Implementasi task based risk assessment (tbra) di area warehouse chemical pt eastern logistics Lamongan danuaji
commit to user
LAPORAN TUGAS AKHIR
IMPLEMENTASI
TASK BASED RISK ASSESSMENT
(TBRA) DI AREA
WAREHOUSE CHEMICAL
PT EASTERN LOGISTICS
LAMONGAN
Danuaji Hananto R0009027
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2012
(2)
commit to user
(3)
commit to user
(4)
commit to user
iv ABSTRAK
IMPLEMENTASI TASK BASED RISK ASSESSMENT (TBRA) DI AREA WAREHOUSE CHEMICAL PT EASTERN LOGISTICS
LAMONGAN
Danuaji Hananto*, Hardjanto*, Seviana Rinawati*
Tujuan: Bahan baku, peralatan, manusia, serta lingkungan kerja mengandung potensi bahaya dan faktor bahaya yang tinggi sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang cara mengidentifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya yang ada di tempat kerja, kemudian melakukan penilaian dan pengendalian terhadap potensi bahaya dan faktor bahaya tersebut. Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran tentang task based risk assessment. Pengambilan data mengenai task based risk assessment di area warehouse chemical dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara terhadap pekerja, serta studi kepustakaan.
Hasil: Tempat kerja terdapat karyawan, peralatan dan lingkungan kerja yang memiliki potensi dan faktor bahaya. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut diperlukan identifikasi bahaya, penilaian risiko serta menentukan langkah pengendaliannya sehingga tempat kerja dapat menjadi aman. Pengambilan data tentang identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara kepada karyawan serta studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dibahas dengan menyesuaikan OHSAS 18001 : 2007 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Simpulan: Perusahaan telah melakukan identifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya di tempat kerja untuk menentukan tingkat risiko dan kemudian dilakukan pengendalian sesuai dengan OHSAS 18001 : 2007 klausa 4.3.1. Saran yang diberikan adalah supaya dilakukan pembuatan task based risk assessment untuk seluruh area kerja agar kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikendalikan. Kata kunci: Task Based Risk Assessment
*.
(5)
commit to user
v ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF TASK BASED RISK ASSESSMENT (TBRA) CHEMICAL WAREHOUSE AREA IN EASTERN LOGISTICS PT
LAMONGAN
Danuaji Hananto*, Hardjanto*, Seviana Rinawati*
Purpose : Raw materials, equipment, people, and work environment contains potential hazards and high hazard factors necessitating a preventive effort to prevent accidents and occupational diseases. The purpose of this study was to determine an idea of how to identify potential hazards and hazard factors are at work, then do the assessment and control of potential hazards and the danger factor.
Method : The study was conducted using descriptive methods that provide an overview of the task based risk assessment. Data retrieval task based on risk assessment in chemical warehouse area is done through direct observation in the field, interviews with workers, as well as library research.
Results: The workplace are employees, equipment and working environment and potential danger factor. To prevent such accidents required hazard identification, risk assessment and determine the steps control so it can be a safe workplace. Retrieval of data on hazard identification and risk assessment is done through direct observation in the field, interviews of employees as well as library research. The data obtained and discussed by adapting OHSAS 18001: 2007 on the Safety Management System and Occupational Health.
Conclusion: The company has to identify potential hazards and dangers in the workplace factors to determine the level of risk and control is then performed in accordance with the OHSAS 18001: 2007 clause 4.3.1. Advice given is to be done making task based risk assessment for the entire work area so that accidents and occupational diseases can be controlled.
Key word : Task Based Risk Assessment * Prodi Hiperkes Diploma III and KK, FK UNS.
(6)
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Alhammdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan khusus dengan judul “Implementasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja Serta
Lingkungan di PT Eastern Logistics Lamongan”.
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas akhir sebagai syarat kelulusan studi di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan penelitaian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan penelitian ini antara lain yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Sumardiyono, SKM, M. Kes, Selaku Ketua Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Tarwaka. Sc., M.Erg selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.
4. Bapak Hardjanto, dr., Ms,Sp.Ok selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran.
5. Ibu Seviana Rinawati, SKM, Selaku pembimbing II dalam penyusunan laporan ini, terima kasih banyak atas saran dan bimbingannya serta pengarahannya dalam pembuatan laporan.
6. Ibu Florentina Nining Hastiani, selaku Human Resources Director PT Eastern Logistics Lamongan yang telah memberi kesempatan penulis agar dapat melaksanakan program magang.
7. Bapak Yudhi Feri Kurniawan, selaku QHSE Manager PT Eastern Logistics yang telah memberikan spirit, bimbingan, ilmu dan waktu luangnya kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
8. Bapak Nurdiyanto, Bapak Syamputra Wahyu Ihroza, Bapak Wahyu Minar Widodo, Bapak Dedi Kurniawan, Bapak M. Imron, Bapak Ahmad
Safurwanto, Bapak Rachmad Ahdan F dan Ibu Sinta Fitriandini, selaku QHSE officer staff PT. Eastern Logistics, terima kasih atas segala ilmu, masukan dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan laporan ini.
9. Bapak-Ibu staff dan karyawan PT Eastern Logistics, PT Mekar Bangun Eka Sejati, BP Tangguh, Petronas Carigali, Surveyor Indonesia, yang telah memberikan arahan demi kelancaran selama pelaksanaan penelitian.
10. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahandaku Almarhum Kadar Slameto, ibundaku Ibu Japtatik, kakak dan adik-adikku Danar Adji S, Ismi danawati M, Febrian Aji D tercinta terimakasih atas dukungan moril, materil dan doa
(7)
commit to user
vii
yang dipanjatkan serta dorongan semangat luar biasa untuk kesuksesan putera, adik dan kakak tercintanya.
11. Deviku yang tak lelah memberikan semangat dan menemani penulis sampai saat ini, serta saran dan bantuannya selama penulis menyelesaikan laporan. 12. Teman- teman hiperkes angkatan 2009 yang selalu bersemangat.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaandan memiliki banyak kekurangan . Untuk itu diharapkan kritik dan saran membangundemi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca.
Wabitaufiq Walhidayah. Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Surakarta, Juni 2012 Penulis,
(8)
commit to user
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Magang ... 4
D. Manfaat Magang ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 6
A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Kerangka Pemikiran ... 54
BAB III METODE PENELITIAN ... 56
A. Metode Penelitian ... 56
B. Lokasi Penelitian ... 56
C. Objek Dan Ruang Lingkup Penelitian ... 56
D. Sumber Data ... 57
E. Teknik Pengumpulan Data ... 57
F. Pelaksanaan ... 58
G. Analisa Data ... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Hasil Penelitian ... 60
B. Pembahasan ... 96
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102
A. Simpulan ... 102
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN
(9)
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tingkatan racun Bahan berbahaya dan beracun (B3) ... 10 Tabel 2. Nilai Kemungkinan (Likelyhood)... 46 Tabel 3. Nilai Keparahan (Saverity)... 46 Tabel 4. Identifikasi Bahaya, penilaian resiko dan pengendalian Bongkar
Muat Tanki Nitrogen (iso tank) ... 68 Tabel 5. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian Membuka
dan memasang lashing ... 69 Tabel 6. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian Bongkar
muat gas asitilen ... 71 Tabel 7. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan PengendalianBongkar
Muat Barite ... 73 Tabel 8. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan PengendalianBongkar
Muat Gas Oksigen ... 74 Tabel 9. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Bongkar Muat Bentonaite ... 75 Tabel 10. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Bongkar Muat Kcl ... 76 Tabel 11. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Membuka Dan Melhasing KCl ... 77 Tabel 12. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
(10)
commit to user
x
Tabel 13. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian Bongkar
muat gas helium ... 81 Tabel 14. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Bongkar Muat Gas Karbon Dioksida ... 82 Tabel 15. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Strapping Drum Methanol ... 84 Tabel 16. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Menata Drum Engine Oil Diatas Palet ... 85 Tabel 17. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian
Menata Drum Methanol Diatas Palet ... 86 Tabel 18. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Strapping Tabung Oksigen ... 87 Tabel 19. Identifikasi Bahaya, Penilaian Rsiko Dan Pengendalian
Bongkar Muat Totetank ... 89 Tabel 20. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Transportasi Drum Methanol... 90 Tabel 21. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendalian
Transportasi Jumbo Bag Barite ... 91 Tabel 22. Identifikasi Bahaya, Penilaian Rsiko Dan Pengendalian
(11)
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. GHS Pictograms and Hazard Classes ... 13
Gambar 2. Transport "Pictograms" ... 14
Gambar 3. Acute Oral Toxicity ... 14
Gambar 4. Titik Penyalaan ... 23
Gambar 5. Tiga Jalur Pemaparan Utama ... 24
Gambar 6. Sistem gastrointestinal... 28
Gambar 7. Kemungkinan Dampak dan Resiko dari Penyimpanan B3 ... 30
Gambar 8. Panduan Untuk Daerah Penyimpanan Bahan Kimia... 31
Gambar 9. Panduan untuk Container Bahan Kimia... 33
Gambar 10. Pola Penyimpanan Kemasan Drum di Atas Palet ... 34
Gambar 11. Penyimpanan kemasan drum menggunakan rak ... 35
Gambar 12. Penyimpanan Bahan Kimia yang Kompatibel ... 37
Gambar 13. Rasio Perhitungan Peluang Dan Konsekuens ... 47
(12)
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Panggilan Magang Lampiran 2. Jadwal Magang
(13)
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pembangunan industri dewasa ini menunjukkan perkembangan yang sangat pesat dalam rangka menunjang laju pembangunan di segala sektor. Kemajuan industri tersebut, dibarengi dengan penggunaan bahan-bahan berbahaya antara lain bahan-bahan kimia berisiko tinggi. Bahan-bahan termasuk Bahan-bahan kimia berbahaya adalah Bahan-bahan di mana pada suatu kondisi tertentu dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang bersumber dari kandungan bahan kimia tersebut.
