Hubungan Beban Kerja Perawat Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Angsoka RSUP Sanglah Denpasar.
SKRIPSI
HUBUNGAN BEBAN KERJA PERAWAT DENGAN KELENGKAPAN
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG RAWAT INAP ANGSOKA
RSUP SANGLAH DENPASAR
OLEH :
IDA AYU SRI UTAMAWATI
NIM. 1102105043
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
(2)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit adalah tempat yang memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebagai salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang beroperasi 24 jam dalam sehari dengan membuat pemisahan terhadap pelayanan perawatan pasien yaitu penanganan emergency, tidak emergency dan rawat inap (Ilyas, 2004).
Penanganan pada pelayanan tersebut dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit dan sekitar 60% dari petugas kesehatan tersebut adalah perawat. Perawat merupakan salah satu pekerja kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan (Gilles, 2000). Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seorang professional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan kepada pasien dan paling banyak berinteraksi dengan pasien secara langsung,
(3)
2
sehingga perawat adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan kondisi kesehatan klien secara menyeluruh. Selain itu perawat juga melakukan kegiatan langsung lainnya seperti mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankar pasien dan sebagainya, hal ini menyebabkan beban kerja pada perawat (Huber, 2000).
Analisa beban kerja perawat dapat dilihat berdasarkan aspek-aspek tugas yang dijalankan menurut fungsi utamanya, beberapa aspek yang berhubungan dengan beban kerja tersebut adalah jumlah pasien yang harus dirawat ,kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, dan lama perawat bekerja di RS (Kusnanto, 2003). Selain itu, kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik juga merupakan aspek yang berhubungan dengan beban kerja (Ilyas, 2004). Beban kerja yang tinggi pada perawat tidak hanya disebabkan karena perawat melakukan kegiatan langsung kepada pasien, namun kegiatan tidak langsung seperti melengkapi dan melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan dan catatan medik yang terperinci juga menambah beban kerja seorang perawat (Ilyas, 2004).
Menurut Potter (2005) dokumentasi adalah segala sesuatu yang tercetak atau tertulis yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan merupakan suatu
(4)
bukti pelayanan keperawatan profesional yang mencakup pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan dan evaluasi, sehingga menggambarkan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan
(Asmadi, 2008). Dokumentasi asuhan keperawatan menjadi hal yang penting sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya, hal inisangat penting karena menyangkut aspek legal tindakan keperawatan, perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam pencatatan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien di Rumah Sakit (Nursalam, 2009). Artinya intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien harus dihindarkan terjadinya kesalahan-kesalahan (negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan pendokumentasian yang akurat dan benar (Nursalam, 2009).
Menurut penelitian Harmain Siswanto (2013), “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan“ menunjukkan bahwa pendokumentasian rata-rata perawat di Ruang Umum Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Mataram tahun 2013 belum lengkap (71,6%), dan beban kerja perawat sebagian besar tinggi (52,2%). Faktor yang paling dominan mempengaruhi kelengkapan pendokumentasian adalah pelatihan dan beban kerja. Ada hubungan antara masa kerja, pelatihan dan beban kerja dengan kelengkapan pendokumentasian. Selain itu, menurut penelitian Putri Mastini (2013), “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Beban Kerja Dengan Kelengkapan
(5)
4
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Irna Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar” menunjukkan bahwa responden beban kerja ringan dengan kelengkapan pendokumentasian sesuai sebanyak 90,4%, sedangkan responden beban kerja sedang dengan kelengkapan pendokumentasian sesuai sebanyak 95,8%, sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja berhubungan dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan.
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah memiliki 693 tempat tidur yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat dengan mengupayakan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Ruang Rawat Inap Angsoka merupakan salah satu unit pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah yang terdiri dari tiga ruangan dan menangani pasien bedah, interna dan kemoterapi. Kondisi pasien di ruang Angsoka termasuk pada kelompok dengan ketergantungan sedang. Jumlah perawat di Ruang Rawat Inap Angsoka satu sebanyak 21 orang dengan pembagian jumlah perawat pershiftnya yaitu shift pagi delapan orang, shift sore empat orang, shift malam empat orang dan libur empat orang, dan jumlah kapasitas tempat tidur di Angsoka satu sebanyak 45 buah. Selanjutnya, untuk jumlah perawat di Ruang Rawat Inap Angsoka dua sebanyak 21 orang dengan pembagian shift yang sama dengan di Ruang Rawat Inap Angsoka satu dan kapasitas tempat tidur di Ruang Rawat Inap Angsoka dua sebanyak 43 buah, sedangkan di Ruang Rawat Inap Angsoka tiga terdapat 23 orang perawat dengan pembagian shift yang sama dengan Ruang
(6)
Rawat Inap Angsoka satu dan dua, untuk kapasitas tempat tidur yang ada di Ruang Rawat Inap Angsoka tiga berjumlah 45 buah. Setiap perawat baik pada Angsoka satu, dua dan tiga rata-rata rasio perbandingannya dengan jumlah pasien yaitu 1:9. Pendidikan rata-rata perawat di Ruang Rawat Inap Angsoka adalah S1 dan D3, walaupun masih ada perawat yang berpendidikan SPK, jumlah perawat yang berpendidikan S1 di Ruang Rawat Inap Angsoka sebanyak 10 orang, D3 sebanyak 46 orang dan sisanya adalah SPK (KUPP Ruang Angsoka, 2014).
Dari hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Rawat Inap Angsoka RSUP Sanglah pada bulan November 2014 dengan melakukan wawancara kepada Kepala Unit Pelaksana Keperawatan didapatkan hasil BOR (Bed Occupancy Rate di Ruang Rawat Inap Angsoka pada Januari-Oktober 2014 rata-rata disetiap ruangan adalah 75% yang menunjukkan tingginya beban kerja tenaga keperawatan di Rawat Inap Angsoka, sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan 12 orang perawat yang berjaga di Rawat Inap Angsoka pada saat itu didapatkan hasil 8 perawat menyatakan beban kerja tinggi dan 4 lainnya menyatakan beban kerja sedang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan melakukan observasi catatan keperawatan dipilih secara acak 30 rekam medis. Observasi dilakukan dengan cara menilai kelengkapan pendokumentasian keperawatan dari pengkajian awal pasien saat masuk ke ruangan hingga implementasi yang dilakukan. Dari observasi tersebut didapatkan hasil pendokumentasian keperawatan di Ruang Rawat Inap Angsoka 15 rekam medis dalam
(7)
6
kategori kurang, 10 rekam medis kategori baik dan 5 rekam medis kategori sedang. Dikatakan pendokumentasian kurang karena pada tahap pengkajian formulir yang tersedia belum terisi lengkap, pada tahap diagnosis dan perencanaan sudah tersedia formulir berdasarkan diagnosa namun masih terdapat 60% perawat yang belum memberi tanda pada kolom yang tersedia, sedangkan pada implementasi tindakan yang dilakukan sesuai dengan shift jaga masih terdapat 55% yang tidak berisi. Dari data dan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Angsoka Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : “Apakah ada Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Angsoka Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap Angsoka Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
(8)
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi beban kerja perawat di Ruang Rawat Inap Angsoka Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
2. Mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Angsoka Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
3. Menganalisa Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Angsoka Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian ini dalam bidang manajemen keperawatan khusunya dalam penghitungan beban kerja perawat.
1.4.2 Manfaat Praktis
Berguna bagi pihak Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dan dapat memberikan informasi kepada manajemen keperawatan dalam kelengkapan pendokumentasian proses asuhan keperawatan dan beban kerja perawat yang dialami perawat di Ruang Rawat Inap Angsoka.
(9)
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beban Kerja
2.1.1 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja dapat dilakukan berdasarkan perhitungan beban kerja (Peraturan Pemerintah RI Nomor 97 tahun 2000). Beban kerja secara umum menurut Groenewegen dan Hutten (1991) adalah keseluruhan waktu yang digunakan dalam melakukan aktivitas atau kegiatan dalam kerja. Menurut Finkler dan Koyner (2000), beban kerja diartikan sebagai volume kerja dari suatu unit atau departemen. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah keseluruhan waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan di suatu unit atau departemen. Sedangkan beban kerja perawat menurut Hubber (2000) adalah pengukuran dari aktifitas kerja perawat dan ketergantungan klien terhadap asuhan keperawatan. Beban kerja perawat di rumah sakit terkait dengan dua fungsi variabel, yaitu jumlah harian klien dan waktu asuhan keperawatan setiap klien per hari (Kirby dan Wiczai, 1985; dalam Hubber, 2000).
(10)
Berdasarkan beberapa literatur diatas, telah banyak pula dilakukan penelitian tentang beban kerja pada perawat di bangsal rawat inap antara lain oleh Irwandy dan Astuti, yang menyatakan bahwa beban kerja yang berlebihan yang dialami oleh perawat terjadi karena adanya tuntutan kerja yang bervariasi dalam pekerjaan, selain itu adanya tugas tambahan lain dan sering melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya, misalnya 78,8% perawat melaksanakan tugas kebersihan, 63,6% melakukan tugas administrasi dan lebih dari 90% melakukan tugas non keperawatan (misalnya : menetapkan diagnose penyakit, membuat resep, mengambil obat ke apotik dan melakukan tindakan pengobatan) dan hanya 50% yang melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan fungsinya (Depkes & UI, 2005).
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Beban Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya beban kerja seorang perawat diruangan, antara lain sebagai berikut (Irwandy, 2007):
1. Perawat melakukan observasi secara terus menerus terhadap perkembangan kondisi pasien selama shift berlangsung.
2. Jumlah pasien yang banyak pada saat shift membuat tindakan keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat lebih banyak sehingga perawat kurang puas dengan tindakan yang dilakukan.
3. Jumlah pasien yang tidak menentu setiap harinya, mempengaruhi kinerja perawat.
(11)
10
4. Rasa takut dan khawatir yang muncul ketika perkembangan kondisi pasien yang dirawat mengalami perubahan yang tidak diharapkan.
5. Banyaknya tindakan keperawatan langsung maupun tidak langsung yang dilakukan perawat saat shift dan dikerjakan berulang setiap harinya membuat perawat bosan.
6. Kondisi dan status medis pasien di unit perawatan berbeda-beda sehingga rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan keperawatan untuk setiap pasien membutuhkan waktu cukup lama, yang mempengaruhi waktu jaga.
7. Jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat yang berjaga di ruangan mengakibatkan tugas yang dikerjakan berlebih.
8. Partner atau rekan kerja dalam satu tim tidak dapat membantu pekerjaan saat shift dan bersikap acuh terhadap pekerjaan menjadikan rekan perawat lainnya dalam satu tim merasa terbebani.
9. Caring kepada pasien kurang optimal dilakukan diakibatkan pekerjaan yang dilakukan lebih banyak.
10.Waktu pendokumentasian berkurang, karena tugas keperawatan yang berlebih sehingga hasil yang didokumentasikan sedikit dan tidak lengkap.
(12)
12.Format dokumentasi yang berubah-ubah yang membuat pengerjaan pendokumentasian semakin sulit
13.Fasilitas di ruangan yang tidak mendukung dari kegiatan keperawatan yang dilakukan
Hal serupa juga disampaikan oleh Kusmiati (2003), yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Disamping tugas tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi dari kapasitasnya, seperti banyaknya waktu lembur, akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut (Syaer, 2010).
2.1.3 Aspek-aspek Beban Kerja
Beban kerja (Irwandy, 2007) meliputi beban kerja fisik, psikologis/mental dan waktu kerja.
a. Aspek fisik
Beban kerja fisik merupakan beban kerja yang timbul akibat aktivitas fisik pekerja. Misalnya pada perawat, beban kerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke
(13)
12
kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien dan sebagainya
b. Aspek psikologis / Mental
Beban kerja mental (mental workload) merupakan beban kerja yang timbul dan terlihat dari pekerjaan yang dilakukan, beban kerja mental terbentuk secara kognitif (pikiran). Misalnya pada perawat, beban kerja mental yang dialami perawat, diantaranya bekerja shift atau bergiliran, melakukan pengecekan keadaan pasien setiap beberapa jam, hubungan perawat dengan perawat dan membuat laporan asuhan keperawatan pasien sesuai dengan ketentuan masing-masing Rumah Sakit.
c. Aspek waktu
Lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja, yaitu sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari .
2.1.4 Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi–reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin
(14)
sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Suyanto, 2008). Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari kelebihan beban kerja adalah stress kerja yang mengakibatkan menurunnya motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. (Rusman, 2006).
2.2 Dokumentasi Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengertian Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan suatu bukti pelayanan keperawatan profesional yang mencakup pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan dan evaluasi, sehingga menggambarkan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan (Hidayat, 2001). Dokumentasi asuhan keperawatan menjadi hal yang penting sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya hal ini sangat penting karena menyangkut aspek legal tindakan keperawatan, perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam pencatatan asuhan keperawatan yang telah diberikan danjuga untuk berkomunikasi dengan internal tim perawat sendiri dan tim kesehatan lainnya (Asmadi, 2008).
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari miscommunication antar perawat. Untuk itu, dalam suatu dokumentasi keperawatan harus terdapat catatan
(15)
14
yang jelas, lengkap, objektif, waktu harus tertulis dengan jelas (hari, tanggal, bulan, tahun dan jam), dan ditandatangani oleh petugas kesehatan yang melakuka interaksi terapeutik dengan klien (dokter, perawat atau petugas lainnya) (Asmadi, 2008). Artinya intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien harus dihindarkan terjadinya kesalahan-kesalahan (negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan pendokumentasian yang akurat dan benar (Nursalam, 2009). Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan bagian dari kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit.
2.2.2 Tujuan Pendokumentasian Keperawatan
Dokumentasi keperawatan yang lengkap adalah prasyarat dalam melaksanakan perawatan yang baik dan untuk efesiensi dari kerjasama dan komunikasi antar profesi kesehatan dalam pelayanan kesehatan professional (Asmadi, 2008) dan tujuan pencatatan dokumentasi asuhan keperawatan yakni :
a Mengidentifikasi status kesehatan klien (pasien) dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan.
b Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika. Hal ini juga menyediakan:
(16)
- Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada klien.
- Informasi terhadap perlindungan individu. - Bukti aplikasi standar praktik keperawatan.
- Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggungjawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien.
- Data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa datang.
2.2.3 Manfaat Pendokumentasian Keperawatan
Manfaat dokumentasi asuhan keperawatan menurut Nursalam (2008), dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut berikut :
a. Aspek hukum
Dokumentasi keperawatan yang dibuat merupakan aspek legal didepan hukum. Dokumentasi merupakan bukti catatan dari tindakan yang diberikan dan sebagai dasar untuk melindungi pasien, perawat dan institusi.
b. Kualitas pelayanan, komunikasi
Melalui audit keperawatan dokumentasi keperawatan dijadikan alat untuk mengukur dalam membandingkan antara tindakan yang diberikan dengan standar yang dijadikan rujukan. Dengan demikian dapat diketahui apakah dalam bekerja telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
(17)
16
c. Keuangan
Dokumentasi yang baik dan teliti akan menjadi bukti bahwa tindakan telah dilakukan oleh perawat dan dengan dokumentasi ini maka besarnya jasa yang diberikan akan diberikan sesuai dengan aturan yang ditetapkan ditempat masing-masing.
d. Pendidikan
Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi mahasiswa perawat dalam membuat asuhan keperawatan yang benar sesuai dengan kondisi real pasien di lapangan.
e. Penelitian
Penelitian keperawatan dengan menggunakan data-data sekunder akan sangat bergantung dengan kualitas dari dokumentasi keperawatan yang dibuat.
2.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendokumentasian
Baik tidaknya mutu dokumentasi proses keperawatan sangat dipengaruhi oleh berikut ini:
a. Tingkat Pendidikan
Penyebab kurang baiknya dokumentasi asuhan keperawatan adalah pengetahuan dan pemahaman perawat yang kurang, perawat lebih memprioritaskan tindakan langsung dan kekurangan tenaga keperawatan. Perawat dengan tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kualitas dokumentasi yang dikerjakan berbeda pula
(18)
karena semakin tinggi tingkat pendidikannya maka kemampuan secara kognitif dan keterampilan akan meningkat (Capenito, 2006).
b. Format Dokumentasi.
Menurut Capernito (2006) bahwa format dokumentasi masih banyak ragamnya, dalam pencatatan perawat merasa rumit dan banyak memakan waktu. Maka dalam pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan diperlukan sistem dokumentasi yang efisien, komprehensif dapat mendokumentasikan lebih banyak data dalam waktu yang lebih sedikit dan sesuai standar yang berlaku.
c. Waktu
Faktor waktu atau lama pelaksanaan pendokumentasian yang dibutuhkan perawat mempunyai pengaruh yang signifikan. Waktu pendokumentasian yang sedikit akan membuat perawat tidak maksimal dalam mendokumentasikan kegiatan dan perkembangan pasien saat shift, sehingga beberapa pendokumentasian yang hanya diisikan secara sembarangan (Carpenito, 2006).
2.2.5 Hal-Hal Yang Diperhatikan Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Menurut Asmadi, 2008 , terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan, sebagai berikut:
(19)
18
1. Isi
Informasi yang ditulis harus lengkap , akurat, jelas, mengandung fakta (obyektif) dan tidak menggunakan istilah atau singkatan yang tidak umum. Informasi mengenai klien dan tindakan yang diberikan harus sesuai dengan kondisi pasien sesungguhnya.
2. Waktu
Dokumentasikan waktu setiap melakukan intervensi keperawatan. Up to date, laporan yang terlambat merupakan suatu kelalaian yang serius dan penyebab kelambatan dalam memberikan suatu tindakan. Misalnya kesalahan dalam melaporkan penurunan tekanan darah dapat memperlambat pemberian obat yang diperlukan. Pendokumentasian ini mencakup :
- vital sign
- penatalaksanaan medis
- persiapan dilakukan diagnostic test dan pembedahan - perubahan status
- waktu masuk, pindah, pulang atau kematian klien - penatalaksanaan untuk perubahan status yang tiba-tiba. 3. Format
Gunakan format yang telah ada sesuai dengan kebijaksanaan institusi pelayanan kesehatan
(20)
4. Kerahasiaan
Komunikasi yang rahasia adalah informasi yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang dipercaya dan merahasiakan bahwa beberapa informasi itu tidak akan diungkapkan. Pasien mempunyai hak untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam catatan kesehatannya terjaga kerahasiaannya.
5. Akuntabilitas
Berikan nama dan tanda tangan setiap melakukan intervensi keperawatan. jangan menggunakan penghapus atau tip-ex bila melakukan kesalahan dalam penulisan.
Selain itu, menurut Potter and Perry, 2005, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Jangan menghapus menggunakan tip-ex atau mencatat tulisan yang salah ketika mencatat cara yang benar menggunakan garis pada tulisan yang salah, kata salah lalu di paraf kemudian tulis catatan yang benar. b. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun
tenaga kesehatan lain. Karena bisa menunjukkan perilaku yang tidak profesional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu.
c. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis diikuti kesalahan tindakan.
d. Catatan harus akurat teliti dan reliabel, pastikan apa yang ditulis adalah fakta, jangan berspekulatif atau menulis perkiraan saja.
(21)
20
e. Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena dapat menambahkan informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong tadi, untuk itu buat garis horisontal sepanjang area yang kosong dan bubuhkan tanda tangan dibawahnya.
f. Semua catatan harus bisa dibaca dan ditulis dengan tinta dan menggunakan bahasa yang jelas.
g. Jika perawat mengatakan sesuatu instruksi, catat bahwa perawat sedang mengklarifikasikan, karena jika perawat melakukan tindakan di luar batas kewenangannya dapat di tuntut.
h. Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya.
i. Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik) , karena informasi yang spesifik tentang kondisi klien atas kasus bisa secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum. Oleh karena itu tulisan harus lengkap, singkat, padat dan obyektif. j. Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan ditandatangani
setiap selesai menulis dokumentasi. Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus obyektif, konfrehensif, akurat dan menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada dirinya.
2.2.6 Tahapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Tahapan Dokumenatasi Asuhan Keperawatan (Asmadi, 2008) dimulai dari perawat melakukan pengkajian lengkap tentang keadaan klien, dilanjutkan dengan penentuan diagnosa keperawatan terhadap masalah yang dialami
(22)
klien, setelah itu dilanjutkan dengan membuat perencanaan mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk klien dan rasionalnya, kemudian dilakukan implementasi terhadap perencanaan tindakan tersebut, dan diakhiri dengan evaluasi dari kegiatan yang telah dilakukan. Berikut penjelasan lengkap mengenai tahapan dokumentasi asuhan keperawatan :
a. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, validasi data dan identifikasi pola atau masalah (Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Nursalam (2009) pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tujuan dari pangkajian adalah menetapkan dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tinjauan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan klien (Potter, 2005). Kriteria pengkajian meliputi:
- Pengumpulan data dilakukan secara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
- Sumber data adalah klien, keluarga dan orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lainnya.
(23)
22
b. Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2009). Tujuan diagnosia keperawatan yaitu untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit, faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, serta kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah (Nursalam, 2009). Dalam merumuskan suatu diagnosa, terdapat tiga komponen yang merujuk pada hasil analisa data, yaitu:
- Problem (masalah), adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi.
- Etiology (penyebab), adalah keadaan yang menunjukkan penyebab terjadinya problem (masalah).
- Sign/symptom (tanda/ gejala), adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang muncul sebagai akibat adanya masalah.
(24)
c. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk pencegahan, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2009). Tahap perencanaan memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai alat komunikasi antar sesama perawat, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Berikut tahapan dalam pembuatan rencana keperawatan :
1. Membuat Prioritas Urutan Diagnosis Keperawatan
Setelah menentukan diagnosis yang muncul pada klien, selanjutnya dibuatkan urutan prioritas diagnosis tersebut dari diagnosa skala prioritas tertinggi sampai prioritas terendah. Ini dilakukan dengan mengurutkan diagnosis keperawatan yang dianggap paling mengancam kehidupan (missal: Gangguan bersihan jalan nafas) sampai diagnosis yang tidak terlalu mengancam kehidupan. Cara lainnya yang dapat digunakan untuk mengurutkan diagnosis keperawatan antara lain menurut kebutuhan dasar Maslow yang terdiri dari lima tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis; kebutuhan keselamatan dan keamanan;
(25)
24
kebutuhan mencintai dan memiliki;kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
2. Merumuskan Tujuan
Setelah menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas, selanjutnya perlu untuk menyusun atau merumuskan tujuan untuk masing-masing diagnosis. Tujuan dirumuskan dengan berpedoman pada NOC (Nursing Outcome Classification), dengan melihat label dari diagnosa yang muncul. Dalam merumuskan tujuan dari diagnosa yang muncul, disini juga perlu ditentukan waktu yang dibutuhkan perawat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Merumuskan Intervensi Keperawatan
Setelah menyusun tujuan yang diharapkan untuk masing- masing diagnose yang muncul, selanjutnya perlu untuk menyusun atau merumuskan intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan. Intervensi Keperawatan berpedoman pada NIC (Nursing Intervention Classification), dengan melihat label dari diagnosa keperawatan yang muncul
d. Implementasi Asuhan Keperawatan
Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan
(26)
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Asmadi, 2008). Hal-hal yang perlu didokumentasikan pada tahap implementasi :
- Mencatat waktu dan tanggal pelaksanaan.
- Mencatat diagnosa keperawatan nomor berapa yang dilakukan intervensi tersebut.
- Mencatat semua jenis intervensi keperawatan termasuk hasilnya. - Berikan tanda tangan dan nama jelas perawat satu tim kesehatan
yang telah melakukan intervensi.
e. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan menggandakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan (Asmadi, 2008). Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, ini dilakukan setelah selesai mengimplementasikan rencana keperawatan. Perumusan evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif
(27)
26
(data hasil pemeriksaan), analisa data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan, ini bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang digunakan untuk mendapatkan hasil evaluasi dilakukan dengan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga, dan mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
a. Tujuan Tercapai
Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai
Jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
(28)
2.2.7 Skala Pengukuran Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan, 2005), penilaian terhadap kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
a. Pengkajian
- Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian. - Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spiritual).
- Data dikaji sejak pasien masuk b. Diagnosa
- Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.
- Diagnosa keperawatan mencerminkan PE (Problem Etiology) /PES (Problem Etiology Symptom)
- Merumuskan diagnosa ke perawatan aktual/potensial.
c. Perencanaan
- Berdasarkan diagnosa keperawatan. - Disusun menurut urutan prioritas.
- Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu. - Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
(29)
28
- Rencana tindakan menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain.
d. Implementasi (Tindakan)
- Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan. - Perawat mengobservasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan.
- Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi.
- Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas.
e. Evaluasi
- Evaluasi mengacu pada tujuan. - Hasil evaluasi dicatat.
Adapun cara penilaian penggunaan instrumen dalam penelitian ini adalah bila aspek yang dinilai sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “V” dan apabila aspek yang dinilai tidak sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “O”. Analisis data dilakukan secara manual yaitu berdasarkan skor atau hasil penjumlahan jawaban nilai “V” yang didapat dengan perhitungan rumus sebagai berikut:
Jumlah aspek yang dilakukan X 100
(30)
Hasil akhir dari skor disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung presentasenya untuk masing-masing aspek sesuai kelengkapan dokumentasi proses keperawatan pada rekam medik pasien dengan ketentuan (Hartati, 2001) sebagai berikut :
1. Baik (93-100)
Bila terdapat beberapa komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi) terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2. Kurang (< 92 )
Bila terdapat komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi) belum terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2.3 Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Beban Kerja perawat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah banyak dan bervariasinya kegiatan keperawatan yang harus dilakukan selama shift berlangsung, tidak seimbangnya jumlah pasien yang dirawat perhari dengan jumlah perawat yang ada dalam satu unit sehingga waktu kerja yang dibutuhkan perawat lebih lama, hal ini akan berdampak pada tingginya beban kerja. Beban kerja yang tinggi akibat banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan perawat selama shift, akan mengurangi
(31)
30
waktu perawat untuk melakukan pendokumentasian hasil kegiatan keperawatannya, yang berdampak pada kurangnya kelengkapan pendokumentasian keperawataannya (Gilles, 2000). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Putri Mastini (2013), “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan
Beban Kerja Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Irna Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar” yang
menunjukkan bahwa responden dengan beban kerja ringan kelengkapan pendokumentasiannya 90,4% sesuai dengan ketentuan yang ada, sedangkan responden degan beban kerja sedang kelengkapan pendokumentasiannya 95,8% yang sesuai dengan ketentuan yang ada, dan disimpulkan bahwa beban kerja berhubungan dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan (P< 0,05).
(1)
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Asmadi, 2008). Hal-hal yang perlu didokumentasikan pada tahap implementasi :
- Mencatat waktu dan tanggal pelaksanaan.
- Mencatat diagnosa keperawatan nomor berapa yang dilakukan intervensi tersebut.
- Mencatat semua jenis intervensi keperawatan termasuk hasilnya. - Berikan tanda tangan dan nama jelas perawat satu tim kesehatan
yang telah melakukan intervensi.
e. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan menggandakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan (Asmadi, 2008). Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, ini dilakukan setelah selesai mengimplementasikan rencana keperawatan. Perumusan evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif
(2)
(data hasil pemeriksaan), analisa data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan, ini bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang digunakan untuk mendapatkan hasil evaluasi dilakukan dengan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga, dan mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
a. Tujuan Tercapai
Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai
Jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
(3)
2.2.7 Skala Pengukuran Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan, 2005), penilaian terhadap kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
a. Pengkajian
- Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian. - Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spiritual).
- Data dikaji sejak pasien masuk b. Diagnosa
- Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.
- Diagnosa keperawatan mencerminkan PE (Problem Etiology) /PES (Problem Etiology Symptom)
- Merumuskan diagnosa ke perawatan aktual/potensial.
c. Perencanaan
- Berdasarkan diagnosa keperawatan. - Disusun menurut urutan prioritas.
- Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu. - Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
(4)
- Rencana tindakan menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain.
d. Implementasi (Tindakan)
- Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan. - Perawat mengobservasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan.
- Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi.
- Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas.
e. Evaluasi
- Evaluasi mengacu pada tujuan. - Hasil evaluasi dicatat.
Adapun cara penilaian penggunaan instrumen dalam penelitian ini adalah bila aspek yang dinilai sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “V” dan apabila aspek yang dinilai tidak sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “O”. Analisis data dilakukan secara manual yaitu berdasarkan skor atau hasil penjumlahan jawaban nilai “V” yang didapat dengan perhitungan rumus sebagai berikut:
Jumlah aspek yang dilakukan X 100
(5)
Hasil akhir dari skor disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung presentasenya untuk masing-masing aspek sesuai kelengkapan dokumentasi proses keperawatan pada rekam medik pasien dengan ketentuan (Hartati, 2001) sebagai berikut :
1. Baik (93-100)
Bila terdapat beberapa komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi) terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2. Kurang (< 92 )
Bila terdapat komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi) belum terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2.3 Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Beban Kerja perawat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah banyak dan bervariasinya kegiatan keperawatan yang harus dilakukan selama shift berlangsung, tidak seimbangnya jumlah pasien yang dirawat perhari dengan jumlah perawat yang ada dalam satu unit sehingga waktu kerja yang dibutuhkan perawat lebih lama, hal ini akan berdampak pada tingginya beban kerja. Beban kerja yang tinggi akibat banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan perawat selama shift, akan mengurangi
(6)
waktu perawat untuk melakukan pendokumentasian hasil kegiatan keperawatannya, yang berdampak pada kurangnya kelengkapan pendokumentasian keperawataannya (Gilles, 2000). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Putri Mastini (2013), “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan
Beban Kerja Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Irna Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar” yang menunjukkan bahwa responden dengan beban kerja ringan kelengkapan pendokumentasiannya 90,4% sesuai dengan ketentuan yang ada, sedangkan responden degan beban kerja sedang kelengkapan pendokumentasiannya 95,8% yang sesuai dengan ketentuan yang ada, dan disimpulkan bahwa beban kerja berhubungan dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan (P< 0,05).