Analisis Tokoh Jia Baoyu Pada Novelhónglóumèng Karya Cao Xueqin

(1)

i

ANALISIS TOKOH JIA BAOYU PADA

NOVELHÓNGLÓUMÈNG KARYA CAO XUEQIN

小说《红楼梦》中贾宝玉人物性格分析

xi

ǎoshuō

hónglóumèng

zhōng jiǎ bǎoyù rénwù xìnggé fēnxī

SKRIPSI

OLEH

DEVI ANUR AZIS

100710004

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

SASTRA CINA

2014


(2)

ii

ANALISIS TOKOH JIA BAOYU PADA NOVELHÓNGLÓUMÈNG KARYA CAO XUEQIN

小说《红楼梦》中贾宝玉人物性格分析

xiǎoshuōhónglóumèngzhōng jiǎ bǎoyù rénwù xìnggé fēnxī

SKRIPSI

Skripksi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Cina.

Oleh:

DEVI ANUR AZIS 100710004

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Parlindungan Purba,M.Hum Yang Yang, M.A

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

iii Disetujui Oleh:

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi S-1 Sastra Cina Ketua,

NIP. 19630109 198803 2 001 Dr.T.Thyrhaya Zein, M.A.


(4)

i

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh Negara lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.

Medan, Oktober 2014


(5)

ii ABSTRACT

The title of this thesis is the analysisi of the leading character named Jia Baoyu in the hongloumeng’s novel Cao Xueqin. The focus of analysis is the portrayal of Jia Baoyu’s character through moral values. The values are retricted to good and bad behavour from what he has done and said in the text of the novel.

The portrayal of the character represents his wisedom, generousity, charism, responsibility as good one; otherwise, his rudeness, naugthtiness, and selfishness as the sad one. The method applied in this thesis is better known as descriptive method of analysis in terms of describing the character of Jia Baoyu.


(6)

iii ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Tokoh Jia Baoyu pada Novel Hóng Lóu Mèng karya Cao Xueqin” yang berfokus pada pemaparan karakter tokohJia Baoyu. Jia Baoyu merupakan satu dari tiga tokoh utama dalam novel Hóng Lóu Mèng.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu analisis dokumentasi. Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata tertulis tentang orang-orang atau prilaku yang diamati, sedangkan keperluan analisis dan interpretasi menggunakan pendekatan objektif. Sumber data diperoleh dari novel itu sendiri. Tujuan utama penelitian ini adalah menggambarkan sifat baik dan buruk tokoh Jia Baoyu.

Setelah menganalisis peneliti menemukan bahwa karakter tokoh Jia Baoyu ditentukan oleh bentuk lahir tokoh, pendapat dari tokoh lain terhadap tokoh Jia Baoyu, jalan pikiran tokoh, dan Perlakuan tokoh.


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehaditat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Tokoh Jia Baoyu pada Novel Hóng Lóu mèng Karya Cao Xueqin”dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa selama penulisan skripsi ini tidak sedikit tantangan dan hambatan yang dihadapi. Tetapi berkat dorongan, bimbingan, kerja sama dengan berbagai pihak akhirnya semua dapat teratasi. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini ,masih jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan didalamnya, untuk itu penulis bersedia menerima kritikan dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dan setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dr.Syahron Lubis,M.A., Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti studi pada program studi sastra Cina di lembaga yang dipimpinnya. 2. Ibu Dr. Thyrhaya Zein,M.A., Ketua Program Studi Sastra Cina danIbu Dra. Nur

Cahaya Bangun,M.Si., Sekretaris Program Studi Sastra Cina yang telah berkenan membantu dan menfasilitasi penulis, baik dalam proses studi maupun penyusunan skripsi.


(8)

v

3. Dosen Pembimbing I Drs. Parlindungan Purba,M.Hum yang telah sabar dalam membimbing, menasehati, dan memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir ini sehingga terselesaikan dengan baik dan sesuai yang diharapkan.

4. Dosen pembimbing II Yang Yang, M.A. Laoshi yang telah sabar membimbing, memberikan dorongan semangat dan waktu dalam mengerjakan tugas akhir dalam bahasa mandarin. Kepada Yang Yang, M.A. Laoshi yang juga telah membantu dan memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Dosen pendamping II Niza Ayuningtias, S.S.,MTCSOL yang telah membimbing dalam mengerjakan tugas akhir ini dalam bahasa mandarin dengan baik dan benar.

6. Para Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Sastra Cina Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan memuaskan selama penulis menempuh studi.

7. Teristimewa orang tua tercintaAyahandaH.Asrul Azis Nst dan Ibunda Hj.Paisah Hasibuanyang senantiasa memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis baik secara moril maupun materi.

8. Yang tersayang saudara-saudaraku: Mhd.Ashari, Alwi Adam, Ahmad Adek Said, Roihan Riski, dan Nabilah Nur Azis dan seluruh keluarga besarsudah memberikan dorongan dan bantuan moril dan materil kepada penulis selama


(9)

vi

menjalani pendidikan di Departemen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

9. Keluarga Besar Sastra Cina angkatan 2010 (Arining Tyas Pasaribu, Nova, Risky, Nanda, Guci, Angel, Elisa).

10.Seluruh kakak senior 2007, 2008, 2009 dan adik-adik stambuk 2011, 2012, 2013, 2014 yang telah memberikan dukungan semangat.

11. Keluarga Besar Resimen Mahasiwa Universitas Sumatera Utara beserta rekan-rekan MENWA (komandan Zulvia, komandan Roni, Manna, Neni, Ima, dan anggota-anggota lain yang sudah memotivasi penulis)

12. Keluarga Besar Resimen Mahasiswa seluruh Indonesia (Boyle, Fandi, Sandi, Dewi, Askani, Nisa, Vanty, Wana, Windi dan rekan-rekan yang lain yang sudah memotivasi penulis)

13. Keluarga Besar Kursus Pelatih Nasional Resimen Mahasiswa (Fajar,Danu, Apri, Lilis, Deden, Made, Hermein, Yudi, pak Pur, Lia, Pesta,dan rekan-rekan yang lain yang sudah memotivasi penulis)

14. Keluarga Besar Asrama Putri USU (Didah, Nurul, Ayusmi, kak Erni, kak Ade, Fani, Dewi, Una, Lanni, Elsa, Novi, Laila, Iin, Syaripah, Hanipah dan teman-teman yang lain yang sudah memotivasi penulis)

15. Akhirnya ucapan terimaksih ini penulis persembahkan kepada semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.


(10)

vii

Atas semuanya ini penulis tidak dapat membalas segala jasa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis hanya bisa mendoakan dan memohon kepada Allah agar diberikan balasan yang jauh melebihi dari bantuan yang telah diberikan. Amin

Medan, Oktober 2014 Penulis


(11)

viii Daftar Isi

Pernyataan ………..…... i

Abstract ………... ii

Abstrak ………... iii

Kata Pengantar ………... iv

Daftar isi ………...viii

Bab I Pendahuluan ………...1

1.1Latar Belakang ………...1

1.2Rumusan Masalah ………...7

1.3Tujuan Penelitian ………...7

1.4Batasan Masalah ………...8

1.5Manfaat Penelitian ………... 8

Bab II Tinjauan Pustaka, Konsep, dan Landasan Teori ………... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ………... 10

2.2 Konsep ………... 11

2.2.1 Novel ………... 11

2.2.2 Pengertian Tokoh ………... 13

2.2.3 Jenis-jenis Tokoh ………... 14

2.2.4 Pengertian Karakter ………...18

2.2.5 Teknik Penempilan Karakter …………...………...21


(12)

ix

2.3.1 Teori Objektif ………...23

BAB III Metode Penelitian ……… 26

3.1 Metode Penelitian ………...26

3.2 Pendekatan Penelitian ……….……...26

3.3 Data dan Sumber Data ……….………...27

3.3.1 Data ……….…………...27

3.3.2 Sumber Data ……….…….………...28

3.3.2.1 Sumber Data Primer ………..………...29

3.3.2.2 Sumber Data Skunder ……….………... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ………...29

3.5 Analisis Data ………... 29

BAB IV Pembahasan ………...31

4.1 Karakter Baik Jia Baoyu ………...31

1. Berkarisma ………...31

2. Pintar ………...32

3. Dermawan ………...33

4.Bijaksana ………... 35

5. Bertanggung jawab ………...38

4.2 Karakter Buruk Jia Baoyu ………... 39

1. kasar ………... 39


(13)

x

3. Egois ………... 45

BAB V Penutupan ………...46

5.1 Kesimpulan ………...46

5.2 Saran ………... 47


(14)

ii ABSTRACT

The title of this thesis is the analysisi of the leading character named Jia Baoyu in the hongloumeng’s novel Cao Xueqin. The focus of analysis is the portrayal of Jia Baoyu’s character through moral values. The values are retricted to good and bad behavour from what he has done and said in the text of the novel.

The portrayal of the character represents his wisedom, generousity, charism, responsibility as good one; otherwise, his rudeness, naugthtiness, and selfishness as the sad one. The method applied in this thesis is better known as descriptive method of analysis in terms of describing the character of Jia Baoyu.


(15)

iii ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Tokoh Jia Baoyu pada Novel Hóng Lóu Mèng karya Cao Xueqin” yang berfokus pada pemaparan karakter tokohJia Baoyu. Jia Baoyu merupakan satu dari tiga tokoh utama dalam novel Hóng Lóu Mèng.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu analisis dokumentasi. Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata tertulis tentang orang-orang atau prilaku yang diamati, sedangkan keperluan analisis dan interpretasi menggunakan pendekatan objektif. Sumber data diperoleh dari novel itu sendiri. Tujuan utama penelitian ini adalah menggambarkan sifat baik dan buruk tokoh Jia Baoyu.

Setelah menganalisis peneliti menemukan bahwa karakter tokoh Jia Baoyu ditentukan oleh bentuk lahir tokoh, pendapat dari tokoh lain terhadap tokoh Jia Baoyu, jalan pikiran tokoh, dan Perlakuan tokoh.


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra pada umumnya menarik perhatian karena dapat memberikan kesadaran kita tentang kebenaran hidup ini serta dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang kemanusiaan, dunia dan kehidupan. Karya sastra merupakan sarana yang paling menarik untuk mengungkapkan perasaan manusia.Karya sastra merupakan wadah penyampaian gagasan, ide dan pikiran pengarang terhadap suatu hal. Sebuah hasil karya sastra adalah pengembangan diri dari ekspresi dan kreativitas pengarang. Sumarjdo dan Saini (1997:7) mengatakan bahwa karya sastra yang bermutu merupakan ekspresi pengarangnya. Dengan sendirinya hanya orang yang jiwanya berisi saja yang mampu mengeluarkan sesuatu dalam dirinya.

Fiksi merupakan salah satu bentuk dari karya sastra. Fiksi sering disebut cerita rekaan. Cerita rekaan adalah hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan dan tataran pengolahan tentang peristiwa, baik yang pernah terjadi ataupun pengolahan tentang persitiwa-peristiwa yang berlangsung dalam khayalan saja. Semi ( dalam Murniati, 1997:1) mengatakan bahwa apa yang diceritakan dalam fiksi mungkin tidak pernah terjadi atau tidak akan pernah terjadi. Kalau sebuah fiksi sudah sama dengan kehidupan tanpa olahan


(17)

2

pengarang, mungkin saja karya tersebut tidak dibaca orang karena kering tanpa bumbu. Sebaliknya pun bisa terjadi, bila sebuah karya fiksi terlalu asing bagi kehidupan, ia menjadi abstrak dan sukar dinikmati.

Novel adalah karya sastra fiksi prosa yang ditulis secara naratif. Novel bersifat naratif artinya lebih bersifat ‘bercerita’ daripada ‘memperagakan’. R.J.Ress (dalam Aziez) menyatakan bahwa novel adalah sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata dan digambarkan dalam suatsalahu plot yang cukup kompleks.Hardaniwati dkk (2003:444) mengemukakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Menurut Somarjdo dan Saini (1997: 29)novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran yang luas disini dapat berarti cerita dengan alur yang kompleks, yang karakternya banyak, tema yang kompleks, susunan cerita yang beragam, dan latar cerita yang beragam pula.

Sebuah karya novel tidak terlepas dari pengalaman kehidupan tentang manusia. Oleh karena itu, novel juga tidak terlepas dari aksi tindak-tanduk prilaku dari seorang tokoh. Hudson (dalam Sujiman, 1991:152) mengatakan bahwa tokoh lebih penting dalam sebuah cerita, bahkan lebih penting dari pada pengalaman karena tanpa tindak-tanduk dari prilaku tokoh maka karya akan berubah menjadi sebuah karya yang statis dan tidak hidup, serta tidak akan mungkin ada suatu


(18)

3

karya fiksi tanpa adanya tokoh yang bergerak yang pada akhirnya membentuk alur cerita.

Menurut Somardjo dan Saini (1997:64) bahwa mutu sebuah novel banyak ditentukan oleh kepandaian si penulis menghidupkan watak tokoh-tokohnya, kalau karakter tokoh lemah, maka menjadi lemahlah seluruh cerita. Seorang pengarang mempunyai kebebasan untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan seleranya, siapapun orangnya apapun status sosialnya, dan bagaimana karakteristik serta permasalahan tersendiri dalam sebuah cerita. Tokoh cerita harus digambarkan seindah mungkin. Apa yang diucapkan, diperbuat, dipikirkan karya dan apa yang dirasakan harus betul-betul menunjang penggambaran watak yang khas milik tokoh tersebut. Maka dengan demikian, novel akan menjadi menarik karena adanya tokoh-tokoh yang diciptakan pengarang. Karakter tokoh merupakan ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.

Karakter adalah lakuan suatu tokoh yang semestinya terjadi sebagaimana telah disediakan di dalam cerita. Karakter dalam pandangan novelis mengambil ruang yang terhormat guna menghidupkan dan menyampaikan cerita, sehingga sebuah novel memperoleh tempat yang sama di hati pembacanya.

Suatu satu bentuk novel paling tidak harus mempunyai satu karakter yang cukup memikat. Setidaknya satu pelaku yang sanggup memukau pembaca sehingga ada kesan pembaca seakan-akan sedang berhadapan dengan seseorang,


(19)

4 kepada siapa ia menaruh simpati.

Sastra di Cina sebelum abad ke-14 mengutamakan penciptaan karya syair, esei dan cerita pendek.Pada abad ke-14, Tiongkok mulai memasuki masa puncak penciptaan novel. Pada masa itu di Tiongkok berturut-turut muncul banyak novel. Di antara novel-novel itu ada empat novel paling terkenal, yaitu Novel红楼梦 (hónglóumèng), 水浒传(shuǐhǔ zhuàn),三国演义(sānguó yǎnyì ), dan 西游记 (xīyóu jì). Selama seratus tahun lebih ini, keempat novel klasik itu selalu menjadi karya sastra yang paling populer di kalangan para pembaca dari berbagai lapisan Tiongkok.

Dalam penelitiaan ini, peneliti akan menganalisis karakter tokoh Jia Baoyu pada novel 红楼梦 (hónglóumèng) karya Cao Xueqin cetakan ke 43 pada Oktober 2014 dalam bahasa Mandarin yang diterbitkan oleh 人民文学出版社出版(Rénmín wénxué chūbǎn shè chūbǎn cì) melalui aspek fisiologi, aspek sosiologi, dan sapek psikologi.

Novel 红楼梦 (hónglóumèng) karya Cao Xueqin dikenal di Negara Cina dengan novel klasik. Novel红楼梦 (hónglóumèng) sudah banyak diceritakan ulang dengan berbagai jilid dan versi yang berbeda, misalnya untuk anak-anak dicetak dengan versi komik dan untuk orang dewasa dicetak versi dewsa yang menceritakan secara detail serta terdapat syair-syair. Novel ini juga sudah banyak diterjemahkan kedalam bahasa asing. Misalnya, bahasa Indonesia, bahasa Inggris,


(20)

5

dll. Dalam bahasa Inggris novel 红楼梦 (hónglóumèng) dikenal dengan novel Dream of the Mansions dan dalam bahasa Indonesia novel 红楼梦 (hónglóumèng) dikenal dengan novel Impian Di Bilik Merah.

红楼梦 (hónglóumèng) merupakan karya orisinal dengan曹雪芹

(Cáoxuěqín) (tahun 1715-1763) sebagai pengarangnya, pada masa pemerintahan Dinasti Qing. 红楼梦(hónglóumèng) terdiri dari 120 bab, tapi曹雪芹 (Cáoxuěqín) meninggal sebelum novel ini diselesaikan dan hanya menyelesaikan 80 bab, kemudian 40 bab terakhir diselesaikan oleh高额(Gao E) yang dipercayai sebagai murid曹雪芹 (Cáoxuěqín). 高额(Gao E) menyelesaikan novel ini dengan akhir cerita sedih. Meskipun akhir cerita 红楼梦 (hónglóumèng) sampai sekarang masih diperdebatkan sastrawan di Cina, tapi Setelah melihat semua akhir cerita karya曹雪芹 (Cáoxuěqín) berakhir sedih, sehingga disimpulkan akhir cerita红楼梦 (hónglóumèng) berakhir dengan sedih dan pemerintah beserta masyarakat Cina telah mengakui dan menyepakati novel红楼梦 (hónglóumèng) berakhir sedih.

Di dalam novel ini menggambarkan kehidupan sosial Tiongkok pada masa itu. Jumlah tokoh yang sangat banyak beserta penggambaran karakternya yang beragam menunjukkan kehebatan penulis dalam mengamati lingkungan dan struktur sosial pada zamannya secara detail dan teliti. Konon, kisah红楼梦 (hónglóumèng) ini merefleksikan kejayaan dan kehancuran keluarga si penulis sendiri. Meskipun novel ini dikenal sebagai roman keluarga, tetapi novel ini


(21)

6

mampu memaparkan kehidupan hampir setiap golongan masyarakat secara nyata. Novel karya Cao Xuegin .ini mencerita_kan tentang keadaan sebuah keluarga bangsawan elit Jia yang meliputi berbagai segi, tenutama dalam hal sosial, religi dan moral. Keluarga Jia dalam novel. Hong Lou Meng adalah gambaran tentang keluarga-keluarga Cina tardisional yang ada dalam masyarakatnya, yaitu keluarga yang menganut sisstern Patriarkhat dan mernakai konfusius sabagai dasar moral dalam kehidupan sehari-hari.

Novel ini pertama-tama populer di antara para pembaca dengan bentuk naskah tulisan.Novel ini baru diterbitkan secara resmi pada waktu kemudian hari karena isinya dianggap banyak menyangkut politik dan pemerintahan zaman Dinasti Qing, dinasti terakhir. Tokoh utama dari novel ini adalah pewaris laki-laki riang dari keluarga Jia yaitu Jia Baoyu.Ia lahir dengan sepotong permata di mulutnya, yang dipermukaan permata tersebut terdapat tulisan dan Baoyu dipercayai sebagai penjelmaan dari batu giok. Jiǎ bǎoyù 贾宝玉 memiliki arti batu giok yang berharga. 贾Jiǎ adalah nama keluarga atau marga,宝bǎo berarti pusaka atau mestika, 玉yù berarti batu giok. Nama tersebut diberikan karena Jia Baoyu lahir dengan batu giok di mulutnya, dan dipermukaan batu giok tersebut terdapat tulisan.

Kelahiran Baoyu selalu diperbincangkan masyarakat sampai terdengar ke dalam istana. Sehingga pada hari ulang tahun pertama Baoyu, Jia Zheng ayah dari Baoyu ingin mengetahui watak anaknya kelak, sehingga menaruh segala macam


(22)

7

barang didepan anaknya. Ternyata, Baoyu tidak tertarik pada semua barang tersebut kecuali bedak dan pemerah pipi. Melihat hal itu Jia Zheng gusar sebab ia menduga bahwa anak itu kelak akan suka rewel dan bersikap tidak senonoh. Karenanya, mulai saat itu ia tidak begitu memperhatikannya lagi. Tapi, neneknya amat mengasihinya, seolah ia hendak mencurahkan segenap perhatiannya hanya untuk neneknya itu seorang.

Baoyu merupakan anak yang sangat pintar, nakal, dan baik hati. Kepintarannya sudah terlihat ketika dia berumur kurang dari 10 tahun, bahkan tidak bisa menemukan bandingannya diantara 100 anak, tapi nakalnya bukan main. Bayou sering mengganggu perempuan-perempuan dan sangat senang bergaul dengan perempuan. Baoyu tidak memperhatikan ucapannya dan memperlakukan semua orang sama tanpa melihat strata sosialnya.

Baoyu sangat mencintai sepupunya yang bernama Lin Daiyu ,tapiBaoyu telah dijodohkan untuk menikah dengan sepupunya yang lain, Xue Baochai. Persaingan romantis dan persahabatan di antara tiga karakter dengan latar belakang kekayaan keluarga membentuk cerita utama dalam novel ini.

Secara lebih terperinci alas an peneliti memilih novel Hongloumeng karya Cao Xueqin

1. Novel Hongloumeng merupakan salah satu dari empat novel karya sastra terbaik dalam sejarah sastra Tiongkok. Novel tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan juga diceritakan melalui film.


(23)

8

2. Peneliti sangat tertarik dengan karakter tokoh Jia Baoyu pada novel Hongloumeng. Ada sifat dan karakter Jia Baoyu yang sebenarnya baik, namun dipandang sebaliknya oleh keluarga dan masyarakat, sebab sejak awal karakter yang tergambar dari tokoh Jia Baoyu adalah nakal, keras kepala, egois, bertindak sesuai keinginan. Hal ini membuat peneliti ingin memaparkan dan menjelaskan sifat baik dan buruk apa saja yang dimiliki Jia Baoyu.

3. Novel ini banyak memberikan petuah-petuah tentang kehidupan yang sangat baik dan bagus bila dijadikan sebagai panutan untuk kehidupan sehari-hari.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah

1. Apa saja sifat-sifat baik tokoh Jia Baoyu? 2. Apa saja sifat-sifat buruk Jia Baoyu?\

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan adalah suatu yang ingin dicapai peneliti. Suatu penelitian pasti memiliki alasan dan tujuan mengapa suatu penelitian itu dilakukan. Oleh karena


(24)

9

itu suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas. Mengingat harus memiliki arah dan sasaran yang tepat. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Mendiskripsikan sifat-sifat baik tokoh Jia Baoyu. 2. Mendiskropsikan sifat-sifat buruk tokoh Jia Baoyu.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, agar peneliti tetap terfokus dan tidak melebar melewati fokus pemasalahan perlu adanya pembatasan masalah. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajian tidak terlalu luas dengan berakibat penelitiannya tidak fokus. Penelitian ini berfokus pada karakter baik dan buruk tokoh Jia Baoyu pada novel Hong Lou Meng karya Cao Xueqin.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pembaca, dan penulis baik bersifat teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai pemantapan dan pengokohan mengenai metode dan teknik untuk menganalisis karakter tokoh dalam novel.

2. Manfaat Praktis


(25)

10

a. Untuk memperkaya pemahaman tentang karakter-karakter tokoh dalam novel.

b. Media peningkatan apresiasi terhadap karya sastra terutama karya sastra novel.

c. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan bagi mahasiswa pada kegiatan apresiasi fiksi.

d. Sebagai bahan bagi peneliti lain yang tertarik pada hal yang sama yaitu karakter tokoh.


(26)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan mengenai tinjauan pustaka yang membahas beberapa penelitian peneliti sebelumnya. Selanjutnya terdapat konsep yang menjelaskan pengertian dari istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, serta terdapat landasan teori yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini.

2.1. Tinjauan Pustaka

Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals, dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal. Penulis menemukan beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini. Adapun buku dan jurnal yaitu :

Zhou (2010)dalam bukunya yang berjudul“nánxìng ǒuxiàng de quēxí—— shì lùn jiǎ fǔ jiàoyù quēshī duì jiǎ bǎoyù xìnggé xíngchéng de yǐngxiǎng”. Dalam buku ini penulis menceritakan hubungan Jia Baoyu dengan lingkungannya dan kesedihan batin yang mendalam tokoh Jia Baoyu. Dengan membaca buku ini penulis mengetahuibahwa Jia Baoyu mempunyai hubungan dengan banyak perempuan di lingkungannya dan perjodohannya dengan Xue Baochai.


(27)

12

miáoxiě yǔ jiǎ bǎoyù xìnggé de fǎ zhǎn” zhōng jiěshì shuō”. Dalam buku ini penulis menceritakanperbandingan kehidupan Jia bayou (penjelmaan batu giok) dengankehidupan batu giok. Dengan membaca buku ini penulis mengetahui bahwa pada kehidupan batu lebih monoton dibandingkan kehidupan Jia Baoyu. Pada kehidupan Jia Baoyu, Baoyu merasa sedih ketika kematian membawa makna yang lebih berat,tetapi jugamerasakanhidup dan kendala kehidupansemakinserius, seumur hidup, masa depan mereka,caraberpikirdi kehidupan itu sendirisecara bertahap dibanding di kehidupan si batu giok sebelumnya.

Fanyunxin (2006) dalam bukunya yang berjudul “shì xī jiǎ bǎoyù pànnì xìnggé de gēnyuán” . Dalam bukunya penulis menjelaskantentang pemberontakan Jia Baoyu. Dengan membaca buku ini penulis mengetahui bahwa Jia Baoyu menolak ketenaran dan kekayaan, melawan sistem feodaldan etikafeodal, mengejar kebebasan dan kesetaraan, membutuhkan pembebasan individu.menghormati perempuan, menumbuhkan semangat kemanusiaan.

2.2 Konsep 2.2.1 Novel

Dalam kesusastraan kita mengenal istilah novel dan roman. “Istilah noveldiartikan sebagai karya yang mengungkapkan persitiwa kehidupan manusia pada suatu saat secara mendalam. Sedangkan romanadalah karya yang menggambarkan kehidupan manusia secara luas dari kecil sampai dewasa dan


(28)

13

meninggal” (Semi, 1988:32). Pada dasarnya istilah novel sama dengan istilah roman, sebagaimana yang dikemukakan oleh Semi (1988:32) bahwa dalam istilah novel tercangkup pengertian roman, sebab roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman pada waktu itu adalah wajar karena sastrawan Indonesia wakktu itu pada umumnya berorientasi kenegeri Belanda, yang lazim dinamakan ini dengan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta dikenal di Indonesia setelah kemerdekaan, yakni setelah sastrawan Indonesia banyak beralih kepada bacaan-bacaan yang berbahasa Inggris.

Dewasa ini, istilah yang umum dipakai di Indonesia untuk karya sastra berbentuk prosa yang panjang ini adalah istilah novel. Novel sebagai karya sastra fiksi merupakan hasil renungan, pemikiran dan pengalaman panjang terhadap peristiwa kehidupan manusia yang disampaikan dengan bahasa yang berkesan. Novel adalah sebuah karya sastra berbentuk fiksi yang telah dirangkai dengan fakta kehidupan dan dibumbui dengan khayalan pengarang terlebih dahulu, sehingga menjadi bacaan yang mempunyai tujuan dan misi untuk mempengaruhi masyarakat penikmat sastra.

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas atau suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Nurgiyantoro (1995:23) mengemukakan “unsur-unsur


(29)

14

pembangun sebuah novel itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik”. Selanjutnya Nurgiyantoro (1995:23) mengemukakan bahwa unsur intrinsik adalah “unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri”. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, unsur yang dimaksud yaitu peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah “unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra” (Nurgiyantoro, 1995:23). Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.

2.2.2 Pengertian Tokoh

Aminuddin (2004:79) mengemukakan bahwa “ tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita”. Sejalan dengan itu, menurut Ibrahim dan Saksomo (1987:77)”tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan untuk mendukung cerita”. Tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dari peristiwa-peritiwa yang digambarkan


(30)

15

dalam plot. Dari beberapa pengertian tokoh tersebut, dapat dinyatakan bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam cerita mengemban peristiwa-peristiwa yang membentuk sebuah cerita.

Menurut Sumardjo dan Saini (1997:145) “Tokoh-tokoh cerita, terutama tokoh pentingnya, memiliki watak masing-masing yang digambarkan dengan seksama oleh pengarang-pengarang yang terampil. Tokoh-tokoh itu dapat memiliki berbagai watak sesuai dengan kemungkinan watak yang ada pada manusia”. Watak para tokoh itu bukan saja merupakan pendorong untuk terjadinya peristiwa, akan tetapi juga merupakan unsur yang menyebabkan gawatnya masalah-masalah yang timbul dalam peristiwa-peristiwa tertentu.

Tokoh oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan atau yang dilakukan dalam tindakan. Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain. Perbedaan antara tokoh satu dengan yang lain lebih ditentukan dengan kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik. Menurut Sumardjo dan Saini (1997 : 145) “ tingkah laku dan perbuatan tokoh-tokoh cerita akan membangkitkan perhatian pembaca dalam memahami, menghayati dan menyimpulkan buah pikiran pengarang”. Oleh sebab itu, pembaca dalam memahami watak para tokoh lebih ditentukan oleh ucapan dan perbuatan tokoh daripada dilihat secara fisik.


(31)

16

pesan, amanat moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Tidak jarang tokoh cerita dipaksakan diperalat sebagai pembawa pesan sehingga sebagai tokoh cerita dan sebagai pribadi kurang berkembang. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong penyampai pesan atau bahkan mungkin merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian dan keinginan-keinginan pengarang.

2.2.3 Jenis-jenis Tokoh

Secara garis besar dalam sebuah karya fiksi dijumpai dua macam tokoh yang masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda–beda, yakni tokoh inti atau tokoh utama dan tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Aminuddin (2004:79-80) mengemukakan bahwa “tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita, sedangkan tokoh tambahan atau tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama”.

Dalam hal penampilan seorang tokoh, sebuah cerita tidak mungkin hanya menampilkan tokoh utama saja. Oleh karena itu, perlu dibedakan mana tokoh utama dan mana tokoh tambahan. Esten (1987:87) mengemukakan “tentang langkah untuk menentukan tokoh utama yaitu, pertama, dilihat masalahnya (tema). Kedua, dilihat mana yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Ketiga, tokoh mana yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan”. Sejalan dengan itu, menurut Esten (1987:88) bahwa di dalam sebuah


(32)

17

karya sastra mungkin banyak persoalan-persoalan yang muncul, tetapi tentulah tidak semua. Persoalan itu bisa dianggap sebagai tema, untuk menentukan persoalan yang merupakan tema, pertama tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Selanjutnya secara kuantitatif, persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik. Konflik yang melahirkan peristiwa. Kemudian menentukan waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh didalam cerita sebuah sastra.

Aminuddin (2004:80) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan mana tokoh utama dan mana tokoh tambahan yaitu : “(1) melihat keseringan pemunculan dalam cerita, (2) petunjuk yang diberikan pengarang”. Keseringan pemunculan yang dimaksud adalah bahwa tokoh utama terlibat pada sebagian besar peristiwa dalam cerita. Kemudian petunjuk yang diberikan pengarang mengacu pada ciri-ciri khusus kepada tokoh satu yang membedakan dengan tokoh yang lain. Kemunculan tokoh utama secara bersama-sama membangun cerita dengan tokoh tambahan.

Tokoh yang ditampilkan pengarang dalam sebuah cerita memiliki watak-watak tertentu. Sehubungan dengan itu, dalam sebuah cerita ada yang disebut dengan tokoh yang protagonis dan tokoh yang antagonis. Aminuddin (2004:80) mengemukakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca, dan tokoh antagonis adalah tokoh yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca. Selanjutnya menurut Sumardjo


(33)

18

dan Saini (1997:144) mengemukakan bahwa tokoh protagonis berperan sebagai penggerak cerita. Karena perannya itu, protagonis adalah tokoh yang pertama-tama menghadapi masalah dan terlibat dalam kesukaran-kesukaran. Sedangkan antagonis berperan sebagai penghalang dan masalah protagonis.

Berdasarkan perwatakannya, “tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh sederhana (simple atau flat character ) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character)”(Foster dalam Nurgiyantoro, 1995:181). Pengkatagorian seorang tokoh ke dalam tokoh sederhana dan bulat harus dilalui dengan analisis perwatakan. Menurut Nurgiyantoro (1995:181) “Tokoh sederhana dalam bentuk asli adalah tokoh yang hanya memiliki suatu kualitas pribadi atau sifat watak yang tertentu saja. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku seseorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu”. Watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan.

Tokoh bulat atau tokoh kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, menurut Nurgiyantoro (1995:183) tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. Ia dapat memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan


(34)

19

manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan ia juga sering memberikan kejutan.

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidak, perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel dapat dibedakan ke dalam tokoh statis (statis character) dan tokoh berkembang (developing character). “Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi”. (Altenberg dan Luwis dalam Nurgiyantoro, 1995:188). Tokoh berkembang adalah “tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berintereaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun orang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, sifat dan tingkah lakunya”. (Nurgiyantoro, 1995:188).

Dalam memahami watak-watak setiap tokoh, tentunya tidak mudah, yang hanya dengan membaca keseluruhan cerita saja. Oleh karena itu, perlu diperhatikan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam memahami watak setiap tokoh. Aminuddin (2004:80-81) mengemukakan untuk memahami watak setiap pelaku (tokoh) dapat ditelusuri lewat :

1. tuturan pengarang terhadap karakteristik pelaku

2. gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaian


(35)

20 3. menunjukkan bagaimana prilakunya

4. melihat bagaimana ia berbicara tentang dirinya sendiri 5. memahami bagaimana jalan pikirannya

6. melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya

7. melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan raksi terhadapnya

8. melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

Selanjutnya, menurut Sumardjo dan Saini (1997:65) bahwa ada beberapa jalan untuk mengenali karakter (watak ) dalam sebuah cerita, yaitu :

1. melalui apa yang diperbuatnya 2. melalui ucapan-ucapannya

3. melalui penggambaran fisik tokoh 4. melalui pikiran-pikirannya

5. melalui penerangan langsung

2.1.2.5 Pengertian Karakter

Dalam sebuah karya fiksi sering dipergunakan istilah tokoh dan penokohan, watak dan perawatakan atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. istilah tokoh menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita, sebagai jawaban terhadap pertanyaan siapakah tokoh cerita itu? Ada berapa jumlah pelaku novel? Dan siapa tokoh


(36)

21

antagonis dan tokoh protagonis novel itu? dan sebagainya. Watak, perwatakan dan karakter menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan pembaca yang lebih menuju pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu. Seperti yang dikemukakan Jones (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 156) penokohan adalah “pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita”.

Menurut Sudjiman (1991:23) karakter ialah “ kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain”. Selanjutnya Hardaniwati dkk (2003:303) mengemukakan karakter adalah “ sifat-sifat khas yang membedakan seseorang dengan orang laing” . Tokoh-tokoh yang ditampilkan pengarang dalam sebuah karya fiksi merupakan tokoh rekaan, hanya pengarangnyalah yang mengenalnya. Untuk itu tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar karakternya juga dikenal oleh pembaca.

Menurut Semi (1984:29) “untuk mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui percakapan, melalui monolog batin, melalui tanggapan atas pertanyaan atau perbuatan tokoh lain dan melalui tanggapan atau sindiran”. Karakter tokoh menentukan bagaimana ucapan dan tindakan tokoh dalam cerita. Untuk membuat cerita itu menarik dan dapat membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh lain, maka seorang tokoh harus mengemban suatu karakter yaitu suatu sifat-sifat khas yang membedakan antara


(37)

22

tokoh satu dengan tokoh lain . Karakter tokoh dapat dilihat dan dianalisis melalui setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang tokoh, melalui dialog dan perbuatan serta tingkah laku yang dilakukan oleh seorang tokoh.

Menurut Lagos Egri (dalam Sukada, 1987:64) “karakter seorang tokoh memiliki tiga dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis”. Ketiga dimensi tersebut adalah tiga unsur yang membangun karakter dalam sebuah karya sastra. Masalahnya terletak pada pertanyaan seberapa jauh unsur-unsur tersebut dilukisan pengarang dalam karya sastra.

Hutagalung (dalam Murniati, 1997:15) mengemukakan “dimensi fisiologis dan aspeknya adalah keadaan fisik tokoh, seperti jenis kelamin, tampang, dan keberadaan tokoh apakah cacat atau tidak”. Dalam menentukan karakter tokoh, keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif. Di samping itu, ia juga dibutuhkan untuk mengefektifkan dan mengkongkretkan ciri-ciri kedirian tokoh yang dilukiskan dengan teknik lain. Sebagaimana menurut Nurgiyantoro (1995:210) “pelukisan wujud fisik tokoh berfungsi untuk lebih mengintensifkan sifak kedirian tokoh”.

Selanjutnya menurut Hutangalung (dalam Murniati, 1997:15) “yang tercangkup dalam dimensi sosiologis, yakni masalah sosial tokoh seperti lingkungannya, pangkat, dan kebangsaan”. Masalah sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial tokoh di suatu tempat yang


(38)

23

diceritakan dalam karya fiksi. “Kehidupan sosial tokoh mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain”(Nurgiyantoro, 1995:233).

Menurut Hutagalung (dalam Murniati, 1997:15) “dimensi psikologis dan aspeknya adalah masalah kejiwaan tokoh cerita tersebut, seperti cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen atau watak kejiwaannya secara individu”. Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro (1995:210) menyatakan bahwa keadaan fisik tokoh sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tak mau mengalah, pandangan mata tajam, hidung agak mendongak, bibir yang bagaimana dan lain-lain yang dapat menyaran pada sifat tertentu. Tentu saja hal itu berkaitan dengan pandangan (budaya) masyarakat yang bersangkutan.

2.2.4 Teknik Penampilan Karakter Tokoh

Menurut Semi (1988 :39-40) ada dua cara yang digunakan untuk menampilkan watak tokoh dalam suatu cerita, yaitu :

1. Secara analitik. Secara analitik yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokoh. Pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras kepala, penyayang dan sebagainya.


(39)

24

2. Secara dramatik. Secara dramatik yaitu penggambaran secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui: (1) pilihan nama tokoh, misalnya nama semacam sarinem untuk babu, mince untuk gadis rada genit, bonar untuk nama tokoh garang dan gesit dan seterusnya; (2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakain, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya; (3) melalui dialog baik dialog tokoh-tokoh yang bersangkutan dalam intereaksinya dengan tokoh-tokoh lainya.

Selanjutnya, menurut M. Saleh Saad (dalam Sukada, 1987:64) teknik penampilan keadaan dan watak tokoh-tokoh dapat melalui dua jalan yaitu :

1. Cara analitik. Pengarang akan menjelaskan secara langsung keadaan dan watak tokoh-tokohnya.

2. Cara dramatik. Menggambarkan apa dan siapanya tokoh itu tidak secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain :

2.1Menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh .

2.2Cakapan (percakapan) antara tokoh dengan tokoh lain, atau percakaan tokoh-tokoh lain tentang dia

2.3Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain tentang dia. 2.4Perbuatan sang tokoh

Sedangkan menurut Muchtar Lubis (dalam Sukada, 1993:64) ada beberapa cara teknik dalam menampilkan karakter tokoh, yaitu :


(40)

25 1. Melukiskan bentuk lahir dari tokoh

2. melukiskan jalan pikiran tokoh atau apa yang melintas dalam pikirannya 3. bagaimana reaksi tokoh itu terhadap kejadian

4. pengarang dengan langusung menganalisis watak tokoh 5. melukiskan keadaan sekitar tokoh

6. bagaimana pandangan tokoh lain terhadap tokoh utama

Dari keterangan diatas, maka cara menyampaikan karakter tokoh dapat juga melalui pikiran tindakannya dan lain-lain. Sejalan dengan itu, Hutagalung (dalam Murniati, 1997:15) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan dimensi fisiologis dan aspeknya adalah keadaan fisik tokoh, seperti jenis kelamin, tampang, dan keberadaan tokoh apakah cacat atau tidak. Yang dimaksud dan tercangkup dalam dimensi sosiologis, yakni masalah sosial tokoh seperti lingkungannya, pangkat, dan kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud dengan dimensi psikologis dan aspeknya adalah masalah kejiwaan tokoh cerita tersebut, seperti cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen atau watak kejiwaannya secara individu.

Ketiga dimensi tersebut adalah tiga unsur yang membangun karakter dalam sebuah karya sastra. Masalahnya terletak pada pertanyaan seberapa jauh unsur-unsur tersebut dilukisan pengarang dalam karya sastra.


(41)

26 2.3Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori structural untuk menganalisis unsur-unsur pembangun dalam sebuah sastra.

Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan member arah didalam penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Struktural.

2.3.1 Teori Struktural (Objektif)

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang, maupun pembaca. Wellek dan Warren dalam Wiyatmi (2006:87) menyebutkan pendekatan ini sebagai pendekatan intrinsic karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi dan kebenaran sendiri.

Dalam meneliti sebuah karya sastra diperlukan pendekatan, dalam penulisan ini digunakan pendekatan structural. Jika peneliti sastra ingin mengetahui makna dalam sebuah karya sastra, peneliti harus menganalisis aspek yang membangun karya sastra tersebut dan menghubungkan dengan aspek lain. Sehingga makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra mampu dipahami dengan baik. Pendekatan struktural melihat karya sastra sebagai satu kesatuan makna secara


(42)

27 keseluruhan.

Menurut Teeuw (1984:135), pendekatan structural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Pendekatan struktur membongkar seluruh isi (unsur-unsur intrinsic di dalam novel) dan menghubungkan relevasinya antara unsur-unsur didalamnya.

Teori struktural sastra merupakan sebuah teori untuk mendekati teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Struktural sastra mengupayakan adanya suatu dasar yang ilmiah bagi teori sastra, seperti halnya disiplin-disiplin ilmu lainnya. Teeuw mengungkapkan, asumsi dasar struktural adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan mempunyai koherensi batiniah (2011:46). Struktural secara khusus mengacu pada praktik kritik sastra yang model analisisnya didasarkan pada teori linguistic modern, yang pendekatannya selalu pada unsur intrinsic (struktur kesusastraan) dan menganggap teks sastra adalah yang otonom.

Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin tentang keterkaitan dan hubungan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Analisis struktur merupakan satu langkah, satu sarana atau alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami proses dengan cara sesempurna mungkin.


(43)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan mengenai tinjauan pustaka yang membahas beberapa penelitian peneliti sebelumnya. Selanjutnya terdapat konsep yang menjelaskan pengertian dari istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, serta terdapat landasan teori yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini.

2.1. Tinjauan Pustaka

Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals, dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal. Penulis menemukan beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini. Adapun buku dan jurnal yaitu :

Zhou (2010)dalam bukunya yang berjudul“nánxìng ǒuxiàng de quēxí—— shì lùn jiǎ fǔ jiàoyù quēshī duì jiǎ bǎoyù xìnggé xíngchéng de yǐngxiǎng”. Dalam buku ini penulis menceritakan hubungan Jia Baoyu dengan lingkungannya dan kesedihan batin yang mendalam tokoh Jia Baoyu. Dengan membaca buku ini penulis mengetahuibahwa Jia Baoyu mempunyai hubungan dengan banyak perempuan di lingkungannya dan perjodohannya dengan Xue Baochai.


(44)

12

miáoxiě yǔ jiǎ bǎoyù xìnggé de fǎ zhǎn” zhōng jiěshì shuō”. Dalam buku ini penulis menceritakanperbandingan kehidupan Jia bayou (penjelmaan batu giok) dengankehidupan batu giok. Dengan membaca buku ini penulis mengetahui bahwa pada kehidupan batu lebih monoton dibandingkan kehidupan Jia Baoyu. Pada kehidupan Jia Baoyu, Baoyu merasa sedih ketika kematian membawa makna yang lebih berat,tetapi jugamerasakanhidup dan kendala kehidupansemakinserius, seumur hidup, masa depan mereka,caraberpikirdi kehidupan itu sendirisecara bertahap dibanding di kehidupan si batu giok sebelumnya.

Fanyunxin (2006) dalam bukunya yang berjudul “shì xī jiǎ bǎoyù pànnì xìnggé de gēnyuán” . Dalam bukunya penulis menjelaskantentang pemberontakan Jia Baoyu. Dengan membaca buku ini penulis mengetahui bahwa Jia Baoyu menolak ketenaran dan kekayaan, melawan sistem feodaldan etikafeodal, mengejar kebebasan dan kesetaraan, membutuhkan pembebasan individu.menghormati perempuan, menumbuhkan semangat kemanusiaan.

2.2 Konsep 2.2.1 Novel

Dalam kesusastraan kita mengenal istilah novel dan roman. “Istilah noveldiartikan sebagai karya yang mengungkapkan persitiwa kehidupan manusia pada suatu saat secara mendalam. Sedangkan romanadalah karya yang menggambarkan kehidupan manusia secara luas dari kecil sampai dewasa dan


(45)

13

meninggal” (Semi, 1988:32). Pada dasarnya istilah novel sama dengan istilah roman, sebagaimana yang dikemukakan oleh Semi (1988:32) bahwa dalam istilah novel tercangkup pengertian roman, sebab roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman pada waktu itu adalah wajar karena sastrawan Indonesia wakktu itu pada umumnya berorientasi kenegeri Belanda, yang lazim dinamakan ini dengan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta dikenal di Indonesia setelah kemerdekaan, yakni setelah sastrawan Indonesia banyak beralih kepada bacaan-bacaan yang berbahasa Inggris.

Dewasa ini, istilah yang umum dipakai di Indonesia untuk karya sastra berbentuk prosa yang panjang ini adalah istilah novel. Novel sebagai karya sastra fiksi merupakan hasil renungan, pemikiran dan pengalaman panjang terhadap peristiwa kehidupan manusia yang disampaikan dengan bahasa yang berkesan. Novel adalah sebuah karya sastra berbentuk fiksi yang telah dirangkai dengan fakta kehidupan dan dibumbui dengan khayalan pengarang terlebih dahulu, sehingga menjadi bacaan yang mempunyai tujuan dan misi untuk mempengaruhi masyarakat penikmat sastra.

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas atau suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Nurgiyantoro (1995:23) mengemukakan “unsur-unsur


(46)

14

pembangun sebuah novel itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik”. Selanjutnya Nurgiyantoro (1995:23) mengemukakan bahwa unsur intrinsik adalah “unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri”. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, unsur yang dimaksud yaitu peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.

Di pihak lain, unsur ekstrinsik adalah “unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra” (Nurgiyantoro, 1995:23). Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.

2.2.2 Pengertian Tokoh

Aminuddin (2004:79) mengemukakan bahwa “ tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita”. Sejalan dengan itu, menurut Ibrahim dan Saksomo (1987:77)”tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan untuk mendukung cerita”. Tokoh cerita adalah orang yang mengambil bagian dari peristiwa-peritiwa yang digambarkan


(47)

15

dalam plot. Dari beberapa pengertian tokoh tersebut, dapat dinyatakan bahwa tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam cerita mengemban peristiwa-peristiwa yang membentuk sebuah cerita.

Menurut Sumardjo dan Saini (1997:145) “Tokoh-tokoh cerita, terutama tokoh pentingnya, memiliki watak masing-masing yang digambarkan dengan seksama oleh pengarang-pengarang yang terampil. Tokoh-tokoh itu dapat memiliki berbagai watak sesuai dengan kemungkinan watak yang ada pada manusia”. Watak para tokoh itu bukan saja merupakan pendorong untuk terjadinya peristiwa, akan tetapi juga merupakan unsur yang menyebabkan gawatnya masalah-masalah yang timbul dalam peristiwa-peristiwa tertentu.

Tokoh oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan atau yang dilakukan dalam tindakan. Untuk kasus kepribadian seorang tokoh, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain. Perbedaan antara tokoh satu dengan yang lain lebih ditentukan dengan kualitas pribadi daripada dilihat secara fisik. Menurut Sumardjo dan Saini (1997 : 145) “ tingkah laku dan perbuatan tokoh-tokoh cerita akan membangkitkan perhatian pembaca dalam memahami, menghayati dan menyimpulkan buah pikiran pengarang”. Oleh sebab itu, pembaca dalam memahami watak para tokoh lebih ditentukan oleh ucapan dan perbuatan tokoh daripada dilihat secara fisik.


(48)

16

pesan, amanat moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Tidak jarang tokoh cerita dipaksakan diperalat sebagai pembawa pesan sehingga sebagai tokoh cerita dan sebagai pribadi kurang berkembang. Tokoh cerita seolah-olah hanya sebagai corong penyampai pesan atau bahkan mungkin merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian dan keinginan-keinginan pengarang.

2.2.3 Jenis-jenis Tokoh

Secara garis besar dalam sebuah karya fiksi dijumpai dua macam tokoh yang masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda–beda, yakni tokoh inti atau tokoh utama dan tokoh tambahan atau tokoh pembantu. Aminuddin (2004:79-80) mengemukakan bahwa “tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita, sedangkan tokoh tambahan atau tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama”.

Dalam hal penampilan seorang tokoh, sebuah cerita tidak mungkin hanya menampilkan tokoh utama saja. Oleh karena itu, perlu dibedakan mana tokoh utama dan mana tokoh tambahan. Esten (1987:87) mengemukakan “tentang langkah untuk menentukan tokoh utama yaitu, pertama, dilihat masalahnya (tema). Kedua, dilihat mana yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Ketiga, tokoh mana yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan”. Sejalan dengan itu, menurut Esten (1987:88) bahwa di dalam sebuah


(49)

17

karya sastra mungkin banyak persoalan-persoalan yang muncul, tetapi tentulah tidak semua. Persoalan itu bisa dianggap sebagai tema, untuk menentukan persoalan yang merupakan tema, pertama tentulah dilihat persoalan mana yang paling menonjol. Selanjutnya secara kuantitatif, persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik. Konflik yang melahirkan peristiwa. Kemudian menentukan waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa-peristiwa ataupun tokoh-tokoh didalam cerita sebuah sastra.

Aminuddin (2004:80) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan mana tokoh utama dan mana tokoh tambahan yaitu : “(1) melihat keseringan pemunculan dalam cerita, (2) petunjuk yang diberikan pengarang”. Keseringan pemunculan yang dimaksud adalah bahwa tokoh utama terlibat pada sebagian besar peristiwa dalam cerita. Kemudian petunjuk yang diberikan pengarang mengacu pada ciri-ciri khusus kepada tokoh satu yang membedakan dengan tokoh yang lain. Kemunculan tokoh utama secara bersama-sama membangun cerita dengan tokoh tambahan.

Tokoh yang ditampilkan pengarang dalam sebuah cerita memiliki watak-watak tertentu. Sehubungan dengan itu, dalam sebuah cerita ada yang disebut dengan tokoh yang protagonis dan tokoh yang antagonis. Aminuddin (2004:80) mengemukakan bahwa tokoh protagonis adalah tokoh yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca, dan tokoh antagonis adalah tokoh yang tidak sesuai dengan apa yang diidamkan oleh pembaca. Selanjutnya menurut Sumardjo


(50)

18

dan Saini (1997:144) mengemukakan bahwa tokoh protagonis berperan sebagai penggerak cerita. Karena perannya itu, protagonis adalah tokoh yang pertama-tama menghadapi masalah dan terlibat dalam kesukaran-kesukaran. Sedangkan antagonis berperan sebagai penghalang dan masalah protagonis.

Berdasarkan perwatakannya, “tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh sederhana (simple atau flat character ) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character)”(Foster dalam Nurgiyantoro, 1995:181). Pengkatagorian seorang tokoh ke dalam tokoh sederhana dan bulat harus dilalui dengan analisis perwatakan. Menurut Nurgiyantoro (1995:181) “Tokoh sederhana dalam bentuk asli adalah tokoh yang hanya memiliki suatu kualitas pribadi atau sifat watak yang tertentu saja. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku seseorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu”. Watak yang telah pasti itulah yang mendapat penekanan dan terus menerus terlihat dalam fiksi yang bersangkutan.

Tokoh bulat atau tokoh kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, menurut Nurgiyantoro (1995:183) tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. Ia dapat memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan


(51)

19

manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan ia juga sering memberikan kejutan.

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidak, perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel dapat dibedakan ke dalam tokoh statis (statis character) dan tokoh berkembang (developing character). “Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi”. (Altenberg dan Luwis dalam Nurgiyantoro, 1995:188). Tokoh berkembang adalah “tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berintereaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun orang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, sifat dan tingkah lakunya”. (Nurgiyantoro, 1995:188).

Dalam memahami watak-watak setiap tokoh, tentunya tidak mudah, yang hanya dengan membaca keseluruhan cerita saja. Oleh karena itu, perlu diperhatikan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam memahami watak setiap tokoh. Aminuddin (2004:80-81) mengemukakan untuk memahami watak setiap pelaku (tokoh) dapat ditelusuri lewat :

1. tuturan pengarang terhadap karakteristik pelaku

2. gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaian


(52)

20 3. menunjukkan bagaimana prilakunya

4. melihat bagaimana ia berbicara tentang dirinya sendiri 5. memahami bagaimana jalan pikirannya

6. melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya

7. melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan raksi terhadapnya

8. melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

Selanjutnya, menurut Sumardjo dan Saini (1997:65) bahwa ada beberapa jalan untuk mengenali karakter (watak ) dalam sebuah cerita, yaitu :

1. melalui apa yang diperbuatnya 2. melalui ucapan-ucapannya

3. melalui penggambaran fisik tokoh 4. melalui pikiran-pikirannya

5. melalui penerangan langsung

2.1.2.5 Pengertian Karakter

Dalam sebuah karya fiksi sering dipergunakan istilah tokoh dan penokohan, watak dan perawatakan atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. istilah tokoh menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita, sebagai jawaban terhadap pertanyaan siapakah tokoh cerita itu? Ada berapa jumlah pelaku novel? Dan siapa tokoh


(53)

21

antagonis dan tokoh protagonis novel itu? dan sebagainya. Watak, perwatakan dan karakter menunjuk pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan pembaca yang lebih menuju pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu. Seperti yang dikemukakan Jones (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 156) penokohan adalah “pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita”.

Menurut Sudjiman (1991:23) karakter ialah “ kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakan dengan tokoh lain”. Selanjutnya Hardaniwati dkk (2003:303) mengemukakan karakter adalah “ sifat-sifat khas yang membedakan seseorang dengan orang laing” . Tokoh-tokoh yang ditampilkan pengarang dalam sebuah karya fiksi merupakan tokoh rekaan, hanya pengarangnyalah yang mengenalnya. Untuk itu tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar karakternya juga dikenal oleh pembaca.

Menurut Semi (1984:29) “untuk mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui percakapan, melalui monolog batin, melalui tanggapan atas pertanyaan atau perbuatan tokoh lain dan melalui tanggapan atau sindiran”. Karakter tokoh menentukan bagaimana ucapan dan tindakan tokoh dalam cerita. Untuk membuat cerita itu menarik dan dapat membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh lain, maka seorang tokoh harus mengemban suatu karakter yaitu suatu sifat-sifat khas yang membedakan antara


(54)

22

tokoh satu dengan tokoh lain . Karakter tokoh dapat dilihat dan dianalisis melalui setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang tokoh, melalui dialog dan perbuatan serta tingkah laku yang dilakukan oleh seorang tokoh.

Menurut Lagos Egri (dalam Sukada, 1987:64) “karakter seorang tokoh memiliki tiga dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu fisiologis, sosiologis, dan psikologis”. Ketiga dimensi tersebut adalah tiga unsur yang membangun karakter dalam sebuah karya sastra. Masalahnya terletak pada pertanyaan seberapa jauh unsur-unsur tersebut dilukisan pengarang dalam karya sastra.

Hutagalung (dalam Murniati, 1997:15) mengemukakan “dimensi fisiologis dan aspeknya adalah keadaan fisik tokoh, seperti jenis kelamin, tampang, dan keberadaan tokoh apakah cacat atau tidak”. Dalam menentukan karakter tokoh, keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif. Di samping itu, ia juga dibutuhkan untuk mengefektifkan dan mengkongkretkan ciri-ciri kedirian tokoh yang dilukiskan dengan teknik lain. Sebagaimana menurut Nurgiyantoro (1995:210) “pelukisan wujud fisik tokoh berfungsi untuk lebih mengintensifkan sifak kedirian tokoh”.

Selanjutnya menurut Hutangalung (dalam Murniati, 1997:15) “yang tercangkup dalam dimensi sosiologis, yakni masalah sosial tokoh seperti lingkungannya, pangkat, dan kebangsaan”. Masalah sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku kehidupan sosial tokoh di suatu tempat yang


(55)

23

diceritakan dalam karya fiksi. “Kehidupan sosial tokoh mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain”(Nurgiyantoro, 1995:233).

Menurut Hutagalung (dalam Murniati, 1997:15) “dimensi psikologis dan aspeknya adalah masalah kejiwaan tokoh cerita tersebut, seperti cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen atau watak kejiwaannya secara individu”. Sejalan dengan itu, Nurgiyantoro (1995:210) menyatakan bahwa keadaan fisik tokoh sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tak mau mengalah, pandangan mata tajam, hidung agak mendongak, bibir yang bagaimana dan lain-lain yang dapat menyaran pada sifat tertentu. Tentu saja hal itu berkaitan dengan pandangan (budaya) masyarakat yang bersangkutan.

2.2.4 Teknik Penampilan Karakter Tokoh

Menurut Semi (1988 :39-40) ada dua cara yang digunakan untuk menampilkan watak tokoh dalam suatu cerita, yaitu :

1. Secara analitik. Secara analitik yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokoh. Pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras kepala, penyayang dan sebagainya.


(56)

24

2. Secara dramatik. Secara dramatik yaitu penggambaran secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui: (1) pilihan nama tokoh, misalnya nama semacam sarinem untuk babu, mince untuk gadis rada genit, bonar untuk nama tokoh garang dan gesit dan seterusnya; (2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakain, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya; (3) melalui dialog baik dialog tokoh-tokoh yang bersangkutan dalam intereaksinya dengan tokoh-tokoh lainya.

Selanjutnya, menurut M. Saleh Saad (dalam Sukada, 1987:64) teknik penampilan keadaan dan watak tokoh-tokoh dapat melalui dua jalan yaitu :

1. Cara analitik. Pengarang akan menjelaskan secara langsung keadaan dan watak tokoh-tokohnya.

2. Cara dramatik. Menggambarkan apa dan siapanya tokoh itu tidak secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain :

2.1Menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh .

2.2Cakapan (percakapan) antara tokoh dengan tokoh lain, atau percakaan tokoh-tokoh lain tentang dia

2.3Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain tentang dia. 2.4Perbuatan sang tokoh

Sedangkan menurut Muchtar Lubis (dalam Sukada, 1993:64) ada beberapa cara teknik dalam menampilkan karakter tokoh, yaitu :


(57)

25 1. Melukiskan bentuk lahir dari tokoh

2. melukiskan jalan pikiran tokoh atau apa yang melintas dalam pikirannya 3. bagaimana reaksi tokoh itu terhadap kejadian

4. pengarang dengan langusung menganalisis watak tokoh 5. melukiskan keadaan sekitar tokoh

6. bagaimana pandangan tokoh lain terhadap tokoh utama

Dari keterangan diatas, maka cara menyampaikan karakter tokoh dapat juga melalui pikiran tindakannya dan lain-lain. Sejalan dengan itu, Hutagalung (dalam Murniati, 1997:15) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan dimensi fisiologis dan aspeknya adalah keadaan fisik tokoh, seperti jenis kelamin, tampang, dan keberadaan tokoh apakah cacat atau tidak. Yang dimaksud dan tercangkup dalam dimensi sosiologis, yakni masalah sosial tokoh seperti lingkungannya, pangkat, dan kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud dengan dimensi psikologis dan aspeknya adalah masalah kejiwaan tokoh cerita tersebut, seperti cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen atau watak kejiwaannya secara individu.

Ketiga dimensi tersebut adalah tiga unsur yang membangun karakter dalam sebuah karya sastra. Masalahnya terletak pada pertanyaan seberapa jauh unsur-unsur tersebut dilukisan pengarang dalam karya sastra.


(58)

26 2.3Landasan Teori

Landasan teori merupakan dasar penulis untuk berpijak dalam sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori structural untuk menganalisis unsur-unsur pembangun dalam sebuah sastra.

Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan member arah didalam penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Struktural.

2.3.1 Teori Struktural (Objektif)

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang, maupun pembaca. Wellek dan Warren dalam Wiyatmi (2006:87) menyebutkan pendekatan ini sebagai pendekatan intrinsic karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi dan kebenaran sendiri.

Dalam meneliti sebuah karya sastra diperlukan pendekatan, dalam penulisan ini digunakan pendekatan structural. Jika peneliti sastra ingin mengetahui makna dalam sebuah karya sastra, peneliti harus menganalisis aspek yang membangun karya sastra tersebut dan menghubungkan dengan aspek lain. Sehingga makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra mampu dipahami dengan baik. Pendekatan struktural melihat karya sastra sebagai satu kesatuan makna secara


(59)

27 keseluruhan.

Menurut Teeuw (1984:135), pendekatan structural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Pendekatan struktur membongkar seluruh isi (unsur-unsur intrinsic di dalam novel) dan menghubungkan relevasinya antara unsur-unsur didalamnya.

Teori struktural sastra merupakan sebuah teori untuk mendekati teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Struktural sastra mengupayakan adanya suatu dasar yang ilmiah bagi teori sastra, seperti halnya disiplin-disiplin ilmu lainnya. Teeuw mengungkapkan, asumsi dasar struktural adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat dan mempunyai koherensi batiniah (2011:46). Struktural secara khusus mengacu pada praktik kritik sastra yang model analisisnya didasarkan pada teori linguistic modern, yang pendekatannya selalu pada unsur intrinsic (struktur kesusastraan) dan menganggap teks sastra adalah yang otonom.

Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin tentang keterkaitan dan hubungan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Analisis struktur merupakan satu langkah, satu sarana atau alat dalam proses pemberian makna dan dalam usaha ilmiah untuk memahami proses dengan cara sesempurna mungkin.


(60)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan terutama pada pengumpulan, klasifuikasi data laporan. Data yang dideskripsikan berupa data verbal yang mengungkapkan karakter tokoh. Data verbal tersebut berupa kalimat-kalimat, dialog maupun monolog dan karakterisasi langsung dari pengarang dengan karakter tokoh dalam novel Hong Lou Meng “Impian Di Bilik Merah”.

Metode kualitatif bersifat deskriptif. “Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang atau prilaku yang diamati” (Bogdan dan Taylor (dalam Aminuddin, 1990 : 14 ). Prosedur penelitian dipilih dan ditentukan si peneliti sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif. Pendekatan objektif membatasi diri pada penelaah karya sastra itu sendiri, terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Yang menjadi objek analisisnya hanya unsur-unsur di dalam karya sastra itu sendiri. Dengan kata lain,


(61)

29

pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi instrinsik yang membangun suatu karya sastra. Jadi, jika seorang peneliti ingin meneliti sistem atau komponen yang terdapat dalam karya sastra, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan objektif.

3. 3 Data dan Sumber Data 3..3.1 Data

Data dalam penelitian ini adalah data verbal yang berupa kalimat, paragraf yang berupa narasi ataupun dialog dan karakterisasi langsung yang berhubungan dengan karakter tokoh Jia Baoyu pada novel Hong Lou Meng “Impian di Bilik Merah”. Dan sebagai contohnya adalah sebagai berikut :

a. Data berupa kalimat ini menggambarkan karkater tokoh dari aspek sosiologi.

“Nakalnya bukan main tapi sangat pandai, kita tak bisa menemukan bandingannya di antara 100 orang anak.”

b. Data berupa paragraf 1. Berbentuk Narasi.

Data berbentuk narasi ini menggambarkan karakter tokoh dari aspek psikologi. “ …Mendengar kata-kata Lin Daiyu, Baoyu jadi sadar bahwa gadis itu telah mendengar pembicaraannya dengan Xiangyun. Sebenarnya, Baoyu ingin menjaga


(62)

30

perasaan kedua gadis itu, tapi nyatanya sekarang dia jadi serba salah. Apakah masih perlu aku menjadi pendamai masalah itu?akhirnya Baouyu berpikir sambil berjalan hilir mudik…”

2. Berbentuk dialog.

Data berbentuk dialog ini menggambarkan karakter tokoh dari aspek sosiologi. Dialog antara Lin Baoyu dengan Lin Daiyu.

“Apakah kau memiliki batu permata?

“Tidak, aku tidak punya sebuah pun,” “Benda itu aneh, sehingga tidak setiap orang memilikinya.”

3.3.2 Sumber Data

Sumber data juga merupakan tempat ditemukannya data-data yang ditulis. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data skunder.

3.3.2.1Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data utama yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Sumber data yang primer yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini berupa data tertulis yang terdapat pada Novel Hong Lou Mengkarya Cao Xueqin dan Gao E, cetakan ketiga terbitan bulan Juli 2008. Diterbitkan dan didistribusikan oleh人民文学出版社出版(rénmín wénxué


(63)

31

chūbǎn shè chūbǎn), serta tebal 1602 halaman (120 bab). Sampul luarnya berwarna putih dengan gambar seorang perempuan sedang berdiri di taman. Di sampul belakangnya terdapat gambar seorang perempuan sedang dudk sambil membaca di dekat pohon.

3.3.2.2Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data tambahan yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Sumber data sekunder yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini berupa buku-buku yang berkaitan dengan novel hongloumeng serta buku-buku yang berkaitan dengan teori objektif melalui aspek fisiologi, sosiologis, dan psikologis.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian kepustakaan atau studi pustaka. Langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Membaca keseluruhan novel Hong Lou Meng “Impian di Bilik Merah” dengan teliti, kritis, dan berulang-ulang. Teknik ini dimaksudkan untuk lebih memahami dengan tepat karakter tokoh dalam novel.


(64)

32

3. Mengiventarisasikan data utama yaitu kalimat, paragraf yang mengungkapkan karakter tokoh.

3.5 Analisis Data

Analisis data dilakukan terlebih dahulu setelah data terkumpul. Kegiatan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data yang terkumpul diklasifikasikan berdasarkan karakter tokoh . 2. Setelah diklasifikasikan dianalisis karakter tokoh.

3. Mendeskripsikan data yaitu memaparkan atau mengambarkan data apa adanya secara jelas dan terperinci.

4. Secara bertahap, data yang telah diklasifikasikan diperiksa keakuratan dan kelayakan data sehingga akan memperoleh kesimpulan sesuai dengan yang diharapkan.


(65)

33 BAB IV PEMBAHASAN

4.1Karakter Baik Jia Baoyu

Karakter baik yang dilakukan oleh tokoh Jia Baoyu disebut juga dengan tokoh protagonis. Tokoh Jia Baoyu memiliki karakter baik yang ditunjukkannya pada beberapa sikap, seperti saat tokoh Jia Baoyu merawat Xiren pelayannya.

Berikut beberapa karakter baik yang dimiliki Jia Baoyu 1. Berkarisma

Berkarisma adalah keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya, atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Dalam hal ini ditunjukkan tokoh Jia Baoyu pada peristiwa dimana Lin Daiyu dan Jia Baoyu pertama kali bertemu, Lin Daiyu tercenung sesaat melihat Jia Baoyu.Hal ini terlihat dari kutipan novel berikut:

黛玉心想,这个宝玉不知是怎样个惫懒人呢。及至进来一 看,却是位青年公子:头上戴着束发嵌宝紫金冠,齐眉勒 着二龙戏珠金抹额,一件二色金百蝶穿花大红箭袖,束着 五彩丝攒花结长穗宫绦,外罩石青起花八团倭缎排穗褂, 登着青缎粉底小朝靴。面若中秋之月,色如春晓之花,鬓 若刀裁,眉如墨画,鼻如悬胆,睛若秋波,虽怒时而似笑 ,即฀视而有情。项上金螭缨络,又有一根五色丝绦,系 着一块美玉。

Ketika Lin Daiyu memandangnya, ternyata disana terlihat seorang pemuda yang cakap dan tampan, bukan seorang lelaki


(66)

34

yang jorok dan liar seperti yang diperkirakannya. Wajahnya begitu gemilang seperti bulan purnama sednagkan kulitnya segar seperti kembang musim semi. Rambutnya juga halus dan rapi seperti dipahat, alisnya hitam seperti tinta Cina. Biasanya, ia tampak berwibawa sekalipun sedang marah. Ia jua tetap ramah sekalipun sedang resahIa memakai tpi merah muda yang dihiasi batu-batu mulia. Serta menggunakan baju merah bersulam kupu-kupu dan kembang. Batu giok terkalung dilehernya dengan benang sutra aneka warna. Melihat hal itu, Lin Daiyu tercenung sesaat.

2. Pintar

Pintar adalah pandai; cakap, cerdik; banyak akal, mahir (melakukan atau mengerjakan sesuatu. Dalam hal ini kepintaran mulai ditunjukkan Jia Baoyu sejak masih berumur 7 atau 8 tahun, dimana Boayu juga mengutarakan sebuah syair yang aneh untuk ukuran anak seumuran itu. Hal itu terlihat pada kutipan berikut:

如今长了十来岁,虽然淘气异常,但聪明乖觉,百个不及他一 个;说起孩子话来也奇,他说:‘女儿是水做的骨肉,男子是 泥做的骨肉。我见了女儿便清爽,见

了男子便觉浊臭逼人。’ “Sekarang, anak itu berumur 7 atau 8 tahun. Nakalnya bukan main, tapi sangat pandai. Kita tidak bisa menemukan bandingannya di antara 100 orang anak. Selain itu, ia pernah mengatakan sesuatu yang aneh untuk ukuran anak seumur itu. Ia mengatakan bahwa wanita dibuat dari air, sedangkan pria dibuat dari tanah liat. Karena itu, ia merasa suci dan kuat dalam penjelmaannya dan merasa tercemar serta tertekan andaikata ia terjelma dalam perwujudan lain.” (Hongloumeng, 2007:44)

Karakter pintar Jia bayou juga terlihat disaat Jia Zheng, ayahnya Baoyu menguji kepandaiannya dalam hal menggubah bait syair. Hal ini terlihat pada kutipan novel berikut:


(67)

35 北静王笑道:“名不虚传,果然如

‘宝’似‘玉’。”问:“衔的那宝贝在那里?”宝玉见 问,连忙从衣内取出,递与北静王细细看了,又念了那上 头的字,因问:“果灵验否?”贾政忙道:“虽如

此说,只是未曾试过。”北静王一面极口称奇,一面理顺 彩绦,亲自与宝玉带上,又携手问宝玉几岁,现读何书。 宝玉一一答应。北静王见他语言清朗,谈吐有致,

一面又向贾政笑道:“令郎真乃龙驹凤雏,非小王在世翁 前唐突,将来‘雏凤清于老凤声’,未可量也。”贾政陪 笑道:“犬子岂敢谬承金奖。赖藩郡馀恩,果如所

言,亦荫生辈之幸矣。”北静王又道:“只是一件:令郎 如此资质,想老太夫人自然钟爱。但吾辈后生,甚不宜溺 爱,溺爱则未免荒失了学业。昔小王曾蹈此辙,想

令郎亦未必不如是也。若令郎在家难以用功,不妨常到寒 邸,小王虽不才,却多蒙海内众名士凡至都者,未有不垂 青目的。是以寒邸高人颇聚,令郎常去谈谈会会,

则学问可以日进矣。因为他父亲听说贾宝玉教授经常称赞 他的聪明在创作一首诗,诗,他想试验一下。在贾政贾宝 玉组成看,他觉得他儿子的聪明感到骄傲。

Karena ayahnya sudah mendengar bahwa guru Jia Baoyu sering memuji kepandaian anaknya dalam hal menggubah bait syair, ia ingin mengujinya. Setelah Jia Zheng melihat gubahan Jia Baoyu, ia merasa bangga atas kepandaian anaknya. (Honglouumeng, 2007:260)

3. Dermawan

Dermawan adalah pemurah hati; orang yg suka berderma (beramal, bersedekah). Karakter dermawan ditunjukkan Jia Baoyu pada peristiwa dimana Baoyu menerima pujian dan membiarkan para pelayan meraih hiasan kantung yang menempel pada ikat pinggangnya untuk dijadikan tanda mata. Hal ini terlihat pada kutipan novel berikut:


(1)

76

“我不想使用此垫因为用的老女人。”贾宝玉说 “你真的很烦!它的存在,你只是把我的"说黛玉

贾宝玉在小说中常见的调皮的性格。当周锐的妻子正要给花饰林黛玉

,他立即要求之前就为黛玉手中看到它。这是明显的在下面的小说节选:“

头饰是什么?”问贾宝玉。”我可以看看吗?”他立刻打开箱子,然后看他漂

亮的头饰。

贾宝玉调皮的性格是看到当他发现耳环薛宝钗有写是一样的玉,宝玉

急薛宝钗表面给河口。这是明显的在下面的小说节选:“哦,看来写作也存

在于你的耳环,姐姐?我可以看看吗?”贾宝玉说,“你别听他高谈阔论,耳

环我没有我的屁股。”宝钗,“我看,你最后一次见到我的项链“敦促贾宝玉

也可见在谈话中他和嘉雪宝斋,河口打听这气味,薛宝斋正要问它。

这是明显的在下面的小说节选:

“你是用什么香?这感觉就像我从来没有闻到这种香味一 样。”贾宝玉说

“我不喜欢使用它,因为我不喜欢香,我不知道为什么很 多人喜欢膨胀的衣服在香?说宝钗“那么,这个,是什么 味道?”问贾宝玉


(2)

77

“香凉丸?它闻起来很美味。试试吧,我就是”贾宝玉说

“你不要乱来,不要服用药物,偶尔玩票”说宝钗

3.自私

自私是商品或所需的或理想的预期没有不利的影响,发生在想什么。贾宝玉

的性格自私的追求他母亲时表示,居住在春,王夫人。王太太忽然醒来立即

打号。当他悄悄溜走,不知道厄运降临的女招待。虽然他是造成金川打了他

母亲的愧疚,但他并没有想太多。显然他认为他的母亲只骂服务员。这是明

显的在下面的小说节选:

然后他吃了药的气味从他的口袋里并把它放在口中的女招待。那女孩

接受那不开眼睛。之后,他握着她的手,低声说,“我要问你

一个母亲,所以我们总是能紧密的结合在一起。”但是女孩没有

回答,他继续说道,“好,现在我走了,但母亲醒来后,我要

去见你!”

突然,在王夫人坐下来,然后打金川的脸,厉声说道,无耻“

的小贱人!显然你是一个让我孩子乱!”向边夫人叫川,金川的妹妹


(3)

78

同时,宝玉已经溜走了,不知道厄运降临加尔斯服务员。虽然他是造

成金川愧疚打他的母亲,但他并没有想太多。显然他认为他的母亲只骂服务

员。

第四章 结论

4.1 结论

小说《红楼梦》是国古代最伟大的长篇小说。故事始于贾宝玉衔玉出 生,为贾母所钟爱,林黛玉失恃,来依外祖母家,迄于黛玉死和宝玉出家。


(4)

79

笔者研究贾宝玉的人物性格,其中包括:贾宝玉的外形特征;从心理学角度 分析贾宝玉的性格特点;从社会学角度分析贾宝玉的性格特点。

贾宝玉的外形特征是能会看到贾宝玉的脸很英俊,优雅的外观,和有威 信。贾玉宝是个位特别的,出生的时候他嘴里已有玉,还有在上面的嘴里有 许多字迹。

从心理学角度分析贾宝玉的性格特点是可见贾宝玉是一个男生很淘气, 但是很聪明,如果有百个男生,发现了他是一个男生特别的。解释了贾玉宝 具有智能化程度高。本文能会看到贾玉宝对女儿比男儿尊重了。

从社会学角度分析贾宝玉的性格特点是贾宝玉有皇家血统,出生带有传 奇色彩,而其不同常人的行为在几大家族中可谓远近闻名。贾宝玉衔玉而生 的消息当时甚至达到了北京王子的耳朵。

4.2 建议

本研究只探讨人物小说《红楼梦》中贾宝玉人物性格分析的作品通过生 理方面,社会学和心理学贾宝玉的性格分析。除了小说以外还有一部红楼梦 电影.希望其他的研究下来可以研究贾玉宝的性格CONG红楼梦电影。

参观文献

1.Aminuddin,Pengantar Apresiasi Karya Sastra[M].Bandung:Sinar

Baru Algensindo,2004.


(5)

80

3.成敏.《红楼梦》的死亡描写与贾宝玉性格的发展[J].北京语言大学

科研处.2008.

4.试析贾宝玉叛逆性格的根源[J].常州轻工职业技术学院

江苏常州.2006.

5.Jabrohim, Metode Penelitian Sastra[M].日惹: Hanindita Graha

Widya,2003.

6.Moleong,Lexi,J.Metode Penelitian Kuantitatif[M].万隆:Remaja

RosdaKarya,2006.

7.Sukada,Made.Pembinaan Kritik Sastra

Indonesia[M].Bandung:Angkasa.1987.

8.Sujiman, Panuti, Memahami Cerita Rekaan[M]. Jakarta: Pustaka

Jaya. 1991.

9.Sumadjo, Jakob dan Saini KM, Apresiasi Kesusastraan[M].

Jakarta : Gramedia. 1997.

10. 郑德明.形成贾宝玉叛逆性格的契机和内驱力[J].浙江师大学

报.1991

11. 朱迪光.贾宝玉的女性化心理及其性格[J].嘉应大学学报.2001 12. 周晓波.男性偶像的缺席——


(6)

81

致谢

大学四年学习时光已经接近尾声,在此我想对我的大学,我的父母,亲人们,我 的老师和同学们表达我由哀谢意。感谢我的家人对我的大学四年学习的默默支持;感 谢我的苏北大学给了我在大学四年深造的机会;感谢苏北大学的老师和同学们四年来 的关心和鼓励。老师们课堂上的激情洋溢,课堂下的谆谆教诲;同学们在学习中认真 热情,生活上的热心主动,所有这些都让我的四年充满了感动。这次毕业论文设计我 得到了很多老师和同学的帮助,其中我的论文指导老师温霓莎老师对我的关心和支持 尤为重要。每次遇到难题,我最先做的就是向温霓莎老师寻求帮助,而温霓莎老师每 次不管忙或闲,总会抽空来找我面谈,然后一起商量解决的办法。温霓莎老师平日里 工作繁多,但我做毕业设计的每个阶段,从选题到查阅资料,论文提纲的确定,中期 论文的修改,后期论文格式调整等各个环节中都给予了我悉心的指导。这几个月以来 ,温霓莎老师不仅在学业上给我以精心指导,同时还在思想给我以无微不致的关怀, 在此谨向温霓莎老师至以诚挚的谢意和崇高的敬意。感谢在整个毕业设计期间和我密


Dokumen yang terkait

Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan Psikologi Sastra. 《三国演义》中刘备、曹操、孙权形象研究

6 74 87

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

1 21 113

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

0 1 9

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

0 0 2

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

0 0 9

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

0 0 15

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

0 0 3

Lampiran I Sinopsis Novel Hongloumeng Karya Cao Xueqin

1 1 30

2.1. Tinjauan Pustaka - Analisis Tokoh Jia Baoyu Pada Novelhónglóumèng Karya Cao Xueqin

0 0 17

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Tokoh Jia Baoyu Pada Novelhónglóumèng Karya Cao Xueqin

0 0 10