KOMUNITAS BURUNG DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA

44

III. KOMUNITAS BURUNG DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA

Pendahuluan Komunitas didefinisikan sebagai keseluruhan populasi dari spesies yang terdapat pada ruang dan waktu yang sama Begon et al. 1990; Magurran 2004. Burung sebagai suatu unit fungsional dalam ekosistem berperan dan berinteraksi baik secara individu maupun pada tingkatan organisasi komunitas. Menurut Perrins dan Birkhead 1983 komunitas burung adalah interaksi yang terjadi antar populasi dari beberapa spesies burung yang berbeda dan hidup dalam lingku- ngan yang sama. Wiens 1989 menyebutkan komunitas burung adalah kelompok individu-individu dari beberapa spesies burung yang hidup secara bersama pada tempat dan waktu yang sama. Komposisi komunitas dipengaruhi oleh keanekaragaman spesies dan interaksi antar individu atau spesies kompetisi dan predasi Campbell et al. 2004. Komunitas pada wilayah yang berbeda secara umum akan berbeda dalam hal kekayaan spesies, jumlah individu yang dimilikinya, dan kelimpahan relatif. Komunitas burung di suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lain Johnsingh Joshua 1994. Dalam mempelajari dan menggambarkan kompleksitas suatu komunitas secara kuantitatif, tidak hanya dilakukan dengan menampilkan dalam grafik atau nilai indeks, tetapi juga dilakukan dengan menampilkan dalam bentuk kekayaan spesies, keanekaragaman, kelimpahan relatif serta komposisi spesies Morin 1999. Keanekaragaman spesies merupakan pertanyaan yang paling mendasar dalam ekologi, baik teori maupun terapannya Magurran 1988. Beberapa metode pengukuran keanekaragaman spesies tidak terlepas dari tiga konsep keane- karagaman spesies yaitu diversitas alfa α diversity, diversitas beta β diversity, dan diversitas gamma γ diversity. Keberadaan spesies pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi dan adaptasi spesies tersebut Whittaker 1998. Willson dan Comet 1996 menyebutkan bahwa untuk burung, faktor yang mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan dapat dibedakan atas dua tingkatan. Pada tingkatan geografis, faktor yang berpengaruh adalah biogeografi, konfigurasi 44 45 bentang alam dan struktur metapopulasi. Pada tingkatan lokal, faktor yang berpengaruh adalah karakteristik ekologis dari areal yang didiami seperti sumber makanan dan lokasi untuk bersarang. Faktor yang berperan dalam komunitas burung antara lain adalah, topografi, sejarah dan pengaruh biogeografi pulau, perubahan musiman dari iklim dan sumber daya, keragaman habitat, lingkungan dan pengaruh kompetitor baik burung ataupun kelompok hewan lainnya Pearson 1977; Primack 1995. Collins 2001 menyatakan bahwa variabilitas iklim, perubahan iklim, tutupan lahan, dan perubahan lahan merupakan faktor penting yang mengendalikan dinamika komunitas dan ekosistem. Sementara MacArthur dan Wilson 1967 menyebutkan bahwa di daerah kepulauan, keberadaan spesies dipengaruhi oleh luas dan jarak isolasi pulau dari sumber kolonisasi. Canterbury et al. 2000 melakukan dan mengembangkan penelitian pada tingkat komunitas sebagai indikator lingkungan untuk memonitor populasi burung hutan dan hubungannya dengan habitat. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara indeks habitat dan komunitas burung, sehingga dapat dikatakan bahwa habitat dapat menyediakan prediksi status komunitas burung yang dapat dipertanggungjawabkan. Struktur komunitas dapat juga dipengaruhi oleh komposisi guild. Menurut Connel et al. 2000 guild adalah sekelompok spesies burung yang menggunakan sumberdaya yang sama baik spesies makanan habitat mencari makan ataupun strata tempat mencari makan untuk kelangsungan hidupnya. Perubahan ketersediaan sumberdaya yang spesifik akan mempengaruhi populasi spesies- spesies burung yang tergantung pada ketersediaan sumberdaya tersebut. Tingginya kekayaan spesies kelompok-kelompok guild pada suatu habitat mengindikasikan habitat tersebut menyediakan sumberdaya yang cukup bagi kelompok-kelompok guild dan bisa dikatakan sebagai indikator kualitas lingkungan Bishop Myers 2005. Keanekaragaman tipe ekosistem di Kepulauan Karimunjawa dan lokasi pulau-pulau yang letaknya menyebar akan mempengaruhi komunitas burung di Kepulauan Karimunjawa. Penelitian terhadap komunitas burung khususnya keanekaragaman spesies di Kepulauan Karimunjawa sangat penting dilakukan 45 46 46 dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhinya seperti luas, jarak, bentuk pulau, keanekaragaman habitat dan vegetasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur komunitas burung di Kepulauan Karimunjawa terkait dengan kekayaan spesies, keanekaragaman spesies, kelimpahan spesies, kesamaan spesies, dan komposisi guild. Bahan dan Metode Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di 12 pulau, yaitu Pulau Karimunjawa, P. Kemojan, P. Parang, P. Nyamuk, P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, P. Geleang, P. Kembar, P. Cemara Besar, P. Burung, P. Seruni dan P.Genting Gambar 16. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Juni 2006, Oktober 2006, dan Juni 2007. Pemilihan waktu pengamatan didasarkan pada sistem angin musim monsoon di Kepulauan Karimunjawa, yaitu pada saat kondisi cuaca paling baik dan aman. Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : binokuler Nikon 8 x 30, 8.3”CF WF, monokuler Nikon 20 x 60, GPS Global Positioning System Garmyn e-trex 12 chanel, kompas, kamera, tape recorder, buku panduan lapangan burung, dan tallysheet. 47 47 Gambar 16 Lokasi penelitian di Kepulauan Karimunjawa 48 Metode Penelitian Seluruh data burung pada masing-masing pulau diambil dengan menggunakan metode point count titik hitung. Pada metode titik hitung, pengamat berhenti di suatu titik dan menghitung burung yang terdeteksi selama selang waktu tertentu Bibby et al. 2000 ; Javed Kaul 2000 ; Hostetler Main 2001. Radius pengamatan setiap titik hitung sekitar 20 m, sedangkan lamanya waktu pengamatan setiap titik hitung adalah 10-15 menit. Jarak antar titik yang digunakan adalah 150 m, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pengulangan pencatatan spesies burung Xirouchakis 2005. Khusus untuk P. Burung yang luasnya hanya 2,99 ha, jarak antar titik yang digunakan adalah 100 m, dan lama waktu yang digunakan setiap titik hitung adalah 10 menit. Titik hitung diletakkan sepanjang jalur habitat yang sudah ditentukan. Jumlah jalur atau titik hitung tergantung pada ukuran masing-masing habitat dan dilakukan sampai kurva akumulasi spesies mencapai asimtot Davidar et al. 2001; Donelly Marzluff 2004; Magurran 2004. Total titik hitung dalam penelitian ini sebanyak 276 titik Tabel 16. Tabel 16 Jumlah titik hitung di lokasi penelitian Habitat Hutan Dataran rendah Total titik hitung Pulau Hutan Mangrove Hutan Pantai Kebun Campuran Permuki- man Burung 5 5 Cemara Besar 4 4 Kembar 6 6 Seruni 10 10 Geleang 9 9 Menjangan Kecil 10 10 Menjangan Besar 7 9 16 Nyamuk 9 6 5 20 Genting 6 9 9 7 31 Parang 6 27 7 40 Kemojan 10 5 22 11 13 61 Karimunjawa 18 6 10 12 17 63 276 48 49 Metode pencatatan secara langsung dilakukan dengan melihat obyek burung dan secara tidak langsung didasarkan pada suara burung apabila suara kurang dikenal segera direkam, kemudian diidentifikasi dengan data suara burung segera setelah dari lapangan. Waktu pengamatan dilakukan pada saat aktivitas burung cukup tinggi, yaitu antara pukul 06.00-12.00 WIB Catry et al. 2000; Wang Deborah 2002; Koh et al. 2002; Chettri et al. 2005. Identifikasi spesies burung dilakukan dengan bantuan buku panduan lapangan field guide burung- burung di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali MacKinnon et al. 1993. Spesies-spesies burung yang teramati juga dikelompokkan berdasarkan jenis pakan, cara mencari makan, daerahtempat mencari makan dan strata tempat mencari makan guild Connel et al. 2000. Analisis Data Analisis Data Masing-masing Pulau Identifikasi Spesies Burung Identifikasi spesies burung hasil penelitian dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan panduan lapangan burung-burung di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali MacKinnon et al. 1993. Pemberian nama ilmiah dan nama daerah spesies burung mengacu pada MacKinnon et al. 1993. Spesies burung yang teramati selanjutnya dikelompokkan ke dalam famili dan ordo. Disamping itu dicatat pula status burung yang teramati berdasarkan kriteria keterancaman IUCN 2007, status perdagangan spesies Soehartono Mardiastuti 2003 dan status perlindungan berdasarkan Peraturan Perundangan Republik Indonesia. Kekayaan Spesies Species Richness Nilai kekayaan spesies burung selain dihitung jumlah totalnya di setiap pulau juga diukur dengan menggunakan Indeks diversitas Margalef’s D Mg Clifford Stephenson 1975, diacu dalam