PENERAPAN PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PADA MATERI REAKSI-REAKSI SENYAWA ORGANIK.
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF
UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PADA MATERI REAKSI-REAKSI
SENYAWA ORGANIK
Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan IPA Kimia Sekolah Lanjutan
Disusun Oleh: RUCHIYAT
0907894
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwatesis dengan judul ” Penerapan Pembelajaran Konflik Kognitif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis Mahasiswa pada Materi Reaksi-Reaksi Senyawa Organik” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus 2013 Yang membuat pernyataan,
(3)
Lembar Pengesahan
Tesis ini disetujui dan disahkan oleh
Pembimbing I
Dr. Hendrawan, M. Si NIP. 196310291987031001
Pembimbing II
Dr. Iqbal Musthapa, M. Si NIP. 197512232001121001
Mengetahui,
Ketua Program Studi IPA SPs UPI
Prof. Dr. Anna Permanasari, M. Si NIP. 195807121983032002
(4)
i
Penerapan Pembelajaran Konflik Kognitif untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis Mahasiswa pada Materi
Reaksi-Reaksi Senyawa Organik
ABSTRAKRuchiyat (0907894) PPs UPI, Agustus 2013
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada pembelajaran strategi konflik kognitif materi reaksi-reaksi senyawa organik dan menganalisis karakteristik pembelajarannya. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa semester III Program Studi Farmasi yang mengontrak mata kuliah kimia organik I tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 26 mahasiswa. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pre-test and pos-test design. Teknik pengumpulan data digunakan tes penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa bentuk essay yang diberikan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan, angket, wawancara, dan data observasi. Hasil tes dalam bentuk pretes dan postes dianalisis menggunakan analisis gain ternormalisasi, angket dan catatan lapangan dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pada pelaksanaan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif, konsep nukleofilisitas dan kebasaan, faktor pelarut dan faktor temperatur, menunjukkan karakter pembelajaran konflik kognitif. Sedangkan konsep mekanisme reaksi tidak menunjukkan karakter pembelajaran konflik kognitif. Setelah diterapkannya strategi pembelajaran konflik kognitif, terdapat peningkatan penguasaan konsep mahasiswa dengan gain sebesar 0,63 (kategori sedang). Adapun konsep yang diperoleh dengan nilai gain terendah pada konsep mekanisme reaksi sebesar 0,27 (kategori rendah) dan konsep yang diperoleh dengan nilai gain tertinggi pada konsep faktor temperatur sebesar 0,83 (kategori tinggi). Dari hasil analisis data kemampuan berpikir kritis mahasiswa diperoleh persentase tertinggi peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, konsep nukleofilisitas dan kebasaan, sebesar 88% pada kemampuan memberikan penjelasan dengan indikator menganalisis argumen. Persentase terendah peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada konsep mekanisme reaksi sebesar 28% pada kemampuan strategi dan taktik dengan indikator memutuskan sebuah tindakan.
Kata Kunci: Pembelajaran Konflik kognitif, penguasaan konsep, berpikir kritis,
(5)
ABSTRAK ….……….. i
KATA PENGANTAR ……….. ii
UCAPAN TERIMA KASIH ………... iii
DAFTAR ISI ……… iv
DAFTAR TABEL ……… vi
DAFTAR GAMBAR ……….. vii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ………. 6
C. Batasan Masalah ……… 6
D. Tujuan Penelitian ………... 7
E. Manfaat Penelitian ………. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konflik Kognitif ………. 8
B. Keterampilan Berpikir Kritis ………. 14
C. Penguasaan Konsep ……… 17
D. Materi Reaksi-Reaksi Senyawa Organik ………... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian………. 33
(6)
B. Subyek Penelitian ………. 34
C. Definisi Operasional ………. 35
D. Instrumen Penelitian ……… 35
E. Prosedur Penelitian ……….. 37
F. Alur Penelitian ………. 46
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembelajaran Konflik Kognitif ……… 47
B. Analisa Penguasaan Konsep Mahasiswa ……….. 55
C. Analisa Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa ……….. 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………... 66
B. Saran ………. 68
DAFTAR PUSTAKA ………. 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………. 73
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kegiatan perkuliahan kimia organik selalu berupaya untuk meningkatkan dan menguatkan pemahaman konsep mahasiswa, tetapi kenyataannya sering
dihadapkan pada berbagai kendala yang ada. Menurut Anne O’Dwyer (2011) faktor-faktor yang menjadi kendala dalam meningkatkan pemahaman kimia organik adalah multidimensi ilmu kimia, kurikulum, bahasa, pemahaman matematika, miskonsepsi dan tingkat kognitif. Dalam laporannya juga disampaikan bahwa konsep-konsep kimia organik yang dianggap sulit dipahami mahasiswa terutama pada jenis-jenis reaksi, mekanisme reaksi dan sintesis senyawa organik.
