PROSES PEMBUATAN SELAI HERBAL ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) KAYA ANTIOKSIDAN DAN VITAMIN C

(1)

commit to user

i

LAPORAN PRAKTEK PRODUKSI

PROSES PEMBUATAN SELAI HERBAL ROSELLA (

Hibiscus sabdariffa L

)

KAYA ANTIOKSIDAN DAN VITAMIN C

Tugas Akhir Untuk Sebagian Persyaratan Guna Memenuhi Gelar Ahli Madya (A.Md) di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian

OLEH : MURYANTI

H3108053

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

PROSES PEMBUATAN SELAI HERBAL ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) KAYA ANTIOKSIDAN DAN VITAMIN C

Oleh :

MURYANTI (H3108053)

Telah dipertahankan dihadapan dosen pembimbing dan penguji, Pada Tanggal ...

Pembimbing/ Penguji I

Edhi Nurhartadi, STP., MP. NIP. 197606152009121002

Pembimbing/ Penguji II

Ir. Windi Atmaka, MP. NIP. 196108311988031002

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. NIP. 195602251986011001


(3)

commit to user

iii

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir Praktek Produksi ini disusun untuk melengkapi Tugas Akhir kuliah dan sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya.

Penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Choirul Anam, MP., MT. Ketua Program Studi DIII Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Edhi Nurhartadi, STP., MP. dan Ir. Windi Atmaka, MP. selaku Dosen

Pembimbing Tugas Akhir atas bantuan dan pengarahannya selama penyusunan laporan tugas akhir.

4. Bapak dan Ibu tersayang terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

5. Teman-teman DIII THP 2008 yang telah berjuang bersama, terima kasih atas

kebersamaan dan kerjasamanya.

6. Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir

Praktek Produksi ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan Tugas Akhir Praktek Produksi selanjutnya. Semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011

Penyusun


(4)

commit to user

iv

ﻢﯿﺣﺮــــﻟا ﻦﻤﺣﺮــــﻟا ﷲ ﻢــــﺴﺑ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

In the name of Allah, the Most Gracious, the Most Merciful.

ﻦﯿﻤﻟﺎـــــﻌﻟا بر l ﺪـــــﻤﺤﻟا

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,

Praise be to Allah, the Lord of the Universe.

ﻢﯿﺣﺮـــﻟا ﻦﻤﺣﺮـــﻟا

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

The Most Gracious, the Most Merciful.

ﻦﯾﺪــﻟا مﻮــﯾ ﻚــﻠﻣ

Yang menguasai hari pembalasan

Master of the Day of Judgment.

ﻦﯿﻌﺘــــﺴﻧ كﺎــــﯾاو ﺪــــﺒﻌﻧ كﺎــــﯾا

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan;

You alone we worship, and You alone we ask for help

ﻢﯿﻘﺘــــﺴﻤﻟا طﺮــــﺼﻟا ﺎﻧﺪــــھا

Tunjukilah kami jalan yang lurus,

Guide us to the straight way;

ﻻو ﻢـــﮭﯿﻠﻋ بﻮـــﻀﻐﻤﻟا ﺮﯿـــﻏ ﻢـــﮭﯿﻠﻋ ﺖـــﻤﻌﻧا ﻦﯾﺬـــﻟا طاﺮـــﺻ

ﻲﻟﺎــــﻀﻟا

jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat.

The way of those whom you have blessed, not of those who have deserved anger, nor of those who stray.

PERSEMBAHAN Kupersembahkan dengan setulus hati karya terbaikku teruntuk Bapak , Ibu, Keluargaku tercinta, kekasihku hatiku (shoim),

sahabat-sahabatku (atik, rika, astrin) serta yang paling utama untuk kekasih sejatiku (Alloh SWT) sebagai bukti telah terseleseaikannya amanah yang engkau percayakan kepadaku dengan segenap kemampuanku DAFTAR ISI


(5)

commit to user

v

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Praktek Produksi ... 3

C. Manfaat Praktek Produksi ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Selai ... 4

B. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) ... 5

C. Gula ... 9

D. Air ... 10

E. Tepung Maizena ... 11

F. Vanilli... 11

G. Garam ... 12

H. Pengolahan Selai ... 13

a. Sortasi ... 13

b. Pencucian ... 14

c. Blanching ... 14

d. Penghancuran ... 15

e. Pemasakan ... 15

f. Pengemasan ... 15

I. Antioksidan ... 16

J. Vitamin C ... 17


(6)

commit to user

vi

L. Analisis Ekonomi ... 19

1. Biaya Produksi ... 19

a. Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 19

b. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ... 19

2. Harga Pokok Produksi ... 20

3. Kriteria Kelayakan Usaha ... 22

a. Break Event Point(BEP) ... 20

b. Return On Investment (ROI) ... 21

c. Payback Period (PP) ... 21

d. Net Benefit Cost (Net B/C) ... 21

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 23

B. Metode pelaksanaan ... 23

1. Observasi ... 23

2. Studi Pustaka ... 23

3. Percobaan ... 23

4. Praktek Produksi ... 23

5. Pengujian Produk ... 24

6. Analisis Ekonomi ... 24

C. Alat, Bahan dan Cara Kerja ... 24

1. Alat ... 24

2. Bahan ... 24

3. Cara Kerja ... 25

D. Analisis Selai Rosella... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Praktek Produksi Selai Rosella ... 27

1. Sortasi... 27

2. Pencucian ... 27

3. Blanching ... 28

4. Penghancuran ... 28


(7)

commit to user

vii

6. Pengemasan ... 28

B. Analisis Sensori... 29

1. Warna ... 30

2. Rasa ... 30

3. Tekstur ... 31

4. Overall (Keseluruhan)... 31

C. Analisis Kimia... 32

D. Analisis Ekonomi ... 33

1. Biaya Produksi ... 33

1.1 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ... 33

a. Biaya Bahan Baku, Pembantu dan Kemasan ... 33

b. Biaya Bahan Bakar (Energi dan Pembersih) ... 35

c. Biaya Perawatan dan Perbaikan ... 36

1.2 Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 37

a. Biaya Usaha ... 37

b. Biaya Penyusutan/Deprisiasi... 38

c. Biaya Amortisasi ... 38

d. Pajak Usaha dan asuransi ... 38

e. Dana Sosial ... 38

1.3 Kriteria kelayakan Usaha ... 39

a. Penentuan harga Pokok Produksi (HPP) ... 39

b. Perhitungan Rugi/Laba ... 40

c. Break Even point (BEP)/Titik Impas ... 40

d. Return of Investment (ROI) sebelum pajak ... 41

e. Return of Investment (ROI) setelah pajak ... 41

f. Payback Period (PP) ... 41

g. Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 41

1.4 Analisis Ekonomi ... 41

a. Biaya Produksi ... 41

b. Kapasitas Produksi ... 42


(8)

