19
Selain teori tersebut teori utilitarisme dari Jeremy Bentham juga dipakai. Teori tersebut merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan
manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhir the greatest good for the greatest number. Artinya semakin bermanfaat pada banyak orang maka perbuatan itu
semakin etis. Dengan teori tersebut maka analisa masalah yang diajukan adalah lebih
berfokus pada sistem hukum positif khususnya mengenai substantif hukum, yakni hukum perkawinan, dalam hal ini ketentuan Kompilasi Hukum Islam KHI atas harta
hibah
2. Kerangka Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition
23
. Agar menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda
tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian saya ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang digunakan, yaitu:
a.
Pembatalan adalah salah satu cara menghapus kontrakperjanjian. Pembatalan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pembatalan secara aktif, yaitu pihak yang merasa dirugikan melakukan
penuntutan pembatalan perjanjian kepada hakim pengadilan
23
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993,
hal.10.
Universitas Sumatera Utara
20
2. Pembatalan secara pasif, yaitu pihak yang dirugikan menunggu sampai
ada yang menggugat di muka hakimpemgadilan untuk memenuhi prestasi dan pada saat itu baru mengajukan tentang tidak sahnya
perjanjian tersebut
24
. b. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki, dan tidak dapatditarik kembali, kecuali hibah orangtua kepada anaknya.
25
Hukum waris Islam didasarkan pada hukum Islam yang dianut oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia yaitu yang didasarkan pada Al-Qur’an , hadits dan
Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Indonesia. Ketiga hukum waris ini semuanya mengatur pula mengenai ketentuan hibah.
Diantara ketiga Hukum di Indonesia pada dasarnya dalam pengaturan ketentuan hibah memiliki unsur – unsur kesamaan, meskipun dalam beberapa hal satu
sama lain mengandung pula perbedaan. Unsur kesamaan dan perbedaan ini terdapat pula dalam pengaturan pembatalan hibah. Pada dasarnya semua ketentuan hibah
dalam ketiga hukum tersebut mengatur bahwa suatu hibah tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali. Namun dengan syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan tertentu
dalam hukum waris adat dan hukum waris perdata dapat mengadakan penarikan kembali atas suatu hibah. Oleh karena semua ketentuan hukum waris tersebut
mengatur tentang ketentuan penarikan kembali atau pembatalan atas hibah, dari hal
24
Yunirman Rijan, Cara Mudah Membuat Surat PerjanjianKontrak Dan Surat Penting Lainnya, Penerbit Raih Asa Sukses, Jakarta 2009, hal 43.
25
Pasal 171 huruf g dan Pasal 212 KHI.
Universitas Sumatera Utara
21
tersebut diinginkan penelitian hanya berfokus pada hukum waris Islam saja dan melihat bagaimana penerapannya yang ada di pengadilan Agama khususnya di
Medan.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian adalah sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian tersebut diadakan Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode- metode ilmiah
26
. Penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan
menggunakan suatu metode yang tepat untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Penelitian merupakan suatu kegiatan
ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan cara-cara
tertentu, sistematis berarti berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan di dalam suatu kerangka tertentu.
27
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku
26
Soetrisno Hadi, Metodologi Reseach, Yokyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,1980, hal 7
27
Soerjono Soekanto. Op.cit., Hal. 43
Universitas Sumatera Utara
22
berkaitan dengan teori- teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.
28
Dikatakan deskriptif karena penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang
berhubungan dengan pembatalan hibah. Data yang diperoleh dari penelitian diupayakan memberikan gambaran atau
mengungkapkan berbagai faktor yang berhubungan erat dengan gejala – gejala yang diteliti kemudian dianalisa mengenai penerapan atau pelaksanaan peraturan
perundang – undangan guna untuk mendapatkan data atau informasi mengenai pelaksanaannya
2. Sumber Data Penelitian
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut:
a. Penelitian Kepustakaan library research yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yangmeliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
29
1 Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:.
a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
28
Ronny Hanitijo Soemitro. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan Juri Metri. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal.35
29
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.
