PENGEMBANGAN MODUL PEMAHAMAN DIRI REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMPN 3 PAKEM.

(1)

i

PENGEMBANGAN MODUL PEMAHAMAN DIRI REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMPN 3 PAKEM

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dita Yuliantika Sari NIM 11104244013

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang lazim digunakan.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, Januari 2016 Penulis,

Dita Yuliantika Sari NIM 11104244013


(4)

(5)

v MOTTO

Siapa pun yang mengenal dirinya akan lebih sibuk membenahi dirinya sendiri daripada mencari kesalahan orang lain.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orangtuaku yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan dukungan.

2. Almamater Prodi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

PENGEMBANGAN MODUL PEMAHAMAN DIRI REMAJA PADA SISWA KELAS VII SMPN 3 PAKEM

Oleh

Dita Yuliantika Sari NIM 11104244013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan modul pemahaman diri remaja yang layak digunakan oleh siswa kelas VII SMPN 3 Pakem. Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan dengan strategi pengembangan yang dikemukakan oleh Borg and Gall. Penelitian ini hanya sampai pada tahap ke sembilan dari sepuluh strategi pengembangan Borg and Gall.

Tahap pengembangan yang dilakukan adalah penelitian awal dan pengumpulan informasi, perencanaan, pengembangan draft produk, uji lapangan awal, revisi produk uji lapangan awal, uji lapangan utama, revisi produk uji lapangan utama, uji lapangan operasional, revisi produk uji lapangan operasional. Subyek uji lapangan awal, uji lapangan utama dan uji lapangan operasional adalah siswa kelas VII SMPN 3 Pakem.

Uji validasi dilakukan oleh ahli materi, ahli media dan guru bimbingan dan konseling. Hasil uji ahli materi yang meliputi 42 item pernyataan, diperoleh rata-rata skor 3,214 dengan kategori baik dan dinyatakan telah layak untuk digunakan. Hasil uji ahli media yang meliputi 39 item pernyataan, diperoleh rata-rata skor 3,410 dengan kategori sangat baik dan dinyatakan telah layak uuntuk digunakan. Hasil uji guru bimbingan dan konseling SMPN 3 Pakem yang meliputi 39 item pernyataan, diperoleh rata-rata skor 3,077 dengan kategori baik dan dinyatakan telah layak untuk digunakan. Uji lapangan awal yang dilakukan oleh 4 siswa kelas VII SMPN 3 Pakem meliputi 39 item pernyataan memperoleh skor rata-rata 3,56 dengan kategori sangat baik. Uji lapangan utama yang dilakukan oleh 8 siswa kelas VII SMPN 3 Pakem meliputi 39 item pernyataan memperoleh skor rata-rata 3,221 dengan kategori baik. Uji lapangan operasional yang dilakukan oleh 32 siswa kelas VII SMPN 3 Pakem meliputi 39 item pernyataan memperoleh skor rata-rata 3,55 dengan kategori sangat baik.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan karuna-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul Pemahahaman Diri Remaja Pada Siswa Kelas VII SMPN 3 Pakem” ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah menyetujui judul skripsi dan memberikan dosen pembimbing skripsi.

4. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si selaku penasehat akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan.

5. Bapak Dr. Muh Farozin, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, masukan dan saran dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.

6. Bapak Agus Triyanto, M.Pd selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, dukungan dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Diana Septi Purnama, M.Pd selaku ahli materi yang telah membantu memberikan penilaian terhadap modul pemahaman diri remaja.

8. Bapak Deni Hardianto, M.Pd selaku ahli media yang telah membantu memberikan penilaian terhadap modul pemahaman diri remaja.

9. Seluruh dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ilmu dan pengarahan selama penulis belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

10.Keluarga besar SMPN 3 Pakem yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.


(9)

ix

11.Ibu, Bapak dan Mbak tercinta yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang kepada penulis.

12.Sahabat-sahabatku Nunuk, Nia, Shola, Natri, Dayu, Iriena, Ghassani, Fenny, Hesti, dan Thoyib yang membantu membuat gambar untuk modul pemahaman diri remaja, terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan. Jazakumullah khairon katsiron.

13.Seluruh mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 yang telah memberikan semangat dan berbagi pengalaman.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat dan doa yang diberikan untuk penulis.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan referensi ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Yogyakarta, Januari 2016 Penulis,

Dita Yuliantika Sari NIM 11104244013


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 9

C.Pembatasan Masalah ... 10

D.Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Pengembangan ... 10

F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ... 10

G.Pentingnya Pengembangan ... 11

H.Asumsi dan Pembatasan Pengembangan ... 12

I. Definisi Operasional ... 13

BAB II KAJIAN TEORI A.Pemahaman Diri ... 15

1. Pengertian Pemahaman Diri ... 15

2. Dimensi-Dimensi Pemahaman Diri ... 15

3. Aspek-Aspek Pemahaman Diri... 18


(11)

xi

1. Pengertian Remaja ... 34

2. Pertumbuhan dan Perkembangan ... 35

3. Ciri-Ciri Masa Remaja ... 38

4. Tugas Perkembangan Remaja... 40

C.Teori Belajar Behavioristik ... 41

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik ... 41

2. Asumsi Dasar Teori Belajar Behavioristik ... 42

3. Model-Model Teori Belajar Behavioristik ... 44

D.Modul ... 45

1. Pengertian Modul... 45

2. Prinsip-Prinsip Modul ... 46

3. Ciri-Ciri Modul ... 48

4. Karakteristik Modul ... 49

5. Pengembangan Modul Pemahaman Diri Remaja Pada Siswa Kelas 7 SMPN 3 Pakem ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A.Model Pengembangan ... 61

B.Prosedur Pengembangan ... 65

C.Tempat dan Waktu Penelitian ... 67

D.Uji Coba Produk ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 84

1. Penelitian Awal dan Pengumpulan Informasi ... 84

2. Perencanaan ... 90

3. Pengembangan Produk Awal ... 91

4. Validasi Ahli ... 91

5. Uji Lapangan Awal ... 107

6. Revisi Produk Uji Lapangan Awal ... 109

7. Uji Lapangan Utama ... 110

8. Revisi Produk Uji Lapangan Utama ... 112

9. Uji Lapangan Operasional ... 112


(12)

xii

B.Pembahasan ... 115

C.Keterbatasan Penelitian ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 119

B.Saran ... 120

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling... 120

2. Bagi Siswa ... 120

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Angket Penilaian Ahli Materi ... 72

Tabel 2. Kisi-Kisi Angket Penilaian Ahli Media ... 75

Tabel 3. Kisi-Kisi Angket Penilaian Siswa ... 77

Tabel 4. Skala Penilaian ... 81

Tabel 5. Kriteria Kelayakan Modul ... 83

Tabel 6. Data IKMS ... 84

Tabel 7. Data Angket ... 85

Tabel 8. Data Penilaian Ahli Materi tahap 1 ... 92

Tabel 9. Data Penilaian Ahli Materi Tahap 2 ... 96

Tabel 10.Data Penilaian Ahli Media Tahap 1 ... 99

Tabel 11.Data Penilaian Ahli Media Tahap 2 ... 103

Tabel 12.Data Penilaian Guru bimbingan dan Konseling ... 105

Tabel 13.Data Uji Lapangan Awal... 108

Tabel 14.Data Uji Lapangan Utama... 110


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Alur Prosedur Pengembangan ... 64

Gambar 2. Judul dan Cover Sebelum Revisi ... 101

Gambar 3. Judul dan Cover Setelah Revisi ... 102

Gambar 4. Gambar Sebelum Revisi ... 102

Gambar 5. Gambar Setelah Revisi ... 103 .


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan berperan penting dalam mencerdaskan generasi suatu bangsa. Melalui pendidikan, manusia dapat berkembang secara optimal sehingga ia bisa menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negaranya. Seperti yang dikatakan oleh Dwi Siswoyo, dkk (2011: 37) bahwa pendidikan diharapkan meningkatkan dan mengembangkan seluruh potensi atau bakat alamiah yang dimiliki manusia ke arah yang positif agar nantinya manusia itu dapat berdaya guna. Bangsa yang hebat dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. Untuk itu, pendidikan haruslah diberikan secara merata sebagai upaya memajukan suatu bangsa. Sekolah sebagai sarana pendidikan merupakan tempat para siswa untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki. Sekolah merupakan lingkungan yang paling berpengaruh pada perkembangan siswa selain lingkungan keluarganya.

SMP atau sekolah menengah pertama merupakan jenjang pendidikan tingkat menengah. Pada jenjang ini nilai-nilai positif yang ditanamkan oleh guru sangat penting, karena siswa SMP baru memasuki masa remaja. Seperti yang diketahui masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu, remaja awal, remaja tengah dan remaja akhir. Remaja awal kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama yaitu usia 12-15 tahun. Remaja tengah berlangsung saat individu berusia 15-18 tahun atau masa sekolah menengah atas. Remaja


(16)

2

akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan yaitu usia 18-21 tahun (Hendriati Agustiani, 2006: 29). Pada masa remaja individu bukan lagi seorang kanak-kanak tetapi juga belum dianggap dewasa, oleh sebab itu seringkali remaja mengalami konflik peran sosial. Ini disebabkan oleh keinginan untuk mandiri tetapi ia harus mengikuti kemauan orang tua. Konflik peran ini dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 84). Selain konflik peran masa remaja dikenal dengan masa badai dan topan atau masa dimana individu memiliki emosi yang tidak stabil dan meledak-ledak.

Ada gejala yang dapat membedakan masa remaja dengan masa kanak-kanak, yaitu gejala timbulnya seksualitas sehingga masa remaja juga dikenal sebagai masa pubertas (Monks dkk, 2004: 262). Masa pubertas pada anak laki-laki terjadi sekitar usia 9-14 tahun yang ditandai dengan kemampuan testis memproduksi air mani. Pada remaja perempuan, masa pubertas terjadi sekitar usia 8-13 tahun yang ditandai dengan menstruasi. Dalam hal menangani suatu masalah terkadang remaja yang pada saat kanak-kanak mendapat bantuan dari orang tua atau guru untuk menanganinya, ingin mengatasinya sendiri walaupun masyarakat menganggapnya belum mampu untuk bertanggung jawab. Masa ini sangat penting bagi perkembangan individu karena menurut Erikson (Rita Eka Izzaty, 2008: 140) masa remaja merupakan masa-masa individu mengalami krisis identitas. Individu di masa remaja dihadapkan dengan pertanyaan tentang siapa dirinya, bagaimana dirinya dan apa perannya di masyarakat.


(17)

3

Peran sekolah adalah memberikan arahan kepada siswa yang berusia remaja tersebut agar pertanyaan tentang siapa dirinya, bagaimana dirinya dan apa perannya di masyarakat bisa terjawab dengan tepat sehingga bisa menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Hal ini didukung oleh pernyataan King (2010: 195) yang menyatakan bahwa remaja yang kompeten sangat dipengaruhi oleh akses mereka terhadap pendidikan yang berkualitas, dukungan komunitas dan masyarakat. Pada masa remaja, pergaulan dan hubungan sosial dengan teman sebaya bertambah luas daripada masa-masa sebelumnya. Apabila hubungan tersebut bersifat positif, maka kemungkinan remaja melakukan hal negatif kecil. Sebaliknya, jika hubungan tersebut negatif dapat mengakibatkan remaja rawan bertindak kriminal. Selain pengaruh hubungan sosial remaja, kemungkinan remaja terjerumus pada hal-hal yang negatif dapat disebabkan adanya dorongan yang kuat untuk mencoba dan melakukan kegiatan orang dewasa (Yustinus Semiun, 2006: 304). Jika pada masa remaja tidak diberikan arahan yang tepat dan diberikan kebebasan tanpa pengawasan, maka akan besar kemungkinan remaja terjerumus dalam hal-hal negatif seperti tawuran pelajar, pergaulan bebas hingga penyalahgunaan narkoba. Seperti yang dikatakan oleh Sofyan S. Willis (2012: 1) masa remaja merupakan masa yang paling rawan terhadap hal-hal negatif seperti narkoba, kriminal dan kejahatan seksual.

Saat ini banyak sekali berita tentang berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh para remaja. Seperti kasus yang terjadi tanggal 3 Oktober 2014, Polres Sleman mengemankan satu buah bom molotov yang didapat dari


(18)

4

seorang pelajar yang diduga akan melakukan aksi tawuran di wilayah kecamatan Demak Ijo, Godean, Sleman (www.merdeka.com). Sepanjang tahun 2013, terjadi 229 kasus tawuran dengan korban tewas 19 orang. Hal ini tentu meresahkan orang tua, guru dan masyarakat. Kasus seperti itu tentu saja tidak akan terjadi jika remaja memahami siapa dirinya. Pemahaman akan dirinya sendiri sangat penting bagi remaja untuk menghindari pengaruh-pengaruh negatif yang ada.

Remaja yang memahami dirinya sendiri akan mengetahui seperti apa dirinya dan apa yang terbaik bagi dirinya. Menurut Santrock (2007: 177) pemahaman diri adalah pemikiran seseorang mengenai diri, substansi isi dari konsepsi diri seseorang. Pemahaman diri mencakup dua aspek yaitu harga diri dan konsep diri. Harga diri berkaitan dengan penilaian kualitas terhadap diri sendiri. Harga diri dibedakan menjadi tiga jenis yaitu harga diri tinggi, harga diri sedang dan harga diri rendah. Sedangkan menurut Nirmalawati (2011: 63) konsep diri merupakan semua persepsi kita terhadap aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi seseorang dengan orang lain serta terbentuk dalam waktu yang relatif lama. Konsep diri dibedakan menjadi dua jenis yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

Menurut Ridwan (2004: 121) remaja yang mengalami pubertas banyak yang memiliki konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan oleh pribadi dan lingkungan. Kalau konsep diri negatif pada remaja berkembang, maka hal tersebut akan segera tampak dalam perilaku. Misalnya remaja menarik diri,


(19)

5

sedikit melibatkan diri dalam kegiatan atau pembicaraan kelompok, atau menjadi agresif dan bertahan, serta membalas dendam perlakuan yang dianggap tidak adil. Ciri-ciri individu memiliki pemahaman diri rendah adalah individu tersebut memiliki harga diri rendah dan konsep diri yang negatif. Dengan demikian individu yang memiliki pemahaman diri rendah adalah individu yang merasa dirinya tidak berharga, memiliki gambaran diri yang negatif dan belum bisa melihat potensi-potensi diri yang dimiliki.

Masalah pemahaman diri ternyata dialami oleh siswa kelas VII SMPN 3 Pakem. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru BK menyatakan bahwa siswa kelas VII masih belum memahami dirinya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi siswa mengenai pemahaman diri dan layanan bimbingan dan konseling belum diberikan di sekolah dasar. Observasi yang dilakukan pada saat bimbingan klasikal menemukan bahwa siswa kelas VII masih belum memahami dirinya, terlihat saat mendapat tugas menuliskan 5 ciri khas yang ada pada diri sendiri. Sebagian besar siswa lama menuliskan 5 ciri khas, bahkan ada yang mengisi tidak sampai 5. Kesulitan lainnya yaitu menuliskan kelebihan dan kekurangan diri serta bakat yang dimiliki saat layanan bimbingan klasikal dengan tema “Apa Bakatku”. Hasil dari observasi di atas menunjukkan bahwa siswa kelas VII SMPN 3 Pakem masih belum paham mengenai dirinya.

Pada hasil analisis Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Siswa (IKMS) item merasa sebagai siswa yang paling bodoh dikelas dipilih oleh 4 siswa, belum mempunyai cita-cita dipilih oleh 7 siswa, merasa tidak mampu dipilih


(20)

6

oleh 6 siswa, takut mengajukan dan menjawab pertanyaan di kelas dipilih oleh 12 siswa dan tidak percaya diri dengan nilai tugasnya dipilih oleh 15 siswa. Berdasarakan angket yang disebar kepada 29 siswa kelas VII menunjukkan bahwa 19 siswa kurang paham tentang masa remaja, 5 siswa merasa bingung dan takut dalam menghadapi masa remaja dan pubertas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut memliliki pemahaman diri yang rendah.

Bimbingan dan Konseling di sekolah sangat berperan dalam mengoptimalkan perkembangan peserta didik baik dari aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir peserta didik. Pemberian bantuan khusus yang diberikan kepada siswa bertujuan agar siswa dapat memahami diri, mengarahkan diri dan bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal (Depdikbud dalam W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, 2010: 66). Layanan bimbingan dan konseling yang ada di sekolah diharapkan dapat membantu siswa mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan dan menangani masalah seperti kurangnya pemahaman diri.

Media yang digunakan dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling berpengaruh pada penerimaan siswa terhadap materi yang disampaikan, sehingga media yang digunakan harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Media layanan bimbingan dan konseling yang digunakan di SMPN 3 Pakem adalah papan bimbingan, poster, slide power point, dan video motivasi. Penggunaan media di SMPN 3 Pakem belum maksimal dalam penggunaanya terutama pada media cetak. Modul sebagai salah satu media


(21)

7

cetak dapat menjadi salah satu media yang digunakan dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling. Menurut Yudhi Munadi (2013: 99) modul merupakan bahan belajar yang utuh dan sistematis agar dapat digunakan oleh siswa secara mandiri dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman diri siswa bisa melalui pemberian modul pemahaman diri remaja. Modul pemahaman diri remaja adalah media pembelajaran mandiri dengan menyajikan materi mengenal masa remaja, teman sepermainan, hobiku, dan be the best. Hal tersebut disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas VII SMPN 3 Pakem yang belum paham mengenai masa remaja, ada siswa yang masih bingung dan takut menghadapi masa remaja, serta prestasi bidang akademik dan nonakademik yang kurang. Berdasarkan angket kebutuhan modul pemahaman diri remaja yang disebar kepada 31 siswa menunjukkan bahwa 24 siswa butuh modul pemahaman diri remaja.

Pengembangan modul pemahaman diri remaja didasarkan pada teori belajar behavioristik. Teori belajar behavioristik menekankan pada perubahan tingkah laku yang dilahirkan dari proses belajar karena adanya stimulus, respon dan pengkondisian. Sejalan dengan pendapat Suyono dan Hariyanto (2014: 59) yang mengatakan bahwa belajar menurut teori behavioristik adalah proses interaksi antara stimulus atau rangsangan yang berupa serangkaian kegiatan yang bertujuan agar mendapatkan respon belajar dari objek penelitian. Respon yang dimaksud adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar yang dapat berupa pikiran, perasaan atau tindakan. Berdasarkan hasil observasi


(22)

8

siswa kelas VII SMPN 3 Pakem masih kurang memahami diri, maka siswa diberikan stimulus berupa modul pemahaman diri remaja. Siswa juga dapat memberikan respon dengan mengerjakan tugas dan latihan soal yang ada pada modul pemahaman diri remaja.

Modul pemahaman diri remaja berisi kata pengantar, pendahuluan, petunjuk penggunaan, daftar isi, peta konsep, isi materi, tugas, rangkuman, latihan soal, glosarium, kunci jawaban, tentang penulis dan daftar pustaka. Modul pemahaman diri remaja dilengkapi dengan tugas, latihan soal, kunci jawaban dan cara penghitungan skor, maka siswa dapat belajar mandiri dengan modul pemahaman diri remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Novan Ardy Wiyani (2013: 140) yang mengatakan bahwa modul hendaknya dibuat lengkap agar siswa dapat belajar mandiri tanpa terikat oleh waktu, tempat dan hal-hal lain diluar dirinya. Sunarto dan B. Agung Hartono (2002: 43) juga mengatakan bahwa pada masa remaja seseorang bisa mengatasi sifat tergantung pada orang lain, bertindak dan bertanggung jawab sendiri.

Modul pemahaman diri remaja juga dibuat berwarna dan ada gambar pendukung materi. Menurut Azhar Arsyad (2006: 113) tujuan adanya gambar pada suatu media adalah untuk memvisualisasikan konsep yang disampaikan kepada siswa. Hujair A. H. Sanaky (2013: 82) juga berpendapat bahwa gambar dapat memperjelas maksud dari materi yang disajikan dalam bidang apa saja dan tingkat usia berapa saja. Gambar pendukung yang berwarna dapat membantu menyampaikan isi materi (Asri Budiningsih, 2003: 113). Bahasa yang digunakan dalam modul pemahaman diri bersifat semi formal agar siswa


(23)

9

kelas VII SMPN 3 Pakem mudah memahami materi modul pemahaman diri remaja. Seperti yang diungkapkan oleh Rayandra Asyhar (2012: 162) bahwa modul harus ditulis dengan bahasa yang sederhana dan menarik. Modul pemahaman diri remaja dibuat dalam bentuk buku cetak ukuran A5 agar mudah dibawa oleh siswa. Menurut Geldard & Geldard (2011: 271) media dalam bentuk buku merupakan media yang sesuai digunakan bagi kelompok usia remaja awal. Pengembangan modul pemahaman diri remaja untuk siswa kelas VII SMPN 3 Pakem diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami dirinya. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka peneliti mengembangkan modul pemahaman diri remaja untuk siswa kelas VII di SMPN 3 Pakem.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman diri dapat menjerumuskan remaja melakukan tindakan negatif.

2. Hasil IKMS dan angket menunjukkan beberapa siswa kelas VII SMPN 3 Pakem kurang memahami dirinya.

3. Siswa SMPN 3 Pakem kelas VII merasa kesulitan saat diberikan tugas untuk menulis kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

4. Pemanfaatan media cetak bimbingan dan konseling belum maksimal digunakan oleh guru bimbingan dan konseling SMPN 3 Pakem.


(24)

10

5. Minimnya sumber tentang pemahaman diri remaja terutama di SMPN 3 Pakem.

6. Belum tersedia modul pemahaman diri remaja yang dapat membantu siswa memahami dirinya.

C.Pembatasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah belum adanya modul pemahaman diri remaja untuk siswa kelas VII di SMPN 3 Pakem.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut: Bagaimana menghasilkan modul pemahaman diri remaja pada siswa kelas VII SMPN 3 Pakem?

E.Tujuan Pengembangan

Tujuan pengembangan dalam penelitian ini adalah menghasilkan modul pemahaman diri remaja untuk siswa kelas VII SMPN 3 Pakem.

F. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Modul yang dikembangkan diharapkan dapat memiliki spesifikasi produk sebagai berikut:


(25)

11

2. Jenis huruf yang digunakan adalah Arial Narrow dengan ukuran 14 spasi 1,5. Modul dicetak dengan kertas HVS 70 gram ukuran A5.

3. Modul dilengkapi dengan gambar pendukung materi yang berwarna. 4. Modul pemahaman diri remaja berisi kata pengantar, daftar isi,

pendahuluan, petunjuk penggunaan modul, peta konsep, isi materi, tugas, rangkuman, latihan soal, kunci jawaban, glosarium, tentang penulis dan daftar pustaka.

5. Materi pemahaman diri meliputi mengenal masa remaja, teman sepermainan, hobiku, dan be the best.

G.Pentingnya Pengembangan

Hasil pengembangan modul pemahaman diri remaja ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritik maupun secara praktis bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

1. Secara Teoritis

a. Hasi pengembangan modul pemahaman diri remaja ini dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan pemahaman diri secara umum.

b. Hasil pengembangan modul pemahaman diri remaja ini mampu memberikan gambaran bagi pengembangan selanjutnya.

2. Secara Praktis a. Bagi Guru


(26)

12

Menjadi referensi yang bisa digunakan guru bimbingan dan konseling untuk meningkatkan pemahaman diri siswa melalui media seperti modul pemahaman diri remaja.

b. Bagi Siswa

Sebagai bahan pengetahuan pentingnya memahami diri sendiri agar siswa tidak terjerumus kedalam hal-hal negatif dan juga sebagai bahan evaluasi apakah siswa sudah memahami dirinya sendiri.

H.Asumsi dan Pembatasan Pengembangan

1. Asumsi Pengembangan

Remaja perlu memahami dirinya sendiri agar bisa menghindari hal-hal yang negatif di sekitarnya. Informasi mengenai pemahaman diri diperlukan untuk membantu siswa memahami dirinya sendiri. Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling dibutuhkan variasi metode agar siswa tertarik dan optimal dalam menyerap materi yang diberikan. Dengan demikian, peneliti mengembangkan modul pemahaman diri remaja untuk menambah variasi metode dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling. Peneliti juga berharap agar modul pemahaman diri remaja ini membantu siswa dalam memahami dirinya.

2. Pembatasan Pengembangan

Keterbatasan dalam modul pemahaman diri remaja ini adalah peneliti hanya melakukan sembilan dari sepuluh langkah yang dikemukakan oleh Borg and Gall, yaitu penelitian awal dan pengumpulan informasi data,


(27)

13

perencanaan, pengembangan draft produk, uji coba lapangan awal, merevisi hasil uji coba lapangan awal, uji coba lapangan utama, revisi produk hasil uji coba lapangan utama, uji lapangan operasional, dan revisi produk akhir. Langkah desiminasi dan implementasi tidak dilakukan karena keterbatasan peneliti dalam hal kemampuan, waktu dan biaya. Keterbatasan pengembangan lain adalah materi yang dibahas di dalam modul masih sangat sederhana, yaitu berisi materi tentang masa remaja, teman sepermainan, hobiku dan be the best.

I. Definisi Operasional

Peneliti memberikan definisi operasional untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan tentang apa yang dimaksudkan dalam penelitian ini. Definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:

1. Modul adalah bahan belajar berbasis cetakan yang dirancang menarik perhatian siswa, memperkenalkan topik, menyajikan konten baru, memberikan latihan dengan umpan balik, menguji penguasaan dan memberikan perbaikan tindak lanjut sehingga siswa dapat belajar secara mandiri

2. Pemahaman diri adalah pemikiran seseorang mengenai dirinya dan bagaimana ia menggambarkan dirinya sendiri yang di dalamnya mencakup harga diri dan konsep diri.

3. Modul pemahaman diri remaja adalah media pembelajaran mandiri dengan menyajikan materi tentang masa remaja, teman sepermainan, hobiku dan


(28)

14

be the best. Modul pemahaman diri remaja disajikan dengan halaman depan, kata pengantar, pendahuluan, petunjuk penggunaan modul, daftar isi, peta konsep, materi modul, tugas, rangkuman, latihan soal, kunci jawaban, glosarium, tentang penulis dan daftar pustaka.


(29)

15 BAB II KAJIAN TEORI

A.Pemahaman Diri

1. Pengertian Pemahaman Diri

Menurut Santrock (2007: 177) pemahaman diri adalah pemikiran seseorang mengenai diri, substansi isi dari konsepsi diri seseorang. Pemahaman diri remaja berbeda ketika masih kanak-kanak, remaja sudah membedakan antara diri riil (real self) dan diri ideal (ideal self). Remaja cenderung lebih memahami bahwa mereka memiliki beberapa diri yang berbeda. Menurut Siddiqui Shahid (2011: 22) memahami diri itu sangat penting dilakukan agar dapat menghargai tanggapan dari orang lain. Kelchtermans (2005: 1001) menyatakan bahwa seseorang yang memahami dirinya akan memiliki harapan tentang masa depannya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman diri adalah pemikiran seseorang mengenai dirinya dan harapannya dimasa depan, sehingga dapat menghargai tanggapan orang lain mengenai dirinya.

2. Dimensi-Dimensi Pemahaman Diri

Menurut Harter (dalam Santrock, 2007: 178-181) pemahaman diri remaja memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut:

a. Abstraksi dan Idealisasi

Saat remaja diminta untuk mendeskripsikan dirinya sendiri, remaja mulai menggunakan istilah-istilah yang lebih abstrak dan idealistik.


(30)

16

Namun, sebagian besar remaja membedakan antara diri riil dan diri ideal.

b. Diferensiasi

Dibandingkan pada masa kanak-kanak, masa remaja cenderung lebih memahami bahwa mereka memiliki beberapa diri yang berbeda sampai taraf tertentu, variasi dari masing-masing diri itu berkaitan dengan peran atau konteks tertentu.

c. Diri yang Berfluktuasi

Dalam kebanyakan kasus, diri senantiasa berada dalam kondisi tidak stabil hingga masa remaja akhir atau bahkan masa dewasa awal.

d. Kontradiksi di dalam Diri

Ketika remaja mulai melakukan diferensiasi dalam konsepnya mengenai diri menjadi berbagai peran dalam konteks relasi yang berbeda-beda, remaja mulai menangkap adanya berbagai kemungkinan kontradiksi yang dapat muncul dalam dirinya yang berbeda-beda itu. Sebuah studi yang dilakukan oleh Susan Harter (dalam Santrock, 2007: 178-181) ia menemukan adanya sejumlah kontradiksi dalam deskripsi diri yang dinyatakan oleh remaja (suasana hati yang berubah-ubah dan memahami, buruk dan menarik, bosan dan ingin tahu, peduli dan tidak peduli, introvert dan gemar bersenang-senang), cenderung mengalami peningkatan secara dramatis antara kelas tujuh dan sembilan.


(31)

17 e. Diri Riil Versus Diri Ideal

Kesenjangan yang terlalu besar antara diri riil dan diri ideal dapat mengakibatkan penghayatan bahwa dirinya gagal dan kritik diri serta dapat memicu munculnya depresi.

f. Perbandingan Sosial

Remaja cenderung melakukan perbandingan sosial ketika melakukan evaluasi diri, meskipun demikian remaja kurang bersedia mengakui bahwa mereka melakukan perbandingan sosial untuk tujuan mengevaluasi diri karena mereka beranggapan perbandingan sosial kurang dapat diterima oleh orang lain.

g. Kesadaran Diri

Remaja lebih sadar diri dan berpraokupasi dengan pemahaman dirinya dibandingkan dengan kanak-kanak (Harter dalam Santrock 2007: 180). Remaja mendekati teman-temannya untuk memperoleh dukungan dan penjelasan mengenai dirinya, termasuk mendengarkan pendapat teman-temannya dalam proses mendefinisikan siapakah dirinya itu. h. Perlindungan Diri

Perasaan bingung dan konflik remaja yang dipicu oleh upaya memahami dirinya sering kali disertai dengan kebutuhan untuk melindungi diri.


(32)

18 i. Diri yang Tidak Disadari

Pada masa remaja, pemahaman diri melibatkan pengenalan yang lebih besar bahwa diri meliputi komponen-komponen yang tidak disadari maupun yang disadari.

j. Integrasi Diri

Ketika berusaha menyusun teori umum mengenai diri, penghayatan mengenai identitas yang terintegrasi, anak muda yang lebih besar dapat mendeteksi adanya inkonsistensi dalam deskripsi dirinya yang lebih awal.

3. Aspek-Aspek Pemahaman Diri

Pemahaman diri mencakup dua aspek, yaitu harga diri dan konsep diri (Santrock, 2007: 177).

a. Harga diri

1) Pengertian Harga Diri

Menurut Ki Fudyartanta (2011: 335-336) harga diri adalah perasaan seseorang dalam menilai kualitas dirinya sendiri. Seseorang yang merasa harga dirinya lebih dari sesamanya dapat menimbulkan penilaian berlebihan pada dirinya, misalnya menjadi sombong. Sedangkan seseorang yang tidak atau kurang menghargai dirinya, akan timbul rasa rendah diri, misalnya pemalu, pesimis, penakut, pengecut dan sebagainya. Baron dan Byrne (2003: 173) merujuk harga diri pada sikap seseorang mulai dari positif sampai negatif terhadap dirinya sendiri. Hal serupa disebutkan juga oleh Suryanto


(33)

19

(2012: 36) yang mengatakan bahwa harga diri merupakan penilaian positif atau negatif terhadap diri sendiri. Muryantinah (1998: 49) menyatakan harga diri sebagai evaluasi diri sendiri, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat keyakinan terhadap diri sendiri sebagai pribadi yang mampu, penting, berhasil dan berharga.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan perasaan, penilaian dan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri baik itu positif ataupun negatif serta keyakinan terhadap diri sendiri sebagai pribadi yang mampu, penting, berhasil dan berharga.

2) Aspek-Aspek Harga Diri

Minchinton (dalam Muharnia, 2010: 38-40) menjabarkan tiga aspek harga diri, yaitu:

a) Perasaan mengenai diri sendiri

Ketika seseorang dapat menerima dirinya sendiri apa adanya, maka kondisi eksternal tidak mempengaruhi perasaannya tentang dirinya sendiri. Seseorang dengan harga diri tinggi tidak terpengaruh dengan pendapat orang lain karena emosinya terkendali. Berbeda dengan seseorang dengan harga diri rendah yang sangat terpengaruh dengan kritikan tentang dirinya walaupun sebenarnya mengetahui hal tersebut tidak benar.


(34)

20 b) Perasaan terhadap hidup

Berarti menerima tanggung jawab dari hidup yang dijalaninya. Perasaan seseorang tentang hidup juga menentukan sikap saat mengahadapi masalah.

c) Hubungan dengan orang lain

Saat seseorang nyaman dengan dirinya sendiri, maka orang lainpun akan dihormati tanpa pandang bulu.

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Muharnia (2010: 40-42) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi self esteem, yaitu:

a) Jenis kelamin

Menurut Ancok wanita memiliki perasaan kurang mampu, kurang percaya diri dan merasa harus dilindungi daripada pria, hal ini menunjukkan bahwa harga diri wanita lebih rendah dibanding pria. Hal serupa juga diungkapkan oleh Coopersmith yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah daripada pria.

b) Intelegensi

Coopersmith mengatakan bahwa individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada individu dengan harga diri yang rendah. Selanjutnya dikatakan bahwa individu dengan harga diri yang tinggi


(35)

21

memiliki skor intelegensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik dan selalu berusaha keras.

c) Kondisi fisik individu

Coopersmith mengatakan bahwa individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung memiliki harga diri yang tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki kondisi fisik kurang menarik.

d) Lingkungan sosial

Menurut Klass dan Hodge harga diri terbentuk ketika seseorang menyadari dirinya berharga atau tidak yang merupakan proses lingkungan, penghargaan, penerimaan dan perlakuan orang lain kepadanya.

e) Keluarga

Keluarga merupakan faktor penting dalam pembentukan harga diri, karena dari keluarga seseorang belajar sosialisasi di lingkungan sekitar. Savary berpendapat bahwa didikan keluarga menentukan harga diri seseorang, jika seseorang dididik dengan hukuman dan larangan dari keluarga maka akan menimbulkan perasaan tidak berharga. Menurut Coopersmith didikan demokratis membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. 4) Dimensi Harga Diri

Rahmania dan Ika Yuniar (2012: 112) mengatakan bahwa ada lima dimensi harga diri yaitu:


(36)

22 a) Dimensi akademik

Mengacu pada pada persepsi individu terhadap kualitas pendidikan individu.

b) Dimensi sosial

Mengacu pada persepsi individu terhadap hubungan sosial individu.

c) Dimensi emosional

Keterlibatan individu terhadap emosi individu. d) Dimensi keluarga

Mengacu pada keterlibatan individu dalam partisipasi dan integrasi di dalam keluarga.

e) Dimensi fisik

Mengacu pada persepsi individu terhadap kondisi fisik individu. 5) Jenis-Jenis Harga Diri

Coopersmith (dalam Rahmawati, 2006) mengemukakan bahwa harga diri dibedakan menjadi tiga jenis jika dilihat dari karakteristik individu, yakni harga diri rendah, harga diri sedang, dan harga diri tinggi.

a) Individu dengan harga diri tinggi (high self-esteem)

Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki karakteristik sebagai berikut:


(37)

23

(2) Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan sosial

(3) Dapat menerima kritik dengan baik

(4) Percaya terhadap persepsi dan dirinya sendiri

(5) Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri

(6) Keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya, karena memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial, dan kualitas diri yang tinggi,

(7) Tidak terpengaruh pada penilaian diri dari orang lain tantang sifat atau kepribadiannya, baik itu positif ataupun negatif

(8) Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas, dan

(9) Akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman yang rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang.

Rahmania dan Ika Yuniar (2012: 112) juga mengatakan bahwa remaja yang memiliki harga diri tinggi, mereka memiliki pandangan positif mengenai diri mereka dan puas terhadap penampilan fisik mereka sehingga bisa melalui tugas perkembangan remaja yaitu menerima kondisi fisik dan


(38)

24

memanfaatkannya secara efektif. Menurut Baron dan Byrne (2004: 174) individu dengan harga diri yang tinggi berarti individu tersebut menyukai dirinya sendiri. Crocker dan Wolf (dalam Myers, 2012: 65) mengatakan bahwa harga diri yang tinggi akan didapat jika timbul perasaan senang terhadap hal yang dianggap penting seperti penampilan, kecerdasan, kekayaan dan sebagainya. Karakteristik individu dengan harga diri yang tinggi menurut Muharnia (2010: 42-43) adalah sebagai berikut:

(1) Dapat menerima kondisi dirinya sendiri, mengontrol emosi dengan baik dan berprasangka baik terhadap dirinya sendiri. (2) Memiliki keyakinan bahwa dirinya sendiri yang bertanggung jawab dan merasa mampu mengontrol setiap bagian kehidupannya.

(3) Dapat bekerja sama, saling memiliki, menghormati dan toleransi dengan yang lain.

(4) Dapat merancang dan menjalankan rancangan tersebut dengan optimal.

(5) Menurut Minchinton individu dengan harga diri yang tinggi akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan dapat mengekspresikan diri dengan baik.


(39)

25

b) Individu dengan harga diri sedang (medium self-esteem)

Karakteristik individu dengan harga diri yang sedang hampir sama dengan karakteristik individu yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat, kurang menghindari sikap atau tindakan yang ekstreem.

c) Individu dengan harga diri rendah (low self-esteem)

Individu yang memiliki harga diri rendah memiliki karakteristik meliputi:

(1) Memiliki perasaan inferior

(2) Takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial,

(3) Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi (4) Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan

(5) Kurang dapat mengekspresikan diri (6) Sangat tergantung pada lingkungan (7) Tidak konsisten

(8) Secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di lingkungannya

(9) Menggunakan banyak taktik pertahanan diri (10) Mudah mengakui kesalahan.

Remaja dengan harga diri yang rendah tidak puas terhadap penampilan fisik mereka dan rentan mengalami gangguan


(40)

26

mental yang mempersepsi tubuh dengan ide-ide bahwa dirinya memiliki kekurangan itu membuat tidak menarik (American Psychiatric Association dalam Rahmania dan Ika Yuniar, 2012: 112). Frey dan Carlock (dalam Muharnia, 2010: 46) mengatakan bahwa individu dengan harga diri yang tinggi mampu menghargai dan memahami dirinya sendiri, sedangkan individu dengan harga diri rendah cenderung menolak dan tidak puas dengan keadaan dirinya sendiri. Karakteristik individu dengan harga diri rendah disebutkan oleh Muharnia (2010: 43-44) adalah sebagai berikut:

(1) Memiliki perasaan tidak mampu, takut mencoba, kontrol emosi yang buruk dan merasa tidak berarti.

(2) Merasa bahwa kehidupan ini di luar kontrol dan tanggung jawabnya.

(3) Memiliki hubungan interpersonal yang buruk, tidak toleran, dan kurang dapat bekerja sama.

(4) Kurang dapat merancang dan merealisasikan rancangan tersebut.

(5) Menurut Minchinton individu dengan harga diri yang rendah kurang dapat mengekspresikan diri dengan baik dan sangat tergantung dengan lingkungannya.


(41)

27 b. Konsep Diri

1) Pengertian Konsep diri

Menurut Deaux, dkk (Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, 2009: 53) konsep diri adalah keyakinan dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri yang berkaitan dengan bakat, minat, penampilan fisik, sehingga timbul perasaan positif atau negatif, bangga atau tidak bangga, senang atau tidak senang dengan diri sendiri. Hal serupa juga diungkapkan oleh Worchel (dalam Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2006: 78) yang menyebutkan bahwa konsep diri adalah pengetahuan dan keyakinan seseorang mengenai dirinya. Menurut Suryanto, dkk (2012: 32) keyakinan tersebut muncul setelah individu menyadari sifat-sifat yang melekat baik melalui pengalaman pribadi, interkasi sosial maupun perenungan diri. Konsep diri didasarkan pada pengalaman dan interaksi seseorang dengan orang lain serta membutuhkan waktu yang lama untuk membentuknya (Nirmalawati, 2011: 78). Pengertian lain mengenai konsep diri adalah pikiran dan perasaan mengenai diri sendiri (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati, 2014: 14). Baron dan Byrne (2004: 165) berpendapat mengenai konsep diri sebagai sebuah skema dasar yang terdiri dari keyakinan dan sikap terhadap diri sendiri.

Menurut Myers (2012: 47-48) konsep diri mencakup dua hal, yaitu skema diri dan kemungkinan diri. Skema diri adalah


(42)

28

keyakinan tentang diri yang mengatur dan memandu proses informasi tentang diri. Kemungkinan diri adalah gambaran tentang apa yang diimpikan atau ditakutkan dimasa depan. Calhoun dan Acocella (1990: 100-101) mengatakan bahwa konsep diri dipengaruhi oleh dua variabel, variabel eksternal dan variabel internal. Variabel eksternal konsep diri merupakan stimulus fisik yang mempengaruhi dan berasal dari lingkungan sekitar, sedangkan variabel internal merupakan interpretasi yang dibuat oleh diri sendiri terhadap stimulus yang ada, yang dibuat oleh diri sendiri terhadap stimulus yang ada.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan keyakinan, perasaan dan pengetahuan yang berkaitan dengan bakat, minat, penampilan fisik dan lain-lain yang didapat melalui pengalaman pribadi maupun interaksi dengan lingkungan sekitar, sehingga timbul perasaan positif atau negatif, bangga atau tidak bangga, senang atau tidak senang dengan diri sendiri.

2) Aspek-Aspek Konsep Diri

Nirmalawati (2011: 63) menyebutkan bahwa konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu aspek fisik, aspek psikis dan aspek sosial. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat (dalam Novilia Puspita Sari, 2012: 40) bahwa konsep diri memiliki tiga aspek, yaitu:


(43)

29 a) Aspek Fisik

Aspek fisik ini meliputi penilaian individu terhadap dirinya, seperti tubuh, pakaian dan benda yang dimiliki.

b) Aspek Psikis

Aspek psikis dalam konsep diri mencakup pikiran, perasaan dan sikap terhadap diri sendiri.

c) Aspek Sosial

Aspek sosial mencakup peran dan penilaian individu terhadap lingkungan sosialnya.

3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Myers (2012: 48) menyebutkan enam pengaruh konsep diri yaitu: a) Peran yang dimainkan

b) Identitas sosial yang dibentuk

c) Perbandingan yang dibuat terhadap orang lain d) Kesuksesan dan kegagalan yang dialami e) Penilaian dari orang lain

f) Budaya yang ada di lingkungan sekitar

Hal tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri disebutkan juga oleh Jalaludin Rakhmat (2005: 101-104) ada tiga, yaitu:

a) Orang lain

Penilaian dari orang lain sangat mempengaruhi konsep diri. Seperti yang dikatakan oleh Harry Stack Sullivan bahwa jika


(44)

30

mendapat penerimaan, maka ada kecenderungan bersikap menghormati dan menerima diri sendiri. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan, menyalahkan dan mendapat penolakan, maka timbul perasaan tidak senang dengan diri sendiri.

b) Orang terdekat

Orang terdekat seperti orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah mengajarkan banyak hal. Perlahan-lahan konsep diri terbentuk dari hal positif seperti senyuman, pujian, pelukan dan hal negatif seperti ejekan, cemoohan, hardikan. Hal positif dan negatif tersebut menentukan penilaian terhadap diri sendiri.

c) Kelompok rujukan

Jika individu tergabung dalam kelompok tertentu, maka norma-norma yang ada di dalam kelompok tersebut akan dijadikan sebagai ukuran perilaku.

Nirmalawati (2011: 64) menyebutkan ada lima hal yang mempengaruhi konsep diri, yaitu:

a) Perubahan fisik

b) Hubungan dengan keluarga

c) Hubungan dengan sesama dan dengan lawan jenis d) Perkembangan kognitif


(45)

31 4) Dimensi Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1990: 67-71) menyatakan ada tiga dimensi konsep diri, yaitu:

a) Pengetahuan

Apa yang diketahui tentang diri sendiri merupakan dimensi pertama dari konsep diri. Dalam benak seseorang ada satu daftar julukan yang menggambarkan diri sendiri, mengenai usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan dan lain sebagainya. b) Pengharapan

Ada pandangan tentang diri sendiri, mempunyai satu set pandangan lain yaitu tentang kemungkinan diri menjadi apa di masa mendatang (Rogers dalam Calhoun dan Acocella, 1990: 71) apapun harapan atau tujuannya, hal tersebut membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk menuju masa depan dan memandu kegiatan dalam perjalanan hidup.

c) Penilaian

Diri sendiri berkedudukan sebagai penilai diri setiap hari, mengukur apakah diri bertentangan dengan pengharapan bagi diri sendiri dan standar bagi diri sendiri.

5) Jenis-Jenis Konsep Diri a) Konsep diri negatif

Calhoun dan Acocella (1990: 72-73) ada dua jenis konsep diri negatif, yaitu pandangan seseorang tentang dirinya sendiri


(46)

32

benar-benar tidak teratur, dia tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri. Dia benar benar tidak tahu siapa dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya. Kondisi ini umum dan normal diantara para remaja. Tipe kedua dari konsep dri negatif hampir merupakan lawan dari yang pertama. Konsep dirinya terlalu stabil dan teratur, dengan kata lain kaku. Kemungkinan hal ini terjadi akibat dididik dengan sangat keras. Dalam kaitannya dengan evaluasi diri, konsep diri yang negatif menurut definisinya meliputi penilaian negatif terhadap diri sendiri. Apapun pribadi itu, dia tidak pernah cukup baik. Apapun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2005: 105) ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:

(1) Peka terhadap kritik

Orang dengan konsep diri negatif, sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah. Ia cenderung menghindari dialog yang terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.


(47)

33 (2) Responsif terhadap pujian

Orang dengan konsep diri negatif senang dengan pujian dan bersikap hiperkritis terhadap orang lain.

(3) Merasa tidak disenangi orang lain

Merasa tidak diperhatikan sehingga ia akan bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.

(4) Pesimis terhadap kompetisi

Orang dengan konsep diri negatif enggan untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. a) Konsep diri positif

Calhoun dan Acocella (1990: 73-74) mengatakan bahwa seseorang dengan konsep diri positif bukan berarti dia merasa bahwa segala sesuatu tentang dirinya sempurna, tetapi dia menempatkan nilai tinggi pada sifat rendah hati. Dia menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Selain ia dapat menerima dirinya sendiri ia pun dapat menerima orang lain. Menurut Jalaluddin Rakhmat (2005: 105) orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu:

(1) Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah (2) Merasa setara dengan orang lain


(48)

34

(4) Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

(5) Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

B.Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Hendriarti Agustiani (2006: 29) masa remaja dibagi menjadi tiga yaitu, remaja awal, remaja tengah dan remaja akhir. Remaja awal kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertamayaitu usia 12-15 tahun. Remaja tengah berlangsung saat individu berusia 15-18 tahun atau masa sekolah menengah atas. Remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan yaitu usia 18-21 tahun. Secara kronologis yang dijelaskan oleh Litin (2003: 106), masa remaja berlangsung antara usia 13-19 tahun. Sedangkan secara biologis masa remaja ditandai dengan pubertas atau saat pertama kalinya alat reproduksi seksual dirasa menjadi kebutuhan fisik. Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa (2006: 196) yang dimaksud dengan masa remaja adalah individu yang sedang berada di masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Individu ini juga mengalami banyak perkembangan.


(49)

35

Yustinus Semiun (2006: 301) mengatakan masa remaja merupakan masa untuk menguji kemampuan individu dalam melaksanakan perannya dan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam peran yang cocok sebagai laki-laki atau sebagai perempuan. Pendapat lain menurut Muhammad Ali dan M. Asrori (2012: 9) mengatakan bahwa remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dan orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Namun, yang perlu ditekankan adalah fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dari segi kognitif maupun segi fisik.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dengan kisaran usia sekitar 12-21 tahun dan memiliki potensi yang amat baik dari segi kognitif maupun segi fisik serta masa untuk menguji kemampuan dan keterampilan sesuai dengan perannya sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan

Menurut Litin (2003: 106) untuk anak perempuan, pertumbuhan terlihat diusia sekitar 10 tahun, untuk anak laki-laki diusia sekitar 12 tahun dan akan mencapai puncaknya dua tahun berikutnya pada keduanya.


(50)

36

Pertumbuhannya mencapai 7,5-10 cm per tahun dan anak laki-laki lebih pesat pertumbuhannya daripada anak perempuan. Selain perubahan pada tinggi badan, remaja juga mengalami perubahan berat badan. Lemak merupakan 25% dari berat tubuh anak perempuan yang tersebar di bagian paha dan payudara. Untuk anak laki-laki ada sekitar 15-20% lemak dari tubuhnya yang tersebar dibagian pantat dan perut.

Selain pertumbuhan remaja mengalami perkembangan, seperti perkembangan seksual, perkembangan intelektual dan perkembangan psikososial. Perkembangan seksual anak laki-laki terjadi diusia 9-14 tahun dan anak perempuan usia 8-13 tahun. Perkembangan seksual anak laki-laki ditandai dengan adanya hormon androgen yang diproduksi oleh testis sehingga mampu untuk mengeluarkan air mani. Selanjutnya tumbuh rambut pada ketiak dan wajah, pita suara membesar dan jakun mulai menonjol. Pada perkembangan intelektual, remaja lebih fokus pada hal-hal yang kongkret, lalu menuju pada hal-hal yag bersifat abstrak. Remaja mampu mempertimbangkan logis tidaknya hubungan antara dua hal atau lebih, mulai memahami hubungan sebab akibat antara perilaku merusak dan mampu memperkirakan secara akurat semua dampak perbuatannya atau perbuatan orang lain saat ini bagi masa depan. Walaupun dalam membuat keputusan sudah lebih mandiri, tetapi ada kemungkinan keputusan itu dipengaruhi oleh teman sebaya. Oleh sebab itu masih dibutuhkan bimbingan dari orang tua, para guru dan orang dewasa di sekitarnya.


(51)

37

Perkembangan psikososial remaja dipengaruhi oleh penampilan fisik, citra diri dan pertimbangan moral. Penampilan fisik sangat penting bagi remaja, sehingga mendengar komentar remaja tentang penampilan fisiknya perlu diperhatikan, apakah ia bisa menerima penampilannya atau tidak. Biasanya ini dipengaruhi oleh teman sebaya dan sosok idolanya. Pada aspek citra diri, remaja mulai memikirkan karir yang ideal bagi dirinya. Remaja juga mengubah semua pendangannya menjadi lebih praktis dengan mempertimbangkan karir yang lebih cocok dengan kemampuan dan minatnya. Pertimbangan moral pada masa remaja dipengaruhi oleh diri sendiri, hukum dan orang lain. Remaja yang sudah berkembang secara moral dapat dilihat saat ia bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap tindakannya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Singgih D. Gunarsa (2006: 196) tentang perkembangan remaja yang meliputi perkembangan fisik, perkembangan kognitif dan perkembangan psikososial. Perkembangan dari segi fisik anak laki-laki ditandai dengan otot-otot tubuh mengeras, tinggi dan berat badan meningkat cepat suara menjadi lebih berat serta kemasakan fungsi seksual seperti orang dewasa. Perkembangan fisik remaja putri ditandai dengan tumbuh payudara, munculnya pubic hair, jaringan lemak mulai menebal dibagian lengan, paha, pinggul dan perut serta mengalami menstruasi pertama. Perkembangan kognitif pada remaja memasuki tahap operasional formal, ditandai dengan kemampuan berpikir abstrak, idealis dan logis. Sedangkan untuk perkembangan psikososial


(52)

38

remaja banyak dipengaruhi oleh penerimaan teman sebaya. Hubungan antara remaja dengan teman sebayanya lebih dekat daripada hubungannya dengan orang tua, sehingga teman sebaya menjadi tempat untuk berbagi perasaan dan pengalaman.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan yang terjadi pada remaja laki-laki lebih pesat dibandingkan dengan perempuan. Perkembangan yang terjadi pada remaja meliputi perkembangan seksual yang ditandai dengan matangnya fungsi reproduksi, perkembangan intelektual atau kognitif remaja yang memiliki kemampuan berpikir secara kongkret, logis, idealis dan abstrak. Selanjutnya remaja mengalami perkembangan psikososial yang dipengaruhi oleh penampilan fisik, citra diri dan pertimbangan moral. Penerimaan teman sebaya memiliki peran besar dalam perkembangan psikososial remaja.

3. Ciri-Ciri Masa Remaja

Hurlock (1980: 207) menyebutkan beberapa ciri-ciri remaja, yaitu: a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Pada periode remaja baik itu akibat langsung maupun tidak langsung atau akibat fisik maupun psikologis, semuanya penting. Perkembangan fisik dan mental yang cepat terutama pada awal masa remaja, semuanya perlu penyesuaian mental, membentuk sikap, nilai dan minat baru.


(53)

39 b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak-anak dan juga belum dianggap dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada empat perubahan yang terjadai di masa remaja, perubahan pertama adalah meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua adalah perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Perubahan ketiga adalah perubahan pada nilai-nilai seiring dengan berubahnya minat dan pola perilaku. Keempat adalah sikap ambivalen remaja terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Pada periode ini individu sering mendapat masalah yang sulit diatasi. Ini dikarenakan pada masa sebelumnya atau pada masa kanak-kanak, sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru dan pada masa ini remaja ingin menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan orang dewasa.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Menurut Erikson masa remaja adalah masa mencari identitas. Remaja mencari tahu siapa dirinya yang sebenarnya dan apa perannya di masyarakat.


(54)

40

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Banyak yang beranggapan bahwa remaja merupakan anak-anak yang tidak rapi, berperilaku merusak dan tidak dapat dipercaya. Hal ini akan mempersulit remaja beralih ke masa dewasa, terlebih lagi adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Pada masa ini remaja cenderung melihat kehidupan tidak realistik, terutama dalam hal cita-cita. Pemikiran tidak realistik ini seringkali membuat emosi remaja meninggi. Pemikiran tidak realistik ini akan menghilang seiring dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, sehingga remaja akan lebih merasa bahagia daripada sebelumnya.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Remaja berpikir bahwa dirinya sudah dewasa dan bukan anak-anak lagi, oleh karena itu remaja mulai berperilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras dan perilaku negatif lainnya.

4. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havighurst dalam Hurlock (1980: 10) tugas perkembangan remaja ada beberapa hal, yaitu:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita


(55)

41 b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mempersiapkan karir ekonomi

f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi

Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 126) mengatakan bahwa untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut, remaja dituntut untuk melakukan perubahan besar dalam sikap dan perilaku, baik itu laki-laki maupun perempuan. Menurut Havighurst (dalam Sunarto dan B. Agung Hartono, 2002: 43) setiap individu dalam menjalani hidupnya harus mempelajari, menjalani dan menguasai tugas perkembangan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja laki-laki maupun perempuan memiliki tugas perkembangan yang harus dipelajari, dijalani dan dikuasai serta dituntut untuk melakukan perubahan besar dalam sikap dan perilaku.

C.Teori Belajar Behaviositik

1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh hukuman atau penguatan dari lingkungan. Saat


(56)

42

seseorang belajar, ada hubungan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya. (M. Dalyono. 2005: 30). Menurut Izzatur Rusuli (2014: 41) pada teori behavioristik, belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon menurut prinsip-prinsip mekanistik. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku manusia akibat adanya stimulus dan respon yang dikendalikan oleh hukuman atau penguatan dari lingkungan.

2. Asumsi Dasar Teori Belajar Behavioristik

Menurut Ormrod (2008: 422-425) ada beberapa asumsi dasar teori belajar behavioristik, yaitu:

a. Perilaku orang sebagian besar merupakan hasil dari pengalaman mereka dengan stimulus-stimulus lingkungan.

Seorang lahir bagaikan sebuah kertas kosong, tanpa kecenderungan bawaan untuk berperilaku dengan cara tertentu. Selama beberapa tahun, lingkungan akan menulis pada kertas kosong ini membentuk secara perlahan, atau mengkondisikan, individu menjadi seseorang yang memiliki karakteristik dan cara berperilaku yang unik.

b. Belajar dapat digambarkan dalam kerangka asosiasi diantara peristiwa peristiwa yang ddapat diamati, yaitu asosiasi antara stimulus dan respon.


(57)

43

Menuirut mereka pemeriksaan psikologis seharusnya berfokus pada respon respon yang dibuat oleh pembelajar dan stimulus-stimulus lingkungan yang menimbulkan respon respon tersebut.

c. Belajar melibatkan perubahan perilaku.

Belajar sebagai bahan perubahan dalam perilaku karena pengalaman. Pandangan tentang belajar semacam itu secara khusus dapat bermanfaat dikelas.

d. Belajar cenderung terjadi ketika stimulus dan respon muncul dalam waktu yang berdekatan.

Supaya hubungan stimulus-respon berkembang, kejadian kejadian tertentu harus terjadi bersamaan dengan kejadian-kejadian lain. ketika dua kejadian muncul pada waktu yang kurang lebih sama, dapat kita katakan ada kontinguitas diantara kejadian kejadian tersebut.

e. Banyak spesies hewan, termasuk manusia, belajar dengan cara yang sama.

Behavioris terkenal dengan eksperimen mereka terhadap hewan hewan seperti tikus dan merpati. Mereka berasumsi bahwa banyak spesies memiliki proses pembelajaran yang sama. Karena itu, mereka menerapkan prinsip-prinsip belajar yang diperoleh setelah mengamati suatu spesies pada suatu pemahaman mengenai bagaimanaspesies spesies lain (termasuk manusia) belajar.


(58)

44 3. Model-Model Teori Belajar Behaviorsitik

Ada beberapa model-model teori belajar behavioristik yang disebutkan oleh Izzatur Rusuli (2014: 42-45), yaitu:

a. Connectionisme atau bond psychology (trial and error)

Thorndike mempelopori teori belajar behavioristik model ini dengan teorinya connectionisme yang disebut juga dengan trial and error. Menurut Thorndike belajar adalah pembentukan hubungan (koneksi) antara stimulus dengan respon yang diberikan oleh organisme terhadap stimulus tadi. Trial and error (coba-coba salah) adalah cara belajar yang khas dari model ini.

b. Classical conditioniong (pembiasaan klasik)

Pencetus teori belajar model ini adalah ivan pavlov. Pavlov menyimpulkan bahwa stimulus yang diadakan itu selalu disertai dengan stimulus penguat, maka stimulus tadi cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang dikehendaki. c. Operant conditioning (pembiasaan perilaku respon)

Teori belajar behavioristik model ini dikemukakan oleh Burhus Frederic Skinner. Respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu.


(59)

45

d. Contiguous conditioning (pembiasaan asosiasi dekat)

Model ini dikembangkan oleh Edwin R. Guthrie yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan. Oleh karena itu, menurutnya peningkatan hasil belajar itu bukanlah hasil dari berbagai respon yang kompleks terhadap stimulus-stimulus yang ada, melainkan karena dekatnya asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan. e. Sarbon (stimulus and respon bond theory)

Teori ini dikembangkan oleh John B. Watson yang berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon-respon bersyarat melalui stimulus pengganti.

f. Social learning theory (teori belajar sosial)

Menurut Albert Bandura yang merupakan pencetus teori belajar sosial mengatakan bahwa belajar adalah proses pengambilan keputusan dalam bertingkah laku dengan cara peniruan dan pembiasaan melalui informasi yang didapatkan dari lingkungan sekitarnya.

D.Modul

1. Pengertian Modul

Menurut Yudhi Munadi (2013: 99) modul adalah bahan belajar yang utuh dan sistematis agar dapat digunakan oleh siswa secara mandiri dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain. Rayandra Asyhar (2012: 155-156) mengatakan bahwa modul adalah media pembelajaran


(60)

46

berbasis cetakan yang dilengkapi dengan petunjuk untuk belajar sendiri, sehingga peserta didik dapat belajar secara mandiri. Pendapat tentang modul juga diungkapkan oleh Smaldino, dkk (2012: 279) modul merupakan unit pengajaran yang dirancang untuk memandirikan siswa dalam hal belajar, untuk itu modul harus menarik perhatian siswa, memperkenalkan topik, menyajikan konten baru, memberikan latihan dengan umpan balik, menguji penguasaan dan memberikan perbaikan tindak lanjut. Sukiman (2012: 131) mengatakan bahwa modul adalah jenis kesatuan kegiatan belajar terencana yang disusun agar siswa mandiri dalam mencapai tujuan belajarnya.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian modul adalah bahan belajar berbasis cetakan yang dirancang menarik perhatian siswa, memperkenalkan topik, menyajikan konten baru, memberikan latihan dengan umpan balik, menguji penguasaan dan memberikan perbaikan tindak lanjut sehingga siswa dapat belajar secara mandiri. 2. Prinsip-Prinsip Modul

Menurut Rayandra Asyhar (2012: 156-157) dalam penulisan modul gunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Saat melakukan pembelajaran menggunakan modul siswa diberikan hasil belajar secara jelas agar siswa mengetahui ketercapaian dari tujuan pembelajaran.


(61)

47

b. Pada penulisan modul perlu diberikan tes agar siswa dapat mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dan diberikan umpan balik yang sesuai.

c. Bahan belajar diurutkan dari yang mudah ke sulit untuk memudahkan siswa dalam mempelajarinya.

d. Umpan balik perlu disediakan agar siswa dapat memantau proses belajar dan mendapat perbaikan bila diperlukan.

Depdiknas (2008: 11) menyebutkan penulisan modul dilakukan dengan prinsip berikut:

a. Siswa diminta menerapkan yang dipelajari dari modul ke dalam pekerjaan atau situasi sehari-hari

b. Siswa diberikan fasilitas pembelajaran interaktif untuk mengembangkan pengetahuannya.

c. Dalam mempelajari modul siswa perlu bekerja sama dengan siswa lain sehingga mendapat pengalaman yang nyata dan bermanfaat. d. Siswa diperbolehkan memilih tujuan pembelajaran.

e. Siswa diberikan kesempatan untuk menuangkan pengalaman belajarnya.

f. Materi yang ada di dalam modul dibuat bermakna bagi siswa.

Dari berbagai prinsip-prinsip modul yang telah disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penulisan modul diperlukan sebuah tes agar siswa dapat mengukur ketercapaiannya, siswa diperbolehkan


(62)

48

untuk bekerja sama dalam mempelajari modul, materi modul dibuat urut dari yang mudah ke sulit dan dibuat bermakna.

3. Ciri-Ciri Modul

Ciri-ciri modul menurut Sukiman (2012: 132) yaitu:

a. Modul meruupakan suatu unit bahan belajar yang dirancang secara khusus sehingga dapat dipelajari oleh peserta didik secara mandiri. b. Modul merupakan program pembelajaran yang utuh, disusun secara

sistematis mengacu pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang jelas dan terukur.

c. Modul memuat tujuan pembelajaran atau kompetensi, bahan dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta alat evaluasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

d. Modul biasanya digunakan sebagai bahan belajar mandiri pada sistem pendidikan jarak jauh (PJJ) yang dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan bagi para peserta didik yang tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional tatap muka di kelas.

Sedangkan ciri-ciri modul yang disebutkan oleh Yudhi Munadi (2013: 100) adalah sebagai berikut:

Dirancang untuk sistem pembelajaran mandiri

a. Program pembelajaran yang utuh dan sistematis b. Mengandung tujuan, bahan atau kegiatan dan evaluasi c. Disajikan secara komunikatif, dua arah


(63)

49

e. Cakupan bahasan terfokus dan terukur f. Mementingkan aktifitas belajar pemakai

Berdasarkan ciri-ciri modul yang telah disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa modul unit bahan belajar mandiri siswa, program pembelajaran yang utuh dan sistematis, mengandung tujuan, bahan atau kegiatan dan evaluasi, biasanya digunakan untuk sistem pendidikan jarak jauh, dapat mengganti peran pengajar, cakupan bahasan terfokus dan terukur, serta mementingkan aktivitas belajar pemakai.

4. Karakteristik Modul

Untuk menghasilkan modul yang baik menurut Sukiman (2012: 133-134) modul harus mencakup beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Self Instructional

Melalui modul peserta didik mampu belajar mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, modul harus:

1) Merumuskan standar konpetensi dan kompetensi dasar dengan jelas

2) Mengemas materi pembelajaran secara spesifik sehingga peserta didik mudah untuk belajar dengan tuntas

3) Menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung kejelasan pemaparan materi dan pembelajaran.


(64)

50

4) Menyajikan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinakan peserta didik memberikan respon dan mengukur penguasaannya.

5) Kontekstual, yakni materi yang disajikan sesuai dengan lingkungan peserta didik

6) Menggunakan bahasa yang komunikatif dan sederhana 7) Menyajikan rangkuman materi pembelajaran

8) Menyajikan instrumen penialaian yang memungkinakan peserta didik melakukan penilaian diri

9) Menyajikan umpan balik atas penialaian peserta didik sehingga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi

10)Menyediakan informasi tentang rujukan (referensi) yang mendukung materi didik.

b. Self Contained

Modul tersebut berisi materi atau sub materi yang dijelaskan secara utuh dan tidak terpisah agar peserta didik dapat mempelajari materi yang ada di dalam modul secara tuntas.

c. Stand Alone

Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain, sehingga peserta didik cukup memahami isi modul untuk mengetahui materi tersebut dan tidak perlu media lainnya.


(65)

51 d. Adaptive

Modul dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan hendaknya up to date.

e. User Friendly

Modul yang dikembangkan hendaknya mudah dipahami oleh peserta didik. Bahasa yang digunakan sederhana, mudah dimengerti dan menggunakan istilah yang umum.

5. Pengembangan Modul Pemahaman Diri Remaja Pada Siswa Kelas VII SMPN 3 Pakem

Dalam penelitian pengembangan ini, peneliti berusaha untuk mengembangkan media sebagai alat bantu dalam pelaksanaan bimbingan yang berbentuk modul pemahaman diri remaja pada siswa kelas VII SMPN 3 Pakem. Pengembangan adalah kegiatan perubahan secara bertahap dan teratur serta menjurus ke sasaran yang dikehendaki (Depdiknas, 2008: 679). Kegiatan yang dimaksud adalah dengan melakukan beberapa uji coba dan revisi sehingga menghasilkan suatu modul pemahaman diri remaja. Pengembangan modul pemahaman diri remaja didasarkan pada teori belajar behavioristik. Siswa diberikan stimulus berupa materi modul dan siswa juga memberikan respon dengan mengerjakan tugas dan latihan soal yang ada di modul pemahaman diri remaja. Modul pemahaman diri remaja adalah media pembelajaran mandiri dengan menyajikan materi tentang mengenal masa remaja, teman sepermainan, hobiku, dan be the best. Alasan dipilihnya siswa kelas VII


(66)

52

karena usia siswa kelas VII baru memasuki usia remaja atau remaja awal, sehingga diharapkan dengan adanya modul pemahaman diri remaja ini membantu siswa menghadapi masa remajanya dan menjadi remaja yang berprestasi. Adanya keterbatasan dalam hal biaya, waktu dan kemampuan dari peneliti, maka peneliti hanya mengambil beberapa materi yang akan digunakan sebagai bahan materi untuk pengembangan modul ini. Berikut ini akan peneliti jabarkan mengenai penyusunan modul pemahaman diri remaja pada siswa kelas VII SMPN 3 Pakem:

a. Halaman Judul b. Kata Pengantar c. Pendahuluan

d. Petunjuk Penggunaan Modul e. Daftar Isi

f. Peta Konsep Modul g. Materi Modul h. Kunci Jawaban i. Glosarium j. Tentang Penulis k. Daftar Pustaka

Modul 1 Kegiatan Belajar 1 Mengenal Masa Remaja a. Materi tentang mengenal masa remaja, yaitu:

1) Siapa itu remaja?


(67)

53

menuju dewasa. Seseorang disebut remaja jika berusia 12 sampai 21 tahun. Pada masa remaja kamu akan mengalami banyak perubahan, terutama pada tubuhmu. Pada awalnya mungkin kamu merasa malu atau kurang nyaman tentang perubahan yang terjadi pada tubuhmu. Jangan khawatir, bukan kamu saja yang mengalaminya, semua temanmu juga mengalami hal yang sama. 2) Perubahanku

Saat kamu bercermin mungkin kau terkejut dengan perubahan pada tubuhmu. Ada yang merasa senang dengan perubahannya, ada juga yang tidak. Tenang saja, hal itu wajar karena kamu mulai menjadi seorang remaja. Perubahan bentuk tubuh yang terjadi pada remaja laki-laki dan remaja perempuan berbeda. Perubahan fisik yang terjadi pada wanita:

a) Pinggul melebar

b) Tumbuh rambut di ketiak dan sekitar alat kelamin. Rambut juga tumbuh sedikit lebih banyak pada lengan dan tungkai

c) Bentuk tubuh menjadi sedikit bulat karena lemak mulai menumpuk.

d) Payudara mulai membesar e) Mulai menstruasi

Perubahan fisik yang terjadi pada pria, yaitu: a) Bahu dan dada bertambah lebar


(68)

54 c) Suara bertambah dalam

d) Tumbuh rambut di ketiak, di sekitar alat kelamin, lengan, tungkai, wajah, dan dada

e) Mimpi basah.

Pertumbuhan masa remaja mencapai 7,5-10 cm per tahun. Selain perubahan pada tinggi badan, remaja juga mengalami perubahan berat badan. Lemak merupakan 25% dari berat tubuh remaja perempuan yang tersebar di bagian paha dan payudara. Tidak perlu malu, karena itu semua normal dan dialami oleh semua remaja perempuan. Untuk remaja laki-laki ada sekitar 15-20% lemak dari tubuhnya yang tersebar di bagian pantat dan perut. Jerawat merupakan salah satu masalah yang banyak dialami oleh remaja. Sekitar usia 13-14 tahun kelenjar minyak dikulit yang sedang tumbuh bisa menjadi terlalu aktif dan menjadi tersumbat, hasilnya adalah jerawat. Tahukah kamu, saat memasuki masa remaja kamu akan merasakan berbagai macam perasaan dan perasaan itu cepat sekali berubah. Masa remaja juga dikenal dengan masa badai topan atau masa dimana seseorang memiliki perasaan yang mudah berubah dan meledak-ledak.

3) Dunia remaja = pubertas

Apakah pubertas itu? pubertas merupakan masa dimana seseorang mencapai kematangan pada organ reproduksinya. Jika organ reproduksi mencapai kematangan, maka seseorang sudah bisa


(69)

55

memproduksi bayi. Pada laki-laki ditandai dengan adanya hormon testosteron dan spermatozoa. Hormon testosteron adalah zat kimia alami tubuh yang dihasilkan oleh testis. Hormon testosteron akan membuat pita suara menjadi panjang dan tebal, maka suara terdengar lebih berat dan rendah. Ketika pita suara mencapai ukuran pria dewasa (sekitar 15-18 tahun), secara permanen suara terdengar lebih rendah.

b. Tugas c. Rangkuman d. Latihan Soal

Modul 1 Kegiatan Belajar 2 Teman Sepermainan a. Materi tentang teman sepermainan, yaitu:

1) Arti teman

Teman, kawan, sahabat adalah seseorang yang mengenal dirimu dan mau berbagi suka dan duka denganmu. Teman sangatlah berarti kehadirannya terutama bagi remaja. Mungkin kamu pernah berpikir bahwa teman lebih mengerti dirimu daripada keluargamu, itu karena teman selalu mendukungmu. Teman yang baik akan mendukung jika kita melakukan hal baik dan mengingatkan ketika kita berbuat kesalahan.

2) Kelompok-kelompok remaja a) Sahabat karib


(70)

56

Remaja biasanya mulai menjalin persahabatan yang kuat dengan beranggotakan 2-3 orang berjenis kelamin sama, mempunyai minat dan kemampuan yang sama. Mereka sangat akrab karena beberapa hal yang sama, meskipun dapat terjadi perselisihan namun mudah dilupakan dan akrab kembali. b) Kelompok kecil

Kelompok remaja yang terdiri atas 4-5 orang yang mempunyai minat dan kemampuan yang sama serta meliputi jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Banyak kegiatan yang mereka lakukan bersama seperti rekreasi, nonton film, dan sejenisnya yang menyita waktu. Jika kegiatan yang dilakukan tidak bermanfaat terkadang menjadi penyebab pertentangan dengan orang tua atau orang lain di sekitarnya.

c) Kelompok besar

Terdiri atas banyak anggota, jenis kelamin yang berbeda, minat dan kemampuan yang berbeda pula. Para anggotanya sangat ingin diterima dan mendapat pengakuan dari kelompok ini. Jika kelompok ini bersifat positif maka dampak yang diterima akan positif pula, sebaliknya jika kelompok ini bersifat negatif maka dampak negatiflah yang akan diterima.

d) Kelompok yang diorganisir

Kelompok ini terdiri dari para remaja yang dibina oleh orang dewasa dan dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat


(71)

57

lainnya. Kelompok ini seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Karang Taruna, atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Kelompok ini dibuat agar para remaja terpenuhi kebutuhan sosialnya. Kelompok-kelompok tersebut sangat bermanfaat bila diikuti oleh remaja, karena kegiatannya dapat mengembangkan bakat, minat, dan potensi yang ada di dalam diri remaja. Mengikuti kelompok yang diorganisir sangat bermanfaat, tidak jarang remaja yang mengikuti kelompok tersebut dapat mengukir prestasi.

e) Geng

Geng terdiri dari para remaja yang ditolak, merasa tidak puas atau tidak dapat menyesuaikan diri. Kegiatan yang dilakukan dalam geng ini sesuai dengan keinginan kelompok, terkadang mengganggu orang lain atau melakukan kekerasan terhadap kelompok lain agar mengakui kekuatan dari geng tersebut. Seperti geng motor yang saat ini marak diberitakan karena melakukan kekerasan terhadap orang lain.

3) Menyelesaikan masalah dengan teman

Jika kamu memiliki masalah dengan temanmu jangan didiamkan saja, tetapi mulailah untuk menyelesaikannya. Ketika sebuah masalah didiamkan, masalah itu tidak hilang dan bisa jadi akan semakin membesar. Rasa tidak nyaman akan timbul kalau kita mempunyai masalah dengan orang lain. Selesikanlah segera


(72)

58

masalah yang kamu alami. Ingat! Kamu bukan anak kecil lagi dan kamu sudah remaja yang artinya kamu harus belajar menyelesaikan masalah.

b. Tugas c. Rangkuman d. Latihan Soal

Modul 2 Kegiatan Belajar 1 Hobiku a. Materi tentang hobiku, yaitu:

1) Tentang hobi

Hobi adalah sesuatu hal yang kamu senangi dan kamu sering melakukannya. Misalnya, kamu senang bermain sepak bola dan setiap sore kamu pasti bermain sepak bola dengan teman-temanmu, seperti itulah hobi. Biasanya hobi dilakukan untuk mendapat kesenangan. Apakah kamu pernah mendengar tentang filateli? Filateli adalah hobi mengumpulkan perangko. Saat ini sedikit orang yang melakukan filateli. Remaja sekarang lebih senang bermain game online dan media sosial, apakah kamu juga seperti itu? jika iya, lebih baik kamu sekarang mencari hobi lain yang lebih bermanfaat.

2) Manfaat hobi

Saat kita bisa melakukan apa yang kita senangi, tentu rasanya menyenangkan. Hobi, selain menyenangkan ternyata juga punya manfaat loh! Beberapa manfaat hobi, yaitu:


(73)

59 a) Menghilangkan stres b) Memiliki banyak teman c) Mengisi waktu luang b. Tugas

c. Rangkuman d. Latihan Soal

Modul 2 Kegiatan Belajar 2 Be The Best! a. Materi be the best!, yaitu:

1) Aku bisa tanpa menyontek

Menyontek. Kamu mungkin sudah pernah mendengar atau bahkan melakukannya. Menyontek adalah menyalin atau menulis ulang jawaban orang lain dan menggunakannya sebagai jawaban diri sendiri. Menyontek merupakan perbuatan yang tercela dan merugikan diri sendiri walau mungkin kamu akan mendapat nilai bagus, tetapi menyontek tetap tidak boleh dilakukan. Lagipula jawaban temanmu belum tentu benar. Ada beberapa akibat yang ditimbulkan ketika kita menyontek, yaitu:

a) Menjadi malas belajar

b) Tidak ingat pelajaran yang lalu c) Tidak percaya diri

2) No smoking

Kebiasaan buruk merokok banyak dilakukan oleh remaja, bahkan anak-anak pun juga sudah banyak yang berani menghisap benda


(74)

60

berbahaya ini. Merokok sama sekali tidak bermanfaat bagi tubuh dan justru membahayakan, karena rokok terbuat dari bahan-bahan kimia berbahaya. Jika bahan-bahan kimia itu masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti kanker, TBC, jantung, hipertensi, stroke, hingga kematian.

3) Membolos? No way!

Membolos atau tidak masuk kelas saat jam pelajaran tanpa alasan merupakan perbuatan yang harus kamu hindari. Membolos saat jam pelajaran berlangsung merugikan diri sendiri, karena pelajaran yang tidak diikuti maka tertinggal pula pengetahuan yang didapat daripada teman yang lain. Membolos bisa membuatmu tidak naik kelas. Jika ada yang mengajakmu membolos, jangan ragu untuk menolaknya karena yang rugi adalah dirimu sendiri. Ada beberapa penyebab membolos, yaitu:

a) Tidak menyukai pelajaran tertentu b) Ajakan teman

c) Tidak mengerjakan tugas b. Tugas

c. Rangkuman d. Latihan Soal


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)