkan perkara penagihannya kepada
Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang
menangani piutang Negara, dan adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan hutang antara
kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah
dihapuskan untuk jumlah hutang tertentu. Penerbitan disini
tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional melainkan
juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya. Syarat ini
tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih
debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(43)
nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah
(9) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(10)Sumbangan pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(11)Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(12)Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b) Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya didapat
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut
dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya
kerugian tersebut.
c) Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dalam Menghitung
Pendapatan Kena Pajak.
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
(44)
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan) tidak boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto:
(1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun
seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian hasil usaha koperasi.
(2) Biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh
perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu atau anggota, seperti perbaikan rumah pribadi, biaya
perjalanan, biaya premi asuransi yang dibayar oleh
perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang
saham atau keluarganya.
(3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan
usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang; Cadangan untuk usaha asuransi
termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; Cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; Cadangan
biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan;
(45)
pembuangan limbah industry untuk usaha pengolahan
limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi. Pada saat
orang pribadi tersebut menerima penggantian atau santunan
asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek
Pajak.
Apabila premi asuransi tersebut dibayar atau ditanggung
oleh pemberi kerja, maka bagi pemberi kerja pembayaran
tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pegawai
yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan
Objek Pajak.
(5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan. Akan tetapi, berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan
bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya :
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau
kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan
(46)
kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di
daerah terpencil; Pemberian natura dan kenikmatan yang
merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai
sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan
tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan
untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas
keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta
penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya;
Pemberian atau penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan;
(6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan. Pada dasarnya pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman
usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi
kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
(7) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan
warisan, kecuali sumbangan dalam rangka penanggulangan
(47)
pengembangan yang dilakukan di Indonesia, biaya
pembangunan infrastruktur sosial, sumbangan fasilitas
pendidikan, sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui Indonesia, yang diterima
oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan peraturan Pemerintah.
(8) Pajak Penghasilan
(9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi
tanggungannya.
(10)Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma,
atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham.
(11)Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
3) Penyusutan dan Amortisasi
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 17,
(48)
disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Menurut
Soemarsono S.R. amortisasi adalah alokasi harga perolehan harta
tak berwujud serta hak-hak selama masa manfaatnya dengan
metode tertentu. Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam
aturan perpajakan yaitu Metode garis lurus (straight-line method) dimana penyusutan berupa bagian-bagian yang sama besar selama
masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut; atau metode
saldo menurun (declining balance method) dimana penyusutan berupa bagian-bagian yang menurun dengan cara menetapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku.
a) Penyusutan
Berdasarkan pasal 11 Undang-undang No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan dijelaskan bahwa:
(1) Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud,
kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki
dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian
yang sama besar selama masa manfaat yang telah
(49)
(2) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga
dilakukan dalam bagianbagian yang menurun selama masa
manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa
manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan
syarat dilakukan secara taat asas.
(3) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan
harta tersebut.
(4) Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan
harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang
bersangkutan mulai menghasilkan.
(5) Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah
dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
(6) Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif
penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
(50)
Tabel 2.1. tarif penyusutan harta berwujud Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Ayat (2)
I. Bukan bangunan
Kelompok1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% Tidak Permanen 10 tahun 10%
Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta
berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang
usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
(8) Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau
penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai
sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang
diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan
pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
(9) Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima
jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa
kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal
(51)
pada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian
tersebut.
(10)Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai
sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai
kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
(11)Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud
sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
b) Amortisasi
Berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan pasal 11A berisi bahwa:
(1) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak
pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau
dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat,
yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi
(52)
pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan
syarat dilakukan secara taat asas. 1) Amortisasi dimulai
pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif
amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.2. Tarif Amortisasi Harta Tak Berwujud
Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Amortisasi berdasarkan metode
Garis Lurus
Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Sumber: UU RI No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(3) Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya
pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan
gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi.
(5) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak
(53)
pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam
serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan
metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% (dua
puluh persen) setahun.
