4. Prinsip-Prinsip Musrenbang Desa
Menurut Darsono 2005: 20 prinsip dalam Musrenbang berlaku baik untuk Fasilitator, peserta, narasumber, dan semua komponen yang terlibat dalam
pelaksanaan musrenbang dan hendaknya ini menjadi kesepakatan bersama sehingga Musrenbang benar-benar menjadi sebuah wadahforum dalam
mengambil keputusan bersama dalam rangka menyusun program kegiatan pembangunan tahun berikutnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Prinsip kesetaraan: Peserta musyawarah adalah kelompok masyarakat dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara, dan
dihargai meskipun terjdi perbedaan pendapat. Sebaliknya, juga memiliki kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan orang lain,
menghargai perbedaan pendapat, dan juga menjunjung tinggi hasil keputusan bersama.
b. Prinsip musyawarah dialogis: Peserta musrenbang memiliki keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin, status
sosial-ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan dan berbagai sudut pandang tersebut diharapkan menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan
masyarakat banyak di atas kepentingan individu atau golongan. c. Prinsip keberpihakan: Dalam proses musyawarah, dilakukan upaya untuk
mendorong individu dan kelompok yang paling terlupakan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin,
perempuan dan generasi muda. d. Prinsip
anti dominasi:
Dalam musyawarah,
tidak boleh
ada individukelompok yang mendominasi sehingga keputusan-keputusan
yang dibuat melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara seimbang.
e. Prinsip pembangunan secara holistic: Musrenbang dimaksudkan untuk menyusun rencana pembangunan bukan rencana kegiatan kelompok atau
sector tertentu saja. Musrenbang dilakukan sebagai upaya mendorong kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan secara utuh dan menyeluruh
sehingga tidak boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam menentukan prioritas kegiatan pembangunan.
5. Keluaran Musrenbang Desa
Menurut Darsono 2005: 20 keluaran yang dihasilkan melalui pelaksanaan Musrenbang Tingkat Desa adalah:
a. Adanya rumusan Rencana Kerja Pembangunan Desa RKP Desa; b. Daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah Desa menurut fungsi
SKPD atau gabungan SKPD, yang siap dibahas pada forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Musrenbang Kota, yang akan didanai melalui
APBD Kota dan sumber pendanaan lainnya. Selanjutnya, daftar tersebut disampaikan kepada masyarakat di masing-masing Kelurahan oleh para
delegasi yang mengikuti Musrenbang Desa. c. Adanya Daftar Usulan Rencana Kerja Pembangunan Desa DURKP Desa
yang diajukan dalam Musrenbang Kecamatan. d. Terpilihnya delegasi Desa untuk mengikuti Forum Satuan Kerja Perangkat
Daerah dan Musrenbang Kota. e. Berita acara Musrenbang Tahunan Desa.
6. Tahapan Musrenbang Desa
a. Pra Musrenbang Desa Pra Musrenbang Desa dengan kegiatan sebagai berikut :
1 Desa menetapkan Tim Penyelenggara Musrenbang Desa.
2 Rekruitmen Tim Pemandu Musrenbang oleh Bappeda
3 Tim Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut :
a Memilah dan mengkompilasi prioritas kegiatan pembangunan yang menjadi tanggungjawab SKPD dari masing-masing Kelurahan
berdasarkan masing-masing fungsiSKPD. b Menyusun jadual dan agenda Musrenbang Desa.
c Mengumumkan secara terbuka tentang jadual, agenda, dan tempat musrenbang Desa minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan agar
peserta bias menyiapkan diri dan segera melakukan pendaftaran dan atau diundang.
d Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta Musrenbang Desa, baik wakil dari Kelurahan maupun dari
kelompok-kelompok masyarakat. e Menyiapkan peralatan dan bahanmateri serta notulen untuk
musrenbang Desa. f Informasi Pagu indikatif
g Membuat Draf Rancangan Awal Rencana Pembangunan Desa
7. Pelaksanaan Musrenbang Desa
Tahap pelaksanaanMusrenbang dengan agenda sebagai berikut: a. Pendaftaran peserta Musrenbang Desa.
b. Pembukaan acara c. Pemaparan Desa mengenai prioritas masalah Desa, seperti kemiskinan,
pendidikan, kesehatan, prasarana dan pengangguran. d. Pemaparan mengenai rancangan Rencana Kerja SKPD di tingkat Desa
yang bersangkutan beserta strategi, besaran plafon dana oleh Kepala- Kepala Cabang SKPD dari kota.
e. Pemaparan masalah dan prioritas kegiatan dari masing-masing Kelurahan menurut fungsiSKPD oleh Tim Penyelenggara Musrenbang Desa.
f. Verifikasi oleh delegasi Kelurahan untuk memastikan semua prioritas
kegiatan yang diusulkan oleh Kelurahannya sudah tercantum menurut masing-masing SKPD.
g. Pembagian peserta Musrenbang ke dalam kelompok pembahasan berdasarkan junlah fungsiSKPD atau gabungan SKPD yang tercantum.
h. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Desa yang dianggap perlu oleh peserta Musrenbang namun belum diusulkan oleh Kelurahan
kegiatan lintas Kelurahan yang belum diusulkan Kelurahan. i.