Berdasarkan hasil studi kasus di salah satu perguruan tinggi di Garut diperoleh bahwa masih banyak mahasiswa yang kesulitan mempelajari konsep-konsep kimia organik. Hal ini diketahui dari nilai ujian akhir mahasiswa-mahasiswa yang mengontrak kimia organik di tiga tahun terakhir dengan hasil analisis sebagai berikut: (1) Pada tahun pertama studi kasus, dari 56 mahasiswa yang memperoleh nilai A sebanyak 4%, yang memperoleh nilai B sebanyak 16%, yang memperoleh nilai C sebanyak 56%, yang memperoleh nilai D sebanyak 20%, dan yang memperoleh nilai E (Tidak lulus) sebanyak 4%. (2) Pada tahun kedua, dari 58 mahasiswa, yang memperoleh nilai A sebanyak 4%, yang memperoleh nilai B sebanyak 19%, yang memperoleh nilai C sebanyak 48 %,
(8)
yang memperoleh nilai D sebanyak 22%, dan yang memperoleh nilai E (Tidak lulus) sebanyak 7%. (3) Pada tahun ke tiga, dari 73 mahasiswa, yang memperoleh nilai A sebanyak 12%, yang memperoleh nilai B sebanyak 14%, yang memperoleh nilai C sebanyak 37%, yang memperoleh nilai D sebanyak 29%, dan yang memperoleh nilai E (Tidak lulus) sebanyak 8%. Dari hasil studi kasus pada nilai kimia organik mahasiswa tiga tahun terakhir ini memperlihatkan kecenderungan hasil pembelajaran yang kurang optimal. Hal ini terlihat dari banyaknya persentase nilai C dan D dari tahun ke tahun yang diperoleh mahasiswa. Jika diambil rata-rata nilai C maka memberikan nilai sebanyak 47% dan nilai D sebanyak 24%. Dengan banyaknya rata-rata persentase nilai C dan D tersebut terindikasi masih banyak mahasiswa yang belum menguasai konsep kimia organik dengan baik.
Setelah dilakukan observasi ternyata banyak kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa dalam memahami konsep-konsep kimia organik. Mahasiswa memandang konsep-konsep kimia organik merupakan konsep yang abstrak sehingga sulit dipahami. Selain terdapat beberapa konsep yang sulit, pada materi kimia organik juga teridentifikasi adanya miskonsepsi. Beberapa miskonsepsi yang sering terjadi dalam pembelajaran kimia organik, diantaranya; Konsep-konsep senyawa aromatik dan reaksinya (Topal et al, 2007), laju reaksi (Kolomuc, 2011), Jenis-jenis reaksi organik dan mekanisme reaksi organik. Miskonsepsi yang terjadi pada konsep-konsep kimia organik tersebut harus dicari cara agar pemahaman mahasiswa terhadap konsep-konsep tersebut menjadi benar. Akan tetapi, belum banyak penelitian yang difokuskan pada usaha untuk mengubah
(9)
miskonsepsi ke pemahaman konsep yang benar, terutama dalam strategi pembelajaran kimia organik. Dengan demikian penulis merasa perlu melakukan kajian terhadap pembelajaran konsep-konsep kimia organik dengan menerapkan strategi pembelajaran tertentu.
Strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi perubahan dan penguatan konsep serta melibatkan mahasiswa dalam proses perolehan konsep dapat dicapai dengan menerapkan pembelajaran konflik kognitif (Toka, 2002), (Kang, et al, 2010). Pembelajaran konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif dalam rangka mencapai keseimbangan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi (Sugiyanta, 2005). Pembelajaran konflik kognitif merupakan pembelajaran yang mengutamakan konflik dalam proses berpikir sehingga terjadi pertentangan antara konsep baru dengan konsep lama yang didapat dari pengalaman seseorang (Baser, 2006).
Pembelajaran konflik kognitif ini memiliki keunggulan antara lain dapat mendorong perubahan konsepsi siswa dari konsep yang salah (miskonsepsi) menjadi konsep yang benar (Amarlita, 2010).
Pembelajaran konflik kognitif menciptakan ketidakpuasan dalam pikiran mahasiswa dengan konsepsi yang mereka miliki (konflik kognitif) dan selanjutnya diikuti dengan memperkuat konsep yang diinginkan. Pembelajaran konflik kognitif dapat meningkatkan penguasaan struktural terhadap sebagian besar siswa sedangkan menurut Baser (2006), pembelajaran konflik kognitif dapat mendorong
(10)
adanya perubahan konsepsi siswa yang akan bermuara pada penguasaan konsep yang lebih baik.