PT. Eastern Logistics adalah Perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa untuk industri minyak dan gas bumi, serta batu bara di Jawa Timur. Pelayanan yang diberikan oleh PT Eastern logistic untuk menunjang industri migas, maupun industri batu bara yaitu berupa, barang, jasa, rekayasa, fabrikasi, perbaikan alat produksi dan perawatannya dan aktivitas pekerjaan manual, sehingga bermanfaat bagi semua klien dan pengguna jasa tersebut. Penyediaan fasilitas penunjang tersebut salah satunya adalah penyediaan gudang bahan kimia.
Bahan-bahan kimia harus disimpan secara tepat, bilamana ingin dicegah kemungkinan bahaya-bahayanya. Selain itu, perlu dijamin agar bahan-bahan berbahaya tidak bereaksi dengan bahan-bahan lain yang disimpan dan perlu
(14)
commit to user
dijaga agar bahan-bahan yang dapat menimbulkan bahaya seperti bahan eksplosif, obat narkotika, dan lain-lain tidak ikut tersimpan (Suma’mur, 1996) Menurut Suma’mur (1996) keamanan pengangkutan sehubungan dengan bahan-bahan yang berbahaya juga sangat penting, agar dicegah bahaya bagi tenaga kerja, bahaya terhadap masyarakat dan kerusakan harta kekayaan termasuk alat angkutan.
Delapan belas orang tewas ketika bahan kimia yang sedang diturunkan dari sebuah truk di Linyi, Provinsi Shandong meledak insiden itu juga mencederai 10 orang. Sejumlah pemerintah daerah China mulai memberlakukan peraturan mengenai pengangkutan bahan kimia berbahaya, untuk mengurangi bahaya terhadap daerah penduduk ketika bahan kimia diangkut ke dan dari pabrik (Kompas, 2009)
Maka jika mengacu pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, pada pasal 2 menyebutkan bahwa Pengusaha atau Pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi dan mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, maka suatu perusahaan yang menyimpan dan mengangkut bahan kimia berbahaya harus dikelola secara tepat.
Jika prosedur yang dijalankan dan tindakan pencegahan yang tepat dijalankan dengan benar maka baik tenaga kerja, masyarakat, maupun lingkungan akan terlindung dari paparan zat kimia. Akan tetapi, baik
(15)
commit to user
disengaja maupun tidak, buangan bahan kimia tidak dapat dihindari (Palupi, 2000). Oleh karena itu perlu adanya penerapan OHSAS 18001 : 2007 terutama Klausul 4.3.1 Hazard Identification Risk Assessment and
Determining Control yang diperlukan untuk mengelola sumber bahaya
tersebut agar tidak meyebabkan kecelakaan. Dengan melihat Material Safety Data Sheet (MSDS) dapat pula membantu memberikan informasi mengenai karakteristik dan sifat utama bahan kimia serta potensi bahaya yang dimiliki oleh bahan kimia sehingga melalui pengetahuan MSDS dapat diprediksi seberapa besar potensi yang dapat dihasilkan (Robby, 2006).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul “Implementasi Task Based Risk Assessment (TBRA) di Area Warehouse Chemical PT Eastern Logistics Lamongan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa faktor dan potensi bahaya yang terdapat pada proses pengangkutan bahan kimia di PT. Eastern Logistics Lamongan Jawa Timur?
2. Bagaimanakah penerapan OHSAS 18001:2007 terutama klausul 4.3.1
Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control pada warehouse chemical di PT. Eastern Logistics Lamongan Jawa Timur?
3. Bagaimana penerapan Task Based Risk Assessment di area warehouse chemical PT Eastern Logistics Lamongan Jawa Timur?
(16)
commit to user
C. Tujuan
Tujuan pelaksanaan magang yang dilakukan penulis di PT. Eastern Logistics Lamongan adalah :
1. Mengidentifikasi faktor dan potensi bahaya serta aspek yang timbul dalam proses pekerjaan di warehouse chemical.
2. Mengidentifikasi dampak atau akibat faktor dan potensi bahaya serta konsekuensinya dari suatu pekerjaan.
3. Menerapkan Task Based Risk Assessment sebagai langkah pengendalian terhadap faktor dan potensi bahaya di perusahaan..
D. Manfaat
Kegiatan magang ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Bagi Perusaahaan
Dapat memberi masukan pada perusahaan mengenai data-data aspek K3, informasi tentang kondisi lingkungan kerja terbaru dan penerapan K3 yang telah dilaksanakan. Hal tersebut sebagai acuan untuk perbaikan lingkungan kerja dan pelaksanaan program K3 selanjutnya serta dapat memberikan tambahan masukan dalam klausul Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control berupa Task Based Risk Assessment.
(17)
commit to user
2. Bagi Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas pembekalan pengetahuan di bangku perkuliahan tentang penerapan klausul 4.3.1 Klausul 4.3.1 Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control terutama tentang Task based risk Assessment.
3. Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui faktor dan potensi bahaya yang terdapat di area warehouse chemical serta bagaimana penerapan OHSAS 18001:2007 terutama klausul 4.3.1 Klausul 4.3.1 Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control di PT. Eastern Logistics Lamongan dan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
(18)
commit to user
6 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Tempat Kerja
Tempat kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, untuk tenaga kerja bekerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan sesuatu usaha dan terdapat sumber-sumber bahaya (Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja). Dalam arti lain tempat kerja adalah setiap lokasi fisik dimana aktivitas-aktivitas terkait pekerjaan dilaksanakan dalam kendali organisasi. (OHSAS 18001)
2. Definisi Bahan berbahaya dan beracun
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Sedangkan menurut Suma‟mur (1996) bahan-bahan berbahaya adalah bahan-bahan yang selama pembuatannya, pengolahannya,
(19)
commit to user
pengangkutannya, penyimpanan, dan penggunaannya mungkin menimbulkan atau membebaskan debu-debu, kabut, uap-uap, gas-gas, serat atau radiasi mengion yang yang mungkin menimbulkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan dan bahaya-bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan orang yang bersangkutan dengannya atau menyebabkan kerusakan kepada barang-barang atau harta kekayaan.
Sedangkan terkait dengan perdagangan bahan berbahaya juga terdapat peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 254/MPP/Kep/7/2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Menurut aturan di atas yang disebut dengan Bahan Berbahaya (B2) adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
3. Klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun
Mengingat Bahan B3 ini sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan, maka terhadap bahan B3 ini perlu adanya perlakuan/pengelolaan yang khusus/hati-hati. Pengelolaan B3 dilakukan dengan tujuan (Adang dkk, 2011) :
a. Mencegah dan atau mengurangi risiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.
(20)
commit to user
b. Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Menurut Anang dkk (2011) untuk dapat mengelola suatu bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dengan baik dan benar, maka kita perlu mengetahui pengklasifikasian B3 tersebut. Pengklasifikasian bahan berbahaya dan beracun menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74/2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun adalah sebagai berikut :
a. Mudah Meledak (Explosive)
Mudah meledak (explosive), adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.
b. Pengoksidasi (Oxidizing)
Bahan-bahan ini kaya akan oksigen, yang mendukung terjadinya kebakaran, sehingga meningkatkan terjadinya kebakaran. Beberapa bahan yang mengoksidasi seperti klorat dan permanganat dapat menyebabkan nyala api pada bubuk kayu atau jerami jika terjadi gesekan. Asam-asam kuat tertentu seperti asam sulfat dan nitrat dapat menyebabkan pembakaran jika bersentuhan dengan bahan-bahan organik.