(6) Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(7) Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau
hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4), dan
ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima
sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun
terjadinya pengalihan tersebut.
(8) Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan
huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah
nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan
(54)
6. Pengelompokan Penyesuaian Fiskal
Berdasarkan Formulir 1771 lampiran 1 penyesuaian fiskal dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Penyesuaian fiskal positif
Penyesuaian fiskal positif terdiri dari :
1) Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
Tidak dapat dibebankan karena tidak ada kaitanya dengan
kegiatan usaha.
2) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
Berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh secara fiskal
pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat
dibebankan namun ada beberapa pemupukan dana cadangan boleh
dibebankan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
81/PMK.03/2009 tentang pembentukan dan pemupukan dana
cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya.
3) Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura
dan kenikmatan.
Boleh dibebankan jika sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang penyediaan makanan
dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
(55)
berkaitan denganpelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto pemberi kerja.
4) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham / pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sehubungan dengan pekerjaan.
Dapat dibebankan sepanjang jumlahnya tidak melebihi
kewajaran.
5) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
604/KMK.04/1994 tentang badan-badan dan pengusaha kecil yang
menerima harta hibahan yang tidak termasuk sebagai objek pajak
penghasilan.
6) Pajak penghasilan.
Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh.
7) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau cv
yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh bukan merupakan
penghasilan.
8) Sanksi administrasi.
Penyesuaian berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh
bukan merupakan beban perusahaan.
9) Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal.
(56)
11) Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
12) Penyesuaian fiskal positif lainnya.
b. Penyesuaian fiskal negatif
Penyesuaian fiskal negatif terdiri dari :
1) Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal.
2) Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal.
3) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.
4) Penyesuaian fiskal negatif lainnya.
7. Tarif Pajak
Menurut pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI No. 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua
puluh delapan persen) dan pada ayat (2) huruf a yaitu tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang
mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan
saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5%
(lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
(57)
Menurut pasal 31E dinyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri
dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh
miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
(lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat
(1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).
8. Perhitungan Pajak
Dalam tahun pajak dalam buku Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, Anastasia (2010:163) Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya. Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak
Badan berdasarkan formulir Surat Pemberitahuan (SPT) 1771 sebagai
berikut:
Tabel 2.3. formula penghitungan pajak penghasilan berdasarkan SPT 1771 1 (+) (-) (-) (=) (+) (-) (+) (=) (+) (=)
Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri Peredaran Usaha
Harga Pokok Penjualan Biaya Usaha Lainnya
Penghasilan Neto Dari Usaha Penghasilan Dari Luar Usaha Biaya Dari Luar Usaha
Penghasilan Neto Dari Luar Usaha Jumlah
Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri Jumlah Penghasilan Neto Komersial 2 3 4 (-) (+) (-)
Penghasilan Yang Dikenakan Pph Final Dan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak
Penyesuaian Positif
(58)
5 (-) Fasilitas Penanaman Modal Berupa Pengurangan Penghasilan Neto: (Diisi Dari Lampiran Khusus 4a Angka 5b)
6 7 (=) (-) Penghasilan Netto Kompensasi kerugian 8 9 (=) (x)
Penghasilan Kena Pajak Tarif
10 11
(=) (-)
Pajak Penghasilan Terutang Kredit Pajak
12 (=) Pajak Penghasilan Kurang Bayar/Lebih Bayar/Nihil Bayar Sumbar : Formulir SPT 1771
B. Laporan Keuangan
Laporan keuangan dipakai oleh setiap perusahaan yang melakukan
kegiatan usaha sebagai alat pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik
modal atau pemegang saham atas kinerjanya selama periode tertentu. Laporan
keuangan wajib juga dapat digunakan untuk melihat posisi keuangan dan
perubahan kinerja dalam suatu perusahaan sebagai alat pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
1. Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2007:201), “Laporan Keuangan
merupakan output dan hasil dari proses akuntansi yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan.”
Menurut Munawir (1991:2), “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan.” Menurut Sundjaja dan Barlian (2001:47), “Laporan keuangan adalah
(59)
digunakan sebagai alat komunikasiuntuk pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data keuangan atau aktivitas perusahaan.”