Kesepakatan kriteria untuk menentukan prioritas kegiatan pembangunan Desa berdasarkan masing-masing fungsiSKPD atau gabungan SKPD.
j. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Desa berdasasrkan masing-
masing fungsiSKPD. k. Pemaparan prioritas
pembangunan Desa dari tiap-tiap kelompok fungsiSKPD atau gabungan SKPD dihadapan seluruh peserta
Musrenbang Desa.
l. Penetapan daftar nama delegasi Desa 3-5 orang masyarakat untuk
mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kota. Dalam komposisi delegasi tersebut terdapat perwakilan perempuan.
m. Notulensi Musrenbang desa sebagai bahan untuk memperbaiki draf Rancangan Awal Rencana Pembangunan Desa
C. Konsep Pemerintahan Desa
Desa merupakan suatu daerah yang memiliki system kemasyarakatan yang erat dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dibidang agraris
Warpani, 2004: 45. Permukiman manusia yang letaknya diluar kota dan penduduknya agraris Bintarto, 2007: 41.
Menurut Landis dalam Darsono 2005: 20 memberi batasan-batasan desa sebagai berikut:
2 Berdasarkan statistik, Pedesaan adalah daerah yang mempunyai penduduk lebih dari 2500 orang.
3 Berdasarkan psikologi sosial, Pedesaan adalah daerah dimana pergaulan ditandai dengan keakraban dan keramah-tamahan.
4 Berdasarkan ekonomi, Pedesaan adalah daerah yang pokok kehidupan masyarakatnya berasal dari pertanian
Menurut Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, menyebutkan bahwa salah satu landasan pemikiran pengaturan
mengenai desa adalah otonomi asli, yang memiliki makna bahwa kewenangan Pemerintahan Desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat
didasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif
administrasi pemerintahan negara yang mengikuti perkembangan jaman. Otonomi desa memiliki makna berbeda dengan otonomi daerah, otonomi
daerah lebih diartikan sebagai pemberian wewenang oleh pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang bersangkutan. Sedangkan makna otonomi desa lebih bersifat otonomi asli, yaitu pengaturan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa tetap dikembalikan pada desa sendiri, yaitu disesuaikan dengan adat istiadat serta kebiasaan masyarakat setempat. Otonomi desa merupakan hak,
wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan
nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu
sendiri.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggambarkan itikad negara untuk mengotomikan desa, dengan berbagai kemandirian pemerintahan
desa seperti pemilihan umum calon pemimpin desa, anggaran desa, semacam DPRD desa, dan kemandirian pembuatan peraturan desa semacam perda,
menyebabkan daerah otonomi NKRI menjadi provinsi, kabupaten atau kota, dan desa. Reformasi telah mencapai akarnya, kesadaran konstitusi desa dan
dusun diramalkan akan mendorong proses reformasi berbasis otonomi daerah bersifat hakiki.
Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam konsideran UU tersebut diisampaikan bahwa Desa
memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik
Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan
demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan Sejahtera. Konstruksi hukum terhadap struktur pemerintahan desa, sebenarnya masih menggunakan konstruksi hukum yang diterapkan
selama ini. Hal ini dapat kita telusuri dari teks hukum pada pasal 1 angka UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan, bahwa Pemerintahan Desa
adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, danatau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan rumusan pasal 1 angka 1, terjawablah, bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, danatau hak tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud
penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat.
Dasar yang digunakan adalah berdasarkan 1 prakarsa masyarakat, 2 berdasarkan hak asal usul atau hak tradisional. Pertanyaan siapa
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat ? Pertanyaan ini dijawab dalam rumusan
pada Pasal 1 angka 3 yang menyatakan, bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Jadi yang berwenang adalah pemerintah desa, yakni Kepala Desa dibantu perangkat desa, sebagai unsur
penyelenggaran pemerintahan desa.
Pasal 1 angka 4 UU No 6 Tahun 2014 menjawab yang dimaksudkan unsur lain, yakni Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan
ditetapkan secara demokratis.
Pasal 23 UU No 6 Tahun 2014 memberikan penegasan, yakni Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang
dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3 UU No 6