commit to user

viii

d. Harga Jual ... 42

e. Laba ... 43

f. BEP (Break Even Point) ... 43

g. ROI (Return of Investment) ... 43

h. PP (Payback Period) ... 44

i. Net B/C (Benefit Cost Ratio) ... 44

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 45

B. Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA


(9)

commit to user

ix

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Kelopak Rosella ... 7

Tabel 2.2 Asam Amino dalam Kelopak Rosella ... 8

Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Selai Rosella... 26

Tabel 3.2 Metode Analisis ... 26

Tabel 4.1 Analisis Sensori Selai Rosella ... 29

Tabel 4.2 Analisis Kimia Selai Rosella ... 32

Tabel 4.3 Biaya Bahan Baku dan Pembantu ... 34

Tabel 4.4 Biaya kemasan ... 35

Tabel 4.5 Total Biaya Biaya Bahan Baku, Pembantu dan Kemasan ... 35

Tabel 4.6 Biaya Bahan Bakar dan Pembersih ... 35

Tabel 4.7 Biaya Perawatan dan Perbaikan ... 36

Tabel 4.8 Total Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ... 37

Tabel 4.9 Biaya Usaha ... 37

Tabel 4.10 Biaya Penyusutan/Deprisiasi ... 38

Tabel 4.11 Biaya Amortisasi ... 38

Tabel 4.12 Total Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 39

Tabel 4.13 Perhitungan Penjualan ... 40


(10)

commit to user

x

Halaman

Gambar 2.1 Tanaman Rosella merah ... 5

Gambar 2.2 Kelopak rosella merah ... 6

Gambar 2.3 Asam Amino Lisin ... 6

Gambar 2.4 Asam Amino Arginin ... 6

Gambar 2.5 Struktur Kimia Pektin ... 9

Gambar 2.6 Rumus Struktur Sukrosa ... 9

Gambar 2.7 Struktur Kimia Vanilin ... 12

Gambar 2.8 Struktur Kimia Pigmen ... 17

Gambar 2.9 Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer Terhadap Radikal Lipida .. 17

Gambar 2.10 Rumus Struktur Vitamin C... 18

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Rosella ... 26

DAFTAR LAMPIRAN


(11)

commit to user

xi

Lampiran 1. Prosedur Analisis ... 50

Lampiran 2. Analisis Data Uji Kimia ... 52

Lampiran 3. Hasil Analisis Sensori ... 54


(12)

PROCESS OF MAKING HERBAL JAM ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L)

RICH ANTIOXIDANTS AND VITAMIN C MURYANTI1

Edhi Nurhartadi, STP.,MP2 and Ir. Windi Atmaka, MP3 ABSTRACT

Produce ractice activity conducted on month May-June 2011 at Rekayasa Proses dan pengolahan Hasil Pertanaian laboratory, Study Program of Agricultural Technology, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University. Jam is a semi-wet food products made from a mixture of porridge with or without other addition. Rosella jam made from roselle petals, sugar, cornstarch, vanilla and salt. Jam processing stage consists of sorting, washing, blanching, the destruction of fruit, ripening and packaging. Rosella jam made into three formulations namely sugar jams with the addition of 50%, 75% and 100%. All three samples of jam made with the results of sensory analysis of samples with the addition of 75% sugar to the formulation of the most preferred by panelists. Butter conducted chemical analysis of the analysis of antioxidants by DPPH method and the analytical results of 40,93% Vitamin C Iodimetri method with the results of 91,95 mg. Jam then performed the analysis with production feasibility of rosella jam 7.500 cup / month with a base price Rp 4.727,91 / cup and the selling price of Rp 5.500,00 / cup to obtain a net profit of Rp 5.501.122,15 / month. Business will reach break-even point (BEP) at the production level of 3.995 / month or will experience a payback within 6,1 months. For the B / C from the roselle jam of 1,16, which means the business is feasible rosella jam developed because the value of B / C more than 1. Key words: Rosella, Jams, Antioxidants, Vitamin C

Description:

1. Student Programs / D-III Study Program of Agricultural Technology Faculty of

Agriculture, Sebelas Maret University with name Muryanti, NIM H3108053. 2. Lecturer/ Examiners I


(13)

PROSES PEMBUATAN SELAI HERBAL ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L)

KAYA ANTIOKSIDAN DAN VITAMIN C MURYANTI1

Edhi Nurhartadi, STP.,MP2 dan Ir. Windi Atmaka, MP3

ABSTRAK

Kegiatan Praktek Produksi dilaksanakan mulai bulan Mei-Juni 2011 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selai adalah produk pangan semi basah yang terbuat dari campuran bubur dengan atau tanpa tambahan lain. Selai rosella dibuat dari kelopak rosella, gula pasir, tepung maizena, vanilli dan garam. Tahap

pengolahan selai terdiri dari sortasi, pencucian, blanching, penghancuran buah, pemasakan

dan pengemasan. Selai rosella dibuat menjadi 3 formulasi yaitu selai dengan penambahan gula 50%, 75% dan 100%. Ketiga sampel selai dilakukan analisis sensori dengan hasil sampel dengan penambahan gula 75% menjadi formulasi yang paling disukai oleh panelis. Selai dilakukan analisis kimia yaitu analisis antioksidan metode DPPH dengan hasil 40,93% dan analisis vitamin C metode Iodimetri dengan hasil 91,95 mg. Selai kemudian dilakukan analisis kelayakan usaha dengan hasil produksi selai rosella sebesar 7.500 cup/ bulan dengan harga pokok Rp 4.727,91/ cup dan harga jual Rp 5.500,00/ cup sehingga diperoleh laba bersih sebesar Rp 5.501.122,15/ bulan. Usaha akan mencapai titik impas (BEP) pada tingkat produksi 3.995/ bulan atau akan mengalami pengembalian modal dalam waktu 6,1 bulan. Untuk nilai B/C dari selai rosella sebesar 1,16, yang artinya usaha selai rosella ini layak dikembangkan karena nilai dari B/C lebih dari 1.

Kata kunci : Rosella, Selai, Antioksidan, Vitamin C Keterangan :

1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan nama Muryanti, NIM H3108053

2. Dosen Pembimbing/ Penguji I


(14)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Penyakit yang masuk dalam kelompok ini antara lain diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan sebagainya. Penyakit ini muncul akibat adanya radikal bebas, radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat pemicu radikal dalam makanan dan polutan lain. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan.

Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan kerena dapat menangkal radikal bebas yang menyerang jaringan dalam tubuh dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan.

Vitamin C larut dalam air, tidak dapat dibentuk oleh tubuh jadi harus dari makanan atau supplement (buah-buahan dan sayuran). Vitamin C ini secara kuat dapat melemahkan radikal bebas serta mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Vitamin C dan vitamin E berjalan di seluruh tubuh bersama molekul yang namanya Lipoprotein, dan dapat melindunginya dari oksidasi sehingga tidak terbentuk radikal bebas.

Rosella (Hisbiscus sabdariffa, L), merupakan tanaman herba tahunan

yang bisa mencapai ketinggian 3-5 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi, dan pangkal berlekuk. Panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau, dengan


(15)

commit to user

panjang 4-7 cm. Jika sudah dewasa, tanaman ini akan mengeluarkan bunga berwarna merah. Bagian bunga dan biji inilah bermanfaat baik untuk kesehatan.

