APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM P

APLIKASI METODE GROUP TECHNOLOGY DALAM PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS USULAN DI LANTAI PABRIKASI C.V. KOMIPA LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Teknik Industri

Disusun Oleh : LINDA PERMANA 411550100050007 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG 2010

ABSTRAK

CV. FLORES JAYA merupakan salah satu koperasi swadaya masyarakat yang mengerjakan proses finishing untuk komponen-komponen automotif khususnya sepeda motor. Produk yang dikerjakan oleh perusahaan ini adalah bodycylinder, headcylinder dan wheel untuk semua jenis motor Yamaha dan beberapa perusahaan automotif lainnya.

Sejak awal berdiri hingga tahun 2006 CV. FLORES JAYA sudah berhasil mengirim tepat waktu kepada konsumen-konsumennya. Seiring dengan meningatnya permintaan, maka secara bertahap CV. FLORES JAYA menambah jumlah mesin-mesinnya. Akan tetapi penambahan mesin tersebut tidak diikuti dengan perbaikan tata letak mesin pada lantai pabrikasinya.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis tata letak lantai pabrikasi CV. FLORES JAYA serta mengusulkan tata letak lantai pabrikasi yang memberikan total jarak material handling terpendek sehingga dapat mengurangi keterlambatan produksi.

Metode penyelesaian masalah yang digunakan adalah metode group technology yaitu dengan menganalisis kemiripan proses yang dilalui oleh komponen yang dikerjakan sehingga tercipta sel mesin dan sel komponen. Langkah selanjutnya yaitu merancang tata letak usulan dengan memperhatikan sel mesin dan sel komponen yang telah terbentuk.

Hasil penelitian ini berupa sebuah usulan tata letak yang baru, dimana tata letak usulan memberikan pengurangan total jarak material handling sebesar 3470 meter, pengurangan tenaga kerja sebanyak 14 orang dan pengurangan kontainer sebanyak 30 buah.

Kata Kunci: Tata Letak, Group Teknologi, Jarak Perpindahan.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam memasuki era perindustrian yang semakin berkembang sebuah perusahaaan harus bisa bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis sehingga dapat terus bertahan dan dapat menjadi perusahaan yang unggul. Salah satu cara agar dapat memenangkan persaingan adalah dengan cara memproduksi produk yang berkualitas dengan tepat waktu.

CV. FLORES JAYA merupakan salah satu koperasi swadaya masyarakat yang mengerjakan proses finishing untuk komponen-komponen automotif khususnya sepeda motor. Produk yang dikerjakan oleh perusahaan ini adalah bodycylinder , headcylinder dan wheel untuk semua jenis motor Yamaha dan beberapa perusahaan automotif lainnya.

Sejak awal berdiri hingga tahun 2006 CV. FLORES JAYA sudah berhasil mengirim tepat waktu kepada konsumen-konsumennya. Seiring dengan meningkatnya permintaan, maka secara bertahap setiap tahun CV. FLORES JAYA menambah jumlah mesin-mesinnya.

Akan tetapi pada pertengahan tahun 2006 hingga saat ini, CV. FLORES JAYA sering mengalami keterlambatan produksi. Hal ini disebabkan karena penambahan mesin yang dilakukan oleh CV. FLORES JAYA tidak diikuti dengan perbaikan penataan tata letak fasilitas pada lantai produksinya sehingga tata letak

I-2

jenis jobshop yang awalnya diterapkan oleh CV. FLORES JAYA menjadi berantakan.

Mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi produk-produk tersebut cukup banyak dan bervariasi, tetapi penempatan mesin-mesin tersebut tidak beraturan sehingga terjadi kesimpangsiuran dalam proses produksi. Hal ini mengakibatkan jarak total material handling menjadi sangat panjang sehingga berdampak pada waktu penyelesaian produk yang jauh lebih lama. Untuk itu perlu dilakukan penataan kembali tata letak mesin-mesin tersebut agar jarak total material handling lebih pendek sehingga dapat meningkatkan efisiensi waktu penyelesaian produk.

1.2 Perumusan Masalah

Keterlambatan produksi yang sering terjadi pada CV. FLORES JAYA yang disebabkan oleh jauhnya jarak tempuh material handling yang merupakan akibat dari penambahan mesin baru yang tidak diikuti dengan pengaturan ulang tata letaknya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan kembali tata letak fasilitas pada lantai produksi CV. FLORES JAYA. Dari latar belakang ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : ”Bagaimana merancang ulang tata letak lantai pabrikasi pada sistem produksi CV. FLORES JAYA agar dapat mengurangi jarak total material handling sehingga dapat mengurangi keterlambatan produksi”

I-3

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang ulang tata letak fasilitas pada lantai produksi sehingga dapat mengurangi jarak total material handling.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :

1. Dapat memberikan masukan bagi perusahaan tentang bagaimana cara untuk mengurangi keterlambatan produksi dengan merancang tata letak lantai pabrikasi yang memberikan total jarak perpindahan material yang lebih pendek.

2. Mengoptimalkan penggunaan mesin-mesin yang ada.

3. Mengurangi tenaga kerja yang dibutuhkan

4. Mengurangi kebutuhan kontainer yang digunakan dalam proses produksi.

1.5 Pembatasan Masalah dan Asumsi

1.5.1 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang dibahas tidak meluas dan lebih fokus maka dilkukan pembatasan masalah yaitu :

1. Tidak membahas pemasukan barang dari pemasok.

2. Tidak membahas proses distribusi produksi dari pabrik ke konsumen

3. Pembahasan hanya dilakukan pada lantai produksi saja

4. Ruangan cukup fleksibel apabila ada perubahan.

I-4

1.5.2 Asumsi Masalah

Asumsi secara umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Seluruh permintaan dianggap dapat dipenuhi

2. Kondisi mesin dianggap dalam keadaan normal

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan Penelitian ini disusun sedemikian rupa agar dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang isi laporan ini secara keseluruhan. Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut : Bab I

: Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan tentang masalah yang akan dibahas secara umum, seperti latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori Dalam bab ini dibahas mengenai uraian kepustakaan serta teori-teori yang berhubungan dengan tema laporan dan dapat membantu dalam penulisan laporan.

Bab III : Kerangka Pemecahan Masalah Dalam bab ini mengemukakan langkah-langkah yang akan diambil dalam memecahkan masalah, yang terdiri dari kerangka berpikir,

I-5

metode dan cara kerja serta kerangka pemecahan masalah agar permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan secara sistematis.

Bab IV : Pengumpulan Dan Pengolahan Data Dalam bab ini diuraikan mengenai data-data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan yang disertai dengan pengolahan data untuk memperoleh hasil penelitian.

Bab V : Analisis Bab ini merupakan pembahasan dari data pengamatan yang telah diolah dengan didasari oleh teori dan kepustakaan.

Bab VI : Kesimpulan Dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh terhadap data pengamatan selama penelitian dilakukan serta berisi saran-saran yang dianggap dibutuhkan.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Tata Letak Pabrik

Salah satu kegiatan rekayasawan industri yang tertua adalah menata letak pabrik dan menangani pemindahan bahan yaitu kegiatan yang berhubungan dengan perancangan susunan fisik suatu kegiatan dan selalu berhubungan erat dengan industri manufaktur, yang penggambaran hasil rancangannya sebagai tata letak pabrik (Apple, 1990).

Pekerjaan rancang fasilitas merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sangat luas yang saling berhubungan dan yang secara keseluruhan membentuk kegiatan perancangan tata letak fasilitas. Pekerjaan merancang fasilitas biasanya mulai dengan suatu analisis tentang produk yang akan dibuat, atau jasa yang akan diberikan dan sebuah perhitungan tentang aliran barang atau kegiatan secara menyeluruh. Kemudian perencanaan terinci tentang susunan peralatan, keterkaitan antara tempat kerja yang dirancang, daerah yang erat hubungannya dikelompokkan kemudian dijalin menjadi suatu tata letak akhir (Apple, 1990).

2.1.1 Pengertian Tata Letak

Susunan fasilitas-fasilitas produksi untuk memperoleh efisensi pada suatu produksi. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area tersedia untuk menempatkan mesin-mesin, bahan-bahan, perlengkapan untuk operasi, personalia dan semua peralatan serta fasilitas yang digunakan dalam proses produksi (Purnomo, 2004).

2.1.2 Pengertian Pabrik

Pabrik yang dalam istilah asing dikenal sebagai factory atau plant adalah setiap tempat dimana faktor-faktor seperti manusia, mesin dan peralatan (fasilitas) produksi lainnya, material, energi, uang (modal/kapital), informasi, dan sumber daya alam dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi guna menghasilkan suatu produk atau jasa secara efektif, efisien dan aman (Wignjosoebroto, 2003).

II-2

2.1.3 Peranan Tata Letak Pabrik

Dalam perancangan fasilitas harus diketahui bahwa aliran barang biasanya merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan harus dirancang dengan cermat serta tidak boleh dibiarkan tumbuh atau berkembang menjadi suatu pola lalu lintas yang membingungkan, tidak teratur, oleh karenanya pola aliran barang yang menjadi dasar bagi rancangan seluruh pabrik. Rancangan ini akan menentukan aliran barang yang diinginkan, susunan fasilitas fisik yang paling ekonomis (Apple, 1990).

2.1.4 Jenis-jenis Persoalan Tata Letak

Masalah tata letak tidak selalu timbul dalam perancanaan tata letak bagi perusahaan atau pabrik baru, seringkali masalah tata letak yang dihadapi berhubungan kembali dengan fasilitas-fasilitas lama karena berbagai sebab. Masalah tata letak dalam perusahaan umumnya timbul bila terjadi (Apple, 1990) adalah :

1. Perubahan rancangan

6. Penambahan departemen baru

2. Perluasan departemen

7. Peremajaan peralatan yang rusak

3. Pengurangan departemen

8. Perubahan metode produksi

4. Penambahan produk baru

9. Penurunan biaya

5. Memindahkan satu departemen

10. Perencanaan fasilitas baru

2.1.5 Tujuan Perencanaan dan Penyusunan Tata Letak

Tujuan utama perencanaan dan penyusunan tata letak pabrik adalah untuk meminimumkan biaya total. Hal ini dapat diperoleh melalui pengaturan area kerja dan fasilitas-fasilitas produksi yang paling optimal untuk suatu proses produksi. Tujuan lain yang dapat diperoleh dengan adanya perencanaan dan penyusunan tata letak fasilitas produksi ini, antara lain (Apple, 1990):

1) Memudahkan proses manufaktur yaitu tata letak harus dirancang sedemikian sehingga proses manufaktur dapat dilaksanakan dengan cara yang sangat efisien.

2) Menaikkan output produksi Tata letak yang baik akan menghasilkan output yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit, manhours yang lebih kecil, dan mengurangi jam kerja mesin (machine hours).

II-3

3) Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling) Perencanaan tata letak fasilitas produksi perlu menekankan usaha untuk meminimalkan aktivitas pemindahan bahan pada saat proses produksi berlangsung.

4) Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan servis Perencanaan tata letak yang optimal dapat mengatur jarak antara departemen- departemen atau mesin-mesin yang berlebihan, lintasan material, penumpukan material yang dimaksud sehingga dapat mengurangi pemborosan pemakaian ruangan.

5) Pendayagunaan pemakaian mesin, tenaga kerja, dan fasilitas produksi lainnya.

6) Mengurangi inventory- in-process

7) Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran

8) Mempermudah aktivitas supervisi

9) Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari bahan baku atau produk jadi.

10) Mempermudah proses perluasan dan pengembangan area produksi dimasa mendatang. .

2.1.6 Macam/Tipe Tata Letak dan Dasar-dasar Pemilihannya

Faktor lain yang mempengaruhi pola aliran adalah tipe dari tata letak produksi atau proses. Disini ada empat macam/tipe tata letak yang secara umum diaplikasikan, (Wignjosoebroto, 2003):

2.1.6.1 Tata Letak Fasilitas bcrdasarkan Aliran Produksi (Production Line Product /Product Layout)

Tujuan utama dari tata letak ini adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan juga memudahkan pengawasan didalam aktivitas produksinya. Ciri utama dari tipe ini adalah:

1. Hanya ada satu atau beberapa standar produk yang dibuat.

2. Produk dibuat dalam jumlah/volume besar untuk jangka waktu relative lama.

3. Adanya kemungkinan untuk mempelajari studi gerak dan waktu guna menentukan laju produksi per satuan waktu.

II-4

4. Adanya keseimbangan lintasan yang baik antara operator dan peralatan produksi.

5. Memerlukan aktivitas inspeksi yang sedikit selama proses produksi berlangsung.

6. Satu mesin hanya digunakan untuk melaksanakan satu macam operasi kerja dari jenis komponen yang serupa.

7. Aktivitas pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya dilaksanakan secara mekanis, umumnya dengan menggunakan conveyor.

8. Mesin-mesin yang berat dan memerlukan perawatan khusus jarang sekali dipergunakan dalam hal ini.

Keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh untuk pengaturan berdasarkan aliran produksi dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis dan biaya material handling rendah.

2. Total waktu yang dipergunakan untuk produksi relatif singkat.

3. Work-in-process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah diseimbangkan.

4. Adanya insentif bagi kelompok karyawan akan dapat memberikan motivasi guna meningkatkan produktivitas kerjanya.

5. Tiap unit produksi atau stasiun kerja memerlukan luas ares yang minimal

6. Pengendalian proses produksi mudah dilaksanakan. Kekurangan atau kerugian dari tata letak tipe aliran produksi ini yaitu:

1. Adanya kerusakan salah satu mesin akan dapat menghentikan aliran proses produksi secara total.

2. Tidak adanya fleksibilitas untuk membuat produk yang berbeda.

3. Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan bagi aliran produksi.

4. Adanya investasi dalam jumlah besar untuk pengadaan mesin baik dari segi jumlah maupun akibat "spesialisasi" fungsi yang harus dimilikinya.

II-5

2.1.6.2 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Lokasi Material Tetap (Fixed Product Layout /Fixed Position Layout)

Untuk tata letak pabrik yang berdasarkan proses tetap, material atau komponen produk yang utama akan tinggal tetap pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi atau komponen utama tersebut.

Keuntungan yang bisa diperoleh dari tata letak tipe ini an tara lain:

1. Karena yang bergerak pindah adalah fasilitas-fasilitas produksi, maka

perpindahan material bisa dikurangi.

2. Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi. maka kontinyuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya.

3. Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan mudah bisa diberikan; demikian pula untuk meningkatkan kebanggaan dan kualitas kerja bisa dilaksanakan karena disini dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara penuh.

4. Fleksibilitas kerja sangat tinggi, karena fasilitas-fasilitas produksi dapat diakomodasikan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan dalam rancangan produk, berbagai macam variasi produk yang harus dibuat (product mix) atau volume produksi.

Kerugian yang dijumpai dalam pengaturan layout tipe ini seperti berikut:

1. Adanya peningkatan frekuensi pemindahan fasilitas produksi atau operator pada saat operasi kerja berlangsung.

2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih umum dan intensif.

3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang akhirnya menyebabkan space area dan tempat untuk barang setengahjadi (work-in-process).

4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi.

II-6

2.1.6.3 Tata Letak Fasilitas Berdasarkan Kelompok Produk (Family Product Layout/Group technology Layout )

Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik dikelompokkan berdasarkan langkah-langkah pemrosesan, bentuk, mesin atau peralatan yang dipakai dan sebagainya.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari pengaturan tata letak fasilitas produksi tipe ini antara lain:

1. Dengan adanya pengelompokan produk sesuai dengan proses pembuatannya maka akan dapat diperoleh pendayagunaan mesin yang maksimal.

2. Lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak perpindahan material diharapkan Iebih pendek bila dibandingkan tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses.

3. Berdasarkan pengaturan tata letak fasilitas produksi selama ini, maka suasana kerja kelompok akan bisa dibuat sehingga keuntungan dari aplikasi job enlargement juga akan diperoleh.

4. Memiliki keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari produk layout dan proses layout karena pada dasamya pengaturan tata letak tipe group technology merupakan kombinasi dari kedua tipe layout tersebut.

5. Umumnya cenderung menggunakan mesin-mesin general purpose sehingga mestinya juga akan lebih rendah.

Kerugian atau keterbatasan dalam tipe layout ini yaitu:

1. Diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi untuk mengoperasikan semua fasilitas produksi yang ada. Untuk ini diperlukan aktivitas supervisi yang ketat.

2. Kelancaran kerja sangat tergantung pada kegiatan pengendalian produksi khususnya dalam hal ini menjaga keseimbangan aliran kerja yang begerak melalui individu-individu sel yang ada.

3. Bilamana keseimbangan aliran setiap sel yang ada sulit dicapai, maka diperlukan adanya 'buffers & work-in-process storage'. Kesempatan untuk bisa mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special purpose sulit dilakukan.

II-7

2.1.6.4 Tata Letak Fasilitas Bcrdasarkan Fungsi atau Macam Proses (Functional/Proccss Layout)

Tata letak berdasarkan macam proses, sering dikenal dengan proses atau functional layout adalah metode pengaturan dan penempatan dari segala mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe atau jenis yang sama kedalam satu departemen.

Dasar pertimbangan yang bisa diambil dalam menentukan tata letak yang berdasarkan tipe ini yaitu:

1. Produk yang dari banyak tipe/model yang khusus.

2. Volume produk yang dalam jumlah kecil dan dalam jangka waktu yang relatif singkat pula.

3. Aktivitas motion & time study sulit sekali dilaksanakan karena jenis pekerjaan berubah-ubah. Sulit untuk mengatur keseimbangan kerja antara operator dan mesin.

4. Memerlukan pengawasan yang banyak selama langkah-Iangkah operasi sedang berlangsung.

5. Satu tipe mesin dapat melaksanakan lebih dari satu macam operasi kerja, untuk itu mesin umumnya dipilih tipe general purpose.

6. Material dan produk terlalu berat dan sulit untuk dipindah-pindahkan.

7. Banyak memakai peralatan berat dan memerlukan perawatan khusus Keuntungan penggunaan layout ini yaitu:

1. Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan atau peralatan produksi lainnya, karena disini yang dipergunakan adalah mesin yang umum (general purpose).

2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk. Pendayagunaan mesin tentu saja akan tampak lebih maksimal.

3. Kemungkinan adanya aktivitas supervisi yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi pekerjaan.

II-8

4. Pengendalian dan pengawasan akan lebih mudah dan baik terutama untuk pekerjaan yang sukar dan membutuhkan ketelitian tinggi.

5. Mudah untuk mengatasi breakdown dari pada mesin yaitu dengan cara memindahkannya ke mesin yang lain tanpa banyak menimbulkan hambatan- hambatan signifikan.

Kerugian atau batasan dari aplikasi layout tipe ini yaitu:

1. Karena pengaturan tata letak mesin tergantung pada macam proses atau fungsi kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi, maka hal ini menyebabkan aktivitas pemindahan material.

2. Adanya kesulitan dalam hal menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi yang ada akan memerlukan penambahan space area untuk work-in process storage .

3. Pemakaian mesin atau fasllitas produksi tipe general purpose akan menyebabkan banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi kompleks.

4. Tipe layout by process biasanya diaplikasikan untuk kegiatan job-order yang mana banyaknya macam produk yang harus dibuat menyebabkan proses dan pengendalian produksi menjadi lebih kompleks.

5. Diperlukan skill operator yang tinggi guna menangani berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki variasi besar.

2.2 Kelompok Produk (Group Technology)

Group technology ini merupakan metode produksi pendek yang relatif baru yang sering digunakan dalam situasi job-shop. Biasanya kelompok yang tidak sama dikelompokkan kedalam satu kelompok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, bukan kesamaan penggunaan akhir..

Group technology adalah suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mempunyai kemiripan yaitu dengan cara mengelompokan masalah-masalah yang mirip menjadi satu sel sehingga pemecahan masalah tersebut dapat menghemat waktu dan upaya (Hadiguna, 2008).

II-9

Ide dasar Group technology ini adalah memecahkan suatu sistem manufaktur menjadi subsistem. Intisari dari pengelompokan pengerjaannya adalah mengumpulkan tugas/pekerjaan yang mirip dan berulang dengan cara:

1. Mengelompokan aktivitas sejenis sehingga menghindari waktu terbuang akibat perubahan kegiatan satu terhadap kegiatan yang lainnya.

2. Membuat standarisi aktivitas-aktivitas yang erat kaitannya, sehingga kita hanya memfokuskan pada perbedaan-perbedaan yang tampak dan menghindari penduplikasian usaha yang tidak perlu.

3. Dengan mengefisiensikan penyimpanan dan pengembalian dan informasi untuk mengeliminasi pemecahan masalah.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi ongkos produksi dengan cara mengelompokan komponen-komponen ke dalam part family .

Terdapat banyak perbedaan antara lingkungan kerja job shop tradisional dan lingkungan cellular manufacturing dalam hal pengelompokan dan tata letak mesin. Pada job shop tradisional mesin dikelompokkan berdasarkan kesamaan fungsinya sedangkan pada cellular manufacturing mesin dikelompokkan dalam sel dimana tiap sel ditujukan untuk spesifikasi famili komponen manufaktur, tiap sel memiliki fungsi yang tidak sama. Susunan cellular manufacturing mengikuti pengontrolan cellular manufacturing sistem (CMS) yang sederhana.

2.2.1 Keuntungan Group technology

Keuntungan penggunaan layout Group Technology ini adalah sebagai berikut (Hadiguna, 2008):

1 Mengurangi lead time produksi 5.Mengurangi waktu set-up.

2 Mengurangi work in process 6.Mengurangi rework dan scrap materials

3 Mengurangi tenaga kerja 7.Mengurangi order time delivery

4 Mengurangi tooling 8.Mengurangi paper work.

Penggunan layout ini dalam mass production memberikan dampak pada multi produk, ukuran lot produksi kecil dan memberikan keuntungan sebagai berikut:

II-10

1. Mengurangi waktu dan biaya material handling.

2. Mengurangi tenaga kerja dan paper work.

3. Mengurangi in-process inventory.

4. Meningkatkan utilitas mesin. Manfaat dari Group technology untuk setiap kegiatan perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Kegiatan produksi

1. Mengurangi ongkos pemindahan material atau produk.

2. Mengurangi total throughput time bagi produk yang dihasilkan.

3. Memberikan pola aliran material yang baik.

4. Mengurangi work in-process inventory.

5. Meningkatkan kepuasan bekerja.

6. Mengurangi penyediaan perkakas atau perlatan bantu.

b. Kegiatan desain

1. Memudahkan kegiatan desain.

2. Mengurangi ongkos desain melalui rasionalisme produk.

c. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi

1. Memudahkan pembuatan jadwal produksi.

2. Memudahkan kegiatan pengontrolan produksi.

3. Meningkatkan mutu dari produk yang dihasilkan.

2.2.2 Metode-Metode Dalam Group technology

Konsep dari pendekatan Group technology adalah membagi sistem manufaktur menjadi beberapa subsistem, dengan cara mengelompokan beberapa macam parts atau produk yang mempunyai kemiripan desain dan/atau mesin- mesin yang dipakai pada proses produksi (Hadiguna, 2008).

Karakteristik desain dan proses yang dapat dipergunakan sebagai faktor kemiripan adalah sebagai berikut (Hadiguna, 2008):

1. Karakteristik Desain - Bentuk luar dasar

- Jenis material - Bentuk dalam dasar

- Kekasaran surface - Rasio panjang/diameter

- Fungsi komponen

II-11

- Dimensi mayor

- Toleransi

- Dimensi minor

2. Karakteristik Proses - Proses mayor

- Rasio panjang/diameter - Proses minor

- Kekasaran surface - Dimensi mayor

- Kapasitas produksi - Mesin perkakas

- Kebutuhan fixture - Urutan operasi

- Pahat potong - Waktu proses

- Ukuran batch Ada dua metode yang dapat digunakan pada pendekatan Group technology yaitu (Kusiak, 1990):

1. Klasifikasi Klasifikasi menggunakan pengelompokan part ke dalam part families berdasarkan ciri-ciri desainnya. Adapun dua variasi dari metode klasifikasi, yaitu :

a) Metode Visual Metode visual merupakan prosedur semi sistematik, dimana pengelompokannya berdasarkan persamaan ukuran geometri.

b) Metode Coding Metode coding merupakan pengelompokan yang berdasarkan pada ukuran geometrik dan kekompleksitasannya, dimensi, tipe material, ukuran row material, dan tingkat akurasi produk jadi. Dalam menggunakan sistem coding tiap part dicirikan dengan numeric code alphabet. Tiap digit kode menunjukkan bentuk part. Sebelum skema coding disusun, suatu survey dari semua ciri-ciri komponen harus lengkap. Kemudian nilai-nilai kode harus ditentukan untuk mencirikan ciri-cirinya. Pemilihan ciri-ciri yang relevan bergantung pada aplikasi dan skema coding. Ada tiga tipe dasar sistem coding, yaitu (Kusiak, 1990):

1) Hirarki

II-12

Struktur hirarki biasa disebut dengan monocode. Pada monocode tiap kode nomor merupakan kualifikasi dengan karakter tertentu. Salah satu keuntungan dari struktur hirarki adalah dapat memberikan informasi yang luas dengan beberapa posisi kode.

2) Rantai (Matrik) Struktur rantai biasa disebut juga dengan polycode, setiap digit pada posisi kode menjelaskan beberapa maksud informasi, khususnya pada digit-digit tertentu.

3) Hybrid Struktur hybrid merupakan gabungan dari struktur hierarchical dan rantai, kebanyakan sistem pengkodean menggunakan struktur hybrid.

2. Analisis Cluster Analisis Cluster ditujukan untuk mengelompokan objek ke dalam Cluster homogen dengan berdasarkan bentuk objeknya. Aplikasi dari analisis Cluster dalam Group technology adalah mengelompokan komponen ke dalam part family dan mesin ke dalam sel mesin. Pengelompokan ini menghasilkan dua macam tata letak yaitu (Kusiak, 1990):

1. Tata Letak Mesin secara Fisik : Pada tata letak mesin secara fisik dilakukan kembali penyusunan mesin-mesin.

2. Tata Letak Mesin secara Logic : Pada tata letak secara logic mesin dikelompokkan ke dalam sel mesin logical dan posisi mesin tidak diubah- ubah. Pengelompokan secara logical dapat diaplikasikan pada beberapa kasus sistem produksi dimana perubahan mesin secar fisik tidak mungkin dilakukan.

2.2.3 Metode Koefisien Kemiripan

Pada prinsipnya algoritma koefisien kemiripan mengelompokan produk dan mesin berdasarkan nilai koefisien, dimana semakin besar koerfisien kemiripan maka semakin banyak kesamaan antara produk atau mesin. Untuk menyelesaikan masalah pembentukan sel dengan menggunakan metode koefisien kemiripan langkah pertama yang harus dilakukan adalah membentuk matriks koefisien

II-13

kemiripan untuk mesin dengan mesin dan produk dengan produk dari matriks kejadian (incidence matriks) yang diberikan. Kemudian dari matriks kesamaan yang telah dibentuk mesin-mesin atau produk-produk yang mempunyai kesamaan paling besar dikelompokkan sehingga membentuk sel-sel mesin atau family product .

Dasar metode koefisien kemiripan lebih fleksibel dalam mengatur data manufaktur yang masuk kedalam formasi sel mesin dan lebih mudah pengaplikasiannya kedalam hitungan. Ada beberapa pengembangan metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan formasi sel yang berdasarkan similary coefficient method yang lebih fleksibel dalam mengatur data manufaktur ke dalam proses formasi sel mesin dan lebih mudah diaplikasikan ke dalam hitungan (Singh, 1996). Similary coefficient method digunakan untuk mengatur pengembangan metode cluster dalam menggunakan numerical taxonomy dan penerapannya dalam bentuk pengelompokan mesin dan part families untuk cellular manufacturing.

Metode dasar similarity coefficient method biasanya menghitung ukuran persamaan antara mesin atau komponen dan pengukuran ini digunakan untuk penggabungan kelompok mesin atau komponen yang sama. Metode similarity coefficient method selalu menghasilkan solusi matriks dalam bentuk struktur blok diagonal dan tidak memerlukan identifikasi visual untuk mengelompokan mesin dan part families dalam solusi matriks, inilah perbedaan antara similarity coefficient method dengan array based method.

Langkah-langkah dasar similarity coefficient method untuk membuat kelompok mesin dan part families adalah sebagai berikut:

1. Merancang initial matrix. Input data bisa diperoleh dari routing card. Informasi yang digunakan dalam matriks disebut incidence matrix mesin-komponen dengan matriks MxP dengan entries 0 atau 1, dimana M adalah jumlah mesin, dan P adalah jumlah komponen. Elemen a ij adalah 1, jika j menandakan bahwa komponen diproses oleh i dan j yang lainnya sama dengan 0.

II-14

2. Hitunglah koefisien kemiripannya. Gunakan incidence matriks mesin komponen untuk menghitung koefisien kemiripan dan selanjutnya dipindahkan incidence matriks ke dalam triangular similarity matriks mesin x mesin (MxM) atau part x part (PxP).

3. Buatlah tree atau dendogramnya. Gunakan clustering algorithm untuk mengolah nilai kesamaan matriksnya dimana hasil tree atau dendogram memperlihatkan hierarkhi dari beberapa persamaan semua pasangan mesin atau komponen.

4. Membentuk kelompok mesin atau part families. Koefisien kemiripan sering kali diperlihatkan sebagai rasio. Dalam koefisien kemiripan terjadi dua tipe yaitu jaccard coefficient similarity dan commonality score.

2.2.3.1 Algoritma Average Linkage Clustering (ALC)

Algoritma Average Linkage Clustering (ALC) digunakan untuk mengatasi kekurangan dari Single Linkage Clustering dan Complete Linkage Clustering yang juga termasuk kedalam metode koefisien kemiripan. ALC ini berdasarkan pada rata-rata kesamaan koefisien kemiripan antara semua bagian dari dua kelompok mesin (Hadiguna, 2008).

Langkah-langkah pengerjaan ALC adalah sebagai berikut (Hadiguna, 2008).:

1. Tentukan nilai maksimum koefisien kemiripan dari S ij untuk semua mesin dengan menggunakan rumus 2.1 ............................................................ (pers. 2.1)

Dimana : S ij = koefisien kemiripan antara mesin i dan mesin j

a = jumlah part yang diproses oleh kedua mesin

b = jumlah part yang diproses oleh mesin i

c = jumlah part yang dproses oleh mesin j

2. Tentukan nilai maksimum yang ada pada persamaan matriks. Gabungkan kedua mesin tersebut kedalam kelompok mesin. Pada setiap langkah kelompok mesin i dan j merupakan kelompok mesin baru (t). Kelompok mesin baru ini dituliskan pada kedua mesin. Buatlah kelompok mesin baru t dan ganti

II-15

persamaan matriks tersebut dengan menghitung kemiripan antara mesin baru dengan kelompok mesin lainnya (w) dengan menggunakan rumus persamaan

2.2 .................................................................................. (pers. 2.2)

3. Hentikan pengerjaan jika semua mesin sudah dikelompokkan kedalam satu kelompok mesin. Jika belum, ulangi langkah sampai semua mesin berhasil dikelmpokkan.

Contoh pengerjaan metode ALC adalah sebagai berikut :

Insiden matriks mesin-komponen dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1 Insiden Matriks Mesin-Komponen Metode ALC Langkah-langkah pengerjaan metode ALC adalah sebagai berikut :

1. Tentukan nilai maksimum koefisien kemiripan dari S ij untuk semua mesin dengan menggunakan rumus 2.1. contoh kemiripan antara mesin 1 dan 4

adalah : S 1,4 =

2. Tentukan nilai maksimum antara mesin. Dari hasil perhitungan pada langkah 1 diketahui bahwa mesin 2,5 memiliki nilai kemiripan terbesar. Maka gabungkan kedua mesin ke dalam kelompok mesin yang baru, dimana nilai kemiripan antara kelompok mesin yang baru dengan mesin yang lain dihitung sebagai berikut :

S 1(2,5) = (S 12 ,S 15 )/(N 1 *N 2,5 ) = (0+0)/(1*2) = 0 S (2,3)5 = (S 23 ,S 53 )/(N 3 *N 2,5 ) = (0,25+0,125)/(1*2) = 0,19 S (2,5)4 = (S 24 ,S 54 )/(N 4 *N 2,5 ) = (0,4+0,5)/(1*2) = 0,45

II-16

S (2,5)6 = (S 26 ,S 56 )/(N 6 *N 2,5 ) = (0,17+0)/(1*2) = 0,084

adapun tahapan iterasi dari metode ALC dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 iterasi metode ALC

II-17

2.3 Desain Sel Mesin

Setelah terbentuk kelompok komponen dan sel mesin, maka langkah selanjutnya adalah mendesain sel mesin secara efektif. Istilah cellular manufacturing terkadang digunakan untuk menjelaskan operasional dari sel mesin.

Sel mesin dklasifikasikan menjadi beberapa kategori, menurut banyaknya mesin dan aliran material di antara mesin-mesin. Kategori tersebut diantaranya:

1. Kelompok sel mesin tunggal Sel mesin tunggal terdiri dari satu mesin ditambah dengan peralatan yang

disusun untuk membuat satu atau beberapa part family. Sel bentuk ini dibuat untuk benda kerja dimana atributnya dibuat berdasarkan jenis prosesnya. Tidak ada ketentuan mengenai pergerakan komponen antara mesin didalam sel.

2. Kelompok sel mesin dengan penanganan material secara manual Merupakan suatu susunan yang terdiri dari satu atau beberapa mesin yang

digunakan secara bersama-sama untuk mengerjakan satu atau lebih kelompok komponen. Tata letak mesin didalam sel ini seringkali berbentuk U.

3. Kelompok sel mesin dengan penanganan material secara integrated Menggunakan sistem penanganan mekanis, seperti conveyor, jika

komponen-komponen dalam sel mempunyai routing proses pengerjaan yang sama atau hampir sama, tata letak mesin yang diusulkan adalah tata letak garis, sedangkan jika routing proses bervariasi, maka tata letak loop lebih disukai.

4. Flexible manufacturing sistem Merupakan suatu sistem sel mesin teknologi kelompok yang mempunyai

tingkat otomasi yang tinggi. Terdiri dari stasiun-stasiun kerja yang otomatis dengan penanganan material yang terintegrasi.

2.3.1 Menentukan Penyusunan Desain Sel Mesin

Untuk menentukan jenis desain sel mesin mana yang digunakan dan susunan perlengkapan yang terbaik dalam sel didasarkan pada proses kerja yang dibutuhkan. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan mesin dalah:

II-18

1. Volume pekerjaan yang dilakukan oleh sel. Ini termasuk jumlah komponen per tahun dan jumlah pekerja yang dibutuhkan oleh setiap komponen. Faktor ini mempengaruhi banyak mesin dalam sel, total biaya operasi sel, dan jumlah investasi yang dibenarkan untuk susunan dan melengkapi sel.

2. Variasi rute proses dari komponen dalam menentukan aliran pekerjaan. Jika semua rute proses adalah sama maka aliran garis lurus yang diizinkan. Sedangkan jika variasi dalam rute sangat tinggi, maka bentuk U atau loop akan lebih disukai.

3. Ukuran komponen, berat bentuk, dan atribut fisiknya. Faktor ini menentukan ukuran jenis penanganan material, serta kapan proses yang digunakan. Untuk memformulasikan persoalan penyususnan mesin dalam teknologi kelompok, ada tiga tahap (metode singleton), yaitu :

1) Kembangkan from to chart dari data rute komponen. Data itu terdiri dari sejumlah peta yang menggambarkan perpindahan komponen-komponen diantara mesin-mesin (stasiun kerja) dalam sel.

2) Tentukan ’to-from-chart’ untuk setiap mesin. Ini dilakukan dengan menjumlahkan semua to dan from untuk setiap mesin atau operasi. Penjumlahan ’to’ untuk mesin ditentukan dengan menjumlahkan semua elemen pada kolom yang sesuai dan penjumlahan ’from’ suatu mesin ditentukan dengan menjumlahkan elemen-elemen pada baris yang sesuai. Buat ’to from chart’ untuk setiap mesin.

3) Susun mesin berdasarkan ’to-from-chart’. Suatu mesin yang mempunyai ’to- from-chart’ kecil berarti menerima pekerjaan dari beberapa mesin dalam sel tersebut, tetapi mendistribusikan pekerjaan kepada mesin-mesin yang lain. Mesin yang mempunyai ’to-from-chart’ besar berarti menerima pekerjaan lebih banyak daripada mendistribusikannya. Oleh karena itu, masing-masing mesin dengan rasio kecil ditempatkan pada permulaan dari aliran kerja dan mesin dengan rasio besar ditempatkan pada akhir aliran kerja.

2.4 Jarak Total Material Handling (JTMH)

Jarak tempuh material handling adalah suatu jarak yang timbul akibat adanya aktivitas material dari satu mesin ke mesin lain atau satu departemen ke

II-19

departemen lain yang besarnya ditentukan sampai pada satuan jarak. Komponen- komponen yang dibutuhkan dalam menyelesaikan JTMH yaitu jarak antar mesin/ departemen dan frekuensi pengangkutan material.

Untuk perhitungan jarak menggunakan metode square euclidean, yaitu merupakan ukuran jarak dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antara dua fasilitas yang berdekatan. (Purnomo; 2004). dengan rumus sebagai berikut : Jarak mesin 1(mesin asal) ke mesin 3(mesin dituju) yang melalui mesin 2 adalah sebagai berikut =

Luas Mesin asal + Luas Mesin dilalui + Luas Mesin dituju ………….(2.3)

Jarak Total Material Handling = Jarak x Frekuensi...………………………....(2.4) Terdapat dua kelompok jarak yaitu jarak dari- dan jarak ke-, pengertian dua komponen ini diberikan untuk memudahkan perhitungan. Keduanya tidak bersifat mengikat, tetapi hanya merupakan cara untuk mendapatkan keseragaman dalam menghitung jarak material handling dalah :

Jarak dari mesin asal : Luas Mesin Asal …………………………........(2.5)

Jarak ke mesin yang dituju : Luas Mesin Dituju ……………….................(2.6)

Akan tetapi rumus diatas hanya berlaku apabila tata letak atau susunan atau departemen belum diketahui, sehingga diasumsikan setiap departemen atau mesin belum diketahui letaknya berdampingan.

Apabila tata letak atau susunan mesin atau departemen sudah diketahui, maka perhitungan jarak diperoleh dengan menghitung jarak diagonal antar mesin atau departemen.

a. Berat beban = berat jenis x Volume bahan Dimana Volume bahan = Panjang x Lebar x Tinggi

a. Alat angkut yang digunakan sesuai dengan berat bahan yang diangkut

b. Ongkos pemindahan disesuaikan dengan alat angkut yang digunakan

c. Ongkos material bahan yang didapat dari jarak dikalikan ongkos pemindahan.

II-20

Untuk lebih memperjelas hasil perhitungan jarak dapat dilihat pada tabel 2.1 seperti dibawah ini : Tabel 2.1 Contoh Tabel Jarak

Mesin A Mesin B Mesin A Mesin B Total

Adapun keterangan tabel jarak diatas adalah sebagai berikut :

a. Kolom (1) dari, dapat diketahui dengan melihat pada OPC

b. Kolom (2,3) ke, yang merupakan tujuan dari kolom (1)

c. Kolom (4) total jarak yang ditempuh dari satu tempat (mesin) ke tempat (mesin) yang lain.

2.5 Perhitungan Kontainer Yang Dibutuhkan

Jumlah kontainer yang dibutuhkan untuk mengoperasikan suatu pusat kerja adalah merupakan fungsi dari tingkat permintaaan, ukuran, kontainer, dan waktu sirkulasi untuk sebuah kontainer. Hal ini digambarkan dengan rumus sebagai berikut (Monden, 2000) :

n= .................................................................................................................. (2.7) Dimana

n = total jumlah kontainer

D = Tingkat permintaan dari pusat kerja penggunaan

C = Ukuran kontainer dalam jumlah suku cadang, biasanya kurang dari 10 persen dari permintaan harian. T = Waktu untuk satu kontainer menyelesaikan keseluruhan putaran : diisi, menunggu, dipindahkan, digunakan, dan dikembalikan untuk diisi lagi. Ini juga disebut waktu tunggu.

II-21

Misalkan permintaan pada pusat kerja berikutnya adalah 2 suku cadang per menit dan kontainer standar memuat 25 suku cadang. Juga misalkan bahwa di butuhkan 100 menit untuk suatu kontainer untuk menyelesaikan putaran dari pusat kerja A ke pusat B dan kembali ke A lagi, termasuk waktu setup, operasi, pindah, dan tunggu. Jumlah kontainer yang di butuhkan dalam hal ini adalah 8 :

N= Inventori maksimum sama dengan ukuran kontainer dikali jumlah kontainer

= 8 × 25 = 200 unit, karena semua kontainer harus terisi. Inventori maksimum = nC = DT (Monden, 2000).

Sedangkan untuk menghitung tingkat permintaan dari pusat kerja pengguna dapat menggunakan rumus sebagai berikut (Monden, 2000).

BAB III USULAN PEMECAHAN MASALAH

3.1 Kerangka Berpikir

Sebuah sistem produksi dan tata letak yang baik dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Perencanaan sistem produksi dan tata letak yang baik tersebut dilakukan dengan tujuan dapat mengurangi frekuensi perpindahan material semaksimal mungkin, mengurangi kesalahan dalam proses produksi yang dapat mengakibatkan kecacatan produk dan diharapkan dapat menghapus keterlambatan produksi (Purnomo, 2004).

Tidak adanya suatu sistem produksi yang pasti dan tidak teraturnya penempatan mesin pada lantai produksi mengakibatkan sering terjadinya kesimpangsiuran dalam proses produksi yang mengakibatkan total jarak material handling menjadi sangat panjang dan sering terjadinya kesalahan proses produksi serta keterlambatan produksi, sehingga diperlukan perbaikan tata letak yang sesuai dengan tipe produksi di perusahaan. Metoda yang akan diusulkan perencanaan tata letak dengan menggunakan metode Group Technology.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengurangi total jarak material handling yang disebabkan oleh tata letak lantai pabrikasi yang tidak teratur sehingga kemudian dapat mengakibatkan terjadinya keterlambatan produksi.

3.2 Metodologi Penelitian

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, dilakukan studi lapangan dan studi pustaka. Dalam studi lapangan dilakukan pengamatan secara langsung pada lantai

III-2

pabrikasi CV. FLORES JAYA, sedangkan studi pustaka diperlukan untuk mendukung dan membahas semua hipotesis dan hasil penelitian.

3.2.1 Metode Pengumpulan Data

Untuk membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi, maka dilakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data antara lain :

1. Metode Observasi Metode observasi yaitu metode yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki (Mukhtar, 2007). Adapun data yang akan dikumpulkan dalam metoda ini adalah sebagai berikut :

a. Kapasitas produksi

b. Jenis dan jumlah produk yang diproduksi

c. Nama, dimensi, dan jumlah mesin pada waktu penelitian

d. Tata letak awal lantai produksi pada saat penelitian

e. Jarak perpindahan material

f. Ukuran kontainer yang ada pada saat ini

2. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan menggunakan data yang telah ada di perusahaan yang meliputi :

a. Denah lantai produksi

b. Proses pembuatan produk

III-3

c. Kapasitas muatan kontainer

d. Waktu periode kontainer

3.2.2 Metode Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data yang sudah terkumpul. Adapun langkah-langkah yang dilkukan dalam pengolahan data untuk memecahkan permasalahan adalah sebagai berikut :

A. Kondisi awal tata letak fasilitas

1) Tahap awal dalam pengolahan data ini adalah membuat gambar tata letak pabrik pada saat ini.

2) Tahap berikutnya adalah menghitung jarak tempuh material handling dengan menggunakan tata letak awal. Hal ini dilakukan untuk dijadikan perbandingan dengan tata letak yang akan diusulkan nanti.

B. Perancangan Tata Letak Usulan

1) Tahap awal dalam pembuatan tata letak usulan dengan menggunakan metode group technology adalah membuat tabel insiden matrik komponen dan mesin. Matrik ini berguna untuk menunjukan hubungan antara mesin dan komponen yang dikerjakan.

2) Tahap selanjutnya adalah menghitung koefisien kemiripan antar mesin untuk mengelompokan mesin dalam sel.

3) Setelah semua mesin dikelompokkan dalam sel, maka tahap selanjutnya

adalah melakukan hal yang sama terhadap komponen yang dikerjakan.

III-4

4) Tahap berikutnya setelah semua mesin dan komponen dikelompokkan dalam sel adalah pembuatan AAD usulan berdasarkan hasil pengelompokkan.

5) Proses selanjutnya adalah pembuatan tata letak usulan dan perhitungan jarak tempuh material handling tata letak usulan untuk kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh dari tata letak awal.

6) Setelah pembentukan tata letak usulan selesai, maka langkah berikutnya adalah menghitung jumlah permintaan dari pusat kerja pengguna

7) Langkah terakhir adalah menghitung jumlah kebutuhan kontainer yang dibutuhkan pada lantai produksi CV. FLORES JAYA Secara rinci kerangka penyelesaian penelitian ini dapat dilihat pada gambar

III-5

Studi Pustaka

Identifikasi Masalah

Studi Lapangan

Observasi Studi Pendahuluan

Layout lantai produksi KOMIPA

Tujuan Penelitian

Merancang tata letak (layout) fasilitas lantai produksi usulan yang dapat memberikan total jarak material handling terpendek sehingga dapat mengurangi keterlambatan

produksi yang dialami oleh KOMIPA

Pengumpulan Data

Dokumentasi

Observasi

Kapasitas Periode Waktu

Kontainer Kontainer

Produk Jumlah

Produk Jenis

Komponen Proses

Waktu

Komponen Proses Urutan

Layout awal

Karakteristik Produk Karakteristik Mesin kontainer Ukuran digunakan yang

Menghitung Jarak Tempuh Material Handling awal

Pembentukan Insiden Matriks Awal Mesin-Komponen

Pengelompokan Mesin-Komponen

Penentuan bentuk Desain Sel Mesin

Pengolahan Data

Penentuan Kedekatan Antar Mesin

Penyusunan Layout Usulan

Menghitung Jumlah Kebutuhan Kontainer

Analisis : Uraian sistematis dari hasil pengolahan data yang bersifat matematis yaitu jarak tempuh material handling dengan jarak terpendek

Layout usulan yang memberikan jarak perpindahan material yang lebih pendek serta pengurangan penggunaan alat dan tenaga kerja

Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan Data

4.1.1 Data Umum Perusahaan Data Komponen, Mesin dan Operator

Komponen yang dijadikan referensi dalam penelitian ini berjumlah 52 buah, dengan 7 jenis mesin dan Total jumlah mesin 86 mesin. Adapun jenis komponen beserta jenis dan ukuran mesin yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1 Jenis Komponen Produksi

No Komponen

Nama Komponen

No Komponen

Nama Komponen

1 5BP

27 RK70

2 1UY2

28 RK 90

3 1UY3

29 2KUA

4 1UY4

30 4HC

5 1UY5

31 4RF

6 1UY6

32 4ST

7 5TN

33 5AP

8 1UY7

34 5DS

9 1UY NEW

35 5EL

10 4XV

36 5GH

11 2S6

37 5HM

12 5TP

38 5MP

13 5LW

39 5SL

14 1S4

40 557R

15 1S7

41 F8P

16 68D

42 20 S-R

17 68T

43 5 VY-R

18 5 TL

44 5BP-F

19 2GV

45 5RM

20 2KF

46 5VK

21 2UJ

47 15A

22 4BD

48 5TX

23 5EJ

49 22F NEW

24 5D9

50 33G

25 220 COV

51 3XA

26 RK 50

52 22K NEW

Tabel 4.2 Jenis dan Ukuran Mesin No

Jumlah Ukuran Mesin (m) Ukuran Area (m) Nama Mesin Mesin

(buah)

PL

1 Mesin Bor

2 Meja Kikir

3 Air Tool

4 Mesin Buffing

5 Mesin Shandring

6 Mesin K.O

10 1 0.6 1.5 2 Sumber : Divisi Produksi

7 Mesin Cleaning

Untuk selanjutnya penulisan mesin atau komponen menggunakan nomor mesin atau nomor komponen. Jumlah operator dari setiap mesin pada lantai produksi CV. FLORES JAYA dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Jumlah Operator Mesin Pada Lantai Produksi CV. FLORES JAYA

Jumlah Operator No.

Jumlah

Operator/ Mesin

Nama Mesin

1 Mesin Bor

2 Meja Kikir

3 Air Tool

4 Mesin Buffing

5 Mesin Shandring

6 Mesin K.O

7 Mesin Cleaning

4.1.2 Peta Proses Operasi

Dari ke 52 komponen yang diproduksi di CV. FLORES JAYA, masing- masing komponen memiliki urutan proses dan penggunaan mesin yang berbeda- beda. Setiap komponen memiliki peta proses operasi tersendiri untuk memudahkan operator dalam mengerjakan komponen tersebut.

4.1.3 Data Urutan Proses dan Waktu Proses Komponen

Data urutan proses dan waktu proses dari setiap komponen dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 Tabel 4.4 Urutan Proses Pengerjaan Komponen

Nomor

Nomor Mesin

Komponen 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1

Tabel 4.4 Urutan Proses Pengerjaan Komponen (lanjutan) Komponen

Sumber : Divisi produksi

Tabel 4.5 Waktu Proses Pengerjaan Komponen (menit)

Nomor

Nomor Mesin

Komponen 1 2 3 4 5 6 7

Tabel 4.5 Waktu Proses Pengerjaan Komponen (menit) (lanjutan) Nomor

Nomor Mesin

Sumber : Divisi produksi

4.1.4 Data Jumlah Kontainer, Kapasitas Dan Waktu Putaran Kontainer

Data kapasitas kontainer yaitu data yang menunjukkan banyaknya jumlah komponen yang dapat dimuat dalam satu kontainer. Sedangkan data waktu putaran kontainer adalah data yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh satu kontainer untuk menyelesaikan keseluruhan putaran, mulai dari diisi, menunggu, dipindahkan, digunakan, dan dikembalikan untuk diisi kembali. Jumlah kontainer yang digunakan saat ini adalah sebanyak 188 buah. Adapun data kapasitas kontainer dan waktu putaran kontainer dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7. Tabel 4.6 Data Kapasitas Kontainer & waktu putar (T)

isi 1 kontainer T Komponen

Nomor isi 1 kontainer

Nomor

(part) (jam)

Komponen

(part) (jam)

Sumber : Divisi produksi

4.1.5 Tata Letak Saat Ini

Tata letak yang diterapkan pada lantai produksi saat ini adalah tata letak jenis job shop dimana setiap mesin dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Namun karena adanya penambahan mesin secara berkala membuat tata leraknya menjadi bernatakan. Pada area mesin bor terdapat 2 meja kikir, 1 mesin buffing dan 1 mesin cleaning. Pada area meja kikir ditambahkan 4 air tool, 3 mesin shandring,