2. Jenis-jenis Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik jenis-jenis laporan
keuangan sebagai berikut :
a. Neraca
Neraca menyajikan aset, kewajiban, dan ekuitas suatu entitas pada
suatu tanggal tertentu (akhir periode pelaporan).
b. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi menyajikan penghasilan dan beban entitas untuk
suatu periode
c. Laporan Perubahan Ekuitas
laporan perubahan ekuitas yang juga menunjukkan seluruh
perubahan dalam ekuitas, atau perubahan ekuitas selain perubahan
yang timbul dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya
sebagai pemilik;
d. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi perubahan historis atas kas
dan setara kas entitas, yang menunjukkan secara terpisah perubahan
yang terjadi selama satu periode dari aktivitas operasi, investasi, dan
(60)
e. Catatan Atas Laporan Keuangan
catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan
akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.
C. Koperasi
1. Pengertian Koperasi
Menurut UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pasal 1,
Koperasi adalah badan hokum yang didirikan oleh orang perseorangan
atau badan hokum koperasi, dengan pemisahaan kekayaan para
anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya
sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
2. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi
Menurut UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pasal 2 dan 3,
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan
berdasar atas asas kekeluargaan. Sedangkan dalam UU No. 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian pasal 4, Koperasi bertujuan meningkatkan
kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
sekaligus sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tatanan perekonomian
nasional yang demokratis dan berkeadilan.
3. Prinsip Koperasi
Menurut No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pasal 6, Koperasi
(61)
a. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b. Pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan
independen;
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,
Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi
kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan
Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan
Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat
lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan
dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
4. Modal Koperasi
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pasal 66,
Modal koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
sebagai modal awal. Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
modal Koperasi dapat berasal dari:
a. Hibah;
b. Modal Penyertaan;
c. Modal pinjaman yang berasal dari:
(62)
b) Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
c) Bank dan lembaga keuangan lainnya;modal sendiri dan modal
pinjaman.
d) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau
e) Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
d. Sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Selisih Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Menurut UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pasal 78
dijelaskan bahwa surplus hasil usaha:
a. Mengacu pada ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat
Anggota, Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih dahulu untuk Dana
Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk:
a) Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh
masing-masing Anggota dengan Koperasi;
b) Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang
dimiliki;
c) Pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan
Koperasi;
d) Pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan
kewajiban lainnya; dan/atau
(63)
b. Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha
yang berasal dari transaksi dengan non-Anggota.
c. Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha
Koperasi dan meningkatkan pelayanan kepada Anggota.
6. Jenis Koperasi
Menurut UU No 17 Tahun 2012 pasal 83 jenis koperasi terdiri dari :
a.Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di
bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
b.Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di
bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang
dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
c.Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa
non-simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
d.Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai
satu-satunya usaha yang melayani Anggota.
7. Pendapatan dan Beban Koperasi
a. Pendapatan Koperasi
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27
Revisi 1998 tentang Akuntansi Perkoperasian dijelaskan bahwa
pendapatan koperasi yang timbul dari transaksi dengan anggota diakui
sebagai partisipasi bruto. Partisipasi bruto pada dasarnya adalah
(64)
barang dan jasa untuk anggota, partisipasi bruto dihitung dari harga
pelayanan yang diterima atau dibayar oleh anggota yang mencakup
beban pokok dan partisipasi bruto dihitung dari beban jual hasil
produksi anggota baik kepada nonanggota maupun kepada anggota.
