pada kedua jenis adsorben lebih dari satu dan isotermnya berbentuk tak cenderung. Hal tersebut mengakibatkan zona perpindahan massa di dalam
hamparan itu menjadi cukup panjang. Apabila nilai konstanta n tinggi, adsorben bekerja secara efektif di dalam proses pemucatan dari olein
namun kurang efisien sebagai bahan penyerap pada konsentrasi warna yang tinggi. Indeks efisiensi ini mempunyai nilai pada kisaran 0.1-1. Nilai
indeks n yang lebih kecil dari 1 berkaitan dengan kurva isoterm adsorpsi yang berbentuk linear.
2. Energi Aktivasi Ea
Energi aktivasi merupakan energi yang harus dimiliki oleh molekul sehingga mampu bereaksi, yaitu energi yang harus disimpan dalam spesies
antara intermediate species yang berupa kompleks teraktifkan yang terbentuk selama tumbukkan molekul. Spesies antara ada dalam waktu
singkat dan kemudian terurai, dapat menjadi pereaksi-pereaksi awal dalam hal ini tidak terjadi reaksi atau menjadi molekul-molekul hasil
reaksi. Pada kompleks teraktifkan ini terdapat ikatan lama yang mendekati putus dan ikatan baru hanya terbentuk sebagian. Hanya molekul-molekul
yang memiliki energi kinetik lebih besar dari energi aktivasi yang kemudian mampu bereaksi atau dapat membentuk komponen teraktifkan
yang terurai menjadi molekul-molekul hasil reaksi. Molekul-molekul tersebut disebut sebagai fraksi molekul teraktifkan Petrucci, 1992; Saeni,
1989. Untuk mendapatkan nilai energi aktivasi dari nilai konstanta laju
reaksi pada ketiga suhu reaksi digunakan persamaan Arrhenius. Persamaan Arrhenius merupakan persamaan yang dirumuskan Svante Arrhenius
1889, yang mengkuantifikasi hubungan antara suhu reaksi dan energi aktivasi Ea dengan konstanta laju reaksi k. Persamaan Arrhenius ini
kemudian dimodifikasi menjadi bentuk persamaan garis lurus regresi linier. Hubungan garis lurus persamaan Arrhenius untuk proses adsorpsi
-karoten dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
-18 -16
-14 -12
-10 -8
-6 -4
-2 0,00295
0,003 0,00305
0,0031 0,00315
0,0032 0,00325
1T ln
k
Gambar 13. Regresi linier hubungan antara 1T dengan ln k pada adsorpsi menggunakan
atapulgit r
2
=0.8356
-10 -9
-8 -7
-6 -5
-4 -3
-2 -1
0,00295 0,003
0,00305 0,0031
0,00315 0,0032
0,00325
1T ln
k
Gambar 14. Regresi linier hubungan antara 1T dengan ln k pada adsorpsi menggunakan arang aktif, r
2
=0.5255
Berdasarkan kemiringan dari persamaan hasil regresi linier pada Gambar 13 dan 14 diperoleh energi aktivasi yang merupakan kemiringan
dikali dengan konstanta gas R. Berdasarkan peranan adsorben, dengan didapatkannya energi aktivasi suatu proses adsorpsi yang dibantu
adsorben, maka akan diketahui keefektifan suatu adsorben dibandingkan adsorben lainnya. Nilai energi aktivasi juga dapat menunjukkan
karakteristik dari ikatan antara adsorben dan adsorbat. Apabila nilai energi aktivasinya rendah menunjukkan ikatan yang terjadi pada adsorpsi fisik
lemah, sedangkan pada adsorpsi kimia lebih spesifik dimana ikatan yang
terjadi lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisik. Energi aktivasi proses adsorpsi -karoten dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 12. Energi aktivasi reaksi adsorpsi -karoten dengan adsorben atapulgit dan arang Aktif
Adsorben Ea [k calmol]
Atapulgit 62.04 Arang 30.45
Semakin rendah nilai energi aktivasi, semakin besar fraksi molekul teraktifkan dan semakin cepat reaksi berlangsung. Energi aktivasi yang
diperoleh menggunakan atapulgit lebih tinggi. Hal ini menunjukkan atapulgit kurang efektif dalam proses adsorpsi -karoten olein sawit kasar
dibandingkan arang aktif. Nilai energi aktivasi juga dapat menunjukkan karakteristik dari ikatan antara adsorben dan adsorbat. Nilai energi aktivasi
yang rendah menunjukkan ikatan yang terjadi pada adsorpsi fisik lemah.
E. SELEKTIVITAS ADSORPSI