Universitas Sumatera Utara
23
b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. c
Kompilasi Hukum Islam d
Putusan perkara
pengadilan Agama
Medan Nomor
887pdt.G2009PA.Mdn. 2
Bahan hukum sekunder adalah yaitu bahan – bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan
memahami bahan hukum primer. bahan hukum sekunder tersebut meliputi : a
Hasil karya ilmiah para sarjana b
Hasil penelitian yang berkaitan dengan hibah 3
Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang berkaitan hibah yang dibatalkan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperoleh atau dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian ini maka data yang dikumpulkan menggunakan
metode sebagai berikut: a.
Penelitian Kepustakaan Library Recearch Penelitian Kepustakaan Library Recearch digunakan untuk memperoleh
data sekunder sebanyak mungkin. Penelitian kepustakaan ini dilakukandengan cara
mempelajari Undang-Undang, pendapat-pendapat atau tulisan para sarjana serta bahan-bahan lain yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini.
b. Penelitian Lapangan Field Research
Universitas Sumatera Utara
24
Data yang dikumpulkan dalam penelitian lapangan ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari informan yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Berdasarkan data yang diperoleh dari informan tersebut nantinya akan diperoleh data primer. Data primer inipun dihimpun dengan mengadakan wawancara dengan
informasi seperti: Hakim Pengadilan Agama yaitu Bapak Drs. H. Mohd. Hidayat Nassery yang dipilih sebagai salah satu informan karena beliau merupakan hakim
ketua yang mengadili kasus yang dibahas dalam tesis ini. juga ada pegawai Pengadilan Agama yaitu Bpk. H. Juhri, dan staf Pengadilan Agama.
Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah wawancara. Dalam wawancara ini, informan yang diwawancarai mempunyai pengalaman tertentu atau terjun secara
langsung yang berkaitan dengan penelitian ini. Dari hasil wawancara ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam praktek
tentang pembatalan hibah . Hasil yang diperoleh dari wawancara ini merupakan data primer untuk mendukung data sekunder.
4. Metode Analisa Data
Data yang diperoleh melalui penelitian kepusatakaan maupun data yang diperoleh melalui penelitian lapangan akan dianalisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif
yaitu analisis data dengan mengelompokkan dan menyelidiki data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan
dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahaan yang diajukan. Kemudian akan ditarik kesimpulannya dengan
menggunakan metode penarikan kesimpulan deduktif dan dari hasil ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang dibuat.
Universitas Sumatera Utara
25
BAB II SYARAT HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Tinjauan umum tentang Hibah dan harta dalam Hukum Islam 1.
Tinjauan umum tentang Hibah
Pengertian hibah memang banyak ditemukan dalam literatur hukum Islam, walau pada prinsipnya mendekati sama.
Pada mulanya kata hibah Secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata wahaba yang berarti pemberian
30
, sedangkan hibah menurut istilah adalah akad yang pokok persoalannya, pemberian harta milik orang lain di waktu ia masih hidup tanpa
imbalan.
31
Sedangkan secara bahasa kata hibah berasal dari bahasa arab al-hibah yang berarti pemberian atau hadiah dan bangunbangkit, yang terambil dari kata hubuubur
riih artinya muruuruha perjalanan angin.
32
Hibah menurut terminologi syara’ adalah pemberian hak milik secara langsung dan mutlak terhadap satu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun
dari orang yang lebih tinggi.
33
30
Ahmad Warson Munawir Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia Yogyakarta Pondok Pesantren “ Al-Munawir,” 1984, hal. 1692.
31
Syayid Sabig, Fiqh Al-Sunnah, juz III, Beirut: Dar Al-Fikir, 1992, hal. 388.
