Masa neonatus merupakan waktu yang sangat rentan, di mana terdapat banyak penyesuaian fisiologis yang diperlukan untuk kehidupan ekstrauteri. Banyak masalah
khusus pada bayi baru lahir yang terkait dengan adaptasi yang buruk, seperti: asfiksia, kelahiran prematur, anomali kongenital, dan pengaruh-pengaruh proses persalinan
yang merugikan. Oleh sebab itu, pemeriksaan fisik dan perawatan rutin perlu diperlukan sejak bayi dilahirkan Needlman, 2000.
Pemeriksaan fisik bayi baru lahir dilakukan minimal tiga kali, yaitu saat lahir, pemeriksaan 24 jam di ruang perawatan, dan saat pulang. Beberapa pemeriksaan fisik
bayi baru lahir yang harus dicatat adalah lingkar kepala, berat badan, panjang badan, kelainan fisik yang ditemukan, frekuensi nafas, frekuensi nadi, serta keadaan tali
pusat Suradi, 2008. Menurut Gross dkk. 1978 dan Dolk 1991 dalam Bateman dan Chiriboga
2000, ukuran kepala kecil saat kelahiran bayi IUGR Intrauterine Growth Retardation merupakan faktor penting dalam memprediksi perkembangan neurologi
yang buruk. Terdapat bukti bahwa pertumbuhan otak yang terganggu pada masa janin dan bayi dapat mengarah pada fungsi kognitif yang lebih buruk di masa anak-anak.
Namun, efek dari kecepatan pertumbuhan otak setelah masa bayi masih belum diketahui Lundgren dkk., 2001 dan Gale dkk., 2004 dalam Gale dkk.,2006.
Berdasarkan uraian dari berbagai data dan penelitian di atas, penulis menyadari bahwa kondisi kehamilan seorang ibu sangat berperan penting pada perkembangan
janin. Kondisi janin selama kehamilan akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayi, anak, bahkan pada tahap tumbuh-kembang selanjutnya. Oleh
sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan lingkar kepala bayi baru lahir.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan lingkar kepala bayi baru lahir?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan lingkar kepala bayi baru lahir di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik kadar hemoglobin pada ibu hamil di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui karakteristik lingkar kepala pada bayi baru lahir di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan masukan kepada RSUP H. Adam Malik Medan, sebagai
pemberi pelayanan kesehatan, agar lebih meningkatkan pelayanan dalam mencegah dan menata laksana anemia pada ibu hamil.
2. Agar pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat semakin menyadari
peran penting asuhan prenatal pada ibu hamil. 3.
Agar pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat dapat mengetahui dampak dari anemia pada kehamilan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. 4.
Untuk menjadi bahan masukan atau referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perubahan Hematologis pada Kehamilan
Adaptasi anatomis, fisiologis, dan biokimiawi terhadap kehamilan sangat besar. Banyak dari perubahan-perubahan tersebut segera terjadi setelah fertilisasi dan
berlanjut selama kehamilan. Sebagian besar adaptasi pada kehamilan terjadi sebagai respons terhadap rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh janin.
Salah satu perubahan yang terjadi selama kehamilan adalah perubahan hematologis. Perubahan pada sistem ini berupa peningkatan volume darah ibu,
penurunan hemoglobin dan hematokrit, peningkatan kebutuhan besi, perubahan pada leukosit dan sistem imunologis, serta kehilangan darah yang terjadi selama
proses kelahiran Cunningham dkk., 2006.