Magurran 1988 yaitu : D = S-1 ln N Indeks Margalef’s Mg S = jumlah spesies yang teramati dan N= total individu spesies 49 50 Indeks Keanekaragaman Spesies Untuk menentukan nilai keanekaragaman spesies burung digunakan Indeks Shannon-Wiener Magurran 1988 yaitu : ∑ − = pi pi H ln Indeks Shannon-Wiener pi = Σ Burung spesies ke-i Σ total burung Indeks Kemerataan E’ Untuk menentukan proporsi kelimpahan spesies burung dari masing- masing tipe habitatpulau digunakan indeks kemerataan Index of Equitability or evennes Shannon dan Indeks Simpsons Magurran 2004 yaitu : J’ = H ’ln s s = jumlah spesies ∑ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − = 1 1 N N n n D i i ni = jumlah individu pada spesies i dan N = total jumlah individu Komposisi Guild Komposisi guild dianalisis berdasarkan jumlah spesies dan rata-rata jumlah individu. Jumlah spesies, rata-rata individu dan persentase digunakan untuk melihat perbedaan kelimpahan masing-masing kategori. Untuk melihat perbedaan masing-masing dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Chi- square Fowler Cohen 1986: E E O 2 2 − Σ = χ O : merupakan frekuensi hasil pengamatan E : merupakan frekuensi perkiraan 50 51 Analisis Data Antar Pulau Analisis Data Antar Pulau Indeks Keanekaragaman Spesies Indeks Keanekaragaman Spesies Perbedaan keanekaragaman spesies burung antara pulau satu dengan pulau lain dibandingkan dengan menggunakan uji t student Poole 1974, diacu dalam Magurran 1988 : Perbedaan keanekaragaman spesies burung antara pulau satu dengan pulau lain dibandingkan dengan menggunakan uji t student Poole 1974, diacu dalam Magurran 1988 : [ ] 51 [ ] 2 1 2 1 2 1 var var H H H H t + − = Var H’ = keragaman dari Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Indeks Kesamaan Spesies Index of similarity Untuk melihat kesamaan atau perbedaan komposisi antar spesies burung pada masing-masing pulau dilakukan dengan menggunakan indeks kesamaan spesies Index of similarity Sorenson Magurran 2004 : 2j a+b C S = j = spesies yang terdapat di kedua lokasi a = spesies yang hanya terdapat di lokasi a b = spesies yang hanya terdapat di lokasi b selanjutnya dilakukan analisis determinan dengan program Statistika dan MDS Multidimensional Scaling untuk mengetahui kedekatan komunitas burung antara satu pulau dengan pulau lainnya. Hasil Kekayaan dan Keanekaragaman Spesies Burung di Kepulauan Karimun- jawa Hasil penelitian di 12 pulau Kepulauan Karimunjawa menunjukkan rata- rata jumlah individu yang ditemukan sebanyak 3074 dari 54 spesies burung. Spesies tersebut termasuk dalam 22 famili dan 11 ordo Tabel 17, Lampiran 2. Hasil analisis menunjukkan nilai indeks keanekaragaman di Kepulauan Karimunjawa sebesar 2,51 Tabel 17. Sementara tingkat kekayaan spesies dan 51 52 52 Dari 54 spesies burung yang ditemukan, 16 spesies diantaranya dilindungi berdasarkan Peraturan Perundangan Indonesia, 3 spesies dikategorikan NT Near Threatened oleh IUCN International Union for Conservation of Nature yaitu Caloenas nicobarica Junai mas , Ducula rosacea Pergam katanjar , dan Rhinomyias umbratilis Sikatan rimba dada kelabu. Disamping itu sebanyak tujuh spesies tercantum dalam CITES Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora yaitu Caloenas nicobarica dan Falco peregrinus Alap-alap kawah Appendix I, Accipiter virgatus Elang alap besra, Haliaeetus leucogaster Elang laut perut putih, Hieraaetus kienerii Elang perut karat, Pernis ptilorhynchus Sikep madu asia, dan Falco moluccensis Alap-alap sapi Appendix II Tabel 18. Secara umum di Kepulauan Karimunjawa ada kecenderungan semakin besar jumlah spesies dan rata-rata jumlah individu di masing-masing pulau, maka nilai indeks kekayaan spesiesnya makin tinggi. Sementara nilai indeks keanekaragaman lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah spesies, jumlah individu, dan kondisi habitat pada masing-masing pulau. Faktor yang menyebabkan nilai indeks keanekaragaman di P. Nyamuk rendah kemungkinan adalah isolasi geografik. Rendahnya nilai indeks kemerataan dan indeks dominansi di P. Nyamuk menunjukkan adanya dominasi spesies burung tertentu di pulau tersebut, yaitu Zoosterops chloris Kacamata laut. indeks keanekaragaman spesies pada 12 pulau di Kepulauan Karimunjawa menunjukkan adanya perbedaan di masing-masing pulau tersebut. Kekayaan spesies S, indek kekayaan spesies Margaleft DMg, indeks keanekaragaman Shannon H’, dan indeks Simpson tertinggi dijumpai di P. Karimunjawa, sedangkan indeks kemerataan J’ tertinggi di P. Cemara Besar. Kekayaan spesies dan indeks kekayaan spesies terendah terlihat pada P. Cemara Besar. Indeks keanekaragaman Shannon, indek kemerataan, dan indeks dominansi Simpson terendah pada P. Nyamuk Tabel 17. 53 53 Ket : N : Rata-rata jumlah individu, S: Jumlah spesies, F: Famili, O: Ordo, DMg: Indeks Margaleft, H: Indeks Keanekaragaman Shannon, J’ : Indeks Kemerataan, 1D : Indeks Simpson Tabel 17 Rata-rata jumlah individu, kekayaan spesies, dan indeks keanekaragaman spesies burung di Kepulauan Karimunjawa 3074 54 22 11 6,60 2,51 0,96 5,16 Total 10 39 19 5,93 2,52 0,69 6,41 609 Karimunjawa 10 32 17 4,73 2,22 0,64 5,77 701 Kemojan 24 12 3,78 1,80 0,58 3,26 436 8 Parang 23 13 3,81 1,85 0,59 3,09 320 6 Genting 256 21 13 9 3,61 1,65 0,54 2,53 Nyamuk 19 12 3,46 2,40 0,82 7,94 181 6 Menjangan Besar 14 11 2,59 2,12 0,81 6,65 151 6 Menjangan Kecil 14 10 2,78 1,86 0,70 3,94 107 5 Geleang 17 11 3,19 2,13 0,75 4,73 150 6 Seruni 67 12 18 10 2,62 1,79 0,71 4,00 Kembar 40 8 7 4 1,90 1,82 0,88 5,10 Cemara Besar 56 11 2,48 1,92 0,80 4,92 9 6 Burung Pulau N S F O DMg H’ J’ 1D 54 Tabel 18 Status keterancaman IUCN, perdaganganCITES, dan perlindungan PPRI spesies burung yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa No Ordo Famili Nama ilmiah IUCN CITES PPRI Ardeola speciosa 1 Ciconiiformes Ardeidae B Egretta garzetta 2 A,B Egretta sacra 3 A,B Caloenas nicobarica 4 Columbiformes Columbidae NT I A,B Ducula rosacea 5 NT Halcyon cyanoventris 6 Coraciiformes Alcedinidae A,B Todiramphus chloris 7 A,B Accipiter virgatus 8 Falconiformes Accipitridae II A,B Haliaeetus leucogaster 9 II A,B Hieraaetus kienerii 10 II A,B Pernis ptilorhynchus 11 II A,B Falco moluccensis 12 Falconidae II A,B Falco peregrinus 13 I A,B Rhinomyias umbratilis 14 Passeriformes Muscicapidae NT Anthreptes malacensis 15 Nectariniidae A,B Arachnothera longirostra 16 A,B Nectarinia calcostetha 17 A,B Nectarinia jugularis 18 A,B Ket : IUCN 2008 : NT Near threatened ; CITES 2006 I : APPENDIX I, II : APPENDIX II ; PPRI Perlindungan dalam Peraturan Republik Indonesia : A. UU No 5 tahun 1990, B. PP No. 7 tahun 1999. Komposisi dan Penyebaran Burung di Kepulauan Karimunjawa Dari 54 spesies burung yang ditemukan tergolong dalam 22 famili dan 11 ordo. Famili Columbidae merupakan famili dengan anggota terbanyak 8 spesies;15, diikuti famili Ardeidae dan Sylviidae 5 spesies; 9. Sebanyak tujuh famili diantaranya hanya terdiri dari satu spesies saja atau 2, diantaranya Turnicidae, Artamidae, Chloropseidae, Hirundinidae, Pycnonotidae, Sturnidae, Zosteropidae, dan Psitacidae Gambar 17. 54 55 Pycnonotidae 2 Psittacidae 2 Accipitridae 7 Cuculidae 4 Alcedinidae 4 Columbidae 15 Ardeidae 9 Apodidae 4 Anatidae 4 Rallidae 4 Sturnidae 2 Ploceidae 6 Nectariniidae 7 Muscicapidae 6 Hirundinidae 2 Dicaeidae 4 Chloropseidae 2 Falconidae 4 Silviidae 9 Artamidae 2 Turnicidae 2 Zosteropidae 2 Gambar 17 Persentase spesies burung per famili Berdasarkan persentase rata-rata jumlah individu per famili, persentase terbanyak didominasi oleh famili Zosteropidae 40, diikuti Pycnonotidae dan Nectariniidae 11. Sementara Turnicidae, Chloropseidae, dan Psittacidae hanya 0.03 satu individu Gambar 18. Gambar 18 Persentase rata-rata jumlah individu per famili 55 56 Berdasarkan kategori kelimpahan relatif jumlah individu yang teramati di Kepulauan Karimunjawa dikelompokkan kedalam 5 kelas kelimpahan. Sebanyak 35 spesies burung 65 termasuk dalam kategori kelimpahan tidak umum Skor 2 Tabel 19. Sementara satu spesies 2 yaitu Pycnonotus goiavier masuk dalam kategori umum Skor 4 dan Zosterops chloris masuk dalam kategori melimpah Skor 5. Tabel.19 Komposisi burung berdasarkan kelaskategori kelimpahan relatif individu Kategori kelimpahan relatif Skor Jumlah spesies Persentase Spesies Burung kelimpahan 1 0.1 12 22 Ardeola speciosa, Egretta garzetta, Centropus sinensis, Hieraaetus kienerii, Falco peregrinus, Turnix suscitator,Porzana fusca Aegithina tiphia, Dicaeum trigonostigma, Abroscopus superciliaris, Prinia familiaris Psittacula alexandrii Ardea purpurea, Accipiter virgatus, Halcyon cyanoventris, Hirundo tahitica, Pernis ptilorhynchus, Dendrocygna arcuata, Cyornis rufigastra, Rhinomyias olivacea, Arachnothera longirostra, Apus affinis, Caloenas nicobarica, Centropus bengalensis, Falco