BAB V HASIL ANALISIS FRAMING FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA
5.1. Elemen Inti Idea Element
Dalam pandangan sutradara yaitu Robby Ertanto, permasalahan perempuan masih banyak sekali yang belum diselesaikan seperti PSK, ditindas, dihianati, juga
disakiti sampai kepada penelantaran oleh laki-laki pada saat perempuan tersebut hamil. Lewat Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, sutradara mencoba membuka hal-hal
yang dianggap tabu oleh adat, budaya dan atauran-aturan konsensus di masyarakat. Masih banyak perempuan yang menjadi korban akibat budaya patriarki, sehingga jelas
kaitan judul film dengan permasalahan para perempuan sekarang ini. Robby memberi judul film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, mempunyai frame tentang
makna dari judul tersebut. Digunakan kata wanita bukan perempuan, karena wanita itu lemah lembut, pengertian, dan belum terlalu berani mengakui kodratnya. Kalimat
belum terlalu berani tersebut mengkonstruksi, bahwa ada wanita yang sudah berani tetapi kebanyakkan wanita belum berani mengakui dirinya sebagai mahluk yang
sama kodratnya dengan laki-laki, dan hal itu tergambar dalam film ini. Sementara kata perempuan berasal dari kata empu, yang artinya tuan, orang yang berkuasa,
pandai, tegas, ahli serta mahir dalam segala sesuatu.
Sumber: http:eprints.upnjatim.ac.id
Dalam pemilihan judul, dengan menggunakan kata wanita, sutradara mau menggambarkan masih banyak permasalahan yang dihadapi kaum wanita yang
sampai saat ini belum terselesaikan, karena kelemah lembutan wanita tersebut, sehingga banyak juga permasalahan yang ditutupi oleh wanita. Sutradara dalam film
ini mau menjembatani antara posisi perempuan dengan laki-laki dengan mengangkat 7 karakter perempuan yang sangat berbeda lewat Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita,
sebab selama ini posisi perempuan selalu dinomorduakan. Lewat film ini sutradara mau menunjukan kepada masyarakat supaya masyarakat dapat menilai secara
langsung betapa pentingnya peran perempuan dalam kehidupan laki-laki, sehingga permasalahan perempuan saat ini menjadi tanggung jawab dan perhatian semua
pihak. Pada dasarnya perempuan dan laki-laki itu sama, dan saling melingkapi, tidak bisa menyalahkan laki-laki saja ataupun menyalahkan perempuan saja. Lihat dialog
dan gambar berikut ini:
Menit : 01 : 11 : 42
Narasi : Saat pulang karja, dokter Rohana mencoba menemui dokter Kartini di ruang
kerjanya, dengan tujuan meminta maaf, karena dokter Rohana merasa sebagai dokter baru sudah banyak melampai atau mengambil alih pekerjaan dokter Kartini seniornya,
karena peristiwa tersebut terjadilah percakapan diantara mereka. Dokter Rohana mencoba menjelaskan kepada dokter Kartini tentang peran laki-laki yang selama ini
dia pelajari dari ayahnya. Dalam keluarganya, dokter Rohana selalu melihat peran ayahnya sebagai kepala keluarga, juga sebagai orang yang bertanggung jawab
terhadap dirinya dan ibunya. Ayah dokter Rohana selalu memberikan ruang kepada dokter Rohana supaya bisa mengembangkan diri layaknya seorang laki-laki. Hal ini
menjadi modal dokter Rohana, bahwa tidak semua laki-laki menjadi pelaku kekerasan dan penindasan terhadap perempuan. Lihat kutipan dialog berikut:
“ Mungkin dokter Kartini perlu tahu, bahwa ibu saya meninggal lima tahun yang lalu dan sampai detik ini, ayah saya tidak pernah berhenti meratapi foto ibu saya. Dari situ
saya belajar banyak sekali soal laki-laki. Kalau begitu, apa iya laki-laki mau dipersalahkan? Tidak semua perempuan korban dok, saya sama seperti dokter, tapi
saya selalu menjaga jarak untuk bisa menilai tanpa langsung menghakimi satu gender”.
Dengan kutipan teks dialog di atas secara tidak langsung kutipan tersebut mengkonstruksi suatu makna bahwa kejadian yang terjadi terhadap perempuan selama
ini karena perempuan memberikan kesempatan serta ruang kepada laki-laki. Sutradara mencoba memberikan suatu argumen atau pandangan kepada masyarakat,
bahwa setiap permasalahan yang muncul karena ada ketidaktegasan dari seorang perempuan. Artinya, perempuan dituntut untuk menutup ruang, dan cara berpikir yang
lama terhadap laki-laki. Sebab seperti dialog di atas bahwa ada kecenderungan perempuan menyalahkan laki-laki, padahal tidak semua perempuan korban dari
budaya patriarki tersebut.
5.2. Perangkat Framing atau pembingkai Framing devices