Vaksin DPT Antipiretik Tinjauan Pustaka 1. Demam

commit to user 11 terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. e. Demam siklik Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

2. Vaksin DPT

Vaksin DPT terdiri atas kuman difteri yang dilemahkan atau toksoid difteri a lumprecipitated toxoid , toksoid tetanus dan vaksin pertusis dengan menggunakan fraksi sel selular yang berisi komponen spesifik dari Bordettella pertusis Tumbelaka dan Hadinegoro, 2005; Hay et a l. , 2009. Dosis yang diberikan adalah 0,5 ml intramuskular tiap kali pemberian pada umur 2, 4 dan 6 bulan sebagai imunisasi dasar. Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan, kemerahan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Efek samping dapat berupa demam tinggi, kejang dan abses. Kontraindikasi pemberian vaksin adalah panas yang lebih dari 38 C, riwayat kejang serta reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya suhu commit to user 12 tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya Isbagio et a l ., 2004; Rampengan, 2007; DiPiro et a l. , 2008; Hay et a l. , 2009. Vaksin DPT yang memiliki efek samping demam terutama vaksin DPT dengan fraksi seluler Bordettella pertusis, bukan vaksin DPaT yang mengandung fraksi aseluler kuman tersebut. Fraksi seluler Bordettella pertusis diduga berperan sebagai pirogen eksogen terhadap tubuh sehingga menyebabkan tubuh menjadi demam karena terjadi mekanisme pembentukan antibodi terhadap kuman dalam vaksin DPT Hay et a l. , 2009.

3. Antipiretik

Obat analgetik antipiretik serta obat Antiinflamasi Non Steroid AINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen secara kimia dan memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini disebut juga sebagai obat mirip aspirin aspirin-like drugs Wilmana dan Gan, 2007. Antipiretik adalah obat yang menekan suhu tubuh pada keadaan demam. Semua analgetik perifer memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam, maka disebut pula analgetik antipiretik. Khasiat antipiretik ditentukan berdasar rangsangannya terhadap pusat pengaturan panas di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit, ditandai dengan commit to user 13 bertambahnya pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak keringat Tjay dan Rahardja, 2002. Obat AINS terdiri atas golongan asam karboksilat dan asam enolat. Asam karboksilat terbagi atas asam asetat, derivat asam salisilat, derivat asam propionat dan derivat asam fenamat. Sedangkan asam enolat terdiri atas derivat pirazolon dan oksisikam Wilmana dan Gan, 2007. Obat analgesik-antipiretik yang biasa dipakai terdiri atas empat golongan yaitu golongan salisilat aspirin, asetosal, golongan paraaminofenol parasetamol, golongan pirazolon metamizol, dan golongan asam asam-mefenamat. Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu tubuh hanya dalam keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik In vitro , tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama Wilmana dan Gan, 2007. Parasetamol atau asetaminofen N-a cetyl-p-a minophenol , APAP pertama kali digunakan secara klinis sebagai analgesik penghilang nyeri atau rasa sakit dan antipiretik penurun suhu pada demam di Amerika Serikat pada tahun 1950. Parasetamol relatif aman jika dikonsumsi dalam dosis terapi. Keracunan dapat terjadi pada penggunaan parasetamol dalam dosis yang berlebihan. Di Indonesia, parasetamol dijual bebas sebagai obat OTC over-the-counter , baik sebagai obat tunggal maupun obat terkombinasi dalam obat influenza Ngatidjan, 2006; Hoffman et a l. , 2007. commit to user 14 Parasetamol merupakan metabolit aktif dari fenasetin yang efektif sebagai terapi pengganti aspirin karena efek analgesik dan antipiretik yang dimilikinya. Namun, efek antiinflamasi parasetamol sangat lemah sehingga tidak diindikasikan sebagai pengganti aspirin atau AINS lainnya pada pasien dengan kondisi inflamasi kronis. Efek analgesik- antipiretik parasetamol diperantarai oleh rangsangan terhadap pusat pengatur panas di hipotalamus yang bekerja dengan dua proses: 1 efek sentral, yaitu dengan menghambat siklus COX-1 sehingga tidak terjadi pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat, prostaglandin tidak akan merangsang lagi termostat untuk menaikkan suhu tubuh. 2 efek perifer, saraf simpatis di kulit bekerja mengaktifkan reseptor-reseptor panas di kulit sehingga terjadi vasodilatasi perifer. Dengan terjadinya vasodilatasi ini, panas lebih cepat terkonduksi ke jaringan kulit dan melalui aliran udara terjadi konveksi sehingga panas dikeluarkan disertai keluarnya keringat, sehingga lama-kelamaan suhu tubuh akan turun Goodman et a l. , 2006; Hoffman et a l. , 2007; DiPiro et a l. , 2008. Parasetamol diberikan secara oral dan absorbsinya tergantung pada laju pengosongan lambung serta dapat diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi puncak plasma terjadi dalam 30-60 menit, sedangkan waktu paruh plasmanya adalah sekitar dua jam setelah pemberian dosis terapeutik. Konsentrasi puncak plasma dihambat oleh makanan dan konsumsi bersama opioid atau antikolinergik. Parasetamol terdistribusi secara merata ke seluruh cairan tubuh serta dapat melintasi commit to user 15 sawar plasenta dan sawar darah otak Goodman et a l. , 2006; Hoffman et a l. , 2007; Foegh dan Ramwell, 2007. Dalam plasma, 10-30 parasetamol terikat pada protein plasma dan sebagian lagi dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Setelah diabsorbsi, normalnya sekitar 90 parasetamol akan mengalami glukoronidasi 40-67 dan sulfasi 20-46 di hepar untuk membentuk metabolit inaktif asam glukoronat dan asam sulfat yang kemudian akan diekskresikan dalam urin. Kurang dari 5 fraksi parasetamol akan diekskresikan dalam bentuk asalnya, sedangkan sisanya 5-15 dalam bentuk terkonjugasi dan kemudian diekskresikan dalam urin Murray, 2003; Hoffman et a l. , 2007; Foegh dan Ramwell, 2007; Wilmana dan Gan, 2007. Waktu paruh eliminasi parasetamol adalah sekitar 2 - 3 jam setelah dosis terapeutik, tetapi dapat memanjang pada pasien dengan gangguan hepar Murray, 2003; Hoffman et a l. , 2007; Foegh dan Ramwell, 2007. Parasetamol aman diberikan peroral dengan dosis 325-1000 mg per hari dan tidak boleh melebihi 4000 mg 2000 mghari untuk alkoholik kronis. Dosis tunggal untuk anak-anak berkisar antara 40-480 mg tergantung pada usia dan berat tubuh. Umumnya dosis 10 mgkg berat badan masih aman untuk dikonsumsi. Parasetamol berguna untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang. Konsumsi parasetamol dengan dosis terapeutik tunggal maupun terbagi tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, keseimbangan asam-basa, kadar asam commit to user 16 urat, maupun koagulasi darah. Obat ini juga tidak menghambat kerja trombosit, tidak mengantagonis obat urikosurik, dan tidak mengiritasi lambung Goodman et a l. , 2006; Foegh dan Ramwell, 2007. Parasetamol biasanya dapat ditoleransi dengan baik pada dosis terapeutik. Reaksi alergi karena parasetamol jarang terjadi. Manifestasi dari reaksi alergi biasanya berupa eritem atau urtikaria. Efek samping yang paling serius dari overdosis parasetamol adalah nekrosis hepar yang fatal. Nekrosis tubuler ginjal dan koma hipoglikemik juga dapat terjadi. Pada orang dewasa, hepatotoksisitas dapat terjadi dengan pemberian dosis tunggal 10-15 gram 150-250 mgkg BB parasetamol. Dosis 20-25 gram atau lebih dapat berakibat fatal Goodman et a l. , 2006; Wilmana dan Gan, 2007; Highleyman dan Franciscus, 2009. Manifestasi klinis yang muncul pada keracunan akut parasetamol tergantung pada waktu dari awal konsumsi, keberadaan faktor risiko, dan konsumsi obat-obatan lain. Gejala yang muncul selama 12-24 jam pertama keracunan akut parasetamol berupa gangguan lambung mual, nyeri abdominal, dan anoreksia, tetapi banyak pasien yang asimtomatis pada periode waktu ini. Selama 1 - 3 hari berikutnya, terjadi kenaikan enzim-enzim hepar dan bilirubin Hoffman et a l. , 2007; DiPiro et a l. , 2008. commit to user 17

4. Meniran

Dokumen yang terkait

PENGARUH EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI POTASIUM OKSONAT

3 32 19

EFEK ANTIPIRETIK DEKOK DAUN SIRIH (Piper betle L) TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI VAKSIN DPT

1 23 1

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK HERBA MENIRAN (Phyllantus niruri L.) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR TERHADAP KADAR BILIRUBIN TOTAL SERUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

1 5 1

PENGARUH EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

0 11 15

EFEK HAMBATAN PEMBENTUKAN DEMAM YANG DIINDUKSI VAKSIN DPT OLEH PERASAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 3 16

EFEK HAMBATAN PEMBENTUKAN DEMAM YANG DIINDUKSI VAKSIN DPT OLEH PERASAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) (PENELITIAN EKSPERIMENTAL LABORATORIS)

0 3 16

PENGARUH EKSTRAK HERBA MENIRAN (Phyllantus niruri L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 3 70

UJI EFEK ANTIPIRETIK FRAKSI ETIL ASETAT DARI EKSTRAK ETANOL HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri. L) TERHADAP TIKUS Uji efek antipiretik fraksi etil asetat dari ekstrak etanol herba meniran (phyllanthus niruri. l)terhadap tikus putih jantan(rattus norvegicu

0 0 14

PENDAHULUAN Uji efek antipiretik fraksi etil asetat dari ekstrak etanol herba meniran (phyllanthus niruri. l)terhadap tikus putih jantan(rattus norvegicus) galur wistar.

0 1 5

DAFTAR PUSTAKA Uji efek antipiretik fraksi etil asetat dari ekstrak etanol herba meniran (phyllanthus niruri. l)terhadap tikus putih jantan(rattus norvegicus) galur wistar.

0 1 5