(21)
commit to user
c. Sangat Mudah Sekali Menyala (Extremely Flammable)
B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala dibawah 0oC dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35oC. d. Sangat Mudah Menyala (Highly Flammable)
Bahan berbahaya dan beracun (B3) baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala 0oC – 21oC.
e. Mudah Menyala (Flammable);
Mempunyai salah satu sifat sebagai berikut : 1) Berupa Cairan
Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
2) Berupa Padatan
Bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bukan berupa cairan, pada temperatur dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik.
f. Amat sangat beracun (extremely toxic) g. Sangat beracun (highly toxic)\
(22)
commit to user
h. Beracun (moderately toxic)
Bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Tingkatan racun B3 dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 1. Tingkatan racun Bahan berbahaya dan beracun (B3)
No Kelompok LD50 (mg/kg)
1 Amat sangat beracun (extremely toxic)
≤ 1
2 Sangat beracun (highly toxic) 1 - 50 3 Beracun (moderately toxic) 51 - 500 4 Agak beracun (slightly toxic) 501 -5.000 5 Praktis tidak beracun
(practically non-toxic)
5001 -15.000 6 Relatif tidak berbahaya
(relatively harmless)
> 15.000 Sumber : Peraturan Pemerintah No.74/2001
i. Berbahaya (harmful)
Bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
j. Korosif (corrosive)
Bahan ini meliputi asam-asam, alkali-alkali, dan bahan-bahan kuat lainnya yang mungkin berakibat terbakar sebagian tubuh yang dikenainya atau merangsang kulit, mata atau sistem pernapasan atau mungkin berakibat kerusakan kepada benda.
(23)
commit to user
k. Bersifat Iritasi (irritant)
Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.
l. Berbahaya Bagi Lingkungan (dangerous to the environment);
Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
m. Karsinogenik (carcinogenic)
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh.
n. Teratogenik (teratogenic)
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.
o. Mutagenik (mutagenic)
Sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika.
4. Pemasangan Label dan tanda
Menurut Suma‟mur (1996) pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau tulisan-tulisan peringatan pada wadah untuk bahan berbahaya adalah tindakan pencegahan yang esensial. Ketika bahan kimia sedang diproduksi, tenaga kerja biasanya mempraktekan usaha keselamatan kerja secara baik. Mengenai bahan-bahan kimia dalam
(24)
commit to user
botol, kaleng, atau wadah lainnya, biasanya tenaga kerja mengolahnya belum mengetahui sifat bahaya dalam wadah tersebut. Demikian pula, dalam pengangkutan lebih lanjut orang-orang yang bersangkutan dengan transportasinya tidak pula mengenal bahaya-bahayanya, dalam hal ini pemberian label dan tanda adalah sangat penting.
Sesuai Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor KEP- 05/BAPEDAL/09/1995 Tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Simbol adalah gambar yang menyatakan karakteristik limbah B3. Pemberian simbol dan label pada setiap kemasan B3 adalah untuk mengetahui klasifikasi B3 sehingga pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari B3.
Untuk Standar Internasional, Chemical label mengacu pada GHS standard (Globally Harmonised System), chemical label tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
GHS Pictograms and Hazard Classes
Oxidizers Flammables
Self Reactives
Pyrophorics
Self-Heating
Emits Flammable
Gas
Organic Peroxides
Explosives
Self Reactives
(25)
commit to user Acute toxicity
(severe)
Corrosives Gases Under Pressure
Carcinogen
Respiratory Sensitizer
Reproductive Toxicity
Target Organ Toxicity
Mutagenicity
Aspiration Toxicity
Environmental
Toxicity
Irritant
Dermal Sensitizer
Acute toxicity
(harmful)
Narcotic Effects
Respiratory Tract
Irritation
Gambar 1. GHS Pictograms and Hazard Classes Sumber : GHS (Globally Harmonised System), 2005
Transport "Pictograms"
Flammable Liquid Flammable Gas Flammable Aerosol
Flammable solid Self-Reactive Substances
Pyrophorics (Spontaneously Combustible) Self-Heating Substances
(26)
commit to user
G a m b a
Gambar 2. Transport "Pictograms"
Sumber : GHS (Globally Harmonised System), 2005 ACUTE ORAL TOXICITY - Annex 1
Category 1 Category 2 Category 3 Category 4 Category 5
LD50 £ 5 mg/kg
> 5 < 50 mg/kg
³ 50 < 300 mg/kg
³ 300 < 2000 mg/kg
³ 2000 < 5000 mg/kg
Pictogram No symbol
Signal
word Danger Danger Danger Warning Warning
Substances, which in contact with water, emit flammable gases (Dangerous When Wet)
Oxidizing Gases Oxidizing Liquids Oxidizing Solids
Explosive Divisions 1.1, 1.2, 1.3
Explosive Division 1.4 Explosive Division 1.5 Explosive Division 1.6
Compressed Gases Acute Toxicity (Poison):
Oral, Dermal, Inhalation
Corrosive
(27)
commit to user
Hazard statement
Fatal if swallowed
Fatal if swallowed
Toxic if swallowed
Harmful if swallowed
May be harmful if swallowed Gambar 3. Acute Oral Toxicity
Sumber : GHS (Globally Harmonised System), 2005
5. Data Safety Sheet Bahan Berbahaya
Berdasarkan PP 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, maka setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet) dan setiap penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan, dan pengedaran B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet). Pengusaha atau Pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi dan mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pengendalian bahan kimia berbahaya dalam tempat kerja akan meliputi :
a. Penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan label; b. Penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia.
Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet) dapat diperbanyak dengan cara menggandakan Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet) sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 254/MPP/Kep/7/2000 pada lampiran V dinyatakan bahwa Lembar Data
(28)
commit to user
Keselamatan Bahan (LDKB/MSDS) berisi mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Identitas Bahan dan Perusahaan Nama Bahan :
Rumus Kimia : Kode Produksi : Sinonim :
Nama perusahaan (pembuat) atau distributor atau importir : 1) Nama Perusahaan :
Alamat : Phone :
2) Nama Distributor : Alamat :
Phone :
3) Nama Importir : Alamat :
Phone : b. Komposisi Bahan c. Identifikasi Bahaya
1) Ringkasan bahaya yang penting 2) Akibat terhadap kesehatan
a) Mata b) Kulit
(29)
commit to user
c) Tertelan d) Terhirup e) Karsinogenik f) Teratogenik g) Reproduksi
d. Tindakan pertolongan pertama pada kesehatan (P3K) terkena pada : 1) Mata
2) Kulit 3) Tertelan 4) Terhirup
e. Tindakan Penanggulangan Kebakaran 1) Sifat-sifat bahan mudah terbakar
Titik nyala : C (...F) 2) Suhu nyala sendiri : C 3) Daerah mudah terbakar
Batas terendah mudah terbakar : % Batas tertinggi mudah terbakar : % 4) Media pemadaman api
5) Bahan khusus
6) Instruksi pemadaman api
f. Tindakan Terhadap Tumpukan dan Kebocoran 1) Tumpahan dan kebocoran kecil
(30)
commit to user
3) Alat pelindung diri yang digunakan g. Penyimpanan dan Penanganan Bahan
1) Penangan bahan
2) Pencegahan terhadap pemajanan
3) Tindakan pencegahan terhadap kebakaran dan peledakan 4) Penyimpanan
5) Syarat khusus penyimpanan bahan
h. Pengendalian Pemajanan dan Alat pelindung Diri 1) Pengendalian Teknis
2) Alat Pelindung Diri : plindung pemajanan, mata, kulit, tangan, dan lain-lain.
i. Sifat-sifat Fisika dan Kimia 1) Bentuk : Padat/Cair/Gas 2) Bau :
3) Warna : 4) Masa Jenis : 5) Titik Didih : 6) Titik Lebur : 7) Tekanan Uap :
8) Kelarutan Dalam Air : 9) P H :
j. Reaktifitas dan Stabilitas 1) Sifat Reaktifitas :
(31)
commit to user
2) Sifat Stabilitas :
3) Kondisi yang Harus Dihadapi : 4) Bahan yang Harus Dihindari : 5) Bahan Dekomposisi :
6) Bahaya Polimerisasi : k. Informasi Toksikologi
1) Nilai Ambang Batas (NAB) : …….. ppm
2) Terkena Mata :
3) Tertelan LD 50 (mulut) : 4) Terkena Kulit :
5) Terhirup LD 50 (pernapasan) : 6) Efek Lokal :
7) Pemaparan Jangka Pendek (Akut) : 8) Pemaparan Jangka Panjang (Kronik) :
a) Korsinogen b) Teratogen c) Reproduksi d) Mutagen l. Informasi Ekologi
1) Kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan 2) Degradasi
3) Bio akumulasi m. Pembuangan Limbah
(32)
commit to user
n. Pengangkutan
1) Peraturan internasional 2) Pengangkutan darat 3) Pengangkutan laut 4) Pengangkutan udara
o. Peraturan perundang – undangan yang menjadi acuan bahan berbahaya tersebut.
6. Informasi Sumber Bahaya yang Terkait Dengan Bahan Kimia
Menurut Adidas Group (2010) menguraikan bahwa hampir semua bahan kimia yang digunakan dapat memberikan dampak merugikan pada pekerja, lingkungan kerja, masyarakat, umum dan lingkungan diluar pabrik.
a. Sumber Bahaya Bagi Kesehatan
Berbagai sumber bahaya bagi kesehatan dikaitkan dengan bhaan kimia. Resiko yang ditimbulkan oleh setiap bahan tertentu merupakan fungsi dari :
1) Keseriusan Sumber Bahaya yaitu toksisitas bawaan dari bahan
kimia atau “kekuatan”nya untuk menimbulkan dampak yang
merugikan kesehatan.
2) Paparan : kemungkinan, lama waktu dan intensitas paparan (terhirup, masuk melalui kulit, tertelan) berbagai bentukbahan kimia (gas atau uap, cairan, debu yang terbawa udara atau serbuk padat)
(33)
commit to user
3) Kerentanan atau Kepekaan Individu pada umumnya kemungkinan ada rentang kerentanan individu terhadap paparan berbagai bahan kimia. Selain itu, sebagai individu bisa saja menjadi peka terhadap bahan kimia tertentu setelah terkena paparan, dan sesudahnya akan memperlihatkan dampak yang merugikan bagi kesehatan pada tingkat paparan yang tidak berpengaruh pada mayoritas individu.
Sumber bahaya bagi kesehatan tertentu yang terkait dengan bahan kimia yang berbeda-beda dapat bervariasi. Pada umumnya terdapat dua kategori dampak yang merugikan kesehatan: akut (yang terjadi selama atau segera setelah terpapar) dan kronis (yang terjadi setelah kurun-waktu paparan rutin yang lama, misalnya dalam hitungan bulan atau tahun). Dalam dua kategori ini, bahan kimia dapat berdampak pada manusia dengan berbagai cara:
1) Karsinogenisitas : terpapar sebagian bahan kimia dapat mengakibatkan berkembangnya kanker di salah satu organ atau sistem tubuh atau lebih.
2) Korosivitas : paparan dapat mengakibatkan luka bakar akut, timbul tukak dan kerusakan jaringan pada mata, kulit dan saluran pernapasan.
3) Iritasi : paparan dapat menimbulkan iritasi pada kulit, mata dan pernapasan serta dermatitis [radang kulit] (tetapi yang pada umumnya dapat dibalik)
(34)
commit to user
4) Toksisitas Organ Sasaran : sebagian bahan kimia memperlihatkan toksisitasnya pada organ (atau “sasaran”) tertentu, seperti hati, ginjal, paru, darah, mata, telinga atau sistem saraf, termasuk sistem reproduksi dan janin yang tengah berkembang
5) Kepekaan : paparan dapat menimbulkan reaksi alergi dari kulit atau sistem pernapasan (biasanya dimediasi oleh sistem kekebalan).
b. Sumber Bahaya Fisik
Bahan kimia dapat menghadirkan sumber bahaya fisik disamping sumber bahaya bagi kesehatan. Yang sifatnya lebih umum mencakup: kemampuan menyala, kapasitas oksidasi, reaktivitas terhadap air, gas dan cairan bertekanan atau termampatkan, dan ketidak-kompatibelan dan kemungkinan reaktivitas dengan bahan kimia lain. Apabila terdapat kemungkinan sumber bahaya ini, maka kesadaran sangat penting agar bahan kimia yang relevan dapat disimpan dan digunakan dengan benar.
Kemampuan menyala (atau kemampuan terbakar) adalah sumber bahaya fisik yang paling umum yang terkait dengan bahan kimia di pabrik. Pemahaman atas titik nyala, yaitu karakteristik unik dari cairan yang dapat menyala, dan perbedaannya dari titik penyalaan, yaitu karakteristik unik lain, sangat penting bagi kesadaran akan resiko kemampuan menyala dari bahan kimia
(35)
commit to user
dimana dapat dilihat pada Gambar 2. Titik nyala dan titik penyalaan keduanya adalah temperatur dan keduanya terkait dengan kemungkinan penyalaan. Pada temperatur titik nyala, terdapat uap yang cukup di udara tepat di atas wadah terbuka cairan sehingga pembakaran akan terjadi dengan adanya sumber penyalaan. Pada temperatur titik penyalaan (jauh lebih tinggi dari titik nyala), panas dari lingkungan setempat sudah cukup untuk menyalakan bahan. Untuk praktisnya, cairan kimia dengan titik nyala lebih rendah dari temperatur pabrik yang lazim (misalnya < 35°C) mengharuskan penyimpanan dan penggunaannya mendapat perhatian seksama.
Gambar 4. Titik Penyalaan Sumber : Adidas Group, 2010
(36)
commit to user
7. Jalur Pemaparan Bahan Kimia Terhadap Pekerja
Menurut Palupi (2000) Zat kimia dapat menyebabkan kerusakan pada manusia dan makhluk hidup lainnya melalui berbagai jenis cara. Akan tetapi, sebelum dapat dikatakan sebagai zat membahayakan, zat kimia harus memiliki setidaknya satu jalur pemaparan terlebih dahulu. Jika tidak kontak dengan suatau zat, bagaimanapun toksiknya zat kimia itu tidak akan membahayakan. Jalur pemaparan ada berbagai jenis dan tipe pemaparan itu sendiri dapat mempengaruhi toksisitas zat kimia. Ada tiga jalur pokok pemaparan : penetrasi melalui kuilit (absorpsi kulit/dermal), absorpsi melalui paru-paru (inhalasi), dan absorpsi melalui saluran pencernaan (ingesti). Jalur pemaparan zat kimia berbahaya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tiga Jalur Pemaparan Utama Sumber : Palupi, 2000
(37)
commit to user
Berbagai jalur yang dapat dilewati zat kimia berbahaya dijelaskan dibawah ini :
a. Jalur Pemaparan Dermal
Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat, namun kulit merupakan barier yang efektif terhadap berbagai jenis zat bahan kimia. Jika bahan kimia tidak dapat menembus kulit, toksisitasnya akan tergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung. Semakin besar absorpsinya, semakin besar kemungkinan zat tersebut untuk mengeluarkan efek toksiknya. Zat kimia lebih banyak diabsorpsi melalui kulit yang rusak atau tergores dari pada melalui kulit yang utuh. Begitu menembus kulit, zat tersebut akan memasuki aliran darah dan terbawa keseluruh bagian tubuh. Kemampuan suatu zat utntuk menembus kulit bergantung pada dapat atau larut tidaknya zat tersebut dalam lemak. Zat kimia yang dapat larut dalam lemak, kemungkinannya untuk menembus kulit lebih besar daripada zat yang dapat larut dalam air.
Iritasi kulit dan alergi kult merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan terhadap kulit yang terjadi ditempat kerja. Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu, kulit akan mengering, terasa nyeri, mengalami pendarahan, dan pecah-pecah. Kondisi ini diakibatkan oleh solven, asam, alkali (basa), deterjen, dan coolant. Begitu kontak dengan zat kimia yang
(38)
commit to user
menyebabkan kondisi tersebut dihentikan, kulit akan pulih seperti sedia kala.
Dermatitis kontak alergik merupakan satu tipe tunda penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar yang rendah yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat meningkatkan sensitivitas. Gejalanya antara lain ruam kulit, bengkak, gatal-gatal, dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan.
Kontak zat kimia dengan mata dapat menyebabkan kerusakan kulit mulai dari tipe ketidaknyamanan ringan dan sementara sampai kerusakan permanen. Contoh substansi penyebab kerusakan pada mata antara lain asam, alkali, dan solven.
Walaupun iritasi kulit umumnya terjadi setelah pemaparan dermal terhadap suatu zat kimia, efek yang paling dikhawatirkan adalah efek sistematik. Setelah terabsorpsi melalui kulit dan memasuki sistematik, zat kimia dapat menjalar kemana saja di dalam tubuh dan merusak organ serta sistem tubuh.
b. Jalur Pemaparan Inhalasi
Paru merupakan sumber pemaparan yang umum, tetapi tidak seperti kulit, jaringan paru bukan merupakan barier yang sangat protektif terhadap paparan zat kimia. Fungsi utama paru adalah pertukaran antara oksigen dari udara ke dalam darah dengan karbon
(39)
commit to user
dioksida dari darah keudara. Akibatnya, jaringan paru yang sangat tipis memungkinkan aliran langsung bukan saja oksigen teapi berbagai jenis zat kimia lain dalam darah. Selain kerusakan sistemati, zat kimia yang berhasil melewati permukaan paru dan mengganggu fungsi vitalnya sebagai pemasok oksigen.
Zat kimia dapat menjadi bawaan udara melalui dua cara baik sebagai partikel yang sangat halus (misal debu) mauopn sebagai gas atau uap.
Inhalasi zat kimia dapat berbentuk gas, uap, atau partikel dan absorpsinya melalui paru-paru merupakan jalur pemaparan yang paling penting. Berbagai jenis zat kimia dapat terawa melalui udara di tempat kerja. Resiko kesehatan akibat pemaparan okupational terhadap kontaminan bawaan udara seringkali lebuh tinggi ditempat kerja yang kecil karena biasanya tidak dilengkapi dengan sistem pengaturan nasional. Untk mengurangi resiko terhadap pemaparan inhalasi, penting untuk memiliki ventilasi yang sangat baik dan memakai respiator dengan tipe filter yang tepat.
c. Ingesti Sebagai Jalur Pemaparan
Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang terkandung dalam makanan dan minuman. Zat kimia yang tertelan masuk kedalam tubuh melalui absorpsi di saluran gastrointestinal. Jika tidak diabsorpsi, zat kimia itu tidak dapat menimbulkan kerusakan sistematik. Absorpsi zat kimia sapat berlangsung
(40)
commit to user
sepanjang saluran pencernaan, dari mulut sampai rektum, tetapi lokasi utama absorpsi adlah usus halus karena fungsi fisiologisnya didalam mengabsorpsi zat gizi.
Gambar 6. Sistem gastrointestinal Sumber : Palupi, 2000
Ingesti merupakan jalur utama masuknya senyawa yang terkandung dalam makanan dan minuman, penejelasan mengenai makanan dan minuman adalah sebagai berikut :
1) Makanan
Ingesti makanan yang terkontaminasi zat kimia berbahaya berkadar tinggi memang dapat menimbulakn kerusakan yang serius pada kesehatan manusia. Sebagai contoh adalah karena memakan roti yang terbuat dari biji gandum yang sebelumnya
(41)
commit to user
disemprot dengan fungisida alkilmerkuri, metilmerkuri adalah bentuk merkuri yang paling beracun yang terbukti dapat menyebabkan efek yang serius pada sistem saraf, yang ada pada beberapa kasus parah.
2) Air
Ribuan zat kimia organik berhasil diidentifikasi dalam air minum diseluruh dunia, banyak diantaranya ditemukan dalam konsentrasi yang rendah. Ada beberapa unsur kimia pokok dalam air yang dapat menimbulkan masalah kesehatan akut, kecuali terjadin pencemaran besar-besaran pada air. Air biasanya tidak dapat diminum karena rasa, bau, dan tampilannya tidak dapat diterima. Masalah yang berkaitan dengan unsur kimia pokok dalam air minum muncul terutama dari kemampuan unsur tersebut untuk menimbulkan efek yang merugikan kesehatan setelah periode paparan yang panjang. 8. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun
Bahan kimia harus disimpan secara tepat, bilamana ingin dicegah kemungkinan bahaya-bahayanya. Selain itu perlu dijamin agar bahan-bahan berbahay tidak bereaksi dengan bahan-bahan-bahan-bahan lain yang disimpan dan juga perlu dijaga agar bahan-bahan yang dapat menimbulkan bahaya seperti bahan eksplosif, obat narkotika, dan lain-lain tidak ikut tersimpan
(42)
commit to user
Gambar 7. Kemungkinan Dampak dan Resiko dari Penyimpanan B3 Sumber : Adidas Group, 2010
MSDS untuk tiap bahan kimia di pabrik harus mencakup informasi dan instruksi dasar terkait dengan penyimpanan yang benar dari material tersebut. Sebagai aturan umum, hanya pasokan bahan kimia satu hari yang boleh ada dan tersedia untuk digunakan di lantai produksi. Jika tidak, maka semua bahan kimia berbahaya harus disimpan di lokasi yang telah ditetapkan yang terpisah dari daerah produksi, daerah kantor, asrama, dapur, dst ( Adidas Group, 2010)
(43)
commit to user
Gambar 8. Panduan Untuk Daerah Penyimpanan Bahan Kimia Sumber : Adidas Group, 2010
Keterangan Gambar 8 : A. Bangunan tahan-api
B. Sistem pendeteksian uap/asap C. Lampu kedap-ledakan
D. Container : di‟ground‟/di‟bond‟, ditutup, diberi label
E. Penampung sekunder
F. Ventilasi yang dipaksa pada ruang penyimpan G. Tidak ada floor drain
H. Material Safety Data Sheet (MSDS)
I. Pintu tahan-api yang dapat menutup sendiri
J. Alat pemadam kebakaran atau sistem tetap yang sesuai K. Saklar lampu kedap-ledakan
(44)
commit to user
M. Pancuran darurat dan fasilitas pencuci mata diperlukan untuk penyimpanan bahan kimia yang dapat menyala dan diperlukan untuk penyimpanan bahan kimia lain yang berbahaya.
Bahan kimia harus disimpan sedemikian rupa sehingga dampak yang dapat terjadi pada pekerja dan lingkungan minimal. Untuk memastikan hal ini, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut ( Adidas Group, 2010) :
a. Container, drum atau dispenser, apabila sedang tidak digunakan, harus ditutup dengan tutup rapat-udara.
b. Seluruh container, drum atau dispenser memerlukan label yang dapat dibaca dan tahan lama dengan kata-kata ditulis dalam bahasa setempat yang sesuai dan dalam bahasa Inggris.
c. Penampung sekunder harus disediakan untuk mencegah terjadinya kebocoran, tumpahan dan pembebasan lain ke tanah. Penampung sekunder ini harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:
1) Dibangun dari material tahan lama (misalnya: logam) dan tahan terhadap cairan kimia yang tersimpan (kedap-korosi apabila diperlukan).
2) Kapasitas volume penampung sekunder sekurang-kurangnya harus 10% dari total volume bahan kimia yang disimpan di dalamnya tetapi dalam hal apapun tidak boleh lebih kecil dari volume container tunggal terbesar di dalam penampung sekunder lihat Gambar 9.
(45)
commit to user
Gambar 9. Panduan untuk Container Bahan Kimia Sumber : Adidas Group, 2010
Perancangan ruang penyimpanan bahan kimia menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 dapat digunakan sebagai panduan. Dalam keputusan tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan, agar dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.
b. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya. Lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.
(46)
commit to user
Gambar 10. Pola Penyimpanan Kemasan Drum di Atas Palet Sumber : Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 c. Penumpukan kemasan bahan kimia harus mempertimbangkan
kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum).
d. Jika tumpukan lebih dari 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak.
(47)
commit to user
Gambar 11. Penyimpanan kemasan drum menggunakan rak Sumber : Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995
e. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter.
f. Kemasan-kemasan berisi bahan kimia yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi bahan kimia tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur.
g. Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 (satu) karakteristik bahan kimia, maka ruang penyimpanan :
1) Harus dirancang terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik bahan kimia, atau bahan kimia yang saling cocok.
(48)
commit to user
2) Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan bahan kimia ke bagian penyimpanan lainnya.
3) Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas memadai. 4) Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding
dengan kapasitas maksimum limbah bahan kimia yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan.
5) Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%.
Adidas Group (2010) menjelaskan untuk meminimalkan kemungkinan dampak dari bahan kimia yang bocor dan tumpah dan kemungkinan akibat dari kebakaran di daerah penyimpanan bahan kimia, maka bahan kimia yang tidak kompatibel perlu disimpan dengan pemisahan yang memadai.
(49)
commit to user
Gambar 12. Penyimpanan Bahan Kimia yang Kompatibel Sumber : Adidas Group, 2010
Menurut Suma‟mur (1996) pemisahan bahan-bahan kimia tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Bahan-bahan yang Mudah Meledak
Tempat penyimpanan harus terletak jauh dari bangunan-bangunan agar pengaruh peledakan sekecil mungkin. Penyimpanan tidak boleh dilakukan didekat bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin, bahan-bahan sisa yang dapat terbakar, api terbuka atau nyala api.
b. Bahan-bahan yang Mengoksidasi
Penyimpanan bahan-bahan yang mengoksidasi kuat tidak boleh berada di dekat cairan yang mudah terbakar. Maka dari itu, untuk keamanan lebik baik untuk menjauhkan bahan yang dapat menyala
(50)
commit to user
terhadap bahan-bahan yang mengoksidasi. Tempat penyimpanan bahan yang dapat mengoksidasi harus sejuk, mendapat pertukaran udara yang baik dan tahan api.
c. Bahan-bahan yang Dapat Terbakar
Bahan-bahan yang mudah menyala harus disimpan di tempat-tempat yang cukup sejuk untuk mencegah nyala manakala uapnya bercampur dengan udara. Bahan-bahan yang sangat mudah terbakar harus disimpan terpisah dari bahan oksidator kuat atau dari bahan-bahan yang dapat terbakar sendiri.
d. Bahan- bahan Beracun
Tempat penyimpanan harus sejuk dengan pertukaran udara yang baik, tidak terkena sinar matahari langsung, dan jauh dari sumber panas. Bahan-bahan yang dapat bereaksi satu dengan yang lainnya harus disimpan secara terpisah.
e. Bahan-bahan Korosif
Bahan-bahan korosif harus dijaga suhunya dengan didinginkan tetapi diatas titik bekunya. Daerah penyimpanan bahan-bahan korosif harus terpisah dari bagian bangunan lainnya dengan dinding dan lantai tak tembus dan disertai perlengkapan untuk penyaluran tumpahan. Lantai harus tahan bahan korosif dan ventilasi harus baik.
(51)
commit to user
9. Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun
Menurut suma‟mur (1993) keamanan pengangkutan sehubungan
dengan bahan-bahan yang berbahaya adalah sangat penting, agar dicegah bahaya bagi tenaga kerja, bahaya terhadap masyarakat dan kerusakan harta kekayaan termasuk alat angkutan.
Bagi angkutan udara IATA mengeluarkan ketentuan-ketentuan pengankutan yang bertalian dengan bahan-bahan berbahaya antara lain larangan membawa bahan eksplosif dan bahan yang mudah terbakar.
Untuk angkutan laut, antara lain terdapat norma-norma Maritim Internasional Bahan-bahan Berbahaya (International Maritime Dangerous Goods Code)
Dalam kegiatan pengankutan bahan-bahan berbahaya, bahaya utama adalah kebakaran dan peledakan. Pada angkutan kapal, berbagai faktor harus diperhatikan yaitu pengaturan muatan secara keseluruhan, pengaruh gerakan kapal dalam cuaca buruk, dan pengaruh perubahan suhu dan kelembapan terhadap keselamatan bahan yang diangkut. Beberapa bahan hanya boleh dilempatkan diatas dek, sedangkan lainnya dibawah dek dan jauh dari tempat-tempat orang atau bahan makanan. Kapal tangki minyak harus memiliki perlengkapan listrik yang bebas dari kemungkinan nyala api. Ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan pengangkutan bahan-bahan yang berbahaya melalui laut, sunagi, terusan harus lebih ketat. Demikian juga peraturan pengangkutan bahan berbahaya lewat udara sangat ketat. Bahan radioaktif diangkut dalam
(52)
commit to user
suatu kompartemen kecil diujung sayap dan dimasukkan dalam tempat yang memberi perlindungan secara baik.
Pada angkutan kereta api, terdapat pembatasan mengenai jumlah maksimum yang boleh disimpan dalam sesuatu wadah. Pada angkutan mobil, pengemudi harus sepenuhnya mengenal bahaya-bahaya dan pencegahan serta tindakan bila terjadi kebocoran, kebakaran atau kecelakaan lalu lintas.
10. Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Menentukan Pengendalian Risiko
Identifikasi faktor bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada proses produksi harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu, harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam
melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan
pengendaliannya meliputi : a. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang
(53)
commit to user
berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil dapat berupa suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
b. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian/departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya.
c. Kunjungan/Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
Berdasarkan penjelasan tersebut pelaksanaan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan pengendaliannya dapat berupa :
a. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah upaya sitematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati dan waspada dalam melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah. (Ramli, 2009). Dalam arti lain indentifikasi bahaya adalah
(54)
commit to user
proses untuk mengenali hazard yang ada dan menetapkan karakteristiknya. (OHSAS 18001 tahun 2007).
Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebaiknya mempertimbangkan :
1) Aktivitas rutin dan non rutin.
2) Aktivitas semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja. 3) Perilaku, kemampuan dan faktor manusia.
4) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja.
5) Bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pekerjaan.
6) Tersedianya infrastruktur, peralatan dan material oleh perusahaan.
7) Perubahan atau rencana perubahan baik kegiatan maupun materialnya.
8) Perubahan pada system manajemen K3 yang bedampak terhadap operasi, aktivitas maupun prosesnya.
Tujuan persyaratan ini untuk memastikan identifikasi bahaya secara komperhensif dan rinci agar semua peluang bahaya dapat diidentifikasi dan dapat dilakukan tindakan pengendalian. Pelaksanaan identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan metode dan aspek dalam melaksanakan di perusahaan. Beberapa teknik identifikasi bahaya menurut dapat diklasifikasikan menjadi :
(55)
commit to user
1) Teknik pasif
Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika kita mengalaminya sendiri secara langsung. Misalnya, sesesorang akan tahu bahaya lobang dijalan setelah tersandung atau terperosok. Cara ini sangat primitif dan terlambat karena kecelakaan terjadi baru kita menyadari dan mengambil langkah pencegahan dan metode ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan eksistensinya sehingga dapat dilihat dengan mudah.
2) Teknik Semi Proaktif
Teknik ini juga disebut belajar dari pengalaman orang lain karena kita tak perlu mengalaminya sendiri. Namun teknik ini tidak efektif karena tidak semua bahaya yang diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian kecalakaan, tidak semua kejadian kecelakaan yang dilaporkan dan diinformasikan kepada pihak lain untuk dijadikan pelajaran, kecelakaan telah terjadi dan tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak lain. 3) Teknik Pro Aktif
Metode terbaik untuk mengidentifikasikan bahaya adalah cara proaktif, atau mencari bahaya sebelum sebelum bahaya tersebut menimbulkan kecelakaan yang merugikan. Tindakan proaktif tersebut memiliki kelebihan:
(56)
commit to user
a) Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera
b) Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya pencegahan.
c) Meningkatkan “Awareness” semua pekerja setelah
mengenal bahaya yang ada disekitarnya.
d) Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan karena bahaya menimbulkan kerugian.
Terdapat beberapa teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif yang antara lain data kejadian, daftar periksa,
Brainstorming, What If Analisys, Hazops (Hazard and
Operability Study), analisa moda kegagalan dan efek (Failure Mode and Effect Analisys), task Analisys, Even Tree Analisys, analisa pohon kegagalan (Fault Tree Analisys) serta analisa keselamatan kerja (Job Safety Analisys). (Ramli, 2009)
b. Penilaian Risiko
Menurut Ramli (2009) risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Sedangkan penilaian risiko adalah proses evaluasi risiko-risiko yang
(57)
commit to user
diakibatkan adanya bahaya-bahaya, dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang dimiliki dan menentukan apakah risiko dapat diterima atau tidak (OHSAS 18001).
Penilaian risiko (Risk Assessment) mencakup dua tahap proses yaitu mengalisa risiko (risk analysis) dan mengevaluasi risiko (risk evaluation), dimana kedua tahapan ini sangat penting karena akan menentukan langkah dan strategi pengendalian risiko.
1) Analisis Risiko
Analisis risiko adalah menentukan besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya bahaya (likelyhood) dan tingkat keparahan (saverity). Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko baik kualitatif, semi maupun kuantitatif. Ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan teknik alalisis risiko yang tepat antara lain memeperhatikan kondisi, fasilitas dan jenis bahaya yang ada, dapat membantu dalam penentuan pengendalian risiko serta dapat membedakan tingkat bahaya secara jelas agar memudahkan dalam menentukan prioritas langkah pengendaliannya. Metode analisis risiko antara lain adalah: a) Menghitung peluang insiden (probability) atau Likelyhood
Dalam menentukan peluang insiden yang terjadi ditempat kerja kita dapat menggunakan skala berberdasarkan tingkat potensinya.
(58)
commit to user
Tabel 2. Nilai Kemungkinan (Likelyhood)
Tingkat Kriteria Penjelasan
4 Mungkin terjadi Umum atau sering terjadi 3 Sedang Pernah terjadi kejadian 2 Kecil
kemungkinannya
Kejadian bisa terjadi atau terdengar pernah terjadi 1 Jarang sekali Tidak mungkin terjadi Sumber : PT. Eastern Logistics, 2007
b) Menghitung tingkat keparahan (saverity) Tabel 3. Nilai Keparahan (Saverity)
Dampak Keselamatan Dampak Kesehatan Dampak Lingkungan Dampak Keuangan 1 Cidera ringan Perlu
pertolongan P3K, kasus rawat jalan Berdampak kelingkungan unit kerja
< 10 juta
2 Berdampak pada performa kerja, pembatasan kerja Memerlukan perawatan intensif di rumah sakit Berdampak pencemaran lingkungan perusahaan 100 juta atau lebih
3 Cacat
permanen dan pengaruh performa kerja dalam waktu yang lama Mengancam jiwa menimbulakn kecacatan atau penyakit kronis Berdampak pencemaran lingkungan perusahaan dan masyarakat disekitar pabrik
100 juta – 1 milyar
4 Menyebabkan kematian dan kematian banyak orang
kematian Berdampak lingkunagn sangat besar dan
masyarakat luas jauh dari kawasan pabrik
> 1 milyar
(59)
commit to user
c) Mengkombinasikan perhitungan peluang dan konsekuensi untuk menentukan tingkat risiko. Tingkatan risiko ditentukan oleh hubungan antara nilai hasil identifikasi peluang bahaya dan konsekuensi. Hubungan ini dapat kita gambarkan dalam matriks sebagai berikut :
Gambar 13. Rasio Perhitungan Peluang Dan Konsekuens Sumber : PT Eastern logistics 2012
Keterangan : H : High (tinggi) M : Medium (sedang) L : Low (rendah) d) Prioritas resiko
Setelah dilakukan penilaian tingkat resik, selanjutnya harus dibuat skala prioritas resiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana pengendalian resiko. Potensi bahaya (hazard) dengan
tingkat resiko „urgent‟ harus menjadi prioritas utama, diikuti tingkat resiko „hight‟, „medium‟, dan terakir tingkat resiko „low‟. Sedangkan tingkat resiko „none‟ untuk
(60)
commit to user
sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian resiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjadi prioritas terakir.
Berdasarkan matrik rangking tersebut kita dapat mengidentifikasi atau menentukan tindakan yang akan kita lakukan terhadap setiap risiko. Ketentuan tindak lanjutnya untuk penanganan risiko tersebut adalah sebagai berikut :
a) Risiko Rendah
Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar, langkah pencegahan dengan kontrol administrasi, dan alat pelindung diri.
b) Risiko Sedang
Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan risiko perlu diterapkan dengan jangka waktu yang ditentukan, langkah
(61)
commit to user
pencegahan dengan substitusi, kontrol administrasi, rekayasa enginering dan alat pelindung diri.
c) Risiko tinggi
Pekerjaan tidak dilaksanakan sampai risiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi risiko. Apabila risiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung, maka tindakan segera dilakukan, langkah pencegahan dengan eliminasi, substitusi, kontrol administrasi, rekayasa enginering dan alat pelindung diri.
Setelah kriteria risiko dapat diterima ditetapkan, maka akan dibandingkan dengan hasil penilaian risiko yang telah ditentukan. Apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak oleh perusahaan. Apabila risiko tersebut masih berada pada tingkat yang dapat diterima, harus ada tindakan pengendalian.
2) Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko digunakan untuk menilai apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan membandingkan terhadap standar yang berlaku, atau kemampuan perusahaan untuk menghadapi risiko. Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan
(62)
commit to user
kuantifikasi risiko dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
Risiko memang harus ditekan, namun memiliki keterbatasan seperti faktor biaya, teknologi, kepraktisan, kebiasaan, dan kemampuan dalam menjalankannya dengan konsisten. Kita dapat menekan risiko sampai ketingkat paling rendah dengan menggunakan teknologi yang canggih dengan sistem pengamanan yang mutakhir, namun memerlukan biaya yang sangat tinggi sehingga tidak dapat diterima oleh manajemen perusahaan. Perlunya kajian mendalam dari beberapa aspek untuk menentukan batas risiko yang dapat diterima As Low As Reasonably Practicably (ALARP) tidak mudah, aspek teknis, sosial, moral, lingkungan, atau tingkat ekonomi perusahaan membutuhkan analisa keuangan (cost benefit analisys) dan berbeda pada setiap perusahaan. Oleh karena itu tingkat ALARP yang ditetapkan harus baik untuk K3 dan baik pula untuk bisnis sehingga kelangsungan usaha dapat terus berjalan.
c. Tindakan Pengendalian Risiko
Organisasi harus memastikan bahwa penilaian risiko dipertimbangkan dalam menentukan pengendaliannya. Pengendalian merupakan metode untuk menurunkan tingkat faktor bahaya dan
(63)
commit to user
potensi bahaya sehingga tidak membahayakan. Cara pengendalian yang dapat dilakukan antara lain :
1) Pengendalian langsung pada sumber bahaya, misalnya :
a) Eliminasi, upaya menghilangkan bahaya yang ada secara langsung.
b) Subsitusi, mengganti bahan yang memiliki potensi risiko tinggi dengan bahan yang potensi risikonya rendah.
c) Isolasi, pemisahan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung.
2) Pengendalian pada lingkungan
Pengendalian terhadap lingkungan yang dapat dilakukan dengan :
a) Lay out (tata ruang) dan housekeeping b) Ventilasi keluar setempat.
c) Ventilasi umum untuk memasukkan udara segar dari luar d) Mengatur antara jarak sumber bahaya dengan tenaga kerja 3) Pengendalian pada tenaga kerja
a) Rotasi tenaga kerja
b) Peningkatan kesadaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dikalangan karyawan.
c) Penggunaan APD yang baik dan benar sehingga dapat memberi perlindungan terakhir kepada pekerja dari bahaya yang dihadapi di tempat kerja, berat alat pelindung diri
(64)
commit to user
seringan mungkin, dipakai secara fleksibel, tahan lama, bentuk menarik, memenuhi standar, tidak menimbulkan bahaya tambahan karena salah penggunaan, tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakai, mudah disimpan, harus sesuai dengan standar yang ditetapkan. 4) Pemberian pelatihan kepada karyawan yang sudah disesuaikan
dari semua potensi bahaya yang ada di perusahaan, pemberian pelatihan tersebut harus dilakukan sesuai kebutuhan karyawan. 5) Referency of Document diperlukan agar ada petunjuk praktis
bagi karyawan sebelum melakukan pekerjaan, biasanya dalam bentuk Standar operasional Prosedur perusahaan. Setelah dilakukan pengendalian risiko, kita dapat melihat sisa risiko (risk residu) dari hasil pengendalian bahaya tersebut, sehingga penilai terhadap efektifitas pengendalian bahaya dapat diketahui dan melakukan tindakan perbaikan berkelanjutan agar risiko yang masih besar dapat dikendalikan menjadi bisa ditoleransi. d. Implementasi/Penerapan
Langkah untuk implementasi hasil pelaksanaan Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control (HIRADC) selanjutnya dilakukan pelaksanaan dan penerapannya antara lain :
(65)
commit to user
1) Setelah menentukan kontrol yang sesuai, kepala departemen menetapkan pelaksanaan dalam setiap aktivitas harian di dalam tim.
2) Selama proses kegiatan, masing-masing departemen harus menetapkan tujuan, sasaran, program untuk mengurangi tingkat risiko yang akan ditinjau 6 bulan sekali.
3) Kemajuan pencapaian tujuan, sasaran, dan program harus dipantau secara berkala dan ditulis dalam formulir manajemen HSE.
4) Setiap karyawan harus menerapkan kontrol yang telah ditentukan di setiap area kerjanya.
5) Apabila kontrol tidak dapat diaplikasikan, karyawan dapat berpatisipasi untuk memberikan kontrol dengan menyarankan ke supervisor atau manajer.
6) Seluruh karyawan harus melaksanakan pemantauan dan pengukuran dari kontrol yang ada.
7) Setiap manajer maupun manajer HSE harus meninjau kontrol tersebut setiap 6 bulan sekali untuk mengakomodasi saran dari karyawan terhadap kontrol yang ada.
e. Review
Setelah dilakukan penerapan pengendalian tersebut, tindakan tinjauan kembali atau review dilakukan menunjuk tim khusus yang
(66)
commit to user
akan meninjau dan menilai apakah risiko tersebut sudah berkurang sampai tingkat yang bisa diterima oleh karyawan. Pelaksanaan review tersebut dilakukan dengan jangka waktu 6 bulan sekali dengan melihat apakah ada kegiatan baru yang ada di perusahaan, desain tempat kerja yang berubah maupun perubahan sistem kerja serta terjadi kecelakaan yang serius. Untuk semua dokumen HIRADC harus disimpan oleh safety officer atau supervisor yang telah diketahui oleh departemen QHSE.
(67)
commit to user
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 14. Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil pendataan tahun 2012 kemungkinan
bahaya
Keparahan bahaya
Upaya pengendalian
Aman
Perbaikan analisis
Kurang aman Tempat kerja
B3
Pengangkutan dan penyimpanan bahan kimia
Sumber-sumber bahaya
Identifikasi bahaya Tidak ada identifikasi
Bahaya fisik bahaya kesehatan Kecelakaan kerja
(68)
commit to user
56 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian tersebut bersifat memberikan gambaran tentang Task Based Risk Assisment bahan chemical di PT Eastern logistics Lamongan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Eastern Logistics yang terletak di Jalan raya Daendels 64 – 65 km Tanjung Pakis, Desa Kemantren, Kecamatan paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian
Sebagai obyek dalam penelitian ini adalah penerapan OHSAS 18001:2007 terutama klausul 4.3.1 Klausul 4.3.1 Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control di area warehouse chemical PT Eastern Logistics. Sikap kerja individu adalah perilaku atau tidkana yang dilakukan oleh pekerja pada waktu melaksanakan pekerjaan. Keadaan adalah kondisi lingkungan kerja dari setiap aktivitas dan gejala adalah suatu hal yang potensial dapat menimbulkan bahaya atau kecelakaan bagi karyawan.
(69)
commit to user
D. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data ini diperoleh dari observasi tempat kerja, inspeksi, wawancara dan diskusi dengan karyawan PT Eastern Logistics yang berkaitan dengan kegiatan program magang.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data ini diperoleh dari data administrasi departemen HSE, HSE manual, dari Phortall, buku literatur dan standar peraturan-peraturan yang digunakan berkaitan dengan kegiatan penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan data-data sebagai berikut :
1. Data Primer
a. Observasi dan Penilaian
Untuk dapat menganalisis obyek penelitian maka penulis perlu mengadakan observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada pekerja pengangkutan dan penyimpanan bahan kimia di PT. Eastern Logistics
b. Wawancara
Wawancara yaitu melakukan wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait pada pekerjaan pengangkutan dan penyimpanan bahan kimia di PT Eastern Logistics.
(70)
commit to user
2. Data sekunder
Untuk melengkapi data yang dipergunakan dalam penelitian, maka penulis menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan membaca beberapa reverensi yang berkaitan dengan laporan ini yang berasal dari perusahaan.
F. Pelaksanaan
Kegiatan praktek kerja lapangan dilaksanakan dari hari pertama hari senin tanggal 01 Februari sampai 30 April 2012. Pada tahap pelaksanaan meliputi : 1. Menjelaskan latar belakang, permasalahan serta isu terbaru tentang K3
yang ada di perusahaan tempat diadakannya Penelitian. 2. Mengobservasi secara umum kondisi K3 perusahaan. 3. Mengobservasi berdasarkan wawancara dan diskusi.
4. Pengamatan secara langsung terhadap kondisi lingkungan perusahaan. 5. Melaksanakan program dan kegiatan yang dilakukan Departemen QHSE
sesuai rekomendasi dari pembimbing perusahaan.
6. Pencarian data pelengkap melalui arsip-arsip atau dokumen perusahaan dan buku-buku referensi yang ada di Departemen QHSE sesuai rekomendasi dari pembimbing perusahaan.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh penulis kemudian dianalisa untuk mengetahui dan menentukan potensi bahaya atau penyebab kecelakaan beserta sumbernya
(71)
commit to user
dengan menggunakan tabel matrik, kemudian ditinjau upaya pengendalian terhadap potensi bahaya yang telah teridentifikasi disesuaikan dengan hirarki pengendalian sesuai dengan standar perusahaan dan OHSAS 18001 : 2007.
(72)
commit to user
60 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Area Kerja
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di lapangan tentang Implementasi Task Based Risk Assessment pada area warehouse chemical di PT. Eastern Logistics.
Warehouse adalah sebuah bagian dari departemen Operation di PT. Eastern Logistics yang di dalamnya terdapat banyak kegiatan/aktivitas yang banyak mengandung faktor dan potensi bahaya ataupun keadaan nearmiss yang kadang kurang di sadari oleh para tenaga kerja. Warehouse di sewakan kepada klien untuk menyimpan barang-barang keperluan mereka terutama barang-barang yang menunjang proses pengeboran migas mulai dari bahan kimia maupun bahan non kimia, untuk bahan-bahan kimia dalam pengangkutan dan penyimpanannya di Warehouse chemical harus sesuai dengan MSDSnya.
2. Identifikasi Bahaya
Proses identifikasi bahaya yang dilakukan penulis selama melaksanakan program magang di PT Eastern Logistics yaitu dengan melakukan pengamatan, penilaian, dan diskusi untuk menganalisa potensi bahaya dan faktor bahaya pada pekerjaan pengangkutan dan
(1)
commit to user b. Skala Prioritas
Dari hasil penilaian resiko pada pekerjaan di area warehouse
chemical tersebut didapat skala prioritas yaitu untuk tingkat bahaya
sangat tinggi (urgent) terdapat pada pekerjaan pengisian tanki nitrogen, untuk tingkat bahaya serius (hight) terdapat pada pekerjaan transportasi bahan kimia kususnya pada operator yang kurang kompeten, untuk tingkat bahaya sedang (medium) yaitu bahan kimia kontak langsung dengan anggota tubuh, untuk tingkat bahaya kecil (low) yaitu terdapat pada pekerjaan manual handling terutama kesalahan cara angkat manual.
c. Tindakan Pengendalian
Perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan, pengangkutan dan penyimpanan bahan kimia yang dapat menimbulkan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, prosedur, instruksi kerja, apabila melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya besar dan penggunaan Alat Pelindung Diri yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada untuk mengatur dan mengendalikan resiko yang ada pada kegiatan, pengangkutan dan penyimpanan bahan kimia.
Setelah pengendalian yang dilakukan selanjutnya langkah
implementasi untuk melaksanakan kontrol dari bahaya tersebut. PT. Eastern Logistics sudah menerapkan langkah pengendalian dengan
(2)
commit to user
melaksanakan kontrol yang telah ditetapkan pada beberapa jenis pengangkutan bahan kimia yang ada di warehouse PT Eastern Logistics. Penerapan langkah-langkah pengendalian tersebut dilakukan agar bahaya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja tidak terjadi di area warehouse chemical PT. Eastern Logistics. Dalam penerapan pengendalian tersebut juga melibatkan karyawan dengan menerapkan, memantau dan pengukuran dari penerapan pengendalian bahaya dengan cara memberi saran kepada supervisor
maupun manager warehouse agar ada perbaikan berkelanjutan. Setelah dilakukan penerapan pengendalian tersebut, tindakan tinjauan kembali atau review dilakukan dengan menunjuk tim khusus yang akan meninjau dan menilai apakah resiko tersebut sudah berkurang sampai tingkat yang bisa diterima oleh karyawan dengan jangka waktu 6 bulan sekali dan apakah ada kegiatan baru yang ada di perusahaan, desain tempat kerja maupun sistem kerja serta ada kecelakaan yang serius.
3. Pembuatan Task Based Risk Assessment ini telah sesuai dengan OHSAS
18001 : 2007 klausa 4.3.1 bahwa sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat resiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Serta
pembuatan Task Based Risk Assessment ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor dan potensi bahaya yang ada di tempat kerja, kemudian dilakukan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut dan
(3)
commit to user
selanjutnya dilakukan pengendalian terhadap potensi bahaya tersebut sehingga dapat berkurang atau dihilangkan.
(4)
commit to user
102
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di area warehouse chemical
PT. Eastern Logistics mengenai Task Based Risk Assessment pada pekerjaan mempunyai banyak bahaya dan risiko yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Potensi dan faktor bahaya terbesar terdapat pada pekerjaan pengoperasian forklift, sertadengan tingkat bahaya yang dapat berakibat pada karyawan dan lingkungan. Potensi bahaya tersebut berhubungan dengan :
a. Bahaya operasional/pekerjaan akan berhubungan dengan
penggunaan sarana prasarana dan pengoperasian peralatan yang kurang baik seperti kesalahan pemberian sinyal kepada operator, tertabrak kendaraan, peralatan overload, bahaya penggunaan heavy material.
b. Bahaya kondisional berhubungan dengan keadaan lingkungan alam di PT. Eastern Logistics seperti kondisi cuaca yang dapat berubah sewaktu waktu seperti panas yang cukup ekstrim dan hujan badai yang lebat sehingga berakibat kapal menabrak diding jetty karena ombak yang besar, orang terjatuh kelaut karena angin besar dan sebagainya.
(5)
commit to user
2. Manajemen PT Eastern Logistics Lamongan Shorebase telah menyadari pentingnya menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat bagi tenaga kerja dengan melaksanakan program K3L, salah satunya adalah penerapan risk assesment, dengan melaksanakan Hazard
Identification Risk Assessment and Determining Control (HIRADC)
terutama tentang Task Based Risk Assessment (TBRA) yang merupakan bagian dari planning point dalam OHSAS 18001 : 2007 klausa 4.3.1. 3. Dampak dari potensi dan faktor bahaya tersebut berakibat langsung pada
karyawan maupun lingkungan yang berupa cidera ringan sampai kematian serta kerusakan lingkungan dan perusahaan maupun dampak pada wilayah yang luas.
4. Dari hasil penilaian yang dilakukan tidak banyak potensi bahaya yang tinggi (high), untuk nilai bahaya sedang (médium) banyak ditemukan pada pekerjaan handling chemical di warehouse , sedangkan untuk bahaya ringan (low) juga jarang ditemukan dalam pekerjaan di area
warehouse chemical.
5. Penerapan enginering control masih belum bisa dilaksanakan efisien di beberapa area karena belum ada pengkajian terhadap enginering control
tersebut serta penerapan penggunaan APD sebagai langkah terakhir dalam hirarki kontrol masih belum dilaksanakan dengan baik oleh pekerja.
(6)
commit to user
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Diperlukan pembuatan Task Based Risk Assessment di seluruh area pekerjaan PT Eastern Logistics.
2. Memberikan pengertian yang jelas tentang istilah risk assesment dalam bentuk training sebagai upaya mencegah dan mengendalikan kecelakaan kerja kepada seluruh tenaga kerja.Sebaiknya pengendalian potensi bahaya yang nilai resiko sisanya masih tinggi dalam pekerjaan
transporasi bahan kimia menjadi prioritas utama.
3. Diperlukan pemberian training kepada karyawan agar dalam pengelolaan dan penanganan material yang berat dapat dikendalikan dengan baik serta sesuai dengan prosedur perusahaan.
4. Penerapan enginering control masih belum bisa dilaksanakan dengan efisien perlu dilakukan review ulang oleh manajemen agar ada solusi untuk mengendalikan potensi bahaya tersebut.
5. Perlu adanya penumbuhan kesadaran dan motivasi karyawan maupun karyawan mitra kerja (klien/kontraktor) dengan cara memberikan penghargaan, bonus serta reward, terhadap karyawan yang melaksanakan program K3L dengan baik.