32
ibid hal 984
33
Ibid hal 435
25
Universitas Sumatera Utara
26
Dari pengertian tersebut dapat diambil pengertian umum bahwa hibah merupakan pemberian harta kepada orang lain tanpa imbalan dimana harta diberikan
sewaktu pemilik harta masih hidup. Hibah juga dalam pengertian umum adalah Sadaqah dan hadiah, dilihat dari
aspek vertical hubungan manusia dengan Tuhan mempunyai dimensi taqorrub artinya ia dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seorang, semakin banyak
Berderma dan Sadaqah akan semakin memperkuat dan memperkokoh keimanan dan ketaqwaan
34
. Dilihat dari sudut lain hibah juga mempunyai aspek horizontal hubungan sesama manusia serta lingkungannya yaitu dapat berfungsi sebagai upaya
mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin serta dapat menghilangkan rasa kecemburuan sosial. Sadaqah biasa kita sebut di Indonesia adalah sedekah.
Penghibahan digolongkan dalam perjanjian cuma-cuma dalam perkataan dengan cuma-cuma ditunjukkan adanya prestis dari satu pihak saja, sedangkan pihak
lainnnya tidak usah memberikan kontra prestisnya
35
. Makanya hibah disebut juga perbuatan hukum sepihak.
Hibah juga merupakan perbuatan hukum sepihak, dalam hal itu pihak yang satu memberikan atau menjanjikan memberikan benda kepadanya kepada pihak lain
dan tidak mendapatkan tukaran atau penggantian atau imbalan
36
. Dasar hibah menurut Islam adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang
menganjurkan kepada umat Islam agar berbuat baik kepada sesamanya, saling
34
Chuzaimah T. Yanggo dan A Hafidz Anshory, Problematika Hukum Islam III, hal 81.
35
Subekti, Aneka Perjanjian, PT Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 94.
36
Andi Tahrir Hamid, Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama Dan Bidangnya, hal 71.
Universitas Sumatera Utara
27
mengasihi dan sebagainya. Islam menganjurkan agar umatnya suka memberi karena memberi lebih baik dari pada menerima. Namun pemberian itu harus ikhlas, tidak ada
pamrih apa-apa kecuali mencari ridha Allah Subhanahu wa ta’ala dan mempererat tali persaudaraan.
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala, artinya : “...Dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak orang
miskin, musyafir yang memerlukan pertolongan, dan orang orang yang meminta...”.
Q.S. Al – Baqarah 177: . Rasulallah juga bersabda, artinya :
“Dari Abi Hurrairah dari Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : saling memberi hadiahlah kamu sekalian niscaya kamu akan mencintai”. HR. Al – Bukhari.
37
Di dalam Al–Qur’an maupun Hadist, memang tidak ditemui ayat dan hadist Nabi yang secara langsung memerintahkan untuk berhibah. Namun dari ayat-ayat dari
Hadist di atas dapat dipahami, bahwa Allah dan Rasul-Nya menganjurkan umat Islam untuk suka menolong sesama, memberi hadiah, melakukan infaq, sedekah, ibraa,
hadiah, ’Umra, Ruqbah dan pemberian pemberian lain termasuk hibah. Sedekah sedikit berbeda dengan hibah, sedekah biasanya si pemberi
mengharapkan ridho Allah subhanahu wata’ala walau terkadang banyak juga niat
37
Abdul Aziz Bin Fathi As-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Quran Dn Sunnah, pustaka imam Asy-Syafi’I, Jakarta, 2007, hal 60
Universitas Sumatera Utara
28
hibah adalah mencari pahala. Contoh sedekah ialah Seperti memberikan beras, atau benda lain yang bermanfaat kepada orang lain yang membutuhkan. Allah berfirman
yang Artinya : Dan kamu tidak menafkahkan, melainkan karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu yang kamu belanjakan, kelak akan disempurnakan balasannya
sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya. QS. AI Baqarah : 272. Bersedekah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji riya atau dianggap
dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala
sedekah. Allah
berfirman dalam
surat AI
Baqarah ayat
264: Artinya:
Hai orang-orang
yang beriman,
janganlah kamu
menghilangkan pahala shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si
penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia ... QS. AI Baqarah : 264
Istilah lain yang hampir sama dengan hibah adalah Ibraa. Artinya membebaskan hartanya kepada orang lain yang berhutang.