Selain rasanya yang enak, kelopak bunga yang satu ini memang memiliki efek farmakologis yang cukup lengkap seperti diuretik (melancarkan air seni), onthelmintic (membasmi cacing), antibakteri, antiseptik, antiradang, menurunkan panas, meluruhkan dahak, menurunkan tekanan darah, mengurangi kekentalan darah, dan menstimulasi gerak peristaltik usus. Daun, buah, dan bijinya juga berperan sebagai diuretik, antisariawan, dan pereda nyeri. Kelopak rosella juga dapat mengatasi panas dalam, sariawan, kolesterol tinggi, hipertensi, gangguan jantung, sembelit, mengurangi resiko osteoporosis, dan mencegah kanker darah.

Diversifikasi produk dari rosella masih sangat terbatas, yaitu hanya berupa kelopak yang dikeringkan untuk dibuat teh atau minuman instan. Upaya untuk meningkatkan daya guna rosella dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk makanan berbahan baku kelopak rosella, misalnya seperti pembuatan selai rosella.

Seluruh bagian tanaman, mulai buah, kelopak bunga, mahkota bunga, dan daunnya dapat dimakan. Sementara itu, kelopak bunga rosella dapat dimanfaatkan sebagai selai. Kelopak rosella yang telah memenuhi usia panen akan diolah bersama dengan bahan tambahan lain seperti gula, tepung maizena, air, garam dan vanilli dengan cara pemasakan hingga diperoleh bubur kental yang disebut selai. Selai ini menjadi makanan pendamping siap saji yang banyak dipilih masyarakat. Kesibukan kerja dan gaya hidup yang serba cepat membuat masyarakat memilih makanan yang penyajiannya praktis. Roti yang diolesi selai dipilih sebagai alternatif sebagai sumber kalori pengganti nasi.


(16)

commit to user B. Tujuan Praktek Produksi

Tujuan pelaksanaan Praktek Produksi adalah :

1. Melakukan inovasi dalam rangka diversifikasi produk olahan pangan

berbahan baku kelopak Rosella yaitu pembuatan Selai Herbal Kelopak

Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa, L).

2. Untuk mengetahui perbandingan yang tepat dalam penggunaan komposisi

bahan dengan perbedaan konsentrasi gula (sukrosa) untuk menghasilkan selai yang berkualitas baik ditinjau dari aspek warna, tekstur, rasa, dan keseluruhan.

3. Mengetahui kadar antioksidan dan vitamin C pada selai Rosella.

4. Mengetahui analisis kelayakan usaha Selai Rosella.

C. Manfaat Praktek Produksi

Manfaat pelaksanaan Praktek Produksi adalah :

1. Dapat memberi sumbangan di bidang pangan tentang penganekaragaman

hasil olahan bunga Rosella.

2. Memberikan wawasan dan pengetahuan baru kepada mahasiswa jurusan

Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta tentang pemanfaatan kelopak bunga Rosella sebagai bahan pembuatan selai.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan kelopak


(17)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Selai

Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue. Konsistensi gel atau semi gel pada selai diperoleh dari interaksi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar, gula sukrosa dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel tergantung kepada konsentrasi gula, pektin dan asam pada bubur buah (Hasbullah, 2001).

Di Amerika Serikat selai didefinisikan sebagai suatu bahan pangan setengah padat yang dibuat tidak kurang dari 45 bagian berat penyusun sari buah dengan 55 bagian berat gula. Cairan ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65 %. Zat warna dan cita rasa dapat ditambahkan. Ada empat subtansi yang penting untuk memproduksi suatu gel buah, komponen-komponen tersebut adalah pektin, asam, gula dan air. Pektin dan asam dapat ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada di dalam buah itu sendiri. Pencampuran buah matang dan buah mengkal banyak mengandung pektin. Pektin ini sangat diperlukan dalam pembuatan selai. Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah yang membentuk koloidal dalam air dan berasal dari protopektin selama proses pematangan buah. Dalam kondisi yang

cocok, pektin dapat membentuk suatau gel (Desrosier et al., 1988).

Selai diperoleh dengan cara menambahkan campuran antara bubur buah dan gula, kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%. Proses pembuatan selai dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah waktu pemanasan, pengadukan, jumlah gula yang digunakan, serta keseimbangan gula, pektin dan asam. Pemanasan dan pemasakan yang terlalu keras dapat membentuk


(18)

commit to user

kristal gula. Sedangkan, bila terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer (Rakhmat dan Handayani, 2007).

B. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa linn)

Rosella adalah tumbuhan semak yang tingginya mencapai 3 m dan

memiliki nama latin Hibiscus sabdariffa L. Batangnya bulat, tegak,

memiliki kambium dan berwarna merah. Daunnya tunggal dengan bentuk bulat. Tipe tulang daunnya adalah menjari, ujung daun tumpul, tepinya beringgit dan pangkalnya berlekuk. Panjang tangkai daun 4-7 cm dengan penampang bulat dan warna hijau. Rosella memiliki bunga tunggal yang tumbuh di ketiak daun. Kelopak bunga berwarna merah, berbulu, terdiri dari delapan sampai sebelas dan kelopak pangkalnya berlekatan.

Taksonomi rosella dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Malvaceales

Famili : Malvaceae

Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.

Varietas : Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa L.

Hibiscus sabdariffa var. ultissima Wester


(19)

commit to user

Gambar 2.2 Kelopak Rosella Merah (Daryanto, 2009)

Kelopak rosella merah yang dikenal dengan berbagai nama, yaitu

Jamaican Sorrel (India Barat), Oscille Rouge (Perancis), Quimbombo Chino (Spanyol), Karkade (Afrika Utara) dan Bisap (Senegal). Selain menjadi tanaman hias, bunga rosella merah juga digunakan sebagai bahan makanan dan minuman. Bagian tanaman yang bisa diproses menjadi produk pangan adalah kelopak bunganya. Kelopak bunga tanaman ini berwarna merah tua, tebal berair (juicy) serta banyak mengandung vitamin A, vitamin C dan asam amino. Tubuh manusia membutuhkan 22 asam amino, dari 22 ini 18 di antaranya terpenuhi dari bunga rosella. Dua diantaranya (Arginin dan Lisin) bila bersinergi dengan asam glutamat (salah satu jenis asam amino) akan merangsang otak untuk menggerakkan hormon tubuh manusia (Daryanto, 2009).


(20)

commit to user

Asam amino lisin adalah asam amino yang berfungsi menghambat pertumbuhan virus Bersama dengan vitamin C, A, dan seng membantu mencegah infeksi. Sedangkan asam amino Arginin adalah asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk pembuatan cairan seminal (air mani), dan memperkuat sistem imun. Sebagai suplemen, biasanya digunakan

bersama asam amino lain, misalnya lisin (Anonima, 2011).

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Kelopak Rosella

Komposisi gizi Kandungan gizi

100 gr kelopak rosella segar

Kalori 44 kal

Air 86,2 gr

Protein 1,6 gr

Lemak 0,1 gr

Karbohidrat 11,1 gr

Serat 2,5 gr

Abu 1,0 gr

Kalsium 160 mg

Fosfor 60 mg

Besi 3,8 gr

Betakaroten 285 mg

Tiamin 0,04 mg

Riboflavin 0,6 mg

Niasin 0,5 mg

Vitamin C 214,8 mg

Sumber : Maryani, (2008).

Selain itu, rosella juga mengandung vitamin D, vitamin B1, B2, niasin, riboflavin, karoten, zat besi, polisakarida, omega 3 dan kalsium dalam jumlah yang cukup tinggi (486 mg/100 gr). Rasa asam dalam bunga rosella merupakan perpaduan berbagai jenis asam seperti asam askorbat, asam sitrat dan asam glikolik yang juga bermanfaat bagi tubuh. Kandungan seratnya pun cukup tinggi mencapai 33,9% yang berperan dalam menurunkan kadar kolesterol (Reindi, 2009).

Ditinjau pada Tabel 2.2 ada sekitar 18 asam amino yang

diperlukan tubuh terdapat dalam kelopak bunga rosella, termasuk arginin dan lisin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh.


(21)

commit to user

Tabel 2.2 Asam Amino dalam Kelopak Rosella

Jenis asam amino Kandungan (mg/100 gr)

Arginin 3,6

Cystin 1,3

Histidin 1,5

Isoleusin 3,0

Leusin 5,0

Lisin 3,9

Metionin 1,0

Fenilalanin 3,2

Threonin 3,0

Triptopan -

Tirosin 2,2

Valin 3,8

Asam aspartat 16,3

Asam glutamat 7,2

Alanin 3,7

Glisin 3,8

Prolin 5,6

Serin 3,5

Sumber : Yis, (2009).

Masyarakat tradisional di berbagai negara telah memanfaatkan tanaman rosella untuk mengatasi berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pemanfaatan tanaman rosella ini berkaitan dengan fungsinya sebagai antiseptik, aprodisiak (meningkatkan gairah seksual), astringen,

demulcent (menetralisir asam lambung), digestif (melancarkan

pencernaan), diuretic, purgative, onthelmintic (anti cacing), refrigerant

(efek mendinginkan), resolvent, sedatif, stomachic, tonik, serta mengobati

kanker, batuk, dyspepsia (sakit maag), dysuria (sakit buang air kecil),

demam, hangover (kembung perut), heart ailmen, hipertensi (darah

tinggi), neurosis, sariawan, dan mencegah penyakit hati.

Kelopak kering bisa dimanfaatkan untuk membuat teh, jeli, selai, es

krim, serbat, mentega, pai, saus, tart, dan makanan pencuci mulut lainnya. Pada pembuatan jeli rosella perlu ditambahkan pektin untuk memperbaiki

tekstur karena syarat kandungan pektin dalam pembuatan selai adalah

0,75-1,5% (Aini, 2010). Pada kelopak rosella mengandung pektin 3,19 %

sehingga memenuhi syarat pektin dalam pembuatan selai. Selain itu kelopak

rosella juga dapat dijadikan bahan baku selai karena warnanya yang merah menyala, menghasilkan selai yang menyehatkan dan berwarna cantik


(22)

commit to user

Gambar 2.5 Struktur Kimia Pektin

C. Gula

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan

karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous dan

kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C. Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Secara komersial gula yang banyak diperdagangkan dibuat dari bahan baku tebu atau bit. Gula digunakan untuk membuat adonan menjadi manis, juga dapat membuat

adonan menjadi lebih empuk dan berwarna coklat (Buckle et al., 1985 ).

Gambar 2.6 Rumus Struktur Sukrosa

Penambahan gula pada makanan berarti juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan gel yang terbentuk. Hal ini disebabkan gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan lama terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 1992).

Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan


(23)

commit to user

dalam konsentrasi yang tinggi sebagian dari air yang ada tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula, mengurangi kemampuan keseimbangan relatif dan mengikat air, itulah sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan. Selain kegunaan tersebut gula juga berfungsi sebagai penambah cita rasa dan pemanis, sumber kalori dan dapat memperbaiki tekstur makanan (Purnomo dan Adiono, 1987).

Aktivitas air bahan pangan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya Suatu bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang rendah dapat lebih awet dalam proses penyimpanan dibanding dengan bahan dengan kadar air dan aktivitas air yang lebih tinggi (Syarif dan Halid, 1993).

D. Air

Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn), serta tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993).

Air (H2O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan

karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Winarno, 1992).

Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak berwarna,

tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa. Air (H2O) merupakan

komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan dan tekstur produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi


(24)

commit to user

pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Syarif dan Irawati, 1988).

E. Tepung maizena

Pati jagung atau yang biasa disebut tepung maizena merupakan sumber karbohidrat yang digunakan untuk bahan pembuat roti, kue kering, biskuit, makanan bayi dan lain-lain, serta digunakan dalam industri farmasi. Namun demikian upaya pengolahan untuk memproduksi pati jagung belum banyak dilakukan di dalam negeri, hal ini terkendala pada tingginya investasi untuk menyediakan mesin pengolahannya, serta perlu perlakuan khusus dalam pengolahan jagung. Di dalam biji jagung terdapat lembaga yang mengandung minyak, sehingga apabila lembaga tersebut tidak dipisahkan terlebih dahulu, maka produk olahan jagung (tepung, pati) akan cepat rusak (tengik) karena adanya proses oksidasi maupun karena pengaruh air (Hasibuan, 2010).

Tepung maizena terbuat dari jagung, tetapi berbeda dengan tepung jagung. Tepung maizena merupakan tepung jagung yang telah dicuci dengan larutan alkali sehingga hampir seluruhnya terdiri dari zat pati yang bersifat mengikat air. Oleh karenanya, tepung maizena sering dipakai sebagai bahan pengental (Suprapti, 2005).

Maizena adalah sebuah padatan, berbedak “tepung” yang diperoleh dari endosperma jagung kernel. Tepung jagung ini paling banyak digunakan sebagai agen penebalan puding, saus, sup, dan lain-lain. Karena cenderung untuk membentuk gumpalan, tepung jagung umumnya dicampur dengan sedikit cairan dingin untuk membentuk pasta tipis sebelum diaduk menjadi campuran panas. Mencampurnya dengan sebuah granula padat seperti gula pasir juga akan membantu membubarkan menjadi cairan (Soejuti, 2004).

F. Vanili

Selain prekursor dan enzim pembentuk flavor, buah vanili mengandung komponen zat gizi lengkap yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Dalam 100 g berat buah vanili kering


(25)

commit to user

Vanilla planifolia Andrews, mengandung 20 g air, 3-5 g protein, 11 g lemak, 7-9 g gula, 15-20 g serat, 5-10 g abu, 1.5-3 g vanilin, 2 g soft resin dan asam vanilat yang tidak berflavor (de Guzman, 1999).

Struktur kimia senyawa vanilin dapat dilihat pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Struktur Kimia Vanilin

Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin (98% dari total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya.

Vanilin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid) dengan rumus kimia C8H8O3

dan berat molekul 152,14 merupakan komponen utama senyawa aromatik

volatil dari buah vanili (Anonimc, 2011).

G. Garam

Dalam ilmu kimia, garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif (kation) dan ion negatif (anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa bermuatan). Garam terbentuk dari hasil reaksi asam dan basa. Natrium klorida (NaCl). Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara

luas untuk mengawetkan berbagai macam makanan (Buckle et al., 1985).

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia, bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl). Garam sangat diperlukan tubuh, namun bila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi. Selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Untuk mencegah penyakit gondok, garam dapur juga sering ditambahi


(26)

commit to user

Syarat mutu garam yang baik adalah bersih (bebas dari bahan-bahan tidak terlarut), bebas dari logam berat, halus tidak

bergumpal-gumpal dan cepat larut (Anonime, 2011).

H. Pengolahan Selai

Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki mutu bahan pangan, baik dari nilai gizi maupun daya cerna, memberikan kemudahan dalam penanganan, efisiensi biaya produksi, memperbaiki cita rasa dan aroma, menganekaragamkan produk dan memperpanjang masa simpan. Tahap pengolahan selai dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Sortasi

Sortasi adalah memilih hasil panen yang telah dilakukan untuk membedakan hasil panen yang baik dan hasil panen yang jelek. Penentuan mutu buah didasarkan pada kesegaran, kebersihan ukuran, bobot warna, bentuk, kemasakan, kebebasan dari benda asing dan penyakit, serta kerusakan oleh serangga dan luka mekanik yang diakibatkan karena kesalahan dalam pengangkutan, atau luka yang disebabkan pada saat pemanenan. Untuk mendapatkan kualitas dari keseragaman bahan makanan yang akan dikalengkan, diperlukan tahap

pemilihan (sortasi dan grading) dari bahan yang terlalu muda atau tua,

bahan yang rusak, bahan yang terkena serangan hama atau serangga. Bahan harus dipisah-pisahkan menurut ukuran dan kemasakannya. Bahan yang sangat masak dapat dibuat produk jelli, jam, sari buah atau jus. Bahan yang terlalu besar ukurannya dan bervariasi dapat diseragamkan dengan cara pemotongan atau memperkecil ukurannya agar lebih seragam, hal ini dapat mengefisiensikan proses sterilisasi dan lebih meningkatkan daya tarik konsumen (Afrianti, 2008).

Sortasi dilakukan untuk memperoleh buah dengan ukuran, tingkat kematangan dan kualitas yang seragam. Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang layak diolah dan tidak layak diolah (layu) agar diperoleh buah yang seragam bentuk, warna, dan kematangannya.


(27)

commit to user

Sortasi sangat penting untuk dilakukan agar hasil produk yang dihasilkan bermutu baik (terjaga mutunya). kelopak yang rusak akan

mempercepat kerusakan produk tersebut (Anonimf, 2011).

b. Pencucian

Pencucian, akan mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam (lilin) yang melapisi kulit pada beberapa jenis hasil pertanian seperti buah-buahan, untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan yang dapat menunjukkan adanya populasi mikroorganisme, untuk menghilangkan adanya sisa-sisa insektisida. Air yang digunakan untuk mencuci harus bersih, sebaiknya digunakan air yang mengalir dan bersih. Pencucian dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cara basah atau kering, penyemprotan angin, perendaman bak perendam atau disemprot air (Afrianti, 2008).

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh

penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan

menggunakan air atau dengan sikat (Buckle, et al., 1985).

c. Blanching

Secara umum tujuan blanching adalah menonaktifkan enzim,

contohnya enzim pektinase yaitu enzim merupakan enzim ekstraseluler yang mampu mendegradasi senyawa pektin. Enzim ini digunakan sebagai biokatalis untuk merombak senyawa pektat atau pektin dalam industri sari buah maupun industri teh. Disamping itu juga untuk menaikkan temperatur jaringan, untuk membersihkan bahan dan untuk melayukan bahan sehingga memudahkan perlakuan berikutnya, yang paling penting dalam blanshing adalah perusakan mikroba (Widjanarko, 1998).

Blanching dilakukan terutama mengaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan, di antaranya enzim yang paling tahan panas dalam

sayuran dan buah-buahan. Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan


(28)

commit to user

enzim secara sempurna. Blanching dipengaruhi panas yang diberikan

sehingga dapat mematikan mikroba. Blanching biasanya dilakukan pada

suhu 82– 930C selama 2-5 menit (Winarno dan fardiaz, 1980).

d. Penghancuran

Menurut Suprapti (2001), penambahan air ini ditujukan agar memudahkan proses penghancuran, sedangkan tepung maizena agar lebih kental bubur yang dihasilkan. Proses penghancuran ini dilakukan sampai halus.

e. Pemasakan

Tahap pemasakan adalah tahap yang paling kritis, pemasakan bertujuan untuk menghilangkan bau mentah. Pemasakan dilakukan dengan suhu tidak terlalu rendah maupun tidak terlalu tinggi. Suhu yang terlalu rendah memunculkan bau relatif rendah, sebaliknya suhu yang terlalu tinggi membuat rosella menjadi gosong (Desrosier, 1988).

f. Pengemasan

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang besar dari pada yang

biasa-biasanya diketahui. Industri pangan cenderung untuk

membedakan antara proses pengalengan dan pembotolan di suatu pihak lain. Sampai batas tertentu, ini merupakan perbedaan nyata antara metoda pengolahan pangan yang mengikutsertakan sterilisasi dan/atau pasteurisasi terhadap metoda pengawetan lainnya termasuk rehidrasi

dan pembekuan cepat (Buckle, et al., 1985).

Semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan antara bahan pangan yang segar dengan bahan pangan yang telah disimpan selama jangka waktu tersebut di atas. Perubahan yang terjadi merupakan suatu kerusakan. Meskipun demikian, sebagian bahan pangan mungkin menjadi matang atau tua setelah dikemas dan


(29)

commit to user

memang ada perbaikan dalam waktu singkat tetapi kemungkinan diikuti

oleh kerusakan (Buckle, et al., 1985).

Cara mensterilkan botol-botol ini dengan cara memasukkan

botol-botol ke dalam oven bersuhu 1200C selama 30 menit dan merebus

tutup botolnya selama 30 menit. Botol-botol dikeluarkan dari oven saat akan melakukan pengemasan. Tutup botol harus dikeringkan dengan lap bersih sebelum menutup botol. Cara lain yang biasa dilakukan adalah dengan merebus botol berikut tutupnya di dalam panci besar selama kurang lebih 15 menit, dan hanya dikeringkan saat akan mengemas (Apandi, 1984).

I. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas. Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak

reaktif yang relatif stabil. Akan tetapi jika dikaitkan dengan radikal bebas

yang menyebabkan penyakit, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Kumalaningsih, 2006).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil dan sangat reaktif, serta merusak jaringan. Senyawa radikal bebas ini dapat terbentuk akibat dari proses kimia yang terjadi dalam tuubuh tubuh, seperti proses oksidasi, metabolisme sel, olahraga berlebihan dan peradangan (Fitria, 2010).


(30)

commit to user

(a) (b) (c)

(a) (b) (c)

Gambar 2.8 Struktur Kimia Pigmen. (a) antosianin; (b) betasianin; dan (c) betasantin (Rahayu, 2011).

Antosianin yaitu pigmen ungu yang terdapat pada kelopak bunga rosella juga terdapat pada berbagai macam buah dan sayur. Warna antosianin bisa bervariasi, yaitu merah, ungu, dan biru. Pigmen ini sebelumnya hanya dikenal manfaatnya sebagai penarik serangga, sehingga membantu dalam penyerbukan bunga dan penyebaran biji, namun akhir-akhir ini banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa antosianin mempunyai beberapa manfaat lain, yaitu sebagai sumber antioksidan (Lestario dkk, 2010).

Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida:

Inisiasi : R* + AH RH + A*

Radikal lipida

Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*

Gambar 2.9 Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer Terhadap Radikal Lipida (Gordon, 1990).

J. Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176

dengan rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik

cair 190-192oC. Bersifat larut dalam air, dan sedikit larut dalam aseton

atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam khloroform, ether dan benzene. Pada pH rendah lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih apabila


(31)

commit to user

terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, temperature yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas (Sudarmadji dkk, 1997).

Gambar 2.10 Rumus Struktur Vitamin C

Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain (Rachmawati, 2007).

K. Analisis Sensori

Suatu bahan makanan sebelum dijual di pasaran perlu diuji lebih dahulu, baik uji cicip, laboratorium maupun uji cicip konsumen. Uji laboratorium biasanya dilakukan ditempat produksi melalui berbagai jenis uji, sedang pada uji konsumen bahan makanan yang telah mengalami uji cicip laboratorium dicobakan pada sekelompok orang awam yang kiranya dapat mewakili konsumen dengan uji kesukaan (hedonik) dan uji penerimaan (Winarno, 1992).

Analisis sensori adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis adalah orang/kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak terlatih ((15-25 orang). Dalam pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan panelis


(32)

commit to user

setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon kemampuan mengembang (Kume, 2002).

Uji skoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, selain itu uji skoring dapat juga digunakan untuk menilai sifat mutu hedonik. Pada uji skoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ini adalah

pemberian suatu nilai atau score tertentu terhadap suatu karakteristik mutu.

Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonik yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki (Utami, 1991).

L. Analisis Ekonomi

Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kelayakan suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan

kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi

selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan, perkiraan pendapatan (rugi atau laba), serta kriteria kelayakan usaha.

1. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial.

b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya tenaga


(33)

commit to user

kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.

2. Harga Pokok Produksi

Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

Harga Pokok Produksi (HPP) =

bulan Produksi/ Jumlah bulan Produksi/ Biaya Total

3. Kriteria Kelayakan Usaha

Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah break event

point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C), dan pay back period (PBP).

a. Break Event Point (BEP)

BEP dipakai untuk menentukan besarnya volume penjualan di mana perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan.

BEP adalah suatu titik kesinambungan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).

Perhitungan rumus BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut:

BEP (unit) =

÷÷ ø ö çç è æ -bulan Produksi/ Kapasitas Tetap Tidak Biaya @ Jual Harga (FC) Tetap Biaya

Perhitungan rumus BEP atas dasar unit rupiah adalah sebagai berikut:

BEP (Rp) =

÷÷ ø ö çç è æ -Produksi Jumlah X @ Jual Harga Tetap Tidak Biaya 1 (FC) Tetap Biaya


(34)

commit to user b. Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persent per tahun.

x100% Produksi

Biaya Total

laba

ROI=

ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja.

c. Payback Period (PP)

Metode Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan

untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash

investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain,

payback period merupakan rasio antara initial cash investment dan

cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya

nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum payback period yang

dapat diterima. Payback Periode merupakan jangka waktu yang

dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun

maupun bulan. Payback periode tersebut harus lebih (<) dari nilai

ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun.

d. Net Benefit Cost (Net B/C)

Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula

kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya amat

dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada


(35)

commit to user

perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini.

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas.

B/C Ratio

produksi Biaya

Keuntungan

=


(36)

commit to user BAB III

TATA LAKSANA PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek Produksi dilaksanakan pada bulan April-Juli 2011 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Metode Pelaksanaan 1. Observasi

Metode ini merupakan langkah awal dalam melaksanakan praktek produksi, dimana mahasiswa melakukan observasi atau pengamatan di tempat perbelanjaan/pasar mengenai produk apa yang belum ada di pasaran, maupun sudah ada untuk dikembangkan lebih lanjut.

2. Studi Pustaka

Setelah mahasiswa mengetahui atau menentukan jenis produk apa yang akan dibuat, selanjutnya mahasiswa melakukan pembelajaran yang lebih lanjut mengenai produk tersebut yang berhubungan dengan bahan, cara pembuatan, dan juga parameter mutu produk. Studi pustaka dapat diperoleh melalui buku-buku yang ada di perpustakaan.

3. Percobaan

Mahasiswa dituntut untuk dapat membuat produk dengan formula yang sesuai dengan selera konsumen, oleh karena itu dilakukan percobaan dengan cara membuat produk dengan beberapa formula, yang nantinya digunakan sebagai perbandingan.

4. Praktek Produksi

Membuat produk di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pengolahan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta berdasarkan hasil analisis sensori dengan metode uji kesukaan skoring yang diperoleh.


(37)

commit to user 5. Pengujian Produk

Produk yang telah dibuat kemudian dilakukan pengujian yaitu analisis sensori dengan uji kesukaan skoring. Dari hasil pengujian akan didapatkan produk yang diterima dan yang paling disukai oleh konsumen. Kemudian produk yang telah dinalisis sensori selanjutnya akan dilakukan analisis kimia yaitu analisis antioksidan dengan metode DPPH dan analisis vitamin C dengan metode titrasi iodin. Produk dengan formula inilah yang akan dibuat dalam praktek produksi dan dikembangkan lebih lanjut.

6. Analisis Ekonomi

Untuk mengetahui harga pokok, harga jual dan keuntungan produk maka dilakukan analisis kelayakan ekonomi meliputi biaya produksi

(biaya tetap, biaya variabel), BEP (Break Even Point), ROI, Net Benefit

Cost Net B/C, dan Pay Back Period (PBP).

