Perjuangan dalam pergerakan Nasional hingga akhir perjalanan hidupnya

25 Ia tokoh pemersatu umat Islam di Indonesia. Walaupun beliau telah meninggalkan PSII maupun Masyumi, kedua partai politik Islam itu tetap menganggap Agus Salim sebagai pemimpin mereka. Agus Salim merupakan lambang dari persatuan umat Islam Indonesia. Pandangan agamanya tidak sempit, tetapi sangat luas sesuai dengan luasnya pengetahuan yang dimilikinya. Ia menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Agus Salim mempunyai sifat toleransi yang besar. Sebaliknya ia akan bersikap sebagai singa terhadap orang- orang atau golongan yang memusuhi Islam, Agus Salim berpendapat : “Toleransi berarti menghargai pendapat dan keyakinan orang lain. Akan tetapi, kita tidak dapat mentolerir golongan- golongan yang akan meng hancurkan Islam”.

2.3 Perjuangan dalam pergerakan Nasional hingga akhir perjalanan hidupnya

Pada tahun 1915, Haji Agus Salim memasuki perkumpulan Sarekat Islam. Itu adalah pengalaman yang pertama dalam dunia politik. Sarekat Islam pada mulanya bernama Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan itu didirikan oleh H. Samanhudi di Solo pada tahun 1911. Adapun tujuan SI yaitu, pertama ialah untuk memajukan agama Islam dan memurnikan pelaksanaan agama Islam. Kemudian memajukan perdagangan batik bangsa Indonesia. Organisasi ini berkembang, setelah tampilnya H.O.S Tjokroaminoto. Nama perkumpulan di ubah menjadi Sarekat Islam, disingkat SI 25 . Di bawah pimpinan H.O.S Tjokroaminoto, SI memang maju dengan pesat. Kemudian pimpinan SI diperkuat dengan tampilnya H. Agus Salim dan Abdul Muis. Agus Salim ketika itu telah penuh dengan pengetahuan dan pengalaman. Ilmu agamanya dalam pengetahuan politiknya luas. Ternyata Agus Salim seorang pemimpin yang cerdas dan bersemangat. Ramalan guru-gurunya selama di sekolah menengah adalah tepat. Dalam tempo yang singkat SI mendapat kemajuan yang besar. Bukan hanya di Jawa rakyat berbondong- 25 Sutrisno Kutoyo, “Haji Agus Salim”, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1986, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 26 bondong memasuki SI, melainkan juga di pulau-pulau lain, terutama sekali di Sumatera. Dalam suatu pemilihan, Agus Salim terpilih sebagai anggota Pengurus Besar. Pemimpin-pemimpin SI lainnya ialah H.O.S Tjokroaminoto, Abdul Muis, Wondoamiseno, Sosrokardono, Surjopranoto, dan Alimin Prawirodirdjo. SI muncul di tengah-tengah bangsa Indonesia pada saat masyarakat sedang kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Dalam lapangan ekonomi, politik, dan agama, masyarakat sedang mengalami kemunduran. SI berhasil memberikan arah dan tujuan yang tegas kepada perjuangan rakyat Indonesia. SI mempunyai cita-cita kebangsaan yang bercorak Islam. Oleh karena itu, pada tahun 1917 diterbitkan Harian Neraca, Harian ini sangat berpengaruh di Indonesia. Melalui harian itu rakyat dapat mengetahui pergerakan kebangsaan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Agus Salim sebagai pemimpinnya juga menjadi pemimpin Redaksi Bahasa Melayu pada Komisi Bacaan Rakyat di Balai Pustaka, Jakarta. Agus Salim mempergunakan surat kabar ini sebaik-baiknya sebagai alat perjuangan rakyat Indonesia. Dalam waktu yang pendek, SI berkembang dengan pesat. Menjelang akhir tahun 1919, anggota SI berjumlah dua juta orang. Cabang-cabangnya berjumlah 80 buah yang bertebaran di seluruh tanah air. Pada tahun 1919, Haji Agus Salim menjadi ketua redaksi surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad di Jakarta. Hal tersebut membuat Agus Salim semakin terkenal dan perjuangan SI semakin maju. Agus Salim tidak hanya memimpin partai dan surat kabar, tetapi juga memimpin Perserikatan Kaum Karyawan. Di tahun 1919, Agus Salim juga diangkat menjadi sekretaris persatuan kaum buruh. Hampir seluruh segi perjuangannya dimasuki oleh Agus Salim 26 . Namun, sikap pemerintah Hindia Belanda berusaha menghalang-halangi perkembangan SI karena dapat membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, dalam tubuh SI sendiri terdapat usaha yang tidak sehat. Kekuatan komunis menyusup ke dalam Sarekat Islam di bawah pimpinan Semaun dan Darsono. Akhirnya pada tahun 1920 timbullah perpecahan dalam Sarekat Islam. Dalam kongres nasional SI pada tahun 1921 di Surakarta terjadilah perdebatan antara H. Agus Salim dan Semaun. Pada kongres itu 26 Ibid, hal 24. Universitas Sumatera Utara 27 diputuskan supaya para anggota menentukan sikap, yaitu antara masuk Islam atau Komunis. Semaun dan kawan-kawannya akhirnya dikeluarkan dari SI. Selanjutnya, Sarekat Islam kembali menjadi kuat dan bersatu. Agus Salim adalah seorang pemimpin yang tegas dan bijaksana. Pada tahun 1921, Agus Salim diutus oleh Sarekat Islam untuk duduk dalam Dewan Rakyat atau Volksraad. Di sini Agus Salim bukan hanya berjuang untuk SI, melainkan juga untuk seluruh bangsa Indonesia. Dengan otaknya yang tajam dan kemahirannya berpidato, Agus Salim berusaha mempengaruhi pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya supaya lebih giat berjuang untuk bangsa sendiri. Berbeda dengan kedatangannya pada tahun 1929, pada tahun 1930 Agus Salim dihargai dan mendapat sambutan dari orang Eropa. Para wartawan dan pemimpin Eropa telah mengenal Agus Salim. Agus Salim sebagai pemimpin dari bangsa yang terjajah, berhasil secara selangkah demi selangkah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia juga sama dengan bangsa-bangsa lain. Di tahun 1913-1939, H. Agus Salim memimpin Harian Mustika di Yogyakarta, Harian itu merupakan satu-satunya harian terbesar di Indonesia pada saat itu. Dari tahun 1932-1936 Agus Salim membuka Kantor Biro Penerangan Umum untuk membantu rakyat biasa. Rakyat biasa yang sering dirugikan harus dibantu. Agus Salim dengan penuh pengabdian melakukan pekerjaan ini. Rakyat yang tidak mampu tidak dipungut bayaran. Biro ini memberikan penerangan kepada rakyat tentang berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat. Rakyat kecil harus dilindungi haknya. Haji Agus Salim bersama-sama dengan H.O.S Tjokroaminoto sering kali mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk usaha penghapusan pajak paksa. Pajak paksa harus segera dihapuskan karena membuat rakyat sengsara. Pajak lain juga harus diukur dengan kemampuan rakyat banyak. Pada tahun 1934, Agus Salim dan H.O.S Tjokroaminoto menyusun program perjuangan PSII. Dasar perjuangan PSII telah diletakkan oleh kedua pemimpin besar itu, yang akan dilanjutkan oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya. Tahun 1934 juga H.O.S Tjokroaminoto wafat. Setelah itu, pemimpin PSII berada di bawah Agus Salim. Keadaan tahun 1934 sungguh berat. Pemerintah Belanda menangkap pemimpin- pemimpin pada saat itu. Universitas Sumatera Utara 28 Di kalangan anggota PSII, ada juga yang tidak menyetujui kepimpinan Agus Salim. Hal tersebut akhirnya menimbulkan perselisihan. Agus Salim berusaha untuk berdamai dan bermusyawarah. Akan tetapi, usahanya tidak berhasil. Pada tahun 1936, Agus Salim mendirikan barisan Penyedar dari PSII. Menjelang pecahnya Perang Dunia II, yaitu antara tahun 1940-1942, Agus Salim tidak giat lagi dalam lapangan pergerakan. Ia banyak mengarang risalah agama, kebudayaan, dan politik. Ia juga sering berpidato mengenai berbagai hal, misalnya tentang kebudayaan, agama, dan kemasyarakatan. Hingga jatuhnya pemerintahan Hindia Belanda, Agus Salim tetap tidak mau bekerja pada pemerintah Hindia Belanda. Walaupun pemerintah Belanda menawarkan suatu kedudukan dalam pemerintahan, tetapi tetap ditolaknya. Pada zaman pendudukan Jepang, Agus Salim mula-mula tidak mengikuti kegiatan apa-apa. Menurutnya penjajahan Belanda dan Jepang tidak ada bedanya. Walaupun Jepang menyatakan kedatangannya untuk membebaskan bangsa Indonesia, namun Agus Salim tidak percaya. Penjajahan yang dilakukan Jepang lebih kejam daripada Belanda. Oleh karena itu, ia diam di rumah saja dan tidak ikut bekerja pada Jepang. Dalam masa pendudukan Jepang, Agus Salim mencari nafkah dengan berdagang arang. Sungguh sulit hidupnya pada zaman itu, apalagi pada saat itu semua serba mahal karena perang berkecamuk. Barang industri dari luar negeri tidak bisa diimpor. Hasil bumi juga sedikit karena dipakai untuk keperluan perang. Walaupun demikian, Agus Salim dan keluarga tetap tabah. Agus Salim tidak segera melakukan pekerjaan apa saja, asal halal dan tidak melanggar agama. Akan tetapi, pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya seperti Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta segera menghubungi Agus Salim. Mereka memberitahu Agus Salim bahwa bangsa Indonesia memerlukan tenaganya. Mereka juga berkata bahwa pemerintah militer Jepang tidak dapat dilawan dengan terang-terangan, seperti pemerintah Hindia Belanda. Pada zaman penjajahan Jepang, semua perkumpulan politik dibubarkan. Tidak ada harapan untuk bergerak seperti dulu lagi atau orang harus bergerak dengan sembunyi-sembunyi di bawah tanah. Lagi pula harus diingat, pada zaman pendudukan Jepang, Agus Salim sudah berusia lanjut. Belia sudah mendekati usia 60 tahun. Boleh dikatakan bahwa satu-satunya jalan bagi pemimpin Universitas Sumatera Utara 29 Indonesia ialah bekerja sama, itu hanya taktik. Secara diam-diam para pemimpin-pemimpin pada saat itu terus mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Agus Salim menerima buah pikiran itu. Agus Salim rela bekerja sama dengan Jepang untuk perjuangan rakyat Indonesia. Kemudian bersama-sama dengan Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta, Agus Salim juga ikut membantu memimpin Pusat Tenaga Rakya Putera dan duduk dalam Dewan Pertimbangan. Demikian pula Ki Hajar Dewantara dan Kiai Haji Mansyur. Pada saat-saat terakhir pendudukan Jepang, Agus Salim juga diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Kemudian, ia menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI. Agus Salim duduk dalam panitia kecil PPKI bersama Prof. Soepomo dan Prof. Husein Djajadinigrat. Salah satu tugasnya ialah menghaluskan susunan bahasa Indonesia dari rencana undang-undang dasar. Agus Salim ikut memikirkan dasar-dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Agus Salim adalah salah satu seorang bapak pendiri Republik Indonesia atau Founding Fathers. Disinilah mulai terjadi perdebatan ideologi, antara kelompok nasionalis sekuler dan nasionalis Islam. Kelompok nasionalis sekuler menghendaki agar Indonesia akan dibangun kelak berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khusus pada ideologi keagamaan. Lahirnya gagasan pemisahan agama dari negara dalam pandangan Soekarno karena menurutnya agama merupakan urusan spiritual dan bersifat pribadi, sedangkan masalah negara adalah persoalan dunia dan kemasyarakatan 27 . Bertentangan dengan pendapat tersebut, Agus Salim bersama kelompok nasionalis Islam menganggap Islam tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam. Masalah-masalah ini menjadi polemik dan perdebatan sengit antara golongan nasonalis sekuler dan nasionalis Islam, baik menjelang Indonesia merdeka perumusan Piagam Jakarta 1945, demokrasi parlementer 27 Ahmad Suhelmi, “Polemik Negara Islam”, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia UI Press, 2001, hal. 75. Universitas Sumatera Utara 30 perdebatan di bawah konstituante 1957-1959, masa Orde Baru, dan era reformasi pasca-Soeharto sekarang ini 28 . Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan ke seluruh pelosok tanah air dan penjuru dunia. Agus Salim termasuk di antara pemimpin yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pada waktu itu, beliau sudah berusia 61 tahun. Jadi bukan pemimpin muda lagi. Walaupun demikian, semangat juangnya masih berkobar-kobar. Pada zaman Republik, beliau disebut The grand old man, artinya orang tua yang berjiwa besar. Sebutan itu sungguh tepat karena Agus Salim adalah orang tua dengan raut muka yang menimbulkan rasa hormat. Lagi pula hati dan jiwanya besar dan agung. Agus Salim terpilih menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung DPA. Beliau mengambil peranan yang besar dalam pergolakan revolusi. Kemudian pada tahun 1946, beliau diangkat menjadi juru bicara Perdana Menteri Sutan Syahrir. Beliau ikut menghadapi Belanda dalam meja perundingan. Perjuangannya maju terus dalam lapangan politik. Dalam kabinet Syahrir II, Agus Salim diangkat menjadi Menteri Muda Luar Negeri atau Wakil Menteri Luar Negeri. Agus Salim banyak memberikan tenaga dan pikirannya secara diam-diam. Sebagai orang tua yang telah banyak pengalaman politik dalam maupun luar negeri, ia mempunyai peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah Kabinet Syahrir II bubar, dibentuk Kabinet Syahrir III. Agus Salim kembali ditunjuk menjadi Menteri Muda Luar Negeri, beliau selalu menjadi penasihat PM Syahrir dalam perundingan dengan pihak Belanda. Pada bulan Maret 1947, Agus Salim diutus ke New Delhi untuk memimpin utusan Indonesia ke Konferensi Antar-Asia atau Inter Asian Relation Conference. Setelah itu, Agus Salim mengadakan perjalanan keliling. Ia diangkat sebagai Duta Keliling Republik Indonesia. Ia juga mengadakan perjalanan ke negara- negara Arab seperti Mesir, Lebanon, Siria, Yaman, dan Irak. Agus Salim menjelaskan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. 28 Kamal Hasan, “Muslim Intelectual Respone to New Order Modernization In Indonesia” Kuala Lumpur: Dewan Pustaka dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, 1980, hal. 24. Universitas Sumatera Utara 31 Sebagai seorang tokoh Islam terkemuka, Agus Salim sangat terkenal di negara-negara Arab. Atas perjuangan Agus Salim akhirnya, negara-negara Arab mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Pada tanggal 11 Juni 1947 ditanda- tanganilah perjanjian persahabatan antara Mesir dan Republik Indonesia RI. Kemudian pada tanggal 11 Juni 1947 juga ditanda-tangani perjanjian persahabatan antara Siria dan Republik Indonesia. Selain itu, Afghanistan, Saudi Arabia, dan Birma Myanmar juga memberikan pengakuan kepada Republik Indonesia. Kerja sama dan pengakuan dari negara-negara itu adalah juga berkat jasa dan usaha Agus Salim. Setelah Kabinet Syahrir III menyerahkan mandat, ditunjukklah Amir Sjarifuddin menjadi Perdana Menteri. Agus Salim diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. Sementara itu, Belanda melancarkan serangan Agresi Militer I terhadap Republik Indonesia. Pecahlah perang yang hebat. Di samping bertempur, Pemerintah RI juga mempergunakan jalan diplomasi di luar negeri. Oleh karena itu, diutuslah Agus Salim dan Sutan Syahrir ke Perserikatan Bangsa- Bangsa PBB di New York. Pada waktu itu, negara kita belum mempunyai devisa atau uang yang cukup seperti sekarang. Akan tetapi, bangsa kita tidak kehabisan akal. Perjuangan Agus Salim dan Sutan Syahrir ke luar negeri itu dibiayai dengan persediaan buah panili yang diseludupkan di bawah bantal tempat duduk di pesawat terbang. Hal ini tentunya tidak diketahui oleh mata- mata Belanda. Agus Salim dan Sutan Syahrir singgah dulu di Singapura, India, dan Mesir. Mereka mengadakan pembicaraan dengan pembesar-pembesar negara tersebut untuk membantu rakyat Indonesia. Setelah sampai di New York, Agus Salim dan Sutan Syahrir berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Mereka mendesak PBB untuk membentuk panitia pemisah dalam persengketaan Indonesia dan Belanda. Untuk pertama kali wakil Republik Indonesia berbicara di forum internasional. Pihak Belanda tentu berusaha untuk menghalang-halangi, tetapi mereka tidak menyadarkan PBB. Kemudian dibentuk Komisi Tiga Negara KTN, terdiri dari Belgia, Australia, dan Amerika Serikat. Komisi Tiga Negara itu segera berangkat ke Indonesia untuk memulai tugasnya. Dalam perundingan dengan pihak Belanda yang dihadiri oleh KTN, Indonesia diwakili oleh suatu delegasi utusan yang terdiri dari Amir Sjarifuddin, Ali Sastroamidjojo, Moh. Roem, Haji Agus Salim, dan Universitas Sumatera Utara 32 Moh. Nasroen. Perundingan diadakan di atas kapal Amerika Serikat yaitu kapal Renville. Persetujuan ini terkenal dengan Persetujuan Renville yang menghasilkan beberapa keputusan penting. Sementara itu, Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh dan digantikan oleh Kabinet Hatta I pada tanggal 29 Januari 1948. Agus Salim tetap ditunjuk menjadi Menteri Luar Negeri. Perjuangan berjalan terus, Belanda seringkali mengadakan penyusupan ke daerah RI. Mereka tidak mengindahkan Persetujuan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan Agresi Militer II. Ibukota Republik Indonesia, dan Yogyakarta mereka duduki. Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa menteri termasuk Agus Salim ditawan oleh Belanda. Mula-mula ditawan di Prapat, Sumatera Utara. Kemudian, mereka dipindahkan ke Pulau Bangka. Selama dalam penahanan itu, Agus Salim tidak pernah mengeluh dan berkecil hati. Beliau tetap taat melakukan ibadah. Bila ada kesempatan, Agus Salim membaca buku dan menulis karangan. Manusia yang taat beragama akan lebih tabah menerima segala cobaan berat. Hati Agus Salim tetap teguh untuk melanjutkan perjuangan mencapai kemerdekaan. Sifat humornya tidak pernah hilang walau dalam keadaan sulit. Ia selalu menghibur pemimpin-pemimpin lainnya dalam masa pengasingan itu. Meskipun pemimpin-pemimpin Indonesia telah berhasil ditawan oleh Belanda dan Ibukota Yogyakarta diduduki, Republik Indonesia belum tamat riwayatnya. Kendali pemerintahan dilanjutkan oleh Pemerintah Darurat Republik Indonesia PDRI di bawah pimpinan Syafruddin Prawiranegara, yang berpusat di Koto Tinggi, Sumatera Barat. Adapun di Pulau Jawa dan daerah-daerah lain berkobar perang gerilya yang dahsyat. PBB juga mengutuk tindakan Belanda yang melancarkan Agresi Militer II itu. Atas perintah PBB, Belanda akhirnya terpaksa mengembalikan pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta dan tembak menembak dihentikan. Pemimpin-pemimpin yang ditawan dikembalikan lagi ke Yogyakarta. Pada tanggal 4 Agustus 1949 dibentuklah Kabinet Hatta II. Agus Salim sekali lagi ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri. Agus Salim memegang peranan penting dalam perundingan-perundingan yang diadakan dengan pihak Belanda. Kemahiran Agus Salim dalam diplomasi sangat menonjol. Pihak lawan Universitas Sumatera Utara 33 mengakuinya sebagai diplomat Indonesia yang ulung. Setelah beberapa kali berunding, akhirnya diadakanlah Konferensi Meja Bundar KMB antara Indonesia dan Belanda. Akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949, kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh Belanda dan dunia internasional. Dengan adanya persetujuan Konferensi Meja Bundar KMB, Belanda pun mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Sejak tahun 1950, bangsa Indonesia memulai tahap baru dalam sejarah. Pada masa ini, Agus Salim ditunjuk sebagai penasihat Menteri Luar Negeri. Waktu itu, kabinet dipimpin oleh Perdana Menteri Moh. Hatta. Tenaga Agus Salim sebenarnya masih diperlukan di pemerintahan, tetapi karena usia yang sudah lanjut, beliau hanya ditunjuk sebagai penasihat. Sebagai penasihat, Agus Salim tidak begitu aktif dalam pemerintahan. Boleh dikatakan sejak tahun 1950, Agus Salim telah mulai meninggalkan kegiatan politik. Namun beliau kembali menggeluti dunia karang- mengarang, baik di majalah maupun di surat kabar. Susunan kalimatnya sangat kuat dan menarik para pembaca. Pada tanggal 17 Januari 1953, Agus Salim pergi ke Amerika atas undangan Cornell University dan Princeton University. Beliau diminta untuk memberi kuliah tentang agama Islam. Perguruan tinggi disana sangat menghargai jasanya di bidang diplomasi, jurnalistik, dan pemerintahan. Saat itu, Agus Salim begitu masyhur di kalangan mahasiswa, ia disebut The Grand Old Man of Indonesia. Adalah George McTurnan Kahin, Direktur Program Asia Tenggara Cornell University, yang mengundang Agus Salim mengajar. Awalnya permintaan Kahin itu tidak ditanggapi Agus Salim. Beliau merasa minder karena Cuma lulusan Hogere Burger School. Setelah diyakinkan, Agus Salim akhirnya bersedia dengan catatan bisa membawa istrinya, Zainatun Nahar ke Amerika. Saat itu, Kahin mengiyakan syarat Agus Salim. Kahin memang dekat dengan Agus Salim. Dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim 1984, disebutkan Kahin mengenal Agus Salim di Yogyakarta pada tahun 1948. Saat itu, Agus Salim menjabat Menteri Luar Negeri. Kahin sendiri wartawan kantor berita Amerika, Overseas News Agency. Saking dekatnya, Agus Salim memfasilitasi pengiriman berita Kahin dengan sandi Republik Indonesia melalui saluran diplomatis via New Delhi. Universitas Sumatera Utara 34 Sebagai dosen tamu, Agus Salim mengajar dua kelas serta memberikan kuliah tentang agama Islam dan pengaruhnya di Asia Tenggara dan Timur Tengah, khususnya Indonesia dan Pakistan. Semua perkuliahannya disampaikan dalam bahasa Inggris dan direkam. Ada 31 materi kuliah. Perkuliahan Agus Salim digelar setiap Sabtu pukul 11 siang. Yang hadir, menurut buku Seratus Tahun Haji Agus Salim, begitu banyak. Padahal waktu itu adalah masa mahasiswa menyiapkan acara malam Minggu. Saat mengajar Agus Salim memiliki daya tarik sendiri, walau berjas dan berdasi, namun saat mengajar Agus Salim selalu memakai peci khusus yang bagian sampingnya bisa dibuka. Bila cuaca dingin, peci itu bisa menutupi kupingnya. Peci itu, dibuat sendiri oleh Agus Salim dan mulai dipakai sejak 1930-an ketika ia aktif di Sarekat Islam. Kekhasannya yang lain adalah rokok kretek. Rokok menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Kahin. Selain bertugas menjinjing tas Agus Salim, ia harus menjamin agar Agus Salim selalu bisa merokok. Kalau tidak, Agus Salim tidak mungkin memulai kelas. Tapi ada juga keuntungannya. Tatkala ruang kuliah dipindahkan, mahasiswa hanya perlu mengikuti bau kreteknya. Agus Salim juga menjadi penghulu dalam upacara pernikahan Islam yang pertama kali dilakukan di Cornell pada 19 Mei 1953. Pasangan yang menikah adalah Yulia Madewa, saat itu 29 tahun, dan Hassan Shadily, 32 tahun, dua mahasiswa Indonesia. Upacar pernikahan dilakukan di Annabel Taylor Hall, kapel universitas yang masih digunakan untuk acara khusus sampai hari ini. Pada awal April, Agus Salim diundang memberikan ceramah di acara Majelis Umum Simulasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang berlangsung di Myron Taylor Hall Cornell University. Pembicara lainnya adalah Duta Besar Israel untuk PBB, Abba Eban. Di depan 350 mahasiswa dari 62 universitas seluruh Amerika, kedua pembicara memberikan pandangannya mengenai persoalan dunia pada tahun itu. Agus Salim fasih dalam berbagai bahasa dan pandai mengemukakan pendapat. Kahin pernah dibuat terperangah mendengar percakapan dalam bahasa Prancis antara Ngo Dinh Diem, yang baru diangkat menjadi Perdana Menteri Pemerintah Vietnam Selatan, dan Agus Salim. Percakapan itu terjadi di Ruang Pertemuan Tenaga Pengajar Cornell University, dan Kahin duduk di tengah kedua orang tersebut. Dalam bukunya, Kahin menulis bahwa percakapan Diem Universitas Sumatera Utara 35 dan Agus Salim begitu intim. Tapi Agus Salim mendominasi yang membuat Diem banyak diam. Dalam pertemuan The Indonesia-Pakistan Cultural Association, 9 Desember 1953 di Jakarta, dalam pidatonya Agus Salim mengaku gembira bisa mengajar di Cornell. Ia senang karena Amerika merupakan tempat yang tepat untuk mengantarkan pesan Islam ke seluruh dunia. Dalam kedinginan cuaca bersalju, Agus Salim mengatakan: “Saya hanya berkumpul selama empat bulan di sana. Rasanya sudah bersahabat seumur hidup. ” 29 Ia juga mengungkapkan seminar yang diselenggarakan atas kerja sama Perpustakaan Kongres Amerika Serikat itu adalah pengalaman perjalanan luar negeri paling mengesankan. “Kaum muslimin yang diwakili disana beraneka ragam. Dari utusan Turki, yang berkukuh bahwa syariat tidak sesuai sebagai dasar perundangan modern, hingga Kadi Agung dari Sanaa, yang menerangkan tepatnya syariat sebagai dasar konstitusi Yaman,” ujar Agus Salim dalam pidatonya 30 . Tahun 2013 ini tepat 60 tahun sejak Agus Salim pertama kali menginjakkan kaki di kampus tersebut. Walau sudah lebih dari setengah abad, jejak Agus Salim masih bisa ditemukan. Di arsip Perpustakaan Kroch, salah satu dari 17 perpustakaan di Cornell, catatan tentang Agus Salim bisa dilihat di salah satu map yang terjepit di antara koleksi lain. Di dalamnya tersimpan salinan surat lama yang diketik dan ditulis tangan oleh Agus Salim. Ada juga sehelai telegram tahun 1953 yang sudah menguning, beserta kertas pengumuman Cornell tentang dua kelas baru yang akan diberi materi kuliah oleh Agus Salim pada semester musim semi. 29 TEMPO, op.cit; hal 152. 30 TEMPO, op.cit; hal 157. Universitas Sumatera Utara 36 Kunjungan ke Princeton mengakhiri petualangan Agus Salim dan istirnya ke luar negeri. Meski kondisi kesehatannya semakin turun, dia tetap beraktivitas di kampung halaman. Ia sempat mempersiapkan diri mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Yogyakarta kini Universitas Islam Sunan Kalijaga. Tapi, hingga akhir hayatnya, ia tak sempat mengajar di sana. Perayaan ulang tahun Agus Salim ke-70 pada 8 Oktober 1954 berlangsung meriah. Selain dihadiri Presiden Soekarno, para sahabat dan muridnya mengumpulkan dan menerbitkan semua tulisan Agus Salim dalam buku berjudul Djedjak Langkah Haji Agus Salim. Agus Salim juga sempat memberikan wawancara khusus yang terakhir kepada wartawan harian Indonesia Raya, Kustiniyati Mochtar. Wawancara sehari sebelum perayaan ulang tahun ke-70 itu berlangsung seraya Agus Salim berbaring di tempat tidur. Agar tak melelahkan, wawancara disepakati hanya 30 menit, ditandai bunyi weker. Salah satu hal menarik yang terungkap dari wawancara itu adalah tanggapan Agus Salim mengenai pernikahan Soekarno- Hartini yang menghebohkan saat itu. Ia tak mau menanggapi kehebohan itu secara frontal, Agus Salim hanya mengatakan,” Saya telah mengecap kehidupan kekeluargaan yang amat berbahagia selama 42 tahun. Memang hidup kekeluargaan yang berbahagia itu tak ada bandingannya.” Jam weker berbunyi, dan selesailah wawancara dengan seorang tokoh pemikir Islam dan pergerakan nasional itu. Pada suatu upacara yang khidmat dan meriah, Agus Salim berkata bahwa beliau akan meninggalkan urusan kenegaraan dan politik. Selanjutnya, beliau akan terjun ke dunia ilmu pengetahuan semata-mata. Kegiatan karang- mengarang juga diteruskan. Agus Salim juga membuat tafsir Al-Quran. Beliau akan menghabiskan sisa usianya di lapangan ilmu dan amal, guna berbakti kepada Allah SWT. Akan tetapi, kira-kira 27 hari kemudian Agus Salim jatuh sakit dan berbaring di tempat tidur. Manusia membuat rencana, tetapi Allah SWT yang memutuskan. Allah berbuat sekehendak-Nya. Agus Salim dipanggil sang pencipta tepat pada hari kamis tanggal 4 November 1954. Wafatnya The Grand Old Man of Indonesia ini diratapi oleh seluruh bangsa Indonesia. Bahkan, dunia luar pun ikut berduka. Kaum muslimin di Masjidil Haram, Mekkah, mengadakan shalat gaib untuk arwah Haji Agus Salim. Universitas Sumatera Utara 37 Upacar penguburannya dilakukan secara kenegaraan, dan jasad beliau dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Presiden, Wakil Presiden, Menteri-menteri, dan pejabat-pejabat tinggi lainnya, sipil maupun militer ikut melawat ke rumah Agus Salim. Pada waktu jenazah diberangkatkan, berpuluh-puluh ribu orang mengantarnya. Barisan kendaraan yang mengiringi sangat panjang. Begitu pula rakyat yang berjalan kaki. Para Duta Besar dari negara sahabat tidak ketinggalan, begitu pula orang-orang asing lainnya di Indonesia. Mereka semua memberikan penghormatan yang terakhir kepada pemimpin besar bangsa Indonesia ini. Negara dan bangsa merasa kehilangan seorang tokoh besar yang dihormati dan dicintainya. Untuk tetap menghargai jasa-jasa Agus Salim, pemerintah mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional. Penghargaan lainnya ialah berupa Bintang Mahaputra Kelas I dan Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan. Haji Agus Salim seorang pemimpin besar yang selalu hidup sederhana, bahkan lama sekali berada dalam kemiskinan. Lima puluh tahun lebih kehidupannya diserahkan untuk perjuangan bangsanya. Ia tidak meninggalkan pusaka berupa kekayaan, uang, dan barang, tetapi meninggalkan harta yang tidak ternilai dalam bidang ilmu berupa buku dan buah pikirannya. Di samping itu, ia meninggalkan pakaian, peci, dan tongkatnya. Agus Salim seorang pemimpin yang jujur, bersih dari noda. Ia bukan seorang yang berusaha memperkaya diri sendiri. Beliau dapat dijadikan teladan oleh generasi baru, angkatan muda bangsa Indonesia. Ia memimpin perjuangan rakyat Indonesia dengan kemiskinan dan penderitaan di alam penjajahan dan revolusi fisik. Agus Salim adalah seorang pemimpin yang dihormati, baik oleh kawan maupun lawannya. Sebagian besar pemimpin dan bangsa Indonesia menghargai Agus Salim. Nama beliau terkenal di dunia. Para pemimpin luar negeri menghormati Agus Salim, lebih-lebih para pemimpin dari bangsa-bangsa Islam. Ketua Komisi Jenderal Belanda Prof. Schermerhorn yang memipin delegasi negaranya untuk berunding dengan pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1946 juga menghormati Agus Salim. Menurut Prof. Schermerhorn, Agus Salim adalah seorang yang luar biasa pandainya. Ia seorang yang sangat menarik dan pandai berbicara. Pihak Inggris sangat menghargai dan segan terhadap Agus Universitas Sumatera Utara 38 Salim. Selanjutnya diceritakan oleh Prof. Schermerhorn bahwa Agus Salim seorang Lobbyist percakapan tidak resmi yang ulung. Agus Salim sangat aktif dalam perundingan-perundingan walaupun ia hanya seorang penasihat. Agus Salim memberikan bantuan yang besar untuk melancarkan perundingan. Pemerintah Inggris mengirimkan diplomatnya nomor satu, Lord Killern, untuk mengimbangi Agus Salim dalam usaha mendamaikan pihak Belanda dengan Indonesia. Menurut Prof. Schermerhorn, Agus Salim mempunyai satu kelemahan, yaitu kehidupannya yang miskin. Agus Salim memang mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai Menteri Muda Luar Negeri. Akan tetapi, beliau tidak kaya. Dalam perundingan, Agus Salim kaya dengan berbagai pemikiran. Agus Salim memang paling pandai di antara pemimpin Indonesia lainnya. Demikian penilaian dari Prof. Schermerhorn, orang Belanda yang menjadi lawan dalam perundingan. Meskipun Haji Agus Salim sudah meninggal dunia tetapi nama beliau tetap harum sepanjang masa. Sikap hidupnya yang selalu optimis adalah cerminan dari keyakinannya terhadap agama Islam, begitu pula kesederhanannya merupakan cerminan dari kepribadiannya yang islami. Sehingga menjadi teladan bagi generasi-generasi di Indonesia. Beliau tidak meninggalkan setumpuk harta kekanyaan bagi keturunannya, tetapi beliau meninggalkan prestasi yang tidak ada duanya, yang besar manfaatnya terhadap umat Islam di Indonesia baik pada jamannya, sekarang maupun yang akan datang. Universitas Sumatera Utara 39

2.4 Karya-karya The Grand Old Man of Indonesia