moluccensis, Passer montanus, Ptilinopus melanospila, Acridotheres javanicus, Anas gibberifrons, Lonchura leucogastroides, Orthotomus sepium, Rhinomyias umbratilis, Butorides striatus, Haliaeetus leucogaster, Streptopelia chinensis, Chalcophaps indica, Lonchura punctulata, Collocalia esculenta, Ducula rosacea, Dicaeum trochileum, Gerygone sulphurea, Nectarinia calcostetha, Egretta sacra, Treron vernans, Anthreptes malacensis, Ducula aenea, Amaurornis phoenicurus 2 0.1 – 2.0 35 65 56 57 Kategori kelimpahan relatif Jumlah spesies Persentase Skor Spesies Burung kelimpahan Ducula bicolor, Artamus leucorhynchus, Orthotomus ruficeps, Todiramphus chloris, Nectarinia jugularis 3 2.1 - 10 5 9 4 10.1 - 40 1 2 Pycnonotus goiavier 5 40 1 2 Zosterops chloris Ket : 1: jarang, 2 : tidak umum, 3: sering, 4: umum, 5: melimpah Berdasarkan sebarannya, spesies burung yang ditemukan pada 12 pulau di Kepulauan Karimunjawa bervariasi, ada spesies burung yang ditemukan merata di semua pulau 12 pulau, hampir merata 9-11 pulau, kurang merata 2-8 pulau dan spesifik pulau satu pulau. Spesies burung yang ditemukan merata di semua pulau sebanyak empat spesies, yaitu Ducula bicolor, Nectarinia jugularis, Todirhampus chloris, dan Zosterops chloris. Sebanyak lima spesies ditemukan hampir merata di semua pulau, 8 spesies ditemukan kurang merata, dan 20 spesies tidak merata. Sedangkan spesies burung yang hanya ditemukan pada pulau tertentu saja satu pulau sebanyak 17 spesies Tabel 20. Tabel 20 Penyebaran spesies burung di Kepulauan Karimunjawa Jumlah spesies Spesies burung Sebaran No Tipe sebaran Ducula bicolor, Nectarinia jugularis, Todirhampus chloris, Zosterops chloris 1 Merata 4 12 pulau Anthreptes malacensis, Butorides striatus, Egretta sacra, Amaurornis phoenicurus, Artamus leucorhynchus 2 Hampir merata 5 9 – 11 pulau Ducula rosacea Chalcophaps indica, Haliaeetus leucogaster, Nectarinia calcostetha, Orthotomus ruficeps, Pycnonotus goiavier Rhinomyias umbratilis, Treron vernans 3 Kurang merata 8 6– 8 pulau Ardea purpurea, Accipiter virgatus, Anas gibberifrons, Apus affinis, Arachnothera longirostra, Caloenas nicobarica, Centropus bengalensis, 4 Tidak merata 20 2-5 pulau 57 58 Jumlah spesies Spesies burung Sebaran No Tipe sebaran Collocalia linci, Cyornis rufigastra, Dicaeum trochileum, Ducula aenea, Halcyon cyanoventris,Hirundo tahitica, Falco moluccensis, Gerygone sulphurea, Lonchura punctulata, Orthotomus sepium, Ptilinopus melanospila, Rhinomyias olivacea Streptopelia chinensis Abroscopus superciliaris, Acridotheres javanicus, Aegithina tiphia, Ardeola speciosa, Centropus sinensis, Dendrocygna arcuata, Dicaeum trigonostigma, Egretta garzetta, Falco peregrinus, Hieraaetus kienerii, Lonchura leucogastroides, Passer montanus, Pernis ptilorhynchus, Porzana fusca, Psittacula alexandrii, Prinia familiaris, Turnix suscitator 1 pulau 5 Spesifik pulau 17 Komposisi Guild Berdasarkan pengelompokan guild, spesies-spesies burung yang ditemu- kan di Kepulauan Karimunjawa terbagi menjadi 13 kategori, yaitu : 1. AEI Aerial Insectivore : pemakan serangga sambil terbang 2. CA Carnivore : pemakan daging 3. CA IN Carnivore-Insectivore : pemakan invertebrata dan vertebrata 4. FCI Fly catching Insectivore :pemakan serangga sambil melayang 5. AF Arboreal Frugivore : pemakan buah-buahan di atas pohon 6. FRU IN Frugivore – insectivore : pemakan buah-buahan dan serangga 7. GRI Ground Insectivora : pemakan serangga di tanah 8. IN FRU Insectivore Frugivore : pemakan serangga dan buah-buahan 9. OM Omnivore : pemakan segala tumbuhan dan hewan 10. NE IN Nectarivore-Insectivore : pemakan nektar dan serangga 11. SE Seed Eater : pemakan biji-bijian 12. SF GI Shrub Foliage Gleaning Insectivore: pemakan serangga di semak 13. TF Terestrial Frugivore : pemakan buah di tanah 58 59 Berdasarkan jumlah spesies yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, kategori pemakan invertebrata, vertebrata dan serangga Carnivore-Insectivore memiliki jumlah spesies terbanyak. Sedangkan kategori pemakan serangga di udara Aerial Insectivore, pemakan buah di tanah Terestrial Frugivore, serta pemakan serangga dan buah-buahan Insectivore Frugivore masing-masing hanya ditemukan satu spesies saja Gambar 19. Analisis statistik menunjukkan jumlah spesies untuk masing-masing kategori guild ini ternyata tidak berbeda nyata χ2 = 14,87; df = 13; P0,05. Gambar 19 Kategori guild berdasarkan jumlah spesies burung yang ditemukan. Berdasarkan rata-rata jumlah individu terlihat kategori pemakan serangga dan buah-buahan Insectivore-Frugivore memiliki rata-rata jumlah individu terbanyak 1234 diikuti pemakan buah-buahan dan serangga Frugivore- Insectivore 371, dan pemakan nektar dan serangga Nectarivore Insectivore 348. Rata-rata jumlah individu paling sedikit ditemukan pada kategori pemakan daging Carnivore, pemakan serangga di tanah Ground Insectivore, pemakan buah di tanah Terestrial Frugivore, dan pemakan serangga di udara Aerial Insectivore Gambar 20. Hasil analisis statistik rata-rata jumlah individu untuk masing-masing kategori guilds terlihat berbeda sangat nyata χ2 = 5399,80; df = 13; P0,05. 59 Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah spesies dan rata- rata jumlah individu paling banyak ditemukan pada kategori pemakan serangga, baik pemakan serangga sambil terbang, pemakan serangga di tanah, pemakan serangga dan buah-buahan, dan pemakan serangga di daerah semak. Jumlah spesies dan rata-rata jumlah individu paling sedikit ditemukan pada kategori pemakan daging Carnivore. Gambar 20 Kategori guild berdasarkan rata-rata jumlah individu Uji Beda Keanekaragaman Spesies Burung di Kepulauan Karimunjawa Perbedaan keanekaragaman spesies burung pada masing-masing pulau di Kepulauan Karimunjawa dapat diketahui dengan menggunakan uji t Magurran 2004. Analisis yang dilakukan dengan uji t menunjukkan bahwa perbedaan tersebut kadang berbeda nyata, namun terkadang juga tidak Tabel 21. Berdasarkan uji t indeks keanekaragaman spesies dapat diketahui bahwa ada kecenderungan pulau yang termasuk kelompok pulau-pulau kecil atau pulau- pulau yang hanya memiliki satu tipe habitat hutan pantai tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, pulau-pulau kecil tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kelompok pulau-pulau besar yang memiliki kemerataan rendah, pulau yang terluas P. Karimunjawa dan P. Kemojan secara umum menunjukkan perbedaan yang signifikan P 0,05 dengan pulau lainnya. 60 60 61 61 Tabel 21 Matrik t hitung indeks keanekaragaman 12 pulau di Kepulauan Karimunjawa Uji T Burung Cemara Besar Kembar Seruni Geleang Menjangan Kecil Menjangan besar Nyamuk Genting Parang Kemojan Karimun jawa Burung 0.00 Cemara Besar 0,77 0,00 Kembar 0,74 0,22 0,00 Seruni 1,36 2,82 2,12 0,00 Geleang 0,37 0,32 0,41 1,83 0,00 Menjangan Kecil 1,46 3,57 2,30 0,09 2,00 0,00 Menjangan Besar 3,48 6,75 4,21 2,28 4,12 2,95 0,00 Nyamuk 1,76 1,55 0,88 3,51 1,42 4,02 6,34 0,00 Genting 0,48 0,30 0,39 2,18 0,07 2,52 5,07 1,56 0,00 Parang 0,72 0,00 0,21 2,61 0,30 3,15 5,98 1,43 0,28 0,00 Kemojan 2,25 5,55 3,09 1,97 2,88 1,98 2,28 5,21 3,72 4,67 0,00 Karimunjawa 4,53 9,09 5,23 3,48 5,26 4,59 1,35 7,77 6,59 7,85 4,19 0,00 62 Indeks Kesamaan Spesies Burung di Kepulauan Karimunjawa Masing-masing pulau memiliki kesamaan spesies burung dan untuk melihat tingkat kesamaan spesies atau komposisi spesies di masing-masing pulau tersebut digunakan indeks kesamaan spesies burung. Hasil analisis tingkat kesamaan spesies burung antar pulau diperoleh dendrogram tingkat kesamaan spesies burung. Dendrogram menunjukkan terbentuknya dua kelompok komunitas burung yaitu kelompok yang terdiri atas P. Menjangan Kecil P06, P. Menjangan Besar P07, P. Nyamuk P08, P. Seruni P4, P. Genting P.09, P. Parang P10, P. Kemojan P11, dan P. Karimunjawa P12 dan kelompok yang terdiri atas P. Burung P01, P. Cemara Besar P02, P. Geleang P05, dan P. Kembar P03 Gambar 21. Hasil analisis dendrogram menunjukkan P. Seruni P04 memiliki tingkat kesamaan spesies burung tertinggi dengan dengan P. Genting P09 sebesar 75, diikuti P. Karimunjawa P12 dengan P. Kemojan P11 dan P. Menjangan Kecil P06 dengan P. Menjangan Besar sebesar 73. Sementara persentase kesamaan terendah terlihat antara P. Kembar P03 dengan P. Geleang P05, P. Burung P01, dan P. Cemara Besar 56. Hasil analisis dendrogram antara komunitas pertama dan komunitas kedua, menunjukkan tingkat kesamaan spesies kedua komunitas tersebut sebesar 50. Secara keseluruhan hasil dendrogram menunjukkan adanya kecenderungan atau pola bahwa pulau-pulau yang lokasinya berdekatan, pulau yang luasnya hampir sama, dan pulau yang tipe habitatnya mirip mempunyai komposisi spesies yang hampir sama. Sementara pulau-pulau yang letaknya berjauhan, luas pulau sangat berbeda jauh, dan tipe habitatnya