Sedangkan hadiah artinya imbalan yang diberikan seseorang karena dia telah mendapatkan hibah
38
atau hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang
39
, Hadiah yaitu pemberian seseorang kepada orang lain tanpa adanya pengganti dengan maksud memuliakan atau memberikan penghargaan.
38
Sayyid sabbiq, Op.Cit hal 417
39
Helmi Karim, Fiqh Muamalat, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta cetakan kedua April 1997, hal 80
Universitas Sumatera Utara
29
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan
saling menghormati antara sesama. Berbeda pula dengan pemberian ‘umra dan ruqbah. Umra artinya umur
sedangkan ruqbah berarti mengintai. Menurut sayyid sabiq ‘umra adalah semacm hibah, yaitu seseorang menghibahkan sesuatu kepada orang lain selama dia hidup dan
jika yang diberi hadiah itu mati maka barang atau harta itu kembali kepada pemberi bihahpenghibah
40
. Ada yang membedakan antara sedekah dengan hadiah dan mengatakan jika
dia memberikan sesuatu sebagai hak milik kepada orang yang memerlukan sesuatu sebagai hak milik kepada orang yang memerlukan demi pahala akhirat dinamakan
sedekah, dan jika dipindahkannya ke tempat yang menerima hibah sebagai tanda hormat kepadanya adalah hadiah dan setiap hadiah dan sedekah adalah hibah dalam
arti bahasa dan tidak semua hibah adalah sedekah dan hadiah
41
. Namun jika seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk
dimanfaatkan tetapi bukan sebagai hak milik maka disebut pinjaman, jika pemberian itu disertai imbalan maka disebut jual beli.
Dalam prakteknya ternyata Nabi Muhammad shallallahu’alahi wa sallam dan sahabatnya dalam memberi dan menerima hadiah tidak saja diantara sesama muslim
40
Sayyid sabiq jilid III op.cit hal 990
41
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fikh Muamalah Sistem Transaksi Dalam Fikh Islam, jakarata , Amzah, cetakan pertama 2010 hal 438
Universitas Sumatera Utara
30
tetapi juga dari atau kepada orang lain yang berbeda agama, bahkan dengan orang bukan muslim
42
sekalipun. Hibah yang berfungsi sebagai fungsi sosial yang dapat diberikan kepada siapa
saja tanpa memandang ras, agama, kulit dan lain-lain. Hibah ini dapat dijadikan sebagai solusi dalam permasalahan warisan. Kenyataannya fungsi hibah yang
sebenarnya merupakan suatu pemupukan tali silaturahmi akan tetapi banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam harta yang dihibahkan, sehingga
fungsi dari hibah yang sebenarnya tidak berjalan dengan sesuai. Hibah dalam Hukum Islam dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan,
bahkan telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam, pemberian harta berupa harta tidak bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan
suatu dokumen tertulis. Akan tetapi jika selanjutnya, bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam
tulisan
43
. Jika pemberian tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis tersebut terdapat 2
dua macam, yaitu : a.
Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan, jika isinya hanya menyatakan telah terjadinya pemberian.
b. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan, jika surat itu merupakan alat dari
penyerahan pemberian itu sendiri, artinya apabila pernyataan penyerahan benda yang bersangkutan kemudian disusul oleh dokumen resmi tentang pemberian,
maka yang harus didaftarkan
44
.
42
Lihat sayyid sabiq op.cit hal 985
43
Mu Al-Adab Al-Mufrud, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1990, hal.180.
44
Eman Suparman, Op.Cit.1995, hal. 74-75.
Universitas Sumatera Utara
31
Mazhab Syafi’i memberikan beberapa pengertian tentang pengertian khusus dan pengertian umum hibah sebagai berikut :
45
1 Memberikan hak memiliki suatu benda dengan tanpa ada syarat harus mendapat
imbalan ganti, pemberian dilakukan pada saat pemberi masih hidup. Benda yang dimiliki yang akan diberikan itu adalah sah milik pemberi.
