Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Petisah
LAPORAN TUGAS AKHIR
TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MENERAPKAN SISTEM SELF ASSESSMENT PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN PETISAH OLEH:
Nama : Liza Ardina Siahaan
NIM : 122600042
Jurusan : Administrasi Perpajakan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan segala hikmat dan karunia-Nya serta untuk setiap berkat yang telah dianugerahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini yang diberi judul “Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menerapkan Sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)Pratama Medan Petisah” dengan baik guna memenuhi salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, Penulis telah banyak menerima bantuan moril, spiritual, dorongan serta bimbingan maupun informasi dari berbagai pihak yang sangat berperan aktif mulai dari tahap awal hingga selesainya tugas akhir ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.
3. Ibu Arlina, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
(3)
4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dari awal hingga selesai.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu, mendidik, membimbing penulis selama perkuliahan.
6. Terimakasih untuk KPP Pratama Medan Petisah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan riset.
7. Bang Agustinus Tarigan sebagai supervisor di KPP Pratama Medan Petisah yang telah banyak membantu dalam memberikan data.
8. Bu Corby Siburian, Bang Afrizal Pasaribu,S.Sos dan Pak Indra Efendi Rangkuti,S.Sos yang telah membantu saya dalam segala urusan kegiatan yang berhubungan dengan administrasi perkuliahan.
9. Kedua orangtua saya Ayah Akhyar Siahaan &Ibunda tercinta Salbiah Siagian yang telah memberikan cinta dan kasih sayang, serta doa yang terbaik untuk saya, yang selalu menjadi panutan dan motivasi saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
10.Kedua abang saya Bayu Safri Arnanda Siahaan& Syaftian Ardiansyah Siahaan yang telah memberikan kasih sayang serta doa untuk saya, dan selalu memberi nasihat, dan semangat untuk saya dalam mengerjakan tugas akhir ini.
11.Untuk teman-teman saya Akbar Risyandi Putra NST, Ledi Kurniadi, Ika Sarah Mahsita, Dela Dahaka, Srimayana, Sri Fauziah, Novrizal Tambunan
(4)
Terimakasih telah menjadi teman terbaik selama enam semester ini yang telah mengajarkan arti pertemanan dalam suka maupun duka.
12.Untuk sahabat-sahabat kecil saya Winda Yunita, Nurazila, Vivia Ardila, Anggie Mulyani Ritonga terimakasih sudah setia menjadi sahabat terbaik sampai dengan sekarang dan tidak pernah bosan untuk selalu membantu. 13.Untuk kedua sahabat saya Deni Marpaung dan Rizky Adiyaksa Daulay
akhirnya kita bisa menyelesaikan studi kita dalam jangka waktu yang pas dan kita saling membantu sama lain untuk mengerjakan tugas akhir kita. “You’re the best friends in everytime”
14.Untuk Riyanti Syarista terimakasih sudah menjadi sahabat, motivator, dan kakak terbaik saya, yang tidak pernah mengeluh maupun bosan dalam memberikan saya nasihat dan semangat dalam mengerjakan tugas akhir ini. 15.Untuk Rendi Nurshadi terimakasih sudah menjadi abang, sahabat, dan
teman spesial, yang selalu meluangkan waktu ditengah kesibukannya dan memberikan dorongan dan semangat untuk mengerjakan tugas akhir ini. 16.Terimakasih untuk Mahasiswa-Mahasiswi Administari Perpajakan stambuk
2012. TAX A,B&C 2012, yang menjadi teman dan tempat berbagi, dan Pengurus IMPROSAJA FISIP USU Periode 2014-2015.
14.Seluruh pihak yang membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari kekurangan dan kelemahan baik dalam teknik penulisan maupun isi, untuk itu dengan segala
(5)
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.Akhir kata, penulis mendoakan semoga Allah SWT selalu memberikan magfirah-Nya kepada kita semua dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Medan, Juni 2015
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………....i
DAFTAR ISI………...………....v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………...1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……...………4
C. Uraian Teoritis………...6
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)………10
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……….11
F. Metode Pengumpulan Data……….12
G. Sistematika Penyusunan Laporan………13
BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Petisah……….16
B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Petisah………20
C. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Petisah…………...……….…..21
D. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah………...22
(7)
BAB III GAMBARAN DAN PENYAJIAN DATA
A. Pengertian Kepatuhan Perpajakan (Tax Compliance)……….33
B. Pentingnya Kepatuhan Perpajakan………..34
C. Sikap Masyarakat terhadap Pajak……….……...35
D. Perlawanan Terhadap Pajak……….…………37
E. Iklim Perpajakan (Tax Climate)………...43
BAB IV ANALISI DAN EVALUASI A. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2013………….48
B. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2014………….49
C. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh………..50
D. Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Menerapkan Sistem Self Assessment………...51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………...53
B. Saran………54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(8)
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Sebagaimana kita ketahui, peranan pajak semakin besar dan penting dalam menyumbang penerimaan Negara dalam rangka kemandirian membiayai pelaksanaan pembangunan Nasional. Untuk itu perlu adanya peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak. Salah satu wujud kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak adalah mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan membayar pajak penghasilan sesuai ketentuan perpajakan yang ada apabila penerimaan atau memperoleh penghasilan.
Sesuai ketentuan perpajakan yang ada, sistem pemungutan pajak yang dianut di indonesia adalah self assessment yaitu masyarakat mendaftarkan diri sendiri sebagai Wajib Pajak selanjutnya menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak penghasilan terutang. Sedangkan salah satu fungsi Direktorat Jenderal Pajak menurut ketentuan undang-undang perpajakan adalah melakukan pengawasan terhadap masyarakat atas pelaksanaan sistem self assessment sehingga diberikan wewenang dibidang perpajakan antara lain; pengukuhan sebagai Wajib Pajak, penetapan besarnya pajak yang terutang apabila masyarakat tidak membayar pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan.
(9)
Tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia walaupun dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan, namun dinilai masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan oleh adanya rasa keengganan dan ketidakinginan Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban pajaknya dengan konsekuensi secara benar masih sangat tinggi. Kondisi ini makin diperparah dengan tingkat kesadaran Wajib Pajak akan pengetahuan peraturan perpajakan yang juga masih sangat kurang. Hal ini menjadi suatu kendala dan potensi besar yang harus disikapi oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dan mencari penanggulangannya dalam menangani perpajakan. Jika kesadaran Wajib Pajak dapat ditingkatkan, maka penerimaan pajak pun diharapkan akan meningkat dengan pesat karena Wajib Pajak sangat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat realisasi penerimaan pajak.Seperti yang kita ketahui dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Berbeda dengan undang-undang perpajakan lainnya, Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 hanya berisikan Hukum Pajak Formal, yang semata-mata memuat peraturan-peraturan mengenai tata-cara pelaksanaan pemungutan pajak oleh negara. Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-undang Nomor 6Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994kemudian diubah lagi ke undang Nomor 5 tahun 2008 dan diperbarui lagi ke Undang-undang No 16 tahun 2009
(10)
Sistem penghitungan sendiri (self assessment) memungkinkan potensi adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik akibat dari kelalaian, kesenjangan ataupun ketidaktahuan wajib pajak atas tanggung jawab dari kewajiban perpajakannya. Untuk mengatasi ketidakefektifan penerapan sistem self assessment, dan agar pelaksanaan kewajiban wajib pajak dapat dilaksanakan secara baik dan benar, harus diimbangi dengan memberikan penyuluhan pajak (tax dissemination), pelayanan perpajakan (tax service) dan pengawasan perpajakan (tax enforcement). Apabila ketiga fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara optimal, maka kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak di dalam melaksanakan kewajiban dan haknya di sektor perpajakan akan meningkat. Pada akhirnya akan meningkatkan tax ratio dan sekaligus penerimaan pajak. Namun pada kenyataan yang ada sekarang ini, negara indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah. Fakta tersebut terbukti setelah diperoleh data yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio belum dapat dimaksimalkan (Pongtuluran, 2010)
Mengingat dasar inilah penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang merupakan kegiatan intrakurikuler yang dilaksanakan secara mandiri. Dalam rangka memperoleh pengalaman praktis dilingkungan kerja, maka berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk membahas
(11)
Menerapkan sistem Self Assessment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah”
B.Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Adapun Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
a. Untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem self assessment terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
b. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan pembayaran atau penyetoran pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi yang dilaporkan tepat waktu dan jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang aktif di Kantor Pelayanan Pratama Medan Petisah.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 2.1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk menciptakan dan menumbuh kembangkan rasa tanggung
jawab dan profesionalisme serta kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.
b. Guna mendorong mahasiswa untuk belajar mengetahui menjadi
tenaga kerja ahli yang siap dipakai.
c. Guna memotivasi mahasiswa untuk beraktifitas dalam melakukan pekerjaan secara efisien dan efektif melalui praktik kerja lapangan mandiri.
(12)
d. Menguji dan mengukur kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam menghadapi situasi dunia kerja yang sebenarnya.
e. Memahami modernisasi yang telah dilakukan Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Petisah.
2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah
a. Dengan dilaksanakan nya praktik kerja lapangan mandiri bagi mahasiswa dituntut sumbangsih nya terhadap lingkungan Kantor Pelayanan Pajak baik berupa saran maupun kritik yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Patama Medan Petisah.
b. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dengan Program studi Diploma III Administrasi Perpajakan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU)
c. Untuk mempromosikan citra atau image kepada masyarakat
khususnya sivitas akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU)
(13)
2.3.Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU)
a. Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta memantapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya khususnya dibidang perpajakan.
b. Meningkatkan kualitas sumber daya menusia Universitas Sumatera Utara.
c. Membuka imteraksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang bersangkutan memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
d. Memperoleh masukan dan saran untuk perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum yang berlaku di Program Studi DiplomaIII Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP USU).
C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh): Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
(14)
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Rachmat Soemitro dalam ( Devano dan Rahayu, 2006:22) menyatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor pertikulir sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
2. Sistem Pemungutan Pajak 2.1 Official Assessment System
Merupakan sistem perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada dipihak pemerintah atau fiskus. Pada intinya fiskus menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Menurut Mardiasmo (2007:7) menyatakan bahwa:
“Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak”. Dengan ciri:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus Dari Pengertian diatas, terlihat bahwa perhitungan pajak dengan official assessment system, fiskuslah yang aktif sejak dari mencari wajib pajak
(15)
untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sampai pada penetapan jumlah pajak yang terutang. Besarnya kewajiban pajak ditentukan sepenuhnya oleh fiskus selaku pemungutan pajak
2.2 Self Assessment System
Merupakan sistem yang memberikan tanggung jawab yang besar kepada wajib pajak karena semua proses dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sendiri oleh wajib pajak.
Menurut Waluyo dan Ilyas (2003:18) menyatakan bahwa:
“Self Assessment System adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar”.
Dari pengertian di atas jelas terlihat bahwa perhitungan pajak dengan self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang menekankan kepada wajib pajak untuk bersikap aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, karena sistem pemungutan ini memberi kebebasan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri tanpa adanya campur tangan fiskus atau pemungut pajak.
2.3 With Holding System
Merupakan sistem perpajakan dimana pihak ketiga Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan Dalam Negeri diberi kepercayaan
(16)
untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan.
Menurut Waluyo dan Ilyas (2003:18) dalam bukunya Perpajakan Indonesia, menyatakan bahwa:
“With Holding System adalah sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak”.
Dari pengertian diatas bisa dilihat bahwa pihak ketiga memiliki peran aktif dalam sistem ini, dan fiskus berperan dalam pemeriksaan pajak, penagihan, maupun tindakan penyitaan apabila ada indikasi pelanggaran perpajakan.
Berdasarkan UU no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan ciri sistem self assessment adalah:
1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan pengabdian serta partisipasi wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan Negara dan pembangunan.
2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota wajib pajak sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
(17)
kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundangan.
3. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan kegotong royongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terhutang, sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam melaksanakan PKLM ini di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah maka yang menjadi ruang lingkup adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab Wajib Pajak Orang Pribadi tidak memenuhi kewajiban perpajakannya khususnya pajak penghasilan 2. Mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar
pajak penghasilannya
3. Upaya yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah untuk mendukung kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menerapkan sistem self assessment.
(18)
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Dalam melakukan penelitian penulisan melakukan metode-metode yang diperlakukan. Metode yang dipergunakan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Hal ini berkaitan dengan persiapan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan praktik kerja lapangan mandiri, misalnya mengajukan judul, persetujuan judul, pembuatan proposal, seminar proposal, perbaikan proposal, penunjukan dosen pembimbing,bimbingan dan konsultasi, permohonan surat praktik kerja lapangan mandiri kepada instansi yang dituju.
2. Studi Literatur
Dalam hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku-buku yang berkaitan
Dengan kegiatan yang akan dilakukan penulis dalam melaksanakan praktik kerja lapangan mandiri.
3. Observasi Lapangan
Dalam tahap ini penulis meninjau dan mengamati objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri(PKLM) untuk mengetahui sistem kerja di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah.
4. Pengumpulan Data
Dalam tahap ini penulis mengumpulkan data-data berhubungan dengan rencana kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri(PKLM)
(19)
melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Jenis data yang akan dikumpul terbagi 2 yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara kepada orang yang bersangkutan.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui referensi dan buku-buku yang bersangkutan dengan objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
5. Analisis Data dan Evaluasi
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data secara kumulatif yang kemudian akan di interpresentasikan secara objektif, jelas, dan sistematis.
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang dilakukan, penulis masih berada dalam ruang lingkup prosedur yang telah ditetapkan yaitu dengan cara memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dibawakan. Dalam metode pengumpulan data ini yang akan dilakukan penulis yaitu :
1. Metode Observasi
Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung ataupun tidak langsung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar, dan bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
(20)
dengan diberikan petunjuk dan arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada kantor dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia dan memiliki resiko tinggi. 2. Wawancara
Pengumpulan Data dengan melakukan wawancara secara langsung yang melibatkan pegawai pada kantor yang bersangkutan baik secara lisan maupun tulisan yang berhubungan dengan objek studi.
3. Daftar Dokumentasi
Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi, misalnya dengan mengumpulkan daftar dokumentasi yang diperlukan seperti peraturan pemerintah yang berlaku, Undang-Undang Perpajakan, Data mengenai kepegawaian dan data-data lain yang berhubungan dengan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang penulis lakukan.
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan mengemukakan latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Uraian Teoritis, Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri, Metode Pengumpulan Data, dan Sistematika Penulisan Laporan Akhir Praktik Kerja.
(21)
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
Pada bab ini penulis akan menguraikan sejarah singkat dari perusahaan, struktur organisasi perusahaan, uraian tugas pokok dan fungsi, serta gambaran pegawai/karyawan/anggota personil.
BAB III GAMBARAN DAN PENYAJIAN DATA
Pada bab ini penulis akan menguraikan ketentuan-ketentuan yang mengenai membahas tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan self assesssment pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah, perubahan-perubahan pada perundang-undangan, cara pelaksanaan, dan apa saja dampak yang terjadi.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI
Dalam bab sebelumnya penulis telah membahas tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment, maka pada bab ini penulis mencoba menganalisis berdasarkan kemampuan penulis kemudian mengadakan evaluasi serta memberikan interprestasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis memaparkan bagaimana kesimpulan dari objek yang telah diteliti serta saran-saran yang membangun bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
(22)
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(23)
A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Petisah
Sebagai gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah semula bernama Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994 yang kemudian diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 dan dengan adanya modernisasi di lingkungan DJP, maka sejak tanggal 27 Mei 2008 berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 191/KMK.01/2008 yang merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, yang akan melayani Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta melakukan pemeriksaan tetapi bukan lembaga yang memutuskan keberatan.
Seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan DJP untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di lingkungan DJP melalui sistem modernisasi. Dengan adanya reorganisasi tersebut, maka unit kerja yang dulu dikenal KPP diganti dengan KPP Pratama dan KPP Madya. Unit kerja tersebut adalah :
1. KPP Madya Medan
(24)
3. KPP Pratama Medan Petisah 4. KPP Pratama Binjai
5. KPP Pratama Medan Belawan 6. KPP Pratama Medan Kota 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Medan Polonia 9. KPP Pratama Lubuk Pakam
Adapun ruang lingkup wilayah kerja dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah meliputi :
1. Waskon I yang wilayah kerjanya meliputi : a. Sekip.
b. Sei Sikambing C II. c. Sei Sikambing D. d. Sei Putih Tengah. e. Sei Putih Timur. f. Helvetia Timur.
2. Waskon II yang wilayah kerjanya meliputi :
a. Petisah Tengah.
3. Waskon III yang wilayah kerjanya meliputi :
a. Sunggal.
b. Tanjung Rejo.
c. Helvetia Tengah.
(25)
e. Babura Sunggal.
f. Kampung Lalang.
4. Waskon IV yang wilayah kerjanya meliputi :
a. Sei Putih Tengah.
b. Sei Putih Timur II.
c. Cinta Damai.
d. Dwi Kora.
e. Helvetia.
f. Sei Sikambing B.
g. Simpang Tanjung.
Adapun jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Medan Petisah periode 31 Desember 2014 berjumlah yang terdiri dari:
Tabel 1 Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama Medan Petisah
No Jenis Wajib Pajak Jumlah
1 Orang Pribadi 88.932
2 Badan 11.424
3 Bendaharawan 217
Sumber: KPP Pratama Medan Petisah
` KPP Pratama adalah instansi vertikal Direktoral Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPP
(26)
Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan dan pelayanan pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku.
Makna Logo Direktorat Jenderal pajak
Dalam menentukan logo, tentu saja instansi yang bersangkutan memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus, apalagi instansi kepemerintahan seperti Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang berada di bawah naungan Menteri Keuangan (MenKeu) Republik Indonesia. Setiap logo tentunya memiliki makna-makna tersendiri begitu juga dengan Departemen Keuangan Republik Indonesia
Keterangan :
1) Tulisan yang berbunyi “Nagara Dana Rakca” artinya penghimpunan
negara.
2) Bentuk padi melambangkan kemakmuran. 3) Bentuk kapas melambangkan bersih.
4) Bentuk sayap merupakan hakekat dari struktur yang kuat dan tangguh serta terkoordinir.
(27)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lambang Menteri Keuangan memiliki makna, yaitu: “Menteri keuangan yang bertugas sebagai penghimpun dana negara yang bersih demi kemakmuran rakyat Indonesia”.
B. Visi dan Misi KPP Pratama Medan Petisah
Keberhasilan program modernisasi di lingkungan DJP, tidak hanya dapat membawa perubahan paradigma dan perubahan perilaku pegawai DJP, tetapi lebih jauh juga dapat memberikan dampak positif terhadap percepatan penerapan praktek-praktek good governancepada institusi pemerintah secara keseluruhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak telah mencanangkan visi dan misi sebagai pedoman dalam melakukan setiap kegiatan.
Adapun Visi dan Misi tersebut adalah sebagai berikut :
Visi Menjadi institusi pemerintahan yang menyelenggarakansistem
administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi
Misi Misi Fiskal : Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.
Misi Ekonomi : Mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan dengan meminimalkan distorsi.
(28)
Misi Kelembagaan : Senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknologi perpajakan serta admistrasi perpajakan mutakhir.
Moto Pelayanan Kantor Pelanyanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Profesional
Amanah Sederhana Transparan Inovatif
C. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Medan Petisah
Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Pratama Medan Petisah menyelenggarakan fungsi:
a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya. d. Penyuluhan perpajakan.
e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak. f. Pelaksanaan ekstensifikasi.
(29)
g. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. j. Pelaksanaan konsultasi perpajakan
k. Pelaksanaan intensifikasi l. Pembetulan ketetapan pajak
m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan.
n. Pelaksanaan administrasi kantor.
D. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah
Struktur Organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab pegawai masing-masing telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya adalah untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, teratur dan efisien. Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah jenis struktur line and staff organization atau gabungan dari jenis struktur organisasi garis dan organisasi fungsional.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor wilayah Ditjen Pajak. Adapun organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah, antara lain :
(30)
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Pemeriksaan 5. Seksi Penagihan 6. Seksi Ekstensifikasi
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
11. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak dan Penilai PBB
Tugas dan fungsi masing-masing akan di uraikan dalam setiap seksi, untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994, maka pembagian tugas dan wewenang masing-masing seksi dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah :
1. Kepala KPP (Kepala Kantor)
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut :
a. Mengkoordinasi penyusunan rencana kerja kantor sebagai bahan penyusunan rencana strategi kantor wilayah.
b. Mengkoordinasi penyusunan rencana pengamanan penerimaan pajak
berdasarkan potensi pajak, perkembangan kegiatan ekonomi keuangan dan realisasi peerimaan tahun lalu.
(31)
c. Mengkoordinasi pelaksanaan tindak lanjut nota kesepahaman (MOU) sesuai arahan kepala kantor wilayah.
d. Mengkoordinasi rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ ekstensifikasi perpajakan.
e. Mengkoordinasi pelaksanaan rencana pencarian data strategis dan potensial dalam rangka intensifikasi/ ekstensifikasi perpajakan
f. Mengkoordinasi pengolahan data yang sumber datanya strategis dan
potensial dalam rangka intensifikasi/ ekstensifikasi perpajakan.
g. Mengkoordinasi pembuatan risalah perincian dasar pengenaan pemotongan atau pemungutan pajak atas permintaan wajib pajak berdasarkan hasil perhitungan ketetapan pajak.
h. Mengkoordinasi pengolahan data guna menyajikan informasi perpajakan. i. Mengkoordinasi penyusunan monografi perpajakan.
j. Mengkoordinasi pemantauan pelaporan dan pembayaran masa dan tahunan PPh dan pembayaran masa PPN/PPnBM serta pembayaran BPHTB dan PBB untuk mengetahui tingkat kepatuhan wajib pajak serta mengendalikan pelaksanaan pemeriksaan pajak.
2. Sub Bagian Umum
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Tata Usaha dan Kepegawaian yang bertugas membantu
menangani Tata Usaha dan Kepegawaian.
(32)
c. Pelaksanaan Rumah Tangga yang bertugas menangani urusan perlengkapan Rumah Tangga.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian
informasi perpajakan.
b. Perekaman dokumen perpajakan. c. Merekam SSP lembar 3.
d. Merekam SPT Masa PPN 1107, 1107A dan 1107B. e. Merekam PPh Pasal 21.
f. Merekam PPh Pasal 23/26.
g. Merekam PPh Final Pasal 4 ayat 3
h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan.
i. Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
j. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer. k. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing.
l. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG. m. Penyiapan laporan kinerja. 4. Seksi Pelayanan
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan. b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.
(33)
c. Melakukan Penyuluhan Perpajakan.
d. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib Pajak dan surat-surat lainnya.
e. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak dan surat lainnya.
f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan pencabutan identitas Waib Pajak.
g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak h. Melakukan Kerjasama Perpajakan 5. Seksi Penagihan
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Pemrosesan dan Penatausahaan Dokumen masuk di Seksi
Penagihan.
b. Pelaksanaan penagihan, yang bertugas membantu penyiapan surat tagihan, surat paksa, surat perintah, melaksanakan penyitaan, usulan lelang, dan penagihan lainnya.
c. Pelaksanaan penatausahaan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak beserta bukti pembayarannya.
d. Pelaksanaan penatausahaan Surat Keputusan Pembetulan/
Keberatan/Putusan Banding/ Pengurangan atau Pembatalan ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi pada Seksi Penagihan.
(34)
6. Seksi Pemeriksaan
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut: a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan. b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan.
c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya. 7. Seksi Ekstensifikasi
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Pemprosesan dan Penatausahaan Dokumen Masuk di Seksi
Ektensifikasi Perpajakan.
b. Melakukan pengamatan potensi perpajakan. c. Pendataan objek dan subjek pajak.
d. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi. 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Tugas dan fungsi nya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. b. Membimbingan/menghimbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis
perpajakan.
c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak. d. Menganalisis kinerja Wajib Pajak.
e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(35)
f. Memberikan usulan pembetulan ketetapan pajak, pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. g. Pelaksanaan penyelesaian permohonan keberatan, pembetulan, pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah di KPP.
h. Melakukan evaluasi hasil banding.
i. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.
j. Penyuluhan perpajakan. 9. Fungsional Pemeriksa dan Penilai
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
a) Pejabat fungsional pemeriksa koordinasi dengan seksi pemeriksaan
sedangkan pejabat fungsional penilai berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.
b) Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh kepala kantor wilayah sebagai supervisor, atau kepala KPP yang bersangkutan.
(36)
c) Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
d) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.
STRUKTUR ORGANISASI
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH
E. Gambaran Pegawai KPP Pratama Medan Petisah
Telah dijelaskan di atas bahwa wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Sunggal, dan
KEPALA KANTOR
KASUBBAG UMUM
SEKSI PDI SEKSI PELAYANAN
SEKSI PEMERIKSAAN SEKSI
PENAGIHAN
SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI
SEKSI
EKSTENSIFIKASI
PERPAJAKAN
(37)
Kecamatan Medan Helvetia. Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah ini dikepalai oleh seorang Kepala Kantor yang membawahi 10 seksi dan 1 kelompok jabatan Fungsional. Dan berdasarkan data hingga Januari 2013, jumlah pegawai KPP Medan Petisah adalah sebanyak 90 orang, dengan perincian sebagai berikut :
1. Berdasarkan Pendidikan Master (S2) 8 orang Sarjana 32 orang
D-IV 5 orang
D-III/Sarjana Muda 20 orang D-I 17 orang
SLTA 8 orang
2. Berdasarkan Pangkat Golongan IV 1 orang Golongan III 52 orang Golongan II 37 orang 3.Berdasarkan Esselon
Eselon III 1 orang Eselon IV 9 orang Fungsional 12 orang
Account representative (AR) 20 orang Pelaksana 40 orang
(38)
A.Pengertian Kepatuhan Perpajakan (Tax Compliance)
Menurut Peraturan Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 bahwa wajib pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut dengan wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak
3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan public atau lembaga pengawasan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun beruturut-turut
4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Menurut Norman D.Nowak dikutip oleh Zain Mohammad dalam buku Manajemen Perpajakan (2007:31) Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Wajib pajak paham atau berusaha memenuhi ketentuan perundang-perundangan perpajakan.
(39)
3. Menghitung pajak dengan jumlah pajak yang benar. 4. Membayar pajak tepat pada waktunya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya dan menghindari tindakan yang mengakibatkan penerimaan negara menjadi berkurang. Wajib pajak tidak dapat disebut sebagai Wajib Pajak yang patuh apabila ia tidak memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B.Pentingnya Kepatuhan Perpajakan
Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang penting dalam negara dalam membiayai pengeluaran yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran,penyelundupan dan pelalaian pajak. Pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan negara berkurang. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan usaha untuk memungut pajak dari masyarakat dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat membayar pajak.
Kepatuhan membayar pajak sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat maka akan semakin mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan masyarakat, bahwa dalam kehidupan tidak ada satupun yang dapat diperoleh tanpa membayar, atau mengorbankan sesuatu. Semua yang dinikmati oleh seseorang akan dibayar senidri
(40)
oleh yang bersangkutan, atau bisa pula bebannya dialihkan kepada orang lain. Misalnya, seseorang yang mengendarai sepeda motor pada suatu kota yang belum pernah disinggahi sebelumnya dapat melewati jalan raya yang cukup baik yang dibangun pemerintah, tanpa harus membayar sejumlah biaya sama sekali. Walaupun orang tersebut tidak mengeluarkan biaya atau pengorbanan untuk ikut serta membangun jalan tersebut, tetapi Ia dapat menikmatinya secara gratis. Tanpa disadarinya sebenarnya jalan tersebut dibiayai oleh sekelompok masyarakat lain yang membayar pajak kepada pemerintah, yang mungkin tidak mendapat manfaat langsung dari pembangunan jalan tersebut.
C. Sikap Masyarakat Terhadap Pajak
Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi merupakan kondisi yang diinginkan oleh pemerintah.Hanya saja kondisi ini tidak selalu dapat diwujudkan, mengingat setiap anggota masyarakat memiliki persepsi yang berbeda tentang pajak.Buat sebagian besar masyarakat membayar pajak merupakan beban yang senantiasa harus dihindari, agar tidak mengurangi kekayaannya.
Sehubungan dengan sifat dan sikap masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya ini, Menurut Herbert Kelman (1966), seorang pakar psikologi social, dalam bukunya “Problems in social psychology” tahun 1966, menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) perilaku orang yang membayar pajak, yaitu:
1) Compliance attitude 2) Identification attitude 3) Internalization attitude
(41)
Compliance attitude merupakan suatu kondisi di mana orang membayar pajak karena takut dihukum apabila menyembunyikan pajak atau tidak membayar pajak. Pada tingkatan ini orang membayar pajak bukan didasarkan atas kesadaran akan pentingnya pajak bagi negara dan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi lebih didorong rasa takut, sehingga sikap ini tidak membangun dalam sistem perpajakan. Hal ini berarti apabila suatu saat peraturan yang mengatur tentang pemungutan pajak agak lemah, atau kurangnya pengawasan atau pemerintah tidak tegas melakukan peraturan yang ada, maka masyarakat akan berusaha menyembunyikan atau menyeludupkan atau tidak membayar pajak.
Identification attitude merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena didorong oleh rasa senang dan rasa hormat kepada petugas pemerintah, khusunya petugas pajak. Sikap ini lebih menonjolkan akan adanya pelayanan dan kinerja yang dimiliki oleh aparat pemerintah terlebih lagi petugas pajak, sehingga belum termasuk yang ideal dalam sistem perpajakan. Karena apabila suatu saat aparat pemerintah tidak menunjukkan kinerja sebagaimana semestinya, maka masyarakat akan dapat urung niatnya untuk membayar pajak.
Internalization attitude merupakan suatu kondisi dimana orang membayar pajak karena kesadaran bahwa pajak itu berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi maysrakat luas.Sikap inilah yang sangat ideal untuk dimiliki oleh masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.Terlebih lagi bagi negara yang menganut self assessment system. Karena pembayaran pajak yang dilakukan didasarkan atas dorongan diri dalam diri masyarakat, serta mampu melihat secara luas akan fungsi dan kegunaan pajak secara maksimal.
(42)
Salah satu dari ketiga di atas pastilah dimiliki oleh setiap masyarakat pembayar pajak. Namun sikap manapun yang dimiliki, umumnya belum terlepas dari masalah berikut: adanya kesalahan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan perpjakan yang berlaku serta adanya kesalahan dalam penghitungan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Untuk itu, apabila Wajib Pajak ternyata salah dalam menghitung dan menetapkan sendiri yang harus diikuti dengan pelaporan besarnya jumlah pajak yang terutang, pihak Direktorat Jenderal Pajak (melalui Kantor Pelayanan Pajak) akan mengeluarkan ketetapan tentang berapa jumlah pajak yang sebenarnya.
D. Perlawanan Terhadap Pajak
Berdasarkan perilaku Wajib Pajak yang telah dikemukakan sebelumnya, pada dasarnya Wajaib Pajak akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada 3 (tiga) tahapan seorang wajib pajak yang akan dikenakan pajak. Langkah pertama yang akan dilakukan Wajib Pajak adalah berusaha menghindari pajak, baik dengan upaya yang legal maupun dengan upaya yang tidak legal. Apabila upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan maka ia akan menerima pajak itu sebagai kewajiban, tetapi ia akan mengambil langkah yang kedua, yaitu berusaha mengurangi beban pajak seminimal mungkin. Usaha ini pun dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu cara yang legal maupun cara yang tidak legal. Apabila hal ini telah dilakukan maka barulah ia akan membayar pajak.
(43)
Dari apa yang dikemukakan diatas tampak bahwa membayar pajak adalah langkah ketiga yang diambil oleh Wajib Pajak. Sebelum sampai pada tahapan membayar pajak, Wajib Pajak mungkin akan terlebih dahulu melakukan perlawanan terhadap pajak. Pada prinsipnya ada 2 (dua) jenis perlawanan terhadap pajak, yaitu:
1. Perlawanan Pasif 2. Perlawanan Aktif
Keadaan ini harus dipahami benar oleh fiskus dalam melaksanakan tugasnya untuk membimbing, mengarahkan , membina, dan mengawasi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
1. Perlawanan Pasif Terhadap Pajak
Perlawanan pasif merupakan hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak yang timbul dari :
a. Kondisi sosial (budaya) masyarakat
b. Perkembangan intelektual dan moral penduduk ; dan c. Sistem pemungutan pajak itu sendiri
Budaya yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sering juga menimbulkan perlawanan pasif terhadap pajak. Pada sebagai masyarakat ada budaya untuk mengikuti ketentuan adat, yang seringkali mengakibatkan besarnya pengeluaran masyarakat dan pada akhirnya akan menurunkan kemampuan untuk membayar pajak, sehingga membayar pajak bukan merupakan suatu hal yang telah dipersiapkan dalam anggaran rutin keluarga. Apabila Wajib Pajak tidak menganggarkan pembayaran pajak, maka sangat mungkin terjadi pada saat pembayaran pajak ia tidak memiliki uang untuk melunasi utang pajaknya. Hal ini
(44)
berakibat dilakukannya tindakan penagihan pajak oleh fiskus, yang tentunya membawa konsekuensi tambahan penagihan pajak dan juga waktu pembayaran pajak yang lebih panjang.
Perkembangan intelektual dan moral peduduk sangat terpengaruh terhadap keberhasilan pemungutan pajak. Karena apabila tingkat pengetahuan masyarakat masih rendah tentu akan sulit bagi fiskus untuk mengharuskan Wajib Pajak menghitung pajaknya sendiri, membayar pajaknya yang terutang dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan disertai pembukuan yang teliti dan dokumen pendukung yang lengkap. Hal ini akan menyulitkan fiskus untuk memeriksa apakah Wajib Pajak telah melakukan perhitungan pajak dengan benar, dan sebagai akibatnya perhitungan dan penetapan pajak sebenarnya yang harus dibayar oleh wajib pajak akan memakan waktu yang lebih lama.
Perlawanan pasif juga terhadap apabila sistem pemungutan pajak tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan.Fiskus memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak agar mereka memenuhi kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila undang-undangan perpajakan tidak mengatur kewenangan ini secara jelas, maka fiskus akan kesulitan untuk memeriksa Wajib Pajak. Tanpa aturan yang jelas dan tegas, Wajib Pajak akan menghalangi fiskus untuk melaksanakan kewenangannya tersebut yang berarti ia telah melakukan perlawanan pajak.
(45)
2. Perlawanan aktif terhadap pajak
Jenis perlawanan pajak yang kedua adalah perlawanan aktif.Perlawanan pasif meliputi semua usaha atau perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan pasif dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
a. Penghindaran pajak
b. Pengelakan/ penyelundupan pajak ;dan c. Melalaikan pajak
a. Penghindaran Pajak ( Tax Avoidance)
Penghindaran pajak adalah upaya Wajib Pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang memberikan alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan penghematan pajak (tax saving) dan penghindaran pajak (tax avoidance).
Penghematan pajak (tax saving) adalah suatu cara yang dilakukan Wajib Pajak mengelakan utang pajaknya dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada Pajak Pertambahan Nilai (PTT) atau pajak penjualan atau sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukan sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. Dalam hal ini fiskus tidak dapat berbuat apa-apa, karena hal tersebut berada di luar lingkup perpajakan.
Secara konkrit penghematan pajak (tax saving) dapat dilihat dari contoh sebagai berikut :
(46)
1. Apabila Wajib Pajak tidak ingin dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pemakaian telepon maka ia dapat memilih untuk tidak menggunakan telepon.
2. Apabila Wajib Pajak tidak ingin membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maka ia tidak perlu memakai mobil yang terdaftar atas namanya. 3. Apabila Wajib Pajak tidak ingin dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) maka
tidak perlu bekerja agar tidak memiliki penghasilan ataupun ia ingin bekerja namun jumlah penghasilannya harus berada dibawah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang berarti tidak ada objek pajak yang menjadi dasar pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) kepadanya.
Penghindaran pajak (tax avoidance) dilakukan dengan cara mengecilkan objek pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak secara legal dalam rangka memperkecil pajak terutang, yang masih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Menurut Harry Graham Balter yang dikutip dan dialihbahasakan oleh Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan, (2005:49), penghindaran pajak merupakan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan dengan ketentuan yang berlaku serta tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Secara konkrit penghindaran pajak dapat dilihat dari contoh berikut ini:
1. Apabila seseorang tidak ingin dikenakan Pajak Hiburan yang tinggi maka ia dapat menikmati hiburan di daerah yang mengenakan Pajak Hiburan dengan tarif pajak yang rendah.
(47)
2. Karena baju luar negeri berharga mahal dan dikenakan Bea Masuk (BM) yang tinggi maka seseorang membeli baju buatan dalam negeri yang berharga relatif lebih murah agar ia tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang besar.
b. Pengelakan atau Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)
Pengelakan pajak sering disebut sebagai penyelundupan pajak terutama terhadap pada pajak-pajak yang penentuan besarnya diserahkan kepada Wajib Pajak, dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak terutang. Menurut Harry Graham Belter, penyelundupan pajak (tax evasion) adalah usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuna yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Para Wajib Pajak dapat mengabaikan ketentuan formal dan ketentuan material yang menjadi kewajibannya, memalsikan dokumen, atau mengisi data kurang lengkap dan tidak benar, sehingga fiskus tidak dapat menerbitkan ketetapan secara benar.Dalam ketiga hal tersebut, pajak dihindari secara tidak legal.Pengelakan pajak juga dapat dilakukan dalam penyelenggaraan pembukuan, misalnya dengan membukukan nilai aktiva lebih kecil dari pada nilai aktiva sebenarnya, tidak mebukukan uang-uang tunai, memasukan biaya-biaya dan penyusutan yang berlebihan, dan sebagainya.
c. Melalaikan Pajak
Perlawanan pajak jenis lainnya adalah dengan melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi ketentuan formal dan
(48)
ketentuan material yang harus dipenuhi olehnya. Yang paling banyak digunakan adalah usaha mengagalkan pemungutan pajak dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang dapat disita.
Oliver Oldman menegaskan bahwa pengertian penyelundupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan pajak, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh:
1. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu Wajib Pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2. Kesalahan (error) yaitu Wajib Pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah hitung datanya.
3. Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu Wajib Pajak salah
menafsirkan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. 4. Kealpaan (negligence), yaitu Wajib Pajak alpa untuk menyimpan buku
serta bukti-buktinya secara lengkap.
E. Iklim Perpajakan (Tax Climate)
Kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung pada masalah-masalah teksin saja yang menyangkut sistem pemungutan pajak, perhitungan pajak yang sederhana, dan sebagainya yang merupakan perwujudan pelaksanaan undang-undang pajak. Hal yang memegang peranan adalah tergantung dalam diri masing-masing Wajib Pajak, yaitu sampa sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan memenuhi undang-undang pajak. Untuk itu
(49)
agar dapat meningkatkan pajak harus diupayakan adanya iklim perpajakan yang baik dan merangsang Wajib Pajak untuk mau membayar pajak dengan sukarela.
Iklim perpajakan adalah suatu faktor yang tidak berwujud (intangible factor) dalam keseimbangannya usaha bertahan untuk tidak membayar pajak dan kesadaran serta kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan (tax compliance).Iklim perpajakan tersebut sebagian besar merupakan hasil darikeberhasilan administrasi perpajakan dalam suatu periode waktu tertentu dan hal ini bukan sesuatu yang muncul begitu saja, tetapi harus dikembangkan.
Pada umumnya tidak seorang pun yang senang membayar pajak.Walaupun demikian kepatuhan Wajib Pajak harus tetap ditegakkan apabila ingin dipelihara efektifitas pelayanan pemerintah.Kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah kesadaran atau “state of mind” yang mempengaruhi kemauan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi pola pikir (state of mind) Wajib Pajak yang berada diluar jangkauan pengawasan fiskus, antara lain:
1. Kepercayaan yang penuh dari Wajib Pajak bahwa pemerintah adil dan masuk akal dalam hal pembebanan pajak terhadap Wajib Pajak atau dengan kata lain Wajib Pajak yakin bahwa pajak-pajak tersebut diadministrasikan secara efektif, sehingga tidak dirasakan oleh Wajib Pajak adanya diskriminasi dan adanya keadilan dalam menanggung beban pajak.
(50)
2. Respek Wajib Pajak terhadap pemerintah akan kemampuan dan kemauan baik dari pemerintah untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak memihak.
3. Suatu kenyataan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh Wajib Pajak, bahwa mereka juga memproleh manfaat atau keuntungan dari hasil pembayaran pajaknya seperti misalnya jalan yang baik, sekolah yang cukup, rumah sakit yang memadai, keamanan dan sebagainya.
Untuk menciptakan iklim perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan (tax compliance), ada beberapa pendekatan penting dimana fiskus bertanggung jawab untuk mengembangkan, yaitu :
1. Sistem Perpajakan yang Adil
Pada umumnya kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan adalah hasil dari sistem perpajakan yang adil.Tanpa dapat menyakinkan Wajib Pajak bahwa adanya keadilan dalam sistem perpajak dan bahwa para Wajib Pajak telah membayar pajaknya yang terutang sesuai dengan bagiannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, maka tidak banyak yang dapat dilakukan oleh fiskus untuk mengurangi penyelundupan pajak.
2. Sanksi Administrasi dan Pidana
Wajib Pajak merasa takut akan ancaman hukuman dalam hal dia diketahui oleh fiskus bahwa dia telah melakukan penyelundupan pajak. Pada umumnya para Wajib Pajak cenderung tidak takut akan ketetapan pajak dan saksi administrasinya, tetapi lebih takut akan ancaman sanksi pidananya berupa hukuman kurungan atau penjara.
(51)
Tanpa sistem administrasi yang sangat baik, kesempatan para Wajib Pajak untuk melakukan penyelundupan pajak akan semakin besar dan pada akahirnya akan menguntungkan para Wajib Pajak tersebut dan penerimaan pajak negara akan berkurang. Perasaan takut akan dihukum akibat penyelundupan pajak, akan merupakan alat pencegah yang ampuh. Apabila perasaan tidak mau berbuat kesalahn sudah berkembang, maka jalan menuju kepatuhan untuk memenuhi kewajiban perpajakan sudah terbuka.
3. Pelayanan dan Bantuan Terhadap Wajib Pajak
Para petugas pajak hendaknya dilatih untuk memahami bahwa Wajib Pajak bukanlah merupakan lawan akan tetapi lebih merupakan masyarakat yang perlu ditolong dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya atau dengan kata lain, rasa hormat-menghormati hendaknya muncul dari kedua belah pihak.
Dari sudut pandang lain, hal ini mempunyai nilai tambah untuk tidak membiarkan adanya dalih bagi Wajib Pajak untuk tidak membayar pajak. Hal ini berarti pula bahwa tidaklah cukup kalau hanya meminta kepada wajib pajak agar mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Akan tetapi sesungguhnya fiskus pun bertanggung jawab untuk membantu para Wajib Pajak untuk mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dan lain-lain yang berhubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan.
4. Program Informal
Baik program jangka pendek maupun jangka panjang memerlukan dukungan informasi yang tersebar luas, yaitu:
(52)
b. Peranannya sebagai Wajib Pajak dalam pembangunan;
c. Pendidikan bagi anak-anak usia muda di sekolah-sekolah tentang perlunya pajak; dan
d. Semua tindakan penerangan lainnya yang perlu untuk meletakkan dasar-dasar bagi diterimanya pajak sebagaiu suatu keharusan di masa-masa yang akan datang.
Dalam rangka mengembangkan iklim perpajakan yang sehat, pada hakekatnya lebuh mudah dimulai dengan anak-anak usia muda, karena pada umumnya perubahan mental dari Wajib Pajak yang lebih tua agak sukar, akibat situasi dan kondisi masa lalu. Untuk itu sebaiknya maslah perpajakan sudah diajarkan di sekolah dan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan, terutama yang menyangkut :
a. Mengenai perlu adanya pajak; b. Untuk apa uang pajak itu digunakan;
c. Pentingnya pajak sebagai sumber keuangn negara; dan
d. Sosialisasi bagaimana cara mengisi Surat Pemberitahuan (SPT), sehingga mereka dapat membantu keluarga mereka pada saat diperlukan.
(53)
A. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2013 Tabel IV.1
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2013
KETERANGAN JUMLAH
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar 79.870
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang wajib lapor 42.698
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang melapor 21.053
Jumlah surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk
a. Kurang Bayar 3.673
b. Lebih Bayar 10
c. Nihil 17.370
Total Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk
21.053 Sumber: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Tahun 2015
Berdasarkan data mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi tahun 2013 diatas, Wajib Pajak orang pribadi yang mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah sebanyak 79.870 orang. Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang wajib lapor adalah sebanyak 42.698 orang.Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang melapor 21.053 orang.
(54)
B. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Tahun 2014 Tabel IV.2
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2014
KETERANGAN JUMLAH
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar 83,963
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang wajib lapor 46,753
Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang melapor 20,266
Jumlah surat pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk
a. Kurang Bayar 3,297
b. Lebih Bayar 68
c. Nihil 16,901
Total Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang masuk
20,266 Sumber: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah Tahun 2015
Berdasarkan data mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi tahun 2014 diatas, Wajib Pajak orang pribadi yang mendaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah sebanyak 83.963 orang. Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang wajib lapor adalah sebanyak 46.753 orang.Jumlah Wajib Pajak orang pribadi yang melapor 20,266 orang.
(55)
C. Usaha-usaha untuk Menanggulangi Masalah Wajib Pajak yang Kurang dan Tidak Patuh
Pada umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang kurang atau bahkan tidak mengerti pelaksanaan sistem self assessment yang berlaku dalam melaksanakan kewajiban perpajakan perpajakannya. Hal tersebut mengakibatkan sampai saat ini masih banyak penyelewangan pajak yang terjadi, baik yang tidak sengaja akibat kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai sistem tersebut maupun yang disengaja oleh Wajib Pajak itu sendiri karena ketidakpatuhannya terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku.
Semakin tingginya penyelewengan yang terjadi dibidang perpajakan mengakibatkan pemeriksaan pajak beberapa tahun belakangan ini semakin gencar dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.Untuk itu perlu usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak fiskus untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah Wajib Pajak yang tidak atau kurang patuh tersebut adalah hendaknya pemerintah banyak melakukan penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi kepada Wajib Pajak. Penyuluhan tersebut adalah kegiatan menyampaikan informasi,konsultasi,bimbingan secara berkesinambungan kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak guna meningkatkan kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(56)
Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan,pengalaman,keahlian dan keterampilan di bidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai:
1. Prosedur pelaksanaan sistem self assessment
Cara menghitung,memungut,membayar, dan melaporkan pajak sendiri.
2. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan keapda Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang tercantum dalam undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana.
3. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.
Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assessment sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari Wajib Pajak yang tidak patuh.
D.Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam menerapkan Sistem Self Assessment
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah berupaya membangun kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sangat berkolerasi secara signifikan dalam pencapaian target penerimaan pajak. Akan tetapi dukungan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
(57)
kepatuhan Wajib Pajak antara lain: Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.
(58)
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis setelah melakukan penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah sebagai berikut:
1. Pada tahun 2013 dan 2014, Wajib Pajak orang pribadi di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik.
2. Berdasarkan data pada table IV.1 dan IV.2 tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) mengalami penurunan pada tahun 2014
3. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan baik.
(59)
B. Saran
Setelah penulis mengambil kesimpulan dari penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah, Penulis ingin menyampaikan saran-saran. Hal tersebut bertujuan agar di masa yang akan datang tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah tetap baik dan mengalami peningkatan. Adapun saran-saran yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Penulis menyarankan agar pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah dapat menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Wajib Pajak orang pribadi. Tujuannya adalah untuk menjamin agar Wajib Pajak tersebut memilliki motivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2. Penulis menyarankan agar pegawai pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah dapat memberikan informasi yang lebih jelas lagi mengenai administrasi perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
3. Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang tidak menanggapi secara positif tentang kewajiban perpajakannya. Selain itu, lebih meningkatkan penyuluhan kepada Wajib Pajak dan membuat kerjasama dengan pihak lain seputar perpajakan ataupun membuat penayangan iklan yang lebih intensif lagi agar mampu menggugah hati Wajib Pajak untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan pajaknya. Memberikan penyuluhan dan
(60)
sosialisasi dari pemerintah secara jelas mengenai setiap perubahan perundang-undangan perpajakan. Hal ini harus lebih ditingkatkan lagi agar jumlah Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuannya dapat teroptimalisasikan dengan baik, sehingga dengan demikian penerimaan pajak akan semakin meningkat.
(61)
Mardiasmo, 2007, Edisi Revisi, Perpajakan , Andi, Yogyakarta
Soemitro, Rachmat, 2006, Perpajakan Konsep, Teori dan Isu, Salemba Empat, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Undang-Undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (Revisi Pembaruan)
Waluyo dan Wirawan B Ilyas, 2003, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta www.pajak.go.id
(1)
Penyuluhan pajak dilakukan oleh penyuluh perpajakan yang telah mempunyai pengetahuan,pengalaman,keahlian dan keterampilan di bidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan setidaknya dapat memberikan pengetahuan dasar mengenai:
1. Prosedur pelaksanaan sistem self assessment
Cara menghitung,memungut,membayar, dan melaporkan pajak sendiri.
2. Sanksi-sanksi yang akan dikenakan keapda Wajib Pajak itu sendiri sesuai yang tercantum dalam undang-undang perpajakan, baik sanksi administrasi maupun sanksi tindak pidana.
3. Perundang-undangan yang berlaku serta perubahan-perubahan perundang-undangan tersebut secara transparan.
Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh fiskus tersebut diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan serta pemahaman Wajib Pajak terhadap sistem self assessment sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, serta meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan, guna menanggulangi masalah perpajakan dari Wajib Pajak yang tidak patuh.
D.Upaya-upaya untuk Mengoptimalkan Kepatuhan Wajib Pajak dalam menerapkan Sistem Self Assessment
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah berupaya membangun kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini sangat berkolerasi secara signifikan dalam pencapaian target penerimaan pajak. Akan tetapi dukungan seluruh masyarakat sangat dibutuhkan. Beberapa upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
(2)
kepatuhan Wajib Pajak antara lain: Meningkatkan pengawasan internal untuk mendeteksi berbagai kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.
(3)
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis setelah melakukan penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah sebagai berikut:
1. Pada tahun 2013 dan 2014, Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah memiliki tingkat kepatuhan yang kurang baik.
2. Berdasarkan data pada table IV.1 dan IV.2 tentang tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah, dapat disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) mengalami penurunan pada tahun 2014
3. Pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan baik.
(4)
B. Saran
Setelah penulis mengambil kesimpulan dari penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah, Penulis ingin menyampaikan saran-saran. Hal tersebut bertujuan agar di masa yang akan datang tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menerapkan sistem self assessment di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah tetap baik dan mengalami peningkatan. Adapun saran-saran yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Penulis menyarankan agar pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah dapat menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Wajib Pajak orang pribadi. Tujuannya adalah untuk menjamin agar Wajib Pajak tersebut memilliki motivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2. Penulis menyarankan agar pegawai pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah dapat memberikan informasi yang lebih jelas lagi mengenai administrasi perpajakan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
3. Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya harus lebih tegas dalam menerapkan sanksi administrasi dan sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang tidak
(5)
sosialisasi dari pemerintah secara jelas mengenai setiap perubahan perundang-undangan perpajakan. Hal ini harus lebih ditingkatkan lagi agar jumlah Wajib Pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuannya dapat teroptimalisasikan dengan baik, sehingga dengan demikian penerimaan pajak akan semakin meningkat.
(6)
Mardiasmo, 2007, Edisi Revisi, Perpajakan , Andi, Yogyakarta
Soemitro, Rachmat, 2006, Perpajakan Konsep, Teori dan Isu, Salemba Empat, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Undang-Undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (Revisi Pembaruan)
Waluyo dan Wirawan B Ilyas, 2003, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta www.pajak.go.id