Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok.
4
Merokok sebagai faktor etiologi yang mempermudah penumpukan plak pada gigi, yang akhirnya mengalami kalsifikasi menjadi kalkulus.
29
Efek rokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang dihisap, lamanya merokok, jenis rokok yang dihisap, dan cara merokok.
30
Artinya, makin banyak rokok yang dihisap, makin lama kebiasaan merokok, makin tinggi
kadar tar yang dihisap seseorang, dan makin dalam seseorang menghisap rokoknya maka akan semakin tinggi efek perusakan yang diterima oleh orang tersebut.
31
Semua bentuk tembakau dapat mempengaruhi resiko terjadinya penyakit mulut, perokok memiliki resiko enam kali lebih besar dapat terkena kanker rongga
mulut. Paling sedikit 80 penderita karsinoma mulut adalah perokok. Merokok dapat menyebabkan gusi berwarna coklat atau kusam, halitosis, hilang atau berkurangnya
indera perasa, lesi prekanker sama kepada kanker rongga mulut. Perubahan panas akibat merokok menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur.
4
Perokok beresiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan setelah pembedahan dan juga dapat menyebabkan hilangnya gigi dan penyakit
periodontal. Pada perokok yang merokok 5-10 batang per hari lebih beresiko tiga kali lebih tinggi untuk dapat terkena periodontitis dibanding yang tidak merokok.
32
Efek merokok yang berkepanjangan dapat memperparah kerusakan jaringan periodontal. Penyakit periodontal antara lain ditandai dengan:
30,32
a. Inflamasi gingiva
Inflamasi gingival dan perdarahan merupakan awal terjadinya periodontitis. Keparahan inflamasi tergantung pada status oral hygiene, bila oral hygiene
buruk akan timbul infeksi gingival dan terjadi perdarahan waktu penyikatan gigi atau bahkan perdarahan spontan akibat akumulasi dari plak gigi.
b. Poket
Poket yaitu celah antara gigi dan gusi yang diartikan sebagai gingival yang bertambah dalam secara patologis sulkus gingival yang normal mempunyai
kedalaman 2-3 mm. pengukuran kedalaman poket merupakan bagian yang penting diagnose periondontitis. Bertambahnya kedalaman sulkus gingival
yang normal biasa disebabkan oleh: 1 bergeraknya tepi gingival ke arah
Universitas Sumatera Utara
koronal akibat adanya inflamasi gingival. 2 bergeraknya perlekatan epitel penyatu kearah apikal, dan 3 kombinasi keduanya. Poket dengan kedalaman 4
mm menunjukkan adanya periodontitis tahap awal.
c. Resesi gingiva
Resesi gingival atau tersingkapnya akar dapat menyertai periodontitis kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda penyakit. Bila ada resesi, pengukuran
kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari jumlah kerusakan periodontal seluruhnya.
Kehilangan gigi merupakan akibat langsung dari penyakit periodontal yang tidak diobati. Data-data epidemiologis secara nyata menunjukkan bahwa pada
perokok, prevalensi edentulisme dan insidens tooth loss lebih tinggi dibanding bukan perokok.
31,32
Selain itu, panas yang ditimbulkan oleh rokok dapat mengiritasi mukosa secara langsung sehingga efek buruk rokok yang berkepanjangan ini terlihat jelas pada
jaringan lunak mulut seperti Keratosis perokok, Melanosis perokok, Leukodema, Stomatitis nikotina, Preleukoplakia, dan Leukoplakia.
3,4
2.5 Uji Sensitivitas Indera pengecap
Uji sensitivitas indera pengecap pada manusia dapat dilakukan dengan dua cara yakni:
1. Chemogustometry dimana pengujian ini menggunakan larutan manis,
asam, asin, dan pahit yang ditempatkan pada lidah dengan menggunakan sepotong kertas saring atau yang lebih dikenal dengan Taste strips.
33
2. Electrogustometry
EGM merupakan perangkat stimulator listrik bertenaga baterai yang terdiri dari dua elektroda untuk mengukur
ambang rasa pada kedua sisi lidah di pusat-pusat rasa yang berbeda kemudian menghasilkan stimulus galvanik yang mengakibatkan sensasi
rasa seperti metal. Ambang saat ini harus kurang lebih sama di kedua sisi lidah. Apabila terdapat ketimpangan yang signifikan, maka mungkin
terjadi gangguan di saraf V trigeminus.
34,35
Universitas Sumatera Utara
Bila dibandingkan dengan tes larutan diatas, elektrogustometer merupakan pengujian klinis yang lebih efisien karena dapat digunakan dalam evaluasi ambang
rasa yang disebabkan karena operasi telinga, Bells’s palsy, tumor, maupun tonsillectomy. Selain itu, dapat digunakan untuk untuk mendeteksi perbedaan ambang
rasa antara sisi kiri dan kanan lidah seperti yang mungkin terjadi pasca stroke pada pasien diabetes atau pada lesi saraf kranial.
37
Salah satu jenis elektrogustometer yang paling umum digunakan yakni jenis RION TR-06 Rion Co, Jepang dengan stimulus tunggal, datar, dan probe melingkar
yang terbuat dari baja stainless steel diameter 5 mm. Alat ini dapat menghasilkan rangsangan yang rendah dengan durasi yang singkat 0.5, 1,1.5,dan 2 detik.
35
Sebelum dilakukan pengujian dengan alat ini, sampel dilarang untuk minum. Sebelum dilakukan pengukuran ambang rasa, stimulus dari 30 dB diberikan untuk
memastikan bahwa sampel bisa mengenali rangsangan elektrogustometer. Pemberian rangsang dimulai dari yang rendah terlebih dahulu -6 dB dan kemudian rangsang
ditingkatkan hingga sampel dapat mempersepsikan rasa dengan jelas.
35
Gambar 7. Elektrogustometer RION TR-06 Rion Co, Jepang
35
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN
Lidah sebagai indera pengecap mempunyai taste buds yang meliputi seluruh permukaannya. Taste buds mengandung reseptor rasa yaitu asam, asin, manis, pahit,
dan umami.
1,2
Sensitivitas indera pengecap dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah usia, suhu makanan, penyakit, oral hygiene, dan kebiasaan
merokok yang paling berpotensi menyebabkan sensitivitas indera pengecap ini menurun.
3
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokok.
3
Efek negatif rokok terhadap gigi dan jaringan lunak mulut bervariasi, tergantung pada umur,
jenis kelamin, gaya hidup, jenis rokok, cara merokok, lamanya merokok, serta banyaknya konsumsi rokok per harinya.
4,5
Pada tahun 2008 Badan Kesehatan Dunia WHO telah menetapkan Indonesia sebagai negara terbesar ke tiga sebagai pengguna rokok di dunia yakni sekitar 65 juta
perokok. Di Indonesia, rokok kretek merupakan jenis rokok yang lebih populer. Dari kelas sosialnya, perokok kretek umumnya kelas menengah ke bawah.
6,9
Pada umumnya tukang becak masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah dan mempunyai latar pendidikan yang juga rendah. Sebuah
penelitian di Amerika Serikat pernah mengkonfirmasikan adanya hubungan yang erat antara kebiasaan merokok dengan latar pendidikan sang perokok.
10
Selain hal tersebut telah diketahui bahwa tukang becak mempunyai kebiasaan buruk yang dapat menggangu kesehatan seperti kebiasaan merokok, hal ini dapat
dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Prof Boedi Darmojo dikatakan bahwa prevalensi merokok sebanyak 96,1 pada tukang becak di Semarang.
11
Tingginya prevalensi merokok pada tukang becak ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya: minimnya pengetahuan para tukang becak tentang bahaya rokok, bahkan sangat sulit bagi mereka untuk memahami tulisan peringatan yang ada pada setiap
label rokok. Faktor lingkungan juga berpengaruh besar terwujudnya dorongan untuk
Universitas Sumatera Utara