Lee et al. (2003) menyatakan terdapat tiga fase dalam proses pembelajaran konflik kognitif, yaitu fase permulaan (preliminary stage), fase konflik (conflict stage), dan fase penyelesaian (resolution stage). Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode praktikum, demonstrasi maupun ceramah dengan menggunakan contoh-contoh terbalik (counterexamples).
Penelitian-penelitian terkait pembelajaran konflik kognitif diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Mustafa Baser. Penelitian Baser diperoleh hasil bahwa pembelajaran konflik kognitif dapat meningkatkan penguasaan siswa mengenai konsep-konsep suhu dan kalor (Baser, 2006). Penelitian yang dilakukan Lee et al. diperoleh kesimpulan bahwa siswa dengan tingkat konflik kognitif yang tinggi menunjukkan tingkat perubahan konseptual yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan tingkat konflik kognitif rendah (Lee et al, 2003). Penelitian Fraser diperoleh hasil bahwa pembelajaran konflik kognitif dapat meningkatkan penguasaan struktural terhadap sebagian besar siswa tetapi tidak efektif bagi siswa yang lemah (Fraser, 2007).
Pembelajaran dengan strategi konflik kognitif terindikasi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran dengan strategi konflik kognitif memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Diantara proses berfikir tingkat tinggi di atas salah satu yang digunakan dalam pembentukan sistem konseptual pendidikan sains adalah berfikir kritis. Zoller (2007) menyatakan dalam laporan penelitiannya bahwa berpikir kritis dan pemecahan masalah
(11)
mempunyai hubungan yang kuat dengan kemampuan kognitif tingkat tinggi mahasiswa dalam perkuliahan kimia organik. Hubungan yang kuat berpikir kritis dengan kemampuan kognitif tingkat tinggi sering diwujudkan melalui pertanyaan dalam bertanya serta dalam membuat keputusan. Berdasarkan prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berfikir kompleks yang disebut proses berpikir tingkat tinggi terdiri dari empat macam, yaitu pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berfikir kritis dan berfikir kreatif (Costa, 1985).
Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri mahasiswa karena melalui keterampilan berpikir kritis, mahasiswa dapat lebih mudah memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep dalam situasi yang berbeda. Pengembangan keterampilan berpikir kritis dalam proses pembelajaran memerlukan keahlian guru dalam memilih media yang tepat, karena ini merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa (Arifin et al, 2000).
Pemaparan di atas menjadi suatu dasar pemikiran bahwa penerapan strategi pembelajaran konflik kognitif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep kimia organik dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Untuk itu, dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis mahasiswa perlu dilakukan studi untuk mengembangkan penelitian di bidang pendidikan yang berkaitan dengan judul : Penerapan Pembelajaran
(12)
Konflik Kognitif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Berpikir Kritis Mahasiswa Pada Materi Reaksi-reaksi Senyawa Organik.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah karakteristik pembelajaran strategi konflik kognitif pada materi reaksi-reaksi senyawa organik?
b. Bagaimanakah pembelajaran strategi konflik kognitif dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa pada materi reaksi-reaksi senyawa organik?
c. Bagaimanakah pembelajaran strategi konflik kognitif dapat meningkatkan kemampuan memberikan penjelasan serta strategi dan taktik pada kemampuan berfikir kritis mahasiswa?
C.Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Pada penelitian ini materi reaksi-reaksi senyawa organik dibatasi hanya pada konsep faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi substitusi dan eliminasi serta mekanisme reaksi.
2. Kemampuan berpikir kritis dibatasi hanya pada kemampuan memberikan penjelasan dengan indikator menganalisis argumen serta kemampuan strategi dan taktik dengan indikator memutuskan sebuah tindakan.
(13)
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan umum penelitian ini yaitu untuk memberikan alternatif suatu model pembelajaran beserta assesmennya yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa.
Sehubungan dengan tujuan umum tersebut di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:
a. Menganalisis peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada pembelajaran yang menggunakan strategi konflik kognitif pada materi reaksi-reaksi senyawa organik.
b. Menganalisis karakteristik pembelajaran strategi konflik kognitif serta tanggapan mahasiswa dan dosen dalam pembelajaran yang menggunakan strategi konflik kognitif.
