PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

(1)

commit to user

PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR

PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI

(Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

Skripsi

FITRIA MAHMUDAH

I 0307045

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

i

PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR

PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI

(Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

Skripsi

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FITRIA MAHMUDAH

I 0307045

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

(4)

(5)

commit to user

iv

SURAT PERNYATAAN

ORISINALITAS KARYA ILMIAH

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Fitria Mahmudah NIM : I 0307045

Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dari karya orang lain maka Tugas Akhir yang saya susun dapat dinyatakan batal dan gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila di kemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup menanggung segala konsekuensinya.

Surakarta, 15 Juni 2011

Fitria Mahmudah I 0307045


(6)

commit to user

v

SURAT PERNYATAAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Fitria Mahmudah NIM : I 0307045

Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk publikasi dari prooceding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian dari publikasi karya ilmiah.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Surakarta, 15 Juni 2011

Fitria Mahmudah I 0307045


(7)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan.

Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Kusno Adi Sambowo, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Irwan Iftadi, ST, M.Eng. dan Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan, bimbingan, dan perbaikan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Fakhrina Fahma, STP, M.T. dan Bapak Yusuf Priyandari, S.T., M.T.

selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini.

5. Ibu Bapak tercinta dan kedua adikku tersayang, terima kasih atas setiap doa yang terucap, kasih sayang yang tercurah, dan dukungan yang melimpah selama ini.

6. Para staff dan karyawan Jurusan Teknik Industri, atas segala kesabaran dan pengertiannya dalam memberikan bantuan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

7. Yunedi Ariyanto, seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Terima kasih atas waktu, nasihat, kasih sayang, semangat, perhatian, dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2007 Reguler dan Nonreguler yang telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan


(8)

commit to user

vii

studi Strata 1. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dalam ikatan ukhuwah yang indah.

9. Teman-teman Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

10.Teman-teman kos Tsabita atas kebersamaan dan dukungannya selama ini

11.Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Surakarta, 15 Juni 2011


(9)

commit to user

ABSTRAK

Fitria Mahmudah, NIM: I0307045, PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus : UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Juni 2011.

Saat ini, aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani dilakukan tanpa menggunakan alat bantu dengan cara pekerja memanggul pupuk seberat 50 kilogram dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Rata-rata beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja sebanyak empat ton per hari, sehingga pekerja bongkar pupuk harus mengulangi aktivitas pengangkatan dan pengangkutan pupuk sebanyak 80 kali setiap hari. Kegiatan yang berulang dengan beban angkut yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan kerja dan keluhan musculoskeletal.

Berdasarkan permasalahan yang timbul, perlu adanya perbaikan aktivitas bongkar pupuk dengan merancang alat bantu yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. Tahapan dalam perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk ini terdiri dari penjabaran kebutuhan peracangan, pengembangan ide perancangan yang dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode Cross (metode rasional), penentuan dimensi alat bantu berdasarkan anthropometri, penentuan spesifikasi perancangan, perhitungan mekanika teknik, dan validasi rancangan alat bantu yang dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan penilaian beban kerja fisik pekerja.

Hasil akhir dari penelitian ini adalah rancangan lift table sebagai alat bantu untuk mempermudah aktivitas bongkar pupuk yang mampu menurunkan level resiko postur kerja, yaitu terjadi penurunan skor akhir RULA. Sebelum perancangan alat bantu, keempat fase gerakan bongkar pupuk memiliki skor akhir RULA sebesar 7 yang berarti memiliki level resiko tinggi, sedangkan skor akhir RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat yang berarti memiliki level resiko kecil atau aman. Selain itu, penggunaan lift table pada proses bongkar pupuk mampu menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan.

Kata Kunci: aktivitas bongkar pupuk, postur kerja, beban kerja fisik, lift table

xxi + 107 halaman; 34 tabel; 38 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (1980-2009).


(10)

commit to user

ABSTRACT

Fitria Mahmudah, NIM: I0307045, TOOL DESIGN OF FERTILIZER UNLOADING ACTIVITY BASED ON ERGONOMIC STUDY (Case Study: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, June 2011.

Nowadays, fertilizer unloading activitiy at UD. Karya Tani done without using tools by workers carrying heavy as 50 kilograms of fertilizer in a position backs bent, arms pulled back, and neck flexion with the transport distance of approximately seven meters. Average load which imposed on single worker as much as four tons per day, so every worker has to repeat the fertilizer unloading activity as much as 80 times every day. Repetitive lifting with heavy load potentially causes fatigue and musculoskeletal disorders.

Based on the problems that arise, necessary to improve fertilizer unloading activity by designing a tool which aims to improve working posture and reduce physical workload of workers. Stages in the tool design of fertilizer unloading activity consists of identifying needs, ideas developments was organized by adopting and modifying Cross method (“rasional method”), determination dimensions of a tool based on anthropometry, determination of design specification, engineering mechanics calculation, and design tool validation which done in two ways, namely evaluation the risk level of of working posture by RULA method and physical workload assessment.

The output of this research is lift a table as a tool to facilitate fertilizer unloading activity which can lower the risk level of the working posture, that is happen decreasing final score RULA. Before design tool, the final score of four phases fertilizer unloading activity is 7, which means having a high risk level, while the final score RULA after design is 3 for the first until the third phase of fertilizer unloading activity and 4 for the fourth phase of fertilizer unloading activity, which means having a small level of risk or safe. In addition, using lift table in fertilizer unloading activity can reduce the physical load of workers, namely a decline in average energy consumption of the workers at 5:43 kcal / min before the design becomes 4.60 kcal / min after design.

Key words: fertilizer unloading activity, working posture, physical workload, lift table

xxi + 107 pages; 34 tables; 38 figures; 5 appendixes; Bibliography: 15 (1980-2009).


(11)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR VALIDASI iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH iv

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH v

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTARTABEL xiv

DAFTARGAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xviii BAB I

BAB II

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Batasan Masalah 1.6 Asumsi – Asumsi 1.7 Sistematika Penulisan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Perusahaan

2.1.1 Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani 2.2 Pengertian Ergonomi

2.3 Manual Material Handling

2.3.1 Rekomendasi Beban yang Boleh Diangkat

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling

2.3.3 Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling

2.3.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling

I - 1

I - 1 I - 3 I - 4 I - 4 I - 4 I - 4 I - 5

II - 1

II - 1 II - 1 II - 2 II - 3 II - 4

II - 6 II - 7 II - 8


(12)

commit to user

xi

BAB III

2.4 Antropometri

2.4.1 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia 2.4.2 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya

2.4.3 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk

2.4.4Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri

2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment) 2.6 Penilaian Beban Kerja Fisik

2.7 Perancangan Dengan Metode Rasional

2.7.1 Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives) 2.7.2 Penetapan Fungsi (Establishing Function) 2.7.3 Spesifiksi Kinerja (Performance Specification) 2.8 Mekanika Konstruksi

2.8.1 Statika 2.8.2 Gaya

2.8.2 Kekuatan Material 2.9 Penelitian Sebelumnya

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Identifikasi Awal

3.1.1 Observasi Lapangan 3.1.2 Studi Pustaka

3.1.3 Wawancara

3.1.4 Dokumentasi Postur Kerja Awal 3.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal 3.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal

3.3.1 Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung 3.3.2 Perhitungan Denyut Jantung

3.3.3 Perhitungan Konsumsi Energi 3.4 Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk

3.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan 3.4.2 Data Anthropometri Pekerja

II - 8 II - 9 II - 10

II - 11

II - 14 II - 15 II - 21 II - 24 II - 24 II - 25 II - 25 II - 25 II - 25 II - 27 II - 29 II - 30

III - 1

III - 2 III - 2 III - 2 III - 3 III - 3 III - 3 III - 4 III - 4 III - 4 III - 4 III - 4 III - 5 III - 6


(13)

commit to user

xii

BAB IV

BAB V

3.4.3 Perhitungan Persentil

3.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan 3.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik

3.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk 3.5.1 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah

Perancangan

3.5.2 Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan 3.6 Analisis dan Interpretasi Hasil

3.7 Kesimpulan dan Saran

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Identifikasi Awal

4.1.1 Data Kualitatif

4.1.2 Dokumentasi Postur Kerja Awal

4.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode RULA

4.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal 4.3.1 Perhitungan Denyut Jantung 4.3.2 Perhitungan Konsumsi Energi 4.4 Tahap Perancangan

4.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan

4.4.2 Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi Anthropometri

4.4.3 Perhitungan Persentil

4.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan 4.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik

4.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk 4.5.1 Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah

Perancangan

4.5.2 Perhitungan Konsumsi Energi Setelah Perncangan

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

5.1 Analisis Kondisi Awal

5.2 Analisis Rancangan Lift Table

III - 6 III - 7 III - 8 III - 8

III - 9 III - 9 III - 9 III - 9

IV - 1

IV - 1 IV - 1 IV - 3

IV - 4 IV - 17 IV - 17 IV - 18 IV - 19 IV - 19

IV - 25 IV - 26 IV - 27 IV - 34 IV - 48

IV - 48 IV - 52

V - 1

V - 1 V - 3


(14)

commit to user

xiii

BAB VI

5.2.1 Analisis Penentuan Dimensi Rancangan Lift Table

5.2.2 Analisis Mekanika Teknik

5.3 Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Perancangan

5.4 Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD. Karya Tani

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

V - 3 V - 4

V - 5

V - 7

VI - 1

VI - 1 VI - 1


(15)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tabel 2.2 Tabel 2.3

Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15

Tabel 2.16

Tabel 4.1 Tabel 4.2

Tabel 4.3 Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6 Tabel 4.7

Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya

Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya

Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

Skor Bagian Upper Arm

Skor Bagian Lower Arm

Skor Bagian Wrist

Skor Grup A Skor Bagian Neck

Skor Bagian Trunk

Skor Bagian Legs

Skor Grup B

Tabel RULA Skor C

Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C Klasifikasi Beban Kerja Fisik

Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material

Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material (Lanjutan)

Atribut Kegiatan Manual Material Handling

Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk

Rekapitulasi Keinginan Pekerja

Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk

Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk (Lanjutan)

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1

II-4 II-5 II-15 II-16 II-17 II-17 II-18 II-18 II-19 II-19 II-19 II-21 II-21 II-22 II-29 II-29 IV-1 IV-2 IV-2 IV-3 IV-4 IV-6 IV-7


(16)

commit to user

xv Tabel 4.8

Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30 Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Tabel 4.34

Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4 Level Resiko Tiap–Tiap Fase Gerakan

Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut Jantung

Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya Penjabaran Kebutuhan Perancangan

Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table

Fungsi Dimensi Anthropometri

Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan) Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Anthropometri

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table

Level Resiko Tiap Fase Gerakan Bongkar Pupuk Setelah Perancangan

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Rekapitulasi Data Kecepatan Denyut Jantung Setelah Perancangan

Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Setelah Perancangan IV-7 IV-9 IV-10 IV-10 IV-12 IV-13 IV-13 IV-15 IV-16 IV-16 IV-17 IV-17 IV-18 IV-20 IV-20 IV-25 IV-25 IV-26 IV-26 IV-26 IV-30 IV-49 IV-50 IV-51 IV-52 IV-52 IV-53


(17)

commit to user xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10

Anthropometri untuk Perancangan produk atau Fasilitas Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% Populasi Postur Tubuh Bagian Upper Arm

Postur Tubuh Bagian Lower Arm

Postur Tubuh Bagian Wrist

Postur Tubuh Bagian Neck

Postur Tubuh Bagian Trunk

Sistem Penilaian RULA Tumpuan Rol

Tumpuan Sendi Tumpuan Jepit

Sketsa Prinsip Statika Keseimbangan Sketsa Shearing Force Diagram

Sketsa Normal Force

Sketsa Momen Bending

Metodologi Penelitian

Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke Punggung

Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban dari Bak Truk ke Punggung

Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan Menuju Gudang

Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari Punggung

Penjelasan Tujuan Perancangan Fungsi Umum Perancangan

Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table

Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table

Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban Sub Fungsi Akses Kemudahan Penggunaan Lift Table

II-12 II-14 II-16 II-17 II-17 II-18 II-19 II-20 II-26 II-26 II-27 II-28 II-28 II-28 II-29 III-1 IV-5 IV-8 IV-11 IV-14 IV-21 IV-22 IV-22 IV-23 IV-23 IV-24


(18)

commit to user xvii Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Gambar 4.36 Gambar 4.37 Gambar 4.38

Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table

Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table

Posisi Normal

Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table

dengan Adjustment Ketinggian

Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan Gambar 3D Rangka Atas

Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping Gambar Diagram Benda Bebas Rangka Atas Penampang Melintang Profil Rangka Atas Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri

Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 350 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 900 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 900 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 900 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan

Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 350 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 900 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 900 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 900 Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table

Gambar 3D Rangka Bawah

Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas Diagram Benda Bebas Rangka Bawah

Penampang Melintng Besi Profil Rangka Bawah Sudut postur Kerja Peletakkan Pupuk Pada Lift Table

Posisi Normal IV-24 IV-32 IV-33 IV-33 IV-33 IV-34 IV-34 IV-35 IV-35 IV-36 IV-37 IV-38 IV-38 IV-39 IV-39 IV-41 IV-41 IV-41 IV-42 IV-42 IV-44 IV-44 IV-44 IV-45 IV-46 IV-46 IV-48 IV-49


(19)

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Lampiran 1.2 Lampiran 1.3 Lampiran 2.1

Lampiran 2.2

Data Pekerja

Daftar Pertanyaan Studi Lapangan Perhitungan RULA Setelah Perancangan

Karakteristik Baja Konstruksi Umum Menurut DIN 17100

Batas Tegangan Baja yang Diperkenankan

L - 2 L - 2 L - 3

L - 8 L - 9


(20)

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah yang akan diangkat, tujuan, dan manfaat dari penelitian. Selanjutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam membahas permasalahan, dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian ini.

1.1 Latar Belakang

Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan terutama pada kegiatan penanganan material secara manual. Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab, penanganan material secara manual memiliki suatu keuntungan, yaitu fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan. Namun, pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri yang dikenal sebagai “over exertion-lifting and carrying”, yaitu kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh beban angkat yang berlebihan (Nurmianto, 2005).

Pencegahan timbulnya kecelakaan industri tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja dalam rangka efektivitas dan efisiensi kerja (Bridger, 1995). Ergonomi merupakan suatu ilmu yang berusaha untuk menyerasikan alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, terhindar dari kelelahan otot, mengurangi gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya (Sudjana, 2006). Salah satu contoh kegiatan yang perlu dilakukan secara ergonomis untuk mencegah potensi terjadinya kecelakaan kerja adalah proses pemindahan pupuk.

UD. Karya Tani adalah pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan


(21)

commit to user

I-2

pertanian. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk.

Kegiatan utama yang dilakukan di UD. Karya Tani ada dua, yaitu kegiatan bongkar dan muat pupuk. Kegiatan bongkar pupuk adalah kegiatan penurunan pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani yang dilakukan ketika pihak distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani, sedangkan kegiatan muat adalah pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani ke tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Akan tetapi, penelitian ini hanya difokuskan pada satu kegiatan, yaitu kegiatan bongkar pupuk. Kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani masih dilakukan secara manual dengan cara memanggul pupuk seberat 50 kg dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar pupuk dilakukan hampir setiap hari di musim tanam padi oleh tiga orang pekerja dengan kuantitas bongkar pupuk per harinya rata-rata sebanyak 12 ton pupuk. Apabila rata-rata per hari kegiatan bongkar pupuk sebanyak 12 ton, maka beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja adalah empat ton dengan frekuensi 80 kali pengangkatan per hari.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui teknik wawancara kepada tiga pekerja didapatkan informasi mengenai keluhan fisik yang dialami pekerja bongkar pupuk. Para pekerja sering mengalami keluhan nyeri pada leher bagian atas dan bawah, bahu, lengan, pinggang, dan punggung. Hasil wawancara tersebut mengindikasikan bahwa kemungkinan besar pekerja mengalami keluhan

musculoskeletal pada tubuh bagian atas yang disebabkan sikap dan kondisi kerja yang kurang ergonomis. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon yang disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Chaffin, et.al, 1984).


(22)

commit to user

I-3

Berdasarkan daerah keluhan musculoskeletal yang dialami pekerja, maka analisis postur kerja yang digunakan adalah metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment). RULA merupakan suatu metode penilaian postur kerja untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas (McAtamney and

Corlett, 1993). Metode ini dipilih karena menyediakan sebuah perhitungan tingkat beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki resiko pada bagian tubuh dari perut, pinggang hingga leher atau anggota badan bagian atas. Perhitungan skor akhir metode RULA menunjukkan bahwa postur kerja saat melakukan aktivitas pengangkatan pupuk dari bak truk, mengangkut pupuk berjalan menuju gudang, dan meletakkan pupuk di gudang termasuk dalam level resiko tinggi dengan skor RULA masing-masing sebesar tujuh sehingga diperlukan tindakan sekarang juga (mendesak) untuk memperbaiki postur kerja.

Ditinjau dari beban kerja, aktivitas bongkar pupuk termasuk dalam kategori faktor resiko high force dan high repetition yang akan meningkatkan resiko keluhan rasa nyeri pada tulang belakang (MFL Occupational Health Centre, 2003). Hal tersebut disebabkan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani mengharuskan pekerja mengangkat dan mengangkut beban yang berat secara berulang-ulang menggunakan anggota badan atau kelompok otot yang sama. M.G. Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa kelelahan kerja akibat dari repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau

Repetitive Strain Injuries.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk sehingga mampu mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan dan memperbaiki postur kerja. Perancangan alat bantu ini menggunakan prinsip ergonomi, yaitu melalui pendekatan anthropometri pekerja yang diawali dengan melakukan analisis postur kerja dengan menggunakan metode RULA.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dari tugas akhir ini, yaitu “Bagaimana merancang alat bantu aktivitas bongkar pupuk dengan pendekatan anthropometri sehingga dapat


(23)

commit to user

I-4

memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja di UD. Karya Tani?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah menghasilkan rancangan alat bantu bongkar pupuk yang sesuai dengan anthropometri pekerja untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan bongkar pupuk.

2. Melakukan perbaikan postur kerja pekerja bongkar pupuk yang salah sehingga mengurangi tingkat keluhan cidera musculoskeletal pada pekerja bidang bongkar muat pupuk UD. Karya Tani.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah pengamatan hanya dilakukan pada proses bongkar pupuk yang menggunakan teknik pengangkutan pupuk dengan cara memanggul pupuk di punggung.

1.6 Asumsi - Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metode kerja bongkar pupuk UD. Karya Tani tidak mengalami perubahan selama penelitian.

2. Ketinggian penataan pupuk di gudang UD. Karya Tani tidak melebihi rata-rata tinggi bahu pekerja (131.4 cm).

3. Alat bantu hasil rancangan maksimal mampu menahan beban sebesar 100 kilogram.


(24)

commit to user

I-5

1.7 Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini merupakan dokumentasi pelaksanaan dan hasil penelitian, adapun sistematika laporan tugas akhir sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penyelesaian masalah dan terkait langsung dengan metode penelitian yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Pencarian sumber informasi tersebut diperoleh dari beberapa referensi baik buku, jurnal penelitian, sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi langkah-langkah terstruktur dan sistematis yang dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah tersebut disajikan dalam bentuk diagram alir yang disertai dengan penjelasan singkat.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi data-data atau informasi yang diperlukan dalam menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data berdasarkan metode yang telah ditentukan.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil dari pengumpulan dan pengolahan data.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengolahan data dengan memperhatikan tujuan yang dicapai dari penelitian dan kemudian memberikan saran perbaikan yang dilakukan untuk penelitian selanjutnya.


(25)

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses bongkar muat pupuk. Selain itu, bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis permasalahan yang ada.

2.1 Gambaran Umum Perusahaaan

UD. Karya Tani merupakan usaha dagang milik perorangan yang bergerak sebagai pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan pertanian. Usaha dagang ini berlokasi di Desa Keden, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pemilik usaha dagang ini bernama Bapak Mardi. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas utama melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk pada aktivitas bongkar muat pupuk.

2.1.1 Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani

Proses bongkar muat pupuk di UD. Karya Tani dapat dirinci menjadi dua kegiatan, yaitu pertama kegiatan bongkar atau penurunan pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani. Kegiatan bongkar pupuk ini dilakukan ketika pihak distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani dengan rata-rata frekuensi pengiriman tiga kali dalam seminggu dengan kuantitas tiap pengiriman 25 ton pupuk. Kedua, kegiatan muat atau pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani kepada tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan dengan bagian masing-masing kelompok tani sebanyak 10 ton per minggu. Pupuk dikemas dalam karung plastik, berat per karungnya adalah 50 kilogram. Bongkar muat pupuk ini dilakukan secara manual, yaitu dengan cara dipanggul dengan jarak kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar per minggunya rata-rata sebanyak 75 ton pupuk dan kegiatan muat pupuk per minggunya sebanyak 70 ton pupuk.


(26)

commit to user

II-2

2.2 Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan

nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2005). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 2006).

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera

dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna, dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut sehingga efektivitas fungsionalnya meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan dapat terpelihara. Terlihat di sini bahwa ergonomi memiliki dua aspek sebagai contoh, yaitu: efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sistem-sistem manusia benda,


(27)

commit to user

II-3

manusia fasilitas, dan manusia lingkungan. Dengan kata lain, ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan objek-objek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari.

Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu :

1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. 2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju

tujuan bersama.

Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu menghasilkan suatu mesin yang baik pula, apabila sebelumnya tidak dirancang untuk berinteraksi antara satu sama lainnya. Demikian pula pada manusia sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.

2.3 Manual Material Handling

Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai sumber tenaga. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut di atas, masih ada kegiatan pushing dan pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri (Suhardi, 2008), yaitu:

1. Kegiatan pengangkatan benda (lifting task) 2. Kegiatan pengantaran benda (caryying task) 3. Kegiatan mendorong benda (pushing task) 4. Kegiatan menarik benda (pulling task)

Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :

1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.


(28)

commit to user

II-4

2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin. 3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.

2.3.1 Rekomendasi Batas Beban yang Boleh Diangkat

Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Berikut ini dijelaskan beberapa batasan angkat secara legal dari berbagai negara bagian benua Australia yang dipakai untuk industri. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional (Nurmianto, 2005). Batasan angkat tersebut, yaitu:

1. Batasan angkat secara legal (legal limitations)

a. Pria di bawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg. b. Pria usia 16-18 tahun, maksimum angkat 18 kg.

c. Pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkat. d. Wanita usia 16-18 tahun, maksimum angkat 11 kg. e. Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat 16 kg.

Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang belakang. Di samping itu, akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat.

Komisi keselamatan dan kesehatan kerja di Inggris, pada tahun 1982 juga telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan cara pengangkatan material atau benda kerja yang ditunjukkan Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya

Batasan Angkat (Kg) Tindakan

Di bawah 16 Tidak ada tindakan khusus yang perlu diadakan.

16 - 34 Prosedur administratif dibutuhkan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung resiko yang berbahaya kecuali dengan

perantaraan alat bantu tertentu.

34 - 55 Sebaiknya operator yang terpilih dan terlatih. Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih. Harus di bawah pengawasan supervisor (penyelia).

Di atas 55 Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan

keselamatan kerja dalam industri. Harus di bawah pengawasan ketat.


(29)

commit to user

II-5

Berikutnya lembaga The National Occupational Health and Safety Commission (Worksafe Australia) pada bulan Desember 1986 membuat peraturan untuk pemindahan material secara aman yang dijelaskan pada Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya

Sumber : Worksafe Australia, 1986 dalam Nurmianto, 2005

2. Batasan angkat secara fisiologi

Metode pengangkatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat juga ditemukan jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batas angkat. Kelelahan kerja yang terjadi dari aktifitas yang berulang-ulang (repetitive lifting) akan meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injures). M.G. Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa repetitive lifting

dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries.

3. Batasan angkat secara psiko-fisik

Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berbahaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian yang berbeda-beda.

Ada tiga kategori posisi angkat yang didapat, yaitu:

a. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan (knuckle height). b. Dari ketinggian genggaman tangan (knuckle height) ke ketinggian bahu

(shoulder height).

c. Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksimum jangkauan tangan vertikal (vertikal armreach).

Level Batasan Angkat (Kg) Tindakan

1 16 Tidak diperlukan tindakan khusus.

2 16 - 25 Tidak diperlukan alat dalam mengangkat.

Ditekankan pada metode angkat

3 25 - 34

Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Dipilih job redesign (rancang ulang terhadp tipe pekerjaan)


(30)

commit to user

II-6

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling

Semua aktivitas manual handling melibatkan faktor-faktor sebagai berikut (Suhardi, 2008):

1. Karakteristik Pekerja

Karakeristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis serta jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan, didefinisikan sebagai berikut :

a. Fisik (physical), yang meliputi ukuran pekerja secara umum seperti usia, jenis kelamin, anthropometri, dan postur tubuh.

b. Kemampuan sensorik, ukuran kemampuan sensorik pekerja yang meliputi penglihatan, pendengaran, kinestetik, sistem keseimbangan (vestibular) dan

proprioceptive.

c. Motorik ukuran kemampuan motorik atau gerak pekerja yang meliputi kekuatan, ketahanan, jangkauan, dan karakter kinematis.

d. Psikomotorik, ukur kemampuan pekerja menghadapi proses mental dan gerak seperti memproses informasi, waktu respon, dan koordinasi.

e. Personal, ukuran nilai dan kepuasan pekerja dengan melihat tingkah laku, penerimaan resiko, persepsi kebutuhan ekonomi, dan lain-lain.

f. Pelatihan, ukuran kemampuan pendidikan pekerja dalam pelatihanformal atau keterampilan dalam menangani instruksi MMH.

g. Status kesehatan.

h. Aktivitas dalam waktu luang.

2. Karakteristik karakter material atau bahan, meliputi :

a. Beban, ukuran berat benda, usaha yang dibutuhkan untuk mengangkat, maupun momen inersia benda.

b. Dimensi, atau ukuran benda seperti lebar, panjang, tebal, dan bentuk benda baik itu kotak, silinder, dll.

c. Distribusi beban, ukuran letak unit dengan reaksi pekerja untuk membawa dengan satu atau dua tangan.

d. Kopling, cara membawa benda oleh pekerja berkaitan dengan tekstur, permukaan, atau letak.

e. Stabilitas beban, ukuran konsistensi lokasi. Aktivitas manual material handling


(31)

commit to user

II-7 diaplikasikan.

3. Karakteristik Tugas

Karakeristik tugas ini meliputi kondisi pekerjaan manual material handling yang akan dilakukan. Terdiri dari :

a. Geometri tempat kerja, termasuk didalamnya jarak pergerakan, langkah yang harus ditempuh, dll.

b. Frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk frekuensi pekerjaan yang dilakukan.

c. Kompleksitas pekerjaan, termasuk di dalamnya ketepatan penempatan, tujuan aktivitas maupun komponen pendukungnya.

d. Lingkungan kerja, seperti suhu, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-bauan, juga daya tarik kaki.

4. Sikap Kerja

Penanganan manual material handling juga melibatkan metode kerja atau sikap dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas. Pengamatan meliputi pada :

a. Individu, merupakan ukuran metode operasional, seperti kecepatan, ketepatan, cara atau postur saat memindahkan.

b. Organisasi, berkaitan dengan organisasi kerja seperti luas bangunan pabrik, keberadaan tenaga medis, maupun utilitas kerjasama tim.

c. Administrasi, seperti sistem insentif untuk keselamatan kerja, kompensasi, rotasi kerja maupun pengendalian dan pelatihan keselamatan.

2.3.3 Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling

Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan cidera musculoskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisis tugas manual (manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor resiko kemudian dikategorikan menjadi tiga bagian (Suhardi, 2008), yaitu:

1. Tekanan langsung kepada tubuh

Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur atau sikap kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja.


(32)

commit to user

II-8

Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika komponen ini didesain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi.

3. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap kerja sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi.

2.3.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling

Kondisi berbahaya yang diakibatkan oleh sikap kerja manual material handling yang tidak tepat tentunya harus dicegah dan ditangani dengan baik. Penanganan dan pencegahan akan lebih mudah dilakukan setelah mengetahui faktor resiko dari manual material handling di atas. Menurut laporan NIOSH (1981) ada enam prosedur umum dalam menangani resiko kecelakaan akibat tindakan manual material handling yang tidak tepat, yaitu (Suhardi, 2008):

1. Identifikasi pekerjaan dengan kejadian yang menyebabkan cidera musculoskeletal

tinggi dan rata-rata kepelikan tinggi dengan analisis statistik dari data medis. 2. Observasi pekerjaan yang dicurigai dan untuk tiap beban yang akan diangkat

harus diketahui berat serta metode pengangkatan.

3. Evaluasi tingkat resiko pengangkatan dengan menghitung nilai AL dan MPL dan membandingkannya dengan berat beban yang diangkat.

4. Mengembangkan pengendalian keteknikan dengan peralatan manual handling, mengemas ulang beban dalam berat yang lebih ringan, mengatur ulang area kerja.

5. Mengajukan pengendalian administratif. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menambah pekerja untuk mengurangi frekuensi pengangkatan, melakukan penjadwalan kerja, mengembangkan pelatihan untuk mensosialisasikan teknik pengangkatan yang tepat, serta meningkatkan prosedur seleksi dan penempatan pekerja dengan lebih baik.

6. Mengimplementasikan solusi paling mungkin dan mengevaluasi efektivitas dengan pengecekan kesehatan.

2.4 Anthropometri

Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif, anthropometri dapat dinyatakan sebagai


(33)

commit to user

II-9

suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 2006).

Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan fisik yang nyata terlihat, antara lain berupa perbedaan bentuk, ukuran (tinggi dan lebar), dan berat. Pendekatan anthropometri digunakan sebagai pertimbangan untuk desain perancangan suatu produk maupun fasilitas kerja lainnya yang memerlukan interaksi dengan manusia. Kegunaan data anthropometri menurut Wignjosoebroto (2006), sebagai berikut:

1. Perancangan area kerja.

2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, peralatan, perkakas (tools), dan lain-lain.

3. Perancangan produk konsumtif, seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain.

2.4.1 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia

Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran tubuhnya. Menurut Eko Nurmianto (2005) perbedaan (variabilitas) antara satu populasi dengan populasi yang lain disebabkan oleh faktor-faktor, sebagai berikut: 1. Keacakan

Walaupun terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku bangsa, kelompok usia, dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok anggota masyarakat jelas dapat diperkirakan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data persentil yang telah diduga, jika rata-rata (mean) dan SD (standar deviasi) telah dapat diestimasi.

2. Jenis Kelamin (sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk bagian tubuh tertentu seperti pinggul.

3. Suku bangsa

Setiap suku bangsa akan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dimensi suku bangsa barat cenderung lebih besar daripada dimensi tubuh suku bangsa timur.


(34)

commit to user

II-10 4. Usia

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F. Roche dan G.H. Davila (1972) di USA, diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik hingga usia 21.2 tahun, sedangkan wanita 17.3 tahun, meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23.5 tahun (laki-laki) dan 21.1 tahun (perempuan). Setelah itu tidak terjadi pertumbuhan melainkan terjadi penurunan sekitar umur 40 tahunan.

5. Tebal tipis pakaian

Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya iklim atau musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama untuk daerah yang mempunyai empat musim.

6. Kehamilan

Tubuh wanita yang hamil jelas akan mempengaruhi ukuran, terutama yang berkaitan dengan Analisis Perancangan Produk (APP) dan Analisis Perancangan Kerja (APK).

7. Posisi tubuh (postur)

Posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran.

8. Cacat tubuh

Dalam perancangan produk yang dikhususkan bagi orang-orang cacat, perlu diperhatikan masalah keterbatasan gerak maupun jangkauan dari penderita. Hal ini perlu dilakukan supaya mereka dapat merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari ilmu ergonomi di dalam pelayanan untuk masyarakat.

2.4.2 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya

Dalam penggunaan data anthropometri perlu menggunakan ukuran persentil. Hal ini dimaksudkan agar ukuran yang dipakai dalam perancangan terasa nyaman bagi pemakai maupun bagi operator. Adapun persentil yang sering digunakan adalah persentil ke-5, ke-10, ke-50, ke-90, atau ke-95. Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2006), cara pengukuran dimensi tubuh manusia berdasarkan posisi kerja tubuh dibedakan menjadi dua macam pengukuran, yaitu:


(35)

commit to user

II-11

1. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)

Pengukuran tubuh dengan cara ini dilakukan pada saat tubuh berada dalam posisi diam dan tidak bergerak. Istilah lain untuk pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah static anthropometry. Adapun dimensi tubuh yang diukur dengan menggunakan cara ini adalah tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi maupun panjang lutut pada saat berdiri maupun pada saat duduk, panjang lengan dan lain sebagainya. Ukuran tubuh diambil dengan menggunakan persentil tertentu seperti 5, 50, dan ke-95.

2. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions)

Pengukuran tubuh pada cara ini dilakukan ketika tubuh berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal yang ditekankan dalam pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang yang nantinya akan berkaitan dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Pengukuran dengan cara ini sering disebut dengan

dynamic anthropometry. Pengukuran anthropometri dinamis akan diaplikasikan dalam perancangan fasilitas maupun ruang kerja.

2.4.3 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk

Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk maupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk bisa sesuai dengan orang yang mengoperasikannya, maka pengukuran data anthropometri harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006) :

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim

Rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua sasaran, yaitu bisa sesuai untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar maupun terlalu kecil dibandingkan dengan rata-rata) dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk dimensi maksimum digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan untuk dimensi minimum digunakan persentil ke-1, ke-5, atau ke-10. Pada umumnya persentil yang paling sering digunakan adalah persentil ke-95 dan ke-5.


(36)

commit to user

II-12

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang

Produk dirancang dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang persentil ke-5 sampai dengan ke-95.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Produk dirancang berdasarkan rata-rata ukuran manusia. Dalam hal ini kemungkinan orang yang berada dalam ukuran rata-rata sedikit, sedangkan ukuran ekstrim dibuatkan rancangan tersendiri.

Untuk memperjelas prinsip pengukuran anthropometri untuk perancangan suatu produk, maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Anthropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, 2006

Keterangan:

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s.d. ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.


(37)

commit to user

II-13

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk atau pantat sampai dengan kepala.

7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha.

11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut.

12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut.

13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk. 14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan

paha.

15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk). 16. Lebar pinggul atau pantat.

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak ditunjukkan dalam gambar).

18. Lebar perut.

19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus.

20. Lebar kepala.

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan.

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar ke samping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar).

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal). 25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya

no.24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar).

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.


(38)

commit to user

II-14

2.4.4 Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri

Data anthropometri jelas diperlukan supaya rancangan produk sesuai dengan orang yang mengoperasikannya. Kesulitan dalam penetapan data anthropometri biasanya disebabkan perbedaan hasil pengukuran antara individu yang satu dengan yang lainnya. Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana mampu merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” dengan suatu rentang ukuran tertentu (Wignjoseobroto, 2006).

Pada umumnya distribusi normal sering diterapkan dalam penetapan data anthropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (x ) dan simpangan standarnya (sx) dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang

ada tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Contoh penerapan distribusi normal dalam penetapan data anthropometri ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Apabila diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada, maka di sini diambil rentang 2,5th dan 97,5th percentile sebagai batas-batasnya (Wignjoseobroto, 2006).

Gambar 2.2 Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% dari Populasi

Sumber: Wignjosoebroto, 2006

Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data anthropometri dijelaskan pada Tabel 2.3 berikut ini.


(39)

commit to user

II-15

Tabel 2.3 Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan

1-st 2.5-th

5-th 10-th 50-th

x - 2.325 s x

x - 1.96 s x

x - 1.645 s x

x - 1.28 s x

x 90-th 95-th 97.5-th

99-th

x + 1.28 s x

x + 1.645 s x

x + 1.96 s x

x + 2.325 s x

Sumber: Wignjosoebroto, 2006

Keterangan:

=

-x mean data

=

x

s standar deviasi dari data x

2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA merupakan sebuah metode penilaian postur kerja yang secara khusus digunakan untuk meneliti dan menginvestigasi gangguan pada tubuh bagian atas. RULA pertama kali dikembangkan oleh Dr.Lynn McAtamney dan Dr.Nigel Corlett dari University of Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas.

Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) dan didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas (Mc.Atamney and Corlett, 1993).

Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal, yaitu: 1. Jumlah gerakan

2. Kerja otot statis 3. Tenaga atau kekuatan

4. Penentuan postur kerja oleh peralatan 5. Waktu kerja tanpa istirahat


(40)

commit to user

II-16

Ada 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga atau kekuatan, dan postur) yang ditinjau dalam penilaian RULA dan dikembangkan untuk:

1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat, yang berhubungan dengan kerja yang beresiko

2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang, yang dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) otot.

3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.

Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan pengembangan, yaitu: 1. Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja

Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua grup yaitu, grup A yang terdiri dari upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist

(pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang terdiri dari neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang mungkin mempengaruhi postur bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan.

a. Grup A

(1). Upper Arm

Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Upper Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.4 Skor Bagian Upper Arm

Pergerakan Skor Perubahan Skor

20° ke depan maupun ke belakang dari tubuh 1 +1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar

atau bengkok > 20° ke belakang atau 20° - 45° 2

45° - 90° 3

> 90° 4


(41)

commit to user

II-17 (2). Lower Arm

Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Lower Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.5 Skor Bagian Lower Arm

Pergerakan Skor Perubahan Skor

60° - 100° 1 +1 jika lengan bawah melewati garis

tengah atau keluar dari sisi tubuh < 60° atau > 100° 2

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

(3). Wrist

Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Wrist Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.6 Skor Bagian Wrist

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Posisi netral 1

+1 jika pergelangan tangan menjahui sisi tengah

0° - 15° 2

> 15° 3

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

(4). Putaran pergelangan tangan (Wrist Twist)

Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) pada posisi postur yang netral diberi skor sebagai berikut:

1 = posisi tengah dari putaran.

2 = posisi pada atua dekat dari putaran.

Nilai dari postur tubuh upper arm, lower arm, wrist, dan wrist twist

dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor seperti terlihat pada Tabel 2.7.


(42)

commit to user

II-18

Tabel 2.7 Skor Grup A

Upper Arm Lower Arm

Wrist

1 2 3 4

Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist

1 2 1 2 1 2 1 2

1

1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 3 3 3 3 3 4 4

2

1 2 3 3 3 3 4 4 4

2 3 3 3 3 3 4 4 4

3 3 4 4 4 4 4 5 5

3

1 3 3 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 4 4 4 4 4 5 5 5

4

1 4 4 4 4 4 5 5 5

2 4 4 4 4 4 5 5 5

3 4 4 4 5 5 5 6 6

5

1 5 5 5 5 5 6 6 7

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6

1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 8 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

b. Grup B (1). Neck

Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Neck

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 Tabel 2.8 Skor Bagian Neck

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0° - 10° 1

jika leher berputar atau bengkok

10° - 20° 2

> 20° 3

Ekstensi 4


(43)

commit to user

II-19 (2). Trunk

Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Trunk Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.9 Skor Bagian Trunk

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Posisi normal 90° 1

+1 jika leher batang tubuh berputar atau bengkok

0° - 20° 2

20° - 60° 3

> 60° 4

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

(3). Legs

Tabel 2.10 Skor Bagian Legs

Pergerakan Skor

Posisi normal atau

seimbang 1

Tidak seimbang 2

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Nilai dari skor tubuh neck, trunk, dan legs dimasukkan ke dalam Tabel 2.11 untuk mengetahui skornya.

Tabel 2.11 Skor Grup B

Neck

Trunk

1 2 3 4 5 6

Legs Legs Legs Legs Legs Legs

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9


(44)

commit to user

II-20 2. Pemberian skor

Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai dengan ketetapan yang ada.

a. Pemberian skor untuk Grup A

Skor Grup A = Posture + Muscle use + Force atau Load ® Postur = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup A

® Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis (dipertahankan

dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/menit.

® Force (beban), diberi skor:

0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali). 1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali).

2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang.) 3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat). b. Pemberian skor untuk Grup B

Skor Grup B = Posture + Muscle use + Force

Gambar 2.8 Sistem Penilaian RULA

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

c. Penilaian skor C (skor akhir)

Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B pada Tabel 2.12 skor akhir berikut ini.

Wrist Twist

Neck

Trunk

Legs

Upper arm

Lower arm

Wrist

A

B

+ +

+ +

=

= Posture

score A

Muscle use Force

Posture score B

Muscle use Force Grand Score

Use table C Score A


(45)

commit to user

II-21

Tabel 2.12 Tabel RULA Skor C

Tabel C Skor grup B

1 2 3 4 5 6 7+

Skor Grup A

1 1 2 3 3 4 5 5

2 2 2 3 4 4 5 5

3 3 3 3 4 4 5 6

4 3 3 3 4 5 6 6

5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7

8+ 5 5 6 7 7 7 7

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

3. Penentuan level tindakan

Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat. Skala level tindakan dapat dilihat pada Tabel 2.13.

Tabel 2.13 Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C

Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan

1 - 2 Minimum Aman

3 - 4 Kecil Diperlukan beberapa waktu ke depan

5 - 6 Sedang Tindakan dalam waktu dekat

7 Kecil Tindakan sekarang juga

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993 2.6 Penilaian Beban Kerja Fisik

Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian secara langsung dan tidak langsung (Tarwaka, 2004). Metode pengukuran langsung yaitu melalui pengukuran energi ekspenditur (energi yang dikeluarkan) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja semakin banyak energi yang dikonsumsi. Penilaian beban kerja fisik secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan denyut nadi selama bekerja.

1. Penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan denyut jantung

Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Tarwaka, 2004). Kategori berat ringannya berdasarkan pada denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut ini.


(46)

commit to user

II-22

Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik

Tingkat Pekerjan

Konsumsi Oksigen (liter/menit)

Denyut Jantung (denyut/menit)

Konsumsi Energi (kkal/menit)

Light work < 0.5 < 90 < 2.5

Moderate Work 0.5 - 1.0 90 - 110 2.5 - 5.0

Heavy work 1.0 - 1.5 110 -130 5.0 - 7.5

Very Heavy work 1.5 - 2.0 130 - 150 7.5 - 10.0

Extremely heavy work > 2.0 150 - 170 > 10.0

Sumber: Bridger, 1995

Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan

Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Tarwaka, 2004),. Dalam penelitian ini, denyut yang diukur adalah denyut nadi karena untuk kemudahan pengukuran. Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan nadi untuk berdetak selama 10 detik, kemudian dikonversi dengan menggunakan formula, sebagai berikut:

Denyut nadi (denyut/menit) = 60 10

10

x denyut per

Waktu

denyut

…..…..Persamaan 2.1

Selain metode 10 denyut di atas, pengukuran denyut nadi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode 15 detik maupun 30 detik. Keuntungan menggunakan denyut nadi untuk menentukan beban kerja yaitu mudah dilakukan, cepat, dan hasilnya dapat diandalkan. Hal tersebut didasarkan pada pendapat E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), yang menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya dapat ditentukan dengan menggunakan jumlah KJ yang dikonsumsi, tetapi juga jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima dan tekanan panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga denyut jantung merupakan alat yang sesuai untuk menghitung indek beban kerja. Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu bekerja. Denyut nadi dapat ditentukan pada arteri radialis pada pergelangan tangan.


(47)

commit to user

II-23

Menurut E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

a. Denyut nadi istirahat, merupakan rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai.

b. Denyut nadi kerja, merupakan rata-rata denyut nadi selama bekerja. c. Nadi kerja, selisih antara denyut nadi isirahat dengan denyut nadi kerja. 2. Pengukuran Konsumsi Energi

Denyut jantung ataupun denyut nadi merupakan peubah yang penting dalam penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung ataupun denyut nadi (Bridger, 1995). Indek ini merupakan perbedaan antara denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat.

Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi energi dengan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan, sebagai berikut:

Y = 1,80411 - (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2 …... Persamaan 2.2 Dimana ;

Y = Energi (kilokalori per menit).

X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit).

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk matematis, sebagai berikut:

KE = Et - Ej ...……….……... Persamaan 2.3

KE = Konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit) Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit)


(1)

commit to user

V-4

ketinggian pegangan lift table adalah tinggi siku berdiri persentil ke-5. Pertimbangan penggunaan persentil ke-5 adalah untuk mengakomodasi pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih rendah agar dapat menggunakan lift table dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan lift table dengan mudah.

4. Panjang Genggaman Pegangan Lift Table

Ukuran panjang pegangan lift table adalah 9 centimeter. Data anthropometri yang digunakan sebagai acuan dalam merancang panjang genggaman pegangan lift table adalah lebar jari ke 2,3,4,5 persentil ke-95. Penggunaan persentil ke-95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih besar tidak terlalu sempit saat memegang pegangan lift table

dan pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih kecil tidak akan terganggu kenyamanannya saat menggunakanpegangan lift table.

5. Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table

Besarnya sudut kemiringan yang dibentuk oleh pegangan lift table

terhadap rangka bawah adalah 150. Data yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan sudut ini adalah tabel control resistance criteria yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar 100-190 dari titik acuan atau seat reference point

(Freivalds, 2009)

5.2.2 Analisis Mekanika Teknik

Analisis mekanika teknik terdiri dari: analisis kekuatan rangka atas, rangka tengah (batang penopang), dan rangka bawah, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Rangka Atas

Rangka atas lift table terbuat dari pipa besi stall berbahan ST 37 dengan dimensi 6 cm ´ 3 cm ´2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka atas dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST 37. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur terbesar pada rangka atas sebesar 1.92 N/mm2 dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST 37 yang digunakan sebesar 137.20 N/mm2. Besarnya


(2)

commit to user

V-5

tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan ijin yang diijinkan pada profil (1.92 N/mm2 < 137.20 N/mm2), maka rangka atas aman untuk menahan beban yang dibebankan ke lift table.

2. Rangka Tengah

Rangka tengah lift table terbuat dari besi pipa dengan diameter 3.4 cm dan ketebalan 2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka tengah dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil besi pipa. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur terbesar pada rangka tengah sebesar 104 Mpa dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil besi pipa yang digunakan sebesar 165 Mpa. Besarnya tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan ijin yang diijinkan pada profil (104 Mpa < 165 Mpa), maka rangka tengah aman untuk menahan beban yang dibebankan pada lift table.

3. Rangka Bawah

Rangka bawah lift table terbuat dari bahan yang sama dengan rangka atas, yaitu pipa besi stall berbahan ST 37 dengan dimensi 6 cm ´ 3 cm ´ 2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka atas dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST 37. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur maksimal yang terjadi pada rangka bawah sebesar 127.3 N/mm2 dan tegangan ijin yang diijinkan pada profi pipa besi

stall ST 37 yang digunakan sebesar 137.20 N/mm2. Besarnya tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan pada profil (127.3 N/mm2 < 137.20 N/mm2), maka rangka bawah aman.

5.3 Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Perancangan

Kondisi awal aktivitas bongkar pupuk dari truk menuju gudang penyimpanan masih dilakukan secara manual tanpa menggunakan fasilitas kerja, yaitu dengan cara memanggul pupuk. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya dua keluhan utama yang dialami pekerja, yaitu keluhan musculoskeletal diakibatkan


(3)

commit to user

V-6

kesalahan postur kerja yang diidentifikasi dengan RULA dan kelelahan fisik yang diidentifikasi melalui perhitungan konsumsi energi.

Pertama analisis postur kerja metode RULA, sebelum menggunakan lift table level resiko postur kerja keempat fase gerakan bongkar pupuk adalah tinggi dengan skor masing–masing fase gerakan sebesar tujuh. Setelah menggunakan alat hasil rancangan, level resiko postur kerja keempat fase gerakan bongkar pupuk menunjukkan bahwa tingkat resiko postur kerja kecil dengan skor akhir sebesar tiga untuk fase gerakan ke-1 sampai dengan ke-3 dan empat untuk fase gerakan ke-4. Level resiko postur kerja setelah menggunakan lift table dapat berkurang karena penggunaan lift table untuk mengangkut pupuk mampu menghilangkan postur kerja yang tidak alamiah, seperti punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan bahu naik.

Kedua analisis kelelahan fisik pekerja, sebelum menggunakan lift table

konsumsi energi ketiga pekerja bongkar pupuk rata rata sebesar 5.43 kkal/menit. Nilai konsumsi energi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bongkar pupuk kondisi awal merupakan kategori pekerjaan berat dan beresiko menimbulkan rasa lelah atau fatique karena melebihi batasan untuk suatu kondisi kerja berat, yaitu sebesar 5.2 kkal/menit (Nurmianto, 2005). Kenyataan di lapangan kelelahan pekerja terlihat dari nafas pekerja yang terengah–engah setelah melakukan pengangkutan pupuk. Setelah menggunakan alat hasil rancangan, rata–rata konsumsi energi pekerja kurang dari batasan yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, yaitu hanya sebesar 4.60 kkal/menit. Besarnya konsumsi energi ketika menggunakan lift table dapat berkurang karena lift table

memungkinkan pekerja memindahkan pupuk dari truk menuju gudang tanpa aktivitas pengangkatan atau tubuh menopang beban secara langsung dan lift table

dapat memuat dua karung pupuk dalam sekali angkut, sedangkan kondisi awal pekerja hanya dapat mengangkut satu karung pupuk dalam satu kali angkut dengan cara memanggul pupuk di punggung. Daya muat lift table yang lebih besar dan pengoperasiaan yang mudah mengakibatkan pengangkutan pupuk lebih mudah dan lebih cepat sehingga pengulangan pengangkutan pupuk menggunakan


(4)

commit to user

V-7

sedikit dan minimalnya aktivitas pengangkatan dalam proses bongkar pupuk keluhan kelelahan pekerja dapat dikurangi.

5.4 Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD. Karya Tani

Penggunaan ljft table hasil rancangan untuk aktivitas bongkar pupuk ternyata mempunyai kekurangan dalam hal pengaturan posisi papan landasan dan peletakkan pupuk di gudang apabila kondisi ketinggian tumpukan pupuk melebihi ketinggian papan landasan lift table. Kekurangan tersebut antara lain :

1. Lift table tidak mampu memberikan kemudahan bagi pekerja dalam meletakkan pupuk di gudang apabila tumpukan telah melebihi ketinggian papan landasan, yaitu pekerja tetap harus melakukan pengangkatan pupuk untuk menempatkan pupuk di gudang pada ketinggian tertentu.

2. Pengaturan ketinggian papan landasan lift table masih dilakukan secara manual dengan melepas pengunci pada batang penopang lift table sehingga memakan waktu yang lebih lama. Akan tetapi, perubahan posisi papan landasan tidak memeberikan pengaruh yang signifikan karena adanya standarisasi ketinggian bak truk.


(5)

commit to user

VI-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya.

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penelitian ini menghasilkan lift table sebagai alat bantu aktivitas bongkar pupuk dengan dimensi lebar pegangan lift table sebesar 55 cm, diameter pegangan lift table sebesar 4 cm, ketinggian pegangan lift table sebesar 96 cm, panjang genggaman lift table sebesar 9 cm, sudut kemiringan pegangan lift table sebesar 150, panjang papan landasan sebesar 105 cm, dan lebar papan landasan sebesar 68 cm.

2. Lift table hasil rancangan mampu menurunkan level resiko postur kerja pada aktivitas bongkar pupuk. Hasil skor RULA sebelum perancangan keempat fase gerakan bongkar pupuk sebesar 7, yang berarti memiliki level resiko tinggi, sedangkan hasil skor RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat, yang berarti memiliki level resiko kecil atau aman.

3. Lift table hasil rancangan ditinjau dari aspek fisiologi pekerja mampu menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan.

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

1. Pada penelitian selanjutnya desain dan mekanisme kerja lift table dapat ditingkatkan fleksibilitasnya agar lift table dapat diatur ketinggiannya secara mudah dan rentang kenaikan serta penurunan posisi lift table dapat ditingkatkan sehingga lift table lebih mempermudah proses peletakkan pupuk di gudang.


(6)

commit to user

VI-2

2. Penelitian dapat dikembangkan dengan cara mendesain lift table untuk pengangkutan pupuk dengan menggunakan konstruksi yang lebih efisien dan ekonomis.