HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) SIDOARJO.

(1)

HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO)

SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Sebagai bagian dari persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata (S1)

Psikologi (S.Psi)

OLIVEA DICHA PUTRI B77212111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

PERNYATAAN

Dengan

ini

saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul "Hubungan lklim

Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo" merupakan karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya ini sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terhrlis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya. l8 Januari 20 l6


(3)

HALAMAN PENGESAHAI\

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGINIzuTIONAL CITIZENSHIP BEHAYIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO)

SIDOARJO Yang disusun oleh Olivea Dicha Putri

B772t2tTT

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal 2 Februari2016

NrP. 197910012006041005

Rizma Fithri. S.Psi. M.Si NrP. 97403t2t999032001

,

1990021001

NrP. 1 95s 10071986032001


(4)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Kendall-Tau, sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,215 dengan taraf signifikansi 0,05 (2-tailed). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala iklim organisasi dan skala organizational citizenship behavior. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berusia dalam rentang 15-40 tahun keatas, dengan lama bekerja 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, sampel yang diambil berjumlah 48 dari jumlah populasi sebanyak 136, melalui teknik pengambilan sampling yaitu purposive sampling.

Hasil penelitan menunjukkan signifikansi sebesar 0,038. Karena 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ...xii

ABSTRACT... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A.Organizational Citizenship Behavior ... 12

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior ... 12

2. Faktor yang Mempengaruhi OCB ... 15

3. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior... 21

4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior ... 24

B. Iklim Organisasi ... 26

1. Pengertian Iklim Organisasi ... 26

2. Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi ... 31

3. Aspek-Aspek Iklim Organisasi ... 38

C. Hubungan Organizational Citizenship Behavior dengan Iklim Organisasi ... 45

D.Landasan Teoritis ... 46

E. Hipotesis ... 49

BAB III : METODE PENELITIAN A.Variabel dan Definisi Operasional ... 50

1. Identifikasi Variabel... 50

2. Definisi Operasional ... 50

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 51

1. Populasi ... 51


(6)

3. Teknik Sampling ... 52

C. Teknik Pengumpulan Data... 53

D.Validitas dan Reliabilitas ... 61

1. Validitas ... 61

2. Reliabilitas ... 65

E. Analisis Data ... 66

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 69

1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 69

a. Persiapan Penelitian ... 69

b. Pelaksanaan Penelitian ... 72

2. Deskripsi Responden ... 72

3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

a. Uji Validitas ... 74

b. Uji Reliabilitas ... 75

c. Uji Normalitas ... 76

B. Pengujian Hipotesis ... 77

C. Pembahasan... 78

BAB VI : PENUTUP A.Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Blue Print Organizational Citizenship Behavior ... 55

Tabel 2: Blue Print Iklim Organisasi ... 58

Tabel 3: Uji Validitas Aitem Organizational Citizenship Behavior ... 61

Tabel 4: Uji Validitas Aitem Iklim Organisasi... 63

Tabel 5: Jadwal Kegiatan ... 71

Tabel 6: Deskripsi Usia ... 72

Tabel 7: Deskripsi Jenis Kelamin ... 73

Tabel 8: Deskripsi Pendidikan Terakhir ... 73

Tabel 9: Deskripsi Lama Bekerja ... 74

Tabel 10: Reliabilitas ... 75

Tabel 11: Uji Normalitas ... 76


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... 90

Lampiran 2: Daftar Subjek Penelitian... 96

Lampiran 3: Tabulasi Data Mentah Skala Organizational Citizenship Behavior ... 98

Lampiran 4: Tabulasi Data Mentah Skala Iklim Organisasi ... 102

Lampiran 5: Tabulasi Data Dikotomi Skala Organizational Citizenship Behavior . 106 Lampiran 6: Tabulasi Data Dikotomi Skala Iklim Organisasi ... 110

Lampiran 7: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Organizational Citizenship Behavior ... 114

Lampiran 8: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Iklim Organisasi ... 118

Lampiran 9: Uji Normalitas ... 122

Lampiran 10: Karakteristik Responden ... 123

Lampiran 11: Uji Hipotesis ... 124

Lampiran 12: Surat Ijin Penelitian Skripsi ... 125

Lampiran 13: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 126


(9)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Kendall-Tau, sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,215 dengan taraf signifikansi 0,05 (2-tailed). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala iklim organisasi dan skala organizational citizenship behavior. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berusia dalam rentang 15-40 tahun keatas, dengan lama bekerja 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, sampel yang diambil berjumlah 48 dari jumlah populasi sebanyak 136, melalui teknik pengambilan sampling yaitu purposive sampling.

Hasil penelitan menunjukkan signifikansi sebesar 0,038. Karena 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam mencapai tujuan sebuah perusahaan memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah sumber daya manusia atau karyawan, karena berkaitan langsung dengan kegiatan organisasi. Untuk itu karyawan diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal sehingga tujuan dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai.

Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut, sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting, tanpa adanya sumber daya manusia tentu saja sebuah organisasi akan sulit untuk mencapai tujuannya. Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Begitu pula halnya dengan organisasi pemerintahan, organisasi pemerintahan juga akan menghadapi perubahan eksternal dan ini harus dengan peningkatan kerja organisasi yang beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada agar tidak hanya tetap bertahan tetapi juga memiliki kinerja yang baik.

Di dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien, maka fleksibilitas sangatlah dibutuhkan. Sebuah organisasi atau perusahaan menginginkan


(11)

2

karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki fleksibilitas yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik di organisasinya

Robbins juga menambahkan bahwa seorang karyawan yang memiliki fleksibilitas akan memberikan kontribusi yang mendalam melebihi tuntutan peran ditempat kerja yang disebut dengan Organizational Citizenship Behavior. Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi yang mendalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Organizational Citizenship Behavior tersebut melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997).

Organizational Citizenship Behavior merupakan aspek yang unik dari aktivitas individual dalam kerja. Karyawan yang memiliki perilaku

Organizational Citizenship Behavior tidak hanya mengerjakan tugas pokoknya saja, namun juga mau melakukan tugas ekstra, seperti mau bekerja sama, tolong menolong, memberikan saran, berpartisipasi secara aktif, memberikan pelayanan ekstra kepada pengguna layanan, serta mau menggunakan waktu kerjanya dengan efektif. Karyawan tersebut akan menjadikan perusahaan berkembang karena karyawannya melakukan lebih


(12)

3

dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan.

Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2015, peneliti datang ke kantor PLN Sidoarjo dan bermaksud menemui bagian yang bersangkutan untuk penerimaan peserta magang, dikarenakan bagian tersebut sedang mengambil cuti, peneliti dibantu oleh salah satu rekan yang ada di kantor tersebut untuk diarahkan.

Untuk dapat meningkatkan perilaku Organizational Citizenship Behavior

karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ (1995; dalam Pratiwi Jayanti, 2009) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

salah satunya yaitu budaya organisasi dan iklim organisasi, dimana iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya Organizational Citizenship Behavior dalam suatu organisasi. Didalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan dan akan selalu mendukung tujuan organisasi. Keadaan lingkungan atau iklim organisasi suatu perusahaan atau institusi dapat berpengaruh terhadap sikap maupun pandangan karyawan. Iklim yang kondusif serta perasaan nyaman yang dirasakan para karyawan akan dapat menimbulkan kepercayaan terhadap organisasi sehingga karyawan ingin memberikan yang terbaik bagi perusahaan.


(13)

4

Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontaktor) mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi. Iklim organisasi ini cenderung bersifat relatif sementara dan dapat berubah dengan cepat. Sehingga dibutuhkan kemampuan karyawan dalam menalarkan penyesuaian dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasinya. Ketika individu tersebut mampu menyesuaikan diri dengan iklim organisasi di mana dia bekerja maka mampu menjadi salah satu faktor pembentuk perilaku

Organizational Citizenship Behavior (Wirawan, 2007)

Litwin dan Stringer (1968; dalam Toulson & Smith, 1994) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana lingkungan kerja diasumsikan akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan. Gibson, Ivancevich, dan Donelly (2000; dalam Satria, 2005) menyatakan bahwa iklim organisasi adalah sifat lingkungan kerja atau lingkungan psikologis dalam organisasi yang dirasakan oleh para pekerja atau anggota organisasi dan dianggap dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja terhadap pekerjaanya. Hampir senada, Davis dan Newstorm (1996) menyatakan bahwa iklim organisasi merupakan lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka.


(14)

5

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Martha (2014) menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara iklim organisasi dengan

Organizational Citizenship Behavior dengan nilai korelasi sebesar 0,508 dengan signifikansi 0,000.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Waspodo (2012) menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan

Organizational Citizenship Behavior.

Di perusahaan BUMN yakni PLN memiliki iklim organisasi yang mendukung kinerja karyawan, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sullaida (2010) menunjukkan hasil bahwa iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT PLN (Persero) Cabang Lhoksumawe, pada tingkat kepercayaan 95% atau alpha 0.05. Hal ini berarti adanya iklim organisasi yang baik akan diikuti dengan kepuasan kerja yang baik. Kemudian secara parsial aspek psikologikal mempunyai pengaruh dominan terhadap kepuasan kerja karyawan, dengan tingkat signifikan sebesar 0.000 yang berarti kondisi kejiwaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja karyawan sudah tercipta dengan baik sehingga menimbulkan kepuasan kerja karyawan, sedangkan iklim sosial yang mempunyai nilai signifikan sebesar 0.022 yang berarti bahwa prosedur dan aturan-aturan yang menyangkut pelaksanaan pekerjaan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2014) dengan judul pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior pegawai PRRI Yogyakarta menunjukkan bahwa


(15)

6

kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior pegawai yang ditunjukkan dengan nilai betha sebesar 0.428 (p<0.01 ; p=0.000).

Dari penelitian diatas peneliti berkesimpulan bahwa iklim organisasi mempengaruhi kepuasan kerja, sedangkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku Organizational Citizenship Behavior.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ilmyanti (2012) menunjukkan bahwa penerapan budaya organisasi di PT PLN sudah cukup baik, dengan adanya sosialisasi nilai-nilai budaya organisasi akan memberikan pengetahuan tentang budaya organisasi melalui pelatihan budaya saat pertama masuk menjadi anggota organisasi dan mempelajari serta menerapkan nilai-nilai budaya yang sudah ditanamkan sejak seseorang mulai bergabung menjadi anggota organisasi dan menemukan peran budaya organisasi sebagai pedoman perilaku bagi anggota organisasi.

Dari skala sederhana yang peneliti sebarkan sebanyak dua belas karyawan yang bertujuan untuk mengetahui iklim organisasi, peneliti mendapatkan respon bahwa karyawan yang bekerja di PT PLN (Persero) Sidoarjo mengetahui dengan jelas jabatan dan tanggung jawab yang diembannya dalam perusahaan, dan juga karyawan memiliki kebanggaan ketika mampu mengerjakan pekerjaannya dengan baik.

Berdasarkan kajian latar belakang diatas terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa iklim organisasi yang ada di PLN cukup baik dan mampu mempengaruhi kinerja karyawan, maka dari itu peneliti tertarik untuk


(16)

7

mengkaji ulang dan memperdalam penelitian tentang hubungan iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) di Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan

Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Organizational Citizenship Behavior menjadi salah satu variabel yang cukup menarik untuk diteliti karena fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki Organizational Citizenship Behavior yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain (Robbins dan Judge, 2008)


(17)

8

Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi terutama tentang bidang iklim organisasi dan memperkaya wacana tentang Organizational Citizenship Behavior. Selain itu juga diharapan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan meneliti tentang Organizational Citizenship Behavior.

Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perusahaan khususnya PT PLN (Persero) Sidoarjo untuk menemukan teknik yang tepat dalam menganalisis serta meningkatkan

Organizational Citizenship Behavior terkait faktor-faktor iklim organisasi yang melatarbelakangi Organizational Citizenship Behavior.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Waspodo dan Minadaniati (2012) yang dimuat dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol 3, No. 1, 2012, dengan judul pengaruh kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) karyawan pada PT Trubus Swadaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior ditunjukkan dengan skor signifikansi pada uji F hitung sebesar 0.009 yang lebih kecil dari F tabel yakni 0.05 (000.9 < 0.05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, kesimpulannya yakni kepuasan kerja dan iklim organisasi secara


(18)

9

bersama-sama memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti, penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadizadeh, Heydarinejad, Farzam dan Booshehri (2012) yang berjudul Investigation the Relation between Organizational Climate and Organizational Citizenship Behavior yang dimuat dalam International Journal of Sport Studies. Vol 2 (3),163-167, 2012. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior dengan skor korelasi (p<0.001, r=0.505).

Perbedaan penelitian sekarang dengan sebelumnya terletak pada subyek dan lokasi penelitian yang akan dilakukan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2015) yang berjudul Pengaruh iklim organisasi dan komitmen organisasi terhadap pembentukan Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) karyawan dalam rangka peningkatan kinerja. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Organizational Citizenship Behavior dengan koefisien sebesar 0.046 dan nilai signifikansi 0.021 (<0.05).


(19)

10

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti, penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ghanbari dan Eskandari yang berjudul

Organiztional climate, job motivation and Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior), yang dimuat dalam international journal of management perspective Vol 1 No 3, pp 1-14. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior dengan skor korelasi (r=0,245, P < 0.01, N=250)

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti, penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Prihandini yang berjudul Hubungan antara

Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) dan kohesivita kelompok dengan iklim organisasi. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel Organizational Citizenship Behavior dengan iklim organisasi yakni sebesar 0.242 dengan nilai signifikansi p=0.04 (p < 0.05).


(20)

11

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti, penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.


(21)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Organizational Citizenship Behavior 1. Pengertian

Menurut Organ (1988; dalam Luthans, 2006) Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku individu yang bebas memilih, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian penghargaan formal dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif, atau dengan kata lain, Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward

formal, merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Aldag dan Resckhe (1997) menjelaskan Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Organizational Citizenship Behavior ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku suka menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu


(22)

13

perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Jayanti, 2009).

Robbins & Judge (2008) dalam bukunya Organizational Behavior yang mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior

sebagai perilaku kerja karyawan di dalam organisasi yang dilakukan secara sukarela di luar deskripsi kerja yang ditetapkan untuk meningkatkan kemajuan organisasi.

Pendapat lain mengenai pengertian Organizational Citizenship Behavior dikemukakan oleh Garay (2006) yang menjelaskan bahwa

Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya (Waspodo, 2012).

Sedangkan, menurut Organ (1988; dalam Purba & Seniati, 2004) menjelaskan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan insiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditamplikan pun tidak diberi hukuman.

Sementara itu, Van Dyne, Cummings, Parks (1995) mengatakan bahwa Organizational Citizenship Behavior atau yang disebutnya sebagai extra-role behavior (ERB), adalah perilaku yang menguntungkan organisasi atau diarahkan untuk menguntungkan organisasi, dilakukan


(23)

14

secara sukarela, dan melebihi ekspektasi peran yang ada. Artinya,

Organizational Citizenship Behavior secara sederhana dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang berakar dari kerelaan dirinya untuk memberikan kontribusi melebihi peran inti atau tugasnya terhadap perusahaannya. Perilaku tersebut dilakukannya, baik secara disadari maupun tidak disadari, diarahkan maupun tidak diarahkan, untuk dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaannya (Jahangir, Akbar, & Haq, 2004)

Dipola dan Hoy (dalam Yusop, 2007) menjelaskan bahwa

Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang mempraktikkan peranan tambahan dan menunjukkan sumbangannya kepada organisasi melebihi peran spesifikasinya dalam kerja. Menurut mereka juga, kesediaan dan keikutsertaan untuk melakukan usaha yang melebihi tanggung jawab formal dalam organisasi merupakan sesuatu yang efektif untuk meningkatkan fungsi sebuah organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan :

Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi

Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak diperintah secara formal


(24)

15

Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk uang.

2. Faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Menurut Jayanti (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Organizational Citizenship Behavior yakni:

a. Budaya dan Iklim Organisasi

Menurut Organ (1995), terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadi Organizational Citizenship Behavior. Sloat berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab mereka apabila mereka:

1) Merasa puas dengan pekerjaannya

2) Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari para pengawas

3) Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi

Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya Organizational Citizenship Behavior dalam suatu organisasi. Dalam iklim yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah di syaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif


(25)

16

dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya.

b. Kepribadian dan suasana hati

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku Organizational Citizenship Behavior secara individual maupun kelompok. George dan Brief (1992) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh suasana hati. Keperibadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati merupakan karakteristk yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain.

Meskipun suasana hati dipengaruhi (sebagian) oleh kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain.

c. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Studi Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional (Perceived Organizational Support/POS) dapat menjadi faktor untuk memprediksi


(26)

17

Organizational Citizenship Behavior. Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.

d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan

Kualitas interaksi atasan bawahan juga diyakini sebaagai faktor untuk memprediksi Organizational Citizenship Behavior. Miner (1988) mengemukakan bahwa interaksi atasan bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan dampak sepeerti meningkatnya kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Riggo (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh atasan mereka.

e. Masa kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin (gender) berpengaruh pada Organizational Citizenship Behavior. Hal sama juga dikemukakan oleh Sommers (1996) masa kerja dapat berfungsi sebaagai prediktor Organizational Citizenship Behavior karena


(27)

18

variabel-variabel tersebut mewakili penguuran terhadap investasi karyawan organisasi.

f. Jenis kelamin

Komrad et al (2000) mengemukakan bahwa perilaku-perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerjasama dengan orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi daripada pria dan lebih menunjukkan perilaku menolong daripada pria. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara pria dan wanita dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di tempat mereka bekerja.

Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas biasa mereka yang yang akan memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti sekarang ini, dimana tugas semakin sering dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas sangatlah penting, organisasi menjadi sangat membutuhkan karyawan yang mampu menampilkan perilaku kewargaan organisasi yang baik, seperti membantu individu lain dalam tim, memajukan diri untuk melakukan pekerjaan esktra, menghindari konflik yang tidakperlu, menghormati semangat dan isi peraturan, serta dengan


(28)

19

besar hati mentoleransi kerugian dan gangguan terkait dengan pekerjaan yang terjadi.

Untuk dapat meningkatkan Organizational Citizenship Behavior

karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship Behavior. Konovsky dan Organ, (1996); Organ, Podsakoff, dan Mackenzie (2006); Organ dan Ryan, (1995);. Podsakoff, Mackenzie, Paine, dan Bachrach (2000) mengkategorikan faktor yang mempengaruhi

Organizational Citizenship Behavior terdiri dari perbedaan individu; sikap pada pekerjaan sikap dan variabel kontekstual.

a. Perbedaan individu, termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu. Beberapa perbedaan individu yang telah diperiksa sebagai prekursor untuk Organizational Citizenship Behavior meliputi:

1) Kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan), kemampuan, pengalaman, pelatihan, pengetahuan, ketidakpedulian dengan penghargaan, dan kebutuhan untuk otonomi (Podsakoff Mackenzie, Paine, dan Bachrach, 2000)

2) Motivasi (Folger, 1993)

3) Kepribadian (Organ and Lingl, 1995) 4) Kebutuhan (Schnake, 1991)


(29)

20

b. Sikap kerja adalah emosi dan kognisi yang berdasarkan persepsi individu terhadap lingkungan kerja. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior antara lain:

1) Komitmen organisasi (Truckenbrodt, 2000)

2) Persepsi kepemimpinan dan dukungan organisasi (Van Dyne, Cummings, dan Parks, 1995)

3) Person organization fit (de Lara, 2008) 4) Kepuasan kerja (Murphy et al., 2002) 5) Kontrak psikologi (Turnley et al., 2003) 6) Persepsi keadilan (Moorman et al., 1991)

c. Faktor-faktor kontekstual adalah pengaruh eksternal yang berasal dari pekerjaan, bekerja kelompok, organisasi, atau lingkungan. Variabel Kontekstual meliputi:

1) Karakteristik tugas (Van Dyne, Cummings, dan Parks, 1995) 2) Sikap pada pekerjaan (Organ and Ryan, 1995; Smith, Orgam, dan

Near, 1983)

3) Gaya kepemimpinan (Truckenbrodt, 2000)

4) Karakteristik kelompok organisasi, budaya organisasi, iklim organisasi (Organ et al, 2006., Podsakoff et al, 2000)

5) Profesionalisme (Cohen dan Kol, 2004)

6) Harapan peran sosial (Danzis dan Stode-Romero, 2009, dalam Mayfield dan Taber, 2009).


(30)

21

3. Aspek Organizational Citizenship Behavior

Istilah Organizational Citizenship Behavior pertama kali diajukan oleh Organ (1988) yang mengemukakan lima aspek primer dari

Organizational Citizenship Behavior (Luthans, 2006) :

a. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional

b. Civic Virtue, menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara professional maupun sosial alamiah.

c. Conscinetiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum.

d. Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.

e. Sportmanship, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu yang merusak meskipun merasa jengkel.

Sementara itu, Podsakoff et.al. dalam Indhira Pratiwi (2013) memiliki aspek tersendiri dalam Organizational Citizenship Behavior, yaitu :

a. Helping Behaviour, merupakan tindakan membantu sesama, atau menghindari peristiwa yang berhubungan dengan permasalahan pekerjaan.


(31)

22

yang tak terhindarkan serta gangguan-gangguan dalam pekerjaan tanpa mengeluh.

c. Organizational Loyalty, melakukan promosi organisasi kepada orang di luar perusahaan, melindungi serta mempertahankan organisasi dari ancaman eksternal, serta tetap berkomitmen kepada organisasi meskipun dalam kondisi yang merugikan sekalipun.

d. Organizational Complience, merupakan internalisasi dan penerimaan aturan-aturan, regulasi serta prosedur, meskipun tidak ada yang mengawasi.

e. Individual Initiative, merupakan perilaku sukarela atas kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan tugas seorang maupun kelangsungan kinerja organisasi dengan ekstra antusiasme dan usaha untuk menyelesaikan pekerjaan seseorang.

f. Civic Virtue, merupakan keinginan untuk berpartisipasi secara aktif di dalam organisasi.

g. Self Development, merupakan perilaku sukarela karyawan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, serta kemampuan mereka.

Sedangkan Graham (dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood, 2002) memberikan konseptualisasi Organizational Citizenship Behavior yang berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern. Dengan menggunakan perspektif teoritis ini, Graham mengemukakan tiga bentuk

Organizational Citizenship Behavior yaitu:


(32)

23

menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

b. Loyalitas (loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan serta kelangsungan organisasi.

c. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari:

1) Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam urusan- urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi.

2) Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan pemikiran inovatif.

3) Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi standar kerja yang diwajibkan.

Perbedaan konseptualisasi terhadap satu konstruk ini menurut Podsakoff dkk. (2000), dapat menimbulkan bahaya-bahaya yang cukup serius, di antaranya dapat mengakibatkan pertentangan-pertentangan konotasi konseptual bagi orang-orang yang berbeda.

Sementara, literatur-literatur Organizational Citizenship Behavior

mengindikasikan bahwa aspek-aspek yang berbeda-beda tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan konsep. Dengan kata lain, terjadi pelabelan


(33)

24

(penamaan) yang berbeda-beda terhadap aspek yang sama, yang pada gilirannya, mengakibatkan penggunaan-penggunaan ukuran yang tumpang tindih.

4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior

Menurut Podsakoff et al. (2000, dalam Darto, 2014),

Organizational Citizenship Behavior dapat mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan.

a. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja.

b. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial atau pimpinan.

c. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumber daya organisasional untuk tujuan-tujuan produktif.

d. Organizational Citizenship Behavior dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan.

e. Organizational Citizenship Behavior dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.

f. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM


(34)

25

handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik.

g. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

h. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan bisnisnya.

Sedangkan menurut Organ, Podsakoff et al., dalam Bolino, Turnley, dan Bloodgood (2002), secara spesifik Organizational Citizenship Behavior dapat mempengaruhi kinerja organisasi dalam hal: a. Mendorong peningkatan produktivitas manajer dan karyawan

b. Mendorong penggunaan sumber-sumber daya yang dimiliki organisasi untuk tujuan yang lebih spesifik

c. Mengurangi kebutuhan untuk menggunakan sumber daya organisasi yang langka pada fungsi pemeliharaan

d. Menfasilitasi aktivitas koordinasi diantara anggota tim dan kelompok kerja

e. Lebih meningkatkan kemampuan organisasi untuk memelihara dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dengan membuat lingkungan kerja sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk bekerja


(35)

26

f. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dengan mengurangi keragaman variasi kinerja dari masing-masing unit organisasi

g. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

B. Iklim Organisasi 1. Pengertian

Menurut Taiguri dan Litwin (1968; dalam Wirawan, 2007), iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi.

Litwin dan R.A Stringer (1968) mendefinisikan iklim organisasi sebagai

a concept describing the subjective nature or quality of the organizational environment. Its properties can be perceived or experienced by members of the organization and reported by them in an appropriate questionnaire

Menurut kedua penulis tersebut, iklim organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui kuesioner yang tepat.

Robert G. Owen (1991) dalam bukunya berjudul Organization Behavior in Education mendefinisikan iklim organisasi sebagai persepsi


(36)

27

Robert Stringer (2002) dalam bukunya berjudul Leadership and Organization Climate mendefinsikan iklim organisasi sebagai

collection and pattern of environmental determinant of aroused motivation

Sedangkan buku ini mendefinisikan iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi.

Menurut Wirawan (2007) iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.

Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal organisasi dan berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi relatif bersifat tetap dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan dapat berubah dengan cepat. Umumnya, iklim organisasi dengan mudah dapat dikontrol oleh pemimpin atau manajer. Iklim organisasi merupakan persepsi anggota organisasi mengenai aspek-aspek iklim organisasi. Iklim organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi yang kemudian memengaruhi kinerja mereka dan kemudian memengaruhi kinerja organisasi.


(37)

28

perilaku organisasi dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif. Misalnya, ruang kerja yang tidak baik, hubungan atasan dan bawahan yang konflik, dan birokrasi yang kaku dapat menimbulkan sikap negatif, stress kerja tinggi, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim organisasi seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi rendah. Sebaliknya jika karyawan bekerja di ruangan yang nyaman dan bersih, hubungan antara atasan dan bawahan yang kondusif dan birokrasi yang longgar akan menimbulkan sikap positif, stress kerja rendah, serta motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi.

Iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Iklim organisasi lebih mudah diakses dan diukur ketika mengubah perilaku di tempat kerja (Wirawan, 2007).

Menurut Davis K dan Newstrom J.W (1994) iklim organisasi adalah lingkungan manusia di dalam yang mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Pengertian ini mengacu lingkungan suatu departemen, unit perusahaan yang penting seperti pabrik cabang, atau suatu organisasi secara keseluruhan.

Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan yang dapat diukur (Davis K dan Newstrom J.W, 1994)


(38)

29

Iklim organisasi adalah sikap, nilai, norma, dan perasaan yang lazim dimiliki para pekerja sehubungan dengan organisasi mereka (Payne & Pugh, 1976). Tanggapan ini terutama dihasilkan dari interaksi struktur organisasi dengan tujuan, kebutuhan dan kemampuan individu atau kelompok.

Iklim yang timbul merupakan arena penetapan keputusan mengenai prestasi pekerja. Bilamana iklim bermanfaat bagi kebutuhan individu (misalnya, memperhatikan kepentingan pekerja dan berorientasi pada prestasi), maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah tujuan yang tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan tujuan, kebutuhan, dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa prestasi maupun kepuasan akan berkurang. Dengan perkataan lain hasil akhir atau perilaku ditentukan oleh interaksi antara kebutuhan individu dengan lingkungan organisasi yang mereka rasakan.

Di sisi lain, Schneider (1983; Yusop, 2007) menganggap iklim organisasi sebagai suatu peristiwa, suasana tingkah laku dan tindakan-tindakan di dalam organisasi. la juga mengartikan iklim organisasi sebagai konsep yang terkait dengan penghargaan para anggota organisasi terhadap diri mereka. Menurutnya, iklim organisasi memfokuskan pada fungsionalisasi sebuah organisasi, sedangkan budaya berfokus tentang mengapa organisasi berfungsi demikian.

Kemudian dikemukakan oleh Luthans (2006) disebutkan bahwa iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi.


(39)

30

Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam memanajemen SDM. Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan.

Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi.

Variasi yang membentuk susunan iklim adalah ciri-ciri penentu yang membedakan lingkungan kerja dari lingkungan kerja yang lain sebagaimana dilihat oleh para anggota organisasi tersebut.


(40)

31

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Iklim organisasi ditentukan oleh lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan internal organisasi yaitu struktur, standar, pengakuan, dukungan, komitmen. Sedangkan lingkungan eksternal antara lain perkembangan jenis industri, pengaturan industri oleh pemerintah, kehidupan ekonomi makro, dan kompetisi dengan pesaing.

Robert Stringer (1968; dalam Wirawan, 2007) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.

a. Lingkungan eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan asuransi umumnya sama. Demikian juga iklim organisasi pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan angkutan di Indonesia, mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaruh lingkungan eksterna organisasi.

Walaupun lingkungan eksternal memengaruhi keenam aspek iklim organisasi, menurut Stringer terdapat pengaruh langsung yang paling banyak terhadap tiga aspek, struktur, tanggung jawab, dan komitmen. Ketiga aspek lainnya: standar, pengakuan, dan dukungan lebih terpengaruh oleh faktor-faktor internal penentu iklim organisasi.


(41)

32

1) Kecepatan perubahan dalam suatu jenis industri merupakan lingkungan eksternal yang paling menentukan. Perubahan meliputi semua jenis perubahan: perubahan teknologi dan munculnya pelanggan, psaing, peraturan, produk, dan model bisnis baru. Perubahan setiap unsur ini akan memengaruhi bagaimana anggota organisasi berpikir mengenai pekerjaan, hubungan, dan konsekuensi tindakan mereka. Hal ini akan tetap terjadi apapun yang terjadi terhadap keempat faktor penentu yang lainnya. Menurut Stinger, ketika kecepatan perubahan meningkat, organisasi dengan kinerja tinggi mempunyai stuktur lebih rendah dan tanggung jawab lebih tinggi. Suatu perasaan struktur lebih rendah memungkinkan respon lebih cekatan dan segera terhadap keadaan perubahan. Tanggung jawab tinggi mendorong inisiatif individu. Dalam jangka panjang, organisasi dengan kinerja tinggi yang menghadapi perubahan eksternal cepat harus memiliki kekuatan tim kerja, kepercayaan, dan dukungan untuk struktur rendah dan tanggung jawab tinggi.

2) Level konsolidasi dan regulasi tinggi industri tanpa adanya persaingan dalam suatu industri sering menjadi pengaruh penting terhadap pola iklim organisasi. Dalam industri yang didominasi oleh pemain-pemain besar, sering terjadi persaingan yang sehat. Jika industri diregulasi secara ketat, maka setiap orang akan mengetahui peraturan. Prediktabilitas terhadap sesuatu


(42)

33

memungkinkan organisasi mempunyai iklim yang lebih tinggi dalam struktur dan lebih rendah dalam tangggung jawab.

3) Ekonomi kuat dan pasar kerja yang baik memengaruhi dimens komitmen iklim organisasi. Jika karyawan merasa mempunyai peluang dan pilihan karir terpisah dari organisasi mereka, komitmen menjadi rendah. Dalam lingkungan eksternal seperti itu, kinerja tinggi bergatung pada komitmen tinggi. Iklim organisasi yang menekan pada kebanggaan karyawan, loyalitas personal, dan pencapaian tujuan menciptakan lem yang diperlukan untuk kontinuitas dan kesuksesan.

b. Strategi organisasi. Kinerja suatu perusahaan tergantung pada strategi (apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi (motivasi), dan faktor-faktor lingkungan penetu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi memengaruhi iklim organisasi secara tidak langsung.

1) Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi yang dilaksanakan.

2) Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat strategi-strategi yang berbeda.

3) Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap kekuatan sejarah yang menentukan iklim organisasi.


(43)

34

Dalam kasus-kasus tertentu, strategi dapat mempunyai pengaruh langsung terhadap iklim organisasi. Strategi menentukan apa yang penting bagi organisasi, hasil apa yang mempunyai nilai, dan perilaku-perilaku apa yang paling mungkin mencapai tujuan eksplisit dari strategi.

c. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling kuat terhadap iklim organisasi. Menurut Stringer, banyak sekolah menengah di Amerika Serikat yang menjadi contoh baik bagaimana pengaturan organisasi menentukan iklim organisasi.

d. Kekuatan sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya. Menurut Stinger, terdapat lima aspek sejarah dan budaya suatu organisasi:

1) Nilai-nilai sejarah, yaitu cara karyawan mengakses sifat, aktivitas, atau perilaku tertentu sebagai baik, buruk, dan produktif atau pemborosan.

2) Kepercayaan, yaitu pengertian karyawan mengenai cara organisasi bekerja dann memungkingkan konsekuensi atas tindakan yang mereka lakukan.

3) Mite, yaitu bahwa cerita atau legenda yang terus berlangsung mengenai organisasi dan para pemimpinnya mampu memperkuat nilai-nilai inti dan kepercayaan.


(44)

35

4) Tradisi, yaitu kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu organisasi yang memperkuat dan mengabdikan nilai-nilai budaya. 5) Norma. Peraturan-peraturan informal yang ada dalam suatu

organisasi mengenai pakaian, kebiasaan kerja, jam kerja, dan perilaku interpersonal.

Aspek iklim organisasi yang dipengaruhi kekuatan sejarah adalah standar, tanggung jawab, dukungan, dan komitmen.

e. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin memengaruhi iklim organisasi yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan pendorong utama terjadinya kinerja. Stringer mengemukakan hubungan kepemimpinan dengan iklim organisasi, motivasi, dan kinerja. Menurut Stringer terdapat tiga alasan mengapa kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap iklim organisasi.

1) Kepemimpinan merembes ke semua unit dan aktivitas organisasi. Faktor-faktor penentu iklim organisasi lainnya seperti pengaturan organisasi dan strategi dikomunikasikan kepada anggota organisasi melalui kata-kata dan tindakan manajer atau pemimpin kelompok kerja yang di ekspresikan sebagi kepemipinan.

2) Penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh paling besar terhadap iklim organisasi. Kepemimpinan merupakan faktor penentu iklim organiasasi yang paling mudah dirubah, jadi perubahan dalam iklim organisasi dan dari sini kinerja dapat dicapai melalui perubahan kepemimpinan.


(45)

36

Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi iklim organisasi menurut Richard (1985) yakni:

a. Struktur organisasi. Semakin tinggi penstrukturan suatu organisasi yaitu semakin tinggi tingkat sentralisasi, formalisasi, orientasi pada peraturan, dan seterusnya, lingkungannya akan terasa semakin kaku, tertutup, dan penuh ancaman (Marrow, Bowers & Seashore, 1976 ; Payne & Pheysey, 1971). Rupanya makin besar outonomi dan kebebasan menentukan tindakan sendiri diberikan pada individu dan makin banyak perhatian yang ditujukan manajemen terhadap para pekerjanya, akan makin baik yaitu terbuka, penuh kepercayaan, bertanggung jawab) iklim kerjanya. Faktor struktur lainnya yang dapat memengaruhi iklim adalah ukuran besarnya organisasi dan posisi kerja seseorang dalam hirarki. Misalnya, sebuah studi atas suatu sistem sekolah berkesimpulan bahwa organisasi yang kecil selalu mempunyai iklim yang lebih terbuka, saling mempercayai, dan saling bergantung, sedangkan organisasi yang besar (lebih birokratis) dianggap sebaliknya (George & Bishop, 1971). Beberapa studi lain menemukan bahwa lokasi tugas seorang pekerja dalam hirarki organiasasi atau dalam suatu bagian sampai tingkat tertentu dapat memengaruhi persepsi iklim (Hall & Kawler, 1969). Penemuan tersebut memperkuat pengertian bahwa sebuah organisasi mungkin memiliki beberapa iklim, dan bukan hanya satu saja.


(46)

37

b. Teknologi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Burns dan Stalker (1961) bahwa teknologi rutin cenderung menciptakan iklim yang berorientasi pada peraturan dan kaku, dengan tingkat kepercayaan dan kreativitas rendah. Teknologi yang lebih dinamis atau berubah-ubah akan menjurus kepada komunikasi yang lebih terbuka, kepercayaan, kreativitas dan penerimaan tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikan tugas (Litwin & Stringer, 1968).

c. Lingkungan luar. Peristiwa atau faktor dari luar yang secara khusus berkaitan dengan para pekerja tentunya dapat mempengaruhi iklim organisasi. Menurut studi yang dilakukan oleh Golembiewski, Mungenvider, Blumbery, Carrigan, dan Mead (1971) bahwa lingkungan merupakan faktor penentu iklim, yang menyimpulkan bahwa ketidakpastian dalam ekonomi dan pasar berakibat merugikan bagi keterbukaan yang terasa pada iklim.

d. Kebijakan dan praktek manajemen. Misalnya, tampak bahwa para manajer yang memberikan lebih banyak umpan balik, otonomi, dan identitas tugas pada bawahannya ternyata sangat membantu terciptanya iklim yang berorientasi pada prestasi, dimana para pekerja merasa lebih bertanggungjawab atas pencapaian sasaran organisasi dan kelompok (Lawler dan rekan-rekan, 1974 ; Litwin & Stringer, 1968 ; Marrow dan rekan-rekan, 1967 ; Schneider & Bartlett, 1968). Dipihak lain, bila manajemen menekankan standarisasi prosedur, peraturan, dan spesialisasi kerja, iklim yang dihasilkan ternyata tidak


(47)

38

menjurus pada penerimaan tanggung jawab, kreativitas, atau perasaan mempunyai kesanggupan. Litwin dan Stringer berkesimpulan bahwa gaya kepemimpinan atau manajemen merupakan satu-satunya faktor penentu paling penting bagi iklim organisasi.

3. Aspek-Aspek Iklim Organisasi

Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi, dan memengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat diukur secara tidak langsung melalui persepsi anggota organisasi. Ini berarti bahwa peneliti yang menginginkan informasi mengenai iklim suatu organisasi perlu menjaringnya, misal menggunakan kuesioner, wawancara observasi dari anggota organisasi. Aspek dan indikator iklim organisasi harus dikembangkan untuk mengembangkan kuesioner guna mengukur iklim organisasi. Aspek iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau karakteristik variabel iklim organisasi. Aspek iklim organisasi terdiri atas beragam jenis dan berbeda pada setiap organisasi. Studi yang dilakukan oleh pakar iklim organisasi menunjukkan paling tidak 460 jenis lingkungan kerja dengan iklim organisasinya sendiri-sendiri (Rob Altman, 2000).


(48)

39

Aspek iklim organisasi menurut Wirawan (2007) menyebutkan terdapat tujuh aspek, yakni:

a. Lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berhubungan dengan tempat, peralatan dan proses kerja. Persepsi karyawan mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim organisasi.

b. Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antara anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal, informal, kekeluargaan, atau profesional. Semua bentuk hubungan tersebut menentukan iklim organisasi.

c. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang memengaruhi iklim kerja jumlahnya sangat banyak, misalnya, karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan sebagainya) yang berbeda menibulkan iklim organisasi yang berbeda. d. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.

Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi.

e. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa produk ditujukan, memengaruhi iklim organisasi.

f. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangat memengaruhi iklim organisasi. Termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan, kebugaran, keenergikan, dan ketangkasan. Kondisi kejiwaan misalnya


(49)

40

adalah komitmen, moral, kebersamaan, dan keseriusan anggota organisasi.

g. Budaya organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi anggota organisasi yang kemudian memengaruhi perilaku mereka. Misalnya jika kode etik dilaksanakan dengan sistematis, maka akan memengaruhi persepsi karyawan mengenai lingkungan sosialnya, lalu terjadilah iklim etis dalam lingkungan organisasi. Demikian juga, dalam budaya organisasi terdapat norma tertulis, tetapi banyak dilanggar oleh anggota organisasi dan tanpa sanksi, sehingga menimbulkan iklim organisasi negatif.

Aspek iklim organisasi menurut Campbell (1983; dalam Richard, 1985) mengidentifikasikan sepuluh aspek iklim pada tingkat organisasi secara keseluruhan. Aspek-aspek tersebut antara lain:

a. Struktur tugas. Tingkat perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas oleh organisasi.

b. Hubungan imbalan hukum. Tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti promosi dan kenaikan gaji didasarkan pada prestasi dan jasa dan bukan pada pertimbangan-pertimbangan lain seperti senioritas, favoritisme, dan seterusnya.

c. Sentralisasi keputusan. Batas keputusan-keputusan penting dipusatkan pada manajemen atas.


(50)

41

d. Tekanan pada prestasi. Keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangannya bagi sasaran karya organisasi.

e. Tekanan pada latihan dan pengembangan. Tingkat batas organisasi berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kegiatan latihan dan pengembangan yang tepat.

f. Keamanan versus resiko. Tingkat batas tekanan dalam organisasi menimbulkan perasaan kurang aman dan kecemasan pada para anggotanya.

g. Keterbukaan versus ketertutupan. Tingkat batas orang-orang lebih suka berusaha menutupi kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik daripada berkomunikasi secara bebas dan bekerjasama.

h. Status dan semangat. Perasaan umum diantara para individu bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang baik.

i. Pengakuan dan umpan balik. Tingkat batas seorang individu mengetahui apa pendapat atasannya dan manajemen mengenai pekerjaannya serta tingkat batas dukungan mereka atas dirinya.

j. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum. Tingkat batas organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru, dan mengembangkan keterampilan baru pada pekerja sebelum masalahnya menjadi gawat.


(51)

42

Steve Kelneer (1990) menyebutkan enam aspek iklim organisasi sebagai berikut:

a. Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

b. Resposibility. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

c. Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

d. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.

e. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.


(52)

43

f. Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan.

Stringer (1968; dalam Wirawan, 2007) menyebutkan bahwa karakteristik atau aspek iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia juga mengatakan enam aspek yang diperlukan, yaitu:

a. Struktur. Struktur merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan. b. Standar-standar. Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki

kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan.

c. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari orang lain. Meliputi kemandirian dalam menyelesaikan pekerjaan.

d. Pengakuan. Perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah yang terima karyawan setelah menyelesaikan pekerjaan.


(53)

44

e. Dukungan. Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi hubungan dengan rekan kerja yang lain.

f. Komitmen. Merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai anggota organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Menurut Stringer (1968), iklim organisasi suatu perusahaan dapat diukur berdasarkan keenam aspek tersebut. Dengan mengukur keenam aspek dari iklim organisasi suatu perusahaan, dapat digambarkan profil iklim orgaisasi perusahaan tersebut. Dan juga menurut Davis, K. & Newstrom, J. W (1994) Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan yang dapat diukur

Kemudian, beberapa instrumen telah dikembangkan untuk mengukur iklim organisasi perusahaan, yakni: kualitas kepemimpinan, kadar kepercayaan, komunikasi keatas dan kebawah, perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, tanggung jawab, imbalan yang adil, tekanan pekerjaan yang nalar, kesempatan, pengendalian, struktur dan birokrasi yang nalar, keterlibatan pegawai, keikutsertaan.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli diatas, peneliti menggunakan aspek atau aspek iklim organisasi dari Stringer (Wirawan,


(54)

45

2007) karena aspek-aspek tersebut mampu mencakup tujuan penelitian ini. Oleh sebab itu, mengacu pada pertimbangan tersebut, aspek yang digunakan untuk pengukuran iklim organiasasi adalah struktur, standar-standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan komitmen.

C. Hubungan Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) dengan Iklim Organisasi

Setiap karyawan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap organisasi yang di tempati. Iklim organisasi merupakan tingkat persepsi atau cara pandang karyawan terhadap situasi dan kondisi di organisasinya baik secara langsung atau tidak langsung. Wirawan (2007) mengatakan bahwa iklim organisasi secara objektif terjadi di setiap organisasi dan mempengaruhi perilaku anggota organisasi. Perilaku anggota dalam suatu organisasi atau perusahaan dapat dicerminkan melalui rasa empati dan membantu rekan kerja.

Ketika karyawan merasa senang, aman, dan nyaman, dan penuh makna ketika berada di lingkungan organisasi tersebut menandakan adanya iklim organisasi yang positif dalam organisasi tersebut. Bilamana iklim bermanfaat bagi kebutuhan individu, maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah tujuan yang tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan tujuan, kebutuhan, dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa prestasi maupun kepuasan akan berkurang.


(55)

46

Menurut Organ (1995), terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadi Organizational Citizenship Behavior. Sloat menambahkan bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab mereka apabila mereka merasa puas dengan pekerjaannya, menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari para pengawas percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi.

Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya Organizational Citizenship Behavior dalam suatu organisasi. Dalam iklim yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah di syaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya.

Sehingga dari uraian tersebut menjelaskan bahwa adanya hubungan antara Organizational Citizenship Behavior dengan Iklim Organisasi.

D. Landasan Teoritis

Iklim organisasi merupakan komponen yang penting dalam berorganisasi. Bilamana iklim bermanfaat bagi kebutuhan individu (misalnya, memperhatikan kepentingan pekerja dan berorientasi pada prestasi), maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah tujuan yang tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan tujuan, kebutuhan, dan


(56)

47

motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa prestasi maupun kepuasan akan berkurang. Dengan perkataan lain hasil akhir atau perilaku ditentukan oleh interaksi antara kebutuhan individu dengan lingkungan organisasi yang mereka rasakan. Dalam penelitian ini menggunakan skala yang diambil dari aspek atau aspek milik Stringer yang terdiri dari struktur, standar, pengakuan. dukungan, dan komitmen.

Menurut Organ (1988; dalam Luthans, 2006) Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) merupakanperilaku individu yang bebas memilih, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian penghargaan formal dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi yang efektif, atau dengan kata lain, Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem

reward formal, merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Menurut Organ (1995) bahwa perilaku

Organizational Citizenship Behavior salah satu faktornya dipengaruhi oleh budaya organisasi dan iklim organisasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agung AWS Waspodo dan Lussy Minadaniati menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior

ditunjukkan dengan skor signifikansi pada uji F hitung sebesar 0.009 yang lebih kecil dari F tabel yakni 0.05 (000.9 < 0.05), yang berarti Ho ditolak dan


(57)

48

Ha diterima, kesimpulannya yakni kepuasan kerja dan iklim organisasi secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship Behavior.

Penelitian yang dilakukan oleh Zahra Ahmadizadeh, Sedighe Heydarinejad, Farzan Farzam dan Nahid Shetab Booshehri menunjukkan bahwa penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior dengan skor korelasi (p<0.001, r=0.505).

Penelitian yang dilakukan oleh Siroos Ghanbari, Asghar Eskandari. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior dengan skor korelasi (r=0,245, P < 0.01, N=250).

Dari paparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya

Organizational Citizenship Behavior merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah iklim organisasi. Karena itu peneliti mengambil suatu hipotesis, bahwa terdapat hubungan antara Organizational Citizenship Behavior dengan iklim kerja pada karyawan, sesuai dengan teori dan hasil penelitian yang sudah ada.

Kerangka Berpikir:


(58)

49

E. Hipotesis

Hipotesis Nihil (Ho):

Tidak terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

Hipotesis Kerja (Ha):

Terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.


(59)

50

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel budaya organisasi dan Organizational Citizenship Behavior.

Variabel bebas (x) : Iklim Organisasi

Variabel terikat (y) : Organizational Citizenship Behavior

2. Definisi Operasional

a. Iklim organisasi

Iklim organisasi merupakan tingkat persepsi atau cara pandang karyawan terhadap situasi dan kondisi di organisasinya baik secara langsung atau tidak langsung yang dapat mempengaruhi perilaku karyawan, yang diukur menggunakan skala iklim organisasi berdasarkan aspek atau aspek yang meliputi struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan dan komitmen.

Iklim organisasi meliputi persepsi tentang posisi dirinya sebagai karyawan dalam perusahaan, kondisi kerja yang dialamu karyawan dalam perusahaan, kemandirian dalam menyelesaikan pekerjaan, perasaan diakui setelah melakukan pekerjaan, hubungan dengan rekan


(60)

51

kerja yang lain, serta pemahaman karyawan mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

b. Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior merupakan tingkat kontribusi karyawan melebihi peran yang seharusnya dalam perusahaan. Tingkat ini diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang meliputi Altruism (membantu karyawan lain tanpa ada paksaan), Civic Virtue (menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi organisasi), Conscinetiousness (kinerja dari prasyarat yang melebihi standar), Courtesy (perilaku meringankan problem yang dihadapi oleh karyawan lain), dan Sportmanship (pantangan membuat isu yang merusak meskipun merasa jengkel).

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Populasi dalam penelitian kali ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berjumlah 136 karyawan.


(61)

52

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama. Apabila responden dalam populasi lebih dari 100 maka sampel yang diambil 10%-15% atau 25%-30%, sebaliknya jika responden populasi kurang dari 100, maka semua responden dalam populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi (Arikunto, 2003).

Karena populasi yang lebih dari 100 maka dari itu peneliti mengambil sampel 30% dari populasi karyawan di PT PLN (Persero) Sidoarjo, yakni berjumlah 48 karyawan.

3. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik penarikan non probability sampling design yaitu menggunakan purposive sampling. Pengertian purposive sampling menurut Sugiyono (2010) yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan untuk menjadi sampel sebagai berikut:

(1) Karyawan aktif PT PLN (Persero) Sidoarjo yang tidak mengambil cuti. (2) Minimal sudah bekerja enam bulan, karena karyawan setidaknya telah

mengenal dan merasakan iklim organisasi di PT PLN (Persero) Sidoarjo, serta setidaknya sudah cukup timbul perilaku Organizational Citizenship Behavior.


(62)

53

C. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2011) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Penelitian ini pengumpulan data menggunakan instrumen skala psikologi. Pengembangan instrumen melalui :

1. Devinisi operasional yang memunculkan aspek dan indikator. 2. Blue print

Sedangkan skala yang digunakan adalah skala Likert, skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa peryataan atau pertanyaan. Jawaban setiap aitem instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negative (Sugiono, 2011).

Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan favorabel dan unfavorabel dengan enam alternatif jawaban yang terdiri dari Pada kedua variabel memiliki enam kriteria jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), AS (Agak Setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Peneliti menggunakan enam alternatif jawaban karena peneliti ingin menghilangkan pilihan tengah atau netral. Karena ke khawatiran peneliti kebanyakan subjek akan cenderung untuk menempatkan pilihannya di


(1)

84

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, hasilnya menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data dengan teknik Kendall-Tau diketahui signifikansi sebesar 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak.

B. Saran

1. Bagi Perusahaan

Baiknya perusahaan tetap menjaga iklim organisasi yang positif, sehingga dapat memunculkan perilaku organizational citizenship behavior yang dapat meningkatkan kemajuan sebuah perusahaan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan peneliti selanjutnya untuk meningkatkan kualitas aitem yang akan dibuat agar dapat memunculkan respon atau keadaan subjek yang sebenarnya.


(2)

85

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadizadeh, Zahra., et al. 2012. Investigation the Relation between Organizational Climate and Organizational Citizenship Behavior. Iran: International Journal of Sport Studies. Vol 2 (3),163-167, 2012

Aldag, Ray., Reschke, Wayne. 1997. Employee Value Added. New York: Center for Organizational Effectiveness Inc

Altman, Rob. 2000. Understanding Organizational Climate: Start Minimizing Your Workforce Problem. Water Engineering & Management 147 (6): 31-32

Augusty Ferdinand. 2006. Metode Penelitian Manajemen : Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Azwar, Saifuddin. (2008). Reliabilitas & Validitas. Cetakan kelima. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bolino, M.C., Turnley, W.H., dan Bloodgood, J.M. 2002. Citizenship Behavior and the Creation of Social Capital in Organization. Academy of Management Journal, Vol. 7, No. 4, 2002 pp. 502-522

Burton, C. H. 2003. An empirical Investigation of the Interrelationship of Organizational Culture, Managerial Values, and Organizational Citizenship Behavior. The George Washington University

Cohen, A., Kol, Y. 2004. Professionalism and Organizational Citizenship Behavior: An Empirical examination among Israeli Nurses. Journal of Managerial Psychology, 386

Darto, Mariman. 2014. Peran Organizational Citizenship Behavior dalam Peningkatan Kinerja Individu di Sektor Publik: Sebuah Analisis Teoritis dan Empiris. Jurnal Borneo Administrator, Vol 10, No. 1, 2014

Davis, K. & Newstrom, J.W.1996. Perilaku Organisasi jilid 1. Jakarta: Erlangga de Lara, P.Z.M. 2008. Should faith and hope be included in the employees’

agenda? Linking PO fit and citizenship behavior. Journal of Managerial Psychology, 23(1), 73-88


(3)

86

Folger, R. 1993. Justice, motivation, and performance beyond role requirements. Employee Responsibilities and Rights Journal, 6, 239-248.

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Yogyakarta

Ilmiyanti, Finia. 2012. Penerapan Budaya Organisasi pada PT PLN Unit P3B Jawa Bali, Cinere Jawa Barat. Depok: Skripsi

Jahangir, N., Akbar, M.M., & Haq, M. 2004. Organizational citizenship behaviour: Its nature and antecedents. BRAC University Journal, I (2), 75-85.

Jayanti, Pratiwi. 2009. Perbedaan Organizational Citizenship Behavior antara Pegawai dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert. Medan: Skripsi

Konovsky, M.A. and Organ, D.W. 1996. Dispositional and contextual determinants of Organizational Citizenship Behavior. Journal of Organizational Behavior, Vol. 17 No. 3, pp. 253 66

Kusuma, Satria. 2008. Iklim Komunikasi Organisasi dan Motivasi Kerja. Surakarta: Skripsi

Litwin GH, Stringer RA Jr. 1968. Motivation and Organizational Climate. Boston: Harvard University Press

Lubis, M. Saleh. 2015. Pengaruh Iklim Organisasi dan Komitmen Organisasi terhadap Pembentukan Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) Karyawan dalam Rangka Peningkatan Kinerja. Jurnal Penelitian

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi

Martha, Arfitian Dea. 2014. Hubungan Antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Skripsi

Mayfield, C.O. and Taber, T.D. 2009. A prosocial self-concept approach to understanding Organizational Citizenship Behavior. Journal of Managerial Psychology, Vol. 25 No. 7, pp. 741-763

Moorman, Robert H. 1991. Relationship between Organizational Justice and Organizational Citizenship Behavior : Do Fairness and Perceptions


(4)

87

Influence Employee Citizenship. Journal of Applied Psychology 76 (6), 845-855

Muhid, Abdul. 2012. Analisis Statistik. Sidoarjo: Zifatama

Murphy, G., Athanasou, J., & King, N. 2002. Job satisfaction and organisational citizenship behaviour: A study of Australian human-service professionals. Journal of Managerial Psychology, 17(4), 287-297.

Organ, D. W., & Lingl, A. 1995. Personality, satisfaction, and Organizational Citizenship Behavior. Journal of Social Psychology, 135, 339–350.

Organ, D.W. and Ryan, K. 1995. A meta-analytic review of attitudinal and dispositional predictors of organizational citizenship. Personnel Psychology, Vol. 48 No. 4, pp. 775-802

Organ, D.W., Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B. .2006. Organizational Citizenship Behavior: Its Nature, Antecedents Consequences. United States of Amerika: Sage Publication Ltd

Owen, Robert G. 1991. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon

Payne, R.L., & Pugh, D.G. 1976. Organizational Structure and Climate. In M.D. Dunnette (Ed.), Handbook of Industrial and Organizational Pychology. Chicago: Rand McNally & Company

Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B. and Bachrach, D.G. 2000. Organizational Citizenship Behaviors: a critical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management, Vol. 26 No. 3, pp. 513-63

Pratiwi, Indhira. 2013. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Keadilan Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) dengan Komitmen Organisasional sebagai Variabel Intervening. Semarang: Skripsi

Prihandini, Vidya D. B. ____. Hubungan antara Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) dan kohesivita kelompok dengan iklim organisasi. Skripsi


(5)

88

Purba, Debora Elfina., Seniati, Ali Nina. 2004. Pengaruh Kepribadian Dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenzhip Behavior. Depok: Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol. 8, No. 3, Desember 2004: 105-111

Robbins, Stephen., Judge, Timothy. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

Sakti, Lingga. 2014. Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior Pegawai PRRI Yogyakarta. Skripsi Satria, R.Yudhi. 2005. Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Iklim

Organisasi dengan Kepuasan Kerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Benefit. 9(2), 120-128

Schnake, M. 1991. Organizational citizenship: A review, proposed model, and research agenda. Journal Human Relations, 44, 735-759

Siroos Ghanbari, Asghar Eskandari. ____. Organiztional climate, job motivation and Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior). Journal of management perspective Vol 1 No 3, pp 1-14

Smith, C. A., Organ, D. W., & Near, J. P. 1983. Organizational Citizenship Behavior: Its nature and antecedents. Journal of Applied Psychology, 68, 653–663

Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga

Stringer, Robert. 2002. Leadership and Organizational Climate: The Cloud Chamber Effect. New Jersey: Prentice Hall

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sulllaida. 2010. Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kinerja Karyawan di PT PLN Cabang Lhoksumawe. Jurnal Aplikasi Manajemen Vol 8, No. 3 Agustus 2010

Toulson, P. & Mike, Smith. (1994). The Relationship Between Organizational Climate and Employee Perceptions of Personnel Management Practices. Journal of Public Personnel Management. Vol. 23, Issue 3. (Fall). 453-469


(6)

89

Truckenbrodt, Yolanda B. 2000. The Relationship between Leader-Member Exchange and Commitment and Organizational Citizenship Behavior, Acquisition Review Quarterly, 233-244

Turnley, W. H., Bolino, M. C., Lester, S. W., & Bloodgood, J.M. 2003. The Impact of Psychological Contract Fulfillment on the performance of in role and Organizational Citizenship Behaviors. Journal of Management, 29 (2), 187-206.

Van Dyne, L., Cummings, L.L. and McLean Parks, J. 1995. Extra-role behaviors: in pursuit of construct and definitional clarity. Research in Organizational Behavior, Vol. 17 No. 1, pp. 215-85

Waspodo, Agung AWS. 2012. Pengaruh Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) Karyawan pada PT Trubus Swadaya. Jakarta: Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI). Vol 3, No. 1, 2012 Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi: Teori Aplikasi dan Penelitian.

Jakarta: Salemba Empat

Yusop, Maisura M. 2007. Iklim Organisasi dan Hubungannya dengan Gelagat Kewarganegaraan Organisasi Di Kalangan Guru-Guru Sekolah Menengah Dareah Pontian, Johor. Johor: Thesis. Universiti Teknologi Malaysia