2.1.1. Volume Darah
Volume darah ibu meningkat secara nyata selama kehamilan. Tingkat ekspansi sangat bervariasi, di mana pada beberapa wanita hanya terjadi
peningkatan sedang dan pada wanita lain peningkatan hampir berlipat ganda. Peningkatan volume darah disebabkan oleh meningkatnya
plasma dan eritrosit. Peningkatan plasma biasanya lebih banyak daripada eritrosit pada sirkulasi ibu. Menurut Harstad dkk. 1992,
peningkatan kadar eritropoietin plasma ibu dan produksi tertinggi eritrosit setelah usia gestasi 20 minggu menyebabkan hiperplasia eritroid
sedang dalam sumsum tulang belakang, dan hitung retikulosit sedikit meningkat pada kehamilan normal. Pritchard 1965 menyatakan janin
tidak berperan penting dalam hipervolemia, sebab keadaan ini juga
Universitas Sumatera Utara
dapat terjadi pada beberapa wanita dengan mola hidatidosa Cunningham dkk., 2006.
Pada wanita normal, volume darah saat aterm meningkat kira-kira 40- 45 di atas volume saat tidak hamil. Volume darah ibu mulai
meningkat pada trimester pertama, bertambah cepat pada trimester kedua, kemudian naik dengan kecepatan yang lebih pelan pada trimester
ketiga untuk mencapai kecepatan konstan kondisi plateau pada beberapa minggu akhir kehamilan. Peningkatan progresif volume darah
terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8, dan mencapai puncak pada minggu ke-32 sampai ke-34. Volume darah akan kembali seperti semula
pada 2-6 minggu setelah persalinan Cunningham dkk., 2006; Sulin, 2009.
Menurut Cunningham dkk. 2006 dan Sulin 2009, hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan mempunyai beberapa fungsi penting sebagai
berikut: 1.
Untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar dan sistem vaskuler yang hipertrofi.
2. Untuk melindungi ibu dan janin terhadap efek merusak dari
gangguan aliran balik vena pada posisi telentang dan berdiri tegak. 3.
Untuk menjaga ibu dari efek samping kehilangan darah selama persalinan.
2.1.2. Konsentrasi Hemoglobin dan Hematokrit
Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit menurun selama kehamilan normal walaupun terdapat peningkatan eritropoiesis. Jika
dibandingkan dengan peningkatan volume plasma, peningkatan volume eritrosit sirkulasi tidak begitu banyak, sekitar 450 ml atau 33.
Universitas Sumatera Utara
Akibatnya, viskositas darah secara keseluruhan menurun Cunningham dkk., 2006.
Konsentrasi hemoglobin tertinggi terdapat pada trimester pertama, mencapai nilai terendah pada trimester kedua, dan mulai meningkat
kembali pada trimester ketiga. Konsentrasi hemoglobin rata-rata adalah 12,73 ± 1,14 gdl pada trimester pertama, 11,41 ± 1,16 gdl pada
trimester kedua, dan 11,67 ± 1,18 gdl pada trimester ketiga James dkk., 2008.
Pada sebagian besar wanita, konsentrasi hemoglobin di bawah 11,0 gdl, terutama di akhir kehamilan, dianggap abnormal dan biasanya lebih
berhubungan dengan defisiensi besi daripada hipervolemia gravidarum Sulin, 2009.
2.1.3. Metabolisme Besi
Peningkatan volume eritrosit dan massa hemoglobin selama kehamilan berhubungan dengan jumlah besi yang tersedia dari cadangan besi dalam
tubuh ibu hamil. Rata-rata volume total eritrosit meningkat sekitar 450 ml dalam sirkulasi, di mana dalam 1 ml eritrosit normal terkandung 1,1
mg besi. Dari 1000 mg kebutuhan besi pada kehamilan, sekitar 300 mg ditransfer secara aktif ke janin dan plasenta, serta sekitar 200 mg hilang
di sepanjang jalur ekskresi normal. Keadaan ini tetap terjadi walaupun ibu kekurangan zat besi. Bila zat besi tersebut tersedia, 500 mg besi
lainnya akan digunakan dalam eritrosit. Akibatnya, semua zat besi akan terpakai selama paruh akhir kehamilan dan dibutuhkan zat besi yang
cukup besar selama paruh kedua kehamilan. Pritchard dan Scott 1970 menuliskan kebutuhan zat besi selama paruh kedua kehamilan tersebut
sekitar 6-7 mghari. Dalam keadaan tidak ada zat besi suplemental, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit turun cukup besar saat volume
Universitas Sumatera Utara
darah ibu bertambah, meskipun absorpsi zat besi dari traktus gastrointestinal tampak meningkat. Pada ibu dengan anemia defisiensi
berat, produksi hemoglobin dalam janin tidak akan terganggu. Hal ini disebabkan perolehan besi dari plasenta ibu cukup untuk menghasilkan
kadar hemoglobin normal untuk janin Cunningham dkk., 2006.
