Latar Belakang Hubungan Infeksi Cacing Ascaris Lumbricoides Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Siswa Perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis cacing. Jumlah orang yang terinfeksi Ascaris lumbricoides di Asia, Afrika dan Latin Amerika adalah 1,2 milyar sampai 1,4 milyar dengan rata-rata 1,8 juta sampai 10,5 juta per hari. Angka kematian akibat cacing ini sekitar 3.000 sampai 60.000 per tahun World Health Organization, 2012. Salah satu penyebab infeksi cacing adalah Ascaris lumbricoides atau yang secara umum dikenal sebagai cacing gelang. Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut ascariasis Onggowaluyo, 2002. Ascaris lumbricoides digolongkan ke dalam Soil Transmitted Helminthes, yaitu cacing yang memerlukan perkembangan di dalam tanah untuk menjadi infektif Irianto, 2009. Cacing gelang ini merupakan salah satu nematoda yang hidup di usus halus, tetapi kadang-kadang mengembara di bagian usus lainnya. Hospes defenitif cacing ini adalah manusia. Cara infeksi cacing ini dapat terjadi melalui beberapa jalan, yaitu telur infektif masuk ke dalam mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar, melalui tangan yang kotor tercemar terutama pada anak, atau telur infektif terhirup melalui udara bersama debu Soedartono, 2008. Berdasarkan survei yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, prevalensi infeksi cacing gelang ini mencapai sekitar 60-90 dan merupakan prevalensi terbesar dibandingkan infeksi cacing lainnya Ismid et al., 2008 . Hasil survei kecacingan oleh Ditjen P2PL 2009 menyebutkan bahwa 31,8 siswa- siswi SD menderita kecacingan. Berdasarkan survei Dinas Kesehatan Tingkat 1 Sumatera Utara 2009 yang dilakukan pada siswa-siswi SD di 13 Kabupatenkota, prevalensi Ascaris lumbricoides 39, Hookworm 5, dan Trichuris trichiura 24 Daim, 2011. Universitas Sumatera Utara Penelitian yang dilakukan oleh Simarmata 2010 di tiga SD di Kecamatan Kabanjahe dan Simpang Empat, Kabupaten Karo melaporkan bahwa prevalensi kecacingan didapatkan sebesar 58.7. Prevalensi infeksi Trichuris trichiura sebesar 22.6, infeksi Ascaris lumbricoides sebesar 6.8, dan infeksi campuran antara Trichuris trichiura dengan Ascaris lumbricoides sebesar 70.6. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan 2011 pada muruid SD Negeri 067244 Kecamatan Medan Selayang mendapat hasil bahwa dari total 23 orang anak yang terinfeksi cacing, 13 orang 56,5 terinfeksi Trichuris trichiura, 6 orang 26,0 terinfeksi Ascaris lumbricoides dan 4 orang 17,5 terinfeksi Trichuris trichiura dan Ascaris lumbricoides. Penelitian yang dilakukan oleh Ariffin 2011 pada murid SD Negeri 101837 Suka Makmur Kecamatan Sibolangit melaporkan bahwa dari 64 sampel yang fesesnya diperiksa ditemukan 49 anak 76,6 terinfeksi Ascaris lumbricoides. Prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides yang tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya pemakaian jamban keluarga yang menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, bawah pohon, tempat mencuci dan tempat pembuangan sampah. Kebiasaan pemakaian tinja sebagai pupuk juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi. Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25°-30°C merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif Ismid et al., 2008. Infeksi cacing dapat menyebabkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian. Cacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Pada umumnya cacingan ditemukan pada penduduk yang kurang mampu dan sanitasi yang buruk Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012. Cacingan mempengaruhi pemasukan intake, pencernaan digestif, penyerapan absorpsi, dan metabolisme makanan. Cacing Ascaris lumbricoides yang hidup dalam rongga usus manusia memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kejadian penyakit lainnya. Cacing gelang ini mengambil sumber karbohidrat Universitas Sumatera Utara dan protein diusus sebelum diserap oleh tubuh, 1 ekor cacing akan mengambil karbohidrat 0,14 gramhari dan protein 0,035 gramhari. Gejala-gejala kecacingan yang dapat timbul adalah berbadan kurus dan pertumbuhan terganggu kurang gizi, kurang darah anemia, daya tahan tubuh rendah, sering sakit, lemah dan mudah menjadi letih sehingga sering tidak hadir sekolah dan mengakibatkan nilai pelajaran turun dan drop out nya anak SD Ali, 2008. Kejadian infeksi kecacingan pada anak berhubungan negatif signifikan dengan perilaku sehat. Sementara itu kejadian infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak di Desa Tanjung Anom, Sumatera Utara menunjukkan adanya hubungan dengan status gizi anak. Anak yang tidak terinfeksi cacing memiliki status gizi yang relatif lebih baik dibandingkan anak yang terinfeksi cacing Elmi, et al., 2004. Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi kecacingan, yaitu sekitar 40-60 . Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat menyebabkan anemia, lesu, prestasi belajar menurun Kusuma, 2011. Berdasarkan beberapa data dan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan Indeks Massa Tubuh pada siswa perempuan SD Salsabila Kecamatan Medan Marelan Kota Medan tahun 2014. Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah