Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
adil kepada mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang adil. al- Mumtahanah [60]: 8
Kedua ayat di atas setidaknya memberi penjelasan betapa indahnya Islam dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Oleh karena itu, untuk memahami makna
subtansi dari hadis ini, perlu memperhatikan apa yang menjadi penyebab terlarangnya muslim mengucapkan salam terhadap non-Muslim.
Salah seorang ulama yang secara tegas melarang mengucapkan salam kepada non Muslim adalah Sayyid Quthb 1906-1966. Menurutnya, salam tidak
layak diucapkan kepada non Muslim karena disamping salam merupakan penghormatan tahîyah kepada sesama Muslim, salam juga merupakan budaya
Islam yang sangat khas sekaligus sebagai pembeda dari budaya non Muslim.
8
Berdasarakan pada al-
Qur‟an surat al-Nisâ‟ ayat 86 Ibnu Katsîr 1301- 1372 M memiliki pandangan yang hampir sama. Menurutnya, tidak boleh bagi
seorang Islam mengucapkan salam kepada non Muslim baca Dzimmî. Namun, Jawaban
salamnya cukup
dengan kalimat
yang sepadan
bi mitslihâmutamâtsilah, tidak boleh lebih dari ucapan salam mereka, bahkan akan
lebih baik bila dijawab dengan jawaban yang sesuai dengan ketetapan dua hadis shohih baik yang melalui Ibnu Umar r.a. maupun Anas bin Mâlik r.a, yakni
kalimat wa „alaikum.
9
Sye kh Mansûr „Ali Nâsif sebagai representasi ulama kontekstualis
mempunyai pandangan berbeda dengan Ibnu Katsîr di atas. Menurut Syekh
8
Sayyid Quth, Fî Dzilâl al- Qur‟an,tt., Manqahah Mufharisah, cet. 6, t.th., jild. 2, juz 5, h.
471
9
Muhammad Nasib ar- Rifa‟i, Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jil.
1, terj. Syihabuddin, ringkasan tafsir ibnu katsir, jakarta: Gema insan press, 1999 h. 762
Mansûr „Ali Nâshif, dalam bukunya ”al-Tâj”, umat Islam dianjurkan menjawab salam dengan kalimat
wa„alaikum itu jika salam Dzimmî itu mengandung maksud menghina, misalnya dengan kalimat „al-sâm‟ atau dengan kalimat lain yang
memiliki arti yang sama, atau salam mereka tidak dapat didengar dengan sempurna. Tapi, kalau unsur-unsur tersebut tidak ditemukan, maka umat Islam
wajib menjawab salam mereka sebagaimana menjawab salam sesama Muslim. Kewajiban tahiyyah yang dijelaskan oleh Al-
Qur‟an surat Al-Nisa‟ ayat 86 menurut Sye
kh Mansûr „Ali Nâshif, tidak melihat status Muslim dan kafir Dzimmî, tetapi yang dilihat dan dinilai adalah unsur-unsur yang terdapat kalimat
salam.
10
Dalam syarah kitab Riyad al-Sâlihin, Al-Utsaimin mengungkapkan bahwa al-Salâm mempunyai makna al-
du‟â do‟a, yaitu do‟a keselamatan dari segala sesuatu yang membahayakan, merugikan, atau merusakan.
Syeikh Ahmad Al-Sawi dalam tafsir Al-Sawi ketika menafsirkan waidzâ huyyitum bitahiyyatin pada QS 4:86 beliau mengatakan bahwa al-Salâm
maknanya keselamatan dari segala marabahaya baik di dunia maupun di akhirat. Dalam pendekatan lain, kata
“al-Salâm” termasuk sifat Allah Swt. Ketika as- Salâm ini dinisbahkan kepada Allah Swt. Berarti juz salamah yang memiliki
keselamatanketerhindaran. Itulah pendapat ulama seperti yang telah dikutip oleh Quraish Shihab 2000:42-43 hanya saja lanjut beliau beberapa ulama tersebut
berbeda dalam memahami istilah ini, ada juga yang berpendapat bahwa Allah yang menghindarkan semua makhluk dari penganiayaan-Nya dan yang kelompok
10
Syekh Mansur „Ali Nasif, al-Taj al-Jam‟u Li Usul fi al-Hadits al-Rasul, penerjemah
Bahrun Abu Bakar Beirut: Dar Ihya al-Turats al-Arabiy, 1996 M-1381 H, h. 249
ketiga berpendapat bahwa al-Salâm yang dinisbahkan kepada Allah itu berarti yang memberi salam kepada hamba-hambanya di surga kelak.
11
Mengucapkan salam adalah perbuatan menanam kasih sayang dan cinta dalam kalbu. Kesedihan, perlawanan, dan penolakan yang mungkin ada dalam
kalbu orang-orang yang dicintai akan hilang lenyap dengan ucapan selamat. Di antara para pemikir kontemporer, al-Qardhâwî memberikan penjelasan
yang luas tentang bagaimana pemikirannya tentang hadis yang dikembangkan menjadi metode sistematis untuk menilai otentisitas hadis. Menurut al-Qardhâwi,
sunnah nabi mempunyai 3 karakteristik, yaitu komprehensif manhaj syumul, seimbang manhaj mutawazzun, dan memudahkan manhaj muyassar. Ketiga
karakteristik ini akan mendatangkan pemahaman yang utuh terhadap suatu hadis.
12
Dalam buku Kaifa Nata‟âmal Ma‟a al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ma‟âlim
wa Dhawâbith, menurut Yȗsuf al-Qardhâwî, setiap orang yang berinteraksi
dengan sunnah atau yang akan menggunakan hadis untuk berbagai kepentingan agama harus berpegang kepada 8 prinsip dasar metode dalam memahami hadis
Nabi, yaitu: 1. Memahami hadis sesuai dengan petunjuk al- Qur‟ân al-Karîm, 2.
menghimpun hadis-hadis yang setema, 3. Kompromi atau tarjih terhadap hadis- hadis yang kontradiktif, 4. Memahami hadis dengan memperhatikan konteks
historis, hubungan dan tujuannya, 5. Membedakan antara sarana yang berubah- ubah dan tujuan yang tetap, 6. Membedakan antara yang hakekat dan ungkapan, 7.
11
Jurnal pendidikan agama islam – Ta‟lim Vol. 9 No. 1 – 2011
12
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw, Bandung: Karisma, 1999, h. 92.
Membedakan antara yang gaib dan yang nyata, 8. Memastikan makna kata-kata dalam hadis
13
Dari 8 prinsip dasar ini penulis hanya mengambil 3 metode saja, yaitu: 1. Memahami al-Sunnah dengan berpedoman pada al-
Qur‟ân al-Karîm 2. Memadukan Atau Mentarjih Antara Hadis-Hadis yang Kontradiktif 3.
Memahami Hadis dengan Memperhatikan Konteks Historis, Hubungan dan Tujuannya.
Dengan alasan bahwa ketiga metode ini lebih relevan untuk dipakai sebagai bahan kerangka dalam mengambil pemahaman hadis larangan mengucapkan dan
menjawab salam terhadap non-Muslim. Tulisan ini juga sama sekali tidak mempunyai pretensi untuk
„mengeluarkan‟ masalah tersebut dari wilayah khilâfiyah. Tapi, setidak-tidaknya, penulis dapat mengungkapkan bahwa pendapat ulama tentang salam yang
berkembang di masyarakat bukan satu-satunya, tetapi ternyata ada pendapat lain yang berbeda yang juga berpijak pada teks al-
Qur‟ân dan al-Ḥadîth yang disertai dengan argumentasi yang tidak bisa dipandang lemah. Dengan tulisan skripsi ini,
diharapkan bagi para pembaca ataupun bagi penulis sendiri memiliki pemahaman yang luas tentang hukum salam terhadap non-Muslim berikut implikasi sosialnya.