2 Memberikan hak memiliki suatu zat materi dengan tanpa mengharapkan imbalanganti. Pemberian semata – mata hanya diperuntukkan kepada orang
yang diberi mauhublah. Artinya, pemberi hibah hanya ingin menyenangkan orang yang diberinya tanpa mengaharapkan adanya pahala dari Allah Subhanahu
wa ta’ala. Hibah dalam arti umum dapat diartikan sebagai sedekah. Pemberian sifatnya sunah yang dilakukan dengan ijab dan kabul waktu orang yang memberi
masih hidup. Pemberian tidak dimaksudkan untuk mendapatkan pahala dari Allah atau karena menututp kebutuhan orang yang diberikannya
Kompilasi Hukum Islam tidak terlalu banyak memberikan pengaturan mengenai hibah, yakni dalam Pasal 210 sampai dengan Pasal 214 dan sebelumnya
dalam Pasal 171 butir g. Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI dalam Pasal 171:g mendefinisikan
hibah sebagai berikut : “Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan
dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki”.
46
45
M.Idris Ramulyo. 2004. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam denganKewarisan Kitab Undang undang Hukum perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 116
Universitas Sumatera Utara
32
Kata “yang masih hidup”, mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan hak milik itu berlaku semasa hidup. Dan bila beralih sesudah matinya yang berhak,
maka disebut wasiat, tanpa imbalan, berarti itu semata-mata kehendak sepihak tanpa mengharapkan apa-apa
47
. Definisi definisi di atas sedikit berbeda, akan tetapi pada intinya sama, yaitu
hibah merupakan pemberian sesuatu kepada orang lain atas dasar sukarela tanpa imbalas atau balasan.
Namun Hasballah Thaib dalam hal ini mengatakan bahwa ada 3 tingkatan dalam hal membalas hibah seseorang:
1. pemberian seseorang kepada yang lebih rendah dari dirinya, seperti pemberian seorang majikan kepada pembantunyadengan maksud ingin menghormatri dan
mengasihinya, pemberian yang demikian tidak menghendaki balasan 2. pemberian orang kecil kepada orang besar untuk mendapatkan kebutuhan dan
manfaat 3. pemberian dari seseorang kepada orang lain yang setingkat dengannya.
Pemberian ini mengandung makna kecintaan dan pendekatan. Dikatakan pula bahwa pemberian yang demikian wajib dibalas. Adapun apabila seseorang
diberi hadiah
dan disyaratkan
untk membalasnya
maka ia
wajib membalasnya
48
.
46
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet, ke-1, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992, hlm. 156.
47
Amir Syarifudin, Pelaksana Hukum Waris Islam dalam Lingkungan Minangkabau, Jakarta: Gunung Agung, 1985, hal. 252.
48
M. Haballah Thaib, Perbandingan Mazhab dalam Hukum Islam , 1999, Pascasarjana USU, Medan hal 135 dan dapat dilihat dalam Fiqh Sunnah hal 422.
Universitas Sumatera Utara
33
Adapun bentuk bentuk macam hibah lainnya yaitu
49
: 1.
Hibah barang 2.
Hibah manfaat Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang
mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada harapan apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
sebagainya. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan
harta tersebut atau manfaat barang yang dihibahkan itu, namun zat harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si
penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu hibah muajjalah dan hibah seumur hidup al-amri. Hibah
muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman ariyah karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
Kemudian, jika dikaitkan dengan pembatalan hibah maka, jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh menarik kembali hibah yang telah diberikan. Hal ini
berdasarkan hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas, beliau berkata, Rasulullah bersabda:
”menarik kembali hibah itu adalah seperti anjing yang muntah, kemudian menjilat kembali muntahnya tersebut”.
49
Ibnu Rusy, Bidayatul Mujtahid, Juz II, Mustofa al Baby Halaby wa Auladuh, Cairo, Mesir cetakan ke -2 1960, hal 249.
Universitas Sumatera Utara
34
2. Pengertian harta dalam Hukum Islam