E.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain dapat memberikan sumbangan alternatif strategi pembelajaran dalam perkuliahan kimia organik. Penelitian pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikan bagi mahasiswa dalam hal peningkatan penguasaan konsep-konsep kimia organik. Hasil penelitian pembelajaran dengan mengunakan strategi konflik kognitif diharapkan menjadi masukan untuk para peneliti dalam penelitian-penelitian sejenis.
(14)
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-Eksperimental. Metode pre-eksperimental merupakan bagian dari metode eksperimen yang termasuk dalam desain satu variabel bebas. Metode pre-eksperimen dapat dibagi menjadi tiga bagian desain penelitian, diantaranya desain studi kasus sekali tes (one shot case study), desain pretes dan postes sebuah kelompok (one group pretest-posttest design), dan perbandingan kelompok statistik (statistic group comparison). Alasan penggunaan metode ini karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan, sehingga masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel terikat, dimana hasil eksperimen yang merupakan variabel terikat bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel bebas (Ruseffendi, 2003).
Penelitian dilakukan pada sekelompok mahasiswa yaitu satu kelas mahasiswa peserta mata kuliah kimia organik. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran menggunakan strategi konflik kognitif, sedangkan variabel terikatnya adalah peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest and posttest design. Desain ini dipilih karena lebih cocok dan mempunyai
(15)
keunggulan dibandingkan dengan desain penelitian lain dalam pre-eksperimental. Keunggulannya adalah adanya pretest sebelum perlakuan, sehingga dapat membandingkan skor posttest dengan skor pretest (Ruseffendi, 2003). Tidak ada kelas pembanding (kontrol), mahasiswa diberikan tes awal penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis sebelum perlakuan serta tes akhir penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis setelah perlakuan. Desain penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1 Desain penelitian one group pre test and post test design
O1 X O2
Keterangan:
O1 = tes awal sebelum perlakuan (pre test)
X = perlakuan dengan pembelajaran konflik kognitif O2 = tes akhir setelah perlakuan (post test)
Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa setelah pembelajaran konflik kognitif pada sampel penelitian. Selama proses pembelajaran peneliti bertindak sebagai pengajar dan dosen kimia organik yang lain sebagai observer. Agar observasi terhadap proses pembelajaran berjalan objektif, beberapa mahasiswa semester akhir dilibatkan pula sebagai observer kedua dan ketiga.
(16)
Subyek penelitian ini adalah mahasiswa semester III Program Studi Farmasi di salah satu Perguruan Tinggi di Garut yang mengontrak mata kuliah kimia organik I tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 26 mahasiswa.
C.Definisi Operasional
Penelitian ini memiliki definisi operasional untuk menjelaskan istilah antara lain:
a. Pembelajaran konflik kognitif adalah seperangkat kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikaskan dua atau lebih rangsangan berupa sesuatu yang berlawanan atau berbeda kepada peserta didik agar terjadi proses internal yang intensif.
b. Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor tes penguasaan konsep mahasiswa dalam mencapai tujuan pembelajaran pada materi reaksi-reaksi senyawa organik.
c. Kemampuan berpikir kritis adalah skor tes berpikir kritis mahasiswa pada tes berpikir kritis yang merujuk pada fungsi berpikir kritis Inch, et al, (2006) kemudian dikembangkan menjadi indikator: merumuskan pertanyaan, merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, menjawab pertanyaan dari permasalahan berdasarkan data, fakta hasil observasi dan pengalaman, mendefinisikan istilah, menerapkan prinsip-prinsip.
D. Instrumen Penelitian
(17)
Soal tes digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh suatu individu atau kelompok yang berisi pertanyaan atau latihan (Arikunto, 2002). Jenis tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes berbentuk esei. Butir-butir soal yang bertujuan untuk mengukur konsepsi dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa tentang konsep-konsep reaksi-reaksi senyawa organik sebelum maupun sesudah pembelajaran.
b. Angket
Angket digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang tanggapan mahasiswa terhadap pembelajaran dengan metode konflik kognitif. Bentuk angket berupa pertanyaan dengan pilihan berganda yang dapat merefleksikan pendapat mahasiswa. Tanggapan mahasiswa ini dijaring dengan lembar angket dan wawancara lisan sebagai refleksi mahasiswa melakukan pembelajaran konflik kognitif.
c. Lembar observasi
Observasi yang dilakukan yaitu observasi sistematis yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi ini merupakan lembar yang berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati.
(18)
Tabel 3.2. Instrumen Penelitian
Target Metode
Penilaian Instrumen Subjek Waktu
Penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis
Tes tertulis Uraian
Mahasiswa
Pre test dan post test
Tanggapan Angket Lembar Angket
Akhir
pembelajaran Wawancara Pedoman
wawancara Pembelajaran strategi konflik kognitif Catatan Observasi Lembar catatan observasi
Dosen dan mahasiswa
Selama pembelajaran
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, tahapan penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. Tahapan-tahapan penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
(19)
Studi pendahuluan meliputi kajian materi subjek dan studi literatur metodologi pembelajaran. Hasil studi pendahuluan berupa pokok bahasan untuk pembelajaran dan variabel penelitian
Perumusan masalah, berdasarkan variabel-variabel penelitian yang ada, masalah yang diangkat dalam penelitian ini dirumuskan dan diuraikan dalam pertanyaan penelitian
Analisis konsep pada pokok bahasan yang telah ditetapkan. Langkah ini menghasilkan suatu analisis konsep dan urutan sub pokok bahasan
Analisis indikator kemampuan berpikir kritis. Analisis dikaitkan dengan karakteristik materi subjek dan jenis tes untuk evaluasi kegiatan pembelajaran Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS)
Membuat instrument penelitian
Instrument penelitian ini berupa tes tertulis dan lembar observasi yang berkaitan dengan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis yang akan diteliti.
Melakukan uji validitas instrument penelitian
Mengadakan uji coba instrument penelitian ke mahasiswa jurusan farmasi semester lima di salah satu perguruan tinggi di Garut yang sudah mengontrak mata kuliah kimia organik untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda,dan tingkat kesukaran.
(20)
Revisi instrumen untuk mendapatkan instrumen yang baik Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian
Analisis instrumen berupa soal berbentuk uraian yang berjumlah 4 butir soal meliputi hal-hal berikut.
a. Tingkat kesukaran soal, dimana ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesulitan dan kemudahan soal yang digunakan.
Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran adalah :
N B TK Keterangan :
TK = Tingkat kesukaran
B = Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar N = Jumlah seluruh siswa peserta tes ( Arikunto, 2002 )
Tabel 3.3. Kategori Interpretasi Indeks Kesukaran
Batasan Kategori
TK ≤ 0,00 Terlalu sukar
0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah
TK ≤ 1,00 Terlalu mudah (Arikunto, 2002)
Hasil uji coba instrumen pada penelitian ini untuk tingkat kesukaran diperoleh hasil seperti diuraikan pada tabel berikut:
(21)
Tabel 3.4. Hasil Uji Coba Instrumen pada Tingkat Kesukaran
Butir Soal Nilai Kategori 1 0,4219 sedang 2 0,4010 sedang 3 0,5625 sedang 4 0,3844 sedang
b.Daya pembeda, dimana ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
tiap-tiap butir soal mampu membedakan antara pebelajar yang sudah atau belum memahami konsep, yang kemudian akan terklasifikasi sebagai kelompok atas dan kelompok bawah. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Arikunto, 2002).
N
1/2
B
-B
DP
A BKeterangan :
DP = Daya pembeda
BA = Jumlah siswa pada kelompok atas BB = Jumlah siswa pada kelompok bawah N = Jumlah seluruh siswa
(22)
Tabel 3.5. Kategori Interpretasi Daya Pembeda
Batasan Kategori
0,00 < DP ≤ 0,20 Kurang
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik (Arikunto, 2002)
Hasil uji coba instrumen pada penelitian ini untuk daya pembeda diperoleh hasil seperti diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 3.6. Hasil Uji Coba Instrumen pada Daya Pembeda
Butir Soal Nilai Kategori 1 0,3438 Cukup 2 0,1771 Kurang 3 0,1250 Kurang 4 0,4813 Baik
c. Uji validitas, dilakukan untuk mengetahui kesahihan suatu instrument
sehingga mampu megukur apa yang hendak diukur. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Arikunto, 2002).
∑ ∑ ∑
(23)
Validitas soal-soal ini ditentukan dengan membandingkan harga r yang diperoleh terhadap harga r tabel, dengan ketentuan rhitung > rtabel maka butir soal tersebut valid.
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
n = Jumlah peserta tes
x = skor siswa pada tiap butir soal y = skor total
Tabel 3.7 Validitas Butir Soal
Batasan Kategori
0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi
0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup
0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah
0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat rendah
(Arikunto, 2002)
Hasil uji coba instrumen pada penelitian ini untuk korelasi diperoleh hasil seperti diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Instrumen untuk Validitas Soal
Butir Soal Nilai Kategori 1 0,764 Tinggi
2 0,588 Cukup
3 0,317 Rendah 4 0,903 Sangat tinggi
(24)
d.Uji reliabilitas, dilakukan untuk menguji tingkat keajegan instrument
yang digunakan. Dihitung berdasarkan rumus Spearman-Brown berikut (Arikunto, 2002).
22 11
1
1
t in
n
r
Keterangan :r 11= korelasi skor-skor setiap belahan tes
= jumlah variansi skor tiap-tiap item = variansi skor total setiap item n = banyaknya butir soal
Tabel 3.9 Kategori Reliabilitas Butir Soal
Batasan Kategori
0,90 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi (baik) 0,40 < r11≤ 0,70 Cukup (sedang) 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah (kurang)
r11≤ 0,20 Sangat rendah (sangat kurang) (Arikunto, 2002)
Hasil uji coba instrumen pada penelitian ini untuk reliabilitas diperoleh hasil reliabilitas tes 0,69 (Berkategori cukup).
(25)
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan penerapan pembelajaran konflik kognitif yang sudah dikembangkan. Dalam pelaksanaanya, peneliti bertindak sebagai pengajar yang dibantu oleh dua orang dosen kimia organik sebagai observer. Adapun perencanaan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Pretes penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis sebelum pembelajaran
Pembelajaran di kelas dengan menerapkan strategi konflik kognitif pada mata kuliah kimia organik dengan sub pokok bahasan reaksi-reaksi senyawa organik
Diskusi
Melakukan tes tertulis
3. Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian terdiri dari tiga kegiatan yaitu: Mengolah data hasil penelitian
Menganalisis dan membahas hasil penelitian Menarik kesimpulan
Analisis Data
Hasil tes dalam bentuk pretes dan postes dianalisis menggunakan analisis gain ternormalisasi.
(26)
%
100
S
S
S
S
g
p re mak s
p re p o st
x
Keterangan : Spre = Skor pretes Spost = Skor posttes
Smaks = Skor maksimum(Hake, 1998)
dengan kategori perolehan N – gain, rendah g <0,30; sedang 0,30≤ g ≤0,70; dan tinggi g> 0,70.
Angket dan catatan lapangan dianalisis dengan analisis deskriptif dengan kegiatan yang meliputi:
a. Pengolahan data pretes dan postes b. Pengolahan data angket mahasiswa
(27)
F. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Alur penelitian Temuan dan Pembahasan
Kesimpulan
Peyusunan, Uji coba, Revisi dan pengesahan Instrumen
Pretest
Implementasi Pembelajaran Strategi Konflik Kognitif
Postest
Analisis Data
Observasi dan angket sikap siswa Pembuatan rancangan pembelajaran dengan Strategi
Konflik Kognitif Studi pendahuluan
Perumusan Masalah
Penentuan dan analisis konsep Pengkajian dan penetapan indikator
(28)
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa pada mata kuliah kimia organik di salah satu perguruan tinggi di Garut dalam menerapkan strategi pembelajaran konflik kognitif untuk meningkatkan penguasaan konsep dan berpikir kritis mahasiswa, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pelaksanaan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dihasilkan karakteristik pembelajaran, dalam pembelajaran konsep nukleofilisitas dan kebasaan terdapat dua contoh reaksi bertentangan, yaitu reaksi asam basa dan reaksi substitusi. Mahasiswa memperhatikan contoh-contoh bertentangan dan mulai berpikir ketika ditanya konsep nukleofilisitas dan kebasaan. Mahasiswa menjawab pertanyaan yang diberikan. Pada pembelajaran konsep faktor pelarut, terdapat dua contoh reaksi dengan substrat sama tapi pelarut berbeda. Mahasiswa memperhatikan contoh-contoh bertentangan dan mulai berpikir ketika ditanya salah satu pelarut yang dapat mensolvasi pereaksi. Mahasiswa menjawab pertanyaan yang diberikan. Pada pembelajaran konsep faktor temperatur, terdapat dua contoh reaksi bertentangan, reaksi dengan substrat dan pereaksi sama tapi temperatur berbeda. Mahasiswa memperhatikan contoh-contoh bertentangan dan mulai berpikir ketika ditanya pengaruh temperatur terhadap produk reaksi. Mahasiswa menjawab pertanyaan yang
(29)
diberikan. Pada pembelajaran konsep mekanisme reaksi, terdapat dua contoh reaksi bertentangan. Mahasiswa tidak tertarik dengan contoh-contoh reaksi yang diberikan dengan tidak merespon pertanyaan. Mahasiswa tidak menjawab pertanyaan yang diberikan. Dari pelaksanaan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif, konsep nukleofilisitas dan kebasaan, faktor pelarut dan faktor temperatur, menunjukkan karakter pembelajaran konflik kognitif. Sedangkan konsep mekanisme reaksi tidak menunjukkan karakter pembelajaran konflik kognitif.
2. Setelah diterapkannya strategi pembelajaran konflik kognitif, terdapat peningkatan penguasaan konsep mahasiswa yang terlihat dari gain sebesar 0,63 (kategori sedang). Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep mahasiswa mengalami peningkatan. Adapun konsep yang diperoleh dengan nilai gain terendah pada konsep mekanisme reaksi sebesar 0,27 (kategori rendah) dan konsep yang diperoleh dengan nilai gain tertinggi pada konsep faktor temperatur sebesar 0,83 (kategori tinggi).
3. Dari hasil analisis data kemampuan berpikir kritis mahasiswa diperoleh persentase tertinggi peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, yaitu pada konsep nukleofilisitas dan kebasaan, sebesar 88% pada kemampuan memberikan penjelasan dengan indikator menganalisis argumen. Persentase terendah peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada konsep mekanisme reaksi substitusi dan reaksi eliminasi sebesar 28% pada kemampuan strategi dan taktik dengan indikator memutuskan sebuah tindakan.
(30)
B. Saran
Adapun rekomendasi yang diberikan terkait penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Sintaks pembelajaran konflik kognitif harus lebih dipersiapkan sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran yaitu dilakukan terlebih dahulu validasi, agar kegiatan pembelajaran konflik kognitif dapat berjalan sesuai rencana. 2. Perlu dikembangkan terhadap konsep-konsep kimia organik lain agar lebih
memperkaya model pembelajaran kimia organik.
3. Perlu dikembangkan model evaluasi yang sesuai dengan pembelajaran konflik kognitif.
(31)
DAFTAR PUSTAKA
Amarlita, Dhamas Mega. (2010). Identifikasi Kesalahan Konsep Materi Laju Reaksi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Pagak dan Perbaikannya dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Tesis, Program Studi Pendidikan Kimia. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang: Tidak diterbitkan.
Anderson, et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing:
A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman, Inc.
Arifin, et al. (2000). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Baser, M (2006). Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction On Students Understanding of Heat and Temperature Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education Vol 2 (2)
Costa, A.L. (1985). Glossary of Thinking Skills. In A. L. Costa (ed) Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD.
(32)
Ennis, R. H. (1985). “Goals for a Critical Thinking Curriculum”. In A. L. Costa (ed) Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD
Fessenden, R.J. dan Fessenden J.S. (1997). Kimia Organik, Edisi kedua, Alih bahasa A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Surabaya.
Firdaus. (2009). Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Hasanuddin.
Kang, et al. (2010). Cognitive conflict and situational interest as factors influencing conceptual change. International Journal of Environmental & Science Education. Vol 5 (4)
Kolomuc. (2011). Chemistry Teachers’ Misconceptions Concerning Concept of Chemical Reaction Rate. Eurasian J. Phys. Chem. Educ. Vol 3 (2)
Lee, et al. (2003). Development of an Instrument for Measuring Cognitive conflict In Scondary Level Science Classes. Research In Science Teaching Vol 40 (6)
Mulyati Arifin., dkk. (2003). Common Textbook (Edisi Revisi) Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia.
O’Dwyer, Anne. (2010). Second Level Irish pupils’ and teachers’ view of
difficulties in Organic Chemistry. University of Limerick, Ireland.
Partono. (2001). Pengaruh Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika terhadap penguasaan Siswa tentang Gerak dan Gaya. Tesis Magister pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.
(33)
Ruseffendi, E. T. (2003). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: Unnes Press.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Sela, et al. (2007). Resolving Cognitive Conflict with Peers–Is There A Difference between Two and Four? Israel Institute of Technology.
Sujana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyanta. (2005). Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Widyaiswara LPMP DIY
Suparno, P, Dr. (1997). Filsafat Konstruktifisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Toka. (2002). The Effect of Cognitive Conflict and Conceptual Change Text
on Students’ Achievment Related to First Degree Equations With One
Unknown. Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi 23
Topal, et al. (2007). University and Secondary School Students’ Misconceptions about the Concept Of “Aromaticity” in Organic Chemistry. International Journal of Environmental & Science Education. Vol 2 (4)
(34)
Zoller dan Pushkin. (2007). Matching Higher-Order Cognitive Skills (HOCS) promotion goals with problem-based laboratory practice in a freshman organic chemistry course. Chemistry Education Research and Practice. Vol 8 (2)
(1)
diberikan. Pada pembelajaran konsep mekanisme reaksi, terdapat dua contoh reaksi bertentangan. Mahasiswa tidak tertarik dengan contoh-contoh reaksi yang diberikan dengan tidak merespon pertanyaan. Mahasiswa tidak menjawab pertanyaan yang diberikan. Dari pelaksanaan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif, konsep nukleofilisitas dan kebasaan, faktor pelarut dan faktor temperatur, menunjukkan karakter pembelajaran konflik kognitif. Sedangkan konsep mekanisme reaksi tidak menunjukkan karakter pembelajaran konflik kognitif.
2. Setelah diterapkannya strategi pembelajaran konflik kognitif, terdapat peningkatan penguasaan konsep mahasiswa yang terlihat dari gain sebesar 0,63 (kategori sedang). Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan konsep mahasiswa mengalami peningkatan. Adapun konsep yang diperoleh dengan nilai gain terendah pada konsep mekanisme reaksi sebesar 0,27 (kategori rendah) dan konsep yang diperoleh dengan nilai gain tertinggi pada konsep faktor temperatur sebesar 0,83 (kategori tinggi).
3. Dari hasil analisis data kemampuan berpikir kritis mahasiswa diperoleh persentase tertinggi peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, yaitu pada konsep nukleofilisitas dan kebasaan, sebesar 88% pada kemampuan memberikan penjelasan dengan indikator menganalisis argumen. Persentase terendah peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada konsep mekanisme reaksi substitusi dan reaksi eliminasi sebesar 28% pada kemampuan strategi dan taktik dengan indikator memutuskan sebuah tindakan.
(2)
68
B. Saran
Adapun rekomendasi yang diberikan terkait penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Sintaks pembelajaran konflik kognitif harus lebih dipersiapkan sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran yaitu dilakukan terlebih dahulu validasi, agar kegiatan pembelajaran konflik kognitif dapat berjalan sesuai rencana. 2. Perlu dikembangkan terhadap konsep-konsep kimia organik lain agar lebih
memperkaya model pembelajaran kimia organik.
3. Perlu dikembangkan model evaluasi yang sesuai dengan pembelajaran konflik kognitif.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Amarlita, Dhamas Mega. (2010). Identifikasi Kesalahan Konsep Materi Laju Reaksi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Pagak dan Perbaikannya dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Tesis, Program Studi Pendidikan Kimia. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang: Tidak diterbitkan.
Anderson, et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman, Inc.
Arifin, et al. (2000). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Baser, M (2006). Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction On Students Understanding of Heat and Temperature Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education Vol 2 (2)
Costa, A.L. (1985). Glossary of Thinking Skills. In A. L. Costa (ed) Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD.
(4)
70
Ennis, R. H. (1985). “Goals for a Critical Thinking Curriculum”. In A. L. Costa (ed) Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, Alexandria: ASCD
Fessenden, R.J. dan Fessenden J.S. (1997). Kimia Organik, Edisi kedua, Alih bahasa A.H. Pudjaatmaka, Erlangga, Surabaya.
Firdaus. (2009). Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Hasanuddin.
Kang, et al. (2010). Cognitive conflict and situational interest as factors influencing conceptual change. International Journal of Environmental & Science Education. Vol 5 (4)
Kolomuc. (2011). Chemistry Teachers’ Misconceptions Concerning Concept of Chemical Reaction Rate. Eurasian J. Phys. Chem. Educ. Vol 3 (2)
Lee, et al. (2003). Development of an Instrument for Measuring Cognitive conflict In Scondary Level Science Classes. Research In Science Teaching Vol 40 (6)
Mulyati Arifin., dkk. (2003). Common Textbook (Edisi Revisi) Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia.
O’Dwyer, Anne. (2010). Second Level Irish pupils’ and teachers’ view of difficulties in Organic Chemistry. University of Limerick, Ireland.
Partono. (2001). Pengaruh Strategi Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika terhadap penguasaan Siswa tentang Gerak dan Gaya. Tesis Magister pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.
(5)
Ruseffendi, E. T. (2003). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: Unnes Press.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Sela, et al. (2007). Resolving Cognitive Conflict with Peers–Is There A Difference between Two and Four? Israel Institute of Technology.
Sujana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyanta. (2005). Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika. Widyaiswara LPMP DIY
Suparno, P, Dr. (1997). Filsafat Konstruktifisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Toka. (2002). The Effect of Cognitive Conflict and Conceptual Change Text on Students’ Achievment Related to First Degree Equations With One Unknown. Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi 23
Topal, et al. (2007). University and Secondary School Students’ Misconceptions about the Concept Of “Aromaticity” in Organic Chemistry. International Journal of Environmental & Science Education. Vol 2 (4)
(6)
72
Zoller dan Pushkin. (2007). Matching Higher-Order Cognitive Skills (HOCS) promotion goals with problem-based laboratory practice in a freshman organic chemistry course. Chemistry Education Research and Practice. Vol 8 (2)