34 Penderita dengan keadaan khusus
1. Kehamilan : regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya.
2. Tuberkulosis : bila seorang anak menderita tuberculosis TB dan kusta, maka
pengobatan anti tuberculosis dan MDT dapat diberikan bersamaan dengan dosis untuk tuberculosis.
a. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe PB pengobatan kustanya
cukup ditambahkan dengan DDS 100 mg karena Rifampisin sudah diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka
waktu pengobatan PB. b.
Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe MB pengobatan kusta cukup dengan DDS dan Lampren karena Rifampisin sudah diperoleh dari
obat TB. Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB. Catatan : jika pengobatan TB sudah selesai maka
pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT. 3.
Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, DDS diganti dengan lampren dengan dosis dan jangka waktu pengobatan sama.
4. Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, pengobatan hanya dengan
dua macam obat saja. Rifampisin dan Lampren sesuai dosis dan jangka waktu pengobatan MB Depkes RI, 2007: 76.
2.1.10 Pencegahan
Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki. Semakin
panjang waktu penundaan dari saat pertama ditemukan tanda dini hingga
35 dimulainya pengobatan, makin besar resiko timbulnya kecacatan akibat terjadinya
kerusakan saraf yang progresif. Adanya alasan ini maka diagnosis dini dan pengobatan harusnya dapat mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang
Depkes RI, 2007: 89. Penting disadari bahwa kerusakan saraf juga dapat terjadi selama
pengobatan, bahkan setelah RFT, resiko ini menurun bertahap setelah 3 tahun berikutnya. Kasus-kasus MB yang pada saat dideteksi sudah mengalami gangguan
fungsi saraf akan berpeluang lebih besar mengalami kerusakan saraf dibanding penderita lain, oleh karena itu harus dimonitor lebih seksama. Penemuan dini da n
pengobatan MDT tetap merupakan cara terbaik dalam mencegah kecacatan. Namun banyak penderita terlambat didiagnosis sehingga berpeluang lebih besar
mengalami kerusakan saraf Depkes RI, 2007: 89. Salah satu penyebab terjadinya kerusakan akut fungsi sara f adalah reaksi
kusta. Pada reaksi terjadi proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan saraf. Itulah sebabnya monitoring fungsi saraf secara rutin sangat penting dalam
upaya pencegahan dini cacat kusta. Kerusakan saraf yang terjadi kurang dari 6 bulan, bila diobati prednison dengan tepat, tidak akan terjadi kerusakan saraf yang
permanen fungsi saraf masih refersibel. Bila kerusakan saraf ini sudah terlanjur menjadi cacat permanen maka yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan
cacat agar tidak bertambah berat Depkes RI, 2007: 89. Pemerintah telah mencanangkan beberapa upaya yang diharapkan dapat
memutuskan mata rantai penularan penyakit kusta, upaya-upaya tersebut antara lain:
36 Dilihat dari segi pejamu host:
1. Pendidikan kesehatan dijalankan dengan cara bagaimana masyarakat dapat
hidup secara sehat hygiene. 2.
Perlindungan khusus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi Bacillus Calmette Guerin BCG, terutama pada orang yang kontak serumah dengan
penderita kusta. 3.
Periksa secara teratur anggota keluarga dan anggota dekat lainnya untuk tanda-tanda kusta Depkes RI, 2007: 11.
Dilihat dari segi lingkungan: 1.
Sesuaikan luas ruangan rumah dengan penghuninya. 2.
Bukalah jendela rumah agar sirkulasi udara serta suhu di dalam ruang tetap terjaga agar terhindar berkembangnya M. leprae di dalam rumah Dinkes
Provinsi, 2005: 6.
2.1.11 Reaksi Kusta