BIMBINGAN KONSELING KARIR DENGAN TERAPI REBT UNTUK MEWUJUDKAN SELF REGULATED LEARNING SEORANG MAHASISWA BROKEN HOME DI DESA GESIKHARJO PALANG TUBAN.

(1)

BIMBINGAN KONSELING KARIR DENGAN TERAPI REBT UNTUK MEWUJUDKAN SELF REGULATED LEARNING SEORANG

MAHASISWA BROKEN HOME (Di Desa Gesikharjo Palang Tuban)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam

(S.Sos.I)

Oleh:

Maharani Sekar Kinanti B03212014

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

BIMBINGAN KONSELING KARIR DENGAN TERAPI REBT UNTUK MEWUJUDKAN SELF REGULATED LEARNING SEORANG

MAHASISWA BROKEN HOME (Di Desa Gesikharjo Palang Tuban)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam

(S.Sos.I)

Oleh:

Maharani Sekar Kinanti B03212014

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Abstrak

Maharani Sekar Kinanti (B03212014) Mahasiswa Prodi Bimbingan Konseling

Islam. Dengan judul “Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT

untuk Mewujudkan Self Regulated Learning Seorang Mahasiswa Broken Home (Di Desa Gesikharjo Palang Tuban).

Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkakan terapi REBT untuk mewujudkan self regulated learning seorang mahasiswa broken home. Penelitian ini menggunakan kualitatif studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswa yang kurang memiliki regulasi diri dalam belajar (self regulated learning). Subyek ini diketahui bahwa dia sangat kurang dalam meregulasi dirinya, hidupnya seperti tidak memiliki target, sehingga hidupnya menjadi santai. Subyek juga memiliki masalah dalam keluarganya, sehingga dia menjadi semakin tidak terkontrol dan sempat berontak dengan keadaan keluarga yang seperti itu. Peneliti akan mengubah paradigma subyek tersebut agar subyek tidak merasa terbebani dengan keadaan keluarga serta membantu mewujudkan self regulated learning pada subyek.

Dengan terapi REBT ini, maka peneliti dapat membantu subyek untuk meregulasi dirinya dalam belajar (self regulated learning).

Kata kunci : Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT), Broken Home dan Self Regulated Learning.


(8)

DAFTAR ISI

COVER (SAMPUL) ...

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Konsep 1. Bimbingan Karir ... 8

2. Konseling ... 9

3. Karir ... 10

4. Pendekatan REBT ... 11

5. Pengertian SRL ... 12

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 13

2. Subjek dan Tempat Penelitian... 14

3. Tahap-tahap Penelitian ... 14

4. Jenis dan Sumber Data ... 17

5. Teknik Pengumpulan Data ... 18

6. Teknik Analisis Data ... 21

7. Teknik Keabsahan Data ... 23

G. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik 1. Bimbingan Konseling Islam a. Pengertian Bimbingan ... 26

b. Pengertian Konseling ... 26

c. Pengertian Karir ... 29

d. Tujuan Bimbingan Konseling Karir ... 32


(9)

f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Karir ... 33

g. Asas-asas Bimbingan Konseling ... 35

h. Langkah-langkah Bimbingan Konseling ... 38

2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) a. Pengertian REBT ... 40

1) Teori Kepribadian ... 40

2) Perilaku Bermasalah ... 42

3) Karakteristik Keyakinan yang Irrasional ... 44

4) Hakikat Manusia ... 44

5) Tujuan Konseling ... 45

6) Tahapan Konseling ... 46

7) Peranan Konselor ... 47

8) Aplikasi Konseling ... 48

9) Hakikat Konseling ... 49

10)Kekuatan dan Kelemahan REBT ... 50

3. Self Regulated Learning (SLR) a. Pengertian SRL ... 51

b. Aspek- aspek SRL ... 53

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 56

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 59

2. Deskripsi Konselor ... 61

3. Deskripsi Konseli ... 62

4. Deskripsi Masalah Konseli ... 65

B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk mewujudkan Self Regulated Learning Seorang Mahasiswa Broken Home di Desa Gesikharjo Palang Tuban ... 70

a. Identifikasi Masalah ... 70

b. Diagnosa ... 76

c. Prognosa ... 76

d. Treatment (Terapi) ... 77

e. Follow Up dan Tindak Lanjut ... 87

2. Deskripsi Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk mewujudkan Self Regulated Learning Seorang Mahasiswa Broken Home di Desa Gesikharjo Palang Tuban ... 91


(10)

BAB IV: ANALISIS DATA

A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning (SRL) Seorang Mahasiswa Broken Home (Studi Kasus : Di Gesikharjo Palang Tuban) ... 93 B. Analisis Hasil Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Karir

dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning (SRL) Seorang Mahasiswa Broken Home (Studi Kasus : Di Gesikharjo Palang Tuban) ... 98

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 100 B. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 3.2 Tamatan Sekolah Masyarakat ... 61

Table 3.3 Dialog Konselor dengan Konseli ... 73

Table 3.4 Dialog pada tehnik pertama konselor dengan konseli... 78

Table 3.5 Dialog pada tehnik kedua konselor dengan konseli ... 81

Table 3.6 Dialog pada tehnik ketiga konselor dengan konseli ... 84

Table 3.7 Penyajian data hasil proses bimbingan konseling karir ... 92

Table 4.1 Perbandingan Proses Pelaksanaan di Lapangan dengan Teori Bimbingan dan Konseling Karir ... 93

Table 4.2 Gejala Yang Nampak Pada Diri Konseli Sebelum dan Sesudah Konseling ... 98


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tumbuh kembang anak, menjadi remaja sampai dewasa tidak lepas dari pengaruh orang tua. Biasanya orang tua menggambarkan anak dengan kepribadian yang berprestasi sebagai anak yang sangat menyenangkan dan penurut.1 Akan tetapi yang namanya pengaruh lingkungan itu pasti tidak bisa lepas, tergantung individu itu sendiri bagaimana menanggapinya. Tidak seorang pun dapat hidup dalam kesendirian. Semua manusia hidup dalam suatu lingkungan yang terdiri dari : semua benda fisik yang mengelilingi kita, keadaan social, dan ekonomi, struktur politik, iklim, alat-alat dan jalur komunikasi, kebudayaan dan sesama manusia lainnya. Semua faktor ini mempengaruhi hidup dan perkembangan manusia.

Lingkungan membina, mengancam, memberikan tanggapan, menerima, dan menolak. Kebanyakan manusia menghabiskan sebagian besar waktu yang ada dalam lingkungan dan dengan orang-orang yang kita kenal. Masing-masing gaya kepribadian cenderung memandang lingkungan yang sama itu secara berbeda, berdasarkan faktor yang esensial dari dirinya sendiri. Lingkungan itu selalu berada di tempat yang selalu diperhitungkan. Setiap gaya kepribadian menghubungkan diri dan berkelakuan di atas dasar bagaimana dia merasakan mengenai dirinya sendiri. Jika sikapnya terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan adalah sehat dan realistis,

1


(13)

2

dia dapat diharapkan untuk berinteraksi secara sebaik-baiknya, menarik dan mengambil apa yang dibutuhkan dari lingkungan sekitar, sambil juga memberikan sumbangan kepada lingkungannya.2

Prestasi akademik menurut perspektif kognitif sosial dipandang sebagai hubungan yang kompleks antara kemampuan individu, persepsi diri, penilaian terhadap tugas, harapan akan kesuksesan, strategi kognitif dan regulasi diri, gender, gaya pengasuhan, status sosio ekonomi, kinerja dan sikap individu terhadap sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi akademik individu ditentukan oleh dua faktor, baik eksternal maupun internal. Sebagaimana dinyatakan oleh Chung bahwa, belajar tidak hanya dikontrol oleh aspek eksternal saja, melainkan juga dikontrol oleh aspek internal yang diatur sendiri (self-regulated).3 Oleh karena itu, belajar harus dipahami sebagai proses aktif, konstruktif dan self-regulated (Montalvo & Tores). Sehingga, individu yang belajar akan mendapatkan prestasi akademik yang baik, bila ia menyadari, bertanggung jawab dan mengetahui cara belajar yang efektif atau memiliki strategi regulasi diri dalam belajar (self-regulated learning) yang baik.4

Self-Regulated Learning (SRL) merupakan kegiatan dimana individu yang belajar secara aktif, menyusun, menentukan tujuan belajar, merencanakan dan memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi perilaku serta lingkungannya

2

Gregory G. Young, Membaca Kepribadian Orang, (Jogyakarta: DIVA Press, 2002), hal.30.

3

Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 01, No.01, Januari 2013, hal. 146.

4

Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa,Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan . Vol. 01, No.01, Januari 2013, hal 146.


(14)

3

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara teoritis kemampuan meregulasi diri individu dalam belajar (self-regulated learning) telah berkembang baik pada masa remaja.

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi seseorang, kemampuan melakukan regulasi diri/self-regulation termasuk dalam faktor personal berasal dari dalam diri individu. Regulasi diri didefinisikan sebagai proses menghasilkan pikiran, perasaan dan tindakan, merencanakan dan mengadaptasikannya secara terus-menerus untuk mencapai tujuan-tujuan. Ia pun mengacu pada keterlibatan aktif seseorang dalam membuat tujuan, memantau dan mengevaluasi kemajuan dan jika dibutuhkan, menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan.

Menurut Alfina bekal utama yang dibutuhkan siswa untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas adalah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatur kegiatan belajar, mengontrol perilaku belajar, dan mengetahui tujuan, arah, serta sumber-sumber yang mendukung untuk belajarnya.5

Masalah belajar adalah masalah pengaturan diri, karenanya siswa membutuhkan pengaturan diri (self-regulated learning) atau (SLR). Pengaturan diri (SLR) dibutuhkan siswa agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Bandura mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri,

5

Alfina, I. Hubungan Self-Regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Akselerasi.Jurnal Psikologi. Vol. 2, no. 2, (2014), hal. 227.


(15)

4

memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar.6 Lebih lanjut Zimmerman mendefinisikan self-regulated learning sebagai kemampuan belajar untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara Behavioral.7

Menurut Boekaerts, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan mahasiswa untuk mencapai prestasi yang optimal, yaitu inteligensi, kepribadian, lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi optimal yaitu self-regulation (SR).8 Mahasiswa yang memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah dan kampus yang mendukung, perlu ditunjang dengan kemampuan SR untuk mencapai prestasi optimal.

Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons berpendapat bahwa individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. 9 Usaha

6

Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa,Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan . Vol. 01, No.01, Januari 2013, Januari 2013, hal.144.

7

Siti Suminarti Fasikhah dan Siti Fatimah,Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa,Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan . Vol. 01, No.01, Januari 2013, Januari 2013, hal.144.

8

Carver, C.S & Scheier., M. F., On the structure of behavioral self-regulation. Dalam M. Boekaerts, P. R. Pintrinch & M. Zeidner (Ed). Handbook Of Self-Reguation (San Diego: Academic Press, 2000), hal. 46.

9 Yulinawati, Irma., dkk. Self-Regulated Learning Mahasiswa Fast Track.

Jurnal Self Regulated Learning. (2006), hal. 3.


(16)

5

individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning (SRL).

Regulasi diri dipengaruhi oleh banyak hal. Dari faktor internal, regulasi diri dipengaruhi oleh pengetahuan, motivasi dan volition. Dari faktor eksternal, regulasi diri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan berupa ada tidaknya kesempatan untuk meregulasi diri dan ketersediaan sumber belajar; faktor sosial berupa hubungan sosial yang mempengaruhi tujuan, usaha dan pengawasan, faktor perkembangan di mana disebutkan bahwa kemampuan regulasi diri merupakan hasil dari perkembangan kemampuan kognitif dan kemampuan representasional, yang dipengaruhi oleh adanya bimbingan dari orangtua atau agen sosialisasi lainnya dan dipengaruhi oleh tugas perkembangan individu, faktor budaya lewat temuan adanya perbedaan proses regulasi antara masyarakat Barat yang individualistik dengan masyarakat Timur yang kolektivistik dan faktor agama.

Menurut Santrock siswa yang memiliki kemampuan self-regulated learning menunjukan karateristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu dan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajuan target belajar, mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam prestasi, oleh karena itu kemampuan self-regulated learning sangat penting dimiliki


(17)

6

oleh mahasiswa, agar memiliki tanggung jawab yang besar terhadap diri dan perilaku demi tercapainya tujuan yang telah ditargetkan.10

Namun di dalam penelitian saya ini, lebih mengarah pada bimbingan konseling karir dengan terapi REBT untuk mewujudkan self regulated learning mahasiswa broken home. Peneliti mengambil judul ini karena tertarik dengan permasalahan yang ada pada diri konseli tersebut. Konseli adalah salah satu kakak kelas peneliti ketika berada di pondok, konseli juga salah satu tetangga peneliti, hanya saja beda desa. Dulu ketika masih berada di pondok, peneliti mengenal bahwa konseli ini sangat rajin dalam hal ibadah, begitupun dalam belajarnya. Konseli juga sangat taat pada peraturan yang ada di pondok. Setelah lulus dari pondok, peneliti melihat ada beberapa perubahan dalam diri konseli. Dan tanpa peneliti mencari tahu alasannya, ternyata peneliti mendengar kabar bahwa orang tuanya pisah (cerai). Setelah perceraian itulah konseli menjadi berubah, bahkan sangat jauh berbeda ketika berada di pondok. Bahkan berani melepas jilbab, ibadahnyapun tidak terkontrol, sering keluar kesana kemari dengan teman-temannya dan peneliti melihat bahwa konseli mengalami masalah dalam Self Regulated Learning (pengelolaan diri dalam belajar). Konseli merasa kurang ada motivasi dari keluarga.

Kesimpulannya, Peneliti ingin mengulas lebih dalam tentang “Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Meningkatkan Self Regulated Learning

10

Eka Rahil Nur Inayah , Motivasi Berprestasi Dan Self Regulated Learning. Jurnal online psikologi, Vol. 01 No. 02, (Thn. 2013), hal. 643-644.


(18)

7

seorang Mahasiswa Broken home”. Agar konseli ini dapat menemukan arah dalam belajarnya dan segera menyelesaikan pendidikannya di Universitas.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan yang Peneliti ambil adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home?

2. Bagaimana hasil Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home?

C. TUJUAN PENELITIAN

Begitupun dengan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang proses Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home.

2. Untuk mengetahui hasil Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulated Learning seorang Mahasiswa Broken home.

D. MANFAAT PENELITIAN

Setelah Peneliti meneliti kasus ini, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Kedua manfaat


(19)

8

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian teoritis dari penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai pedoman di dalam melakukan penelitian secara lebih lanjut, terutama dalam mengkaji bagaimana self regulated learning yang dimiliki oleh seorang mahasiswa broken home.

2. Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat bagi para mahasiswa agar tetap memiliki self regulated learning agar dapat mengatur dan mengelola dirinya dengan baik sehingga mendapatkan prestasi yang membanggakan. Penelitian ini memberikan pemahaman mengenai bagaimana bimbingan konseling karir dalam mewujudkan self regulated learning yang dimiliki oleh seorang mahasiswa broken home.

E. DEFINISI KONSEP 1. Bimbingan karir

Menurut Winkel, bimbingan karir merupakan bantuan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan (profesi) tertentu, serta membekali diri agar siap memangku jabatan tersebut dan


(20)

9

dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang sudah dimasuki.11

Selain itu, bimbingan karir juga didefinisikan sebagai suatu proses membantu seseorang untuk mengerti dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja di luar dirinya, mempertemukan gambaran diri tersebut dengan dunia kerja itu untuk pada akhirnya dapat memilih bidang pekejaan, memasukinya dan membina karir dalam bidang tersebut.12

Dari dua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bimbingan karir merupakan suatu bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu, (siswa/remaja), agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja.

2. Konseling

Menurut Burks dan Stefflre, konseling merupakan hubungan professional antara konselor terlatih dengan konseli. Rogers, mendefinisikan konseling sebagai hubungan yang membantu (helping relationship).

Menurut Cavanagh, konseling merupakan hubungan antara helper (orang yang memberikan bantuan) yang telah mendapatkan pelatihan dengan orang yang mencari bantuan helpee (orang yang mendapat bantuan) yang didasari oleh katrampilan helper dan atmosfer yang diciptakan untuk membantu helpee belajar

11

Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 1991), hal. 124.

12

Rochman Natawidjaja, Fungsi dan Profesionalisasi Petugas Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan (Bandung : IKIP, 1990), hal. 1.


(21)

10

membangun relasi dengan dirinya dan orang lain dengan cara yang produktif (growth-producing).13

3. Karir

Karir adalah perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya.14 Menurut Prof. Edgar H. Schein dalam artikelnya yang berjudul Career development: theoretical and practical issues for organizations yang dirangkum dalam buku Career planning and development, ILO, Geneva, (1976) mengemukakan bahwa karir adalah suatu pandangan mengenai tingkat kemajuan yang terbatas pada tingginya gaji/upah yang telah membudaya.15 Sedangkan menurut Donald E. Super seperti yang dikutip Dewa Ketut Sukardi, karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja.16

Dari beberapa pengertian tentang karir yang telah dikemukakan di atas, dapat diartikan bahwa karir adalah suatu status dalam jenjang pekerjaan atau jabatan sebagai sumber nafkah apakah itu berupa mata pencaharian utama ataupun mata pencaharian sampingan. Dengan memahami pengertian karir di atas, diharapkan agar para siswa dapat memperoleh gambaran tentang berbagai jenis pekerjaan, jabatan atau karir dimasyarakat yang dapat dimasukinya. Diharapkan juga agar

13

Gantina Komalasari. Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT. INDEKS, 2011), hal. 7-8. 14

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Kartika, 1997), hal. 284. 15

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hal. 16.

16

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hal. 17.


(22)

11

siswa mengetahui tentang jenis-jenis kemampuan atau keterampilan yang dituntut untuk masing-masing pekerjaan, jabatan atau karir serta latihan yang diadakan untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan tersebut. Selain itu, dengan memahami karir siswa dapat mengetahui dan dapat menerapkan cara yang perlu di tempuh dalam memilih pekerjaan yang cocok, memperoleh pekerjaan yang telah dipilihnya, dan mendapatkan kemudahan-kemudahan untuk memperoleh bantuan modal dan lain-lain.17

Dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan Konseling Karir merupakan suatu bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu, (siswa/remaja) oleh konselor kepada konseli atau yang memberikan bantuan kepada yang membutuhkan bantuan, agar individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja.

4. Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy

Pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan Behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan ini dikembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berfikir rasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Di samping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berfikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak

17

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hal. 19.


(23)

12

individu mengubah pikiran-pikiran irrasionalnya ke pikiran rasional melalui teori A-B-C.18

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Pendekatan Rasional Emotive Behavior Therapy karena di dalamnya terdapat tiga fokus terapi sekaligus, yakni pemikiran, emosi dan perilaku yang mana terapi ini dirasa sangat cocok diterapkan kepada konseli.

5. Self Regulated Learning

Pengelolaan diri bila dalam bahasa Inggris adalah self regulation. Self artinya diri dan regulation adalah terkelola. Pengelolaan diri merupakan salah satu komponen penting dalam teori kognitif sosial (social cognitive theory). Albert Bandura adalah orang yang pertama kali memublikasikan teori belajar sosial pada awal 1960-an. Pada perkembangannya kemudian diganti namanya menjadi teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. Konsep tentang pengelolaan diri ini menyatakan bahwa individu tidak dapat secara efektif beradaptasi terhadap lingkungannya selama mampu membuat kemampuan kontrol pada proses psikologi dan perilakunya.

Bandura mendefinisikan self-regulated learning sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan

18


(24)

13

benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar. 19

Lebih lanjut Zimmerman mendefinisikan self-regulated learning sebagai kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara Behavioral.20 Secara metakognitif, individu yang meregulasi diri merencanakan, mengorganisasi, mengintruksi diri, memonitor dan mengevaluasi dirinya dalam proses belajar. Secara motivasional, individu yang belajar merasa bahwa dirinya kompeten, memiliki keyakinam diri (self-efficacy) dan memiliki kemandirian. Sedangkan secara Behavioral, individu yang belajar menyeleksi, menyusun, dan menata lingkungan agar lebih optimal dalam belajar.21

F. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

19

Alfina . Hubungan Self-Regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Akselerasi (SMA Negeri 1 Samarinda), eJournal Psikologi. Vol. 2, no. 2 tahun 2014, hal. 229.

20

Irma Alfina . Hubungan Self-Regulated Learning Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa Akselerasi (SMA Negeri 1 Samarinda), eJournal Psikologi. Vol. 2, no. 2 tahun 2014, hal. 229.

21

Fasikhah, Siti Suminarti dan Fatimah, Siti. Self-Regulated Learning (Srl) Dalam Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 01, No.01, Januari 2013, hal.144.


(25)

14

dan perilaku yang dapat diamati.22 Penelitian kualitatif berusaha memahami persoalan secara keseluruhan (holistik) dan dapat mengungkapkan rahasia dan makna tertentu. Penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.23

2. Subyek dan Tempat Penelitian

a. Subyek : Seorang Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban. b. Tempat Penelitian : Gesikharjo Kec. Palang, Kab. Tuban.

3. Tahap-tahap penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi penelitian kualitatif adalah:

a. Tahap pra lapangan

1) Menyusun rencana penelitian

Dalam hal ini peneliti akan memahami Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Mewujudkan Self Regulted Learning seorang Mahasiswa Broken home di salah satu Universitas Ronggolawe Tuban. Setelah mengetahui maka peneliti membuat latar belakang masalah, rumusan

22

Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 18. 23


(26)

15

masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat rancangan data-data yang peneliti perlukan.

2) Memilih lapangan penelitian

Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian pada salah satu mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban.

3) Mengurus perizinan

Peneliti membuat surat izin, dan diberikan langsung kepada subyek (seorang Mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban) atau kepada keluarganya, sebagai bentuk perjanjian bahwa tidak ada keterpaksaan dalam penelitian, setelah itu peneliti membawa surat tersebut ke Balai Desa untuk menyatakan bahwa Peneliti benar-benar mengadakan penilitian salah satu konseli yang berada di Desa tersebut.

4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan keadaan di lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan memanfaatkan informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah konseli itu sendiri, ibu konseli, teman dekat konseli dan juga sepupu konseli.


(27)

16

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian, dan semua yang berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi data lapangan.

7) Persoalan etika penelitian

Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik antara peneliti dengan subyek penelitian, baik secara perorangan maupun kelompok. Maka peneliti harus mampu memahami kebudayaan, adat istiadat

ataupun bahasa yang di gunakan, kemudian ”untuk sementara” peneliti

menerima seluruh nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat.24 Terutama di dalam lingkungan masyarakat subyek penelitian.

b. Tahap lapangan

1) Memahami latar penelitian

Sebelum peneliti memasuki lingkungan subyek penelitian, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu perlu mempersiapkan diri baik secara fisik maupu secara mental.

24

Lexy J. Moleong. MetodePenelitianKualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hal. 85-92.


(28)

17

2) Memasuki lapangan

Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin hubungan yang baik dengan subyek penelitian, sehingga akan memudahkan peneliti untuk mendapatkan data.

3) Berperan serta dalam mengumpulkan data

Dalam tahap ini peneliti harus memulai memperhitungkan batas waktu, tenaga ataupun biaya. Disamping itu juga mencatat data yang telah didapat di lapangan yang kemudian analisis di lapangan.

4) Tahap analisis data

Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti menganalisis data yang dilakukan dalam suatu proses yang berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Kemudian menghasilkan tema dan hipotesis yang sesuai dengan kenyataan.

4. Jenis dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama atau sumber data primer yakni tentang permasalahan dari konseli saya yang pada kasus ini Peneliti ingin mewujudkan Self Regulated Learning pada mahasiswa broken home. Sumber data primer adalah subyek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau


(29)

18

pengambilan data secara langsung25 atau yang dikenal dengan istilah interview (wawancara), dalam hal ini Peneliti mengambil data dari salah satu saudara konseli. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain yang ada kaitannya dengan objek penelitian, data ini berkaitan dengan masalah konseli. Sumber data sekunder merupakan sumber data yang tidak berhubungan secara langsung dengan objek penelitian, akan tetapi memiliki informasi yang berkaitan dengan objek penelitian, dan Peneliti mengambil informan ini dari salah satu tetangga konseli.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer terdiri dari subyek penelitian yakni seorang mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban dan keluarganya yakni ibu dan salah satu saudara dekatnya . Data yang digali dari sumber tersebut merupakan data pokok atau data primer. Penggalian data juga diambil dari sumber data sekunder yang berupa literatur atau bacaan yang relevan serta dokumen lain yang tidak menggambarkan permasalah secara langsung namun masih terkait dengan bimbingan konseling karir dengan terapi REBT untuk meningkatkan self regulated learning, hal ini meliputi lingkungan masyarakat, teman sebayanya atau orang-orang yang memiliki data tentang subyek penelitian.

5. Teknik pengumpulan data

Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan penelitian adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam mengumpulkan data,

25


(30)

19

harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian metode pengumpulan datanya. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.26 Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui 3 (tiga) cara yaitu, melalui observasi, wawancara dan dokumetansi yang dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a) Pada tahap awal dilakukan observasi, yaitu melakukan pengamatan secara sistematis dan terencana untuk memperoleh data yang valid tentang kebiasaan belajar konseli. Dalam hal ini selain peneliti melakukan pengamatan pada aktivitas yang terjadi pada subyek penelitian (Mahasiswa Ronggolawe Tuban) secara umum, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap lingkungan subyek dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan di lingkungan kampusnya. b) Pada tahap selanjutnya, dilakukan wawancara secara intensif dan mendalam

terhadap para informan, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur dengan menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama wawancara berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup penelitian, dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan mempersiapkan terlebih dahulu gambaran

26

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 224.


(31)

20

umum pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.Wawancara mendalam secara umum merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.27

Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam wawancara yang berkaitan dengan masalah konseli hingga berkembang secara wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan oleh orang yang diwawancarai.28 Maksud dalam penelitian ini Peneliti memaparkan data hasil penelitian di lapangan yakni tentang Bimbingan Konseling Karir dengan Terapi REBT untuk Meningkatkan Self Regulated Learning Seorang Mahasiswa Broken home.

c) Studi dokumen, yaitu meneliti berbagai dokumen serta bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berupa tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan semacamnya. Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya

27

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 108

28

Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Diva Press, 2010), hal. 14.


(32)

21

misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.29 Data ini seperti halnya kegiatan apa saja yang diikuti di kampusnya, jadwal keseharian dan juga jadwal kegiatan di kampus, atau sebuah karya konseli yang mana itu menjadi salah satu kreatifitas konseli tersebut.

6. Teknik analisis data

Mengingat penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat studi kasus, maka penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.30

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus. Analisis data dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:

29

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2014), hal. 82 30


(33)

22

a. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data dilakukan secara kontinyu, dalam mereduksi data setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Reduksi data memerlukan kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi tersebut, maka wawasan peneliti akan berkembang sehingga dapat mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.31 Dalam penelitian ini, data yang hasilkan terlebih dahulu dikelompokkan sesuai dengan temanya yang kemudian dipilih mana data digunakan dalam laporan penelitian dan mana data yang tidak digunakan.

b. Penyajian Data

Data display berarti mendisplay data yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. Menyajikan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Ini dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

31

Ismail Nawawi, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258.


(34)

23

selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami.32 Dalam penelitian ini, setelah data direduksi maka selanjutnya data tersebut diolah dalam bentuk narasi sehingga mudah untuk dilakukan analisis terkait dengan permasalahan yang di lapangan.

c. Verifikasi

Langkah terakhir dari model ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal namun juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti ada di lapangan. Kesimpulan penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum ada yang berupa deskripsi atau gambaran yang sebelumnya belum jelas menjadi jelas.33

7. Teknik keabsahan data

Keabsahan data merupakan tingkat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data yang valid adalah data yang tidak terdapat perbedaan antara data yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi pada objek di lapangan. Akan tetapi, perlu

32

Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258.

33

Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 259


(35)

24

diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi bersifat jamak dan tergantung pada konstruksi manusia.34

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan valid terhadap data yang telah terkumpul, maka Peneliti menggunakan teknik triangulation, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sebagai perbandingan triangulasi ini digunakan dengan cara membandingkan dan mengecek derajat balik kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode penelitian, hal ini bisa membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan, atau juga membandingkan hasil wawancara dari 2-3 informan yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama yang menunjukkan keabsahan sebuah hasil penilitian adalah, valid, reliabel dan obyektif.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Laporan penelitian ini dibahas dalam lima bab, yaitu sebagai berikut : BAB I : PENDAHLUAN

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum yang memuat pola dasar Penelitian skripsi ini yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan metode penelitian

34


(36)

25

yang meliputi: pendekatan dan jenis penelitian, subyek penelitian, tahap-tahap penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data serta teknik keabsahan data, dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Bab dua membahas tentang kajian teoretik yang meliputi pengertian bimbingan konseling karir, tujuan bimbingan konseling karir, fungsi bimbingan konseling karir, penyelenggaraan bimbingan konseling karir, membahas tentang teori-teori yang mendasari bimbingan konseling karir, pengertian REBT, kekuatan dan kelemahan REBT, teknik-teknik teori REBT, dan pengertian Self Regulated Learning (SLR). BAB III : PENYAJIAN DATA

Bab tiga membahas tentang gambaran umum pada subyek penelitian, yakni mahasiswa Universitas Ronggolawe Tuban, yang mana peneliti akan mengulas tentang permasalahan seorang mahasiswa broken home yang mengalami masalah dalam pengelolaan dirinya. seperti dalam hal kondisi dirinya, keluarga dan lingkungannya, maupun teman sebayanya.

BAB IV : ANALISA DATA

Bab empat mambahas tentang analisa bimbingan konseling karir dengan terapi REBT untuk mewujudtkan Self Regulated Learning seorang mahasiswa broken home. BAB V : PENUTUP

Bab lima membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoretik

1. Bimbingan dan Konseling Karir a. Pengertian Bimbingan

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usai untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri. Sedangkan konseling secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa

latin, yaitu “cosilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo -Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan”

atau “menyampaikan”.1

b. Pengertian Konseling

Konseling dikenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Istilah penyuluhan sebagai padanan kata konseling bisa diterima secara luas, tetapi dalam pembahasan ini, konseling tidak dimaksudkan dalam

1

Prayetno, Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta, PT RINEKA CIPTA 1999), hal. 93.


(38)

27

pengertian tadi. Konseling sebagai cbang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangkan dalam lingkup profesinya.

Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu Counselium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”.

Pengertian “ berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor dengan seorang atau beberapa klien. Dengan demikian Counselium berarti “people coming together to gain an understanding of problem that

beset them were evident”, demikian ditulis Barut dan Robinson, dalam bukunya An Introduction to The Counseling Profession menjelaskan secara singkat.2

Carl Rogers, seorang psikolog Humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Rogers menegaskan pengertian konseling sebagai:

The process by wich structure of the self is relaxed in the safety of relationship with the therapist, and previously denied experience are

perceived and then integrated in to an altered self”.

2


(39)

28

Pada intinya Rogers dengan tegas menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan konseling akibat dari stuktur hubungan konselor dengan kliennya.3

Salah satu faktor yang pengaruhnya besar terhadap proses konseling sehingga mempengaruhi hasilnya adalah tempat dilakukannya konseling itu. Meskipun dalam konseling yang penting adalah kualitas dan intensitas hubungan konselor dan klien, namun masalah tempat yang menimbulkan suasana tersendiri harus tetap diperhatikan.

Pentingnya tempat sebagai lingkungan fisik untuk konseling, dikemukakan oleh Benjamin yang menekankan perlunya ruangan yang nyaman dan menarik, sehingga memungkinkan menciptakan suasana hangat, sikap ramah dan suasana yang tidak menegangkan.4

Pengaturan perabotan tidak perlu terlalu rapi, karena keadaan seperti itu justru bisa mengesankan suasana santai, tidak terlalu formal, demikian juga dengan cahaya lampu yang tidak langsung menyoroti masing-masing pribadi serta warna yang cerah. Posisi tempat duduk harus diatur sedemikian rupa sehingga klien tidak merasa terancam atau terganggu oleh konselor sendiri. Hal lain ialah mengenai meja yang satu pihak bisa menimbulkan rasa aman pada klien, namun dipihak lain juga bisa menjadi penghalang untuk berkomunikasi.

3

Latipun. Psikologi Konseling (Malang: UMM Press, 2015), hal. 3. 4


(40)

29

c. Pengertian Karir

Untuk mendapatkan gambaran yang cukup memadai tentang pengertian dan bimbingan karir, maka dalam bagian ini terlebih dahulu akan disinggung apakah yang dimaksud dengan karir itu sebenarnya, sebagai bahan orientasi dalam memahami Bimbingan Karir pada umumnya dan pendidikan karir pada khususnya.

Prof. Edgar H. Schein, dalam artikelnya yang berjudul Career Development: Theoretical and Partical Issues for Organizations yang dirangkum dalam buku Career Planing and Development, ILO, Geneva, mengemukakan:5

The idea of stages or steps in a progression to words culturally defined higher

reward is the essence of the definition of “ Career”. Typically, we have

associated the concept of Career with the professions like law, medicine, teaching, government service, engineering, etc., but the concept should be applicable just as well to other kind of occupations, event the lower prestige occupation.

Pendapat tentang karir menurut Schein di atas diartikan sebagai suatu pandangan yang telah membudaya mengenai tingkat kemajuan yang terbatas pada tingginya gaji atau upah adalah inti dari pengertian karir. Ciri-ciri yang dimiliki berkaitan dengan pengertian karir tersebut adalah dengan profesi: hukum, kedokteran,

5

Dewa Ketut Sukardi., Bimbingan Karir di sekolah-sekolah. (Jakarta: CV. Ghalia Indonesia, 1989), hal. 16.


(41)

30

guru, ahli mesin, tetapi pengertian yang lebih tepat dapat dipergunakan terutama dengan berbagai macam yang tidak memandang pada pekerrjaan yang mempunyai kedudukan atau pengaruh yang lebih rendah.

David Tiedeman, dalam bukunya yang berjudul: can a machine develop a career?, mengemukakan tentang pengertian karir sebagai:6

… career is like motion, a time-extended working out of self.

Karir menurut pendapat H.L. Wilensky diartikan sebagai riwayat pekerjaan yang teratur dimana dalam setiap pekerjaan yang ditekuni itu adalah merupakan sebagai suatu persiapan untuk selanjutnya atau masa depannya.

Dari berbagai pengertian tentang karir yang telah dikemukakan di atas dapatlah diartikan sebgaia suatu status dalam jenjang pekerjaan atau jabatan sebagai sumber nafkah apakah itu berupa mata pencaharian utama (pokok) ataupun mata pencaharian sambilan.

Setelah diperoleh pemahaman tentang berbagai pengertian atau batasan karir seperti telah diuraikan dimuka, maka di bawah ini secara berturut-turut akan dikemukakan tentang bimbingan karir.

Pengertian Bimbingan Karir sebagaimana yang diungkapkan di atas adalah ditinjau dari sudut fungsi dan peranannya. Bimbingan Karir adalah merupakan suatu bentuk bantuan layanan yang bidang geraknya diperluas dan sekaligus menyentuh

6

Dewa Ketut Sukardi., Bimbingan Karir di sekolah-sekolah. (Jakarta: CV. Ghalia Indonesia, 1989), hal. 17.


(42)

31

kesehatan mental suatu masyarakat yang sedang berkembang untuk mencari identitasnya.

Istilah bimbingan karir dimasa-masa lampau seringkali diartikan sebagai Vocational Guidance atau bimbingan jabatan. Sedangkan kalau disimak lebih mendalam, pengertian Bimbingan Karir dengan Bimbingan Jabatan mempunyai makna yang jauh berbeda serta memiliki ruang lingkup yang berbeda pula.

Bimbingan Karir lebih menitik beratkan pada perencanaan kehidupan, yang terlebih dahulu haruslah mempertimbangkan potensi-potensi diri yang dimilikinya serta lingkungan sekitar agar mereka memperoleh dan memiliki pandangan yang cukup luas dari pengaruh terhadap berbagai peranan positif yang layak dilaksanakannya dalam masyarakat. Sedangkan Bimbingan Jabatan atau Bimbingan Vocational lebih menekankan pada bentuk layanan yang berpusat pemberian informasi.

Menurut pengertian Donald E. Super ini, Bimbingan Karir memiliki beberapa cirri-ciri diantaranya:

1. Bimbingan Karir adalah merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membantu individu menumbuhkan gambaran dirinya.

2. Bimbingan Karir adalah suatu bantuan layanan untuk membantu individu menumbuhkan dan menerima peranan yang dilakukannya dalam dunia kerja. 3. Bimbingan Karir adalah suatu bentuk layanan bimbingan yang bertujuan

membantu individu memperoleh kesempatan untuk mencoba dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.


(43)

32

4. Bimbingan Karir adalah suatu bentuk layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu individu memperoleh gambaran dirinya dalam dunia kerja.7

d. Tujuan bimbingan konseling karir

1. Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

2. Tujuan khususnya adalah:

a) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah

b) Membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya c) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan dan

kondisi yang baik atau yang baik tetap baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain. 8

e. Fungsi dan Peran Bimbingan Konseling Karir 1) Pemahaman

Yaitu membantu klien agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya.

7

Dewa Ketut Sukardi., Bimbingan Karir di sekolah-sekolah. (Jakarta: CV. Ghalia Indonesia, 1989), hal. 22.

8

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (jakarta: UII press,2001), hal. 35.


(44)

33

2) Preventif

Yaitu upaya konselor untuk mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak terjadi pada diri klien.

3) Pengembangan

Yaitu konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Konselor membimbing klien pada proses pengembangan potensi dirinya.

4) Perbaikan (kuratif)

Yaitu fungsi bimbingan yang bersifat penyembuhan. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada klien yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, keluarga maupun karir.

5) Penyesuaian

Yaitu fungsi bimbingan dalam membantu klien agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap kehidupan sosialnya.9

9

Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2005)hal. 16-17.


(45)

34

f. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Karir 1) Konselor

Konselor atau pembimbing merupakan seseorang yang mempunyai wewenang untuk memberikan bimbingan kepada orang lain yang sedang menghadapi kesulitan atau masalah yang tidak bisa diatasi tanpa bantuan orang lain. Persyaratan menjadi konselor antara lain:

a) Kemampuan profesional b) Sifat kepribadian yang baik

c) Kemampuan kemasyarakatan (Ukhuwah Islamiyah) d) Ketakwaan kepada Allah.

2) Klien

Individu yang mengalami masalah yang diberi bantuan oleh seorang konselor atas permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain, namun keberhasilan dalam mengatasi masalahnya itu sebenarnya sangat ditentukan oleh pribadi klien itu sendiri.10

3) Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Hal yang semacam itu perlu untuk ditangani atau dipecahkan oleh konselor bersama klien.

10

Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik Dakwah (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hal. 14.


(46)

35

Menurut WS. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan konseling di sekolah menengah”, masalah adalah sesuatu yang menghambat, merintangi, mempersulit dalam mencapai usaha untuk mencapai tujuan.11

Adapun macam-macam masalah yang dihadapi manusia sangatlah kompleks, diantaranya problem dalam bidang pernikahan dan keluarga, problem dalam bidang pendidikan, problem dalam bidang sosial (kemasyarakatan), problem dalam bidang pekerjaan (jabatan), problem dalam bidang keagamaan.

g. Asas-asas Bimbingan dan Konseling 1) Asas Kebahagian Dunia dan Akhirat

Yaitu membantu konseli mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan setiap muslim.

2) Asas Fitrah

Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan kepada konseli untuk menganal, memahami, dan menghayati fitrahnya sehingga segala gerak, tingkah laku dan tindakannya sejalan dengan fitrah tersebut.

3) Asas Lillahita’ala

Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan semata-mata karena Allah SWT.

11

Ws. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah (Jakarta: Gramadia, 1989), hal. 12.


(47)

36

4) Asas Bimbingan Seumur Hidup

Bimbingan dan Konseling Islam diperlukan selama hayat masih dikandung badan.

5) Asas Kesatuan Jasmani dan Rohani

Bimbingan dan Konseling Islam memperlakukan konseli sebagai makhluk jasmaniah dan rohaniah, tidak memandangnya sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohani semata.

6) Asas Keseimbangan Rohaniyah

Rohani manusia memiliki unsur daya kemampuan berfikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu. Bimbingan dan Konseling Islam menyadari keadaan kodrati manusia dan berupaya menyeimbangkan unsur-unsur rohani manusia.

7) Asas Kemaujudan Individu

Bimbingan dan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia menurut Islam, memandang seorang individu merupakan suatu eksistensial sendiri.

8) Asas Sosialita Manusia

Sosialitas diakui dengan memperhatikan hak individu, hak individu juga diakui sebagai bentuk tanggung jawab sosial.

9) Asas Kekhalifaan Manusia

Dalam Islam manusia diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar yaitu sebagai pengelola alam semesta.


(48)

37

Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidak seimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat manusia itu sendiri.

10)Asas Pembinaan Akhlaqul Karimah

Bimbingan dan Konseling Islam membentuk konseli untuk memelihara, mengembangkan, serta menyempurnakan sifat-sifat yang baik.

11)Asas Kasih Sayang

Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan dengan landasan kasih sayang, sebab dengan kasih sayanglah Bimbingan dan Konseling Islam akan berhasil.

12)Asas Saling Menghargai dan Menghormati

Dalam Bimbingan dan Konseling Islam kedudukan pembimbing dengan yang dibimbing pada dasarnya sama atau sederajat, perbedaannya terletak pada fungsinya saja yakni pihak yang satu memberikan bantuan dan yang satu menerima bantuan. Hubungan yang terjalin antara pihak pembimbing dan yang dibimbing merupakan hubungan yang saling menghormati sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai makhluk Allah SWT.


(49)

38

13)Asas Keahlian

Bimbingan dan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang yang memang memiliki kemampuan dan keahlian di bidangnya.12

h. Langkah-langkah Bimbingan dan Konseling 1) Identifikasi Masalah

Langkah pertama ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari berbagai macam sumber yang berfungsi untuk mengetahui kasus beserta gejala-gejala yang nampak. Dalam langkah ini konselor mencatat kasus yang perlu mendapat bimbingan dan memilih kasus yang mana yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu.

2) Diagnosis

Langkah diagnosis adalah langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi konseli beserta latar belakangnya. Dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan ialah mengumpulkan data dengan mengadakan studi kasus dengan menggunakan berbagai tekhnik pengumpulan data, setelah data terkumpul kemudian ditetapkan masalah yang dihadapi serta latar belakangnya.13

12

Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1983), hal 21-35.

13

I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung:CV. Ilmu, 1975), hal. 104.


(50)

39

3) Prognosis

Langkah prognosis merupakan langkah untuk menetapkan jenis bantuan atau terapi yang akan digunakan dalam membantu konseli menangani masalahnya berdasarkan diagnosis.

4) Terapi atau Treatment

Dalam hal ini konselor dan konseli bersama-sama melakukan proses terapi guna meringankan beban masalah yang konseli hadapi, terutama tentang keputusan yang diambilnya.

5) Evaluasi atau Follow Up

Setelah konseli dan konselor bersama-sama melakukan proses terapi mencari dan menemukan solusi yang terbaik bagi masalah konseli, maka kemudian masuk kepada tahap berikutnya yaitu tahap evaluasi. Evaluasi adalah penilaian terhadap alternatif atau putusan yang diambil oleh konseli baik dari segi kelebihan maupun segi kekurangan. Tahap ini juga merupakan tindak lanjut yang berguna untuk mengetahui tingkat keberhasilan konseling yang telah berlangsung, pada tahap ini konselor juga mengamati dan memantau klien agar jangan sampai kembali ke masalahnya atau menambah masalah yang lain.14

Dalam menindak lanjuti masalah ini konselor melakukan home visit sebagai upaya dalam melakukan peninjauan lebih lanjut tentang

14

Bimo Walgito, Bimbingan Konseling di Sekolah (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas UGM, 1968 ), hal. 105.


(51)

40

perkembangan atau perubahan yang di alami oleh konseli setelah konseling dilakukan. Disini dapat di ketahui bahwa terdapat perkembangan atau perubahan pada diri konseli yaitu :

1) Konseli sudah bisa membuat ibunya senang karena ada perubahan dari anaknya.

2) Konseli dapat konsisten membuat jadwal atau target.

3) Konseli sudah mulai menjalankan kegiatannya sesuai target dan tidak membuang-buang waktu.

4) Konseli mampu mengoptimalkan hari-harinya dengan jadwal yang ditulisnya.

5) Konseli mampu merubah tingkah lakunya menjadi lebih baik lagi, seperti halnya mengurangi jalan-jalan dan bermain dengan geng vespanya.

2. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

a. Pengertian REBT

Albert Ellis adalah peletak dasar Konseling Rasional Emotif Behavior atau lebih tepatnya disebut Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT). Adalah klinisi yang memulai mengembangkan teorinya sejak 1955. Dia menyusun REBT berdasarkan hasil pengamatannya bahwa banyak anak yang tidak mencapai kemajuan karena dia tidak memiliki pemahaman yang tepat dalam hubungannya dengan peristiwa-peristiwa yang dialami.


(52)

41

REBT memiliki berbagai macam nama, yaitu Rational Therapy, Rational Emotive Therapy, Semantic Therapy, Cognitive Behavior Therapy, dan Rational Behavior Training. REBT ini dalam teori-teori konseling dan psikoterapi dikelompokkan sebagai terapi kognitif-behavior.

Ellis berpendapat bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi dan perilaku. Dia termasuk ahli terapi yang berseberangan dengan penganut humanistik.15

1) Teori Kepribadian

Menurut Ellis, ada tiga hal yang terkait dengan perilaku, yaitu antecedent event (A), belive (B), emotional consequence (C), yang kemudian dikenal dengan konsep A-B-C.

Antecedent Event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan dapat merupakan antecedent event bagi seseorang. Prinsipnya segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu adalah antecedent event.

Belive (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (irrasional belief atau iB). keyakinan yang

15

Samuel, T Glading. Konseling, Profesi yang Menyeluruh (Jakarta: Permata Puri Media, 2012), hal. 127.


(53)

42

rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan Karena itu produktif. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.

Emotional Consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rasional (rB) atau irrasional (iB).

2) Perilaku Bermasalah

Perilaku yang salah adalah perilaku yang didasarkan pada cara berfikir yang irrasional. Indikator-indikator orang yang berkeyakinan irrasional tersebut sebagai berikut:

a. Pandangan bahwa suatu keharusan bagi orang dewasa untuk dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.

b. Pandangan bahwa tindakan tertentu adalah mengerikan dan jahat, dan orang yang melakukan tindakan demikian sangat terkutuk.

c. Pandangan bahwa hal yang mengerikan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri kita.


(54)

43

d. Pandangan bahwa kesengsaraan (segala masalah) manusia selalu disebabkan oleh factor eksternal dan kesengsaraan itu menimpa kita melalui orang lain atau peristiwa.

e. Pandangan bahwa jika sesuatu itu (dapat) berbahaya atau menakutkan, kita terganggu dan tidak akan berakhir dalam memikirkannya.

f. Pandangan bahwa kita lebih mudah menghindari berbagai kesulitan hidup dan tanggung jawab daripada berusaha untuk menghadapinya. g. Pandangan bahwa kita secara absolut membutuhkan sesuatu dari orang

lain atau orang asing atau yang lebih besar dari pada diri sendiri sebagai sandaran.

h. Pandangan bahwa kita seharusnya kompeten, inteligen, dan mencapai dalam semua kemungkinan yang menjadi perhatian kita.

i. Pandangan bahwa karena segala sesuatu kejadian sangat kuat pengaruhnya terhadap kehidupan kita, hal itu akan mempengaruhi dalam jangka waktu yang tidak terbatas.

j. Pandangan bahwa kita harus memiliki kepastian dan pengendalian yang sempurna atas sesuatu hal.

k. Pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan santai dan tanpa berbuat.


(55)

44

l. Pandangan bahwa kita sebenarnya tidak mengendalikan emosi kita dan bahwa kita tidak dapat membantu perasaan yang mengganggu pikiran.16

Keyakinan-keyakinan yang irrasional tersebut menghasilkan reaksi emosional pada individu. Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional berakibat pada perilaku dan reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan yang irrasional berakibat pada reaksi emosional dan perilaku yang salah. 3) Karakteristik Keyakinan yang Irrasional

Nelson Jones menambahkan karakteristik umum cara berpikir irrasional yang dapat dijumpai secara umum sebagai berikut:

1) Terlalu Menuntut

2) Generalisasi secara Berlebihan 3) Penilaian Diri

4) Penekanan

5) Kesalahan Atribusi 6) Anti pada Kenyataan 7) Repetisi

16

Gantina Komalasari,. Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT. INDEKS, 2011), hal. 78-79.


(56)

45

4) Hakikat Manusia

Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. REBT beranggapan bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku, dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan. Dalam memandang hakikat manusia REBT memiliki jumlah asumsi tentang kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam hubungannya dengan dinamika pikiran dan perasaan itu. Asumsi tentang hakikat manusia menurut REBT adalah sebagai berikut:

1) Pada dasarnya individu adalah unik, yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional.

2) Reaksi “emosional” seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari oleh individu.

3) Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irrasional.

4) Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orangtua dan kultur tempat dibesarkan.

5) Berpikir secara irrasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir


(57)

46

yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikirnya yang tepat.

6) Perasaan dan berpikir negatif dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

5) Tujuan Konseling

Dalam konteks teori kepribadian, tujuan konseling merupakan efek (E) yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konselor (desputing/D). karena itu teori REBT tentang kepribadian dalam formula A-B-C dilengkapi oleh Ellis sebagai teori konseling yaitu menjadi A-B-C-D-E (antecedent event, belief, emotional consequenceal, desputing, dan effect). Efek yang dimaksud adalah keadaan psikologis yang diharapkan terjadi pada klien setelah mengikuti proses konseling.

Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling itu maka perlu pemahaman klien tentang system keyakinan atau cara berpikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai dalam REBT, yaitu:

1) Pemahaman (insight) dicapai ketika klien memahami tentang perilaku penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) yang lalu dan saat ini. 2) Pemahaman terjadi ketika konselor/ terapis membantu klien untuk


(58)

47

karena berkeyakinan yang irrasional terus dipelajari dan yang diperoleh sebelumnya.

3) Pemahaman dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu ada jalan lain untuk keluar dari

hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan “melawan”

keyakinan yang irrasional (iB). 6) Tahapan Konseling

George dan Cristani mengemukakan tahap-tahap konseling REBT adalah sebagai berikut:

Tahap pertama, proses untuk menunjukkan kepada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa menjadi demikian, dan menunjukkan hubungan gangguan yang irrasional itu dengan ketidakbahagiaan dan gangguan emosional yang dialami.

Tahap kedua, membantu klien meyakini bahwa berpikir dapat ditantang dan diubah. Kesediaan klien untuk dieksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami oleh klien dan konselor mengarahkan pada klien untuk melakukan disputing terhadap keyakinan klien yang irrasional. Tahap ketiga, membantu klien lebih “mendebatkan” (disputing) gangguan yang tidak tepat atau irrasional yang dipertahankan selama ini menuju cara berpikir yang lebih rasional dengan cara reinduktrinasi yang rasional termasuk bersikap rasional.


(59)

48

7) Peranan Konselor

Untuk mencapai tujuan konseling sebagaimana yang dikemukakan di atas, konselor Rational Emotive Behavior Therapy memiliki peran yang sangat penting. Menurut REBT peran konselor adalah sebagai berikut: 1) Konselor lebih edukatif-direktif kepada klien yaitu dengan banyak

memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal. 2) Mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung.

3) Menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri.

4) Dengan gigih dan berulang-ulang dalam menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien. 5) Menyerukan klien menggunakan kemampuan rasional (rational

power) dari pada emosinya.

6) Menggunakan pendekatan didaktik dan filosofis.

7) Menggunakan humor dan “menggojlok” sebagai jalan

mengkonfrontasikan berpikir secara irrasional. 8) Aplikasi Konseling

REBT dapat diterapkan dalam berbagai macam konseling, termasuk didalamnya adalah konseling individual, kelompok encounter marathon, terapi singkat, terapi keluarga, terapi seks, dan situasi kelas.


(60)

49

Tentunya klien yang sangat cocok untuk REBT adalah klien yang mengalami kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neurotic, gangguan karakter, problem psikosomatik, gangguan makan, ketidakmampuan dalam hal hubungan interpersonal, problem perkawinan, keterampilan dalam pengasuhan, adiksi, dan disfungsi seksual. Kesemuanya efektif dengan catatan tidak terlalu serius gangguannya.

Sejalan dengan pandangannya, REBT ini menggunakan pendekatan yang komprehensif dan integrative, yang mencakup: penggunaan emotif, kognitif, dan behavioral. Ketiga aspek inilah yang hendak diubah melalui REBT.

Ellis mengakui bahwa REBT tidak diberikan kepada: (1) anak-anak, khususnya bagi yang mengalami autism, (2) gangguan mental grade bawah, (3) skizofrenia jenis katatonik atau gangguan penarikan diri yang berat, dan (4) mania atau mania depresif.17

9) Hakikat Konseling

Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien.

17


(61)

50

Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :

1. Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor

lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.

2. Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk

berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.

3. Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang

dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.

4. Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan

hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

10) Kekuatan dan Kelemahan REBT Kekuatan

a) Pendekatan ini jelas, mudah dipelajari dan efektif. Kebanyakan klian hanya mengalami sedikit kesulitan dalam mengalami prinsip ataupun terminologi REBT.


(62)

51

b) Pendekatan ini dapat dengan mudahnya dikombinasikan dengan teknik tingkah laku lainnya untuk membantu klian mengalami apa yang mereka pelajari lebih jauh lagi.

c) Pendekatan ini relatif singkat dan klian dapat melanjutkan penggunaan pendekatan ini secara swa-bantu.

d) Pendekatan ini telah menghasilkan banyak literatur dan penelitian untuk klian dan konselor. Hanya sedikit teori lain yang dapat mengembangkan materi biblioterapi seperti ini.

e) Pendekatan ini terus-menerus berevolusi selama bertahun-tahun dan teknik-tekniknya telah diperbaiki.

f) Pendekatan ini telah dibuktikan efektif dalam merawat gangguan kesehatan mental parah seperti depresi dan anseitas.

Kelemahan

a) Pendekatan ini tidak dapat digunakan secara efektif pada individu yang mempunyai gangguan atau keterbatasan mental, seperti schizophrenia, dan mereka yang mempunyai kelainan pemikiran yang berat.

b) Pendekatan ini terlalu diasosiasikan dengan penemunya, Albert Ellis. Banyak individu yang mengalami kesulitan dalam memisahkan teori dari ke-eksentrikan Ellis.


(63)

52

c) Pendekatan ini langsung dan berpotensi membuatkonselor terlalu fanatik dan ada kemungkinan tidak merawat klien seideal yang semestinya.

d) Pendekatan yang menekankan pada perubahan pikiran bukanlah cara yang paling sederhana dalam membantu klien mengubah emosinya.18

3. Self Regulated Learning (SRL) a. Pengertian SRL

Pengelolaan diri bila dalam bahasa Inggris adalah self regulation. Self artinya diri dan regulation adalah terkelola. Pengelolaan diri merupakan salah satu komponen penting dalam teori kognitif sosial (social cognitive theory). Albert Bandura adalah orang yang pertama kali memublikasikan teori belajar sosial pada awal 1960-an. Pada perkembangannya kemudian diganti namanya menjadi teori kognitif sosial pada 1986 dalam bukunya berjudul Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. Konsep tentang pengelolaan diri ini menyatakan bahwa individu tidak dapat secara efektif beradaptasi terhadap lingkungannya selama mampu membuat kemampuan kontrol pada proses psikologi dan perilakunya.

18

Dewa Ketut Sukardi. Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hal. 93.


(1)

101

konselor menggunakan beberapa tehnik yaitu: 1) Menggunakan

pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara

berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat

mendidik dirinya sendiri, 2) Konselor lebih edukatif-direktif

kepada klien yaitu dengan banyak memberikan cerita dan

penjelasan, dan tahap ketiga 3) Dengan gigih dan berulang-ulang

dalam menekankan bahwa ide irrasional itulah yang

menyebabkan hambatan emosional pada klien.. Dari beberapa

tehnik tersebut konselor lakukan pada konseli saat proses

konseling secara berurutan. Dan langkah terakhir yang

digunakan konselor yaitu langkah follow up atau tindak lanjut,

langkah ini digunakan untuk menindak lanjuti sejauh mana

perubahan yang terjadi pada konseli setelah proses konseling

selesai. Pada langkah follow up ini konselor berwawancara

dengan ibu konseli, teman konseli dan konseli untuk mengetahui

perubahan yang terjadi pada konseli.

2. Hasil pelaksanaan bimbingan dan konseling karir dengan terapi

REBT untuk mewujudkan self regulated Learning seorang

mahasiswa broken home dikatagorikan berhasil. Dalam hal ini

dapat dilihat pada perubahan yang terjadi pada konseli yaitu

dengan konseli yang pada mulanya kurang bisa meregulasi


(2)

102

untuk lebih baik lagi. Konseli sudah bisa membuat jadwal untuk

membuat hari-harinya lebih bermanfaat. Dan konselipun sudah

mulai membuat target untuk masa depannya. Saat ini konseli

masih dalam proses perubahan untuk tidak banyak

membuang-buang waktu. Konseli sudah memilih untuk kuliah sambil kerja,

dan sudah tidak sering-sering keluar dengan geng nya. Konseli

merasa senang karena sudah bisa membuat ibunya tersenyum

lagi dengan adanya perubahan yang meski belum banyak

dilakukan konseli.

B. Saran

Dalam penelitian ini penulis menyadari kalau penelitian ini jauh

dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis berharap untuk peneliti

selanjutnya lebih bagus lagi dalam melakukan penelitian supaya

penelitiannya jauh lebih bagus dari penelitian sebelumnya.

Saran peneliti, khususnya keluarga dan konseli.

1. Bagi konselor

Konselor harus tetap memantau keadaan konseli, meskipun

proses konseling pelaksanaannya sudah selesai. Selain itu

konselor juga harus menambah wawasan keilmuannya dalam

bidang bimbingan dan konseling karir berdasarkan teori, supaya

pada proses konseling selanjutnya akan lebih bagus lagi. Setelah


(3)

103

motivasi kepada konseli supaya konseli lebih semangat lagi dalam

merubah perilaku buruknya menjadi perilaku yang lebih baik lagi.

2. Bagi konseli

Konseli harus bisa menjadi anak yang lebih baik, konseli

harus mau belajar dan mengubah tingkah laku dan pemikiran

irrasionalnya untuk menjadi lebih baik lagi, demi kebaikan di

masa depan, walaupun sesuatu itu sulit di awalnya. Konseli harus

lebih mengontrol dan mengatur jadwal lagi untuk membuat

hari-harinya bermanfaat dan tidak membuang banyak waktu untuk

hal-hal yang kurang bermanfaat. Tetap berbakti kepada kedua orang

tua walau dengan keadaan orang tua yang sudah berpisah.

3. Bagi keluarga

Keluarga harus senantiasa memotivasi dan memantau

konseli. Setiap apa yang dilakukan konseli sebaiknya di lihat dan

jika terdapat hal yang salah atau kurang pantas untuk dilakukan

konseli, maka keluarga berhak menegurnya, dan memberikan

jalan keluar kepada konseli. Keluarga seharusnya tidak terlalu

membebaskan konseli untuk melakukan sesuatu hal sendiri,


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alfina, I. Hubungan Self Regulated Learning dengan Prokartinasi Akademik pada Siswa

Akselerasi. Jurnal Psikologi. Vol. 2, No. 2, tahun 2014.

Ashshofa, Burhan. 1988. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rineka Karya.

Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bunging, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

C.S., Carver & M. F. Scheier., On the structure of behavioral self-regulation. Dalam M.

Boekaerts, P. R. Pintrinch & M. Zeidner (Ed). Handbook Of Self-Reguation (San Diego: Academic Press, 2000).

D. Gunarsa, Singgih. Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: Libri, 2011).

Fasikhah, Siti Suminarti dan Fatimah, Siti. Self Regulated Learning (slr) Dalam

meningkatkan Prestasi Akademik pada Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 01, No. 01. Januari 2013.

Glading, Samuel T. Konseling, Profesi yang Menyeluruh (Jakarta: Permata Puri Media, 2012).

Husna, A N, dkk. Regulasi Diri Mahasiswa Berprestasi. Jurnal Psikologi Komalasari,

Gantina. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.

Inayah , Eka Rahil Nur. Motivasi Berprestasi Dan Self Regulated Learning. Jurnal online


(5)

105

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Kartika, 1997), hal. 284.

Komalasari, Gantina. Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT. INDEKS, 2011).

Latipun, Psikologi Konseling (Malang: UMM Press, 2015).

Moleong, LexyJ. 1988. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. 1988. Metode Penulisan Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Natawidjaja, Rochman. 1990. Fungsi dan Profesionalisasi Petugas Bimbingan dan

Konseling dalam Pendidikan. Bandung : IKIP.

Nawawi, Ismail. 2012. Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi Interdisipliner

untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya.

Suryatama, M. D. 2014. Hubungan Self-Efficacy Dan Self-Regulation Learning dengan

Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri I Ketahun. Universitas Bengkulu Sumatra.

Susanto, H. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. Vol. 7, no. 64-71 Tahun 2006.

Prastowo, Andi. 2010. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif Yogyakarta:

Diva Press.

Soekanto, Soerjono. 1986. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.


(6)

106

Sukardi, Dewa Ketut. Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989).

Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia, 1991).

Yulinawati, Irma., dkk. 2006. Self-Regulated Learning Mahasiswa Fast Track. Jurnal Self

Regulated Learning.

Young, Gregory G. Membaca Kepribadian Orang, (Jogyakarta: DIVA Press, 2003).

Inayah, Eka Rahil Nur. Motivasi Berprestasi Dan Self Regulated Learning, Jurnal Online


Dokumen yang terkait

Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara

4 61 219

Pengaruh self-regulated learning dan dukungan sosial terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

0 21 0

Bimbingan konseling Islam dalam mengatasi dilema seorang mahasiswa di Desa Balong Biru Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo : Studi kasus seorang mahasiswa yang bimbang memilih antara studi dan karir.

0 1 94

Bimbingan dan konseling Islam dengan terapi ruyapuncture dalam mengentaskan migrain akibat stress seorang mahasiswa Malaysia di Surabaya.

0 1 138

Bimbingan dan konseling Islam dengan terapi behavior untuk menangani kenakalan remaja seorang pelaku balap motor liar di Desa Keramat Kabupaten Nganjuk.

0 0 108

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL SEORANG ANAK DI DESA GUMENG BUNGAH GRESIK.

6 42 114

BIMBINGAN DAN KONSELING KARIR DENGAN PENDEKATAN SOCIAL LEARNING KRUMBOLTZ DALAM MENENTUKAN PEMILIHAN KARIR SEORANG SISWA KELAS XI DI MA BILINGUAL KRIAN SIDOARJO.

0 0 117

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MENGATASI BURNOUT SYNDROME SEORANG PENGURUS DI UNIT KEGIATAN MAHASISWA PADUAN SUARA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

0 2 110

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DENGAN RATIONAL EMOTIF BEHAVIOR THERAPY (REBT) UNTUK MEMPERBAIKI POLA ASUH OTORITER SEORANG IBU TERHADAP ANAKNYA DI DESA MARGOAGUNG KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN BOJONEGORO.

0 0 133

Self Regulated Learning pada Mahasiswa

0 0 153