EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA: Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung Tahun Ajaran 2010/2011.
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ……….. x
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian... 13
E. Asumsi ... 14
F. Hipotesis ... 15
G. Metode Penelitian ... 15
H. Populasi dan Sampel ... 16
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Percaya Diri ………. ... 17
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Percaya Diri……… ... 20
C. Karakteristik Individu yang Memiliki Percaya Diri………… ... 23
D. Jenis-jenis Percaya Diri……….. ... 24
E. Cara Meningkatkan Percaya Diri……….. ... 29
BAB III. PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian ... 58
B. Populasi dan Sampel Penelitian………. 59
C. Definisi Operasional Variabel ... 59
D. Teknik Pengumpulan Data ... 62
E. Pengembangan Instrumen Penelitian……… . 63
F. Teknik Analisa Data ……….. ... 70
G. Langkah-Langkah Penelitian ……….. 72
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Profil Percaya Diri Siswa SMA Negeri 1 Pagelaran Lampung……. 79
2. Efektivitas Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Percaya Diri siswa………. 86
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 101
(2)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA ... 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………. 108
(3)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Syntax Of Role Playing ... 44
3.1. Desain Penelitian……….. 58
3.2.Teknik Pengumpulan Data……….. 63
3.3. Kisi-kisi Instrumen Percaya Diri ... 64
3.4 Kategori Validitas Butir Instrument ... 67
3.5 Kategori Reliabilitas Instrumen ... 69
3.6. Panjang Kelas Interval………. 72
4.1. Profil Percaya Diri Siswa SMA Negeri 1 Pagelaran ... 79
4.2. Perbandingan Profil Percaya Diri Siswa Sebelum dan Sesudah Perlakuan ………. 86
(4)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat –Surat Izin Penelitian………... 125
2. Instrument Pengolahan Data………. . 129
3. Hasil Pengolahan Data……… ... 141
4. Program Bimbingan dan Konseling………. 148
5. Dokumentasi Kegiatan………. ... 190
(5)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Menurut Hall ( Fatimah 2006 ) masa remaja sebagai masa “ Strom and Stress”. Ia menyatakan bahwa selama masa remaja, banyak masalah yang dihadapi karena remaja berupaya menemukan jati dirinya ( identitasnya) kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka meningkatkan percaya diri remaja.
Remaja merupakan periodesasi atau fase perkembangan yang sangat sensitif dan gejolak. Dengan adanya berbagai tuntutan atas dasar pertumbuhan dan perkembangannya, remaja sangat rawan akan segala gangguan yang dapat menimbulkan masalah dalam hidupnya baik itu secara pribadi maupun masalah-masalah sosial. Tentunya kondisi buruk ini tidak akan terjadi apabila remaja memiliki ketahanan diri yang kuat sehingga dapat terhindar dari segala pengaruh yang tidak baik. Ketahanan diri dapat berupa rasa percaya diri yang positif atau dengan kata lain individu dapat merespon segala sesuatu secara positif dan konstruktif. Keadaan ini berawal pada kemampuan seseorang memahami serta menilai dirinya secara positif, atau dalam istilah yang lebih populer remaja memiliki konsep diri yang baik atau positif.
Remaja adalah satu sosok manusia yang berada di antara dua fase yaitu anak-anak dan dewasa sehingga karena keberadaannya tersebut, remaja tidak memiliki
(6)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kematangan intelektual dan emosional. Kecuali itu, remaja memiliki banyak ragam problematika yang membebaninya.
Problematika tersebut antara lain :
1. Ketidakmatangan intelektual dan emosional. Hal ini berakibat pada tindakan yang tidak rasional, cenderung emosional dan tanpa pikir panjang.
2. Tidak mampu berprestasi dan membanggakan orang tua. Kesulitan belajar sering dialami sebagian remaja, karena kebanyakan remaja kehilangan minat belajar dan membaca.
3. Solidaritas berlebihan, akan menyebabkan tindakan pembelaan yang berlebihan terhadap teman akan mengakibatkan tertutupnya mata dan telinga akan kebenaran.
4. Lebih mengandalkan kekuatan fisik (okol) dari pada akal.
5. Dalam hal cinta dan benci cenderung berlebihan. (Widiyarti, diakses 2011) Jika ditinjau pada fase ini, siswa baru SMA adalah remaja yang sedang mencari identitas diri, masa mencoba dan masa yang penuh dengan gelombang. Seharusnya masa remaja dihiasi dengan keceriaan, sukacita. Menurut Santrock (2003) remaja adalah masa transisi dari masa kanak ke masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai bagian dari perkembangan identitas. Tetapi pada kenyataannya justru masa remaja banyak yang menanggung beban berat. Banyak hal yang menyebabkan siswa merasa kurang percaya diri. Globalisasi membawa pengaruh pada kehidupan manusia, dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat di era ini, disatu sisi banyak membawa kemudahan tetapi disisi lain justru banyak
(7)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
menimbulkan masalah. Kekerasan pada anak karena himpitan ekonomi, kepadatan penduduk, sifat sosial yang semakin berkurang, komunikasi antar anak dan orang tua hampir tidak ada karena kesibukan orang tua . Keadaan yang demikian menyebabkan anak jadi kurang perhatian, tidak terawasi, tidak mendapatkan kasih sayang, merasa kesepian, sehingga anak mencari pelarian ke tempat lain yang belum tentu baik, bahkan lebih banyak menyimpang. Hal inilah salah satu penyebab anak jadi depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, delinkuesi, dan merasa tak punya siapapun, sehingga anak tidak dapat berkembang secara optimal.
Pencarian identitas diri, remaja cenderung melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orang tuanya. Menurut Erikson ( Deswita, 2009) masa remaja adalah masa yang paling penting, yaitu tahap pencarian jati diri, remaja mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu yang unik yang siap memasuki suatu peran yang berarti di masyarakat, baik peran yang bersifat menyesuaikan diri maupun yang bersifat memperbaharui. Tetapi karena peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disatu pihak dan karena kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis dipihak lain, maka akan mengalami krisis identitas. Bila krisis ini tidak segera di atasi, maka remaja akan mengalami kebingungan peran atau kekacauan identitas, yang dapat menyebabkan anak merasa terisolasi, minder atau kurang percaya diri, cemas, hampa dan bimbang serta kurang memiliki keyakinan akan kemampuan diri. Lebih lanjut Erikson mengatakan keberhasilan kehidupan di masa dewasa adalah ditentukan pada masa remaja.
(8)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Di antara persoalan remaja yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya antara lain adalah masalah penyesuaian diri. Karena jika penyesuaian diri remaja gagal maka akan timbul krisis percaya diri remaja.
Permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Rutter dkk 1983 membuktikan bahwa remaja yang hidup di dalam rumah tangga yang “retak”, mengalami masalah emosi, tampak padanya kecenderungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, di samping kurang kepekaan terhadap penerimaan sosial, kurang mempunyai rasa percaya diri, kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar (Santrock 2003).
Penyesuaian diri remaja di sekolah timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, terutama Sekolah Menengah Atas (SMA), jika remaja tidak dapat menyesuaikan diri pada sekolah dan situasi yang baru maka ia akan merasa minder tidak mempunyai rasa percaya diri.
Masa Orientasi Siswa (MOS) adalah waktu yang paling ditunggu para siswa baru, dapat mengenal situasi dan lingkungan sekolah yang baru baik sebagai siswa baru di SMA maupun SMP. Kegiatan ini bertujuan agar siswa baru mengenal kehidupan lingkungan sekolah dan menyatu dengan warga sekolah untuk mempersiapkan diri mengikuti kegiatan belajar mengajar, dilaksanakan dengan ceramah, pengenalan terhadap program dan cara belajar, tata tertib, kegiatan ekstrakurikuler, lingkungan serta visi dan misi sekolah, dengan metode
(9)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penyelenggaraan yang menarik dan menyenangkan bagi siswa. (Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Manajemen Dikdasmen 2010).
MOS sebagai sarana untuk menempa diri dalam penyesuaian diri siswa baru, mengaktualisasikan diri agar tercapai perkembangan yang optimal. Tetapi pada kenyataannya tidak semua siswa berani tampil untuk menunjukkan kemampuannya, merasa grogi, tidak siap, malu dan masih banyak alasan lain untuk membela diri untuk menjawab pertanyaan mengapa tidak berani tampil. Pada intinya siswa merasa tidak percaya diri atau tidak punya percaya diri. Siswa baru SMA adalah remaja yang sedang berkembang, dimana percaya diri merupakan hal yang paling penting pada diri remaja. Banyak remaja yang merasa minder jika tidak sama atau berbeda dengan yang lain.
Konsep diri merupakan hal yang penting bagi remaja. Sejumlah peneliti telah menemukan bahwa penampilan fisik memberikan kontribusi yang sangat besar pada rasa percaya diri (Adams, 1977; Harter, 1989a; Lerner & Brackney, 1978; Simmons Blyth, 1987 dalam Santrock 2003). Sementara itu Harter (1989a) menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara penampilan diri dangan harga diri secara umum yang tidak hanya terjadi sepanjang masa, tetapi juga sepanjang masa kehidupan, dari masa kanak-kanak awal hingga usia dewasa pertengahan. Penelitian lain dari Lord dan Eccles 1994, menemukan bahwa konsep diri berhubungan erat dengan ketertarikan fisik merupakan faktor terkuat dalam meningkatkan rasa percaya diri remaja (Santrock 2003).
Percaya diri bagi remaja merupakan suatu kebutuhan yang harus terpenuhi, sehingga apa yang dilakukan remaja karena termotivasi untuk memenuhi
(10)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kebutuhan tersebut, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Seperti yang dikemukakan oleh teoritisi psikologi Abraham H. Maslow tentang hierarki kebutuhan, berasumsi bahwa kebutuhan yang lebih rendah tingkatnya harus dipuaskan atau minimal terpenuhi secara relatif sebelum kebutuhan yang lebih tinggi tingkatnya menjadi motivator tindakan. Selanjutnya Maslow menyusun tingkat kebutuhan dari yang paling rendah sampai yang tertinggi yaitu ; (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan rasa aman, (3) kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang, (4) kebutuhan penghargaan (5) kebutuhan rasa ingin tahu (6) kebutuhan estetik (7) kebutuhan pertumbuhan, dan (8) kebutuhan aktualisasi (Ali, 2011).
Dari uraian hierarki kebutuhan di atas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologis ini telah terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan berikutnya akan mendesak begitu seterusnya. Namun setiap proses kehidupan manusia itu berbeda-beda dan tidak selalu mengikuti garis lurus yang meningkat, begitu pula dengan proses kehidupan remaja. Jika remaja memiliki percaya diri yang kuat maka dia akan mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Karena pada dasarnya percaya diri bukan saja kebutuhan orang dewasa tetapi kebutuhan hampir semua tingkatan usia termasuk remaja dan anak-anak. Banyak remaja yang terhambat perkembangannya karena tidak memiliki percaya diri.
Dalam keadaan yang demikian remaja memerlukan bantuan dan bimbingan untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih baik, dalam mencapai perkembangan yang optimal.
(11)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Fenomena yang ada banyak remaja yang kehilangan percaya dalam mengaktualisasikan dirinya, untuk itu perlunya bimbingan dan konseling di sekolah untuk membantu para siswa yang mengalami masalah di sekolah. Hakekat bimbingan dan konseling adalah bantuan dalam rangka memfasilitasi siswa agar mencapai tugas-tugas perkembangan yang optimal dan memandirikan.
Havighurst (1961) sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya, dan sekolah seyogyanya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa mencapai tugas perkembanganya yang menyangkut aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan personal dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai aspek perkembangan, maka siswa itu harus dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangan nya seperti : menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif, mencapai kemandirian emosional, mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang perlu bagi kompetensinya.
Kebutuhan siswa dalam perlakuan sosial disebabkan karena para siswa dituntut untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi tertentu. Kemampuan siswa dalam berinteraksi yang dinamis dan harmonis dapat membawa siswa mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan harus dapat menerapkan, menciptakan, dan memberikan suasana psikologi yang dapat mendorong perilaku sosial yang memadai sehingga kebutuhan sosial yang diharapkan dapat terpenuhi.
(12)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Bergaul merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh remaja untuk memperoleh kesenangan, bersosialisasi tanpa pertimbangan akhir. Hubungan sosial dengan teman bermain dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Untuk itu peran guru bimbingan dan konseling (BK), menjadi sangat penting karena dalam upaya mencapai tujuan bimbingan dan konseling yaitu agar siswa menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depanya, biasanya siswa mengalami hambatan-hambatan yang tidak mampu diatasinya sendiri, mereka butuh orang lain yang bisa membantu dan mau mengerti keadaan dirinya serta masalah-masalah yang dihadapinya,seperti kesulitan dalam mengungkapkan pendapat di depan guru dan teman-temanya, karena malu, takut dan sungkan atau dengan kata lain siswa tidak mempunyai percaya diri.
Dalam konsep layanan bimbingan dan konseling manusia dipandang sebagai suatu kesatuan. Pengaruh terhadap satu aspek pada seorang individu akan mempengaruhi keseluruhan pribadinya.
Menurut Robert J. Havighust ( Hurlock, 1990) bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi, kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.
Perlunya layanan Bimbingan dan Konseling adalah untuk memfasilitasi pengetahuan dan perubahan perilaku percaya diri siswa, untuk mencapai perkembangan tersebut. Pemberian layanan bimbingan dan konseling dapat
(13)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
diberikan dengan berbagai strategi antara lain bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok dapat di setting dengan beberapa strategi termasuk di dalamnya adalah permainan atau games, antara lain sosiodrama, yang bertujuan agar dengan permainan sosiodrama ini diharapkan dapat meningkatkan percaya diri siswa. Karena dalam permainan sosiodrama siswa diberi tugas untuk mendramatisasikan suatu topik tertentu, jadi dapat dikatakan sebagai sarana untuk melatih mental siswa.
Selain itu dalam permainan sosiodrama siswa dapat mengenal peran dari setiap sosok manusia, menambah kemampuan berimajinasi, bersosialisasi, siswa dapat mengekspresikan peran yang diinginkan melalui tingkah laku dan bahasa. Permainan sosiodrama melibatkan beberapa siswa sehingga memungkinkan terjadinya interaksi sosial dan emosi di antara para pemainnya.
Menurut Garvey (Fernie, 2000) permainan sosiodrama merupakan tipe permainan yang kompleks, siswa mulai merencanakan perbuatan yang akan dilakukan, mentransformasikan ke suatu objek dengan mengekspresikan ide dan perasaan tentang dunia sosial dan tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan. Permainan dilakukan dengan teman satu kelas atau satu kelompok.
Peranan sosiodrama dalam bimbingan kelompok dan dapat digunakan bila : 1) Topik yang dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan
perasaan seseorang
2) Topik yang dimaksudkan untuk menumbuhkan kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan
(14)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4) Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan keterampilan tertentu sehingga diharapkan siswa mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam masyarakat kelak
5) Dapat menghilangkan rasa malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan kurang percaya diri serta takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
6) Untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki siswa . ( Muthoharoh, 2010).
Nurihsan (2005), menyatakan bahwa bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan dalam diri konseli atau siswa. informasi yang diberikan dalam bimbingan kelompok itu terutama dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman mengenai orang lain, sedangkan perubahan sikap merupakan tujuan yang tidak langsung. Sedangkan menurut pandangan group therapy, sebuah kegiatan kelompok biasanya digunakan untuk meningkatkan pengetahuan tentang diri dan orang lain, membantu mengklarifikasi perubahan yang diperlukan untuk kehidupan, dan memberikan „tools‟ yang diperlukan untuk mewujudkan harapan.
Dalam pandangan Group therapy ini, partisipan kelompok adalah populasi yang berbeda yang mengalami gejala atau simptom depresi, masalah seksual, kecemasan, dan psikosomatis, dengan fokus perhatian pada faktor ketaksadaran dan masa lalu individu melalui penciptaan iklim yang baik sehingga menjadi lebih sehat.
(15)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Fenomena yang terjadi menunjukkan semakin kompleksnya masalah yang dihadapi siswa, sekolah merupakan tempat yang diharapkan dapat melakukan upaya preventif, kuratif dan pengembangan dengan cara memberikan bimbinagan agar siswa dapat menghadapi masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu diperlukan teknik bimbingan yang terstruktur, sistematis dan terintegrasi dalam program bimbingan dan konseling yang tertuang dalam layanan dasar sebagai upaya untuk mengatasi setiap masalah tersebut, salah satu strateginya adalah melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan sosiodrama. Melalui teknik permainan sosiodrama ini siswa diharapkan dapat memiliki keberanian untuk mengaktualisasikan dirinya melalui dinamika kelompok.
Berdasarkan pengamatan para guru SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung, masih ditemukan adanya anak-anak yang mengalami kesulitan mengungkapkan pendapat saat Proses Belajar Mengajar di kelas maupun di luar jam pelajaran. Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan, menunjukkan bahwa pada umumnya siswa mengalami rasa kurang percaya diri dalam bertanya maupun mengajukan pendapat dalam kegiatan belajar mengajar dikelas, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang tidak berani bertanya dengan guru mata pelajaran dikelas.
B. Rumusan Masalah
Percaya diri merupakan hal yang penting pada remaja, fenomena yang ada ternyata siswa SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung masih benyak yang kurang percaya diri. Gejala yang nampak antara lain banyak siswa mengalami hambatan dalam proses pembelajaran terutama dalam hal keaktifan
(16)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
siswa di kelas baik dalam bertanya maupun dalam menjawab pertanyaan serta diskusi. Hal ini banyak dikeluhkan oleh guru mata pelajaran yang mengajar dikelas.
Fenomena yang kedua, guru pembimbing kurang dapat memberikan layanan yang maksimal kepada siswa yang menjadi tanggung jawab binaannya, hal ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain dari sumber daya manusianya sendiri, keterampilan dan kemampuan guru pembimbing dalam memberikan layanan kurang memahami teknik- teknik layanan bimbingan baik secara individual maupun kelompok, serta kurangnya daya dukung ruang bimbingan yang tidak repesentatif, sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan layanan bimbingan secara kelompok. Dalam situasi seperti ini maka diperlukan suatu teknik layanan yang dapat diberikan secara kelompok di dalam kelas yaitu salah satunya dengan teknik permainan sosiodrama.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana profil percaya diri siswa kelas X SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2010/2011?
b. Seberapa besar tingkat efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengetahui keefektifan teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa.
(17)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah mengkaji secara empiris tentang hal berikut:
c. Percaya diri siswa SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2010/2011.
d. Efektivitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa. C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dalam bidang bimbingan dan konseling, khususnya yang berkenaan dengan penerapan teknik sosiodrama dalam kelompok untuk meningkatkan percaya diri siswa.
2. Manfaat praktis,
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak sebagai berikut:
a. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam pemecahan masalah yang dihadapi dengan setting kelompok.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada konselor sekolah dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dalam penerapan teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa Teknik sosiodrama ini tidak hanya dapat diterapkan di SMA Negeri 1 Pagelaran Pringsewu Lampung tetapi juga dapat dipergunakan untuk
(18)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sekolah lain dengan memperhatikan karakteristik dan kekhasan masing-masing sekolah.
c. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling dan permainan yang sesuai untuk meningkatkan percaya diri siswa.
D. Asumsi
1. Meningkatkan percaya diri siswa dapat dilakukan dengan bimbingan kelompok dan berbagai teknik, seperti yang disebutkan oleh Romlah (2001 : 87) beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pelaksanaan bimbingan kelompok yaitu, antara lain : pemberian informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan.
2. Permainan merupakan teknik atau cara untuk memudahkan penyelesaian masalah atau kasus yang dialami agar dapat segera terentaskan. Corey ( 2007 ; 132) Permainan bisa berguna sebagai alat untuk membantu klien guna memperoleh kesadaran yang lebih penuh, mengalami konflik-konflik internal, menyelesaikan inkonsistensi- inkonsistensi dan dikotomi- dikotomi, dan menembus jalan buntu yang menghambat penyelesaian urusan yang tak selesai. Permaianan dalam bimbingan kelompok antara lain, sosiodrama, permainan simulasi, karyawisata, penciptaan keluarga dan sebagainya.
3. Permainan sosiodrama adalah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman-teman sebaya, yang aktif terhadap perilaku dan bahasa. Melalui interaksi-interaksi dan komunikasi interpersonal yang terjadi
(19)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
antar pemeran maka akan meningkatkan percaya diri siswa dan meningkatkan keterampilan-keterampilan komunikasi antar pemeran dapat di latihkan. Proses penugasan pemeran diserahkan kepada siswa untuk memilih anggota kelompoknya dan tokoh yang akan diperankan. Melalui cara-cara yang demikian maka percaya diri siswa dapat ditingkatkan.
Dengan demikian diasumsikan bahwa percaya diri siswa dapat ditingkatkan dengan permainan sosiodrama. Karena dalam permainan sosiodrama tersebut anggota kelompok dapat mengekspresikan perasaannya sesuai dengan peran yang diperankan dan secara tidak langssung tingkah laku siswa akan terbentuk melalui permainan tersebut.
E. Hipotesis
Sesuai dengan asumsi maka hipotesis penelitian adalah Teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan percaya diri siswa SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen,, karena metode ini sebagai bagian dari pendekatan kuantitatif yang mempunyai ciri khas tersendiri terutama dengan adanya kelompok yang dikontrol. Desain yang digunakan adalah pre-test dan post-test dengan kelompok kontrol. Dalam pengumpulan data, teknik yang digunakan adalah angket dan pengamatan.
(20)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu G. Populasi dan Sampel
Lokasi penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung. Dengan populasi penelitian adalah siswa kelas X yang berjumlah 7 kelas, sampel diambil sebanyak 2 kelas dengan jumlah siswa masing-masing 30 siswa, kelas X 7 kelas eksperimen atau subyek penelitian dan kelas X 2 ditetapkan sebagai kelompok kontrol.
(21)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Metode kuasi eksperimen digunakan untuk mengetahui efektifitas teknik sosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa.
Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen Nonequivalent Control Group Design dimana kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2009). Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan meningkatkan percaya diri pada kelompok eksperimen dan bimbingan secara konvensional pada kelompok kontrol. Desain penelitian disajikan melalui tabel (3.1).
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O X O
Kontrol O -- O
Sumber: Sugiyono, 2010
Keterangan :
X : Teknik sosiodrama O : Pretest-Posttest.
(22)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu B. Populasi dan sampel Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Pagelaran yang beralamat di Jl. Raya Gumukmas Pagelaran kabupaten Pringsewu Lampung.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Pagelaran, kelas X dimana terdapat tujuh kelas, berjumlah 211 anak. karena penelitian ini bersifat kuasi eksperimen maka kelas yang dipilih sebagai subyek penelitian adalah kelas X7 sebagai kelas eksperimen dan Kelas X 2 dipilih sebagai kelas kontrol.
Subjek penelitian ini sebanyak 27 orang, berdasarkan hasil pengolahan data 27 oraang tersebut menunjukkan tingkkat percaya diri yang rendah. C. Definisi Operasional Variabel
1. Pengertian Sosiodrama
Sosiodrama sebagaimana dikemukakan Moreno (Adam Blatner, 2009) didasarkan pada asumsi bahwa kelompok terbentuk dan diselenggarakan dipengaruhi peran sosial dan tingkat budaya masyarakat tertentu. Sosiodrama sebagai dasar pengembangan metode psikodrama, yaitu suatu metode atau teknik berbasis dan bertujuan mengkatarsiskan konflik-konflik sosial secara umum yang terjadi dan berkembang di dalam interaksi kelompok bersifat pribadi dan kelompok, dengan bermain peran menggunakan pendekatan teater (drama).
(23)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sosiodrama adalah permainan peranan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Konflik-konflik sosial yang disosiodramakan adalah konflik-konflik yang tidak mendalam yang tidak menyangkut gangguan kepribadian (Romlah 2006).
Boal 1985, Spoin 1986, Cossa, Ember, Grover dan Hazelwood, 1966; berpendapat bahwa sosiodrama dapat menjadi alat bantu dalam meningkatkan kesadaran sosial dan politik, mengatasi masalah-masalah kritis dengan orang lain, untuk memahami teori dasar dan praktek keterampilan atau keterlibatan konselor dalam proses membantu perubahan perilaku psikologis seseorang. Sosiodrama menggambarkan sebagai teknik teater (bernain peran/ menirukan peran dalam kehidupan nyata) digunakan dalam pengaturan pendidikan dan latihan dan dapat juga digunakan sebagai bentuk terapi dalam training (Gracia A Telesco,2006).
Menurut Tohirin (2010) sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok, sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui drama. Masalah yang didramakan adalah masalah-masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial.
Dalam penelitian ini yang dimaksud sosiodrama adalah kegiatan siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Pagelaran dalam menampilkan drama yang dimoderatori oleh guru bimbingan dan konseling dengan tujuan agar siswa dapat berinteraksi sosial dengan anggota kelompok, berpura-pura mengungkapkan pikiran dan perasaan serta dapat mempraktikkan keterampilan bahasa, mengekspresikan
(24)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
emosi dan memecahkan interpretasi mereka tentang kehidupan sosial secara nyata sesuai dengan peran yang dipilih dan dari respon reaksi peran mendorong perubahan tingkah laku baru.
b. Pengertian Percaya Diri
Banyak yang mengemukakan pendapat mengenai percaya diri di pandang dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti akan membahas tentang percaya diri yang dikemukakan oleh Hakim (2005) menyatakan : pengertian percaya diri merupakan keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Jadi, individu yang percaya diri adalah individu yang mampu mengenali kelebihan-kelebihan dalam dirinya, dengan mengetahui kelebihan-kelebihan tersebut dapat menumbuhkan keyakinan dalam dirinya bahwa ia mampu melakukan sesuatu.
Hal senada diungkapkan oleh Angelis ( 2003) bahwa percaya diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu.
Orang yang memiliki keyakinan diri yang kuat akan selalu tampil percaya diri dalam situasi apapun. Percaya diri juga di sebut sebagai harga diri dan selalu beriringan dengan konsep diri dimana konsep diri berfungsi sebagai evaluasi diri terhadap domain yang spesifik dari diri.
Percaya diri dalam penelitian ini adalah keyakinan siswa kelas X-7 siswa SMA Negeri 1 Pagelaran terhadap kemampuan dan kekurangannya sendiri dan
(25)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(1) percaya akan kemampuan diri sendiri, s (2) tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis (3) berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, (4)Punya kendali diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil), (5) memiliki
internal locus of control , (6) mempunyai cara pandang positif terhadap orang
lain, diri sendiri, dan situasi diluar dirinya, (7) memiliki harapan-harapan yang realistik.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan angket dalam pengumpulan datanya. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Teknik Pengumpulan Data
No Sumber Data Jenis Data Teknik
Pengumpulan Instrument 1 Siswa Tingkat percaya diri
siswa
Pre test dan Post test
Angket
2 Siswa Kemampuan dalam bermain peran / teknik sosiodrama
Pre test dan Post test
Dramatisasi
3 Siswa Foto-foto, rekaman pelaksanaan kegiatan siswa
Dokumentasi Alat yang
dibutuhkan untuk mengambil foto atau rekaman, kamera atau handycame
(26)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu E. Pengembangan Instrumen Penelitian
Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka dikembangkan alat pengumpul data seperti:
1. Bentuk Instrumen
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuesioner dengan skala penilaiannya menggunakan skala Likert. Untuk setiap pertanyaan terdiri Bari 5 alternatif jawaban masing-masing sebagai berikut: Alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 5, Sesuai diberi skor 4, Ragu-ragu (R) skor 3, Tidak Sesuai (TS) skor 2 dan Sangat Tidak Sesuai (STS) skor 1
(27)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Percaya Diri
Variabel Aspek No Pernyataan
Percaya diri
1. Percaya pada kemampuan diri sendiri
1,2,3,4,5,6
2. Tidak menunjukkan sikap konformis
7,8,9,10,11
3. Berani menerima dan menghadapi
penolakan orang lain
12,13,14,15,16
4. Punya kendali diri yang baik
17,18,19,20,21,22
5. Memiliki internal locus of control
23,24,25,26,27,28
6. Memiliki cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri, dan situasi diluar dirinya
29,30,31,32,33,34,35,36
7. Memiliki harapan-harapan yang realistic
(28)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3. Penilaian Instrumen
Penilaian inntrumen sebelum digunakan sebagai alat pengungkap percaya diri siswa, adalah penting yaitu untuk mengetahui apakah instrument tersebut dalam kualifikasi memadai (M) atau tidak memadai (TM). Pernyataan yang telah berkualifikasi M langsung dapat digunakan untuk mencari data penelitian, kemudian yang berkualifikasi TM harus direvisi,
Setelah instrument tersusun kemudian dilakukan penilaian atau judgement oleh ahli yaitu Prof.Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Dr.Suherman, M.Pd dan Dr. Mubiar Agustin, M.Pd.
Dari hasil penilaian (judgement) instrument yang tersusun sebanyak 45 pernyataan, berdasarkan pertimbangan para penilai (professional
judgement) ada 3 item yang dinilai tidak relevan dengan aspek yang
diungkap, yaitu pernyataan nomor 7,10 dan 13. Dengan demikian jumlah pernyataan yang akan digunakan untuk diuji validitas dan reliabilitasnya sebanyak 42 pernyataan.
Sebelum instrument diujicobakan, penulis melakukan uji keterbacaan instrument. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan instrument secara redaksional sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda pada saat dilakukan uji coba dan pelaksanaan penelitian. Uji keterbacaan dilakukan terhadap subjek yang memiliki karakteristik relatif sama dengan subjek penelitian sebenarnya, yaitu siswa SMA PGRI Pagelaran kelas X-1 sebanyak 30 orang siswa. Hasil yang diperoleh ada
(29)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dua pernyataan yang secara redaksional harus direvisi atau diganti dengan kalimat dan istilah yang lebih jelas dan dapat dipahami yaitu pernyataan nomor 9 dan 22.
4. Uji Coba Instrumen
a. Validitas Butir Instrumen
Validitas butir instrumen digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir instrumen observasi terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir instrumen, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah butir instrumen akan memiliki validitas yang tinggi jika skor instrumen tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir instrumen dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir instrumen digunakan rumus korelasi.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product
moment pearson (Arikunto, 2002).
Keterangan:
= Koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan.
X = Skor item Y = Skor total
(30)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu N = Jumlah siswa
Interpretasi untuk besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4
Kategori Validitas Butir Instrumen
Batasan Kategori
Sangat Rendah (sangat kurang)
Rendah (kurang) Cukup (sedang) Tinggi (baik)
Sangat Tinggi (sangat baik)
Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2002):
Kriteria pengujian berdasarkan harga t hitung dibandingkan dengan t tabel. Jika pada taraf signifikan 95%, thitung < ttabel maka H0 diterima. Sebaliknya, jika thitung>ttabel maka H0 ditolak.
(31)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu t : Uji t
: Koefisien korelasi
N : Jumlah subyek
Berdasarkan uji coba instrumen yang telah dilakukan dan dianalisis menggunakan rumus product moment pearson atau rumus korelasi dari Pearson. Dari hasil analisis diperoleh data bahwa pernyataan yang tidak valid terdapat 2 item yaitu pernyataan nomor 41 dan 42 . Dengan demikian item yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 40 item.Untuk lebih jelas, data uji validitas instrumen dapat dilihat pada tabel (terlampir).
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Menghitung reliabilitas tes dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2002):
Dimana :
= Koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan
= Koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Harga dari dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi
(32)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Keterangan:
XY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Skor item ganjil
Y = Skor item genap
Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes adalah sebagai berikut (Arikunto, 2002):
Tabel 3.5
Kategori Reliabilitas Instrumen
Batasan Kategori
Sangat Rendah (sangat kurang) Rendah (kurang)
Cukup (sedang) Tinggi (baik)
Sangat Tinggi (sangat baik)
Untuk mengetahui signifikansi untuk = 0,05 dk =-2 untuk mencari nilai ttabel. Kaidah keputusan : Jika : r11 > r tabel, berarti reliabel
r11 < r table, tidak reliabel
untuk lebih jelas, data uji reliabilitas instrument dapat dilihat pada tabel (terlampir).
(33)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Hasil perhitungan uji coba instrumen percaya diri siswa diperoleh harga reliabilitas sebesar 0,84 yang artinya bahwa derajat keterandalan instrumen yang digunakan sangat tinggi sehingga instrumen ini mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan cukup konsisten serta layak untuk digunakan dalam penelitian sebagai alat pengumpul data.
F. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan mengacu pada tujuan atau pertanyaan peneltian yang telah disusun pada bab sebelumnya, yaitu :
1. Tujuan atau pertanyaan pertama yaitu mengenai gambaran umum tingkat percaya diri siswa kelas X SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun ajaran 2010/2011 akan dijawab melalui distribusi skor responden berdasarkan konversi yang telah ditentukan. Penentuan skor dilakukan untuk menentukan kategori tingkat percaya diri siswa berdasarkan kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah dengan menggunakan rumus distibusi frekuensi ( Sudjana,2005).
Untuk mengukur Percaya Diri siswa digunakan angket (daftar pernyataan). Jumlah item 40 item pertanyaan dengan 5 alternatif jawaban dan skor masing-masing sebagai berikut:
- Memilih alternatif jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 5, - Memilih alternatif jawaban Sesuai (S) diberi skor 4, - Memilih alternatif jawaban Ragu-ragu (R) diberi skor 3, - Memilih alternatif jawaban Tidak Sesuai (TS) diberi skor 2, - Memilih alternatif jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi skor 1.
(34)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Pemberian skor sesuai dengan jawaban terendah sampai ke jawaban yang kompleks. Berdasarkan jawaban daftar pernyataan yang berjumlah 40 item pernyataan didapatkan skor terendah 40 (1 x 40) dan skor tertinggi 200 (5 x 40), maka untuk menetapkan pengkategorian, dibuat 5 pengkatagorian yaitu Percaya Diri Siswa ; Sangat rendah, Rendah, Sedang, Tinggi, Sangat Tinggi, dengan menggunakan skala interval berikut ini :
i =
K NR NT
= 5
40 200
= 5 160
= 32
Dengan interval (i = 32), diperoleh pengkategorian Percaya Diri Siswa sebagai berikut:
- Skor 40 – 71, Percaya diri siswa berkategori Sangat Rendah. - Skor 72 – 103, Percaya diri siswa berkategori Rendah - Skor 104 – 135, Percaya diri siswa berkategori Sedang - Skor 136 – 168, Percaya diri siswa berkategori Tinggi
- Skor 169 – 200, Percaya diri siswa berkategori Sangat Tinggi.
Untuk lebih jelas panjang kelas interval dapat dilihat pada tabel 3.6, sebagai berikut :
(35)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Tabel 3.6 Panjang Kelas Interval
No Interval Kategori
1 40 – 71 Sangat Rendah
2 72 – 103 Rendah
3 104 – 135 Sedang
4 136 – 168 Tinggi
5 169 – 200 Sangat Tinggi
2. Pertaanyaan kedua mengenai efektivitas permainan ssosiodrama untuk meningkatkan percaya diri siswa kelas X SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Tahun Ajaran 2010/2011, yaitu dilakukan melalui uji perbedaan dua rata-rata berpasangan (paired t-test). Tujaun uji t dua variable bebas adalah untuk membandingkan apakah ada perbedaan hasil tingkat percaya diri siswa sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) perlakuan dengan menggunakan teknik sosiodrama.
G. Langkah-langkah Penelitian
Pada penelitian ini ditentukan dua kelas sebagai subyek penelitian, kelas pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama masing-masing kelompok diberi pretest dengan maksud untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Selanjutnya pada kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pelaksanaan teknik sosiodrama yang topiknya di tentukan oleh kelompok siswa yang prosedur dan cara permainannya sudah disosialisasikan terlebih dahulu. Kegiatan ini dilakukan dalam situasi pembelajaran, topik yang diberikan berisi materi tentang
(36)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
aspek ciri-ciri orang yang memiliki percaya diri yaitu percaya pada kemampuan diri sendiri, tidak menunjukkan sikap konformis, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya kendali diri yang baik, memiliki internal
locus of control, memiliki cara pandang positif terhadap orang lain, diri sendiri,
dan situasi diluar dirinya, Memiliki harapan-harapan yang realistik
Pelaksanaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa Langkah -langkah pelaksanaan teknik sosiodrama sebagai berikut:
a. Persiapan
Sebelum pelaksanaan permainan sosiodrama hal-hal yang perlu dipersiapkan antara lain :
1) Peran konselor sebagai sutradara
Sebagaimana telah diuraikan bahwa metode sosiodrama adalah mendramakan peran-peran sosial yang ada dalam kehidupan nyata secara umum terjadi saat ini tanpa skenario, untuk menampilkan pemikiran, perasaan, sikap dan perilaku individu yang diperankan tersebut secara spontan, drama tersebut tentu ada yang mengatur yaitu sutradara (pemimpin kelompok atau fasilitator), ada pemain dan audien sebagai pengamat sekaligus penonton. 2) Peran sutradara atau pemimpin kelompok
Sutradara dapat juga merupakan pemimpin kelompok atau fasilitator adalah individu yang sama dan harus bersifat netral, berperan sebagai pengatur adegan dan karakter pemain dari waktu ke waktu, pengarahan perilaku,
(37)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
motivasi dan reaksi pemain dan memandu diskusi antara pemain dan audien. Fasilitator memunculkan pertanyaan-pertanyaan khusus dan proaktif untuk memancing emosi pemain dan audien yang sering kali karakter dari perannya abstrak atau belum muncul yang dapat jadi cermin audien (observer). Fasilitator dapat juga menggunakan alat yang terlihat oleh pemain sehingga fasilitator dan audien saja yang bisa mendengar apa yang mereka katakan sementara sesama pemain tidak bisa, alat semacam ini efektif untuk mengungkapkan perasaan sejati dari pemain dibalik peran pura-puranya, Boal 1985 ( Gracia A Telesco, 2006).
3. Peran pemain
Dalam sosiodrama siswa atau individu yang menjadi pemain dapat dengan sukarela memilih peran sesuai tema dan tujuan pengarahan sutradara atau fasilitator. Pemain dengan spontan mengeksplorasi pemikiran dan perasaan melakukan adegan karakter yang benar-benar sesuai peran mereka, latar belakang karakter, motivasi dan perilaku yang diharapkan. Aktivitas yang dimunculkan pemain dapat memberikan wawasan dan cermin bagi penonton, dan tentang karakter, kesulitan dalam menggambarkan peran setelah drama selesai dipentaskan.
4) Peran audien
Audien atau penonton juga sebagai observer dari semua kegiatan drama; memberikan respon atau refleksi dari peran karakter yang dimunculkan pemain bersifat pribadi maupun kelompok, mengevaluasi dan memberikan
(38)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
masukan kepada pemain untuk perubahan perilaku selanjutnya setelah drama selesai.
b. Langkah-langkah Pelaksanaan
Pelaksanaan sosiodrama secara umum mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1) Persiapan
Fasilitator mengungkapkan masalah dan tema yang akan disosiodramakan, dan tujuan permainan. Kemudian diadakan Tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.
2) Membuat skenario sosiodrama
Menentukan kelompok yang akan memainkan sesuai dengan kebutuhan skenarionya, dan memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Pemilihan pemegang peran dapat dilakukan secara sukarela setelah fasilitator mengemukakan ciri-ciri atau rambu-rambu masing-masing peran, usulan dari anggota kelompok yang lain, atau berdasarkan kedua-duanya.
3) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya.
Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain. Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permainan selesai.
4) Pelaksanaan sosiodrama.
Setelah semua peran terisi, para pemain diberi kesempatan untuk berembug beberapa menit untuk menyiapkan diri bagaimana sosiodrama itu akan
(39)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dimainkan. Setelah siap, dimulailah permainan. Masing-masing pemain memerankan perannya berdasarkan imajinasinya tentang peran yang akan dimainkannya. Pemain diharapkan dapat memperagakan konflik-konflik yang terjadi, mengekspresikan perasaan-perasaan, dan memperagakan sikap-sikap tertentu sesuai dengan peranan yang dimainkannya. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi yang sebesar-besarnya antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya.
5) Evaluasi dan diskusi.
Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai pelaksanaan permainan berdasarkan hasil obervasi dan tanggapan-tanggapan penonton. Diskusi diarahkan untuk membicarakan : tanggapan mengenai bagaimana para pemain membawakan perannya sesuai dengan ciri-ciri masing-masing peran, cara pemecahan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memainkan perannya. Balikan yang paling lengkap adalah melalui rekaman video yang diambil pada waktu permainan berlangsung dan kemudian di putar kembali. 6) Ulangan permainan.
Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan ulangan permainan atau tidak. Ulangan permainan dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Beberapa cara yang dapat dipakai untuk mengulang permainan peranan yaitu :
(a) Bertukar peran ( role reversal ). Bertukar peran terjadi bila seorang pemain diminta untuk memainkan peran yang sebelumnya diperankan oleh orang lain. Tujuan dari pertukaran peran ini adalah untuk (a)
(40)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mengklarifikasi situasi, dengan melihat bagaimana orang lain memerankan peran yang sama, pemain dapat melihat dan menghayati situasinya dengan lebih jelas (b) meningkatkan spontanitas, dengan bertukar peran pemain menjadi terus bertumbuh dan lebih bebas dan tidak terikat pada pola-pola perilaku tertentu, serta dipaksa untuk menilai kembali perilakunya melalui sudut pandang yang lain; dan (c) untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran bagaimana orang lain merasakan dan melakukan hal yang sama.
(b) Peran ganda ( doubling ). Peran ganda terjadi apabila ada orang ketiga yang ikut bermain dalam permainan peranan dengan mengisi suara salah seorang pemain. Dasar dari cara ini adalah apabila kita berinteraksi dengan orang lain, kita memikirkan berbagai macam hal, sehingga kita tidak mempunyai cukup waktu untuk merespon dengan cepat dan tepat. Pikiran dan perasaan bergerak lebih cepat daripada kata-kata. Orang ketiga, biasanya fasilitator, bertugas mengisi suara dari salah satu pemeran utama. Tujuan pengisian dialog ini adalah untuk membantu kelancaran permainan dan memberikan wawasan baru terhadap masalah yang sedang disosiodramakan.
(c) Teknik cermin (the mirror technique ). Anggota kelompok yang lain diminta menirukan peran yang dibawakan oleh salah seorang pemain seperti pada waktu pemain itu memerankannya. Supaya teknik ini tidak menimbulkan tekanan pada pemain yang ditirukan pola permainannya, sebaiknya peran yang ditirukan lebih dari satu peran.
(41)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(d) Teknik kursi kosong ( the empty chair technique ). Teknik ini digunakan bila anggota kelompok mengalami kesulitan untuk berinteraksi secara langsung dengan anggota kelompok yang lain. Anggota yang bersangkutan diminta untuk berkomunikasi dengan kursi kosong sebagai ganti lawan perannya. Setelah ia dapat lancar berbicara, seorang diminta untuk mengisi kursi itu dan memerankan peran yang sebenarnya.
Bermain peranan sendiri (monodrama ). Sering terjadi seseorang dapat meningkatkan penghayatannya terhadap peran yang dimainkannya dengan bermain peran sendiri dengan berpindah-pindah tempat duduk ke tempat duduk pemeran yang lain dan melakukan monolog. Misalkan seorang individu memerankan pengawas, dan kemudian pindah tempat duduk memerankan kepala sekolah. (Romlah, 2006 )
(42)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan proses penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada tes awal diperoleh data bahwa percaya diri siswa di SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung secara umum dalam kategori rendah. Artinya bahwa siswa SMA Negeri 1 Pagelaran cenderung memiliki percaya diri yang rendah, yaitu aspek (a) tidak menunjukkan sikap konformis, (b) berani menerima dan menghadapi penolakan dari orang lain, (c) mempunyai kendali diri yang baik , (d) memiliki harapan-harapan yang realistik.
2. Teknik sosiodrama di SMA Negeri 1 Pagelaran terbukti efektif untuk meningkatkan percaya diri siswa SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung terutama pada aspek punya kendali diri yang baik, terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Tetapi teknik sosiodrama ini kurang efektif pada aspek memiliki harapan-harapan yang realistik.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka rekomendasi ditujukan kepada beberapa pihak, khususnya untuk guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung, dan kepada peneliti selanjutnya. Rekomendasi untuk masing-masing pihak tersebut sebagai berikut:
(43)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Guru bimbingan dan konseling seyogyanya menerapkan bimbingan dengan teknik sosiodrama sebagai strategi bimbingan konseling. Teknik sosiodrama terbukti efektif untuk meningkatkan percaya diri siswa, dan lebih mengintensifkan layanan bimbingan kelompok dengan berbagai strategi yang menarik dan kreatif, sehingga para siswa dapat berpartisipasi secara aktif. 2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperdalam topik bimbingan dengan
teknik sosiodrama untuk meningkatkan aspek-aspek tertentu dari percaya diri, terutama aspek memiliki harapan-harapan yang realistik, karena berdasar pada hasil penelitian aspek tersebut tidak meningkat secara signifikan.
Pada penelitian ini penulis tidak melibatkan pengamat untuk mengamati pelaksanaan layanan bimbingan, sehingga ada beberapa kejadian penting yang mungkin luput dari pengamatan penulis. Untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya peneliti melibatkan pengamat untuk mengamati berbagai peristiwa penting dalam proses pelaksanaan bimbingan, sehingga data lebih lengkap, dan menggunakan desain eksperimen yang lebih powerfull serta waktu penelitian yang cukup, sehingga dapat mengamati perubahan perilaku siswa secara lebih detail.
(44)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad dan Asrori. 2009. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
Atmoko Adi (2010) Pengembangan Bimbingan untuk Menemukan Identitas Diri
Remaja. Jurnal Bimbingan dan Konseling FIP. UN Malang dan Abkin.
Bergen & Calabrese, (2005) The Burkhart Center for Autism Education &
Research. Journal Social and Behavior Issues
Blatner, Adam, 2009. Sociodrama is Powerful at Higher Education. Diposting 17 Oktober 2009.
Borg, Walter R (2003) Educational Research An Introduction. USA : Pearson Education,Inc.
Burnhani J.Joy (2009) Counseling & Development Journal Contemporary Fears
of Children and Adolescent.Coping and Resiliency.By The American
Counseling Association All right reserved.
Corey, Gerald. (penerjemah E.Koswara, 2005) Teori dan Praktek Konseling &
Psikoterapi . Judul asli Theory and Practice Of Counseling & Psychotherapy.
Bandung Refika Aditama.
Departemen Pendidikan Nasional (2007) Penataan Pendidikan Profesional
Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta 2007.
Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional 2007,Rambu-Rambu
penyelenggaraanBimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal,Jakarta 2007.
Ening Widiyarti, Remaja, Problematikanya dan Solusi. Tersedia :
http://www.shodikin.20m.com/tentang_remaja.htm, diakses 3 Februari 2011. Irawan,Edi ( 2010) Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan
(45)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Pustaka Setia.
Feist, Jess dan Gregory J (2006) Theories of Personality. Alih bahasa oleh Yudi Santoso (2008) Yogyakarta Pustaka Pelajar.
Friedman, Howard S & Miriam W.Schustack (2006) Personality Classic
Theoriesn and Modern Research . Alih Bahasa : Fransiska Dian Ikarini
dkk.Jakarta : Erlangga
Hamzah B.Uno.Prof.Dr,M.Pd (2007) Model Pembelajaran Menciptakan Proses
belajar mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta PT.Bumi Aksara.
Hambali IM (2007) Peranan Faktor Ketegangan dalam Keluarga dan
Ketidakhadiran Orang Tua Terhadap terjadinya Tingkah Laku Rebellion.
Jurnal Bimbingan dan Konseling FIP. UN Malang
Hakim, T (2002) Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta Purwa Suana Hurlock, EB. (Alih Bahasa Istiwidayanti & Sudjarwo) (1996). Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Erlangga
Ibadah,M (2009).Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri melalui Bimbingan dan
Konseling dan Konseling Islami. Skripsi.Tersedia
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:_Q4qlatnVX4J:digili b.unnes.ac.id (diakses 17 Januari 2011)
Jamal (2008) Sosiodrama Tawarkan : Metode Belajar Aktif . Tersedia : http://donyputro24.blogdetik.com/ ( diakses 3 Maret 2011).
Lasitosari, D (2007) Keefektifan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan
Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas. Skripsi. Tersedia :
http://digilib.unnes.ac/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01d6/42a88lb5.d ir/doc/pdf ( diakses tanggal 20 Januari 2011)
McLennan,2006. Sociodrama in the Elentary Classroom. Published online 3 Oktober 2007. Springer Science Business, LLC 2007.
Muthoharoh,Hafiz (2010) Metode Sosiodrama dan Bermain Peranan (Role
Playing Method). www.alhafiz84.wordprees.com ( diakses tanggal 31 Maret
(46)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Nurihsan, Juntika (2007). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama
7 Langkah membangun rasa percaya diri http://percayadiriasmakmalaikat.com
(diakses tanggal 3 Januari 2011)
http:// allabout-psikologi.blogspot.com/feeds/posts/default?or derby= updated. Palupi,Retno,Diyah (2010) Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran
(Role playing) untuk Meningkatkan Apresiasi Drama.
www.smpn17surakarta.net. (diakses 23 Pebruari 2011)
Ramli M (2010) Model Konseling Berbasis Permainan simulasi untuk
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah
Pertama.Jurnal Bimbingan dan Konseling.Diterbitkan Pengurus Besar Abkin
bekerja sama dengan Prodi BK SPs UPI.
Riduwan,2010. Dasar-Dasar Statistika. Bandung : ALFABETA.
Rusmana, Nandang. (2009) Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah
(Metode,Teknik dan Aplikasi) Bandung Rizqi Press.
Santrock, Jhon W (2003) Adolescence. Alih bahasa oleh Shinto B. Adelar, dan Sherly saragih. Jakarta Erlangga.
a. Sarwono, Wirawan, Sarlito (2003). Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo b. Sarwono, Wirawan, Sarlito (2005). Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok dan
Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka.
Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Alfabeta: Bandung
a. Suherman, Uman. (2005). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan
dan Konseling. Bandung: Publikasi PPB UPI.
b. Suherman, Uman. (2007) Materi Layanan Informasi dalam Bimbingan dan
Konseling. Bekasi Madani Production.
c. Suherman, Uman. (2009) Manajemen bimbingan dan Konseling. Bandung, Rizqi Press.
(47)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sujarwo, (2010) Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis Prodi BK UPI Bandung.
Suryabrata, Roestiyah (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta Sutisna, Cucu, 2010. Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa melalui Strategi
Layanan Bimbingan Kelompok. Tesis Prodi BK UPI Bandung.
Syaiful, Djamarah Bahri dan Zain Aswan. (2002) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
a. Syaodih, Nana, S. (2006). Bimbingan Konseling dalam Praktik, Bandung: Maestro
b. Syaodih Nana S (2010) Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Rosdakarya. Telesco, A Gracia (2006) Radical Pedagogy . Journal American Intercontinental University,2006.
Tohirin ,2007. ( Arya Utama) Pengertian Bimbingan Kelompok
http//ilmupsikologi.wordprees.com/2010/01/14/pengertian-bimbingan-kelompok/ (diakses 14 Januari 2011)
Yusuf LN, Syamsu (2009) Program Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Bandung Rizki Press.
(1)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan proses penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada tes awal diperoleh data bahwa percaya diri siswa di SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung secara umum dalam kategori rendah. Artinya bahwa siswa SMA Negeri 1 Pagelaran cenderung memiliki percaya diri yang rendah, yaitu aspek (a) tidak menunjukkan sikap konformis, (b) berani menerima dan menghadapi penolakan dari orang lain, (c) mempunyai kendali diri yang baik , (d) memiliki harapan-harapan yang realistik.
2. Teknik sosiodrama di SMA Negeri 1 Pagelaran terbukti efektif untuk meningkatkan percaya diri siswa SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung terutama pada aspek punya kendali diri yang baik, terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Tetapi teknik sosiodrama ini kurang efektif pada aspek memiliki harapan-harapan yang realistik.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka rekomendasi ditujukan kepada beberapa pihak, khususnya untuk guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 1 Pagelaran Kabupaten Pringsewu Lampung, dan kepada peneliti selanjutnya. Rekomendasi untuk masing-masing pihak tersebut sebagai berikut:
(2)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Guru bimbingan dan konseling seyogyanya menerapkan bimbingan dengan teknik sosiodrama sebagai strategi bimbingan konseling. Teknik sosiodrama terbukti efektif untuk meningkatkan percaya diri siswa, dan lebih mengintensifkan layanan bimbingan kelompok dengan berbagai strategi yang menarik dan kreatif, sehingga para siswa dapat berpartisipasi secara aktif. 2. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperdalam topik bimbingan dengan
teknik sosiodrama untuk meningkatkan aspek-aspek tertentu dari percaya diri, terutama aspek memiliki harapan-harapan yang realistik, karena berdasar pada hasil penelitian aspek tersebut tidak meningkat secara signifikan.
Pada penelitian ini penulis tidak melibatkan pengamat untuk mengamati pelaksanaan layanan bimbingan, sehingga ada beberapa kejadian penting yang mungkin luput dari pengamatan penulis. Untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya peneliti melibatkan pengamat untuk mengamati berbagai peristiwa penting dalam proses pelaksanaan bimbingan, sehingga data lebih lengkap, dan menggunakan desain eksperimen yang lebih powerfull serta waktu penelitian yang cukup, sehingga dapat mengamati perubahan perilaku siswa secara lebih detail.
(3)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad dan Asrori. 2009. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Bumi Aksara.
Atmoko Adi (2010) Pengembangan Bimbingan untuk Menemukan Identitas Diri Remaja. Jurnal Bimbingan dan Konseling FIP. UN Malang dan Abkin. Bergen & Calabrese, (2005) The Burkhart Center for Autism Education &
Research. Journal Social and Behavior Issues
Blatner, Adam, 2009. Sociodrama is Powerful at Higher Education. Diposting 17 Oktober 2009.
Borg, Walter R (2003) Educational Research An Introduction. USA : Pearson Education,Inc.
Burnhani J.Joy (2009) Counseling & Development Journal Contemporary Fears of Children and Adolescent.Coping and Resiliency.By The American Counseling Association All right reserved.
Corey, Gerald. (penerjemah E.Koswara, 2005) Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi . Judul asli Theory and Practice Of Counseling & Psychotherapy. Bandung Refika Aditama.
Departemen Pendidikan Nasional (2007) Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta 2007.
Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional 2007,Rambu-Rambu
penyelenggaraanBimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal,Jakarta 2007.
Ening Widiyarti, Remaja, Problematikanya dan Solusi. Tersedia :
http://www.shodikin.20m.com/tentang_remaja.htm, diakses 3 Februari 2011. Irawan,Edi ( 2010) Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan
(4)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Pustaka Setia.
Feist, Jess dan Gregory J (2006) Theories of Personality. Alih bahasa oleh Yudi Santoso (2008) Yogyakarta Pustaka Pelajar.
Friedman, Howard S & Miriam W.Schustack (2006) Personality Classic Theoriesn and Modern Research . Alih Bahasa : Fransiska Dian Ikarini dkk.Jakarta : Erlangga
Hamzah B.Uno.Prof.Dr,M.Pd (2007) Model Pembelajaran Menciptakan Proses belajar mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta PT.Bumi Aksara. Hambali IM (2007) Peranan Faktor Ketegangan dalam Keluarga dan
Ketidakhadiran Orang Tua Terhadap terjadinya Tingkah Laku Rebellion. Jurnal Bimbingan dan Konseling FIP. UN Malang
Hakim, T (2002) Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta Purwa Suana Hurlock, EB. (Alih Bahasa Istiwidayanti & Sudjarwo) (1996). Psikologi
Perkembangan, Jakarta: Erlangga
Ibadah,M (2009).Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri melalui Bimbingan dan Konseling dan Konseling Islami. Skripsi.Tersedia
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:_Q4qlatnVX4J:digili b.unnes.ac.id (diakses 17 Januari 2011)
Jamal (2008) Sosiodrama Tawarkan : Metode Belajar Aktif . Tersedia : http://donyputro24.blogdetik.com/ ( diakses 3 Maret 2011).
Lasitosari, D (2007) Keefektifan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas. Skripsi. Tersedia :
http://digilib.unnes.ac/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01d6/42a88lb5.d ir/doc/pdf ( diakses tanggal 20 Januari 2011)
McLennan,2006. Sociodrama in the Elentary Classroom. Published online 3 Oktober 2007. Springer Science Business, LLC 2007.
Muthoharoh,Hafiz (2010) Metode Sosiodrama dan Bermain Peranan (Role
Playing Method). www.alhafiz84.wordprees.com ( diakses tanggal 31 Maret
(5)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Nurihsan, Juntika (2007). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama
7 Langkah membangun rasa percaya diri http://percayadiriasmakmalaikat.com (diakses tanggal 3 Januari 2011)
http:// allabout-psikologi.blogspot.com/feeds/posts/default?or derby= updated. Palupi,Retno,Diyah (2010) Penerapan Strategi Pembelajaran Bermain Peran
(Role playing) untuk Meningkatkan Apresiasi Drama.
www.smpn17surakarta.net. (diakses 23 Pebruari 2011)
Ramli M (2010) Model Konseling Berbasis Permainan simulasi untuk
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah
Pertama.Jurnal Bimbingan dan Konseling.Diterbitkan Pengurus Besar Abkin bekerja sama dengan Prodi BK SPs UPI.
Riduwan,2010. Dasar-Dasar Statistika. Bandung : ALFABETA.
Rusmana, Nandang. (2009) Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode,Teknik dan Aplikasi) Bandung Rizqi Press.
Santrock, Jhon W (2003) Adolescence. Alih bahasa oleh Shinto B. Adelar, dan Sherly saragih. Jakarta Erlangga.
a. Sarwono, Wirawan, Sarlito (2003). Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo b. Sarwono, Wirawan, Sarlito (2005). Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok dan
Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka.
Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta: Bandung
a. Suherman, Uman. (2005). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling. Bandung: Publikasi PPB UPI.
b. Suherman, Uman. (2007) Materi Layanan Informasi dalam Bimbingan dan Konseling. Bekasi Madani Production.
c. Suherman, Uman. (2009) Manajemen bimbingan dan Konseling. Bandung, Rizqi Press.
(6)
MUNJIATI SA’ADAH, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sujarwo, (2010) Efektivitas Bimbingan Teman Sebaya untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Tesis Prodi BK UPI Bandung. Suryabrata, Roestiyah (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta Sutisna, Cucu, 2010. Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa melalui Strategi
Layanan Bimbingan Kelompok. Tesis Prodi BK UPI Bandung.
Syaiful, Djamarah Bahri dan Zain Aswan. (2002) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
a. Syaodih, Nana, S. (2006). Bimbingan Konseling dalam Praktik, Bandung: Maestro
b. Syaodih Nana S (2010) Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Rosdakarya. Telesco, A Gracia (2006) Radical Pedagogy . Journal American Intercontinental University,2006.
Tohirin ,2007. ( Arya Utama) Pengertian Bimbingan Kelompok
http//ilmupsikologi.wordprees.com/2010/01/14/pengertian-bimbingan-kelompok/ (diakses 14 Januari 2011)
Yusuf LN, Syamsu (2009) Program Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Bandung Rizki Press.