10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
a. Konsep Matematika
Matematika mengkaji benda abstrak benda pikir yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol dan penalaran
deduktif Sutawijaya, 1977: 176 dalam Nyimas, Aisiyah dkk. 2007: 1-1 Menurut Russel dalam Hamzah B.Uno 2009:108
mendefinisikan bahawa matematika sebagai suatu study yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak
dikenal. Arah yang tidak dikenal itu tersusun baik konstruktif, secara bertahap menuju arah yang rumit kompleks dari bilangan bulat ke
bilangan pecahan, bilangan riil ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke deferensial dan integral, dan menuju matematika yang
lebih tinggi. Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan
alat pikir berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi,
generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain : aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis Hamzah B. Uno, 2009: 10.
Pada hakikatnya matematika merupakan bidang ilmu yang perlu dimliki oleh siswa guna bekal dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa kelak
akan hidup dalam masyarakat. Ilmu matematika perlu dipelajari sehingga siswa dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan
matematika yang akan dijumpai dalam kehidupan. Namun pada anak usia sekolah dasar melalui tahapan-tahapan yang sesuai dengan usia
perkembangan belajar matematika seperti yang dikemukakan oleh para ahli seperti di bawah ini.
b. Pembelajaran Matematika
Menurut Piaget dalam Hudoyo, 1988: 45, anak usia sekolah dasar berada pada periode operasi konkret. Periode ini disebut operasi
konkret sebab berpikir logiknya didasarkan pada manipulasi fisik objek- objek konkret. Anak yang masih berada pada periode ini untuk berpikir
abstrak masih membutuhkan bantuan memanipulasi obyek-obyek konkret atau pengalamanpengalaman yang langsung dialaminya. Oleh karena itu,
yang perlu diperhatikan pada tahap operasi konkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda konkret agar mempermudah anak didik
dalam memahami konsep-konsep matematika. Menurut Piaget, perkembangan belajar matematika anak melalui
4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan
pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi
seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan anak pada tahap semi abstrak
memanipulasimelihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Sedangkan pada tahap abstrak anak sudah mampu berpikir secara
abstrak dengan melihat lambangsimbol atau membacamendengar secara verbal tanpa kaitan dengan objek-objek konkret.
Menurut Bruner dalam Hudoyo, 1988: 56, belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika
yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan- hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika.
Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih komprehensif. Selain itu anak didik lebih
mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur. Teori belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, bahwa :
1. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya
pengetahuan akan diperoleh siswa apabila yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya.
2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara
menghubungkan hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberi arti.
Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer. Dalam belajar, Bruner hampir selalu memulai dengan
memusatkan manipulasi material. Anak didik harus menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama memanipulasi material yang sudah
dimiliki anak didik. Berarti anak didik dalam belajar haruslah terlibat aktif
mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan
mental, yaitu:
1. Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi mengotak-atik objek. Pada
tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari
berbuat atau melakukan sesuatu.
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-
gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak
langsung mema nipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
dimana pengetahuan itu direpresentasikan diwujudkan dalam bentuk bayangan visual visual imaginery, gambar, atau diagram, yang
menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas butir a. Bahasa menjadi lebih penting sebagai
suatu media berpikir. Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan
menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.
3. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Anak
tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak abstract symbols,
yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orangorang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal
misalnya hurufhuruf, kata-kata, kalimat-kalimat, lambang-lambang matematika, maupun lambanglambang abstrak yang lain.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa anak belajar matematika melalui dua tahap, yaitu konkret dan abstrak. Pada tahap
pertama, yaitu tahap konkret, anak memanipulasi benda-benda konkret untuk dapat menghayati ide-ide abstrak. Pengalaman awal berinteraksi
dengan benda konkret ini akan membentuk dasar bagi belajar selanjutnya, yaitu pada tahap abstrak atau tahap kedua.
Dari pembahasan teori-teori pembelajaran matematika tersebut di atas, ternyata bahwa beberapa ahli mempunyai kesamaan pendapat, yaitu
dalam belajar matematika akan dapat memahami jika dibantu dengan manipulasi objek-objek konkret.
Lampiran Permendiknas RI No. 22 2006, 416 menyebutkan bahwa, dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi contextual problem. Dengan mengajukan masalah kontekstual,
siswa peran aktif dalam proses pembelajarannya, dan secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
Dalam pembelajaran operasi perkalian pecahan yang merupakan bagian dari matematika perlu adanya pemahaman hitung dasar yaitu
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang perlu dimliki siswa, sehingga siswa akan mampu memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pembelajaran operasi perkalian pecahan.
c. Materi Perkalian Pecahan Pada Kurikulum
Pecahan merupakan salah satu kajian inti dari materi matematika yang dipelajari siswa di Sekolah Dasar. Pembahasan materinya
menitikberatkan pada pengerjaan operasi hitung dasar yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Bentuk bilangan
pecahan dapat berupa pecahan biasa, pecahan capuran, maupun pecahan desimal.
Sesuai dengan Standar Isi SI dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD N Dukuhtengah 04 tahun 20102011, Standar Kompetensi
SK dan Kompetensi Dasar KD yang menekankan pada perkalian pecahan dapat dilihat pada tabel berikut.
Kelas Semester
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Uraian Materi VI 2
5.Menggunakan pecahan dalam
pemecahan masalah.
5.3 Mengalikan dan membagi
berbagai bentuk pecahan
• Perkalian bilangan
asli dengan pecahan
• Perkalian pecahan
dengan bilangan pecahan
• Perkalian pecahan
biasa dengan pecahan campuran
• Perkalian pecahan
campuran dengan pecahan campuran
Materi prasyarat yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran operasi perkalian pecahan adalah: 1 konsep perkalian, 2 operasi
hitung penjumlahan pecahan, 3 konsep pembagian, 4 operasi hitung pengurangan pecahan, 5 pecahan campuran, dan 6 konsep perkalian
susun ke bawah. Dalam pembelajaran matematika perlu adanya strategi yang
tepat, sehingga pembelajaran akan dapat efektif dan mampu diterima oleh siswa dan menjadikan matematika sebagai mata pelajaran yang
tidak dianggap sulit dan membosankan. Disini perlu adanya kreatifitas guru dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat. Sehingga
pembelajaran akan dapat optimal sesuai harapan. Di sini bisa dilihat tentang Cooperative Learning yang dikemukakan oleh para ahli.
d. Cooperative Learning