Memadukan atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif

Diriwayatkan oleh al-Darimi dan al- Tirmidzi melalui „Abdullah bin Salâm yang menjelaskan tentang anjuran menyebarkan salam kepada seluruh manusia, anjuran ini bukan hanya kepada seorang Muslim ataupun Ahli Kitab. ٍرَفْعَج ُنْب ُدَمََُُو ،يِفَقَ ثلا ِباَ َولا ُدْبَع اََ ثَدَح :َلاَق ،ٍراَشَب ُنْب ُدَمَُُ اََ ثَدَح ،ٍديِعَس ُنْب َََََْو ،ٍّيِدَع َِِأ ُنْباَو ، َق اَمَل :َلاَق ،ٍمَََس ِنْب ِه ِدْبَع ْنَع ، ََْوَأ ِنْب َةَراَرُز ْنَع ،ِِِّاَرْعَأا َةَليََِ َِِأ ِنْب ِفْوَع ْنَع ىَلَص ِه ُلوُسَر َمِد َلا َلَفَْْا َةَيِدَمْلا َمَلَسَو ِْيَلَع ََُا ِساَلا ِِ ُتْئِجَف ،َمَلَسَو ِْيَلَع ََُا ىَلَص ِه ُلوُسَر َمِدَق :َليِقَو ،ِْيَلِإ ُسا َسْيَل َُهْجَو َنَأ ُتْفَرَع َمَلَسَو ِْيَلَع ََُا ىَلَص ِه ِلوُسَر َ ْجَو ُتَْ بَ تْسا اَمَلَ ف ،ِْيَلِإ َرُظْنَأ َأ َناَكَو ٍباَََك ِْجَوِب ُلَو َلاَق ْنَأ ِِب َمَلَكَت ٍءْيَش اوُمِعْطَأَو ،َمَََسلا اوُشْفَأ ،ُساَلا اَه يَأ ََ : َةََجا َنوُلُخْدَت ٌماَيِن ُساَلاَو اولَصَو ،َماَعَطلا .ٍمَََسِب .ٌحيِحَص ٌثيِدَح اَََ 25 “Wahai seluruh manusia Sebarkan salam, berilah makanan, sambunglah tali kekerabatan, dan shalatlah saat orang-orang tidur niscaya kamu masuk surga dengan aman”. HR. Al-Darimi dan Al-Tirmidzi Al- Tirmidzi berkata, “Hadis s hih”. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhârî dan Muslim melalui „Abdullah ibn Amru dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui apakah mengucapkan salam kepada orang non Muslim boleh atau dilarang : اََ ثَدَح ،َديِزَي ْنَع ،ُثْيَللا اََ ثَدَح :َلاَق ،ٍدِلاَخ ُنْب وُرْمَع ،اَمُهْ َع ََُا َيِضَر وٍرْمَع ِنْب ََِا ِدْبَع ْنَع ،َِْْخا َِِأ ْنَع : َلاَق ؟ٌرْ يَخ ِمََْسِإا يَأ :َمَلَسَو ِْيَلَع ُه ىَلَص َ َِِلا َلَأَس ًَُجَر َنَأ « ْنَم ىَلَع َمَََسلا ُأَرْقَ تَو ،َماَعَطلا ُمِعْطُت َ ت ََْ ْنَمَو َتْفَرَع ْفِرْع 26 Hadis ini menceritakan bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., tentang Islam yang mana yang terbaik. Nabi menjawab: “Memberikan 25 Imam al-Turmidzy, Sunan Turmidzyi dalam Program al-Maktabat Shamel. Abi Isa Muhammad bin Isa bin Surah at-Turmidzy, Sunan al-Turmidzy dalam Juz 4, hadis ke-2485, Daar al-Fikr,Beirut, h. 233 26 Imam Bukhari, Shahih Bukhari.,h. 12 makanan dan membaca salam kepada siapa yang engkau kenal dan siapa yang tidak engkau kenal”. Makna zahir u ngkapan “siapa yang engkau kenal dan siapa yang tidak engkau kenal” dalam hadis ini menunjukan keumuman pada seluruh manusia kull al-nâs, baik yang beriman maupun yang kafir, karena makna zahir ini menunjukan bahwa salam adalah milik Allah Swt., bukan untuk pemenuhan hak pengenalan. Dengan dua perangai ini memberikan makanan dan menyebarkan salam, kepercayaan dan keamanan akan sempurna, cinta dan harmoni akan terwujud, kebahagiaan dan kedamaian akan menjadi agung, dan fenomena-fenomena Islam dengan bentuk-bentuk ini semua akan menjadi tampak nyata. Hadis ini menyatakan dengan tegas bahwa Islam adalah agama solidaritas dan kedamaian. 27 Karena itu, dengan menggabungkan dan menyesuaikan antara hadis Imam Muslim melalui Abȗ Hurairah dengan hadis-hadis lainnya bukan berarti dalam penjama ‟an ini penulis berupaya untuk menghilangkan atau menumpulkan legal standing hadis Imam Muslim melalui Abȗ Hurairah tersebut, tetapi tentu kedua- duanya setelah digabungkan memiliki peranan masing-masing dalam konteks masing-masing pula. Tidak ada kontradiksi antara hadis satu dengan hadis yang lainnya. Dengan hadis Abu Hurairah yang melarang mengucapkan salam kepada orang-orang kafir, karena hadis Abu Hurairah bersifat umum sedangkan hadis Usamah bersifat khusus. Oleh karena itu, hadis Abu Hurairah khusus dalam kondisi apabila memulai salam tanpa sebab dan tanpa keperluan yang terkait 27 Nurcholish Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama., h. 73 dengan hak persahabatan, atau bertetangga, atau membalas kebaikan dan sepertinya. Maksudnya adalah melarang memulai salam kepada mereka dengan salam yang disyariatkan.

C. Memahami Hadis Dengan Memperhatikan Konteks Historis,

Hubungan dan Tujuannya. dalam hadis larangan mengucapkan salam terhadap non-muslim Al-Qardhâwî berpendapat bahwa, suatu hukum yang dibawa oleh suatu hadis, adakalanya tampak bersifat umum dan untuk waktu tak terbatas, namun jika diperhatikan lebih lanjut, akan diketahui bahwa hukum tersebut berkaitan dengan suatu „ill h tertentu, sehingga ia akan hilang dengan sendirinya jika hilang „ill h-nya, dan tetap berlaku jika masih berlaku „ill h-nya. Oleh karenanya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Abȗ Hurairah yang berbunyi: ْنَع ،ِيِبَأ ْنَع ،ٍلْيَهُس ْنَع ،َيِدْرَواَرَدلا ِِْعَ ي ِزيِزَعْلا ُدْبَع اََ ثَدَح ،ٍديِعَس ُنْب ُةَبْ يَ تُ ق اََ ثَدَح َلوُسَر َنَأ ،َةَرْ يَرُ َِِأ ىَلَص ِه :َلاَق َمَلَسَو ِْيَلَع ُه « َََسلِِ ىَراَصَلا َََو َدوُهَ يْلا اوُءَدْبَ ت ََ ،ٍقيِرَط ِِ ْمُ َدَحَأ ْمُتيِقَل اَذِإَف ،ِم ِِقَيْضَأ ََِإ ُورَطْضاَف » 28 “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa‟îd, telah menceritakan kepada kami „Abd al-“azîz yakni al-Darâwardiyya, dari Suhail, dari bapanya, dari Abî Hurairah, bahwasannya Rasulullah Sallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kalian awali mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang mereka di jalan, maka pepetlah hingga ke pinggirnya.” HR. Muslim Perlu dicatat bahwa, dalam memahami hadis Nabi ini, selain dari dipahami dengan berpedoman pada al- u ‟ n l-Karîm dan dengan menggabungkannya, 28 Imam Muslim, Shahih Muslim., h. 1707 maka selanjutnya penulis teliti melalui konteks historis asbâb al- wu ȗd, kondisi lingkungan dan untuk tujuan apa ia diucapkan. Sehingga dengan demikian maksudnya benar-benar menjadi jelas dan terhindar dari berbagai perkiraan yang menyimpang dan terhindar dari ditetapkan dalam pengertian yang jauh dari tujuan sebenarnya. 29 Pada umumnya mayoritas fuqaha 30 dan banyak ulama berpendapat bahwa hukum mengucapkan salam kepada non-Muslim adalah haram, terlarang. Sahabat Nabi Saw., Ibn „Abbâs dan sekelompok ulama selain beliau berpendapat demikian. 31 Larangan ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad Saw., Nabi berkata: “J ng nl h k mu memul i menguc pkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jika kamu menjumpai salah seorang dari mereka di jalan, desaklah di ke pinggi .” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim melalui Abu Hurairah. Hadis ini tidak hanya melarang memulai mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyuruh orang-orang Muslim untuk bersikap kasar terhadap mereka, yaitu dengan mendesak siapapun di antara mereka ke pinggir jalan. Hadis ini menampilkan Islam dengan wajah garang dan kasar. Hadis lain yang dijadikan dalil untuk larangan mengucapkan salam kepada orang-orang non-Muslim adalah hadis yang menceritakan bahwa sekelompok orang-orang Yahudi mendatangi Nabi Muhammad Saw., sambil mengucapkan al- s m „ l ikum ”kematian bagimu”, “celaka bagimu”, “kehinaan bagimu”. 29 Y ȗsuf Qardhâwî, bagaimana memahami hadis Nabi Saw., h. 131-132 30 Imam Nawawi, al- Majmu‟ Syarah al-Muhadzdzab, penerjemah Abdul Somad, Umar Mujtahid, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010, h. 1037 31 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah., Vol. 2, h. 539 Melihat peristiwa itu, Aisyah, istri Nabi, mengucapkan w ‟ l ikum l-sâm wa al- l ‟n h “Dan bagimu kematian dan laknat” kepada tamu Yahudi yang tidak sopan itu. Nabi menegur Aisyah, perlahan-lahan, hai Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai keramahan dalam semua urusan. Maka Aisyah bertanya kepada beliau, “Ya Rasulallah. Apa engkau tidak mendengar apa yang mereka ucapkan?” Rasulullah menjawab, “Aku telah mengucapkan w ‟ l ikum bagimu [kematian]. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari melalui Aisyah. Namun petunjuk Nabi Saw., yang melarang memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, HR. Muslim dari Abu Hurairah ini karena ketika itu permusuhan mereka sudah sangat jelas: “me ek tid k henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu, mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh h ti me ek lebih bes l gi” S. Ȃl „Im n [3]: 118. Larangan Nabi mereka pahami dalam konteks zamannya, dimana orang- orang Yahudi mengucapkan ُ سلا ا َمكيلع م al- s m „ l ikum bukan al-salâmu „ l ikum, yang berarti kutukan atau kematian untuk kalian. Sehingga ketika itu, kalaupun harus dijawab, dijawab dengan مكيلع „alaikum tanpa wa yakni “terhadap kalian kutukan itu” bukan terhadap kami, atau مكيلع و wa‟alaikum dengan wa yakni “terhadap kami kematian pasti datang dan terhadap kalianpun demikian”. مَسلا كيلع „Al ik s l m atau salam yang tidak disertai dengan wa dan menurut Nabi Saw., adalah salam untuk orang- orang mati” HR. Abu Daud dan at-Tirmizi. 32 Ada sembilan hadis lain yang pada intinya, meskipun dengan redaksi- redaksi yang sedikit berbeda, sama dengan hadis ini. Sembilan hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari melalui tiga orang: enam hadis melalui Aisyah, dua hadis melalui Abdullah Ibn Umar, dan satu hadis melalui Anas Ibn Malik. Larangan hadis ini para ulama memahaminya dalam konteks zamannya. Beberapa catatan tentang sepuluh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari ini perlu mendapat perhatian. Pertama, salam yang diucapkan oleh orang-orang Yahudi adalah salam penghinaan, yaitu “al-sâm „ l ikum” bukan salam perdamaian, yaitu “al-s l mu „ l ikum”. Kedu , yang memulai mengucapkan salam, yaitu salam penghinaan, adalah orang-orang Yahudi bukan Nabi. Ketiga, sikap para tamu Yahudi itu terhadap Nabi adalah sikap kebencian dan permusuhan, bukan sikap perdamaian dan persahabatan. Keempat, Nabi menegur Aisyah agar tidak bertindak kasar dan tidak melaknat para tamu yang tidak sopan itu karena Allah mencintai keramahan dan kelembutan. Kekasaran dan ketidak sopanan tamu tidak boleh menghilangkan keramahan dan kelembutan penerima tamu. Kelima, karena itu, cukup bagi Nabi untuk menjawab salam orang-orang Yahudi itu dengan “wa‟alaikum” dan bagimu [kematian]. 33 Jika syariaat islam dilaksanakan sebagaimana mestinya maka tidak menjadi masalah, karena syariaat islam datang dengan kemaslahatan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Untuk muslimin dan non muslimin datang dengan 32 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah., Vol. 2, h. 515 33 Nurcholish Madjid, dkk, Fiqih Lintas Agama., h. 69-70