1 Usia memulai hubungan seks.
2 Selibat permanen, yaitu proporsi wanita yang tidak pernah
mengadakan hubungan seks, yaitu wanita yang tidak pernah kawin. 3
Perpisahan pada usia reproduksi seperti perceraian, berpisah ditinggal suami bekerja, pisah ranjang atau suami meninggal.
b. Kemungkinan hubungan seks selama dalam ikatan seksual
1 Abstinensi dengan sengaja atau sukarela.
2 Abstinensi karena terpaksa karena impoten, sakit, perpisahan yang
tidak terelakkan tapi bersifat sementara. 3
Frekuensi hubungan seks tidak termasuk periode abstinensi 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsepsi variabel konsepsi a.
Kesuburan dan kemandulan biologis yang tidak disengaja. b.
Digunakan atau tidaknya kontrasepsi baik yang kimiawi dan mekanis maupun lainnya tradisional.
c. Kesuburan dan kemandulan yang disengaja, seperti strilisasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gestasi dan kelahiran dengan selamat
a. Mortalitas yang tidak disengaja seperti abortus.
b. Mortalitas yang disengaja seperti pengguguran.
2.1.8. Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas
Menurut Siswono 2001:79, Faktor-faktor penunjang tingginya angka fertilitas dalam suatu negara antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1.
Kepercayaan dan agama
Faktor kepercayaan mempengaruhi orang dalam penerimaan KB. Ada agama atau kepercayaan tertentu yang tidak membolehkan penganutnya mengikuti
KB. Dengan sedikitnya peserta KB berarti kelahiran lebih banyak dibanding bila peserta KB banyak.
2.
MTingkat pendidikan
Semakin tinggi orang sekolah berarti terjadi penundaan pernikahan yang berarti pula penundaan kelahiran. Selain itu pendidikan mengakibatkan orang
merencanakan jumlah anak secara rasional. 3.
Kondisi perekonomian
Penduduk yang perekonomiannya baik tidak memikirkan perencanaan jumlah anak karena merasa mampu mencukupi kebutuhannya. Jika suatu negara
berlaku seperti itu maka penduduknya menjadi banyak 4.
Adat istiadat di masyarakat
Kebiasaan dan cara pandang masyarakat mempengaruhi jumlah penduduk. Misalnya nilai anak, ada yang menginginkan anak sebanyak-banyaknya, ada
yang menilai anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan atau sebaliknya, sehingga mengejar untuk mendapatkan anak laki-laki atau
sebaliknya. 5.
Kematian dan kesehatan
Kematian dan kesehatan berkaitan dengan jumlah kelahiran bayi. Kesehatan yang baik memungkinkan bayi lebih banyak yang hidup dan kematian bayi
yang rendah akan menambah pula jumlah kelahiran.
Universitas Sumatera Utara
6.
Struktur Penduduk
Penduduk yang sebagian besar terdiri dari usia subur, jumlah kelahiran lebih tinggi dibandingkan yang mayoritas usia non produktif misalnya lebih
banyak anak-anak dan orang-orang tua usia. Menurut Tjokroamijojo 2001:105, Kelahiran bersifat menambah jumlah
penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran anti natalitas dan yang mendukung kelahiran pro natalitas. Faktor-faktor penunjang kelahiran pro
natalitas antara lain: 1.
Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu.
2. Anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua.
3. Anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki.
4. Anak menjadi kebanggaan bagi orang tua.
5. Anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila
belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi. Menurut Tjokroamijojo 2001:110, Faktor fertilitas mengakibatkan
pertambahan jumlah penduduk menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran Fertilitas, antara lain:
1. Adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah
anak. 2.
Adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun.
Universitas Sumatera Utara
3. Anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. 4.
Adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak ke – 2.
5. Penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan.
Menurut berbagai studi yang telah dilakukan, penurunan angka fertilitas total yang terjadi di Indonesia selain disebabkan oleh pelaksanaan program KB,
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini Rujiman, 2011: 1.
