23
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Status Vegetasi Pada Hutan Sub Pegunungan
Masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas disebut vegetasi. Untuk mengetahui status vegetasi yang ada pada hutan sub pegunungan maka dilakukan
analisis vegetasi. Dalam penelitian ini analisis vegetasi yang dilakukan pada hutan sub pegunungan meliputi data-data kerapatan K, kerapatan relatif KR,
frekuensi F, frekuensi relatif FR dan indeks nilai penting INP. Analisis vegetasi yang dilakukan yaitu pada vegetasi tumbuhan bawah, semai, pancang,
tiang dan pohon. Tumbuhan bawah merupakan vegetasi dasar yang secara alami tumbuh di
bawah tegakan pohon atau lantai hutan selain anakan pohon yaitu meliputi semak kecil, herba, rumput, paku-pakuan, alang-alang, tumbuhan merambat di atas
permukaan tanah dan tumbuhan herba lainnya. Pada tumbuhan bawah terdapat 13 jenis tumbuhan bawah diantaranya yaitu
Panicum palmifolium, Pilea trinervia, .
Toddalia aculenta, Polanisia viscose, Asplenium adiatoides, Impomoea
pescaprae, Eupatorium riparium, Sariuh, Commelina benghalensis, Eupatorium
inulifolium, Derris scandens, Costus sp, Polygonum chinense
.
Pada tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Toddalia aculenta dengan nilai Kerapatan K
sebesar 42250 indha, Frekuensi F sebesar 1 dan INP sebesar 82.24 . Sedangkan tumbuhan bawah yang paling jarang ditemui yaitu jenis Costus sp
dengan nilai Kerapatan K sebesar 250 indha, Frekuensi F sebesar 0.1, INP sebesar 2.62 dan jenis Polygonum chinense dengan nilai Kerapatan K sebesar
250 indha, Frekuensi sebesar 0.1 dan INP sebesar 2.62 . Untuk tingkat semai ada 9 jenis tanaman diantaranya yaitu Schefflera
aromatic Harms, Ficus lepicarpa, Hypobatrum fructescens BL, Laportea
stimulans, Eugenia polyanthum, Macropanas sp, Litsea sp, Engelhardia serata,
Xanthopyllum lanceatum. Pada tingkat semai didominasi oleh jenis Ficus
lepicarpa dengan nilai Kerapatan K sebesar 7250 indha, Frekuensi F sebesar
0.8 dan INP sebesar 70.15 . Sedangkan jenis semai yang paling jarang ditemui yaitu jenis Macropanas sp dengan nilai Kerapatan K sebesar 250 indha,
Frekuensi F sebesar 0.1, INP sebesar 5.57 dan jenis Xanthopyllum lanceatum
24 dengan nilai Kerapatan K sebesar 250 indha, Frekuensi sebesar 0.1 dan INP
sebesar 5.57 . Pada tingkat pancang terdapat 10 jenis tanaman diantaranya yaitu.
Schefflera aromatic Harms, Litsea sp, Ficus fistulosa Reinw, Eugenia
polyanthum, Kicareh, Quercus sundaica, Macropanas sp, Schima wallichii,
Macaranga semiglobosa , Alstonia angustiluba. Pada tingkat pancang didominasi
oleh jenis Ficus fistulosa Reinw dengan nilai Kerapatan K sebesar 680 indha, Frekuensi F sebesar 0.6 dan INP sebesar 52.91 . Sedangkan jenis pancang
yang paling jarang ditemui yaitu jenis Kicareh, Quercus sundaica, Macaranga semiglobosa
, Alstonia angustiluba dengan nilai Kerapatan K sebesar 40 indha, Frekuensi F sebesar 0.1 dan INP sebesar 5.6 .
Pada tingkat tiang terdapat 7 jenis tanaman diantaranya yaitu Eugenia
polyanthum, Sauruja pendula , Ficus fistulosa Reinw, Xanthopyllum lanceatum,
Sloanea tiqum, Kicareh, Laportea stimulans. Pada tingkat tiang didominasi oleh
jenis Eugenia polyanthum dengan nilai Kerapatan K sebesar 60 indha, Frekuensi F sebesar 0.4 dan INP sebesar 109.13 . Sedangkan jenis tiang yang
paling jarang ditemui yaitu jenis Sloanea tiqum dengan nilai Kerapatan K sebesar 10 indha, Frekuensi F sebesar 0.1 dan INP sebesar 18.59 .
Pada tingkat pohon terdapat 11 jenis tanaman diantaranya yaitu Neonauclea lanceolata
Merrill,. Macropanas sp, Sloanea tiqum, Sauruja pendula, Quercus sundaica,
Eugenia polyanthum, Ficus fistulosa Reinw, Cloaxyloan polot Merr, Litsea sp, Macaranga semiglobosa, Engelhardia serata.
Pada tingkat pohon didominasi oleh jenis Sloanea tiqum dengan nilai Kerapatan K sebesar
25 indha, Frekuensi F sebesar 0.8 dan INP sebesar 95.06 . Sedangkan jenis pohon yang paling jarang ditemui yaitu jenis Ficus fistulosa Reinw dengan nilai
Kerapatan K sebesar 2.5 indha, Frekuensi F sebesar 0.1 dan INP sebesar 7.75 .
Keadaan Hutan Sub Pegunungan Kamojang, dapat dikatakan sudah tidak normal lagi karena ada beberapa jenis pohon yang tidak ditemukan anakannya
pada tingkat semai, pancang dan tiang. Hal ini disebabkan karena di Hutan Sub Pegunungan sudah terjadi perambahan hutan oleh warga sekitar hutan tersebut.
25
B. Status CMA Pada Hutan Sub Pegunungan