Sedangkan pendapatan koperasi yang berasal dari transaksi dengan
nonanggota diakui sebagai pendapatan (penjualan) dan dilaporkan
terpisah dari partisipasi anggota dalam laporan perhitungan hasil usaha
sebesar nilai transaksi.Selisih antara pendapatan dan beban pokok
transaksi dengan nonanggota diakui sebagai laba atau rugi kotor dengan
nonanggota.
b. Beban Koperasi
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27
Revisi 1998 tentang Akuntansi Perkoperasian dijelaskan bahwa beban
usaha dan beban-beban perkoperasian harus disajikan terpisah dalam
laporan perhitungan hasil usaha. Dalam meningkatkan kesejahteraan
anggota, koperasi tidak hanya berfungsi menjalankan usaha-usaha
bisnis yang memberikan manfaat atau keuntungan ekonomi kepada
anggota, tetapi juga harus menjalankan fungsi lain untuk meningkatkan
kemampuan sumber daya anggota, baik secara khusus maupun sumber
daya koperasi secara nasional. Kegiatan ini tidak dilakukan oleh badan
usaha lain. Beban-beban yang dikeluarkan untuk kegiatan ini disebut
(65)
adalah beban pelatihan anggota, beban pengembangan usaha anggota,
dan beban iuran untuk gerakan koperasi (Dewan Koperasi Indonesia).
D. Penelitian Terdahulu
1. Fransiska Pordika Yulitasari tahun 2010 pernah melakukan penelitian
berjudul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Wajib Pajak Badan Studi Kasus Di Koperasi Bina Usaha Pt. Madu Baru
Yogyakarta”.
Hasil Penelitian :
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti yang
diperoleh dari Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru Yogyakarta pada
tahun 2010 diketahui bahwa jumlah Pajak Penghasilan Terutang pada
Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru adalah sebesar Rp8.276.250,00.
Jumlah Pajak Penghasilan Terutang ini lebih kecil dibandingkan dengan
hasil penghitungan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan 1771 oleh
Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru yaitu sebesar Rp10.804.951,34
sehingga terdapat selisih sebesar Rp2.528.701,34. Hal ini menunjukkan
bahwa penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Koperasi Bina Usaha
PT. Madu Baru tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan yang berlaku.
Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru kurang teliti dalam melakukan
penyesuaian fiskal terhadap penghasilan dan biaya yang tidak boleh
(66)
sewa gudang. Dalam hal biaya penyusutan, metode yang digunakan oleh
Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru dalam penyusutan aktiva tetap
Kelompok Bangunan Permanen juga tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
2. Natalia Permatasari Tahun 2010 Pernah Melakukan Penelitian Berjudul
Analisis Ketepatan Penyesuaian Fiskal Untuk Menentukan Penghasilan
Neto Fiskal Wajib Pajak Badan Berdasarkan Undang-Undang Pajak
Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Studi Kasus di PT Madu Baru
Yogyakarta.
Hasil Penelitian :
Berdasarkan hasil analisis dan hasil penghitungan ketepatan penyesuaian
fiskal yang dilakukan penulis terhadap laporan keuangan PT Madu Baru
Yogyakarta tahun 2009, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
penyesuaian fiskal yang dilakukan PT Madu Baru Yogyakarta untuk
menentukan penghasilan neto fiskal tidak tepat berdasarkan
Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008. Hal ini dikarenakan PT
Madu Baru Yogyakarta tidak melakukan penyesuaian fiskal untuk biaya
pengeluaran khusus, biaya koran dan majalah serta biaya resepsi tamu
sehingga menimbulkan selisih sebesar Rp47.433.899,35. Selisih tersebut
masih dapat diterima karena dari hasil penghitungan ketepatan
penyesuaian fiskal, prosentase tingkat kesalahan yang dilakukan PT
(67)
3,35% lebih kecil dibandingkan prosentase tingkat kesalahan yang dapat
diterima sebesar 5%.
3. Fridolin Yuditha Tahun 2012 Pernah Melakukan Penelitian Berjudul
Analisis Penyesuaian Fiskal Untuk Menentukan Penghasilan Neto Fiskal
Wajib Pajak Badan Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Nomor 36 Tahun 2008 Studi Kasus di PT Madu Baru Yogyakarta.
Hasil Penelitian :
Berdasarkan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa penyesuaian fiskal yang dilakukan PT Madu
Baru, Yogyakarta untuk menentukan penghasilan neto fiskal kurang
sesuai berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun
2008. Hal ini dikarenakan jumlah penyesuaian fiskal yang dilakukan oleh
PT Madu Baru tidak sama dengan jumlah penyesuaian fiskal berdasarkan
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Sehingga
menimbulkan selisih penyesuaian fiskal sebesar Rp 41.606.261,00.
