Data Primer Data Sekunder Kuisioner Wawancara Analisis Deskriptif 2 Profil Responden

27

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat. Universitas Sumatera Utara 28

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2014 meliputi analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Process AHP. Secara jelasnya, metode yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakterisistik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2014. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi gambar chart dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process AHP

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2014. Proses pemberian bobot indikator dan sub- indikator variabel dilakukan dengan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang ilmu. Metoda Analytical Hierarchy Process AHP awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan atau permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Universitas Sumatera Utara 29 Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan. Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran actual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian- bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numeric pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Analytical Hierarchy Process AHP dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam satu hirarki tingkatan. Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa criteria dari suatu masalah yang begitu banyak multikriteria, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari Universitas Sumatera Utara 30 pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki criteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan luar kelompok elemen strukturnya. Analytical Hierarchy Process AHP mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari: 1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah K kali lebih penting daripada B maka B adalah 1k kali lebih penting dari A. 2. Homogeneity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. Universitas Sumatera Utara 31 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan complete hierarchy walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna incomplete hierarchy. 4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan, penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut: 1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan criteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin dirangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau criteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat- tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data preferensi perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. 6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. Universitas Sumatera Utara 32 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensimetris pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR0,15 maka penilaian harus diulang kembali. Rasio Konsistensi CR merupakan batas ketidakkonsistenan inconsistency yang ditetapkan Saaty. Rasio konsistensi CR dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi RI. Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana: • Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya • Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya • Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan denga kepentingan lainnya • Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan lainnya. Antara lain: a. Decomposition Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalauu sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan Universitas Sumatera Utara 33 karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogeny. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen- elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: 1. Minimum Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2. Independen Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. 3. Lengkap Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. Universitas Sumatera Utara 34 4. Operasional Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Pertama yang dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebihh disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi. Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan criteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, A i sampai A n . Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel dibawah ini: Universitas Sumatera Utara 35 Tabel 3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan C A A 1 A 2 …. 3 A n A A 1 A 2 .... 3 A a n a 11 a 12 …. 31 a a n1 a 12 a 22 …. 32 a a n2 a 13 a 23 …. 33 a …. n3 …. …. …. …. a a 1n a 2n …. 3n a nn Nilai a 11 adalah nilai perbandingan elemen A 1 baris terhadap A 1 a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A kolom yang menyatakan hubungan: 1 baris terhadap criteria C dibandingkan dengan A 1 b. Seberapa jauh dominasi A kolom atau 1 baris terhadap A 1 c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A kolom atau 1 baris dibandingkan dengan A 1 Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria A kolom. i adalah W i dan bobot elemen W j maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan W i W j 1. Angka-angka absolut pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A 1 terhadap elemen A j. Universitas Sumatera Utara 36 Tabel 3.3 Skala Penilaian Perbandingan Skala Tingkat Kepentingan Defenisi Keteranganan 1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama 3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sedikit memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya 7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya 9 Mutlak lebih penting Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi 2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan Kebalikan A ij = 1A Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i ji Sumber: Thomas L. Saaty 1991 Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolut atau ekstrim. Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode peraatan dengan rata-rata geometrik geometric mean. Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil. Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai Universitas Sumatera Utara 37 tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut: a ij = Z 1 . Z 2 . Z 3 . ….. Z n dengan: 1n a ij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan criteria A 1 dengan A j Z untuk n partisipan i = Nilai perbandingan antara A 1 dengan A i N = Jumlah partisipan untuk partisipasi I, dengan nilai i =1, 2,3, …, n

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigen vector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.pengurutan elemen- elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Universitas Sumatera Utara 38 Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah: CI = λ maks Dengan : -n n-1 CI = Indeks konsistensi λ maks n = Orde matrik = Eigen value maksimum dengan λ merupakan eigen value dan n ukuran matriks. Eigen value maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negative. Makin dekat eigen value maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 atau inkonsistensi 0. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus diatas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laoratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School. Tabel 3.4 Pembangkit Random RI N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 Universitas Sumatera Utara 39 CR = CIRI CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistensian respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk 2005 telah menyusun nilai CR Consistency Ratio yang diinzinkan adalah CR ≤0,15. Universitas Sumatera Utara 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pakpak Bharat 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Pakpak Bharat Kabupaten Pakpak Bharat resmi terbentuk menjadi daerah otonom setelah berpisah dari Kabupaten Dairi berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003. Kabupaten Pakpak Bharat terletak pada garis 2 15’00”- 3 32’00” Lintang Utara dan 96 00’00”-98 31’00” Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah Timur dengan Kabupaten Toba Samosir, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Singkil. Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km 2

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Pakpak Bharat

, yang terdiri dari 8 kecamatan. Tabel 4.1 Kepadatan Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013 No Kecamatan Jumlah Desa Luas Km 2 Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk Jiwa Km 2 1 Salak 6 245.57 7.663 31 2 Sitellu Tali Urang Jehe 10 473.62 9.827 21 3 Pagindar 4 75.45 1.250 17 4 Sitellu Tali Urang Julu 5 53.02 3.479 66 5 Pergetteng-getteng Sengkut 5 66.64 3.845 58 6 Kerajaan 10 147.61 8.372 57 7 Tinada 6 74.03 3.745 51 8 Siempat Rube 6 82.36 3.963 48 Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat Universitas Sumatera Utara 41 Di pertengahan 2013, hasil proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Pakpak Bharat adalah 42.144 jiwa, yang terdiri dari 21.242 jiwa penduduk laki-laki dan 20.902 jiwa penduduk perempuan. Sebanyak 42.144 penduduk Kabupaten Pakpak Bharat menyebar di delapan Kecamatan dan 52 desa, persentase terbesar berada di kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe yaitu 23,32 9.827 jiwa sedangkan persentase terkecil ada di Kecamatan Pagindar yaitu 2,97 1.250 jiwa Bila dibandingkan dengan luas Kabupaten Pakpak Bharat 1218,30 Km 2 , maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai 35 jiwa per Km 2 Dari sisi distribusi penduduk menurut kelompok umur, terlihat bahwa penduduk Kabupaten Pakpak Bharat tergolong penduduk kelompok usia muda karena sebesar 39,01 penduduk berumur kurang dari 15 tahun. dan sebanyak 60,99 merupakan penduduk usia produktif usia 15 sd 64 tahun. dan rata-rata sebanyak 4 jiwa di setiap rumah tangga. Universitas Sumatera Utara 42

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Pakpak Bharat Tabel 4.2

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013 Juta Rupiah No Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan 2000 2012 2013 2012 2013 1 Pertanian 272.202,42 308.299,69 116.058,81 121.257,03 2 Pertambangan dan Penggalian 200,67 220,38 107,82 114,47 3 Industri Pengolahan 874,93 951,45 464,70 481,49 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1.378,04 1.568,02 440,66 467,03 5 Bangunan 41.789,39 46.666,56 21.043,59 22.499,90 6 Perdagangan, Hotel Dan Restoran 48.854,59 55.832,52 21,303,17 22.645,85 7 Penganngkutan 9.434,38 11.244,09 2.433,74 2.620,82 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 6.761,96 7.872,07 2.962,63 3.163,27 9 Jasa 39.024,68 46.804,64 20.446,15 22.875,98 PDRB dengan Migas 420.521,07 479.459,42 185.261,27 196.125,86 PDRB tanpa Migas 420.521,07 479.459,42 185.261,27 196.125,86 Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat Pada tahun 2013 PDRB Kabupaten Pakpak Bharat atas dasar berlaku mencapai Rp 479,46 miliar, sedangkan berdasarkan atas dasar harga konstan 2000 tercapai sebesar Rp 196, 12 miliar. Sektor pertanian mendominasi struktur PDRB pada tahun 2013 sebesar 64,30 persen. Sedangkan sektor yang menjadi penyumbang terkecil untuk nilai PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar 0,05 persen. Besarnya sumbangan masing-masing sektor perekonomian dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Pakpak Bharat pada tahun 2013 sebesar 5,86 persen. Universitas Sumatera Utara 43 Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 11,88 persen. Pertumbuhan tertinggi selanjutnya terdapat pada sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 7, 69 persen. Pertumbuhan tertinggi ketiga terdapat pada sektor bangunan sebesar 6,92 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar 3,61 persen. Tabel 4.3 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Pakpak Bharat Tahun 2009-2013 Tahun Pertumbuhan Ekonomi 2009 5,83 2010 6,77 2011 5,98 2012 6,03 2013 5,86 Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat Diolah Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009-2013 relatif stabil, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 6,77, dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 sebesar 5,86 lebih rendah bila dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Sedangkan untuk pendapatan per kapita Kabupaten Pakpak Bharat pada Tahun 2013 sebesar Rp 11 juta, meningkat dari tahun 2003 sebesar Rp 4.58 juta.

4. 2 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 100 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat diinformasikan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin pria sebesar 69 dan selebihnya berjenis kelamin wanita sebesar 31. Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 20-30 tahun yang berkisar 47 , diikuti usia 31-40 tahun yang berjumlah 27 dan usia 41-50 tahun Universitas Sumatera Utara 44 berjumlah 16 serta yang berusia diatas 50 tahun hanya 9 responden. Sementara untuk tingkat pendidikan responden didominasi tamatan D3S1S2 sebesar 47 dan tamatan SMA sederajat sebesar 45 dan hanya 7 dari responden yang tamatan SMP sederajat. Persentase responden berdasarkan bidang profesi terbesar adalah pengusaha yaitu sebesar 29, kemudian 13 sebagai birokrat, 13 sebagai Mahasiswa, DPR, Pegawai Bank, Pegawai Non- Bank, Staf Pengajar dan Tokoh Masyarakat masing-masing sebesar 9 . Tabel 4.4 Karakteristik Responden No Jenis Kelamin Jumlah Persentase 1 Pria 38 69 2 Wanita 17 31 Usia Tahun Jumlah Persentase 1 20 – 30 26 47 2 31 – 40 15 27 3 41 – 50 9 16 4 50 5 9 Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1 SMPSederajat 4 7 2 SMASederajat 25 45 3 D3S1S2 26 47 Profesi Jumlah Persentase 1 Pengusaha 16 29 2 Birokrat 7 13 3 Mahasiswa 7 13 4 DPR 5 9 5 Pegawai Bank 5 9 6 Pegawai Non Bank 5 9 7 Staf Pengajar 5 9 8 Tokoh Masyarakat 5 9 Sumber: Data primer diolah Universitas Sumatera Utara 45

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing

Daya saing ekonomi daerah menggambarkan kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Untuk melihat daya saing Kabupaten Pakpak Bharat, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic Heirarchy Process AHP dengan bantuan perangkat lunak yang disebut Expert Choice. Pembobotan ini digunakan sebagai dasar menentukan faktor-faktor yang menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2014. Bobot yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih penting dibandingkan dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat. Berikut ini hasil pembobotan dari faktor- faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1 Universitas Sumatera Utara 46 Gambar 4.1 Nilai Bobot Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2014 didominasi faktor infrastruktur dengan bobot 0.343. Kemudian diikuti oleh faktor perekonomian daerah sebesar 0.266. Berikutnya faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot 0.203 dan faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0.098. faktor sosial politik berada pada urutan terakhir dengan bobot 0.090. Secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada gambar 4.2 Universitas Sumatera Utara 47 Gambar 4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Dari hasil pembobotan tersebut, tanggapan responden terhadap faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat dipengaruhi oleh tiga faktor dengan nilai bobot terbesar, yaitu faktor infrastruktur, faktor perekonomian daerah, dan faktor tenaga kerja dan produktivitas. Berikut dijelaskan masing-masing faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat berdasarkan pemeringkatan variabelnya.

4. 3. 1 Faktor Infrasturktur