Kesimpulan Efikasi Diri Kuesioner Prestasi Belajar

44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

6.1 Kesimpulan

Terdapat hubungan yang positif antara efikasi diri dengan prestasi belajar mahasiswa program studi ners dalam proses pembelajaran kurikulum berbasis kompetensi di fakultas Keperawatan USU, yang berarti semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang dimiliki mahasiswa tersebut, dimana kekuatan hubungan lemah yaitu r 0,277 dengan tingkat signifikansi p 0,001 0,05. Efikasi diri mahasiswa program studi ners pada penelitian ini mayoritas tinggi yaitu 223 dari 230 responden 97 memiliki efikasi diri yang tinggi. Prestasi belajar yang dimiliki oleh mahasiswa yakni mayoritas pada tingkat sangat memuaskan yaitu sebanyak 153 dari 230 responden 66,5 memiliki prestasi sangat memuasakan atau memiliki indeks prestasi pada rentang 2,76 – 3,50. 6.2 Saran 6.2.1 Bagi institusi pendidikan Keperawatan USU Hasil penelitian ini menjadi salah satu bahan pertimbangan dan masukan bagi institusi pendidikan untuk meningkatkan prestasi mahasiswa di Fakultas Keperawatan USU. Universitas Sumatera Utara 45

6.2.2 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa bahwa pentingnya memiliki efikasi diri yang tinggi dalam mencapai suatu tujuan, khususnya prestasi belajar.

6.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian dibidang keperawatan khususnya tentang efikasi diri dan dapat menggali lebih dalam lagi dimensi pada efikasi diri. Universitas Sumatera Utara 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efikasi Diri

2.1.1 Pengertian Efikasi Diri Efikasi merupakan suatu penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi berbeda dengan aspirasi cita-cita, karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai, sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri Bandura 1986 dalam Alwilsol, 2009. Efikasi diri didefinisikan sebagai pertimbangan seseorang tentang kemampuan dirinya untuk mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan atau ditentukan, yang akan mempengaruhi tindakan selanjutnya Bandura, 1997. Dengan demikian, efikasi diri adalah pendapat seseorang mengenai kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Efikasi diri merefleksikan seberapa yakinnya seseorang tentang kemampuannya melakukan suatu tugas tertentu dan akan berusaha untuk mencapainya. 2.1.2 Perkembangan Efikasi Diri Bandura 1997 menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara teratur sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan perluasan lingkungan. Bayi mulai mengembangkan efikasi dirinya sebagai usaha untuk melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan kecakapan berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan pada lingkungan. Awal dari Universitas Sumatera Utara 8 perkembangan efikasi diri dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara kognitif terbentuk dan berkembang termasuk pengetahuan, kemampuan berpikir, kompetisi dan interaksi sosial baik sesama teman maupun guru. Pada usia remaja, efikasi diri berkembang dari berbagai pengalaman hidup, kemandirian mulai terbentuk dan individu belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Pada usia dewasa, efikasi diri meliputi penyesuaian pada masalah perkawinan, menjadi orang tua, dan pekerjaan. Sedangkan pada masa lanjut usia, efikasi diri berfokus pada penerimaan dan penolakan terhadap kemampuannya, seiring dengan penurunan kondisi fisik dan intelektualnya. 2.1.3 Proses Pembentukan Efikasi Diri Menurut Bandura 1997 efikasi diri terbentuk melalui empat proses, yaitu: kognitif, motivasi, afektif dan seleksi yang berlangsung sepanjang kehidupan. Pertama, kognitif merupakan kemampuan untuk memikirkan cara-cara yang digunakan, dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu fungsi berpikir adalah untuk memprediksi kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Semakin efektif kemampuan seseorang dalam analisis berpikir dan dalam berlatih, maka akan mendukung seseorang bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Proses selanjutnya dalam pembentukan efikasi diri adalah motivasi. Motivasi yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui pikirannya untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan serta mencapai tujuan yang Universitas Sumatera Utara 9 diharapkan. Motivasi tumbuh dari pemikiran yang optimis dari dalam diri individu untuk mewujudkan tindakan yang diharapkan. Tiap-tiap individu berusaha memotivasi diriya dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, mengantisipasi pikiran sebagai latihan untuk mencapai tujuan, dan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakannya. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan. Proses yang ketiga adalah afektif. Afektif merupakan kemampuan individu untuk mengatasi perasaan emosi yang ditimbulkan dari diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afektif berperan pada pengaturan diri individu terhadap pengaruh emosi. Afektif terjadi secara alami dalam diri individu dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir yang besar untuk mencapai tujuan. Proses keempat dalam pembentukan efikasi diri adalah seleksi. Seleksi adalah kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan secara matang dalam memilih perilaku dan lingkungannya. Individu akan menghindari aktivitas dan situasi yang diyakini melebihi kemampuan yang mereka miliki, tetapi mereka siap melakukan ativitas menantang dan situasi yang mereka rasa mampu untuk mengendalikannya. 2.1.4 Sumber Efikasi Diri Menurut Bandura 1977, ada empat sumber penting yang digunakan individu dalam membentuk efikasi diri yakni, pertama mastery experience pengalaman keberhasilan. Keberhasilan yang didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan Universitas Sumatera Utara 10 efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang dicapai oleh individu tersebut berasal dari faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya, biasanya kurang atau bahkan tidak membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu didapat melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Kedua, vicarious experience atau modeling meniru pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat melalui sosial model yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga melakukan modeling. Namun efikasi diri yang didapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki kemiripan atau berbeda dengan model. Ketiga, social persuassion, yaitu informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh. Biasanya seseorang yang berpengaruh tersebut digunakan untuk menyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan tugas. Keempat, physiological and emotion state yaitu kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegahan dan tidak merasakan adanya keluhan atau gangguan somatic lainnya. Efikasi diri yang tinggi biasanya ditandai Universitas Sumatera Utara 11 oleh rendahnya tingkat stres dan kecemasan sebaliknya efikasi diri yang rendah ditandai pula dengan tingginya tingkat stres dan kecemasan Bandura, 1997. 2.1.5 Dimensi Efikasi Diri Menurut Bandura 1997 dalam Sulistiyawati, 2010 terdapat tiga dimensi dari efikasi diri pada diri manusia, yaitu: Pertama, dimensi tingkat level merupakan dimensi yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang di rasakannya. Kedua, dimensi kekuatan strength merupakan dimensi yang berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman- pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tiggi level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. Universitas Sumatera Utara 12 Ketiga, dimensi generalisasi generality merupakan dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi. 2.1.6 Mekanisme Efikasi Diri Menurut teori kognitif sosial Bandura 1997, setiap individu memiliki sistem diri yang memungkinkan mereka melakukan langkah pengawasan atas pikiran, perasaan, motivasi, dan aktivitas mereka sendiri. Sistem ini memberikan mekanisme referensi dan susunan subfungsi untuk merasa, mengatur, dan mengevaluasi perilaku, sebagai hasil dari saling keterikatan antara sistem dan sumber-sumber lingkungan pengaruh tersebut. Hal ini memberikan sebuah fungsi pengaturan diri dengan memberikan kemampuan mempengaruhi proses kognitif dan aksi kepada setiap idividu, dan kemudian merubah lingkungannya. Melalui proses refleksi diri, seseorang mampu mengevaluasi pengalaman dan proses berpikirnya. Menurut pandangan ini, apa yang manusia tahu, kemampuan apa yang mereka miliki, atau apa yang telah mereka capai tidak selalu menjadi prediktor untuk pencapaian-pencapaian berikutnya. Hal tersebut karena kepercayaan yang mereka pegang mempengaruhi secara luas cara bertindak mereka. Akhirnya perilaku seseorang di mediasi oleh kepercayaan tentang kemampuan mereka dan sering kali dapat diprediksi dengan usaha ini. Hal ini tidak berarti seseorang dapat menyelesaikan tugas diluar kemampuannya semata- mata dengan keyakinan bahwa mereka mampu. Untuk berfungsi secara kompeten, Universitas Sumatera Utara 13 seseorang membutuhkan keserasian antara kepercayaan diri pada satu sisi, dan kemampuan serta pengetahuan di sisi lain. Sehingga, efikasi diri menjadi faktor penting pada tahap pertama bagaimana pengetahuan dan kemampuan yang baik dibutuhkan Bandura, 1997. 2.1.7 Fungsi Efikasi Diri Teori efikasi diri menyatakan bahwa persepsi mengenai kemampuam seseorang mempengaruhi pikiran, motivasi dan tindakannya. Bandura 1997 menjelaskan ketika perasaan efikasi telah terbentuk, maka akan sulit untuk berubah. Kepercayaan menngenai efikasi diri merupakan penentu yang kuat dalam tingkah laku. Efikasi diri memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama yaitu untuk menentukan pemilihan tingkah laku. Orang cenderung akan melakukan tugas tertentu dimana ia merasa memiliki kemampuan yang baik untuk menyelesaikannya. Jika seseorang memiliki keyakinan diri yang besar bahwa ia mampu mengerjakan tugas tertentu, maka ia akan lebih memilih mengerjakan tugas tersebut daripada mengerjakan tugas yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa efikasi diri juga menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku. Fungsi kedua adalah sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam menghadapai hambatan, atau pengalaman aversif, efikasi diri menentukan berapa lama seseorang dapat bertahan dalam mengatasi hambatan dan situasi yang kurang menyenangkan. Efikasi diri yang tinggi akan menurunkan kecemasan yang menghambat penyelesaian tugas, sehingga mempengaruhi daya tahan individu. Universitas Sumatera Utara 14 Orang yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan usaha yang lebih keras daripada individu dengan tingkat efikasi diri yang rendah. Fungsi yang ketiga adalah mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional. Efikasi diri mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu, baik dalam situasi saat ini maupun dalam mengantisipasi situasi yang akan datang. Individu dengan efikasi diri yang rendah selalu menganggap diri mereka kurang mampu menangani situasi yang dihadapinya. Dalam mengantisipasi keadaan, mereka juga cenderung mempersepsikan masalah-masalah yang akan timbul jauh lebih berat daripada kenyataan. Bandura menyatakan bahwa efikasi diri yang dipersepsikan membentuk cara berfikir kausal. Dalam mencari pemecahan masalah yang rumit, individu dengan efikasi diri yang tinggi akan mempersepsikan dirinya sebagai orang yang berkompetensi tinggi. Hal ini terjadi karena ia merasa tertantang jika dihadapkan pada tugas-tugas dengan derajat kesulitan dan resiko yang tinggi. Sebaliknya, individu dengan efikasi diri yang rendah akan menganggap dirinya tidak mampu atau kompeten dan menganggap kegagalan akibat dari kemampuannya. Individu seperti ini akan lebih sering merasa pesimis terhadap hasil yang akan diperoleh, mudah mengalami stress dan mudah putus asa. Fungsi keempat yaitu sebagai peramal tingkah laku selanjutnya. Individu dengan efikasi diri yang tinggi memiliki minat dan keterlibatan yang tinggi dan lebih baik dengan lingkungan. Sebaliknya individu dengan efikasi diri yang rendah cenderung pemalu dan kurang terlibat dalam tugas yang dihadapi. Selain itu mereka lebih bnayak pasrah dalam menerima hasil dan situasi yang dihadapi daripada berusaha merubah keadaan Bandura, 1997. Universitas Sumatera Utara 15

2.2 Prestasi Belajar