Selisih tersebut masih dapat diterima karena dari hasil penghitungan
prosentase selisih penyesuaian fiskal, prosentase selisih penyesuaian
fiskal yang dilakukan PT Madu Baru dalam melakukan penyesuaian
fiskal berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun
2008 sebesar 2,78%, jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan prosentase
selisih penyesuaian fiskal yang masih dapat diterima yaitu sebesar 5%.
4. Feliana Cendya kartika. Tahun 2012 Pernah Melakukan Penelitian
(68)
penghasilan wajib pajak badan studi kasus di perusahaan tekstil PT
Kusuma Mulia
Hasil penelitian :
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap laporan
keuangan dan laporan pajak perusahaan PT Kusuma Kurnia adalah
bahwa perusahaan telah melakukan penyesuaian fiskal positif atau
penyesuaian fiskal negatif pada tahun 2009 secara tepat. Ketepatan yang
dimaksud adalah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini dapat
dilihat dari penyesuaian fiskal yang dilakukan oleh perusahaan.
Penyesuaian fiskal ini juga dapat digunakan oleh perusahaan PT Kusuma
Kurnia untuk mempertahankan dalam penyesuaian fiskal secara tepat
pada periode berikutnya sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.
5. Sigit Nugroho. Tahun 2002 Pernah Melakukan Penelitian Berjudul
Analisis Ketepatan Rekonsiliasi Fiskal studi kasus di PT. Chitra Pratama.
Hasil Penelitian :
Rekonsiliasi yang dilakukan oleh PT. Chitra pratama dianggap sudah
tepat, karena selisih laba (rugi) yang dibuat perusahaan tidak lebih dari
persentase selisih yang dibuat penulis yaitu sebesar 5% sedangkan
presentase yang dibuat perusahan sebesar 1,2123%.
6. Stephanus Andi Adityaputra. Tahun 2009 Pernah Melakukan Penelitian
Berjudul Evaluasi Rekonsiliasi Fiskal studi Kasus PT Madu Baru.
(69)
Perbedaan penyusunan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi
Keuangan dengan Fiskal, Peneliti mengungkapkan adanya koreksi fiskal
menyebabkan jumlah pajak penghasilan terutang untuk tahun 2007
berbeda dengan PPh terutang yang dihitung oleh perusahaan dan PPh
terutang setelah dilakukan evaluasi. Jumlah PPh terutang setelah evaluasi
lebih kecil dari pada jumlah PPh terutang yang dihitung perusahaan,
sehingga perusahaan sebenarnya dapat menghemat pajak sebesar Rp
97.581.838,00.
7. Aurelia Puspa Nadya Estika tahun 2011 pernah melakukan penelitian
dengan judul “Evaluasi Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Bagi
Wajib Pajak Badan” Studi Kasus Pada Koperasi Bina Usaha PT. Madu
Baru Yogyakarta.
Hasil Penelitian:
Berdasarkan analisis data setelah dilakukan penyesuaian fiskal atas
Laporan Rugi Laba Koperasi pada tahun 2009 ditemukan jumlah
Penghasilan Kena Pajak (PKP), kemudian PKP dikalikan dengan tariff
Wajib Pajak Badan Pasal 17 dan 31 E UU RI No. 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan diperoleh hasil bahwa penghitungan pajak penghasilan
terutang yang dilakukan oleh Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru pada
tahun 2009 kurang sesuai dengan UU RI No.36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan. Koperasi Bina Usaha PT. Madu Baru dalam
(70)
perpajakan namun khusus untuk biaya penyusutan aktiva tetap koperasi
(71)
53 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus
adalah rancangan penelitian yang mencakup pengkajian suatu unit
penelitian secara intensif. Studi kasus menggunakan individu atau
kelompok sebagai bahan studinya (Sarwono, 2006: 16). Kesimpulan dan
hasil dari penelitian ini hanya berlaku pada KUD Bersama Makmur.
B. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2013.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di KUD Bersama Makmur, Desa Srimulyo,
Kecamatan Tungkal Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra
Selatan.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini Wajib Pajak Badan KUD Bersama
Makmur.
2. Objek Penelitian
(72)
b. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan KUD Bersama Makmur tahun 2011.
D. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mengenai :
1. Gambaran umum koperasi yang meliputi sejarah berdirinya koperasi,
struktur organisasi koperasi serta hal lain yang berkaitan dengan
koperasi.
2. Sistem pembagian Sisa Hasil Usaha KUD Bersama Makmur.
3. Jenis usaha yang dijalankan KUD Bersama Makmur.
4. Modal KUD Bersama Makmur.
5. Laporan Keuangan KUD Bersama Makmur tahun 2011.
6. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan KUD Bersama Makmur 2011.
7. Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) KUD Bersama Makmur untuk
tahun pajak 2011.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab kepada pengurus dan
(73)
2. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang
sesuai dengan penelitian seperti Laporan Keuangan Koperasi tahun
2011 dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Wajib Pajak Badan
KUD Bersama Makmur 2011.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif. Langkah-langkah menganalisis data adalah:
1. Memahami dan mendeskripsikan data yang diperoleh dari KUD
Bersama Makmur yaitu Laporan Keuangan yang disusun berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2. Menganalisis data dengan cara :
a. Membuat penyesuaian terhadap laporan keuangan KUD Bersama
Makmur yang disajikan menurut Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun
2008, yaitu dengan mengelompokan penyesuaian fiskal dalam
Formulir 1771 lampiran 1 :
1) Penyesuaian fiskal positif
a) Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
Tidak dapat dibebankan karena tidak ada kaitanya dengan
(74)
b) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan.
Berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh secara fiskal
pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak dapat
dibebankan namun ada beberapa pemupukan dana
cadangan boleh dibebankan sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 tentang
pembentukan dan pemupukan dana cadangan yang boleh
dikurangkan sebagai biaya.
c) Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam
bentuk natura dan kenikmatan.
Boleh dibebankan jika sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan
denganpelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja.
d) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham / pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sehubungan dengan pekerjaan.
Dapat dibebankan sepanjang jumlahnya tidak melebihi
kewajaran.
(75)
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
604/KMK.04/1994 tentang badan-badan dan pengusaha
kecil yang menerima harta hibahan yang tidak termasuk
sebagai objek pajak penghasilan.
f) Pajak penghasilan.
Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh.
g) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma
atau cv yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh bukan
merupakan penghasilan.
h) Sanksi administrasi.
Penyesuaian berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh
bukan merupakan beban perusahaan.
i) Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal
j) Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal
k) Biaya yang ditangguhkan pengakuannya
l) Penyesuaian fiskal positif lainnya
2) Penyesuaian fiskal negatif
a) Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal
b) Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal
c) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
(76)
b. Membuat perhitungan pajak penghasilan terutang berdasarkan
Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008, dengan
cara:
1) Menghitung besarnya Penghasilan Neto Fiskal dengan rumus :
Penghasilan Neto Fiskal = peredaran usaha – ((harga pokok penjualan + biaya usaha lainnya) + (penghasilan dari luar usaha
– biaya dari luar usaha)) + penghasilan neto komersial luar negeri) – penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak + (penyesuaian positif – penyesuaian negatif) – fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan.
2) Menghitung besarnya Pajak Penghasilan Terutang dengan
rumus :
PPh Terutang = (Penghasilan Neto Fiskal-kompensasi kerugian
fiskal) x Tarif PPh yang sesuai.
3. Menarik kesimpulan atas hasil analisis penyesuaian fiskal dan
penghitungan Pajak Penghasilan yang Terutang pada KUD Bersama
Makmur. Penyesuaian fiskal dan penghitungan Pajak Penghasilan
Terutang yang dilakukan oleh KUD Bersama Makmur dikatakan
sesuai menurut Undang-undang Perpajakan jika penyesuaian fiskal dan
perhitungan yang dilakukan KUD Bersama Makmur sesuai dengan
(1)
149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI