Pola interaksi guru dengan murid dalam Al-Qur'an kajian tafsir surat Abasa ayat 1-10 menurut para mufassir.

(1)

POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM AL-QUR’AN KAJIAN TAFSIR SURAT ABASA AYAT 1-10 MENURUT PARA

MUFASSIR

SKRIPSI OLEH :

IMAH ROHMAWATI D71213104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Imah Rohmawati, D71213104, 2017, Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Kajian Surat Abasa Ayat 1-10.Skripsi, Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Pembimbing: Drs. M. Nawawi M.Ag.

Kata Kunci: Pola Interaksi Guru dengan Murid, Surat Abasa Ayat 1-10.

Hubungan guru dengan murid didalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan dan sempurnanya metode yang digunakan, namun jika interaksi guru dengan murid tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu yang tidak diinginkan.

Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini yaitu dengan membaca, menelaah, mendiskripsikan, dan menganalisa literatur dari berbagai sumber kitab tafsir serta buku-buku pendidikan yang sesuai.

Fokus dalam penulisan skripsi ini adalah kajian tafsir Surat Abasa ayat 1-10. Jadi pendekatan yang dipergunakan dalam kajian ini adalah pendekatan tafsir. Metode penafsiran yang penulis gunakan adalah metode tahlili (telaah). Adapun teknik analisa dari penulisan ini adalah content analysis (analilis isi) yakni teknik apa saja yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif serta sistematis.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Kajian Q.S Abasa ayat 1-10, bahwasannya seoranmg pendidik seharusnya memiliki kompetensi-kompetensi (sifat dasar pendidik), antara lain meliputi bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang, mengenal murid dan memahami kejiwaannya, berpengetahuan luas, memahami materi, sabar dan ikhlas. Sedangkan sikap peserta didik yang harus dimiliki antara lain : Patuh, tabah, sabar, punya kemauan atau cita-cita yang kuat serta tidak putus asa dan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, sopan santun, rendah diri dan hormat pada guru dan tugas utama seorang anak didik adalah belajar.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Batasan Masalah ... 11

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metodelogi Penelitian ... 16


(8)

BAB II : POLA INTERAKSI ANTARA GURU DENGAN MURID

A.Definisi Pola dan Interaksi Edukatif ... 22

B.Tujuan Interaksi Edukatif ... 25

C.Peranan Guru dalam Interaksi Edukatif ... 27

D.Macam-macam pola Interaksi Guru dengan Murid ... 34

E. Ciri-ciri Interaksi Edukatif ... 41

F. Pola/bentuk-bentuk Interaksi Edukatif ... 43

G.Prinsip Interaksi Edukatif ... 49

H.Tahap-tahap Interaksi Edukatif ... 52

I. Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Edukatif ... 54

BAB III : POLA INTERAKSI EDUKATIF DALAM KAJIAN Q.S ABASA AYAT 1-10 A. Kandungan Makna dan Asbabun Nuzul Surat Abasa ayat 1-10 ... 59

B. Asbabun Nuzul Surat Abasa ... 59

C. Kandungan Makna ... 62

D. Munasabah ... 64

E. Pandangan Mufassir/Pendapat Ulama’ Terhadap Pola Interaksi Edukatif Dalam Kajian Q.S Abasa ayat 1-10 ... 67

BAB IV: POLA INTERAKSI EDUKATIF KAJIAN TAFSIR AL-QUR’AN SURAT ABASA AYAT 1-10 A. Analisis Pola Interaksi Edukatif dalam A-Qur’an Surat Abasa Ayat 1-10 ... 93


(9)

1-10 ... 109

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 113 B. SARAN ... . 115 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

I Biografi Penulis II Bukti Konsultasi


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, pendidikan sangat strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara menyeluruh. Dan guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi edukatif antara peserta didik dengan pendidik. Salah satu indikator interaksi edukatif adalah apabila interaksi tersebut dilaksanakan secara terencana, terkendali, ada sesuatu atau bahan yang akan disampaikan dan dapat dievaluasi dalam suatu sistem. Darin pemaparan diatas terlihat bahwa salah satu permasalahan penting dalam dunia pendidikan adalah komponen pendidik dan peserta didik1.

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik atau yang biasa disebut dengan guru dan peserta didik atau murid dalam mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini desebut cengan interaksi pendidikan yaitu saling pengaruh antara pendidik dan peserta didik. Dalam saling mempengaruhi ini, peranan pendidik lebih besar

1


(12)

2

karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak menguasai nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan.

Sebagai mahluk sosial, manusia dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Hubungan tersebut terjadi karena manusia saling membutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Karena manusia tidak bisa lepas dari manusia lainnya dan tidak bisa melakukan seorang diri. Kecenderungan manusia berhubungan melahirkan komunikasi dengan manusia yang lainnya. Komunikasi terjadi karena saling membutuhkan melalui sebuah interaksi.

Interaksi merupakan hubungan antar manusia yang sifat dari hubungan tersebut adalah dinamis artinya hubungan itu tidak statis, selalu mengalami dinamika Hubungan antara manusia satu dan lainnya disebut interaksi. Dari interaksi akan menghasilkan produk-produk interaksi, yaitu tata pergaulan yang berupa nilai dan norma yang berupa kebaikan dan keburukan dalam ukuran kelompok tersebut. Pandangan tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk tersebut mempengaruhi perilaku sehari-hari2.

Sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, manusia senantiasa melakukan interaksi dengan yang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan pertolongan orang lain dalam hidupnya dan tidak bisa terlepas dari individu yang satu dengan individu yang lain. Namun perlu diketahui bahwa interaksi yang disebutkan di atas bukanlah interaksi edukatif,

2


(13)

3

karena interaksi itu tidak mempunyai tujuan yang jelas dan kedua belah pihak tidak bermaksud untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan lawan bicaranya. Interaksi yang berlangsung dalam kehidupan di sekitar manusia dapat diubah menjadi interaksi yang bernilai edukatif. Interaksi yang dapat disebut interaksi edukatif apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik dan untuk mengantarkan anak didik kearahkedewasaannya. Dalam hal ini yang menjadi pokok adalah maksud dan tujuan berlangsungnya interaksi tersebut, karena kegiatan interaksi itu memang direncanakan atau disengaja3.

Dalam diskursus ilmu pendidikan sebagai disiplin ilmu yang berurusan dengan pengembangan karakter manusia,sangat disadari urgensi dari interaksi yang baik antar manusia, yang kondusif dan menunjang bagi tercapainya tujuan pendidikan karena dalam proses pendidikan itu atau lebih sempit lagi dalam proses belajar mengajar, tidak hanya satu pihak yang terlibat di dalamnya. Bahkan sebagai orang yang awam saja kita tentu membayangkan akan figur seorang guru yang memberikan tutorial pengajaran bagi para muridnya. Namun jika kita sedikit lebih jeli maka kita akan melihat ompleksitas yang lebih jauh dari apa yang kita sebut interaksi dalam dunia pendidikan. Pihak pihak yang terlibat pun ternyata jauh lebih banyak daripada hanya sekedar pihak guru sebagai agen transmisi ilmu dan pihak murid sebagai sasarannya.Namun, bagaimanapun juga figur guru selaku pendidik adalah pihak terdekat dengan anak didik dan dituntut paling aktif dalam proses

3

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h 10.


(14)

4

tersebut bersama murid atau anak didiknya. Di pundak guru dan muridlah terutama diletakkan beban misi pendidikan agar tercapai tujuan yang diharapkan bersama.

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, interaksi dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan siswa tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai dari diri siswa yang sedang belajar4.

Di dalam agama Islam, guru menempati kedudukan yang sangat mulia. Guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar, namun juga bertugas membentuk anak didik menjadi insanu kamil (manusia yang sempurna) sebagai khalifah yang mulia di atas bumi ini. Oleh karena itu guru disamping dituntut untuk memiliki keahlian khusus, ia juga harus mengedepankan moral dan etika dalam berinteraksi dengan anak didiknya agar ia dapat menjadi contoh dan teladan untuk anak didiknya.

Untuk tercapainya proses belajar mengajar dengan baik dan lancar sebagaimana yang diharapkan semua pihak, maka sangat diperlukan dalam

4


(15)

5

proses belajar mengajar tersebut adalah adanya interaksi yang baik antara guru dengan murid. Dimana seorang guru menyayangi anak didiknya seperti anaknya sendiri, dan anak didik menghormati gurunya sebagaimana ia menghormati dan menghargai orang tuanya sendiri.

Proses pendidikan berlangsung tidak tanpa alasan dan tujuan. Pengajaran merupakan proses yang bertujuan untuk membimbing pelajar. Tugas perkembangan tersebut mencakup kebutuhan hidup baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Dapat disadari bahwa perubahan yang tidak didasari oleh bimbingan, maka perubahan tersebnut tidak akan terarah dalam perkembangannya. Oleh karena itu, setiap pelajar membutuhkan bimbingan dalam mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya. Disinilah guru dibutuhkan untuk memberikan bekal hidup yang berguna. Sehingga guru harus mampu dan menciptakan situasi yang kondusif dan interaksi yang baik antara guru dengan murid dalam proses pembelajaran5.

Akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia. Berakhlak mulia merupakan salah satu tujuan pendidikan juga sebagai refleksi kehidupan bermasyarakat yang berperadaban. Maka sandaran umat islam dalam mengambil contoh figur yang terbaik dalam akhlak adalah Rasulullah SAW. Beliau adalah sebaik-baiknya manusia yang pernah hidup didunia karena akhlaknya beliau adalah al-qur’an dan langsung dididik oleh Sang Maha Pendidik. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Qalam ayat 4 :

ٍميِظَع ٍقُلُخ ىلَعَل َكّنِإَو

5


(16)

6

Artinya :

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Guru adalah seorang yang memegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Inti dari pendidikan adalah proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam kegiatan tersebut6. Maka berhasil tidaknya atau efektif dan efisiennya suatu proses belajar mengajar salah satunya bergantung pada keprofesionalan seorang guru dalam menjalanjan tugasnya.

Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah akan meninggikan derajat dan

memuliakan pendidik daripada orang islam lainnya yang tidak berilmu pengetahuan dan bukan pendidik. Firman Allah dalam surat al-Mujadilah ayat 11 :

ِحَسْفَ ي اوُحَسْفاَف ِسِلاَجَمْلا ِِ اوُحّسَفَ ت ْمُكَل َليِق اَذِإ اوُنَمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ ََ

ُتوُأ َنيِذّلاَو ْمُكْنِم اوُنَمآ َنيِذّلا ُّّا ِعَفْرَ ي اوُزُشْناَف اوُزُشْنا َليِق اَذِإَو ْمُكَل ُّّا

او

ريِبَخ َنوُلَمْعَ ت اَِِ ُّّاَو ٍتاَجَرَد َمْلِعْلا

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(Q.S Al-Mujadilah : 11)

6


(17)

7

Dalam surat Abasa ayat 1-10 yang berbunyi :



































































Artinya :

(1) Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, (2) karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). (3) Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali ia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? (5) Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy), (6) Maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, (7) padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). (8) Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), (9) sedang dia takut (kepada Allah), (10) engkau (Muhammad) malah mengabaikannya.

Dalam surat ini menggambarkan bahwa Nabi Muhammad bermuka masam dan memalingkan muka ke arah lain dari orang yang bertanya ke beliau. Orang yang bertanya itu adalah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang buta yang ingin menanyakan sesuatu kepad Nabi. Tetapi karena Nabi sedang menghadapi orang-orang penting yaitu beberapa tokoh Quraisy seperti Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam, Al-Abbas bin Abdul Muthalib, Umayyah bin Khalaf, dan Al-Walid bin al-Mugirah7. Mereka ini sangat diharapkan Nabi untuk masuk islam agar memperkuat posisi islam dalam masyarakat Quraisy. Akan tetapi, ternyata sikap Nabi yang demikian, yaitu tidak peduli dan memalingkan muka dari orang kecil yang buta yaitu

7


(18)

8

Abdullah bin Ummi Maktum, ditegur Allah. Nabi harus menjadi contoh yang baik bagi semua orang.

Hubungan guru dengan murid didalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan dan sempurnanya metode yang digunakan, namun jika interaksi guru dengan murid tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan. Untuk menjalin hubungan tersebut, seorang guru harus memahami bahwa dalam suatu kelas ada yang tidak dapat dielakkan yaitu adanya perbedaan individu, baik dari aspek biologis, intelektual maupun psikologis. Interaksi yang akan terjadi juga dipengaruhi oleh cara guru dengan murid ketika pelajaran berlangsung. disini tentu saja aktivitas optimal belajar murid sangat menentukan kualitas interaksi yang terjadi didalam kelas.

Salah satu komponen yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan sebagaimana dikatakan diatas adalah keprofesionalan guru. Guru dituntut untuk berkompeten karena guru merupakan orang pertama yang berhadapan langsung dengan anak didik. mereka dituntut untuk membawa anak didiknya dalam rangka mencapai tujuan tujuan pendidikan melalui interaksi belajar mengajar yang dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga terjadi hubungan timbal balik yang harmonis8.

Persoalan yang paling mendasar yang terjadi disekolah terkadang masih ada beberapa guru yang memperlakukan muridnya dengan pilih kasih

8


(19)

9

dan membeda-bedakan anak yang cerdas, cantik, berpangkat, anak kesayangan, dan lain sebagainya. Padahal mereka seharusnya merasakan bahwa sekolah bagi mereka merupakan tempat belajar yang menyenangkan. Disekolah, ia harus dihargai, dipahami dan tidak dibodoh-bodohkan maupu diejek, khususnya anak dari masyarakat miskin. Biasanya mereka sering dibodoh-bodohi, diejek, atau dibiarkan semaunya. Begitu pula dengan sikap murid yang kurang baik dalam berinteraksi dengan guru, seperti halnya dengan menjaga sopan santun baik tutur kata maupun tingkah laku murid terhadap guru9.

Dengan memperhatikan latar belakang diatas seorang guru harusnya tidak bermuka masam terhadap peserta didik yang ada hubungannya dengan surat Abasa, maka penulis tertarik membahas mengenai interaksi guru dengan murid dalam Q.S Abasa yang berarti bermuka masam, dalam skripsi yang berjudul “POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID DALAM

AL-QUR’AN KAJIAN TAFSIR SURAT ABASA AYAT 1-10 MENURUT

PARA MUFASSIR”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, fokus kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola interaksi guru dengan murid agar tujuan pendidikan dalam proses pembelajaran tercapai ?

9


(20)

10

2. Bagaimana pandangan Para Mufassir tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Surat Abasa ayat 1-10 dalam proses pembelajaran ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena segala sesuatu yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan permasalahannya 1. Untuk mengetahui pola interaksi guru dengan murid agar tujuan

pendidikan dalam proses pembelajaran tercapai.

2. Untuk mengetahui pandangan Para Mufassir tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Surat Abasa ayat 1-10 dalam proses pembelajaran ?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan untuk mengembangkan teori pola interaksi guru dengan murid dalam proses pembelajaran.

b. Hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui pola interaksi guru dengan murid yang terkadung dalam al-qur’an surat abasa ayat 1-10 c. Penelitian ini sebagai evaluasi diri agar menjadi pendidik yang murah


(21)

11

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan tambahan pengetahuan mengenai interaksi edukatif yang kemudian bisa ditransformasikan kepada pendidik.

b. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan program sarjana di Prodi Pendidikan Agama Islam, Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

c. Penelitian ini dapat dijadikan bahan literatur atau referensi baru untuk memberi wawasan tambahan bagi peneliti selanjutnya.

E. Batasan Masalah

Mengingat luasnya bidang pembahasan, maka untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan masalah dalam pembahsannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini, sebagai berikut :

1. Pola Interaksi Guru dengan Murid agar tujuan pendidikan dalam proses pembelajaran di kelas tercapai.

F. Penelitian Terdahulu

Dari hasil tinjauan penulis, belum ada penelitian yang membahas tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid dalam Kajian Q.S Abasa ini. Namun


(22)

12

demikian, ada beberapa penelitian yang juga membahas interaksi guru dengan murid dalam Al-Qur’an yang dianggap relevan dengan penelitian ini, yaitu: 1. Pola interaksi guru dengan murid dalam al-qur’an surat Luqman ayat

12-19, Tesis yang ditulis oleh Ahmad Irwan Irfany, NIM : 10801100002, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.

Tujuan dari tesis ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam al-qur’an surat Luqman ayat 12-19.

a) Pendidikan keimanan (aqidah)

Menanamkan keyakinan bahwa Allah sebagai dzat yang Maha Esa yang harus disembah dan melarang perbuatan syirik (menyekutukan Allah). Karena syirik adalah kedzaliman yang besar.

b) Pendidikan syari’ah (ibadah)

Yang didalamnya meliputi interaksi antara seorang hamba dengan Allah yang direalisasikan melalui ibadah dan interaksi yang dilakukan dengan sesama manusia (muamalah) dengan megerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkar. Dalam hal ini interaksi yang dilakukan adalah bersikap baik terhadap keluarga terdekat.

c) Pendidikan akhlak

Seorang pendidik hendaknya menggunakan pendekatan yang mempunyai sifat yang bijaksana dan penuh kasih sayang. Kebijaksanaan ini disimpulkan dari cara pengajaran yang menekankan unsur kebijakan.


(23)

13

2. Interaksi Edukatif antara guru dan anak didik dalam al-qur’an surat al-Kahf ayat 65-82

Tesis ini ditulis oleh Mahdalena, NIM : 110905257, Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana adab (tatacara) seorang pelajar dalam menuntut ilmu, dan guru dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Dengan kata lain, mengajarkan tentang pola interaksi edukatif antara guru dan anak didik dalam proses belajar mengajar.

Dalam skripsi ini membahas tentang misteri makna kehidupan dan menampilkan sosok guru yang luar biasa dalam diri seorang Nabi Khidir yang menunjukkan kepada Nabi Musa bahwa hidup yang dijalani ternyata penuh dengan perumpamaan. Sebagaimana bunyi introduksi Musa berikut : “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang diajarkan kepadamu”. dalam ayat tersebut dijelaskan bentuk relasi guru dan murid dalam proses perjalanan studi mereka yang begitu unik, dimana Musa mengabaikan keterbatasan-keterbatasan dirinya dalam rasa hausnya untuk menambah ilmu pengetahuan dan Khidir tampil sebagai guru yang bijaksana yang memberikan Musa lebih dari satu kali kesempatan untuk terus mengikutinya.


(24)

14

Dalam penelitian ini yang berjudul “Pola Interaksi Guru Dengan Murid Dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir Surat Abasa Ayat 1-10 Menurut Para Mufassir” akan beda dari penelitian-peneliatian sebelumnya,karena penelitian terdahulu membahas tentang Nilai pendidikan yang terkandung dalam al-qur’an surat Luqman ayat 12-19 dan makna kehidupan dan menampilkan sosok guru yang luar biasa dan bijaksana dalam surat al-Kahf ayat 65-82. Sedangkan penelitian ini akan lebih memaparkan dan fokus pada interaksi guru dengan murid dalam kajian Q.A Abasa ayat 1-10. Penelitian ini akan membahas bagaimana seorang guru yang seharusnya tidak bermuka masam terhadap peserta didik yang ada hubungannya dengan surat Abasa, yaitu seperti yang ramah karena sangat penting seorang guru menunjukkan ekspresi wajah yang manis terhadap peserta didik yang akan menimbulkan interaksi yang baik selama proses pembelajaran didalam kelas. Dalam skripsi ini juga akan memaparkan kajian-kajian tafsir yang membahas tentang pandangan mufassir terhadap kandungan surat abasa ayat 1-10, dan pola interaksi edukatif dalam kajian Q.S. Abasa ayat 1-10 yang ada disurat abasa.

G. Definisi Operasional

Untuk memahami pengertian dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan beberapa istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini. Adapun judul skripsi adalah “POLA INTERAKSI GURU DENGAN MURID

DALAM AL-QUR’AN KAJIAN TAFSIR SURAT ABASA AYAT 1-10


(25)

15

1. Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah10 “gambar,

corak, model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur”.Pola adalah gambar yang dibuat contoh atau model. Maksud pola yang digunakan dalam pembahan ini adalah model yang digunakan untuk menerapkan suatu pembelajaran.

2. Menurut Syaiful Bahri Djamarah interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi pola interaksi adalah bentuk hubungan timbal balik antara orang satu dengan orang lainnya11.

3. Guru adalah Orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Maksudnya adalah guru orang yang membimbing, mengarahkan, mengajarkan serta memiliki tanggung jawab dalam pendewasaan anak didik.

4. Anak Didik adalah Setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Maksud peserta didik di sini adalah murid yang berada dalam masa pendidikan untuk mengembangkan potensi dirinya12. 5. Surat Abasa ayat 1-10

Al-Qur’an surat Abasa ayat 1-10 merupakan sebagian ayat dari sekian banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang didalamnya

10

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008), h.1088.

11

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik...., h. 11. 12


(26)

16

membahas tentang interaksi guru dengan peserta didik bahwasannya pendidik tidak boleh membeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain.

Jadi pola interaksi Guru dengan murid adalah hubungan timbal balik antara pendidik dan peserta didik yang dilandasi dengan rasa ikhlas, kekeluargaan dan kesetaraan dalam proses pembelajaran yang dalam interaksinya pendidik tetap berpegang pada kede etik seorang guru.

H. Metodelogi Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggali dan memperoleh data dengan metodologi penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini yaitu dengan cara membaca, menelaah, mendeskripsikan, dan menganalisa literatur dari berbagai sumber kitab tafsir serta buku-buku pendidikan yang sesuai. Menurut DR. Hamka Hasan, penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dilakukan secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, dan pengambilan datanya dilakukan secara alami atau natural.

Kajian ini merupakan kajian pustaka (library research) yaitu pengambilan data berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir


(27)

17

Al-Qur’an dan pendidikan. Dalam penelitian ini mencari interaksi pendidik yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Abasa ayat 1-10.

2. Sumber Data

Yang dimaksud dengan data adalah segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:

a.Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber data dan masih memerlukan analisis lebih lanjut13. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dengan cara mengkaji langsung ayat yang menjelaskan pola interaksi yang ada disurat abasa ayat 1-10.

b.Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan14. Yang dimaksud disini adalah data penunjang dari data primer. Data ini peneliti peroleh dari kitab-kitab tafsir al-Qur’an, kitab -kitab Hadits dan buku-buku ilmiah, khususnya buku-buku pendidikan, buku-buku metode penelitian, majalah, jurnal dan yang lain yang ada relevansinya dengan penulisan skripsi ini. Diantara judul buku yang dipakai adalah Al-Qur’an dan Tafsirnya, Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al

13

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h 87

14

Muhamad Ali, Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa 1987), h 42.


(28)

18

Qurthubi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dan Tafsir al -Maraghi.

c.Analisis Data

Para ulama sepanjang sejarah Islam telah berusaha secara serius merumuskan berbagai metode yang dapat diterapkan dalam mengkaji Al- Qur’an, sehingga umat Islam yang meyakini kitab suci ini sebagai pedoman hidup, dapat menangkap makna pesan-pesannya. Metode-metode tersebut adalah:15

1) Metode Tafsir Tahlili (Analitis)

Metode tahlily atau yang dinamai Baqir al-Shadr sebagai metode tajzi’i adalah satu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan kecenderungan seorang mufassir.16 2) Metode Tafsir Maudlu’iy (Tematik)

Metode Maudlu’iy adalah suatu metode menafsirkan Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat, baik dari suatu surat maupun beberapa surat, yang berbicara tentang topik tertentu, untuk kemudian mengaitkan antara satu dengan lainnya. Kemudian

15

Syahrin Harahap, Metodologi Studi Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuludun, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h. 17.

16


(29)

19

mengambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan Al-Qur’an.

3) Metode Tafsir Muqaran (Komparasi-Perbandingan)

Metode Muqaran adalah suatu metode mencari kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan satu ayat dengan ayat lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat para ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir Tahlili, yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan kecenderungan seorang mufassir.

Jadi dalam penelitian ini, penulis berusaha menjelaskan pola interaksi guru dengan murid dalam al-qur’an surat abasa ayat 1-10 dari penjelasan arti dan maksud qur’an surat abasa ayat 1-10 dari sekian banyak seginya, kemudian dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya didalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata,


(30)

20

penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), munasabah (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan, maka akan dikemukakan secara garis besar sistematika pembahasan skripsi dan materi-materi yang dibahas antara lain:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini terdiri dari sembilan sub bab yaitu:Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulun, batasan masalah, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II POLA INTERAKSI ANTARA GURU DENGAN MURID

Dalam bab ini, terdiri dari 8 sub bab yaitu :Pengertian Pola dan Interaksi Edukatif, tujuan interaksi edukatif,Peranan Guru dalam Interaksi Edukatif, macam-macam pola Interaksi Guru dengan Murid, ciri-ciri Interaksi Edukatif, pola/bentuk-bentuk Interaksi Edukatif, Prinsip Interaksi Edukatif, Tahap-tahap Interaksi Edukatif, dan faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Edukatif.


(31)

21

BAB III POLA INTERAKSI EDUKATIF DALAM KAJIAN Q.S ABASA AYAT 1-10

Dalam bab ini, terdapat 2 sub bab yaitu : Kandungan makna dan asbabun nuzul Surat Abasa ayat 1-10 dan Pandangan mufassir/pendapat ulama’ terhadap pola interaksi edukatif dalam kajian Q.S Abasa ayat 1-10.

BAB IV POLA INTERAKSI EDUKATIF KAJIAN TAFSIR AL-QUR’AN

SURAT ABASA AYAT 1-10

Dalam bab ini terdapat 2 subbab yang berisi Analisis Pola Interaksi Edukatif dalam Surat Abasa ayat 1-10 dan Bentuk-bentuk Interaksi Edukatif dalam Surat Abasa.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan topik dari skripsi ini.


(32)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Definisi Pola dan Interaksi Edukatif

Dalam kamus bahasa Indonesia, pola artinya adalah “gambar, corak,

model, sistem, cara kerja, bentuk, dan struktur”1

. Sedangkan dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah, M. Dahlan menyatakan bahwa interaksi adalah aksi yang saling memberikan timbal balik. Jadi pola interaksi adalah bentuk hubungan timbal balik orang satu dengan orang lainnya. Sebagai makhluk sosial, kecenderungan manusia untuk berhubungan dengan yang lain untuk melahirkan komunikasi dua arah baik melalui bahasa maupun perbuatan. Karena adanya aksi maka reaksipun terjadi, inilah unsur yang membentuk terjadinya interaksi2.

Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga dalam hubungannya setiap manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Dengan demikian kegiatan manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun dengan Tuhannya, baik dengan disengaja maupun tidak disengaja. Menurut H. Booner sebagaimana yang dikutip Abu Ahmadi berpendapat bahwa interaksi adalah memberikan rumusan interaksi adalah hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu

1

M. Dahlan Y. Al-Barry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya : Target Press, 2003), h. 323.

2 Miftahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak , (UIN Malang Press, 2008), Cet I, h. 38.


(33)

23

memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau begitu juga sebaliknya.”

Manusia sebagai makhluk sosial, didalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Hubungan itu terjadi karena setiap manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan, membuat manusia cenderung untuk untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa dan mengandung tindakan dan perbuatan. Karena ada aksi dan reaksi, interaksipun terjadi. Oleh sebab itu, interaksi akan berlangsung bila ada hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih3.

Interaksi yang bernilai edukatif, yaitu interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagi mediumnya sehingga interaksi ini merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Dalam pola interaksi antara guru dengan murid adalah dalam proses pembelajaran seorang guru menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia didalam kelas. Di dalam interaksi tersebut tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan seimbang, dimana terjadi saling mempengaruhi antara kedua belah pihak, baik guru maupun murid. Sebagai contoh seorang guru mengadakan diskusi diantara anak didiknya untuk memecahkan sebuah persoalan, disinilah proses interaksi itu

3


(34)

24

akan terjadi, adanya saling memberikan pendapat yang bebeda antara satu sama lain. Dengan adanya interaksi pola pikir, pola sikap dan pola tingkah laku, maka sikap yang maunya benar dan menang sendiri tidak akan muncul dan berkembang. Sebaliknya akan tumbuh sikap yang toleran dan saling menghargai antara yang satu dengan yang lainnya4.

Dalam interaksi edukatif ada dua buah kegiatan yakni, kegiatan guru disatu pihak dan kegiatan anak didik dilain pihak. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan anak didik belajar dengan gayanya sendiri. Guru tidak hanya mengajar tetapi juga belajar memahami suasana psikologis anak didik dan kondisi kelas. Dalam mengajar guru perlu memahami gaya-gaya belajar anak didik. Kerelevansian gaya-gaya mengajar guru dengan gaya-gaya belajar anak didik akan memudahkan guru menciptakan interaksi edukatif yang kondusif. Dalam interaksi edukatif, guru harus berusaha agar anak didik aktif dan kreatif secara optimal. Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya mengajar tradisional. Karena gaya mengajar seperti itu sudah tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern. Pendidikan modern menghendaki penerapan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dalam kegiatan interaksi edukatif. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing dan anak didik yang lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.

Banyak kegiatan yang harus guru lakukan dalam interaksi edukatif, diantaranya memahamin prinsip-prinsip interaksi edukatif, menyiapkan bahan dan sumber belajar, memilih metode, alat dan alat bantu pengajaran, memilih

4


(35)

25

pendekatan, dan mengadakan evaluasi setelah akhir kegiatan pengajaran. Semua kegiatan yang dilakukan guru harus didekati dengan pendekatan sistem. Sebab pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah komponen pengajaran. Tidak ada satu pun dari komponen itu dapat guru abaikan dalam perencanaan pengajaran, karena semuanya saling terkait dan menunjang dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran5.

Jadi, Interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan. Dalam pembelajaran terpadu interaksi edukatif terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajran yang telah ditetapkan.

B. Tujuan Interaksi Edukatif

Proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas selama ini seringkali satu arah dimana siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru. Oleh karenanya, siswa lebih dilibatkan secara aktif untuk berinteraksi dengan guru atau antar siswa.

Hubungan yang saat ini terjadi antara guru dan siswa seringkali satu arah dimana siswa hanya sekadar mendengarkan apa yang disampaikan guru.Siswa akan mudah lupa dengan apa yang mereka pelajari sebelumnya ketika mereka hanya mendengarkan penjelasan guru. Siswa akan mampu mengingat dan memahami materi lebih dalam dan lama jika mereka mampu menjelaskan isi materi kepada orang lain.

5


(36)

26

Interaksi juga menjadi poin penting dalam kegiatan belajar mengajar karena tak hanya siswa saja yang mendapatkan manfaat, namun juga para guru juga memperoleh umpan balik (feedback) apakah materi yang disampaikan dapat diterima murid dengan baik. Untuk itu, mendengar pengalaman para siswa dapat diaplikasikan dalam metode pembelajaran sebelum guru masuk ke dalam penjelasan teori.

Tujuan interaksi belajar antara siswa dengan guru merupakan titik temu dan bersifat mengikat serta mengarahkan aktivitas dari kedua belah pihak. Sehingga kriteria keberhasilan keseluruhan proses interaksi hendaknya dievaluasikan agar tercapai tujuan pendidikan6. Jadi interaksi di katakan sebagai interaksi edukatif apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, mengantarkan anak didik kearah kedewasaanya, memudahkan dalam mengkomunikasikan kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri, memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar, membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran, memudahkan guru mengadakan penilaian.

Interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran di kelas merupakan salah satu cara untuk menciptakan suatu kondisi edukatif yang nyaman, aman dan tenang menuju efiesiensi, afektifitas dan optimalisasi proses pembelajaran yang diperlukan.

6


(37)

27

Bentuk interaksi yang diharapakan adalah adanya suasana yang menyenangkan, akrab, penuh pengertian dan mau memahami sehingga siswa merasakan bahwa dirinya telah di didik, dan tanggung jawab. Bentuk interaksi sosial-edukatif yang akrab dan penuh kekeluargaan antara guru dan siswa ini sangat bermanfaat bagi siswa karena hal itu akan menjadi pergaulan sehari-hari siswa dengan teman-temannya dan lingkungannya7.

C. Peranan Guru dalam Interaksi Edukatif

Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah ini:

1. Korektor

Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat di mana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan perannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan

7

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2001), h 77.


(38)

28

mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya disekolah, tetapi diluar sekolah pun harus dilakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi diluar sekolah pun harus dilakukan. Sebab tidak jarang di luar sekolah anak didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral. Sosial, dan agama yang hidup di masyarakat. Lepas dari pengawasan guru dan kekuranganya pengertian anak didik terhadap perbedan nilai kehidupan menyebabkan anak didik mudah larut didalamnya8.

2. Inspirator

Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalaha yang dihadapi oleh anak didiknya9.

3. Informator

Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru.

8Muhaimin, “Nuansa Baru Pendidikan Islam”, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h 168. 9


(39)

29

Kesalahan informasi dari guru adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, pengusaan bahasalah sebagai kuncinya. Ditopoang dengan pengusaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik10.

4. Organisator

Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang dipelukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengolahan kegiatan akademik, menusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.

5. Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didikagar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yag melatar belakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya disekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatifnya tidak mustahil ada diantara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik. Penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam

10


(40)

30

interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri11.

6. Inisiator

Dalam peranan sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekrang harus dioerbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknoligi dibidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai dengan kemjuan media komunikasi dan informasi abad ini. guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu. Bukan mengikuti terus tanpa mencetus ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran12. 7. Fasilitator

Sebagai fasilitaor, hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersidia, menyebabkan anak didik malas belajar, oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.

8. Pembimbing

11

Abudin Nata, Manajemen Pendidikan ...., h 238. 12


(41)

31

Peranan guru yang tak kalah pentingnya dari semua peranan yang telah disebutkan diatas, adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru disekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa suila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebakan lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri)13.

9. Demonstrator

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik. Tidak terjadi kesalah pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.

10.Pengelola kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang

13

Soebagio Atmodiwirio, ManajemenPendidikanIndonesia, (Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000), h 119.


(42)

32

dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama didalam kelas. Jadi, tujuan pengelolaan kelas adalah agar anak didik betah tinggal didalam kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya14.

11.Mediator

Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun material. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran. Sebagai mediator, guru dapat doartikan sebagai penengah dalam proses belajar anak didik. Dalam diskusi, guru dapat berperan sebagai penengah, sebagai pengatur lalu lintas jalannya diskusi.kemacetan jalannya diskusi akibat anak didik kurang mampu mencari jalan keluar dari pemecahan masalahnya, dapat guru tangahi, bagaimana menganalisis permasalahan agar dapat diselesaikan. Guru sebagai mediator dapat juga diartikan penyedia media15.

12.Supervisor

Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik

14

Ibid., h 120. 15


(43)

33

supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengejar menjadi lebih baik.untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, alan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang dimiliknya, atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol dari pada orang-orang yang disupervisinya. Dengan semua kelebihan yang dimiliki, ia dapat melihat, menilai atau mengadakan pengawasan terhadap orang atau sesuatu yang disupervisi.

13.Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek instrinsik dan ekstrensik. Penilaian terhadap aspek instrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Berdasrkan hal ini, guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian anak didik tentu lebih diutamakan dari pada penilaian terhadap jawaban anak didik ketika diberika tes. Anak didik yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilaian itu pada hakekatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap16.

16


(44)

34

Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feedbeck) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan17.

D. Macam-macam Pola Interaksi Guru dengan Murid

Interaksi antara guru dan murid, unsur guru dan murid harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi dalam proses pembelajaran bila hanya satu unsur yang aktif, baik dalam sikap, mental dan perbuatan. Kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka ragam coraknya, mulai dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai kegiatan mandiri yang dilakukan oleh murid. Hal ini tentu saja bergantung pada keterampilan guru dalam mengelola kegiatan interaksi belajar mengajar. Penggunaan variasi pola interaksi mutlak dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan guru dan anak dalam mencapai tujuan pendidikan.

Ada beberapa pola interaksi antara guru dengan murid dalam proses pembelajaran yaitu yang dilakukan antara guru dengan murid, diantaranya yaitu :

17


(45)

35

1. Model Pembelajaran Satu Arah

Model pembelajaran Satu Arah ini yaitu Pola pendidik (guru)-anak didik (murid) merupakan komunikasi sebagai aksi18. Komunikasi satu arah biasanya dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran dengan metode ceramah. Dalam pola interaksi antara guru dengan murid yang seperti ini dapat diumpamakan seorang guru yang mengajar muridnya hanya dengan menyuapi makanan kepada muridnya. Sehingga murid yang selalu menerima suapan itu tanpa komentar dan tanpa aktif berfikir. Pelaksanaan bentuk interaksi seperti ini gurulah yang berperan penting, gurulah yang aktif, murid pasif dan semua kegiatan berpusat pada guru. Guru sebagai sumber segala pengetahuan, sumber segala kebenaran, dan sumber segala yang diperlukan siswa disekolah. Semua yang dikatakan oleg guru

18

Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar , (Bandung:Pustaka Setia,1997), h 118-119. Gambar 1.1Pola Komunikasi Satu Arah

GURU


(46)

36

dipegang oleh murid sebagai suatu kebenaran yang mutlak. Semua orang mempercayai bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran disekolah dan membantu perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik secara optimal sesuai dengan tujuan hidup peserta didik tersebut19.

2. Model Pembelajaran Dua Arah

Gambar 2.1Pola Komunikasi Dua Arah

Model pembelajaran dua arah ini yaitu guru aktif dan murid juga aktif. Pola komunikasi ini biasanya dalam proses pembelajaran menggunakan metode tanya jawab, setelah guru menjelaskan tentang suatu materi, maka guru akan memberi kesempatan kepada murid untuk bertanya, yang kemudian pertanyaan tersebut akan dijawab oleh guru.Pola interaksi guru dengan murid dalam bentuk ini, guru merupakan salah satu

19

E Mulyasa, Menjadi Guru Profesional...., h 38.

GURU


(47)

37

sumber belajar, bukan sekedar menyuapi materi kepada murid20. Jadi guru sebagai salah satu sumber pengetahuan tetapi hal itu tidak mutlak. Guru melontarkan masalah-masalah kepada murid, agar murid mampu dan timbul inisiatif untuk memecahkan masalah tersebut. Guru memberikan aksi-aksi yang merangsang murid untuk mengadakan reaksi. Dengan demikian, terjadilah interaksi antara guru dengan murid. Ada hubungan timbal balik antara guru dengan murid.

3. Model Pembelajaran Tiga Arah

Gambar 3.1 Pola Komunikasi Tiga Arah

Model pembelajaran tiga arah ini yaitu guru aktif, murid dengan guru aktif dan murid dengan murid juga aktif. Jadi ada feefback bagi guru dan anak didik saling belajar satu sama lain (komunikasi tiga arah).

Komunikasi atau interaksi antara guru dengan murid dalam proses pembelajaran seperti ini biasanya terjadi dengan metode diskusi, yang

20

Ibid., h 39.

GURU


(48)

38

dimana guru menugaskan anak didik untuk berdiskusi dengan temannya tentang suatu masalah atau materi yang sedang dipelajari. Sebenarnya interaksi yang seperti ini bukan sekedar adanya aksi dan reaksi, melainkan juga adanya hubungan interaktif antara setiap individu. Setiap individu ikut aktif dan tiap individu mempunyai peran. Dalam hal ini guru hanya menciptakan situasi dan kondisi agar tiap individu murid dapat aktif belajar. Yang dimana suasana atau proses belajar mengajar yang aktif. Masing-masing siswa sibuk belajar dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.

Setiap murid memegang peran didalam proses belajar mengajar seperti ini. Guru akan mengawasi dan mengarahkan serta membimbing murid dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, interaksi belajar mengajar berlangsung timbal balik. Murid dapat menerima pelajaran dari guru dan mendapat pengalaman dari siswa lain. Kegiatan seperti ini menimbulkan adanya interaktif antara guru dengan murid, serta antara murid dengan murid21.

21


(49)

39

4. Model Pembelajaran Multi Arah

Gambar 4.1Pola Komunikasi Multi Arah

Model ini terjadi antara pendidik(guru) -anak didik(murid)-anak didik(murid)-pendidik(guru), interaksi yang optimal yang memungkinkan adanya kesempatan yang sama bagi setiap anak didik dan guru untuk saling berdiskusi22.

Interaksi ini, murid dihadapkan pada suatu masalah, dan murid sendiri lah yang memecahkan masalah tersebut, kemudian hasil diskusi murid-murid tersebut dikonsultasikan kepada guru. Sehingga dari interaksi seperti ini, murid memperoleh pengalaman dari

22

Roestiyah N.K, Masalah Pengajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), h. 44. Guru

Murid Murid

Murid Murid


(50)

40

temannya sendiri. Pola interaksi seperti ini, guru harus memberi motivasi agar murid-murid mampu memahami masalah dan dapat memecahkan masalah tersebut. Dengan kondisi belajar seperti ini, maka setiap siswa ketika menghadapi suatu masalah akan aktif mencari jawaban atas segala inisiatifnya sendiri. Guru hanya membimbing, mengarahkan dan menunjukkan sumber belajar23.

5. Model Pembelajaran Segala Arah (melingkar)

Gambar 5.1 Pola Komunikasi Melingkar (Segala Arah)

23

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h 8.

Murid

Murid Murid

Murid

Murid Guru


(51)

41

Pola komunikasi melingkar ini, setiap anak didik mendapat giliran untuk mengemukakan pendapat atau jawaban dari pertanyaan, dan tidak diperbolehkan berpendapat atau menjawab sampai dua kali sebelum semua anak didik mendapat giliran24.

E. Ciri-ciri Interaksi Edukatif

Sebagai interaksi yang bernilai normatif, maka interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Interaksi edukatif mempunyai tujuan

Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi edukatif sadar akan tujuan dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung. 2. Mempunyai prosedur (jalannya interaksi) yang direncana

Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur atau langkah-langkah sistematik yang relavan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda-beda.

3. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus

Dalam hal materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan

24


(52)

42

komponen-komponen pengajaran yang lain. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatif25. 4. Ditandai dengan aktivitas anak didik

Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan sentral, maka aktivitas anak didik merupakan syarat mtlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif. Aktivitas anak didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif).

5. Guru berperan sebagai pembimbing

Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi edukatif yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. guru (lebih baik bersama anak didik) sebagai desainer akan memimpin terjadinya interaksi edukatif.

6. Interaksi edukatif membutuhkan disiplin

Disiplin dalam interaksi edukatif diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur menurut ketentuan yang sudah ditaati dengan sadar oleh pihak guru maupun pihak anak didik. Mekanisme konkret dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi, langkah-langkah yang dilaksanakan akan

25


(53)

43

sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator pelanggaran disiplin26.

7. Mempunyai batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok nak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggallkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan harus sudah tercapai.

8. Diakhiri dengan evaluasi

Dari seluruh kegiatan tersebut, masalah evaluasi merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus guru lakukan untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan poengajaran yang telah ditentukan27.

F. Bentuk-bentuk / Pola Interaksi Edukatif

1) Pola Interaksi Belajar Mengajar Klasik

Pada masa awal-awal Islam proses pendidikan dilakukan dengan cara atau metode dan sarana yang sangat sederhana, pembelajaranpun dilakukan pada mesjid-mesjid dan di rumah-rumah, lembaga pendidikan yang lebih maju baru pada masa khalifah Abbasiyah yang telah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang lebih modern. Dalam

26

Ibid., h 111.


(54)

44

mengajar, seorang guru menggunakan beberapa cara (pola) dalam interaksi dengan murid-muridnya misalnya28:

a) Halaqah (lingkaran studi)

Cara atau pola interaksi dalam bentuk halaqah seperti ini diterapkan oleh beberapa tokoh terkenal dalam Islam seperti Ibn Sina dan al-Ghazali, Ibnu Sina menyelenggarakan halaqah mulai saat fajar hingga pertengahan waktu pagi. Dalam Halaqah ini dilakukan beberapa kegiatan seperti berdiskusi dan membaca kitab.

b) Penyajian materi (kuliah)

Pola interaksi seperti ini, dimana seorang syekh (guru), memulai perkuliahan dengan memberikan garis-garis umum, dilanjutkan dengan penjelasan secara detail, tentang sub-sub judul, dan pemaparan bagaimana topik itu saling berhubungan secara terpadu. c) Menghafal

Al-Qabisi seorang praktisi dan tokoh pendidikan Islam menjelaskan tentang metode-metode yang dapat digunakan para guru dalam melaksanakan tugas pengajaran di antaranya adalah; menghafal, individual dan klasikal, pengikut sertaan dalam mengajar. Metode menghafal ini lebih tepat digunakan pada pengajaran al-Qur’an dan pelajaran menghitung, sebab para siswa harus mengingat ayat-ayat al-Qur’an atau cara-cara menjumlah, dalam pembelajaran al-Qur’an para siswa disuruh menghafal al-Qur’an dan mengulanginya hingga siswa

28

Abudin Nata, Perspektif Tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h 93-94.


(55)

45

tersebut menghafalnya sampai lancar. Pada tingkat dasar guru tidak menjelaskan tentang makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang dihafal para siswa29.

d) Individual dan klasikal

Metode ini harus digunakan oleh para guru untuk memantapkan pelajaran kepada murid-muridnya, sebab pembelajaran secara kelompok dapat menyembunyikan ketidaktahuan individu pada materi yang diberikan guru, dengan demikian anak-anak mula-mula diajarkan secara berkelompok dan kemudian dilanjutkan dengan cara individual.

e) Mengikut sertakan murid dalam kegiatan belajar mengajar.

Murid-murid yang pandai diikut sertakan dalam mengajar, misalnya untuk mendiktekan pelajaran kepada teman-temannya yang lain, karena yang demikian sangat bermanfaat bagi mereka, untuk membiasakan diri dan memiliki kemampuan dalam mengajar jika telah cukup berpengalaman.

f) Keteladanan30

Di dalam al Qur’an banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang cara-cara seseorang untuk menyampaikan pesan-pesan yang baik kepada orang lain salah satu cara atau metodenya adalah dengan memberikan contoh teladan, Muhammad Qutbh menjelaskan bahwa,

29

Usman Husen, Sejarah Pendidikan Islam , (Banda Aceh: Ar-raniry Press, 2008) ,h 95. 30


(56)

46

dalam diri Rasulullah itu terdapat metodologi Islam. metode ini lebih tepat pada pelajaran-pelajaran yang memiliki aspek moral misalnya akhlak yang termasuk dalam kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku

2) Pola Interaksi Belajar-Mengajar Modern

Dalam interaksi belajar yang lebih maju, proses interkasi antara guru dan murid dapat dilakukan dalam berbagai bentuk atau metode, diharapkan dengan menggunakan metode yang tepat atau sesuai, maka diharapkan hasil proses pembelajaran akan semakin maksimal dan tepat sasaran.

Beberapa metode yang umum dan biasa diterapkan dalam proses pembelajaran adalah:

a) Metode ceramah

Ceramah diartikan sebagai cara yang dilakukan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik secara lisan. Tugas murid adalah sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan guru jika diperlukan. Metode ceramah lebih tepat digunakan dalam penjelasan mengenai fakta atau pendapat dalam waktu yang singkat dan jumlah siswa yang begitu besar31.

b) Metode diskusi

31


(57)

47

Salah satu cara mempelajari materi ajar dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. Cara ini menimbulkkan perhatian dan perubahan tingkah laku murid dalam belajar. selain itu metode ini dapat merangsang dan membentuk pola pikir siswa agar dapat mengeluarkan pendapat dan berfikir secara kritis, rasional dan objektif32.

c) Metode eksperimen

Metode ini biasanya digunakan pada pelajaran tertentu seperti ilmu alam, kimia, fisika dan sejenisnya, biasanya pada ilmu alam yang didalam penelitiannya menggunakan metode objektif, baik dilakukan didalam kelas maupun dilaboratorium. Metode eksperimen baiknya diterapkan pada pelajaran-pelajaran yang belum diterangkan/diajarkan oleh metode lain sehingga terasa benar fungsinya.

d) Metode Resitasi

Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.Jadi, bisa disimpulkan bahwa metode resitasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan tugas tertentu kepada siswa untuk dikerjakan dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Tugas yang diberikan guru dapat memperdalam materi pelajaran dan dapat pula mengevaluasi materi

32


(58)

48

yang telah dipelajari. Sehingga siswa akan terangsang untuk belajar aktif baik secara individual maupun kelompok33.

e) Metode Tanya jawab

Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-pertanyaan.

Metode ini memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara pendidik dan peserta didik, bisa dalam bentuk pendidik bertanya dan peserta didik menjawab atau dengan sebaliknya34.

Metode tanya jawab merupakan cara menyajikan bahan ajar dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai tujuan. Umumnya pada tiap kegiatan belajar mengajar selalu ada tanya jawab. Namun, tidak pada setiap kegiatan belajar engajar dapat disebut menggunakan metode tanya jawab. Dalam metode tanya jawab, pertanyaanpertanyaan bisa muncul dari guru, bisa juga dari peserta didik, demikian pula halnya jawaban yang dapat muncul dari guru maupun peserta didik. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode ini siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar dengan metode ekspositori. Meskipun aktivitas siswa semakin besar, namun kegiatan dan materi pelajaran masih ditentukan oleh guru.

33

Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar ,(Jakarta:PT. Rineka Cipta,2006), Cet III, h.54. 34


(59)

49

f) Metode Karyawisata

Metode Karya wisata adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran oleh para anak didik dengan jalan membawa mereka langsung ke objek yang terdapat diluar kelas atau dilingkungan kehidupan nyata agar mereka dapat mengamati atau mengalami secara lagsung

Metode karyawisata diterapkan antara kain karena objek yang akan dipelajari hanya terdapat ditempat tertentu. Selain itu pengalaman langsung dapat membuat setiap anak didik lebih tertarik pada pelajaran yang disajikan sehingga anak didik lebih ingin mendalami ikhwal yang diminati dengan mencari informasi dari buku-buku sumber lainnya serta menumbuhkan rasa cinta kepada alam sekitar sebagai ciptaan Tuhan. Metode karyawisata berfungsi pula memberikan hiburan kepada anak didik dan rekreatif35.

G. Prinsip-prinsip Interaksi Edukatif

Dalam rangka menjangkau dan memenuhi sebagian besar kebutuhan anak didik, dikembangkan beberapa prinsip dalam interaksi edukatif, dengan harapan mampu menjembatani dan memecahkan masalah yang sedang guru hadapai dalam kegiatan interaksi edukatif. Prinsip tersebut harus dikuasai oleh guru agar dapat tercapai tujuan pengajaran. Prinsip - prinsip tersebut adalah :

35


(60)

50

1. Prinsip Motivasi : Agar setiap anak dapat memiliki motivasi dalam belajar. Apabila anak didik telah memiliki motivasi dalam dirinya disebut motivasi intrinsik, sangat memudahkan guru memberikan pelajaran , namun apabila anak tersebut tidak meilikinya, guru akan memberikan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yangbersumber dari luar diri anak didik tersebut dan dapat berbentuk ganjaran, pujian , hadiah dan sebaginya36.

2. Prinsip Berangkat dari Persepsi yang Dimiliki : Bila ingin bahan pelajaran mudah dikuasai oleh sebagian atau seluruh anak, guru harus memperhatikan bahan apersepsi yang dibawa anak didik dari lingkungan kehidupan mereka. Penjelasan yang diberikan mengaitkan dengan pengalaman dan pengetahuan anak didik akan memudahkan mereka menanggapi dan memahami pengalaman yang baru dan bahkan membuat anak didik memusatkan perhatiannya.

3. Prinsip Mengarah kepada Titik Pusat Perhatian Tertentu atau Fokus Tertentu : Pelajaran yang direncanakan dalam suatu pola tertentu akan mampu mengaitkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu pelajaran. Tanpa suatu pola, pelajaran dapat terpecah-pecah dan para anak didik akan sulit memusatkan perhatian . Titik pusat akan tercipta melalui upaya sebagai berikut :

a. Merumuskan masalah yang hendak dipecahkan b. Merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab c. Merumuskan konsep yang hendak ditemukan


(61)

51

d. Membatasi keluasan dan kedalaman tujuan belajar serta e. Memberikan arah kepada tujuannya

4. Prinsip Keterpaduan : Keterpaduan dalam pembahasan dan peninjauan akan membantu anak didik dalam memadukan perolehan belajar dalam kegiatan interaksi edukatif.

5. Prinsip Pemecahan Masalah yang Dihadapi : Salah satu indikator keandaian anak didik banyak ditemukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah dapat mendorong anak didik untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai masalah belajar dan anak didik akan cepat tanggap dan kreatif37.

6. Prinsip Mencari, Menemukan dan Mengembangkan Sendiri : Guru yang bijaksana akan membiatkan dan memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencari dan menemukan sendiri informasi. Kepercayaan anak didik untuk selalu mencari dan menemukan sendiri informasi adalah pintu gerbang kearah CBSA yang merupakan konsep belajar mandiri yang bertujuan melahirkan anak didik yang aktif - kreatif.

7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja : Artinya belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil untuk anak didik sebab kesan yang didapatkan anak didik lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak didik.

8. Prinsip Hubungan Sosial : Hal ini untuk mendidik anak didik terbiasa bekerja sama dalam kebaikan. Kerja sam memberikan kesan bahwa

37


(62)

52

kondisi sosialisasi juga diciptakan di kelas yang akan mengakrabkan hubungan anak didik denga anak didik lainnya dalam belajar.

9. Prinsip Perbedaan Individual : Sudut pandang untuk melihat aspek perbedaan anak didik adalah segi bilologis, intelektual dan psikologis.Semua perbedaan ini memudahkan guru melakukan pendekatan edukatif kepada setiap anak didik Banyak kegagalan guru menuntaskan penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran salah satunya disebabkan karena guru gagal memahami sifat anak didik secara individual38.

H. TAHAP-TAHAP INTERAKSI EDUKATIF

Menurut R.D. Conners, mengidentifikasi tugas mengajar guru yang bersifat suksesif menjadi tiga tahap39:

1. Tahap Sebelum Pengajaran

Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester atau catur wulan (cawu), program satuan pelajaran (satpel), dan perencanaan program pengajaran. Dalam merencanakan program-program tersebut di atas perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan :

a) Bekal bawaan anak didik b) Perumusan tujuan pembelajaran c) Pemilihan metode

d) Pemilihan pengalaman-pengalaman belajar

38

Ibid., h 66. 39


(63)

53

e) Pemilihan bahan dan peralatan belajar

f) Mempertimbangkan jumlah dan karakteristik anak didik g) Mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia h) Mempertimbangkan pola pengelompokan

i) Mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar40. 2. Tahap Pengajaran

Dalam tahap ini berlangsung interaksi antara guru dengan anak didik, anak didik dengan anak didik, anak didik dalam kelompok atau anak didik secara individual.Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan. Ada beberapa aspek yang perlu di pertimbangkan dalam tahap pengajaran ini, yaitu :

a.) Pengelolaan dan pengendalian kelas b.) Penyampaian informasi

c.) Penggunaan tingkah laku verbal non verbal d.) Merangsang tanggapan balik dari anak didik e.) Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar f.) Mendiagnosis kesulitan belajar

g.) Memperimbangkan perbedaan individual h.) Mengevaluasi kegiatan interaksi.

3. Tahap Sesudah Pengajaran

Tahap ini merupakan kegiatan atau perbuatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik. Beberapa perbuatan guru yang tampak pada tahap sesuadah mengajar, antara lain :

40


(1)

115

Yang terakhir, di simpulkan bahwa Allah menerangkan peristiwa Ibnu Ummi Maktum dan celaan-Nya kepada Rasul-Nya dalam peristiwa tersebut, kemudian Dia menjelaskan bahwa hidayah yang diberikan oleh Allah kepada Manusia dengan lisan Rasul-Nya, itu bukanlah hidayah yang ditambatkan dan ditetapkan dalam hati seseorang, akan tetapi berupa peringatan yang diberikan kepada orang yang lalai mengenai ke Esaan

Allah, sebagai tabi’at yang ada pada manusia. Karena itu barangsiapa

mengenyampingkan ketauhidan, berarti ia menentang seruan inderawinya

sendiri dan melawan tabi’at yang telah Allah tanamkan didalam jiwanya.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka demi kemajuan dan perbaikan dalam bidang-bidang pendidikan, peneliti merasa perlu memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi akademik, hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan terkait pola interaksi guru dengan murid yang sifatnya lebih mendalam. Karena keterbatasan pengetahuan dan sumber yang penulis gunakan, maka alangkah baiknya jika disempurnakan oleh peneliti selanjutnya.

2. Bagi calon Guru, Guru merupakan seorang pendidik yang berperan penting bagi perkembangan anak fan demi tercapainya suatu tujuan pendidikan dalam proses pembelajaran. Guru harus menyadari tanggung jawab yang besar sebagai seorang pendidik. Karena seorang guru akan menjadi panutan oleh murid-muridnya dalam berbagai situasi. Oleh karena


(2)

116

itu, guru haruslah memiliki sikap, perilaku, dan ucapan yang baik sebagai contoh bagi murid-muridnya.

3. Bagi anakdidik, dalam al-Qur’an surat Abasa ini terdapat banyak interaksi antara pendidik dan peserta didik. Oleh karena itu ada baiknya interaksi tersebut dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Bagi pembaca secara umum, interaksi yang ada dalam surat Abasa ini sebaiknya harus lebih dikembangkan lagi dalam dunia pendidikan, dan diadakan penelitian yang lebih jauh lagi dalam hal mengkaji ilmu-ilmu pendidikan dalam al-Qur’an demi tujuan dakwah Islamiyah dan perkembangan ilmu pendidikan Islam.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abi Zakarah Yahya bin Syarif An-Nawawi, Mahyudin.1992. Riyadhus Sholihin.Semarang: Toha Putra.

Abdul Wahid, Ramli .2002. Ulumul Qur’an I. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ahmadi, Abu. 1982. Sosiologi Pendidikan. Surabaya : Bina Ilmu.

Ahmadi, Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:Pustaka Setia.

Al-Barry M. Dahlan Y dan Yacub L. Lya Sofyan. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya : Target Press.

Ali, Muhamad. 1987. Penelitian Kependidikan : Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.

Al-Mundziri, Imam.2003. Ringkasan Hadis Shahih Muslim, Penterjemah Drs.Achmad Zaidun. Jakarta : Pustaka Amani.

Amin, Ahmad.2001. Etika (Ilmu Akhlak). Alih Bahasa Farid Ma’ruf. Jakarta : Bulan Bintang.

Anshari, Hasan. 2008. Etika Akademis Dalam Islam. Yogyakarta:Tiara Wacana. As-Shiddieqy, M. Hasbi. 2010. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Semarang : PT Pustaka

Rizki Putra.

Arifin, M.1994. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjuan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara.

Atmodiwirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta Slameto.

Bahri Djamarah Syaiful. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.

Jakarta: P.T. Rineka Cipta.

Bahjat, Ahmad.2002. Hakekat Cinta dan kasih sayang dalam agama. Bandung:

Pustaka Hidayah.


(4)

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Bahasa.

Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Djalal, Abdul .2000. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.

Departemen Agama RI. 1989.Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Gema Risalah Press.

Elfiky, Ibrahim . 2009. Terapi Berpikir Positif. Jakarta: Zaman Transforming Lives.

Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Hamzah Uno, B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisis Dibidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Harahap, Syahrin. 2000. Metodologi Studi Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuludu.

Jakarta: Raja Grafindo, 2000.

Hasibuan. 1992. Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja Rosdakarya Offset, 1992.

Huda, Miftahul. 2008. Interaksi Pendidikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak, UIN Malang Press.

Husen, Usman. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Banda Aceh: Ar-raniry Press. Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Katsir, Ibnu .2004. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 8. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya. Made, Pidarta. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara. Mahfiroh. 2009. Strategi Pembelajaran Efektif. Semarang: PT. Sindur Press. Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada.

Mulyasa, Enco. 2006. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran

Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Musthafa Al-Maraghi, Ahmad. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maragi Juz 26.


(5)

Mochtar, Buchori. 1995. TransformasiPendidikan. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. Nata, Abudin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana.

Nata, Abudin. 2007. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Nata, Abudin. 2001. Perspektif Tentang Pola Interaksi Guru dengan Murid.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Nawawi, Hadari .1985. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT Gunung Agung. N.K, Roestiyah . 1994. Masalah Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulya. Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina .2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Penada Media Grup.

Sabri, Ahmad .2007. Strategi belajar Mengajar. Ciputat: PT. Ciputat Press.

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.

Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : CV. Sinar Baru.

Surachmad, Winarno. 1986. Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung : Jemmars.

Subagyo, Joko . 2004. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Surya, Mohammad.2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.

Bandung:Pustaka Bani Quraisy.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Syadili Ahmad dan Rofi’i, Ahmad .2000. Ulumul Qur’an I. Bandung:Pustaka Setia.


(6)

Uzer Usman, Moh. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. RemajaRosda Karya.

Quraish Shihab, M. 2002. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.

Quraisy Shihab, M. 1998. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Peranan Wahyu

dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Quthb, Sayyid.1992. Fii Zhilalil Qur’an. Beirut: Darusy-Syuruq.

Yamin, Martinis .2007. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta” Gaung Persada Press.