Umur Kawin Pertama Dalam masyarakat Indonesia, hubungan antara laki – laki dan perempuan
dipandang harus melalui lembaga perkawinan yang sah menurut norma agama dan menurut Undang – Undang Perkawinan Tahun 1974. Selain itu,
karena usia perkawinan juga dipengaruhi oleh adat istiadat dan anggapan masyarakat tentang umur berapa sebaiknya perempuan meninkah, maka umur
kawin pertama dapat menjadi indicator dimulainya seseorang perempuan berpeluang untuk hasil dan melahirkan. Dalam kondisi seperti ini, perempuan
yang kawin pada usia muda mempunyai tentang waktu untuk kehamilan dan melahirkan, lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang kawin pada
umur yang lebih tua dan mempunyai lebih banyak anak dibandingkan dengan mereka yang menikah pada umur lebih tua
2. Peningkatan Pendidikan Perempuan
Kesempatan perempuan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi semakin terbuka pada saat ini, sehingga menyebabkan banyak perempuan
Universitas Sumatera Utara
yang menunda perkawinan untuk menyelesaikan pendidikan yang diinginkan. Selain itu, perempuan yang berpendidikan tinggi cenderung memilih terjun ke
pasar kerja terlebih dahulu sebelum memasuki perkawinan. Kalaupun mereka menikah pada usia muda, pengetahuan mereka tentang alat pencegahan
kehamilan cukup tinggi sehingga sebagian dari mereka menunda kelahiran anak atau menyelesaikan masa repoduksi, baru kemudian masuk ke pasar
kerja. Hasil studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan yang berbentuk huruf
U terbalik antara tingkat pendidikan dengan jumlah anak yang dipunyai. Hasil SDKI tahun 1994 dan 1997 menunjukkan hubungan dengan bentuk huruf U
terbalik. Pada pendidikan yang sangat rendah tingkat fertilitas rendah dan angka kelahiran meningkat pada tingkat pendidikan tamat SD. Setelah tamat
SD, fertilitas menunjukkan penurunan dengan meningkatnya pendidikan 3.
Partisipasi Perempuan Dalam Pasar Kerja. Peningkatan pendidikan bagi perempuan dan peningkatan peluang bagi
perempuan untuk bekerja menyebabkan peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan. Semakin terbukanya industry, terutama industry garmen
eletkronik, serta industry jasa menyebabkan banyak perempuan terjun ke pasar kerja. Hal ini menyebabkan terjadinya penundaan usia kawin pertama.
Hatmadji dan Suradji 1979 menjelaskan bahwa hasil SUPAS 1985 memperlihatkan bahwa perempuan yang hanya mengurus rumah tangga saja
cenderung mempunyai anak yang lebih banyak, sedangkan perempuan yang bekerja mempunyai anak lebih sedikit. Selanjutnya, mereka menambahkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa perbedaan jumlah anak yang dilahirkan antara perempuan yang bekerja dan mengurus rumah tangga lebih besar diperkotaan daripada
diperdesaan. 4.
Lingkungan Tempat Seseorang Dibesarkan Tempat tinggal dari lahir sampai berumur 12 tahun dianggap mempengaruhi
persepsi dan jalan pikiran seseorang untuk bersikap dan berperilaku, termasuk perilaku melahirkan. Seseorang yang dibesarkan di perkotaan akan
mempunyai sikap dan perilaku yang dipengaruhi oleh situasi perkotaan yang umumnya lebih modern dibandingkan dengan tempat mereka yang
dibesarkan di daerah perdesaan. Selain itu, tempat tinggal di perkotaan memudahkan diperolehnya informasi tentang berbagai pengetahuan modern
termasuk mengenai metode pengaturan dan pencegahan kehamilan dibandingkan di perdesaan. Oleh sebab itu, muncul dugaan bahwa angka
kelahiran di daerah perkotaan akan lebih rendah dibandingkan dengan angka kelahiran di perdesaan. Hasil SDKI 1997 menunjukkan bahwa angka fertilitas
total diperkotaan lebih rendah dibandingkan dengan angka fertilitas total di perdesaan masing – masing 2,40 dan 2,98 Adioetomo dan Samosir dalam
Rujiman, 2008. Untuk menentukan jumlah kelahiran dalam satu wilayah digunakan
angka kelahiran Fertilitas. Angka kelahiran yaitu angka yang menunjukkan rata- rata jumlah bayi yang lahir setiap 1000 penduduk dalam waktu satu tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Penelitian Terdahulu