2.1.4. Fungsi Leukosit dan Sistem Imunologis
Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat sekitar 5.000- 12.000µl. Pada saat kelahiran dan masa nifas, jumlah leukosit mencapai
puncak, yaitu antara 14.000-16.000µl. Distribusi tipe sel juga berubah selama kehamilan. Pada awal kehamilan, aktivitas leukosit alkalin
fosfatase dan C-Reactive Protein CRP meningkat. Selain itu, reaktan serum akut dan Erythrocyte Sedimentation Rate ESR meningkat akibat
dari peningkatan plasma globulin dan fibrinogen. Pada trimester ketiga kehamilan, jumlah granulosit dan limfosit CD8 T meningkat, tetapi
limfosit dan monosit CD4 T menurun Sulin, 2009.
2.1.5. Kehilangan Darah
Pada mayoritas wanita, separuh dari eritrosit yang ditambahkan ke sirkulasi ibu selama masa kehamilan akan hilang saat pelahiran per
vaginam normal sampai beberapa hari setelahnya. Kehilangan ini terjadi melalui tempat implantasi plasenta, plasenta, episiotomi atau laserasi,
dan lokia. Pritchard 1965 dan Ueland 1976 menyatakan sekitar 500- 600 ml darah prapelahiran akan hilang saat kelahiran per vaginam bayi
tunggal sampai setelahnya. Sedangkan, sekitar 1000 ml darah hilang pada seksio sesarea dan pelahiran per vaginam bayi kembar
Cunningham dkk., 2006.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Anemia pada Kehamilan
2.2.1. Definisi dan Kriteria Anemia
Secara fungsional, anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsi untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia bukan suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi gejala dari berbagai jenis
penyakit yang mendasari Bakta, 2007. Parameter penurunan jumlah massa eritrosit adalah kadar hemoglobin,
hematokrit, dan hitung retikulosit. Umumnya, ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Kadar hematokrit dan hemoglobin adalah parameter
yang paling lazim dipakai Bakta, 2007. Umumnya, ibu hamil dinyatakan anemia jika kadar hemoglobin 11,0
gdl atau hematokrit 33 World Health Organization, 2008; Abdulmuthalib, 2009.
CDC membuat nilai batas hemoglobin dan hematokrit khusus berdasarkan trimester kehamilan Abdulmuthalib, 2009.
Tabel 2.1. Nilai Batas Anemia Berdasarkan Trimester Kehamilan Status Kehamilan
Hemoglobin gdl Hematokrit
Tidak hamil 12,0
36 Kehamilan Trimester I
11,0 33
Kehamilan Trimester II 10,5
32 Kehamilan Trimester III
11,0 33
Dikutip dari Abdulmuthalib, 2009
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Epidemiologi Anemia
Anemia terdapat pada 1,62 juta jiwa di dunia 95 CI: 1,50-1,74 juta, yaitu mencapai 24,8 populasi dunia 95 CI: 22,9-26,7. Anak-anak
yang belum bersekolah, ibu hamil, dan wanita tanpa kehamilan di Asia Tenggara merupakan kelompok yang paling banyak mengalami anemia,
sebanyak 315 juta jiwa 95 CI: 291-340 juta. Prevalensi anemia saat kehamilan tahun 1993-2005 mencakup 41,8 populasi penderita anemia
di dunia 95 CI: 39,9-43,8, yaitu sebanyak 56 juta jiwa penduduk dunia 95 CI: 54-59 juta. Lebih dari 80 negara di dunia mengalami
masalah kesehatan masyarakat sedang ke berat akibat anemia pada ibu hamil World Health Organization, 2008.
2.2.3. Etiologi Anemia
Pada dasarnya, anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang, kehilangan darah dari tubuh
perdarahan, ataupun proses penghancuran eritrosit sebelum waktunya hemolisis. Anemia juga terdapat pada penyakit yang mendasarinya,
seperti: infeksi parasit, malaria, keganasan, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya Bakta, 2007; World Health Organization, 2008.
Pada kehamilan, penyebab tersering anemia adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Penyebab mendasar anemia nutrisional berupa asupan gizi tidak
terpenuhi, absorpsi tidak adekuat, peningkatan kehilangan zat gizi, peningkatan kebutuhan, dan utilisasi nutrisi hemopoietik berkurang.
Sekitar 75 anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi. Selain itu, defisiensi asam folat dan vitamin B12 juga merupakan
penyebab yang sering ditemui. Walaupun begitu, defisiensi nutrisi juga dapat terjadi multipel dengan infeksi, gizi buruk, ataupun kelainan
herediter Abdulmuthalib, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Klasifikasi Anemia
Abdulmuthalib 2009 menuliskan klasifikasi anemia sebagai berikut: 1.
Anemia defisiensi besi Gambaran anemia defisiensi besi berupa eritrosit mikrositik
hipokrom, serta ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, saturasi transferin, dan konsentrasi hemoglobin atau
hematokrit.
2. Anemia defisiensi asam folat
Pada kehamilan, defisiensi asam folat dan vitamin B12 merupakan penyebab anemia megaloblastik. Gangguan sintesis DNA juga
menyebabkan anemia megaloblastik.
3. Anemia aplastik
Anemia aplastik dapat terjadi berulang pada beberapa kasus kehamilan dan eksaserbasi membaik setelah terminasi kehamilan
pada kasus lainnya.
4. Anemia penyakit sel sabit
Selama kehamilan, anemia sel sabit disertai dengan peningkatan insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan ante
partum, prematuritas, dan kematian janin.
2.2.5. Dampak Anemia pada Kehamilan
Anemia pada kehamilan dapat memberikan dampak yang buruk pada ibu dan janin, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Infeksi maternal
Menurut Hooton dkk. 1996, anemia pada kehamilan memperburuk fungsi imunitas dengan mempengaruhi proliferasi limfosit T dan B,
yang menyebabkan penurunan aktivitas fagosit, neutrofil, bakterisidal, dan sel NK Natural Killer. Stamey dkk. 1975
menyatakan indeks stimulasi limfosit mengalami penurunan pada wanita anemia Lone dkk., 2004.
Amici dkk. 1999 dalam Lone dkk. 2004 menyatakan infeksi maternal selama kehamilan merupakan faktor risiko bayi lahir
prematur. Lin dkk. 1998 dan Vandenbosche dkk. 1998 dalam Haram dkk. 2007 menyatakan infeksi maternal menyebabkan 5-
10 IUGR Intrauterine Growth Retardation.
2. Prematuritas
Anemia dapat menyebabkan kelahiran prematur secara langsung ataupun tidak langsung, yang berhubungan dengan peningkatan
risiko infeksi. Kurki dkk. 1992 menyatakan efek langsung anemia berhubungan dengan peningkatan sintesis CRH Corticotrophin-
Releasing Hormone sebagai akibat dari hipoksia jaringan. Menurut Mikhail dkk. 1995, peningkatan CRH Corticotrophin-Releasing
Hormone menginduksi stress maternal dan janin, yang merupakan faktor risiko kelahiran prematur dan hipertensi diinduksi kehamilan
Lone dkk., 2004.
3. Bayi Berat Lahir Rendah BBLR
Steer dkk. 1995 dalam Lone dkk. 2004 menuliskan anemia berat 8 gdl berhubungan dengan penurunan berat lahir bayi, di mana
Universitas Sumatera Utara
lebih rendah 200-400 g daripada ibu hamil dengan kadar hemoglobin lebih tinggi 10 gdl.
Scholl dkk. 1992 dalam Haram dkk. 2007 menyatakan anemia defisiensi besi meningkatkan insidensi BBLR Bayi Berat Lahir
Rendah sebanyak tiga kali. Lone dkk. 2004 menyatakan defisiensi besi menstimulasi produksi CRH Corticotrophin-Releasing
Hormone. Menurut Allen 2001 dalam Haram dkk. 2007 CRH
Corticotrophin-Releasing Hormone janin meningkatkan produksi kortisol dan kerusakan oksidatif pada eritrosit, yang dapat
menghambat pertumbuhan janin.
4. Mortalitas
Anemia selama kehamilan meningkatkan risiko mortalitas pada intrauterin dan perinatal. Umumnya, keadaan ini berhubungan
dengan prematuritas dan sepsis Lone dkk., 2004.
2.3. Embriologi Tengkorak
2.3.1. Proses Pembentukan Tengkorak
Menurut Sadler 2000, tengkorak terbagi atas dua bagian, yaitu: 1.
Neokranium Neokranium adalah bagian pembentuk batok pelindung di sekitar
otak. Neokranium terdiri atas dua bagian, meliputi: a.
Neokranium membranosa Neokranium membranosa terdiri atas tulang-tulang pipih yang
mengelilingi otak sebagai suatu kubah. Perkembangan atap dan sebagian besar sisi tulang tengkorak berasal dari sel-sel krista
Universitas Sumatera Utara
neuralis, sedangkan daerah oksipital dan bagian posterior rongga mata berasal dari mesoderm paraksial. Kedua sumber ini
memiliki mesenkim yang membungkus otak dan mengalami penulangan membranosa. Akibatnya, terbentuk sejumlah tulang
pipih membranosa yang ditandai dengan spikula-spikula tulang berbentuk seperti jarum. Spikula menyebar dari pusat
penulangan primer ke arah tepi secara progresif. Pada pertumbuhan masa janin dan setelah kelahiran, tulang
membranosa membesar dengan perlekatan lapisan-lapisan baru pada permukaan luar yang diikuti oleh resorpsi osteoklastik dari
arah dalam.
b. Neokranium kartilaginosa atau kondrokranium
Neokranium kartilaginosakondrokranium merupakan bagian yang membentuk tulang-tulang dasar tengkorak. Awalnya,
bagian ini terdiri dari beberapa kartilago yang terpisah-pisah. Kartilago yang terletak di depan batas rostral korda dorsalis dan
berakhir setinggi kelenjar hipofisis di tengah sella tursika, berasal dari sel-sel krista neuralis dan membentuk
kondrokranium parakordal. Kartilago yang terletak di sebelah posterior batas tersebut berasal dari mesoderm paraksial dan
membentuk kondrokranium kordal. Apabila kartilago-kartilago ini menyatu dan mengalami penulangan endokondral, maka
terbentuk dasar tengkorak. Dasar tulang oksipital terbentuk oleh kartilago parakordal dan
korpus tiga sklerotom oksipital. Pada bagian rostal lempeng dasar oksipital, terdapat kartilago hipofisis dan trabekula kranii.
Kartilago-kartilago ini segera menyatu untuk membentuk korpus
Universitas Sumatera Utara
tulang sfenoid dan ethmoid. Akibatnya, terbentuk suatu lempeng kartilago median yang berjalan dari daerah nasal sampai tepi
depan foramen magnum. Lempeng kartilago median tersebut mengalami sejumlah
kondensasi mesenkim di bagian kanan dan kiri. Bagian paling rostral, ala orbitalis, membentuk ala minor tulang sfenoid. Ala
minor tulang sfenoid diikuti oleh ala temporalis ke arah kaudal, dan membentuk ala magna tulang sfenoid. Terdapat juga kapsula
periotik yang membentuk pars petrosa dan pars mastoidea ossis temporalis. Bagian-bagian ini menyatu dengan lempeng median
satu sama lain, kecuali bagian lubang tempat saraf otak meninggalkan tengkorak.
2. Viserokranium Viserokranium adalah bagian pembentuk kerangka wajah.
Mesenkim untuk pembentukan tulang-tulang wajah, termasuk tulang hidung dan tulang mata os. lakrimalis, berasal dari sel-sel krista
neuralis. Viserokranium terutama dibentuk oleh dua lengkung faring pertama.
Salah satu lengkung tersebut membentuk bagian dorsal, yaitu prosesus maksillaris. Prosesus maksillaris berjalan ke depan, di
bawah daerah mata, dan membentuk os. maksilaris, os. zigomatikum, dan sebagian os. temporalis. Sedangkan, lengkung
lainnya membentuk bagian ventral, yaitu prosesus mandibularis. Bagian ini mengandung kartilago Meckel. Mesenkim di sekitar
kartilago Meckel memadat, menghilang, dan mengalami penulangan membranosa sehingga membentuk mandibula. Kartilago Meckel
tidak menghilang pada ligamentum sfenomandibularis. Ujung dorsal
Universitas Sumatera Utara
prosesus mandibularis dan lengkung faring kedua membentuk inkus, malleus, dan stapes.
2.3.2. Tengkorak Bayi Baru Lahir
Tengkorak bayi baru lahir memiliki besar kranium yang relatif tidak seimbang dengan wajah, bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Tulang-tulang tengkorak bersifat licin dan unilaminar. Hampir semua tulang mengalami proses osifikasi yang belum selesai pada saat
kelahiran Snell, 2006. Pada waktu lahir, tulang-tulang pipih tengkorak dipisahkan satu sama
lain oleh sutura. Sutura merupakan perekat tipis dari jaringan ikat, yang berasal dari krista neuralis. Tempat pertemuan lebih dari dua tulang
sutura yang lebar dikenal sebagai ubun-ubun fontanella. Ubun-ubun yang paling tampak adalah ubun-ubun besar fontanella anterior. Ubun-
ubun ini terdapat pada pertemuan dua tulang parietal di belakang dan dua tulang frontalis di depan Sadler, 2000. Menurut Snell 2006,
membran fibrosa membentuk dasar fontanella anterior dan akan digantikan oleh tulang. Pada usia 18 tahun, fontanella anterior akan
menutup. Selain fontanella anterior, terdapat fontanella posterior di antara dua
tulang parietal di depan dan tulang oksipitalis di belakang. Pada akhir tahun pertama, fontanella posterior biasanya menutup dan tidak dapat
dipalpasi lagi Snell, 2006. Sutura dan ubun-ubun memungkinkan tulang-tulang tengkorak saling
bertumpang tindih proses molase selama kelahiran bayi. Setelah bayi lahir, tulang-tulang membranosa segera bergerak kembali ke posisi asal
sehingga tengkorak tampak besar dan bulat. Namun, beberapa sutura dan ubun-ubun tetap tampak seperti membran setelah kelahiran.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan tulang-tulang kubah yang berlangsung setelah bayi lahir terutama diakibatkan oleh pertumbuhan otak Sadler, 2000.
2.4. Pemeriksaan Antropometri Lingkar Kepala
Lingkar kepala diukur secara rutin pada bayi dengan usia kurang dari 2 tahun. Pengukuran rutin dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab yang
mempengaruhi pertumbuhan otak. Pengukuran lingkar kepala berkala lebih bermakna daripada pengukuran sewaktu Matondang dkk., 2009.
Menurut Soetjiningsih 1995, lingkar kepala dapat mencerminkan volume intrakranial. Menurut Bhushan dan Paneth 1991 serta Martins dan Lyons-
Jones 1994 dalam Miles dkk. 2000, lingkar kepala merupakan indeks yang berperan dalam menilai tumbuh-kembang otak dan inteligensi, serta untuk
mengetahui kelainan yang diderita seseorang. Dalam mendiagnosis, pemeriksaan lingkar kepala harus diikuti dengan
memperhatikan gejala-gejala klinis yang menyertai Soetjiningsih, 1995.
2.4.1. Pertumbuhan Lingkar Kepala Bayi dan Anak
Saat lahir, lingkar kepala bayi sekitar 34-35 cm. Pada 6 bulan pertama kehidupan, terjadi pertumbuhan lingkar kepala terbesar sehingga
mencapai 43-45 cm. Ukuran lingkar kepala sekitar 47 cm pada usia 1 tahun dan sekitar 49 cm pada usia 2 tahun. Pada usia 6 tahun, lingkar
kepala bertambah sekitar 6 cm dari ukuran lingkar kepala saat usia 2 tahun. Semakin lama, pertambahan ukuran lingkar kepala semakin
sedikit. Saat dewasa, ukuran lingkar kepala mencapai 54-55 cm Soetjiningsih, 1995; Matondang dkk., 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Lingkar Kepala
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lingkar kepala bayi dan anak, meliputi:
1. Tumbuh-kembang otak Pertumbuhan tulang kepala bergantung pada pertumbuhan otak.
Apabila otak tidak berkembang dengan normal, maka kepala akan lebih kecil dari normal. Keadaan ini disebut dengan mikrosefal.
Mikrosefal merupakan tanda retardasi mental. Namun, apabila terdapat sumbatan pada aliran cairan serebrospinal, maka volume
kepala meningkat dan lingkar kepala akan lebih besar dari normal. Keadaan ini disebut dengan makrosefal Soetjiningsih, 1995;
Hidayat, 2009.
2. Faktor maternal
Pada penelitian terhadap BBLR Bayi Berat Lahir Rendah, albumin maternal memiliki korelasi positif terhadap lingkar kepala bayi baru
lahir. Sebaliknya, berat badan, IMT Indeks Massa Tubuh, dan fibronektin maternal memiliki korelasi negatif dengan lingkar kepala
bayi baru lahir Mohsen dan Wafay, 2007.
3. Status gizi
Lingkar kepala dipengaruhi oleh status gizi anak sampai pada usia 36 bulan Matondang dkk., 2009.
2.4.3. Cara Pengukuran Lingkar Kepala
Lingkar kepala diukur dengan menggunakan pita metal fleksibel. Pengukuran tidak menggunakan pita kain karena mudah meregang dan
memberi nilai yang salah Matondang dkk., 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran dilakukan pada lingkar kepala terbesar dengan meletakkan pita melingkari kepala secara kencang, melalui glabela pada dahi, bagian
atas alis mata, bagian atas kedua telinga, dan protuberansia oksipitalis. Protuberansia oksipitalis merupakan bagian belakang kepala yang paling
menonjol Matondang dkk., 2009.
2.4.4. Penilaian dan Interpretasi Lingkar Kepala
Menurut Matondang dkk. 2009, penilaian lingkar kepala dilakukan dengan memetakan hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala
Nellhaus 1968. Interpretasi lingkar kepala berdasarkan grafik lingkar kepala Nellhaus
1968 adalah: a.
Lingkar kepala -2 SD menunjukkan mikrosefal. b.
Lingkar kepala +2 SD menunjukkan makrosefal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Grafik Lingkar Kepala Nellhaus pada Anak Laki-Laki Dikutip dari Matondang dkk., 2009
Gambar 2. Grafik Lingkar Kepala Nellhaus pada Anak Perempuan Dikutip dari Matondang dkk., 2009
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep penelitian ini adalah: Variabel Independen
Variabel Dependen
3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, yang dibentuk oleh eritrosit dan berkembang di dalam sumsum tulang
belakang. Pada penelitian ini, data kadar hemoglobin ibu hamil diambil sebagai data sekunder dari rekam medis. Berdasarkan World Health
Organization 2008, seorang ibu hamil dinyatakan anemia apabila kadar hemoglobin 11,0 gdl.
Kategori : ibu hamil normal Hb
≥ 11,0 gdl ibu hamil anemia Hb 11,0 gdl
Skala Pengukuran : numerik
3.2.2. Ibu Hamil
Ibu hamil adalah ibu yang mengandung janin selama 37-42 minggu, dan mengalami perubahan anatomis maupun fisiologis selama masa tersebut.
Kehamilan normal harus dibedakan dengan kehamilan ektopik dan keganasan.
Kadar Hemoglobin Ibu Hamil
Lingkar Kepala Bayi Baru Lahir
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Lingkar Kepala
Pada penelitian ini, data lingkar kepala bayi baru lahir diambil sebagai data sekunder dari rekam medis. Berdasarkan grafik lingkar kepala
Nellhaus 1968, lingkar kepala normal berada di antara -2 SD dan +2 SD. Lingkar kepala di atas +2 SD disebut makrosefal, sedangkan lingkar
kepala di bawah -2 SD disebut mikrosefal. Lingkar kepala normal bayi baru lahir, baik laki-laki maupun perempuan, adalah 32-37 cm.
Kategori : bayi mikrosefal lingkar kepala 32 cm
bayi normosefal lingkar kepala 32-37 cm bayi makrosefal lingkar kepala 37 cm
Skala Pengukuran : numerik
3.2.4. Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru mengalami transisi dari lingkungan intrauteri ke lingkungan ekstrauteri, di mana masa ini
dihitung mulai saat bayi dilahirkan sampai dengan 24 jam pertama setelah kelahiran.
3.3. Hipotesis
Ada hubungan antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan lingkar kepala bayi baru lahir.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional, di mana pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada
satu saat.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Agustus 2010 di Sub Bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan di
rumah sakit tersebut karena RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan di kota Medan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua ibu hamil yang melahirkan bayi di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan.
Kriteria inklusi populasi penelitian adalah: 1.
Wanita dengan usia 20-40 tahun 2.
Kehamilan trimester III minggu ke-28 sampai ke-40 3.
Melahirkan bayi aterm 37-42 minggu kehamilan Kriteria eksklusi penelitian adalah ibu hamil dengan janin multipel.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah anggota dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah consecutive sampling. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan
memasukkan setiap data yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi ke dalam penelitian hingga mencapai jumlah data yang
diperlukan di dalam kurun waktu tertentu Sastroasmoro, 2010.
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus estimasi proporsi berikut Madiyono dkk., 2010:
di mana: n = jumlah sampel α = tingkat kemaknaan; pada penelitian α = 0,05 95 CI
Zα = nilai distribusi normal baku tabel Z pada α tertentu, pada penelitian Zα = 1,96
P = proporsi kejadian atau keadaan yang dicari; pada penelitian P = 0,44
World Health Organization, 2008 Q = 1-P = 1-0,44 = 0,56
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki; pada penelitian d = 0,15
Universitas Sumatera Utara
n = 42 Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 42.
Sampel yang diambil sebanyak 45 orang.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data kadar hemoglobin ibu hamil dan data lingkar kepala bayi baru lahir diambil sebagai data sekunder dari rekam medis periode
September 2009 sampai dengan Agustus 2010 di Sub Bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data