juga berbeda menunjukkan komposisi spesies tidak sama. 62 63 P10 P08 P07 P06 P12 P11 P09 P04 P03 P05 P02 P01 I II 0.50 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 8 Gambar 21 Dendrogram kesamaan spesies burung di Kepulauan Karimunjawa Keterangan : I : Komunitas I; II : Komunitas II; P01 : P. Burung, P02 : P. Cemara besar, P03: P. Kembar, P04: Seruni P05 :P. Geleang, P.06: P. Menjangan Kecil, P.07 : P. Menjangan Besar, P08: P. Nyamuk , P09 : P. Genting, P10: P. Parang, P11: P. Kemojan, P12: P. Karimunjawa Hasil analisis dendrogram juga diperkuat dengan hasil analisis MDS Multi Dimensional Scaling Gambar 22. Hasil MDS memperlihatkan adanya kesamaan dengan dendrogram. Dalam MDS dua titik atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik berdekatan, sebaliknya obyek atau titik yang tidak sama digambarkan berjauhan. Goodness of fit dalam MDS atau ketepatan obyek yang digambarkan dalam dimensi dicerminkan dari besaran nilai stress Buja et al. 2004. Hasil analisis MDS dalam penelitian ini menunjukkan nilai stress yang didapatkan sebesar 0,09. Menurut Cheng 2004 MDS merupakan salah satu metode analisis multivariate yang dapat menggambarkan variasi dari komposisi spesies selain metode clustering. Selanjutnya juga disebutkan bahwa kombinasi antara MDS dan metode clustering satu sama lain dapat saling mendukung. 63 64 P01 P02 P03 P04 P05 P06 P07 P08 P09 P10 P11 P12 -1.6 -1.4 -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 Dimension 1 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 Dim e n s io n 2 Stress = 0,09 Gambar 22 MDS komposisi spesies burung pada tiap pulau di Kepulauan Karimunjawa Gambar 22 MDS komposisi spesies burung pada tiap pulau di Kepulauan Karimunjawa Keterangan : P01 : P. Burung, P02 : P. Cemara besar, P03: P. Kembar, P04: Seruni P05: P. Geleang, P.06: P. Menjangan Kecil, P.07 : P. Menjangan Besar, P08: P. Nyamuk , P09 : P. Genting, P10: P. Parang, P11: P. Kemojan, P12: P. Karimunjawa Keterangan : P01 : P. Burung, P02 : P. Cemara besar, P03: P. Kembar, P04: Seruni P05: P. Geleang, P.06: P. Menjangan Kecil, P.07 : P. Menjangan Besar, P08: P. Nyamuk , P09 : P. Genting, P10: P. Parang, P11: P. Kemojan, P12: P. Karimunjawa Hubungan Komunitas Burung dengan Tipe habitat Hubungan Komunitas Burung dengan Tipe habitat Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tipe habitat hutan mangrove di Kepulauan Karimunjawa memiliki jumlah spesies, indeks keanekaragaman, dan kemerataan burung yang lebih tinggi dibandingkan tipe habitat lainnya. Sementara jumlah individu terbanyak dijumpai di kebun campuran Tabel 22, Lampiran 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tipe habitat hutan mangrove di Kepulauan Karimunjawa memiliki jumlah spesies, indeks keanekaragaman, dan kemerataan burung yang lebih tinggi dibandingkan tipe habitat lainnya. Sementara jumlah individu terbanyak dijumpai di kebun campuran Tabel 22, Lampiran 3. Hasil analisis indeks keanekaragaman dan kemerataan vegetasi menunjukkan bahwa hutan dataran rendah memiliki indeks keanekaragaman 2,83 dan kemerataan 0,87 tertinggi dibandingkan habitat lainnya. Sementara indeks keanekaragaman dan kemerataan vegetasi terendah dijumpai pada kebun campuran Tabel 22, Lampiran 4. Hasil analisis indeks keanekaragaman dan kemerataan vegetasi menunjukkan bahwa hutan dataran rendah memiliki indeks keanekaragaman 2,83 dan kemerataan 0,87 tertinggi dibandingkan habitat lainnya. Sementara indeks keanekaragaman dan kemerataan vegetasi terendah dijumpai pada kebun campuran Tabel 22, Lampiran 4. 64 64 65 Tabel 22 Kekayaan spesies, keanekaragaman spesies, dan kelimpahan burung serta keanekaragaman vegetasi pada masing-masing tipe habitat. Hutan mangrove Hutan dataran rendah Kebun campuran Hutan pantai Permukiman S 39 26 33 35 30 N 626 300 737 983 422 H’ 2,42 2,07 2,12 1,93 1,92 J’ 0,66 0,64 0.61 0,54 0,56 H’veg 2,54 2,83 1,25 1,11 2,02 J’veg 0,78 0,87 0,44 0,39 0,64 Ket : N : Jumlah individu, S : Kekayaan spesies, H: Indeks Keanekaragaman Shannon burung, J’:Indeks Kemerataanburung, H’veg: Indeks keanekaragaman Shannonvegetasi, J’veg: Indeks Kemerataan vegetasi. Perbandingan Waktu Pengamatan Berdasarkan perbandingan waktu pengamatan menunjukkan terdapat perbedaan jumlah individu pada waktu pengamatan yang berbeda. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji t ternyata tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan baik antara pengamatan pertama dengan pengamatan kedua P 0,349, pengamatan pertama dengan pengamatan ketiga P 0,127, dan antara pengamatan kedua dengan pengamatan ketiga P 0,163. Meskipun demikian terlihat ada kecenderungan jumlah individu pada pengamatan pertama dan kedua hampir sama, sedangkan pada pengamatan ketiga jumlah individu yang ditemukan lebih banyak Gambar 25, Lampiran 5. Jumlah spesies pada waktu pengamatan yang berbeda juga menunjukkan ada perbedaan. Jumlah spesies terbanyak ditemukan pada waktu pengamatan pertama 45 spesies, waktu pengamatan kedua 41 spesies, dan waktu pengamatan ketiga 38 spesies Gambar 26, Lampiran 4. Setelah dilakukan uji t ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengamatan pertama dengan pengamatan kedua P 0,600, pengamatan pertama dengan pengamatan ketiga P 0,242, dan antara pengamatan kedua dengan pengamatan ketiga P 0,376. Sebanyak 30 spesies burung selalu ditemukan baik pada waktu pengamatan pertama, kedua dan ketiga. Spesies burung yang hanya ditemukan pada waktu pengamatan pertama adalah : Dendrocygna arcuata, Egretta garzetta, 65 66 66 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Juni 2006 Oktober 2006 Juni 2007 Waktu sampling K e lim paha n in div idu N 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 K e k a ya a n sp e s ie s S N jumlah individu S jumlah spesies Halcyon cyanoventris, Hieraaetus kienerii, Dicaeum trigonostigma, dan Psittacula alexandrii. Spesies burung yang hanya ditemukan pada pengamatan kedua adalah Abroscopus superciliaris, Ardeola speciosa, Accipiter virgatus, Falco moluccensis, Falco peregrinus, Turnix suscitator, Porzana fusca. Sedangkan Aegithina tiphia adalah spesies burung yang hanya ditemukan pada pengamatan ketiga Lampiran 5 . Gambar 23 Perbandingan jumlah individu dan kekayaan spesies burung antar waktu pengamatan. Hasil perbandingan indeks keanekaragaman H’ antar waktu pengamatan menunjukkan indeks keanekaragaman tertinggi terlihat pada waktu pengamatan kedua 2,30, diikuti waktu pengamatan pertama 2,26, dan waktu pengamatan ketiga 1,97 Gambar 11. Berdasarkan uji t menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara waktu pengamatan pertama dengan waktu pengamatan ketiga t hit = 7,48 dan antara waktu pengamatan kedua dengan ketiga t hit = 8,68. Sementara antara waktu pengamatan pertama dengan waktu pengamatan kedua tidak ada perbedaan yang signifikan. 67 67 1.8 1.9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 Juni 2006 Oktober 2006 Juni 2007 Waktu sampling H a a b Gambar 24 Perbandingan indeks keanekaragaman H’ antar waktu pengamatan Ket : a-a : tidak signifikan , a-b : signifikan Pembahasan Kekayaan dan Keanekaragaman Spesies Burung di Kepulauan Karimun- jawa Dari 54 spesies burung yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, 16 spesies atau sekitar 30 diantaranya termasuk spesies burung yang dilindungi berdasarkan Peraturan Perundangan Indonesia yaitu UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No. 71999 tentang Pengawetan Spesies Tumbuhan dan Satwa. Apabila dibandingkan dengan penelitian lain khususnya di Pulau Jawa seperti yang dilakukan Wisnubudi 2004, persentase jumlah spesies burung yang dilindungi dan ditemukan di Kepulauan Karimunjawa cukup tinggi. Hasil penelitian Wisnubudi 2004 di Taman Nasional Gunung Halimun menyebutkan dari 144 spesies burung yang ditemukan 19 28 spesies diantaranya termasuk diilindungi. Menurut UU No. 5 tahun 1990 spesies yang dilindungi tersebut, empat kelompok dilindungi pada tingkat famili yaitu Alcedinidae, Accipitridae, Falconidae, dan Nectariniidae, serta tiga spesies pada tingkat spesies yaitu Caloenas nicobarica, Egretta garzetta dan Egretta sacra. Bedasarkan IUCN International Union for Conservation of Nature, tiga spesies burung yang ditemukan dikategorikan kedalam NT Near Threatened yaitu Caloenas nicobarica, Ducula rosacea, dan Rhinomyias umbratilis. Spesies 68 burung yang dikategorikan dalam NT adalah spesies burung yang mendekati kategori rentan, namun untuk saat ini tidak tergolong terancam punah Birdlife 2008. Sebanyak tujuh spesies tercatat dalam CITES Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora. CITES merupakan konvensi internasional yang mengatur perdagangan spesies satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah antar negara. Dua spesies diantaranya yaitu Caloenas nicobarica dan Falco peregrinus masuk dalam Appendix I. Spesies yang masuk dalam Appendix I merupakan spesies yang terancam punah dan berdampak bila diperdagangkan, perdagangan hanya diijinkan dalam kondisi tertentu, seperti riset ilmiah. Sebanyak lima spesies lainnya, yaitu Accipiter virgatus, Haliaeetus leucogaster, Hieraaetus kienerii, Pernis ptilorhynchus, dan Falco moluccensis masuk dalam Appendix II. Spesies yang masuk dalam Appendix II adalah spesies yang statusnya belum terancam punah, tetapi apabila dieksploitasi berlebihan akan terancam punah Soehartono Mardiastuti 2002; www.cites.org.2006. Keberadaan spesies-spesies burung yang dilindungi di Kepulauan Ka- rimunjawa antara lain karena habitat di Kepulauan Karimunjawa mendukung kebutuhan hidup spesies-spesies tersebut, baik sebagai tempat mencari makan, berlindung, dan berkembangbiak. Burung-burung yang termasuk dalam Famili Ardeidae merupakan kelompok burung yang hidup di sekitar pesisir pantai dan kepulauan dengan jenis makanan berupa ikan dan invertebrata. Begitu juga dengan Halcyon cyanoventris Cekakak Jawa dan Todiramphus chloris Cekakak Sungai yang menggunakan daerah pantai sebagai habitat utamanya, khususnya untuk tempat bertengger, mencari makan, dan berkembang biak. Caloenas nicobarica ditemukan di Kepulauan Karimunjawa khususnya di P. Burung dan P. Seruni, hal ini karena spesies burung tersebut menggunakan pulau-pulau kecil yang bebas dari pemangsa sebagai tempat berkembangbiak. Keberadaan Famili Accipitridae yang dilindungi di Kepulauan Karimunjawa disebabkan keberadaan habitat untuk bertengger, menunggu mangsa, dan mencari makan. Faktor lain adalah kecilnya gangguan terhadap spesies tersebut. Pulau-pulau di Kepulauan Karimunjawa kebanyakan adalah pulau yang tidak berpenghuni, maka faktor 68 69 gangguan khususnya gangguan manusia terhadap spesies-spesies tersebut sangat kecil. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan spesies-spesies yang dilindungi tersebut menjadi terancam kelestariannya. Hal ini karena Kepulauan Karimunjawa selain sebagai Taman Nasional juga merupakan daerah pariwisata, apabila habitat-habitat burung yang dilindungi tersebut selanjutnya dibangun saranaprasarana fisik dengan alasan untuk pengembangan sektor pariwisata maka keberadaan burung-burung tersebut menjadi terancam. Nilai indeks keanekaragaman di Kepulauan Karimunjawa adalah 2,51, sedangkan nilai indeks keanekaragaman pada 12 pulau berkisar antara 1,65 – 2,52. Menurut Magurran 2004 nilai indeks keanekaragaman Shannon umumnya berkisar antara 1,50 sampai 3,50 dan sangat jarang yang mencapai 4. Nilai indeks akan mencapai atau lebih besar dari 5 apabila jumlah sampel mencapai 10 5 . Perbedaan ukuran sampel juga sangat mempengaruhi indeks keanekaragaman Shannon, semakin besar ukuran sampel dan jumlah individu maka nilai indeks cenderung semakin tinggi. Apabila dibandingkan hasil penelitian lain di Pulau Jawa indeks keanekaragaman di Kepulauan Karimunjawa termasuk dalam kategori rendah. Wisnubudi 2004 menyebutkan nilai indeks keanekaragaman di jalur Cikaniki, Curug Cikudapaeh, dan Citalahab Taman Nasional Gunung Halimun TNGH berkisar 3,40 – 4,00. Prawiradilaga et al. 2002 menyebutkan nilai indeks keanekaragaman di Gunung Kendeng Taman Nasional Gunung Halimun sebesar 3,53. Pulau Karimunjawa memiliki tingkat kekayaan dan indeks keanekaragaman spesies tertinggi S=39, H’=2,51, hal ini disebabkan lebih banyak disebabkan beragamnya tipe habitat di pulau tersebut. Tipe habitat di pulau tersebut adalah hutan pantai, hutan mangrove, hutan dataran rendah, kebun campuran, dan permukiman. Welty 1982 mengatakan bahwa keanekaragaman habitat akan berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies burung. Semakin beranekaragam struktur habitat maka semakin besar keanekaragaman jenis hewan, hal ini karena habitat menyediakan sumberdaya yang cukup, khususnya sebagai tempat untuk mencari makan, berlindung, dan berkembang biak. 69 70 Nilai indeks kemerataan spesies tertinggi terlihat pada Pulau Cemara Besar 0.88. Nilai kemerataan yang tinggi menunjukkan bahwa kelimpahan individu spesies burung pada pulau tersebut hampir merata, tidak ada dominasi spesies burung yang sangat menonjol. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi habitat di P. Cemara Besar memiliki ketersediaan sumber hidup seperti pakan, tempat berlindung dan berkembang biak yang cukup bagi spesies-spesies burung yang ditemukan di pulau tersebut. Pulau Nyamuk memiliki nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan paling rendah dibanding pulau lainnya. Kondisi ini disebabkan adanya dominasi spesies burung tertentu di pulau tersebut. Indeks kemerataan yang rendah menunjukkan adanya kecenderungan dominasi spesies tertentu di suatu habitat, sedangkan indeks kemerataan yang tinggi menunjukkan suatu habitat memiliki kelimpahan individu spesies yang hampir sama atau merata Remegie Gu 2008; Routledge 1980 dan Alatalo 1981, diacu dalam Stirling Brian 2001. Spesies burung yang sangat dominan di P. Nyamuk adalah Zosterops chloris. Zosterops chloris merupakan anggota Zosteropidae yang pakannya tidak terbatas pada satu spesies makanan saja serangga, buah-buahan, dan terkadang nektar MacKinnon et al. 1993 sehingga mampu memanfaatkan potensi pakan dan menggunakan habitat yang tersedia di pulau tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku spesies burung ini sangat aktif dan selalu dalam kelompok kecil, umum dijumpai pada semak dan semua bagian strata vegetasi, khususnya di hutan pantai MacKinnon et al.1993. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya indeks keanekaragaman dan kemerataan di P. Nyamuk adalah kondisi habitat dan isolasi geografik. Apabila dibandingkan dengan P. Kembar yang luasnya lebih kecil dan hanya terdiri dari satu tipe habitat yaitu hutan pantai, ternyata P. Kembar memiliki nilai indeks keanekaragaman yang lebih tinggi dibanding P. Nyamuk. Letak geografis P. Nyamuk yang terpisah dari pulau lain dan tidak adanya hutan dataran rendah merupakan faktor penyebab keanekaragaman burung di pulau tersebut rendah. Pulau Kembar meskipun luasnya kecil dan hanya terdiri dari satu tipe habitat ternyata letaknya berdekatan dengan P. Parang. Pulau Parang merupakan salah satu pulau terluas di Kepulauan Karimunjawa, memiliki habitat lebih beragam, 70 71 dan pulau yang paling subur dibanding pulau lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa P.. Parang berperang sebagai “source” bagi P. Kembar. Penelitian yang dilakukan Davidar et al. 2002 menyebutkan keberadaan hutan evergreen jenis hutan yang selalu hijau dan tidak pernah menggugurkan daunnya memiliki kaitan penting dengan meningkatnya kekayaan spesies burung hutan yang ada di Kepulauan Andaman. Pulau yang memiliki hutan evergreen cenderung memiliki kekayaan spesies burung lebih tinggi dibandingkan pulau yang tidak memiliki hutan. Menurut Devy dan Davidar 1998; Yoganand dan Davidar 2000 hutan evergreen kemungkinan besar menjadi habitat primer bagi banyak spesies. Keberadaan hutan selain menjadi tempat persediaan air bagi banyak penghuni habitat, juga menyediakan sumber pakan, seperti serangga dan buah, serta tempat bersarang dan perlindungan bagi burung Khodaoost 2008. Tidak adanya hutan atau terjadinya fragmentasi hutan akan mengakibatkan terbatasnya sumber daya bagi beberapa spesies dan selanjutnya akan mengakibatkan rendahnya keanekaragaman spesies burung di suatu area. Keberadaan permukiman kemungkinan turut juga mempengaruhi ke- anekaragaman spesies burung di P. Nyamuk. Kegiatan dan gangguan penduduk di permukiman mengakibatkan aktifitas burung dan kehadiran burung menjadi terganggu. Welty 1982 menyatakan bahwa keanekaragaman burung berkaitan dengan kemampuan habitat yang dapat menyediakan sumber pakan, pelindung atau area bagi burung tersebut. Kondisi habitat P. Nyamuk didominasi oleh kebun campuran dan vegetasi yang paling dominan di pulau tersebut adalah Cocos nucifera, hal ini menyebabkan terbatasnya sumberdaya makanan, tempat berlindung, dan berkembangbiak bagi burung. Komposisi dan Penyebaran Burung di Kepulauan Karimunjawa Perbedaan kelimpahan pada tingkat famili juga dapat disebabkan faktor ketersediaan makanan, jumlah spesies, serta keberadaan faktor pengendali populasi seperti keberhasilan berbiak dan predator. Di Kepulauan Karimunjawa, komposisi famili berdasarkan jumlah spesies burung secara umum didominasi oleh famili Columbidae, yang memiliki anggota sebanyak delapan spesies Lampiran 2. Columbidae merupakan salah satu famili yang memiliki sebaran dan jelajah yang cukup luas, mulai dari hutan tropis, padang rumput, bahkan di 71 72 pulau-pulau kecil di kawasan oseanik Walker 2007. Menurut Gale 2003 hampir 60 anggota Columbiformes terdistribusi di kawasan kepulauan yang jauh dari benua dan mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang sangat panas. Columbidae memperlihatkan kemampuan yang baik untuk bertahan hidup di pulau - pulau kecil MacKinnon et al. 1993. Spesies - spesies burung anggota famili Columbidae yang ditemukan di lokasi penelitian merupakan spesies burung yang umum dijumpai di pulau-pulau kecil di Jawa seperti Caloenas nicobarica, Chalcophaps indica, Ducula aenea, Ducula bicolor, Ducula rosacea, Ptilinopus melanospila Streptopelia chinensis, Treron vernans. Sebagian besar anggotanya merupakan pemakan buah-buahan dan biji-bijian, serta memanfaatkan strata atas dan tengah vegetasi pohon. Beberapa spesies diantaranya memanfaatkan strata bawah dan tanah Caloenas nicobarica, Chalcophaps indica, dan Streptopelia chinensis, jarang yang memanfaatkan semua bagian strata vegetasi. Kondisi habitat di Kepulauan Karimunjawa juga mendukung dominasi spesies famili Columbidae. Beberapa spesies pohon yang menghasilkan buah dan biji sebagai sumber makanan utama famili Columbidae adalah Syzigium liniatum, Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Rhodamnia cinerea, Eugenia sp, Garcinia celebica, dan Ficus sp. Persentase rata-rata jumlah individu per famili, secara umum didominasi oleh famili Zosteropidae. Meskipun anggota famili ini hanya terdiri dari satu spesies saja Zosterops chloris, tapi spesies ini sangat mendominasi di Kepulauan Karimunjawa. Dominasi Zosteropidae dalam hal ini Zosterops chloris disebabkan kelompok ini memiliki daerah sebaran yang cukup luas, menghuni hutan sekunder, hutan terbuka, perdu, mangrove, lahan budidaya, permukiman. Spesies ini juga sering berada di pulau-pulau kecil, khususnya di semak hutan pantai dan memiliki perilaku sangat gesit, bergerak aktif tidak kenal lelah, terbang di antara pepohonan, semak, dan pada semua bagian strata vegetasi MacKinnon et al.1993. Di Kepulauan Karimunjawa spesies tersebut hampir selalu ditemukan di semua pulau dan semua tipe habitat. Pengamatan juga menunjukkan jenis makanan Zosterops chloris lebih dari satu jenis, yaitu serangga, buah, bahkan nektar. 72 73 Famili lainnya yang memiliki persentase rata-rata jumlah individunya tinggi adalah Pycnonotidae, juga hanya terdiri dari satu spesies burung saja yaitu Pycnonotus goiavier. Pycnonotus goiavier merupakan burung pemakan buah dan serangga, berkelompok, hidup di hutan, menyukai habitat terbuka, kebun, bahkan permukiman MacKinnon et al. 1993. Hasil pengamatan menunjukkan Pycnonotus goiavier di Kepulauan Karimunjawa tersebar di semua tipe habitat, mulai hutan pantai, hutan mangrove, hutan dataran rendah, kebun campuran dan permukiman. Pycnonotus goiavier yang ditemukan juga terlihat memakan buah- buahan dan serangga. Perilaku Pycnonotus goiavier terlihat aktif, sering bergerak berpindah-pindah tempat dari satu pohon ke pohon lain, dan berkelompok. Berdasarkan kategori kelimpahan relatif, Pycnonotus goiavier masuk dalam kategori umum Skor 4 dan Zosterops chloris masuk dalam kategori melimpah Skor 5. Sementara spesies yang termasuk dalam famili Columbidae masuk dalam kategori jarang Skor 1, tidak umum Skor 2, dan sering Skor 3. Pola sebaran dan tingkah laku tersebut tentunya akan berpengaruh pada kelimpahan individu kedua spesies burung tersebut di Kepulauan Karimunjawa. Hal ini dapat menjelaskan mengapa dari proporsi jumlah spesies burung per famili didominasi oleh Columbidae, tetapi dari persentase rata-rata jumlah individu per famili ternyata tidak mendominasi. Columbidae secara umum memiliki tubuh yang padat dan gemuk, perilakunya kurang gesit dan terlihat sering bertengger dalam waktu lama di strata atas atau strata tengah vegetasi. Keberhasilan reproduksi, rendahnya kompetisi, dan faktor predator sangat mendukung kelimpahan individu. Dari segi jumlah telur yang dihasilkan, Zosterops dan Pycnonotidae lebih banyak menghasilkan telur dibandingkan Columbidae. Zosterops pada waktu berbiak menghasilkan 2-5 telur, Pycnonotidae 3-5 telur Faaborg 1988 ; Austin 1975, sedangkan anggota Columbidae hanya sekitar 1-2 telur Faaborg 1988; Gale 2003. Hasil pengamatan menunjukkan dibandingkan Zosteropidae dan Pycnonotidae, tingkat kompetisi antar spesies burung dalam famili Columbidae lebih tinggi. Hal ini dapat dipahami, mengingat anggota famili Columbidae yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa terdiri dari delapan spesies burung. Kompetisi terjadi apabila spesies-spesies tersebut memiliki kebutuhan yang sama 73 74 dalam memanfaatkan sumber daya yang ada, tetapi sumber daya tersebut tidak mencukupi kebutuhan semua individu, sehingga akan mempengaruhi kemampuan individu spesies untuk dapat bertahan hidup dan bereproduksi. Spesies-spesies burung famili Columbidae yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa sebagian besar memanfaatkan sumberdaya yang sama, seperti sumber makanan, tempat bersarang dan bereproduksi, serta strata vegetasi yang sama. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya kompetisi interspesifik diantara anggota famili Columbidae tersebut, sehingga kelimpahan individu masing-masing spesies tersebut rendah. Kompetisi khususnya pada tingkat spesies anggota famili Zosteropidae dan Pycnonotidae hampir pasti tidak terjadi. Di Kepulauan Karimunjawa, anggota famili Zosteropidae dan Pycnonotidae yang ditemukan hanya satu spesies saja. Kemungkinan apabila sumber daya makin lama makin terbatas akan terjadi kompetisi antar individu-individu spesies tersebut. Keberadaan predator juga mempengaruhi kelimpahan spesies individu. Ukuran tubuh famili Columbidae rata-rata lebih besar daripada Zosteropidae dan Pycnonotidae, gerakannya kurang gesit, dan sebagian besar famili Columbidae memanfaatkan strata atas dan tengah vegetasi. Hal ini mengakibatkan predator, seperti anggota famili Acciptridae khususnya Falco peregrinus akan lebih jelas dan mudah menangkap anggota Columbidae dibanding dua famili lainnya. Berdasarkan sebarannya, spesies burung yang ditemukan merata di semua pulau sebanyak empat spesies, yaitu Ducula bicolor, Nectarinia jugularis, Todirhampus chloris, dan Zosterops chloris. Keberadaan empat spesies burung tersebut menunjukkan kondisi habitat semua pulau yang diamati sangat mendukung sumberdaya yang dibutuhkan spesies burung tersebut. Sebanyak lima spesies masuk dalam kategori hampir merata 9-11 pulau diantaranya adalah Anthreptes malacensis, Butorides striatus, Egretta sacra, Amaurornis phoenicurus, dan Artamus leucorhynchus. Spesies burung yang hanya ditemukan pada satu pulau saja spesifik sebanyak 17 spesies atau sekitar 31 dari total spesies yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa Tabel 20. Spesies-spesies tersebut sebagian besar ditemukan di pulau-pulau besar saja, khususnya P. Karimunjawa dan P. Kemojan. Hal ini menunjukkan sumberdaya yang dibutuhkan spesies-spesies burung tersebut terbatas atau hanya ada di P. 74 75 Karimnujawa dan P. Kemojan. Disamping itu, ada kemungkinan keberadaan hutan dataran rendah di P. Karimunjawa dan P. Kemojan selain merupakan tempat penyimpanan air yang penting bagi keanekaragaman spesies burung, juga menyediakan sumber pakan, tempat berlindung, dan berkembang biak bagi spesies-spesies tersebut. Komposisi Guild Untuk melihat apakah struktur komunitas di kepulauan dipengaruhi oleh interaksi interspesifik, maka perlu juga melihat komposisi guild Faaborg 1988. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kelimpahan spesies dan rata-rata jumlah individu pada masing-masing kategori guild. Kepadatan guild di suatu daerah berhubungan dengan ketersediaan sumber daya del Río 2001. Berdasarkan jumlah spesies burung yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa, kategori pemakan invertebrata dan vertebrata Carnivore-Insectivore, merupakan spesies yang mendominasi, sedangkan berdasarkan rata-rata jumlah individu didominasi oleh kategori pemakan serangga dan buah-buahan Insevtivore-Frugivore khususnya Zosterops chloris. Ketersediaan invertebrata mollusca, crustacea, vertebrata ikan, katak, kadal, tumbuhan berbunga dan berbuah di lokasi penelitian menyebabkan melimpahnya dua kategori tersebut. Ketersediaan tumbuhan berbunga dan berbuah akan mengundang spesies-spesies serangga untuk datang menghisap nektar. Melimpahnya serangga tentu saja akan menyediakan sumber bagi spesies-spesies burung pemakan serangga, sehingga burung pemakan serangga juga akan melimpah. Kategori pemakan serangga dan buah Insectivore-Frugivore khususnya Zosterops chloris sangat mendominasi komunitas burung di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan rata-rata jumlah individu. Zosterops chloris merupakan satu-satunya spesies burung dari famili Zosteropidae yang ditemukan di lokasi penelitian. Disamping pola sebaran, perilaku, dan kondisi habitat yang sangat mendukung keberadaan spesies ini, faktor rendahnya kompetisi interspesifik menyebabkan spesies ini sangat melimpah. Pemakan biji-bijian dan pemakan daging merupakan spesies yang kelimpahan individunya paling sedikit ditemukan di Kepulauan Karimunjawa. 75 76 Burung pemakan biji-bijian biasanya dijumpai melimpah di daerah terbuka yang tersebar di sekitar daerah persawahan atau permukiman. Daerah persawahan hanya ditemukan di Pulau Karimunjawa saja, sedangkan permukiman dijumpai di lima pulau P. Karimunjawa, P. Kemojan, P. Parang, P. Nyamuk, dan P. Genting. Burung pemakan daging atau kelompok raptor termasuk spesies burung yang sangat tergantung pada hutan hujan primer, pohon-pohon besar untuk bertengger dan bersarang merupakan komponen penting dalam habitat burung pemangsa. Hutan hanya dijumpai di dua pulau, yaitu P. Karimunjawa dan P. Kemojan. Hal ini menyebabkan jumlah individu burung pemangsa di Kepulauan Karimunjawa relatif sedikit. Secara umum sebagian besar burung yang ditemukan di Kepulauan Karimunjawa adalah pemakan serangga, baik pemakan serangga dan buah- buahan, serangga dan nektar, serangga dan vertebrata ataupun hanya pemakan serangga saja. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat umum pada komunitas burung. Dominasi burung pemakan serangga juga tercatat pada komunitas burung di P. Jawa Prawiradilaga et al. 2002; Sodhi et al. 2005. Sebagian besar burung merupakan pemakan serangga, atau menjadikan serangga sebagai salah satu alternatif pakannya. Uji Beda Keanekaragaman Spesies Burung di Kepulauan Karimunjawa Hasil analisis uji t Magurran 2004 dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu komunitas memiliki perbedaan atau persamaan dengan komunitas lain. Komunitas spesies burung yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah komunitas burung antar pulau di Kepulauan Karimunjawa khususnya berdasarkan nilai indeks keanekaragaman. Indeks keanekaragaman spesies masing-masing pulau menunjukkan bahwa walaupun ada perbedaan nilai indeks keanekaragaman, tetapi nilai indeks tersebut tidak selalu berbeda secara statistik P 0,05 Ada kecenderungan pulau yang termasuk kelompok pulau-pulau kecil atau pulau yang hanya memiliki satu tipe habitat hutan pantai indeks keanekaragaman tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hutan pantai di P. Burung, P. Cemara Besar, P. Kembar, P. Seruni, P. Geleang, dan P. Menjangan Kecil secara umum memiliki jenis vegetasi yang hampir sama, seperti Scaevola taccada, Casuarina equisetifolia, Cocos nucifera dan Rhodamnia cinerea. 76 77 Kesamaan tipe habitat dan jenis vegetasi menyebabkan keanekaragaman spesies burung di pulau-pulau tersebut cenderung tidak berbeda nyata. Pulau-pulau kecil juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan pulau-pulau besar yang memiliki kemerataan rendah P. Nyamuk, P. Genting, dan P. Parang, meskipun ketiga pulau tersebut memiliki luas dan tipe habitat yang sangat berbeda dengan pulau-pulau kecil. Hal ini karena di P. Nyamuk, P. Genting, dan P. Parang ada dominasi spesies Zozterops chloris yang menyebabkan rendahnya indeks kemerataan. Dominasi spesies menyebabkan indeks keanekaragaman spesies di ketiga pulau tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan pulau-pulau kecil. Pulau Karimunjawa dan P. Kemojan menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan pulau lainnya. Hal ini karena P. Karimunjawa dan P. Kemojan memiliki habitat yang lebih kompleks hutan dataran rendah, hutan mangrove, hutan pantai, kebun campuran, dan permukiman dibandingkan pulau lainnya. Perbedaan nilai indek keanekaragaman yang nyata atau signifikan menunjukkan bahwa variasi habitat pada masing-masing pulau menyebabkan kemampuan spesies burung yang memanfaatkan setiap habitat pada lokasi penelitian berbeda atau spesies burung hanya memanfaatkan tipe habitat tertentu untuk kelangsungan hidupnya. Indeks Kesamaan Spesies Burung di Kepulauan Karimunjawa Tingginya kesamaan spesies antara pulau-pulau tersebut menunjukkan bahwa komposisi penyusun komunitas pulau-pulau tersebut memiliki persamaan. Hasil analisis indeks kesamaan spesies burung di Kepulauan Karimunjawa yang berupa dendrogram menunjukkan adanya kecenderungan atau pola bahwa pulau- pulau yang lokasinya berdekatan, pulau yang luasnya hampir sama, dan pulau yang tipe habitatnya mirip mempunyai komposisi spesies yang hampir sama. Sementara pulau-pulau yang letaknya berjauhan, luas pulau sangat berbeda jauh, dan tipe habitatnya juga berbeda menunjukkan komposisi spesies tidak sama. Faktor kedekatan jarak dan struktur vegetasi yang sama menyebabkan P. Seruni dengan P. Genting mempunyai tingkat komposisi spesies burung yang sama 75. Begitu juga dengan P. Menjangan Kecil dengan P. Menjangan Besar yang mempunyai komposisi spesies sebesar 73. Dari segi luas dan tipe habitat, meskipun P. Genting memiliki perbedaan dengan P. Seruni, tetapi kesamaan 77 78 struktur komunitas kedua pulau itu lebih disebabkan karena kesamaan struktur vegetasi dan kedekatan jarak kedua pulau tersebut. Struktur vegetasi kedua pulau tersebut didominasi oleh Coccos nucifera. Faktor luas, kedekatan jarak, dan struktur vegetasi di P. Menjangan Besar dan P. Menjangan Kecil menyebabkan tingginya nilai kesamaan spesies di pulau tersebut. P. Menjangan Besar memiliki luas 84.08 ha, sementara P.Menjangan Kecil 51.61 ha. Striuktur vegetasi di kedua pulau tersebut sama-sama didominasi oleh Cocos nucifera. P. Karimunjawa dengan P. Kemojan memiliki komposisi spesies sebesar 73, hal ini karena faktor kedekatan jarak, luas dan kesamaan tipe habitat. Pulau Karimunjawa dan P. Kemojan merupakan dua pulau terbesar di Kepulauan Karimunjawa. Tipe habitat di P. Karimunjawa dan P. Kemojan juga memiliki kesamaan, yaitu hutan pantai, hutan mangrove, kebun campuran, permukiman, dan hutan dataran rendah. Sementara jarak antara kedua pulau tersebut sangat berdekatan dan hanya dihubungkan oleh koridor jembatan. Komposisi spesies yang sama antara P. Burung, P. Cemara Besar, P. Geleang, dan P. Kembar lebih banyak diakibatkan kesamaan tipe habitat, struktur vegetasi dan pulau-pulau tersebut termasuk dalam kelompok pulau kecil. Tipe habitat keempat pulau tersebut adalah hutan pantai yang secara umum didominasi oleh Casuarina equisetifolia cemara laut, Cocos nucifera kelapa, dan Scaevola taccada gabusan. Dendrogram pada keseluruhan pengamatan menunjukkan terbentuknya dua kelompok komunitas burung di lokasi penelitian. Pemotongan dendrogram untuk mendapatkan dua kelompok komunitas tersebut dilakukan pada selisih jarak pengabungan yang terbesar. Kelompok pertama terdiri atas P. Menjangan Kecil , P. Menjangan Besar, P. Nyamuk, P. Seruni, P. Genting, P. Parang, P. Kemojan, dan P. Karimunjawa dan kelompok kedua terdiri atas P.Burung, P. Cemara Besar, P. Geleang, dan P.Kembar Hasil analisis dendrogram antara komunitas pertama dan komunitas kedua, menunjukkan tingkat kesamaan spesies kedua komunitas tersebut rendah, yaitu sebesar 50. Secara umum faktor jarak, perbedaan tipe habitat, struktur dan komposisi vegetasi penyusun habitat 78 79 menyebabkan perbedaan spesies burung pada kedua komunitas tersebut sehingga komposisi spesies burung pada kedua komunitas tersebut berbeda. Analisis MDS juga menunjukkan kesamaan hasil dengan dendrogram. Dalam analisis MDS kemiripan komposisi spesies antar pulau adalah berdasarkan kedekatan jarak antar obyek yang digambarkan pada grafik dua dimensi. Ketepatan obyek pada posisinya ditunjukkan dari nilai stress. Nilai stress yang dihasilkan dalam analisis MDS adalah sebesar 0,09; hal ini menunjukkan bahwa model dikatakan baik. Menurut Cheng 2004 semakin rendah nilai stress mendekati nol maka posisi obyek semakin tepat. Sedangkan menurut Nurmalina 2008 model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress 0,25. Hubungan komunitas Burung dengan Tipe habitat Hasil analisis hubungan komunitas burung dengan tipe habitat menunjukkan bahwa pada tipe habitat hutan mangrove memiliki jumlah spesies, indeks keanekaragaman, dan kemerataan burung tertinggi dibandingkan tipe habitat lainnya. Noor et al. 1999 dan Irwanto 2006 menyebutkan bahwa salah satu fungsi hutan mangrove adalah sebagai habitat satwa liar seperti burung. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan mangrove juga menjadi tempat berkembang biak bagi burung air dan persinggahan burung migran. Hutan magrove di Kepulauan Karimunjawa menyediakan ikan, udang, kepiting, dan molluska yang menjadi sumber makanan beberapa spesies burung Jenis burung yang ditemukan di hutan mangrove sebanyak 39 spesies. Dari 39 spesies yang ditemukan, didominasi oleh pemakan serangga dan nektar. Vegetasi mangrove seperti Rhizophora spp, Bruguiera spp, Excoecaria agallocha, Lumnitzera spp dan Sonneratia spp pada saat penelitian sebagian besar tampak sedang berbunga. Ketersediaan tumbuhan berbunga dan berbuah akan mengundang jenis-jenis serangga untuk datang menghisap nektar. Dengan melimpahnya serangga tentu saja akan menyediakan sumber bagi spesies burung pemakan serangga, sehingga burung pemakan serangga akan datang ke habitat mangrove. Disamping itu, ketersediaan nektar juga akan menyediakan sumber makanan bagi spesies pemakan nektar seperti Anthreptes malacensis, Nectarinia calcostetha, Nectarinia jugularis 79 80 Jenis burung yang ditemukan di hutan pantai sebanyak 33 spesies. Spesies yang dominan adalah pemakan serangga, buah, dan nektar. Hal ini dapat disebabkan di hutan pantai ditemukan jenis vegetasi yang digunakan oleh kelompok burung tersebut untuk mencari makan, seperti Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Glochidion rubrum, Ficus, Rhodamnia cinerea dan Scaevola taccada. Sementara kelompok burung pemakan vertebrata dan ikan memanfaatkan vegetasi hutan pantai sebagai tempat bertengger dan beristirahat. Bahkan Caloenas nicobarica di P. Burung memanfaatkan Rhodamnia cinerea sebagai tempat bersarang. Hutan dataran rendah di Kepulauan Karimunjawa terdapat di P. Karimun- jawa dan P. Kemojan. Sebanyak 26 spesies burung ditemukan di hutan dataran rendah dan kelompok terbanyak adalah pemakan buah, diikuti pemakan serangga dan nektar. Kelompok pemakan daging memanfaatkan hutan dataran rendah sebagai tempat untuk bertengger dan beristirahat. Menurut Devy dan Davidar 1998; Yoganand Davidar 2000 hutan menjadi tempat persediaan air bagi beberapa fauna termasuk burung. Disamping itu, hutan menyediakan sumber pakan, seperti serangga, bunga dan buah, serta tempat bersarang dan perlindungan bagi beberapa jenis burung Khodaoost 2008. Vegetasi di hutan daratan rendah turut mendukung keberadaan spesies burung pemakan buah, seranga, dan nektar. Vegetasi yang dominan di hutan dataran rendah P. Karimunjawa dan P. Kemojan adalah Syzygium liniatum, Ixora blumei, Cynometra ramifolia, Garcinia celebica, dan Ficus variegata. Jenis burung yang ditemukan di kebun campuran sebanyak 35 spesies dan sebagian besar adalah kelompok pemakan serangga, buah, dan nektar. Hal ini juga diakibatkan vegetasi di kebun campuran menyediakan buah dan bunga. Dengan tersedianya bunga akan mengundang serangga datang di habitat tersebut, sehingga burung pemakan serangga dan nektar akan datang di habitat tersebut. Melimpahnya vegetasi penghasil buah-buahan seperti Anacardium occidentale mete, Artocarpus nangka dan Mangifera indica mangga juga akan mengundang burung pemakan buah ke habitat tersebut. Permukiman di Kepulauan Karimunjawa dijumpai pada lima pulau, yaitu P. Karimunjawa, P. Kemojan, P. Parang, P. Nyamuk, dan P. Genting. Jenis 80 81 burung yang ditemukan di permukiman sebanyak 30 spesies. Spesies tersebut didominasi oleh kelompok pemakan serangga, diikuti pemakan nektar, dan pemakan buah. Vegetasi di permukiman sebagian besar adalah penghasil bunga, buah, dan nektar seperti Anacardium occidentale, Cocos nucifera, Mangifera indica, Artocarpus, dan Psidium guajava, yang merupakan sumber makanan bagi kelompok burung tersebut. Perbandingan Waktu Pengamatan Hasil analisis perbandingan waktu pengamatan menunjukkan adanya perbedaan pada jumlah individu, jumlah spesies, dan nilai indeks keanekaragaman. Setelah dilakukan analisis statistik lebih lanjut dengan menggunakan uji t ternyata jumlah individu dan jumlah spesies pada waktu pengamatan yang berbeda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Meskipun demikian jumlah individu terbanyak dijumpai pada pengamatan ketiga 3283, sedangkan jumlah spesies terbanyak dijumpai pada waktu pengamatan pertama 45 spesies. Sementara uji t untuk indeks keanekaragaman H’ menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara pengamatan pertama dengan ketiga dan antara pengamatan kedua dengan ketiga. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi ternyata dijumpai pada pengamatan kedua H’= 2, 30, sedangkan indeks keanekaragaman terendah terlihat pada pengamatan ketiga H’ =1,97. Tingginya nilai indeks keanekaragaman pada pengamatan kedua kemungkinan dipengaruhi oleh sistem angin musim monsoon. Pengamatan kedua dilakukan pada bulan Oktober 2007. Menurut Pustekom 2006, perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem angin musim monsoon yang mengalami pembalikan arah dua kali setahun. Pada bulan September – November merupakan musim peralihan pancaroba sebagai peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Pada periode ini angin tidak bertiup kencang, perairan di sekitar Kepulauan Karimunjawa juga terlihat sangat tenang. Kondisi ini mengakibatkan aktifitas burung-burung pada musim ini menjadi lebih tinggi dan selanjutnya akan mempengaruhi tingginya nilai indeks keanekaragaman spesies burung di sekitar Kepulauan Karimunjawa. 81 82 Pengamatan pertama Juni 2006 dan pengamatan ketiga Juni 2007 dipengaruhi oleh angin musim dari tenggara, dan disebut sebagai musim timur karena angin bertiup dari timur ke barat. Pada musim timur, angin bertiup sangat kencang, perairan di Kepulauan Karimunjawa terlihat berombak dan sedikit mengandung uap air, sehingga kadang-kadang menimbulkan hujan lokal, bahkan pada waktu pengamatan ketiga terjadi badai beberapa kali yang disertai angin cukup kencang. Hal ini mengakibatkan aktifitas burung di Kepulauan Karimunjawa menjadi terganggu, burung tidak banyak keluar melakukan aktifitas dan mempengaruhi keanekaragaman spesiesnya. Faktor lain yang kemungkinan turut mempengaruhi adalah pada saat pengamatan pertama dan ketiga Bulan Juni merupakan waktu berbiak bagi beberapa kelompok spesies burung, khususnya burung pemakan buah dan nektar. Spesies yang sedang berbiak aktifitasnya menjadi berkurang, mereka menggunakan sebagian besar waktunya di sarang, sehingga akan jarang terlihat pada saat pengamatan. Disamping itu adanya dominasi spesies tertentu Zosterops chloris pada pengamatan ketiga mengakibatkan rendahnya nilai indeks keanekaragaman spesies. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komunitas burung di Kepulauan Karimunjawa memiliki kekayaan spesies, keanekaragaman spesies, kelimpahan, dan komposisi guild yang cenderung berbeda pada tiap-tiap pulau. Total sebanyak 54 spesies burung ditemukan, yang termasuk dalam 22 famili dan 11 ordo. Sebanyak 16 spesies diantaranya dilindungi berdasarkan Peraturan Perundangan Indonesia, tiga spesies dikategorikan NT Near Threatened oleh IUCN International Union for Conservation of Nature yaitu Caloenas nicobarica , Ducula rosacea , dan Rhinomyias umbratilis. Disamping itu sebanyak tujuh spesies tercantum dalam CITES Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora yaitu Caloenas nicobarica dan Falco peregrinus Appendix I, Accipiter virgatus, Haliaeetus leucogaster, Hieraaetus kienerii, Pernis ptilorhynchus, dan Falco moluccensis Appendix II. Komunitas burung di Kepulauan Karimunjawa mempunyai tingkat keanekaragaman H’ sebesar 2,51 dan tingkat keanekaragaman pada 12 pulau di 82 83 lokasi penelitian berkisar antara 1,65– 2,52. Berdasarkan persentase spesies burung dalam famili, Columbidae merupakan famili dengan anggota terbanyak delapan spesies, sedangkan berdasarkan persentase rata-rata jumlah individu didominasi oleh famili Zosteropidae. Sementara untuk kategori kelimpahan relatif, Zosterops chloris termasuk dalam kategori melimpah. Sebanyak empat spesies burung ditemukan merata di semua pulau dan 17 spesies burung dikategorikan dalam tipe sebaran spesifik pulau satu pulau. Berdasarkan kategori guild, jumlah spesies burung didominasi oleh kelompok burung pemakan invertebrata, vertebrata Carnivore-Insectivore, sedangkan rata-rata jumlah individu didominasi oleh kategori pemakan serangga dan buah-buahan Insectivore-Frugivore. Analisis uji t indeks keanekaragaman menunjukkan nilai indeks tersebut tidak selalu berbeda secara statistik dan ada kecenderungan pulau yang terluas P. Karimunjawa dan P. Kemojan secara umum menunjukkan perbedaan yang signifikan P 0,05 dengan pulau lainnya, pulau yang termasuk kelompok pulau-pulau kecil atau pulau-pulau yang hanya memiliki satu tipe habitat hutan pantai tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dan pulau-pulau kecil tidak menunjukkan pebedaan yang nyata dengan kelompok pulau-pulau besar yang memiliki kemerataan rendah. Sementara analisis indeks kesamaan spesies yang ditunjukkan oleh dendrogram dan MDS menunjukkan pola bahwa pulau-pulau yang lokasinya berdekatan, pulau yang luasnya hampir sama, dan pulau yang tipe habitatnya mirip mempunyai komposisi spesies yang hampir sama. 83 84

IV. APLIKASI TEORI BIOGEOGRAFI PULAU TERHADAP KOMUNITAS BURUNG DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA