EVALUASI GERAKAN SAYANG IBU (Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta)
commit to user
i
EVALUASI GERAKAN SAYANG IBU
( Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta)
Disusun oleh : Nama : Tiyas Nur Haryani
NIM : D0107099
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
commit to user
ii
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N., M.Si NIP. 196108251986012001
(3)
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
(4)
commit to user
iv
MOTTO
Á Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Q.S Al-Baqarah: 153)
Á Yakin, Usaha, Sampai (Himpunan Mahasiswa Islam)
Á Ini soal kuat tidaknya menghadapi tantangan dan tekanan (Ariyati Kartika)
Á At least, aku sudah berusaha (Rut Dian Sandra) Á Jika yang lain bisa, aku pun harus bisa (Penulis) Á Nothing to lose ( M. Fadly Mubarok)
(5)
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya tugas akhir jenjang Strata 1 ini saya persembahkan untuk:
Ã
Masa depankuà Ibu, Ayah dan Adikku tercinta atas doa dan semua dukungannya yang selalu mengiringi setiap langkahku dan tujuanku
à Segenap keluarga besar Samsu Harso Wiyono dan Suyatmin, atas dukungan yang selama ini telah diberikan
(6)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim
Puji syukur atas segala nikmat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Evaluasi Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta). Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada:
1. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini;
2. Rina Herlina Haryani, S.Sos, M.Si, selaku pembimbing akademik yang
turut memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama proses belajar dan penyusunan skripsi ini;
3. Rino A. Nugroho, S.Sos, M. TI yang telah memberikan dukungan moril,
bimbingan dalam skripsi ini, dan banyak pengalaman kepada penulis selama proses belajar di Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS;
4. Staf Kesmas Kecamatan Banjarsari dan seluruh Kader Gerakan Sayang
Ibu (GSI) serta masyarakat sasaran GSI di wilayah Kecamatan Banjarsari yang berkenan memberikan informasi kepada penulis;
5. Ibu, Bapak, Adikku yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat,
(7)
commit to user
vii
6. Keluarga besar mahasiswa Ilmu Administrasi Negara khususnya angkatan
2007 terimakasih untuk kebersamaan dan berbagi ilmunya dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini;
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut
memberikan dukungan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan pada diri penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun penulis harapkan demi perbaikan ke depannya. Sebagai kata penutup, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang menggunakan hasil penelitian ini.
Surakarta, Juli 2011
(8)
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………...………... i
HALAMAN PERSETUJUAN ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….………... iii
MOTTO ………...………... iv
PERSEMBAHAN ………...………... v
KATA PENGANTAR ……….………... vi
DAFTAR ISI ………...………... viii
DAFTAR GAMBAR ………..………... x
DAFTAR TABEL ………...………... xi
ABSTRAK ………..………... xiii
ABSTRACT ………... xiv
BAB I PENDAHULUAN …………...………... 1
A. Latar Belakang ……..………... 1
B. Rumusan Masalah ….………... 6
C. Tujuan Penelitian ………... 6
D. Manfaat Penelitian ……….………... 7
E. Tinjauan Pustaka ………... 7
1. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan ………... 7
2. Kebijakan-Kebijakan Strategis Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) 9 3. Faktor Elemen Dasar Keselamatan Ibu ……… 14
4. Evaluasi Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI) ………. 21
5. Relevansi Penelitian ………..………...… 30
6. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ………….…….…….. 34
7. Kerangka Berfikir ………..………...……… 35
F. Metode Penelitian ………...……….. 37
1. Jenis Penelitian ………..……….. 37
(9)
commit to user
ix
3. Jenis dan Sumber Data ………...…... 39
4. Desain Penelitian ………...……….. 40
5. Teknik Penarikan Sampel …………...……….. 41
6. Teknik Pengumpulan Data …..………... 42
7. Aspek yang Dianalisis ……….. 43
8. Validitas Data ……….………...…... 45
9. Teknik Analisis Data ……….………...…... 46
BAB II DESKRIPSI LOKASI ……….. 50
A. Situasi Umum ……….…….. 51
1. Kondisi Geografis ………...…... 51
2. Kondisi Demografis ………... 51
B. Situasi Khusus ………. 55
1. Kasus Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari ……… 55
2. Potensi Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan dan Pertolongan Persalinan di Kecamatan Banjarsari ……….……….. 56
3. Pendataan Ibu Hamil, Bersalin dan Nifas …………..………...……... 59
4. Deskripsi Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari ……… 60
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN …………...……… 63
A. Elemen Dasar Keselamatan Ibu ………... 64
1. Faktor Primer Keselamatan Ibu ………... 65
2. Faktor Sekunder Keselamatan Ibu ………... 84
B. Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta ……….…………... 99
BAB IV PENUTUP ……...………... 120
A. Kesimpulan ………...………... 120
B. Saran ………..………... 124 DAFTAR PUSTAKA
(10)
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kematian Maternal di Kota Surakarta………...…... 3
Gambar 1.2 Faktor- Faktor Sebab Kematian Ibu Maternal ………...…... 17
Gambar 1.3 Kerangka Berfikir ………...……… 36
Gambar 1.4 Aspek yang Dianalisis ………...…. 44
Gambar 1.5 Model Analisis Interaktif ……… 48
Gambar 2.1 Susunan Satgas Gerakan Sayang Ibu Tingkat Kecamatan ……….…….... 61
Gambar 3.1 Time Line Waktu Rujukan Kasus 104 ( Kel. Kadipiro) ………. 95
Gambar 3.2 Time Line Waktu Rujukan Kasus 103 ( Kel. Kadipiro) ………. 95
Gambar 3.3 Time Line Waktu Rujukan Kasus 106 ( Kel. Kadipiro) ………. 96
Gambar 3.4 Time Line Waktu Rujukan Kasus 102 ( Kel. Gilingan) ………. 96
Gambar 3.5 Kategori Pemetaan Ibu Hamil (Bumil) ………... 104
(11)
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender ……… 29
Tabel 1.2 Matrik Relevansi Penelitian Gerakan Sayang Ibu ………..…...…... 33
Tabel 1.3 Langkah-Langkah dan Output Hasil Analisis ……… 48
Tabel 1.4 Matrik Teknik Analisis Berdasarkan Aspek yang Dianalisis ………. 49
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ……… 52
Tabel 2.2 Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………. 53
Tabel 2.3 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Melek Huruf Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………. 54
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Kecamatan Banjarsari Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009 ……… 55
Tabel 2.5 Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …. 56 Tabel 2.6 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kecamatan Banjarsari ……… 57
Tabel 2.7 Jumlah dan Presentase Ibu Hamil Resiko Tinggi Dirujuk Menurut Puskesmas di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………...……... 58
Tabel 2.8 Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Kecamatan Banjarsari Menurut Puskesmas Tahun 2009 ……….. 59
Tabel 2.9 Jumlah Ibu Hamil Bersalin dan Nifas di Kecamatan Banjarsari Per Februari 2011 ……….. 60
Tabel 2.10 Pembentukan Satgas GSI Masing-Masing Kelurahan di Kecamatan Banjarsari Surakarta ………... 62
Tabel 3.1 Identifikasi Kasus Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 .. 64
Tabel 3.2 Profil Subyek dengan Riwayat Kehamilan dan Persalinan Buruk di Kecamatan Banjarsari ………. 69
Tabel 3.3 Identitas Ibu Meninggal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 …………. 72
(12)
commit to user
xii
Tabel 3.5 Penyebab Kematian, Tempat Kematian Ibu dan Penolong Persalinan
Kematian Ibu Maternal di Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ………….. 76
Tabel 3.6 Tingkat Pendidikan Ibu Bersalin Meninggal Menurut Puskesmas di
Kecamatan Banjarsari Tahun 2009 ……… 80
Tabel 3.7 Matrik Hasil Penelitian Faktor Primer Elemen Dasar Keselamatan Ibu … 97
Tabel 3.8 Matrik Hasil Penelitian Faktor Sekunder Elemen Dasar Keselamatan Ibu 98
Tabel 3.9 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kecamatan
Banjarsari ……… 101
Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Gender Kebijakan GSI di Kelurahan
Keprabon ……… 102
Tabel 3.11 Besaran Dana Sosial Bersalin (Dasolin) ………. 106 Tabel 3.12 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI oleh Petugas Antara Teori
dan Praktek ………. 108
Tabel 3.13 Karakteristik Responden ……… 109
Tabel 3.14 Kecenderungan Intensitas Pemeriksaan ANC, Pilihan Tempat Persalinan
dan Pemenuhan Gizi ………... 111
Tabel 3.15 Kecenderungan Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga ………… 112
Tabel 3.16 Kecenderungan Pola Relasi Gender Perawatan Kesehatan Kehamilan
dalam Keluarga ………... 113
Tabel 3.17 Kecenderungan Perencanaan Kehamilan oleh Keluarga ……… 115 Tabel 3.18 Kecenderungan Persiapan Kehamilan dan Persalinan dalam Keluarga …. 116 Tabel 3.19 Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Keluarga ……… 118
(13)
commit to user
xiii
ABSTRAK
Tiyas Nur Haryani. D0107099. Evaluasi Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Permasalahan kematian ibu maternal pada dasarnya tidak mencakup ranah medis saja, faktor non medis turut memberikan pengaruh sebab terjadinya kematian ibu. Indonesia telah mengupayakan berbagai hal untuk menurunkan AKI. Salah satunya melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI). Kota Surakarta tahun 2009, terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) secara tajam, hal tersebut
tidak luput adanya perbaikan sistem Audit Maternal Prenatal (AMP) di Kota
Surakarta, sehingga diusahakan seluruh kasus kematian ibu data dilacak dan dicatat. Tujuan penelitian yaitu melihat sebab kematian ibu dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan analisis kebutuhan gender praktis dan strategis dalam GSI di Kecamatan Banjarsari Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dukungan data
kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive area, Kota
Surakarta diambil karena pada tahun 2009 terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Kecamatan Banjarsari diambil karena dipandang memiliki AKI yang tinggi dibanding empat kecamatan yang lain.
Teknik pengumpulan data diperoleh melalui focus group discussion, wawancara
mendalam, dokumentasi dan observasi. Penentuan informan dilakukan dengan
teknik purposive sampling dan untuk penelitian survei dalam penelitian ini
menggunakan 30 responden, untuk memetakan kecenderungan pemenuhan kebutuhan gender. Validitas data menggunakan triangulasi data dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Teknik analisis gender dalam penelitian ini menggunakan model Moser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu maternal lebih disebabkan dari faktor primer yaitu berasal dari individu bersangkutan dan keluarga. Secara umum faktor sekunder, masyarakat dan pengelolaan program GSI dalam level kecamatan telah cukup membantu dalam upaya penurunan AKI, meskipun hasil lapangan membuktikan empati petugas yang juga terkait masalah kepekaan gender dalam kesehatan reproduksi ternyata jauh dari harapan. Pelaksanaan GSI baik di lingkup keluarga dan pengelolaan program memberikan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dengan dominasi pada kebutuhan praktis gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan strategis gender untuk ibu hamil, ibu bersalin dan nifas masih jauh dari yang diharapkan.
Kata kunci: Analisis Moser, Gerakan Sayang Ibu, Kematian Maternal, Kebutuhan Gender, Keselamatan Ibu.
(14)
commit to user
xiv
ABSTRACT
Tiyas Nur Haryani. D0107099. Evaluation of Gerakan Sayang Ibu (Study of Gender Needs in Gerakan Sayang Ibu at Banjarsari Surakarta). Faculty of Social and Political Sciences Sebelas Maret University. 2011.
Maternal mortality problem is basically not only the medical problem, non-medical factors also give influence as causes of maternal mortality. Indonesia has sought many ways to reduce the maternal mortality rate. One was through the Gerakan Sayang Ibu (GSI). Surakarta in 2009, an increase in Maternal Mortality Rate (MMR) is sharp, it does not escape the system repair Audit Maternal Prenatal (AMP) in Surakarta, so cultivated all maternal mortality cases are tracked and recorded data.The research aims at describing the causes of mother's death seen from the basic elements of safe motherhood and analysis of practical and strategic gender needs in the GSI in Banjarsari Surakarta.
This research is a descriptive study with qualitative and quantitative data support. Site selection done in purposive way, Surakarta was taken because in 2009 there was increase in Maternal Mortality Rate (MMR) to 153.82 per 100,000 live births from 49.1 per 100,000 live births while the District Banjarsari taken because it has a high maternal mortality rate from four other districts. Technic of data collection are focused group discussions, depth interviews, documentation and observation. Determination of informants was done by using purposive sampling and to survey research in this study using 30 respondents to the trend mapping gender needs. The validity of the data using triangulation of data which the researcher used multiple data sources to collect the same data. The basis of analysis used is the Gender Analysis Framework followed with gender analysis of Moser Model.
The results of the research shows that the causes of maternal deaths are more than a primary factor that is derived from the individual and the family. In general secondary factors, community and program management of GSI in district level has been quite helpful in an effort to decrease maternal mortality rate, although field results prove that the officer empathy are also associated issues of
gender sensitivity in reproductive health was far from expectations.
Implementation of the GSI in the family and the management scope program provides practical and strategic gender needs with dominant practical gender needs. The results shows that the strategic gender needs for pregnant women, maternity and postpartum are still far from expected.
Keywords: Gerakan Sayang Ibu, Gender Needs, Maternal Mortality, Moser Model, Safe Motherhood.
(15)
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan menjadi bagian pembangunan nasional dan keduanya mempunyai landasan yang sama. Prioritas utama pelayanan dasar kesehatan adalah ibu dan anak dengan pembahasan utama kesehatan perempuan melalui perawatan kesehatan primer. Secara historis, kesehatan perempuan menjadi masalah penting karena bersifat khas, kompleks dan pendekatannya harus dilakukan secara komprehensif (dalam Luhulima, 2007:259). Perawatan kesehatan primer menitikberatkan kehamilan dan persalinan yang aman. Kesehatan ibu yang berkualitas sangat menentukan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks pembangunan, Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
indikator penting status kesehatan suatu negara. Tukiran, et al. ( 2007: 247)
menyebutkan bahwa angka kematian ibu dan bayi yang tinggi akan menunjukkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Selain itu, tidak dipungkiri bahwa mortalitas dan morbilitas wanita hamil dan bersalin merupakan masalah terbesar yang dialami negara-negara berkembang (dalam www.medical-journal.co.cc).
Kenyataan menunjukkan walaupun telah banyak ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan global maupun nasional, namun di Indonesia masih banyak persoalan reproduksi yang menghantui perempuan, antara lain: AKI melahirkan yang masih tinggi, akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, pendidikan seks yang memadai, dll (Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007 : 4-5).
(16)
commit to user
2
Dibanding dengan negara-negara maju AKI di Indonesia tergolong sangat tinggi, di negara-negara maju AKI berkisar pada angka 10 per 100.000 kelahiran
hidup (Tukiran et al, 2007: 247-248). Melalui SK Menkes Nomor 1202 tahun
2003 tentang Indonesia Sehat Tahun 2010, pemerintah mengharuskan upaya menurunkan AKI sampai tahun 2010 sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup (dalam Luhulima, 2007: 268). Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia tahun 2000, AKI di Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Vietnam 160 per 100.00 kelahiran hidup, sedangkan AKI di Indonesia tahun 2000 masih berkisar di angka 307 per 100.000 kelahiran hidup (diolah dari www.majalah-farmacia.com). Hal tersebut mencerminkan bahwa di Indonesia, perempuan belum cukup terlindungi dari kemungkinan mengalami gangguan kesehatan reproduksi dalam persalinan (Darwin, 2001: 16).
Kasus di Kota Surakarta, AKI terdapat indikasi peningkatan secara tajam meskipun Gerakan Sayang Ibu (GSI) telah terimplementasikan. GSI dirumuskan menjadi gerakan yang dilaksanakan membantu program pemerintah untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui kegiatan yang berdampak terhadap
penurunan AKI karena hamil, melahirkan dan nifas (dalam
www.prokeadilan.wordpress.com). Mengutip www.askep-askeb.cz.cc bahwa
gerakan semacam GSI setelah kurang lebih 4 tahun berjalan, gerakan tersebut kian melemah. Terkait peningkatan AKI di Kota Surakarta dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 153,81 per 100.000 kelahiran hidup di tahun
(17)
commit to user
3
2009 tidak luput dari adanya keberhasilan evaluasi sistem pelacakan kematian ibu
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Audit Maternal Prenatal (AMP) sangat
diperlukan untuk memperlihatkan data sebenarnya tentang kematian ibu dan bayi. Menurut Rachman (dalam Jurnal Perempuan 53 2007: 46) AMP belum mampu memonitor penghitungan AKI, terlebih lagi sejak kebijakan desentralisasi diimplementasikan. Catatan AKI di Kota Surakarta sebelum tahun 2009 dinilai sebagai data yang tidak akurat, yang berarti AKI sebenarnya bisa lebih tinggi dari angka yang ada sekarang. Hasil kajian Hartini menyebutkan bahwa para bidan enggan untuk mengisi dan melaporkan (dalam Jurnal Perempuan 53 2007: 46). Hal tersebut dapat menjadi persoalan yang sama terkait peningkatan AKI di Kota Surakarta yang melonjak tajam di tahun 2009. Tren angka Kematian Ibu Maternal di Kota Surakarta dapat dilihat dalam gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1
Kematian Ibu Maternal di Kota Surakarta Tahun 2003-2009
(18)
commit to user
4
Banyak faktor yang menyebabkan kematian pada ibu hamil, melahirkan dan nifas. Pada umumnya, faktor-faktor penyebab masih tingginya (AKI) disebabkan karena banyak masalah sosial yang terkait dengan kesejahteraan perempuan bermuara pada kultur patriaki. Isu gender pada kelompok ibu dan janin yaitu adanya beban ganda ibu hamil, sehingga ibu hamil tidak memperhatikan kondisi kesehatan dan janinnya serta tingginya angka anemia ibu
hamil (dalam www.irckesehatan.net). Secara tidak langsung posisi sosial
perempuan yang masih mengalami subordinasi di masyarakat, memberikan sumbangan dalam kasus tingginya AKI. Mosse (1996: 253) menuturkan bahwa:
Di banyak masyarakat dunia sudah lazim bagi perempuan dan anak perempuan makan setelah laki-laki dan anak laki-laki, sekalipun perempuan sedang hamil dan menyusui. Mereka kekurangan makan, yang menjurus kepada anemia dan kekurangan gizi. Sakit kronis seringkali dianggap sebagai “bagian yang alami” karena menjadi perempuan, keguguran disebabkan oleh kekurangan makan, kerja keras dan kehamilan yang berulang-ulang dilihat sebagai bagian normal dari keperempuanan.
Masalah-masalah tadi tidak akan terpecahkan dengan baik jika akar permasalahnnya, yaitu ketidakadilan dan ketimpangan gender di masyarakat tidak diatasi. Kesehatan reproduksi menjadi masalah serius bagi perempuan selain rawan terhadap penyakit, kondisi sosial serta adanya perlakuan kurang adil pada perempuan. Kurangnya kesadaran tentang masalah kesehatan reproduksi berpengaruh terhadap tingginya AKI. Tingginya AKI di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor gangguan kehamilan. Hal ini berkaitan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan (Mosse, 1996: 253). Selain kultur, hak reproduksi perempuan juga sangat berkaitan erat dengan masalah kemiskinan yang ikut berdampak pada persoalan medis. Faktor tersebut
(19)
commit to user
5
sangat berpengaruh pada melorotnya kualitas hidup dan kesehatan reproduksi perempuan. Ketidakmampuan perempuan untuk membeli alat kontrasepsi yang berkualitas dan membayar pemeriksaan berakibat kondisi abnormal dalam kandungannya tidak terdeteksi, lalu terabaikannya hak-hak reproduksi perempuan hingga angka kematian ibu melahirkan tinggi ( Jurnal Perempuan No 53 Tahun 2007: 5). Menurut Darwin (2001: 16), angka kematian maternal mencerminkan rendahnya kualitas perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan.
Hasil-hasil kajian tersebut telah menyebutkan bahwa penyebab kematian ibu tidak hanya karena sisi medis saja, tetapi juga terkait dengan relasi gender. Dimana dalam konteks budaya patriaki, gender seringkali menghambat perempuan untuk mengakses dan memanfaat fasilitas-fasilitas kesehatan yang memadai. Perlu diperhitungan aspek pemenuhan kebutuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, dalam konteks perspektif gender dikenal dengan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender. Meskipun kedua jenis kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara bersamaan, namun kenyataannya masih banyak ditemui kegiatan pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan praktis saja. Menyadari bahwa selama ini persoalan AKI hanya dipandang sebagai persoalan medis semata, maka penelitian ini akan meneliti Gerakan Sayang Ibu dari sudut pemenuhan kebutuhan gender. Sejak tahun 2007 hingga tahun 2009, AKI di Surakarta dilihat dari persebaran tiap kecamatan yang ada, terdapat indikasi bahwa Kecamatan Banjarsari merupakan kecamatan yang mengalami peningkatan AKI, sehingga hal tersebut menjadi menarik untuk diteliti.
(20)
commit to user
6 B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Angka Kematian Ibu di Kecamatan Banjarsari mengalami
peningkatan di tahun 2009?
2. Bagaimana pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dalam
Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Operasional
a. Mengevaluasi sebab peningkatan Angka Kematian Ibu di Kecamatan
Banjarsari Surakarta dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu.
b. Menganalisis pemenuhan kebutuhan gender dalam Gerakan Sayang
Ibu.
2. Tujuan Fungsional
Secara fungsional hasil penelitian dapat digunakan untuk :
a. Bahan masukan reformulasi kebijakan penurunan Angka Kematian Ibu
berprespektif gender di Kota Surakarta.
b. Bahan pertimbangan bagi lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan
semua pihak yang memperjuangkan pembangunan kesehatan reproduksi perempuan.
3. Tujuan Individual
Untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
(21)
commit to user
7 D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Menambah wawasan mengenai masalah pemenuhan kebutuhan gender
dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kota Surakarta.
2. Bahan masukan dan bantuan pemikiran kepada pihak-pihak yang berperan
dalam mendukung proses implementasi GSI.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan reproduksi memiliki keterkaitan dengan isu gender dan kesehatan reproduksi perempuan, karena mereka memiliki kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi yang khusus sehubungan dengan kodratnya sebagai perempuan. Dalam tinjauan pusataka yang digunakan untuk membangun kerangka berfikir, peneliti menggunakan teori-teori sebagai berikut:
1. Konsep Kesehatan Reproduksi Perempuan
Konsep tentang kesehatan reproduksi pada awalnya sebatas pada dampak kontrasepsi, semakin lama meluas pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi dan proses reproduksi manusia. Menurut Manuaba (1998: 7), reproduksi secara sederhana diartikan kemampuan untuk membuat kembali, dalam kaitannya kesehatan reproduksi diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk
memanfaatkan alat reproduksi dan mengatur kesuburannya (fertilitas), dapat
menjalani kehamilan dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa resiko apapun dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam batas normal.
Chapter VII dari Plan of Action hasil ICPD (dalam Jurnal Perempuan No
(22)
commit to user
8
Reproductive health is a state of complete physical, mental and social well-being in all matters relating to the reproductive system and to its function and proses. Secara implisit hak-hak perempuan dan laki-laki dalam kesehatan reproduksi yang termuat dalam hasil ICPD Kairo antara lain:
Men and women to be informed and to have access to safe, effective, affordable and acceptable menthods of family planning of their choice, as well as other methods of their choice for regulation of fertility, which are not against the law, and the right of access to health-care services that will enable women to go safely through
pregnancy and childbirth (dalam Jurnal Perempuan No 53 Tahun
2007 : 9-10).
Menurut Scortiano (dalam Dharmastuti, 2003: 12) kesehatan reproduksi mencakup beberapa unsur utama yaitu:
(1) perilaku reproduksi yang bertanggungjawab selama usia subur, (2) akses pada pelayanan keluarga berencana (KB) yang aman, (3) perawatan kesehatan ibu secara efektif dan aman, (4) pengendalian secara efektif terhadap infeksi sistem reproduksi, (5) pencegahan dan
penanganan infertilitas (kemandulan), (6) penghapusan aborsi yang
tidak aman, (7) pencegahan dan pengobatan penyakit yang membahayakan pada organ reproduksi, dan (8) perawatan sebelum dan selama kehamilan, melahirkan dan sesudah melahirkan.
Selain itu, WHO mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai keadaan sehat dan sejahtera secara fisik, mental dan sosial bukan karena ketiadaan penyakit dan kecacatan dalam segala aspek yang berkaitan dengan fungsi, sistem dan proses-prosesnya (dalam Luhulima, 2007: 259).
Dalam pengertian kesehatan reproduksi tersebut, ada hal yang
diperhatikan. Pertama, pengertian sehat bukan semata-mata sebagai pengertian
kedokteran (klinis) tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat). Kedua,
kesehatan reproduksi bukan menjadi masalah seseorang saja tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat, seorang wanita mempunyai hak untuk
(23)
commit to user
9
memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga memungkinkan
mereka menjalani kehamilan dan persalinan dengan baik. Terdapat pula hak untuk
mengakses pelayanan kesehatan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang aman dan perawatan kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan, melahirkan dan sesudah melahirkan.
2 Kebijakan-Kebijakan Strategis Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
Dalam penurunan AKI, kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang diambil demi kepentingan publik. Seperti pendapat Dye, kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan, pendapat lain dari konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik (dalam Subarsono, 2005: 2), dan menurut Surbakti, kebijakan publik adalah kebijakan yang menyangkut masyarakat umum (dalam Ekowati, 2009: 1). Berdasarkan banyaknya definisi mengenai kebijakan, Tangkilisan (2003: 120) mengemukakan bahwa kebanyakan definisi meliputi gagasan:
Pertama, tindakan bertujuan yang diarahkan terhadap masalah atau
tujuan. Kedua, tindakan yang diambil oleh dinas-dinas pemerintah,
atau kolektivitas yang bisa didefinisikan sebagai dinas pemerintah.
Ketiga, aturan yang merincikan siapa harus melakukan apa, kapan,
mengapa dan bagaimana. Keempat, perangkat yang memberikan
insentif dan motivasi agar individu lakukan perilaku pilihan
kebijakan. Dan kelima, toeri sebab-akibat yang menghubungkan
tindakan dinas untuk perilaku target yang perilau target atasi.
Dalam sebuah perspektif empiris, kebijakan mewujudkan dirinya dalam Undang-Undang, petunjuk dan program sebagaimana juga di dalam rutinitas dan praktek organisasi publik. Friedrich menjelaskan kebijakan adalah suatu tindakan
(24)
commit to user
10
yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya memberi peluang-peluang untuk mencapai tujuan, atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (dalam Wahab, 1990: 3). Terkait upaya penurunan AKI, kebijakan publik termanifestasikan dalam wujud kebijakan kesehatan reproduksi perempuan, dimana dalam penurunan mortalitas utamanya diarahkan menurunkan kematian bayi, anak dan ibu melalui upaya pencegahan dan pelayanan kesehatan primer. Menurut Mosse (1996: 254), pendekatan pembangunan terhadap kesehatan perempuan mengambil jalan perawatan kesehatan primer dengan fokus terhadap kesehatan ibu dan anak, penyuluhan gizi dan informasi serta pendidikan tentang masalah-masalah kesehatan. Perjuangan kaum perempuan agar masalah kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus, mencapai puncaknya dalam kesepakatan ICPD tahun 1994 di Kairo. Program Aksi ICPD 1994 mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan pendidikan, khususnya untuk anak perempuan, serta penurunan tingkat kematian bayi, anak, dan ibu (dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2005).
Perhatian terbesar pada kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan adalah bagaimana mencegah penyebab utama kesakitan dan kematian maternal
(Rachmawati, 2004: 55). United Nation menyebutkan bahwa ICPD Kairo telah
mencanangkan program Safe Motherhood sebagai strategi untuk menurunkan
tingkat kesakitan dan kematian maternal (Rachmawati, 2004: 55). Terdapat pula tujuan nomor lima MDGs, meningkatkan kesehatan ibu dengan target pencapaian
(25)
commit to user
11
MDG pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut (Bappenas, 2010).
Upaya penurunan AKI di Indonesia salah satunya melalui Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta kematian bayi (Iskandar, 1998).
Menurut Shiffman, kegiatan dalam safe motherhood antara lain sebagai
berikut:
“Primary activities included local government mobilization, the
recording of pregnant women through women’s organizations so that they could be given assistance as delivery approached, and the designation of certain hospitals for safe motherhood services. Messages were developed to promote a more active role for husbands in pregnancy issues and to encourage couples to plan early in
pregnancy in the case of complications at delivery.” (dalam Social
Science & Medicine, 56(6): 1197-1207).
Terdapat 3 (tiga) unsur pokok yang sangat penting dari pengertian GSI, yaitu:
a. GSI merupakan gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bersama dengan
pemerintah.
Pelaksanaan GSI melibatkan masyarakat secara aktif, tidak hanya sebagai sasaran, tetapi juga sebagai pelaku. GSI harus dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat ibu hamil, deteksi awal dan komplikasi kehamilan dan memutuskan kemana harus merujuk serta mencari dan memilih pertolongan. GSI harus dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
(26)
commit to user
12
mengembangkan kerjasama untuk membantu transportasi ke tempat rujukan (fasilitas kesehatan memadai), membantu dana yang diperlukan dan mengembangkan bentuk – bentuk kepedulian sosial dalam masyarakat (Tabulin, dasolin, Ambulan Desa, Donor Darah Desa, Pondok Sayang Ibu).
Bagi Pemerintah, GSI harus dapat meningkatkan peran pemerintah dalam
menyusun kebijakan, strategi dan upaya dalam percepatan penurunan AKI.
b. GSI mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan
sebagai sumber daya manusia.
Perempuan yang selama ini mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan diskriminatif dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan reproduksi hingga menyebabkan kematian ibu yang tinggi karena hamil, melahirkan dan nifas. Gerakan Sayang Ibu melakukan pendekatan pemberdayaan masyarakat, terutama pada laki-laki agar memberikan hak-hak reproduksi kepada perempuan serta membantu memberikan perawatan kepada ibu-ibu hamil, melahirkan dan nifas.
c. GSI bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu karena
hamil, melahirkan, nifas dan bayi.
Dalam pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu, kecamatan merupakan lini terdepan untuk mensinergikan antara pendekatan lintas sektor dan masyarakat dengan dengan pendekatan sosial budaya secara komprehensif utamanya dalam mempercepat penurunan AKI. Sebagai salah satu komponen dalam Gerakan Sayang Ibu yaitu terdapat Kecamatan Sayang Ibu. Pedoman Umum Revitalisasi
(27)
commit to user
13
Gerakan Sayang Ibu (GSI) Kabupaten Malang (2009) menyebutkan indikator GSI antara lain:
a. Ibu Hamil: Memeriksaan kehamilan minimal 4 kali; mengetahui dan
mengenali kelainan kehamilan, dan tahu cara pencegahan dan
penanggulangannya; melakukan persalinan di tempat/fasilitas kesehatan yang memadai, serta ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; mengetahui kebutuhan gizi yang diperlukan; menyiapkan biaya persalinan; mengusahakan agar tiap kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan, dengan melaksanakan KB dan perencanaan keluarga; mampu mengambil keputusan; memahami kesetaraan keadilan gender; mampu mencegah kekerasan dalam rumah tangga.
b. Keluarga: Suami istri, merencanakan jumlah anak, waktu akan mulai
mengandung, sesuai dengan kemampuan; semua kehamilan merupakan kehamilan yang diinginkan; suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga), tidak memberi tugas yang berat kepada ibu hamil; memperhatikan makanan ibu hamil; mengenali kelainan kehamilan sedini mungkin dan segera membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai; mempersiapkan biaya persalinan dan perlengkapan bayi; memeriksa ibu hamil di sarana pelayanan kesehatan yang memadai (min 4 kali ); merencanakan tempat yang aman, dan bersih, serta ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan mempersiapkan segala kemungkinan yang dapat timbul selama kehamilan dan persalinan (mempersiapkan donor darah, kendaraan/ambulans desa. dsb);
(28)
commit to user
14
mempratekkan kesetaraan keadilan gender; tidak ada kekerasan dalam rumah tangga.
c. Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan : bekerjasama dengan pemerintah
setempat, termasuk semua instansi terkait, sarana pelayanan swasta dan organisasi lain; melatih kader untuk kegiatan GSI; mengorganisasi Tabungan Ibu Hamil (Tabulin) dan dana Sosial Bersalin (Dasolin); mengorganisasi donor darah; menyelenggarakan Pondok Sayang Ibu; bila ada dana berlebih, melengkapi sarana Pelayanan kesehatan.
d. Petugas Kesehatan/Sarana Pelayanan Kesehatan: bekerjasama dengan
masyarakat; memanfaatkan data dari masyarakat untuk mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi pada ibu hamil; meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan profesional; melengkapi sarana dan prasarana di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor-Elemen Dasar Keselamatan Ibu
Sebagai upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) penting untuk
memahami sebab-sebab kematian ibu. Hasil Assessment Safe Motherhood di
Indonesia, yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI menyebutkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kematian ibu antara lain:
(1)derajat kesehatan dan kesiapannya untuk hamil, ANC yang diperoleh, pertolongan persalinan dan perawatan setelah persalinan, (2) rendahnya kualitas pelayanan ANC dan dukun bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi dini resiko tinggi kehamilan, dan (3) belum semua RS Kabupaten sebagai tempat rujukan mempunyai staf dan peralatan yang cukup untuk melakukan pelayanan obsteri darurat komprehensif serta lemahnya sistem rujukan (dalam Rachmawati, 2004: 27).
(29)
commit to user
15
Menurut Naqiyah (2005: 2), rendahnya otonomi perempuan terhadap tubuhnya tampak pada besarnya jumlah kematian ibu melahirkan di Indonesia, yang disebabkan antara lain: kurangnya akses kesehatan bagi perempuan, kurangnya informasi, aborsi tidak aman, pendarahan, pendidikan rendah, kurangnya kesadaran hak reproduksi dan 50 persen ibu hamil terkena anemia dan kurang gizi.
Selain itu Graham, et al (dalam Jurnal Tropical Medicine and
International Health, 2008, Vol 13), menyebutkan: more cases of maternal death
than of Caesarean section provides clear evidence of unmet need for emergency
care. Faktor lain yang mengukutinya ditambahkan oleh Graham sebagai berikut:
In Burkina Faso, financial barriers are a major deterrent to uptake of delivery care and coincide with distance obstacles, emphasizing the need to consider geographical targeting of, for example, transport interventions or incentives to health workers for remote
postings (dalam Jurnal Tropical Medicine and International Health,
2008, Vol 13).
Hartini mengajukan kerangka berfikir bahwa kematian ibu maternal dapat dihindari dengan syarat:
Komponen advokasi berupa: persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terampil, sistem rujukan yang memadai, pelayanan kegawatdaruratan obstetrik yang bermutu dan persiapan persalinan dan kesiagaan komplikasi, baik dalam keluarga maupun oleh masyarakat (dalam Jurnal Melati Kohati PBHMI Vol 9, Desember 2009).
Terdapat pula McCarthy dan Maine serta Tinker dan Koblinsky (dalam Rachmawati, 2004: 28) mengajukan kerangka berpikir:
Kematian maternal disebabkan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan
antara penyebab langsung (proximate), penyebab antara (intermediete)
(30)
commit to user
16
tidak hanya faktor kesehatan pribadi, tetapi juga melibatkan aspek lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan sistem negara.
Faktor penyebab langsung kematian ibu merupakan faktor penyebab yang paling dekat dengan kondisi kesehatan maternal, penyebab langsung ini selanjutnya dipengaruhi oleh penyebab antara, meliputi akses terhadap pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan dan reproduksi suami istri dan komunitas di sekelilingnya, status kesehatan dan gizi ibu hamil, manajemen kehamilan dan pola pertolongan persalinan, selain itu penyebab antara akan diikuti oleh penyebab tidak langsung (dalam Rachmawati, 2004: 28 – 30).
Rachmawati (2004) mengkaji masalah kualitas pelayanan
kegawatdaruratan obstretrik di RSUD Kelas C menyusun kerangka berfikir yang terdiri dari faktor penyebab langsung, penyebab antara dan penyebab tidak langsung tertera dalam gambar 1.2. Rachmawati menggunakan konsep kesehatan perempuan, hak reproduksi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sebagai alat analisis.
(31)
commit to user
17
Gambar 1.2 Faktor-Faktor Sebab yang Berpengaruh Pada Kematian Ibu Maternal
Sumber : Rachmawati, 2004: 62
Emilia menemukan faktor lain penyebab kematian ibu hamil/melahirkan di Indonesia yaitu faktor lingkungan keluarga yang erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan perawatan kehamilan dan pemilihan pertolongan
persalinan (dalam Darwin, 2001: 18). Menurut Wilopo (dalam Tukiran et al,
2010: 200), pencegahan kehamilan dengan resiko tinggi serta perawatan kehamilan, kelahiran dan perawatan pasca melahirkan akan menyelamatkan perempuan dari kematian maternal. Selain itu, menurut Darwin (2005: 168) AKI tetap tinggi jika hak perempuan untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup
Penyebab Tidak Langsung Penyebab antara (Keluarga, lingkungan dan pelayanan) Penyebab langsung (individu) Kebutuhan Resiko Perilaku Sosial Pengelolaan Program Pelayanan Masyarakat Pendidikan, Tata nilai, Kondisi Ekonomi, Kondisi Geografis
Kecukupan makanan, air bersih, dll
Perdarahan,infeksi, eklampsia, partus lama, aborsi.
1. Akses: ketersediaan pelayanan (sarana, tenaga, dana , metode)
2. Pemanfaatan terhadap layanan
3. Kualitas Pelayanan 1. Kesadaran peran kodrati
wanita
2. Kesadaran peran gender laki-laki/perempuan
(32)
commit to user
18
tidak diperhatikan. Bermula dari sehat tidaknya ibu hamil, bersalin dan nifas dapat menentukan hidup atau matinya seorang ibu hamil, bersalin dan nifas. Untuk menilai kesehatan ibu maternal demi menjawab masalah tingginya kematian ibu, peneliti akan menggunakan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Penyebab primer (individu dan keluarga). Penyebab primer dalam
penelitian ini merupakan penyebab terdekat kematian maternal yang berasal dari individu ibu dan keluarganya. Variabelnya penulis klasifikasikan sebagai berikut:
(1) Status kesehatan ibu (mengadopsi dari Rachmawati, Darwin,
Graham, Nagiyah dan Assessment Safe Motherhood,
Departemen Kesehatan RI). Termasuk dalam status kesehatan ibu penulis mengklasifikasikan terdiri dari kecukupan gizi, riwayat komplikasi obstetri, dan riwayat penyakit. Kecukupan gizi berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Badan Pusat Statistik, 2010) dilihat dari besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Gizi seimbang yang terdiri atas kalori, protein, lemak, vitamin dan mineral mampu meningkatkan kesehatan ibu hamil secara umum (Genio. 2010: 5). Variabel lain yaitu riwayat komplikasi obstretrik dan riwayat penyakit, menurut Rachmawati (2004: 167) kehamilan sebelumnya atau penyakit yang pernah diderita penting untuk menentukan kondisi kehamilan saat itu.
(33)
commit to user
19
(2) Status reproduksi (diadopsi dari Assessment Safe Motherhood
Departemen Kesehatan RI) yaitu derajat kesehatan dan kesiapannya untuk hamil di dalamnya terdapat unsur usia ibu hamil, jumlah kelahiran dan jarak antara kehamilan. Usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun merupakan usia berisiko untuk hamil dan melahirkan (dalam Depkes RI, 1994). Jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian maternal (dalam Depkes RI, 1994).
(3) Perilaku sehat (diadopsi dari Wilopo dan Assessment Safe
Motherhood Departemen Kesehatan RI dan Hartini) dengan
variabel pemeriksaan ANC dan penolong persalinan aman. Menurut Fibriana (2007: 51) pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan memiliki pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman.
(4) Status perempuan dalam keluarga (diadopsi dari Emilia dan
Naqiyah). Status ini berkaitan dengan pendidikan perempuan, pekerjaan perempuan, dan keberdayaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
(34)
commit to user
20
(5) Status keluarga dalam masyarakat (diadopsi dari McCharty dan
Graham) yang meliputi aspek lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan intervensi transportasi.
b. Penyebab sekunder (lingkungan dan pelayanan Kecamatan Sayang
Ibu dalam GSI). Penyebab sekunder dalam penelitian ini merupakan penyebab kematian maternal yang berasal dari luar individu ibu dan keluarganya. Variabelnya penulis klasifikasikan sebagai berikut:
(1) Akses pelayanan kesehatan (diadopsi dari Assessment Safe
Motherhood Departemen Kesehatan RI dan Naqiyah).
(2) Kesiagaan dalam masyarakat (diadopsi dari Hartni dan
Rachmawati). Kesiagaan masyarakat mencakup kepedulian kepala desa, Badan Perwakilan Desa sangat diperlukan dalam upaya penurunan AKI (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, 2004)
(3) Hubungan interpersonal petugas (diadopsi dari Rachmawati).
Menurut Leslie dan Gupta interaksi antara klien dan penyedia pelayanan merupakan faktor penting yang menjelaskan pemanfaatan pelayanan medis oleh wanita (dalam Rachmawati, 2004: 110). Hubungan antara pasien dan penyedia yang sangat
buruk mempengaruhi rendahnya pemanfaatan fasilitas
(35)
commit to user
21
(4) Manfaat Terhadap Layanan (diadopsi dari Rachmawati). Hal
ini akan dibatasi pada manfaat layanan yang terdapat dalam Gerakan Sayang Ibu di level Kecamatan.
(5) Sistem rujukan (diadopsi dari Hartini). Campur tangan dari
aparat pemerintahan sangat diperlukan untuk menekan AKI. Peran Kepala Desa sangat penting dalam hal ini, untuk membujuk keluarga ibu hamil agar dirujuk ke fasilitas kesehatan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2004).
4. Evaluasi Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu
Evaluasi kebijakan merupakan salah satu rantai dari proses kebijakan publik yang menilai konsep, perancangan implementasi, dan pelaksanaan program atau kebijakan. Ada beberapa definisi mengenai evaluasi kebijakan. Sebagaimana dikutip oleh Nurhaeni ( 2009: 77), ada beberapa ahli yang memberikan definisi
mengenai evaluasi kebijakan antara lain: Pertama, Jones (1984) mendefinisikan
evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan.
Kedua, Bryant dan White (1987) menyebutkan bahwa evaluasi kebijakan pada
dasarnya harus bisa menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya
telah dapat mendekati tujuan. Dan ketiga, Lester dan Stewart (2000), evaluasi
kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan.
Penelitian ini ditujukan untuk melihat sebab kematian ibu dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis
(36)
commit to user
22
gender dalam GSI dimana sudah terdapat indikasi bahwa AKI justru mengalami peningkatan tajam pada tahun 2009, padahal tujuan daripada GSI adalah menurunkan Angka Kematian Ibu. Parson (2005: 548) menyebutkan bahwa riset evaluasi membahas dua dimensi yaitu: bagaimana sebuah kebijakan bisa diukur berdasarkan tujuan yang ditetapkan dan dampak aktual dari kebijakan. Menurut Schriven, Fritz dan Morris ( dalam Nugroho, 2008: 144), ada dua jenis penelitian
evaluasi, pertama evaluasi formatif yang dimaksudkan sebagai pengumpulan data
pada waktu kebijakan masih berlangsung dan kedua, evaluasi sumatif yang
dilakukan ketika kebijakan selesai dijalankan. Data yang dihasilkan untuk membentuk dan memodifikasi kebijakan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menentukan sejauh mana suatu program mempunyai nilai kemanfaatan, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan kebijakan lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan evaluasi formatif karena kebijakan GSI secara umum sudah dimulai sejak tahun 1996 dan masih terus berlangsung hingga saat ini.
a. Konsep Gender
Dari kondisi saat ini, dapat diamati masih terjadi ketidakjelasan dan kesalahpahaman tentang pengertian gender kaitannya dengan usaha emansipasi kaum perempuan (Nugroho, 2008: 1). Menurut Fakih ( 2008: 7), untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks(jenis kelamin). Berdasarkan Inpres No 9 tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional disebutkan bahwa gender merupakan konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
(37)
commit to user
23
Menurut Nugroho (2008: ix) gender adalah pembedaan peran perempuan dan laki-laki dimana yang membentuk adalah konstruksi sosial dan kebudayaan, bukan karena konstruksi yang dibawa sejak lahir. Jika jenis kelamin adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, maka gender adalah sesuatu yang dibentuk karena pemahaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Mosse (1996: 2-3) menambahkan bahwa secara mendasar gender berbeda dari jenis kelamin biologis, gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminism atau maskulin. Sedangkan jenis kelamin didefinisikan Fakih (2008: 8) sebagai pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan bersifat permanen.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli seperti Stoler, Oakley, Fakih, Lips, Williams, Seed dan Mwau, Nugroho (2008: 8) menyimpulkan bahwa:
Pengertian gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu/zaman, suku/ras/bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum dan ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif. Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan.
Mengenai jenis kelamin Nugroho (2008:8) menambahkan bahwa jenis kelamin (seks) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan Tuhan) yang berlaku dimana saja dan sepanjang masa yang tidak dapat berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Gender dapat menentukan akses kita terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan sumber daya yang diperlukan untuk industri dan ketrampilan. Gender bisa menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebesan gerak kita,
(38)
commit to user
24
serta akan menentukan seksualitas, hubungan dan kemampuan kita untuk membuat keputusan dan bertindak secara autonom (Mosse, 1996: 5).
Dalam kondisi saat ini perbedaan peran yang dilakukan masyarakat melalui sosialisasi peran gender ternyata menghasilkan ketidakadilan gender atau diskriminasi gender. Perbedaan gender sesungguhnya bukanlah merupakan permasalahan sepanjang tidak menimbulkan atau melahirkan ketidakadilan gender (Fakih, 2008: 12). Ketidakadilan ini menurut Fakih (2008: 12-22) termanifestasikan sebagai bentuk marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan
stereotip atau pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja ganda serta
sosialisasi nilai peran gender.
b.Analisis Gender
Menurut Naqiyah (2005: 26) analisis gender digunakan sebagai analisis sosial untuk mengkritisi relasi perempuan dan laki-laki secara kuantitatif maupun kualitatif dalam segala aspek kehidupan manusia. Selain itu analisis gender merupakan sistem analisis terhadap ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender. Analisis gender dilakukan sebagai langkah awal dalam rangka penyusunan kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender. Dengan analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diidentifikasikan dan dianalisis sehingga dapat ditemukan langkah-langkah pemecahan masalahnya secara tepat. Analisis gender sangat penting, khususnya bagi para pengambil keputusan dan perencana di setiap sektor karena dengan analisis gender
(39)
commit to user
25
diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat diwujudkan.
Ada beberapa teknik analisis gender yang dapat dipergunakan, yaitu teknik
analisis Harvard, Moser, Longwe, Munro, Capasities and Vulnerabilities Analysis
(CVA), Matrik Analisis Gender, Analysis Longframe, Konsep Seaga dan teknik
Participatory Rural Apprasial (PRA) berdimensi Gender serta Gender Analysis
Pathway (GAP) dan POP (dalam Handayani, 2002: 159). Terdapat beberapa
analisis gender yang sering digunakan dalam perencanaan pembangunan responsif gender yaitu Moser, Harvard dan GAP. Dalam hal ini tidak semuanya akan dijelaskan secara terperinci, kecuali untuk model Moser yang digunakan dalam penelitian ini.
Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline Moser. Kerangka analisis Moser berusaha memasukkan agenda pemberdayaan ke dalam arus utama
(mainstream) proses perencanaan dengan menyusun perencanaan gender sebagai
jenis perencanaan yang tersendiri, dimana sasarannya adalah pembebasan
(emancipation) perempuan dari subordinasinya dan mencapai persamaan,
keadilan dan pemberdayaan bagi perempuan. Teknik analisis Moser adalah teknik analisis yang membantu perencana atau peneliti dalam menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender, dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan, identifikasi terhadap peranan majemuk perempuan (reproduksi, produksi,
sosial-kemasyarakatan), serta identifikasi kebutuhan gender praktis-strategis
(40)
commit to user
26
Salah satu asumsi kunci yang mendasari analisis gender dan pembangunan adalah laki-laki dan perempuan karena mereka memiliki peran dan kekuasaan gender yang berbeda, juga kepentingan gender yang berbeda. Dalam fokus penelitian ini yang ingin mengkaji pemenuhan kebutuhan gender, dari sisi kebutuhan praktis Antrobus menekankan bahwa kebutuhan praktis perempuan berjalan keliru, bukan karena kebutuhan ini tidak penting, tetapi karena dalam memenuhinya ada keengganan untuk mengakui bahwa hasil-hasil praktis ini mudah dibalik jika perempuan tidak memiliki kekuatan untuk melindunginya ketika sumber daya mulai langka ( Mosse, 1996: 214-215).
Pembedaan antara kebutuhan gender “praktis” dan perubahan jangka panjang, atau perubahan “strategis” analisis gender dan pembangunan (GAD) menyarankan cara-cara mengatasi tidak hanya permasalahan sekarang ini, tetapi sebab-sebab yang mendasarinya. Istilah kebutuhan gender “praktis” dan “strategis” dikemukakan pertama kali oleh Maxine Molyneux pada tahun 1985. Dibedakan antara kebutuhan yang dihasilkan perempuan dalam melakukan peran-peran sosial khusus dan kepentingannya sebagai kelompok sosial dengan akses yang tidak sama terhadap sumber daya (ekonomi, sosial dan politik). Pembedaan ini memperoleh dukungan luas dalam literatur GAD. Mosse menyarankan bahwa memenuhi kebutuhan praktis gender perempuan bisa digunakan untuk mempertahankan dan bahkan memperkuat pembagian kerja berdasarkan jenis
kelamin, karena memungkinkan perempuan melakukan peran gender
tradisionalnya yang tidak berhasil secara lebih efektif menolak asumsi tentang apakah yang menjadi tugas perempuan (Mosse, 1996: 216). Definisi kepentingan
(41)
commit to user
27
dan kebutuhan gender strategis berkaitan dengan perubahan jangka panjang, merupakan intisari masalah gender dan pembangunan.
Penilaian Kebutuhan Gender, kebutuhan tersebut dibedakan ke dalam kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1) Kebutuhan praktis gender adalah pemenuhan kebutuhan individu
jangka pendek yang bertujuan mengubah kehidupan melalui kebutuhan pasar. Tetapi pemenuhan kebutuhan praktis tidak akan merubah posisi perempuan yang subordinat. Contohnya adalah peningkatan ketrampilan tenaga kerja wanita dalam melakukan pekerjaannya. Menurut Moser (1993: 40) kebutuhan praktis gender
adalah, practical gender needs are the needs women identify in their
socially accepted roles in society. Practical gender needs are a response to immediate perceived necessity, identified within a specific
context. Selain itu menurut Moser (1993: 40) kebutuhan praktis
gender bersifat:
Practical gender needs do not challenge the gender divisions of labour or women’s subordinate position in society, although rising out of them. They are practical in nature and often are concerned with inadequacies in living conditions such as water provision, and health care.
2) Kebutuhan strategis gender adalah pemenuhan kebutuhan jangka panjang, mengacu pada peran ideal perempuan, merubah hubungan gender, dan memerlukan strategi tertentu dalam proses pemenuhan. Contoh-contoh kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
(42)
commit to user
28
strategis perempuan, semisal : perubahan-perubahan dalam pembagian kerja gender, perbaikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan, perlindungan hukum dan jaminan kesejahteraan tenaga kerja wanita (Handayani, 1996: 166). Selain itu kebutuhan strategis gender, menurut Molyneux (dalam Moser, 1993: 39) telah mengidentifikasi mencakup semua atau beberapa hal sebagai berikut:
The abolition of the sexual division of labour, the alleviation of the burden of domestic labour and childcare; the removal of institutionalized forms of discrimination; the establishment of political equality; freedom of choice over childbearing; and the adoption of adequate measures against male violence and control
over women.
Kebutuhan strategis gender lebih mengarah pada relasi gender pada keterlibatan laki-laki. Menurut Nurlaili (dalam Jurnal Melati Kohati PBHMI, Vol 9 Desember 2009), dalam kondisi yang setara perempuan dan laki-laki seharusnya memiliki tanggungjawab yang sama antara lain dalam: pembagian beban kehamilan, peran aktif keluarga, pengambilan keputusan, perencanaan keluarga, dukungan suami terhadap ibu hamil, perawatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pembagian beban ganda rumah tangga. Dalam prakteknya, banyak kasus suami kurang memberikan perhatiannya dalam menjaga dan merawat kehamilan istri (Darwin, 2001: 3).
(43)
commit to user
29
Tabel 1.1
Identifikasi Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender
No Posisi Kebutuhan Praktis Gender Kebutuhan Strategis Gender
(1) (2) (3) (4)
1. Ibu hamil dan keluarga
1. Memeriksaan kehamilan minimal 4 kali
2. Mengetahui dan mengenali kelainan kehamilan,
3. Melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yang memadai,
4. Mengetahui kebutuhan gizi; 5. Menyiapkan biaya
persalinan;
6. Perempuan mampu mengambil keputusan ; 7. Mampu mencegah kekerasan
dalam rumah tangga.
8. Suami dan keluarga lain memberikan perhatian lebih kepada istri/ibu hamil dan selalu SIAGA (Siap, Antar, Jaga)
9. Tidak memberi tugas yang berat kepada ibu hamil 10. Mempersiapkan donor darah,
kendaraan/ambulans desa
1. Mengusahakan agar tiap kehamilan merupakan kehamilan yang direncanakan,
2. Memahami kesetaraan keadilan gender;
3. Masyarakat, Organisasi Kemasyarakat an, dan Petugas Kesehatan
1. Bekerjasama dengan pemerintah setempat, termasuk semua instansi terkait,
2. Mengorganisasi Dana Sosial Bersalin (Dasolin);
3. Mengorganisasi donor darah; 4. Menyelenggarakan Pondok
Sayang Ibu;
5. Bekerja sama dengan masyarakat dalam pendataan
1. Bila ada dana berlebih, melengkapi sarana Pelayanan kesehatan; 2. Meningkatkan ketrampilan,
pengetahuan dan profesional;
3. Melatih kader untuk kegiatan
Sumber: Diolah dari Pedoman Umum Gerakan Sayang Ibu Kabupaten Malang 2009
(44)
commit to user
30
Analisis Moser memiliki keterbatasan dalam memperhitungkan kebutuhan strategis laki-laki, kerangka ini tidak membahas ketidakadilan lain yang mendasarinya seperti ras, kelas sosial, dan tidak semua perempuan memiliki peran ganda / tri peran. Dalam beberapa hal, isu kunci bagi perempuan bukanlah masalah penyeimbang peran mereka, tetapi fakta bahwa peran sangat dibatasi. Dalam kasus tertentu, perempuan tidak mempunyai peran komunitas karena mereka berada dalam pingitan dan tidak berbaur dengan komunitas dan dalam kasus lainnya mereka dikeluarkan dari kerja produktif. (Overholt & Austin, 1991).
6. Relevansi Penelitian
Penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan kebijakan penurunan AKI dan GSI sudah pernah dilakukan oleh berbagai pihak. Penelitian Iswarno (2009) memberikan gambaran mengenai komitmen politik pemerintah daerah terhadap program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Kepahiang. Hasil
penelitian menunjukkan meskipun seluruh stakeholder setuju dan mendukung
adanya program tersebut, namun komitmen politik pemerintah daerah terhadap program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih rendah, ini terbukti dengan
minimnya alokasi anggaran program KIA, keterlibatan stakeholder lokal dalam
proses perencanaan dan penganggaran program masih kurang serta koordinasi
antara dinas kesehatan dengan stakeholder kunci dalam perencanaan dan
penganggaran tidak berjalan dengan baik, sehingga sering terjadi perbedaan pemahaman tentang program. Permasalahan ini lebih banyak disebabkan karena kualitas perencanaan program yang kurang baik disamping peran dan keterlibatan
(45)
commit to user
31
Penelitian Listyarini (2003) berjudul “Kebijakan Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (PP-AKI): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Program Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kabupaten Wonogiri”, dilakukan melalui analisis secara bertingkat, yakni terhadap kabupaten, kecamatan, dan desa yang dilakukan dengan melihat 3 aspek yaitu pelaksanaan program dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa secara umum pelaksanaan GSI di Kabupaten Wonogiri belum berjalan
dengan baik. Beberapa hal sebagai penyebabnya adalah pertama, struktur dan
unsur pelaksana sangat kompleks sehingga sulit untuk mengadakan koordinasi.
Kedua, proses perekrutan pejabat pelaksana lebih berdasarkan pada jabatan
struktural daripada komitmen calon anggota terhadap program. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan pembagian tugas dan tanggung jawab, serta minimnya kepatuhan anggota pelaksana terhadap pencapaian tujuan program. Tiap-tiap unsur pelaksana lebih mengutamakan kepentingan dan tugas masing-masing, sehingga wujud nyata kegiatan yang seharusnya dilaksanakan di masyarakat hanya sebatas slogan. Faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pelaksanaan program ini adalah sikap negatif dari pelaksana program yang dapat dilihat dari rendahnya tingkat pengetahuan tentang program dan kurangnya pemahaman dan orientasi gender. Hal ini juga didukung dengan intensitas komunikasi yang rendah sehingga koordinasi sulit dilakukan dan kurangnya partisipasi masyarakat.
Dharmastuti (2003) melakukan penelitian terhadap GSI dengan metode kuantitatif. Fokus penelitian pada efektivitas Tabulin dalam GSI dalam
(46)
commit to user
32
meningkatkan kelengkapan pelayanan antenatal, dan faktor-faktor lain terhadap kelengkapan pelayanan antenatal sebagai upaya membantu menurunkan AKI di Kabupaten Pati. Hasil penelitian yaitu, model Tabulin terbukti memberikan pengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan antenatal ibu hamil, antara lain dengan cara mengurangi hambatan biaya pelayanan. Disarankan agar Tabulin terus dikembangkan dan cakupannya diperluas kepada kecamatan-kecamatan lain.
Selain penelitian di atas, penelitian tentang Gerakan Sayang Ibu atau kebijakan penurunan AKI juga pernah dilakukan oleh Budianto (2006) di Kabupaten Bantul, dalam penelitiannya tersebut menggunakan variabel komitmen politis, koordinasi dan partisipasi sebagai variable yang mempengaruhi keberhasilan GSI.
Relevansi penelitian sebagaimana disebut dalam tabel 1.2 sangat bermanfaat dalam menjelaskan variable-variabel yang berpengaruh terhadap GSI, namun penelitian-penelitian tersebut belum secara khusus menyoroti masalah pemenuhan kebutuhan gender pada Gerakan Sayang Ibu. Maka penelitian tentang evaluasi Gerakan Sayang Ibu dengan kajian pada pemenuhan kebutuhan gender di Kecamatan Sayang Ibu Banjarsari Surakarta menjadi sesuatu yang baru dan menarik untuk diteliti.
(47)
commit to user
33
Tabel 1.2
Matrik Relevansi Penelitian Gerakan Sayang Ibu
No Nama Peneliti – Judul
Kajian Variabel Hasil Penelitian
(1) (2) (3) (4)
1. Iswarno – Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) di Kabupaten Kepahiang.
1.Komitmen politik
2.Koordinasi
3.Perencanaan
1. Komitmen politik pemerintah
daerah terhadap program KIA dalam alokasi anggaran masih rendah
2. Keterlibatan stakeholders lokal
dalam proses perencanaan dan penganggaran program masih kurang, kualitas perencanaan kegiatan masih rendah.
3. Koordinasi tidak berjalan
dengan baik
2. Listyarini - Kebijakan
Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (PP-AKI): Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Implementasi Program Gerakan Sayang Ibu (GSI) di Kabupaten Wonogiri.
1. Struktur dan
unsur pelaksana
2. Kepatuhan
anggota pelaksana
3. Komunikasi
4. Sumber daya
5. Partisipasi
masyarakat
1. Struktur dan unsur pelaksana
sangat kompleks sehingga kesulitan dalam koordinasi.
2. Proses perekrutan anggota
berdasarkan jabatan struktural, sehingga muncul ketidakjelasan pembagian tugas dan
tanggungjawab.
3. Keterbatasan sumber daya dan
rendahnya partisipasi masyarakat
3. Budianto – Evaluasi
Program Gerakan Sayang Ibu di Kabupaten Bantul
1. Komitmen
politik
2. Koordinasi
3. Partisipasi
1. Komitmen politis pemerintah
setempat yang masih rendah
2. Koordinasi yang belum optimal
3. Partisipasi masyarakat yang
masih rendah
4. Dharmastuti -
Pengaruh Program Tabulin dalam GSI terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal di Kabupaten Pati
Perbandingan kelengkapan Antenatal Care antara ibu hamil peserta Tabulin dan bukan peserta Tabulin
Model Tabulin terbukti memberikan pengaruh positif terhadap penggunaan pelayanan
Antenatal Care ibu hamil, antara
lain dengan cara mengurangi hambatan biaya pelayanan.
(48)
commit to user
34
7. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional a. Definisi konseptual
Berdasarkan kajian teori di atas, guna memahami penelitian ini diuraikan definisi konsep sebagai berikut:
(1) Gerakan Sayang Ibu yaitu suatu gerakan yang dilaksanakan oleh
masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk peningkatan perbaikan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka kematian bayi.
(2) Kebutuhan gender kebutuhan gender dapat berupa strategis atau
praktis setiap makhluk diturunkan dengan cara yang berbeda dan masing-masing implikasi yang berbeda.
b. Definisi operasional
(1) Sebab penentu kesehatan ibu maternal memiliki indikator:
- Faktor penyebab primer, merupakan faktor yang berasal dari
individu yang bersangkutan dan keluarga yang mendampingi.
- Faktor penyebab sekunder yang terdiri dari lingkungan
masyarakat dan pengeloaan program.
(2) Penilaian kebutuhan gender dapat dilihat dengan menggunakan alat
analisis gender yang memakai indikator kebutuhan praktis gender
(49)
commit to user
35
- Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan yang bersifat jangka
pendek dan lebih mudah dipenuhi.
- Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan yang bersifat jangka
panjang, merubah hubungan gender dan memerlukan strategi dalam proses pemenuhan.
8. Kerangka Berpikir
Masih tingginyaAKI karena hamil, melahirkan dan nifas saat ini belum menunjukkan penurunan yang signifikan dari upaya yang telah dilakukan selama ini. Percepatan penurunan AKI tersebut merupakan tanggungjawab kita bersama. Untuk mendorong dan meningkatkan kepedulian serta tanggungjawab semua institusi serta masyrakat dalam upaya penurunan AKI digalakkan GSI. GSI diharapkan mampu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Namun demikian, bila dilihat dari AKI karena hamil, bersalin dan nifas di Indonesia masih tinggi, bahkan di Kota Surakarta sendiri mengalami peningkatan AKI secara tajam di tahun 2009 menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per 100.000 kelahiran hidup.
Analisis faktor yang berpengaruh terhadap tingginya AKI di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu pendidikan dan pengetahuan, sosial budaya, sosial ekonomi, geografis dan lingkungan, aksesbilitas ibu pada fasilitas kesehatan serta kebijakan makro dalam kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu dipengaruhi pula oleh penyebab langsung dan tidak langsung. Pada kejadian sebelum terjadinya kematian ibu tersebut, maka sebelumnya dapat kita lihat
(50)
commit to user
36
kesehatan dari ibu hamil, bersalin dan nifas dengan indikator-indikator primer dan sekunder. Indikator faktor primer dinilai dari individu ibu hamil dan keluarga ibu hamil dalam menjaga kesehatan reproduksi. Selanjutnya, faktor sekunder dinilai dari pengelolaan program dan masyarakat sekitar dalam keikutsertaannya menjaga kesehatan reproduksi perempuan.
Dalam GSI peneliti mencoba untuk mengindentifikasi pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender, dimana hal-hal tersebut mampu dalam mendukung penurunan AKI melalui GSI.
Kerangka berfikir dalam penulisan ini secara sederhana dapat dilihat pada bagan 1.2 berikut ini:
Gambar 1.3 Kerangka Berfikir
Elemen Dasar Keselamatan Ibu: 1. Penyebab primer 2. Penyebab sekunder
Meningkatnya Angka Kematian Ibu
Gerakan Sayang Ibu
Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam GSI:
1. Kebutuhan Praktis Gender 2. Kebutuhan Strategis Gender 3. Kebutuhan Praktis dan Strategis
Gender Dominan Kebutuhan Praktis Gender
4. Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender Dominan Kebutuhan Strategis
Penurunan Angka Kematian Ibu
(51)
commit to user
37 G.METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, menurut Faisal (2005 : 18) penelitian deskriptif dimaksudkan sebagai upaya ekplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial. Untuk melaksanakan penelitian deskriptif, sudah tentu harus memilih tipe-tipe pendekatan penelitian yang digunakan. Dalam hubungan ini, ada tiga tipe umum pendekatan penelitian yang lazimnya digunakan dalam penelitian sosial. Tipe pendekatan pertama ialah
penelitian studi kasus, kedua adalah survei dan yang terakhir adalah eksperimen.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner/angket sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun, 1995: 3).
Penelitian deskriptif ini ditempuh dengan memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada. Mula-mula data dikumpulkan, disusun, dijelaskan dan dianalisis. Oleh karena itu penelitian ini sering disebut metode analitik. Selain itu, penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan konsep dan menghimpun data, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Singarimbun, 1995: 4-5).
Dalam penelitian ini peneliti berusaha menganalisis sebab-sebab peningkatan AKI di Kecamatan Banjarsari Surakarta dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan akan melakukan pengukuran secara cermat terhadap pemenuhan kebutuhan gender dalam GSI dengan pengumpulan data kualitatif
(1)
commit to user
121
berkisar 2 tahun. Temuan tersebut, jelas membuktikan bahwa bulin yang mengalami kematian maternal di wilayah Banjarsari Surakarta masing-masing merupakan kehamilan resiko tinggi.
Perilaku sehat bumil yang pada akhirnya mengalami kematian maternal sudah cukup baik. Mereka telah rajin memeriksakan kehamilan rata-rata lebih dari 4 kali, meskipun 2 kasus bulin meninggal hanya memeriksakan kurang dari 4 kali. Pemilihan tempat pemeriksaan dan pertolongan persalinan sudah diupayakan di tempat dengan fasilitas yang memadai. Namun, hal tersebut tidak diikuti kesadaran akan pentingnya kesehatan kehamilan yang di mulai dari hal-hal kecil, seperti mengikuti anjuran tenaga kesehatan yang menangani bumil bersangkutan selama kehamilannya.
Perempuan belum sepenuhnya mampu mengambil keputusan terkait kesehatan reproduksi mereka. Tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang kesehatan kehamilan akan mempengaruhi keputusan yang diambil terkait kesesuaian kebutuhan persalinan yang sebenarnya. Selain itu, status ekonomi keluarga yang terdiri dari penghasilan, pendidikan dan pekerjaan keluarga sangat mempengaruhi keselamatan ibu. Keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dalam penelitian ini cenderung tidak mampu menghadapi keadaan yang relatif dituntut kecepatan saat pengambilan keputusan untuk menyelamatkan nyawa ibu dengan komplikasi persalinan.
2. Faktor sekunder Elemen Dasar Keselamatan dan Kesejahteraan Ibu
Faktor sekunder dirasa telah terdapat upaya cukup optimal dalam menekan AKI. Hal tersebut terlihat dari penjelasan beberapa variabel. Akses
(2)
commit to user
122
terhadap pelayanan kesehatan telah diupayakan oleh semua stakeholders.
Namun, ketersediaan jumlah tenaga kesehatan di wilayah perbatasan Kecamatan Banjarsari masih mengalami keterbatasan sehingga menghambat
upaya penyelamatan pasien kegawatdaruratan obstetri. Masalah
keterjangkauan terutama terkait dengan masalah jarak menjadi penghambat masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan.
Kesiagaan dalam masyarakat untuk menyelamatkan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dari ancaman kematian hanya sebatas dibangun pada tataran kader GSI. Namun, yang menjadi garis bawah bahwa tidak semua kader mampu membangun hubungan interpersonal yang aktif. Pelayanan yang diperoleh bagi kelompok sasaran tergantung dari keaktifan kader untuk melakukan pemantauan. Jika bumil dan bulin tidak terpantau oleh kader maka pelayanan kesehatan dalam tataran GSI tidak dapat dimanfaatkan oleh bumil dan bulin tersebut. Dalam segi sistem rujukan, keterlambatan dalam rujukan yang dilakukan disinyalir memperburuk penyelamatan ibu bersalin.
3. Pemenuhan Kebutuhan Gender
Terdapat kesamaan dominasi pemenuhan kebutuhan gender baik secara formalitas peraturan dalam ranah kerja Satgas GSI maupun dalam tataran keluarga. Pemenuhan kebutuhan praktis gender yang diselenggarakan dalam Kecamatan Sayang Ibu di Banjarsari Surakarta secara keseluruhan telah berjalan dengan baik. Berikut ini penjelasannya lingkup pengelolaan pemenuhan kebutuhan gender oleh Satgas GSI dan pada lingkup keluarga sudah memperlihatkan:
(3)
commit to user
123
1) Dalam tataran pelaksanaan melalui Satgas GSI Kelurahan tidak terpenuhinya kebutuhan strategis gender disebabkan kegiatan yang menjadi dominan, seperti adanya dasolin, pencatatan dan pelacakan, pemyuluhan intensitas pemeriksaan kehamilan. Namun, pelaksanaan ambulan desa dan donor darah oleh petugas GSI hanya berhenti pada tataran formalitas kebijakan melalui SK Pembentukan Satgas GSI tingkat kelurahan.
Kegiatan dominan dalam GSI melalui Satgas Kelurahan pada umumnya lebih menekankan intervensi jangka pendek yang ditujukan untuk mengatasi komplikasi obstetri. Hal tersebut berdampak pada kualitas dan kuantitas pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki bumil, bulin dan bufas sehingga bisa menimbulkan permasalahan lain ketika bumil, bulin dan bufas tersebut mengalami kelainan kehamilan maupun pasca persalinan. Dalam pelaksanaan GSI melalui Satgas GSI aspek kebutuhan gendernya adalah pemenuhan kebutuhan praktis gender.
2) Pada lingkup paling kecil di masyarakat, yaitu keluarga kebutuhan strategis gender terdapat dalam hasil penelitian ini antara lain masalah perencanaan kehamilan dimana 66,7% responden telah melakukan perencanaan kehamilan dan angka kekerasan dalam rumah tangga yang hanya ditemui dalam 2 keluarga dari 30 sampel yang diambil. Secara tidak langsung keperdayaan perempuan telah tumbuh dalam lingkungan keluarga sebagai upaya penyelamatan bumil, bulin dan
(4)
commit to user
124
bufas dari ancaman kematian maternal. Namun, pemenuhan kebutuhan gender masih dominan pada pemenuhan kebutuhan praktis. Aspek pemenuhan kebutuhan gender dalam keluarga yaitu, telah terdapat pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dominan pemenuhan kebutuhan pratis gender.
Terdapat hubungan antara faktor kesealamatan ibu dengan pemenuhan kebutuhan gender. Karena masih dominannya pemenuhan kebutuhan praktis yang bertujuan untuk menangani komplikasi saat terjadi persalinan, maka faktor-faktor yang bersala dari keluarga seperti kesetaraan gender, tingkat pengetahuan yang sama antara suami istri terkait masalah kesehatan reproduksi masih jauh dari yang diharapkan untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI). Selain itu, peningkatan Aki secara tajam pada tahun 2009 di Kota Surakarta, juga disebabkan karena adanya perkembangan dalam system pencatatan dan pelacakan kematian Ibu.
B. Saran
Hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa rekomendasi yang peneliti ajukan agar GSI dapat berkontribusi lebih baik lagi agar upaya penurunan AKI dan sebagai bahan masukan serta pertimbangan bagi stakeholders. Beberapa rekomendasi yang diajukan tersebut antara lain:
1. Target utama GSI di tingkat keluarga adalah pemberdayaan suami agar lebih perhatian terhadap istri. Oleh karena itu, persepsi mengenai kesetaraan gender perlu diberikan melalui lembaga formal maupun non formal. Sehingga, posisi perempuan tidak selalu tersubordinasi terhadap laki-laki. Hal ini akan membantu perempuan dalam pengambilan
(5)
commit to user
125
keputusan untuk kesehatan reproduksinya, membantu kepercayaan diri perempuan selama masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Selain itu juga mampu menghindari tindakan kekerasan oleh pasangan suami isrti dalam rumah tangga.
2. Pendidikan kesehatan reproduksi perlu diberikan untuk laki-laki untuk mewujudkan kesetaraan gender. Jika selama ini informasi terkait Gerakan Sayang Ibu hanya diberikan dalam forum PKK maka, hal tersebut perlu dirubah menjadi suatu forum GSI tersendiri yang memberikan arahan pada laki-laki dan perempuan mengingat pentingnya keselamatan ibu hamil, bersalin dan nifas untuk menekan AKI.
3. Kegiatan GSI tidak hanya bersifat anjuran (advokasi) semata, tetapi perlu dikembangkan hingga bersifat holistik. GSI diharapkan mampu menyentuh dan ikut menyelesaikan persoalan mendasar di tingkat keluarga yaitu ekonomi, melalui peningkatan ekonomi keluarga.
4. Satgas GSI perlu lebih meningkatkan kinerja dan empati dari petugas pada khususnya dan/atau masyarakat luas pada umunya. Hal ini terutama dalam hal pemberian dasolin yang kurang cepat dan perlu melewati mata rantai birokrasi yang panjang. Jaminan kesehatan PKMS yang diberikan pemerintah ternyata belum cukup membantu bagi keluarga miskin (gakin) saat terjadi komplikasi persalinan.
5. GSI perlu direvitalisasi kembali dan dilanjutkan pada beberapa wilayah kelurahan di Kecamatan Banjarsari, karena kurang keaktifan dari para
(6)
commit to user
126
kader. Pengembangan dan peningkatan kualitas dan kinerja perlu untuk memaximalkan GSI di lapangan.
6. Perlu diberikan sistem reward bagi para Satgas GSI yang merupakan mitra informasi pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota. Sehingga, para Satgas mampu lebih berperan aktif di masyarakat lingkungannya. Perlu dibangun jaringan kerja (networking) yang komunikatif dengan seluruh lintas sektoral dalam upaya menurunkan AKI.
7. Berdasarkan temuan di lapangan Dinas Kesehatan kurang mengetahui informasi dan kondisi terkait pelaksanaan GSI pada level paling bawah yaitu level kelurahan. UPTD Dinas Kesehatan di Kecamatan yaitu Puskesmas beberapa diantaranya juga kurang begitu terjalin komunikasi antar kedua stakeholders GSI tersebut. Pengumpulan beragam informasi dari level bawah perlu kembali dibangun untuk meningkatkan kinerja GSI, karena pada dasarnya GSI merupakan kegiatan antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menurunkan AKI.
8. Pencatatan Audit Maternal Prenatal (AMP) perlu dilakukan secara tertib administrasi setiap kali terdapat kasus kematian, sehingga tidak terdapat