C. Alat, Bahan dan Cara Kerja 1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktek produksi ini adalah : kompor,

timbangan analitik, wajan, blender, baskom plastik, pengaduk, cup

pengemas, boring, alat tulis, spektrofotometer, vortek, pipet volume 25 ml, pipet ukur 5 ml, buret 50 ml, labu takar 100 ml, enlemeyer 250 ml, pipet volume 10 ml, pipet volume 1 ml.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktek produksi ini adalah : Kelopak rosella, tepung maizena, gula, vanilli, garam, indikator amilum 1 %, larutan iodine 0,01 N, aquadest, larutan methanol, larutan DPPH 0,1 mM.


(38)

commit to user 3. Cara Kerja

a. Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Herbal Rosella dapat dilihat

pada Gambar 3.1

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Rosella

b. Formulasi Bahan

Formulasi bahan yang digunakan dalam pratek ini ada 3

formulasi, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tepung Maizena Kelopak Rosella

Sortasi

Dicuci hingga bersih

Diblender hingga halus

Ditambahkan ke dalam rebusan

Dimasak hingga pada suhu 100oC hingga

mendidih

Gula

Vanilli + Garam Diaduk hingga mengental pada suhu

70oC

Diblanching suhu 100oC selama 2 menit

Didinginkan hingga suhu 40oC

Dikemas


(39)

commit to user

Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Selai Rosella

Bahan Formulasi I

(50%)

Formulasi II (75%)

Formulasi III (100%) Kelopak Rosella

Gula Air

Tepung maizena Vanilli

Garam

100 gr 100 gr 200 ml 5 gr 2 gr 1 gr

100 gr 150 gr 200 ml 5 gr 2 gr 1 gr

100 gr 200 gr 200 ml 10 gr

2 gr 1 gr

D. Analisis Selai Rosella

Produk selai rosella yang telah dibuat kemudian dilakukan analisis sensori dengan uji kesukaan, analisis kimia yaitu analisis vitamin C dan

analisis antioksidan yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Metode Analisis

No Macam Analisis Metode

1 Sensori Kesukaan skoring (Rahayu,

2001)

2 Vitamin C Titrasi Iodin (Sudarmadji dkk,

1981).


(40)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktek Produksi Selai Rosella

Rosella yang digunakan pada pembuatan selai yaitu jenis rosella merah dengan pertimbangan telah memenuhi masa panen yaitu 6 bulan setelah bunga mekar. Kelopak rosella yang telah dihilangkan bijinya kemudian dicuci dan kemudian dicelupkan dalam air mendidih selama 2 menit yang bertujuan untuk melayukan bahan sehingga memudahkan perlakuan berikutnya. Rosella yang sudah dihancurkan kemudian siap untuk masuk dalam proses pengolahan selai dengan ditambahkan bahan-bahan pembuat selai yaitu gula, tepung maizena, air dan bahan-bahan tambahan yang digunakan.

Proses pengolahan selai rosella melalui beberapa tahap yaitu

sortasi, pencucian, blanching, penghancuran, pemasakan, dan pengemasan.

1. Sortasi

Kelopak bunga rosella yang akan diolah menjadi selai rosella dipilih kelopak bunga rosella yang segar yang sudah matang atau tua dan berwarna merah, bunga rosella yang sehat adalah tidak busuk, cacat atau layu, bebas hama penyakit. Kondisi tua dan matang diperlukan agar selai rosella yang dihasilkan mempunyai aroma yang kuat dan memberikan tekstur yang halus dan rasa yang enak (Mardiah, 2010).

2. Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang

menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat.

Pencucian dilakukan setelah kelopak dipisahkan dari bijinya, setelah itu dicuci dalam baskom menggunakan air bersih. Pencucian kelopak rosella dilakukan satu persatu dikarenakan biasanya kotoran banyak ditemukan menempel di dalam kelopak rosella.


(41)

commit to user 3. Blanching

Blanching bertujuan untuk melayukan atau melunakkan jaringan buah, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah. Menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki. Menghilangkan lendir pada buah, serta memperbaiki warna produk atau memantapkan warna buah.

Blanching dilakukan dengan cara mencelupkan kelopak rosella dalam air mendidih selama 2 menit.

4. Penghancuran

Setelah kelopak rosella diblanching, maka proses selanjutnya

adalah proses penghancuran dengan blender. Kelopak bunga dimasukkan ke dalam blender dengan penambahan air dan tepung maizena.

Penghancuran kelopak rosella memang tidak bisa mendapatkan bubur buah yang benar-benar halus dikarenakan kelopak rosella yang

berserat. Maka daripada itu penghancuran dilakukan dengan

memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemblenderan sehingga memperoleh rosella yang bertekstur bila telah dimasak.

5. Pemasakan

Pemasakan dilakukan dengan cara menambahkan campuran antara bubur buah, gula dan bahan tambahan lain. Kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang dengan cara diaduk-aduk hingga mengental/kandungan gulanya menjadi 68%.

Pemanasan dan pemasakan sangat berpengaruh terhadap mutu selai. Pemanasan dan pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan hasil selai terlalu keras dan membentuk kristal gula. Sedangkan apabila terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer.

Pengadukan juga berpengaruh terhadap mutu selai, apabila pengadukan dilakukan terlalu cepat akan menimbulkan gelembung udara yang akan merusak tekstur dan penampakan akhir.

6. Pengemasan

Pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dan memudahkan penanganan dalam penyimpanan transportasi dan pemasaran.


(42)

Perlakuan-commit to user

perlakuan ini bertujuan agar kotoran atau bagian yang tidak dikehendaki yang dapat menjadi sumber kontaminasi akan hilang, agar ruang pendingin dimanfaatkan secara efisien, agar perlakuan dingin dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dingin dari produksinya.

Pengemasan dilakukan menggunakan cup kemasan selai. Selai yang telah dimasak didiamkan terlebih dahulu hingga suhunya menjadi

400C. Setelah dingin selai siap dikemas, pastikan cup pengemas selai

benar-benar bersih sebelum selai dimasukkan dalam kemasan,

B. Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan dengan uji kesukaan skoring untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu selai rosella yang dibuat dengan perbedaan konsentrasi gula yang berbeda. Parameter yang diuji antara

lain warna, rasa, tekstur dan overall produk selai.

Hasil analisis sensori selai rosella dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Analisis Sensori Selai Rosella

Sampel Warna Rasa Tekstur Over all

f1 3,64a 3,36b 3,36a 3,32b

f2 4,40b 4,00c 4,00b 4,16c

f3 2,64a 2,60a 3,08a 2,84a

Ket : huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata. f1 = Selai dengan penambahan konsentrasi gula 50%

f2 = Selai dengan penambahan konsentrasi gula 75% f3 = Selai dengan penambahan konsentrasi gula 100%

Ket skor : 1 = tidak suka

2 = kurang suka

3 = agak suka

4 = suka

5 = sangat suka

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa selai rosella dengan konsentrasi

penambahan gula 50 %, 75% dan 100% memiliki nilai rerata yang berbeda-beda. Dari hasil uji statistik dapat diketahui tingkat penerimaan konsumen terhadap selai :


(43)

commit to user

1. Warna

Warna merupakan salah satu syarat mutu selai. Sesuai dengan syarat mutu warna pada selai memiliki kriteria warna normal atau sesuai dengan warna asli buah. Selai rosella memilki warna seperti warna bahan baku dari bahan baku yaitu kelopak rosella yang berwarna merah menyala.

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi penambahan

gula pada selai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penerimaan warna selai yang dihasilkan. Penerimaan warna sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75% berbeda nyata dengan penerimaan warna sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50% dan sampel selai dengan penmabahan konsentrasi gula 100%. Warna yang disyaratkan dalam mutu selai adalah normal atau sesuai warna bahan dasar yaitu rosella. Perbedaan warna disebabkan oleh beberapa hal salah satu di antaranya yaitu pemasakan. Pemasakan yang terlalu lama menyebabkan selai mempunyai warna yang keruh pekat dikarenakan gosong. Jika dilihat dari nilai rerata warna sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75% lebih disukai dibandingkan dengan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50% dan sampel selai dengan penambahan konsentrasi 100%. Perbedaan konsentrasi gula yang ditambahkan juga berpengaruh terhadap hasil selai, apanbila gula yang digunakan sedikit maka tidaka akan diperoleh selai dengan warna yang tegas atau kurang menarik, dan apabila gula yang ditambahkan terlalu banyak maka selai akan mengalami karamelisasi/ kristalisasi.

2. Rasa

Rasa adalah kesan yang diterima oleh indera pencicip. Dari Tabel

4.1 dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi penambahan gula pada

selai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penerimaan rasa selai yang dihasilkan. Penerimaan rasa sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50%, rasa sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75% dan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 100% berbeda nyata yang artinya dari ketiga sampel terdapat perbedaan rasa. Hal


(44)

commit to user

ini jelas dikarenakan pengaruh perbedaan konsentrasi gula yang digunakan. Jika dilihat dari nilai rerata maka sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75% lebih disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan rasanya dibandingkan dengan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50% dan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 100%.

3. Tekstur

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi

penambahan gula memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penerimaan tekstur selai yang dihasilkan. Perbedaan tekstur dikarenakan perbedaan hasil penghancuran kelopak rosella pada proses sebelum pemasakan. Penerimaan tekstur sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75 % berbeda nyata dengan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50% dan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 100%. Jika dilihat dari nilai rerata maka sampel selai dengan penambhan konsentrasi gula 75% lebih disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan teksturnya dibandingkan dengan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50% dan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 100%. Tekstur selai yang bagus bisa dilihat dari kemudahan produk menyebar pada permukaan produk lain (roti) bila dioleskan.

4. Overall (Keseluruhan)

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi

penambahan gula pada selai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian selai secara keseluruhan. Penerimaan secara keseluruhan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 50%, sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75%, dan sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 100% terjadi beda nyata. Artinya semua sampel selai memiliki perbedaan penilaian secara keseluruhan. Jika dilihat dari nilai rerata maka sampel selai yang disukai oleh konsumen


(45)

commit to user

dalam hal penerimaan secara keseluruhan adalah sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75%.

C. Analisis Kimia

Pada proses produksi ini juga dilakukan analisis kimia terhadap produk selai yang memiliki nilai analisis sensori (uji skoring kesukaan) terbaik meliputi analisis kadar vitamin C dan Antioksidan. Hasil analisis

kimia selai rosella dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Analisis Kimia Selai Rosella

Analisis Ulangan I Ulangan II Rata-rata

Vitamin C (mg) 91,57 92,33 91,95

Antioksidan (%) 40,8 41,07 40,93

Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang sangat dibutuhkan tubuh. Vitamin C sangat berguna untuk menambah daya tahan tubuh. Biasanya, Vitamin C diperoleh dari buah-buahan yang berwarna kuning atau merah seperti jeruk, apel dan sebagainya. Selain penambah daya tahan tubuh, vitamin C dapat mengurangi kadar lemak.

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui hasil analisis vitamin C terhadap selai

rosella menunjukkan bahwa pada selai rosella dihasilkan rerata vitamin C sebesar 91,95 mg. Menurut Maryani (2008), kelopak bunga rosella mengandung asam askorbat (vitamin C) sebesar 241,4 mg/100 gr bahan. Dalam analisis selai rosella ini diperoleh kadar vitamin C yang lebih rendah jika dibandingkan kadar vitamin C kelopak rosella segar dikarenakan vitamin C biasanya meningkat dengan penurunan suhu Andarwulan dan Koswara (l992), sedangkan dalam pengolahan selai ini dilakukan pemanasan dimana terjadi peningkatan suhu yang mengakibatkan vitamin C rusak. Rasa asam dalam bunga rosella merupakan perpaduan berbagai jenis asam seperti asam askorbat dan asam sitrat yang juga bermanfaat bagi tubuh.

Kadar antioksidan yang tinggi pada kelopak rosella dapat menghambat radikal bebas. Perbandingan kadar antosianin yang bersifat antioksidan dapat dilihat dari kepekatan warna merah pada rosella. Semakin pekat warna merah pada bunga rosella, rasanya semakin akan asam dan


(46)

commit to user

kandungan antosianinnya semakin banyak. Antosianin pada bahan pangan berwarna merah dan ungu misalnya pada sayur dan buah sering berperan dalam menentukan aktivitas antioksidan.

Kandungan senyawa antioksidan pada kelopak rosella dilakukan

analisis penangkapan radikal bebas menggunakan metode DPPH (

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Berdasarkan Tabel 4.2 rerata kadar antioksidan yang terkandung pada selai rosella sebesar 40,93%. Makin besar persentase penangkapan radikal DPPH, semakin besar aktivitas antioksidannya.

Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari luar. Produk-produk yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi seperti Selai Rosella ini akan sangat membantu dalam mengurangi resiko keracunan akibat radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan.

D. Analisis Ekonomi

Setelah diketahui formulasi mana yang paling disukai dari analisis sensori dan dilakukan analisis kimia dari produk selai rosella ini, selanjutnya dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui harga jual dari produk ini dan kelayakan usaha dari produksi selai rosella. Analisis ekonomi digunakan untuk menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan produk selai rosella baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap dengan perhitungan sebagai berikut :

1. Biaya Produksi

1.1 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

a. Biaya Bahan Baku, Pembantu, dan Kemasan

Dalam satu kali produksi diasumsikan produksi dari industri selai rosella ini akan menghasilkan sebanyak 300 cup kemasan dengan menyesuaikan kapasitas karyawan dan hari kerja selama 25 hari. Jadi, kapasitas produksi dalam satu bulan untuk produksi selai rosella sebanyak 7.500 bungkus.


(47)

commit to user

Perhitungan :

Periode perhitungan 1 bulan = 25 hari kerja Produksi Selai Rosella 300 cup kemasan/hari

Tabel 4.3 Biaya Bahan Baku dan Pembantu

Nama produk Selai Rosella

Data Resep 30 kg kelopak rosella 45 kg gula pasir 300 gr garam 600 gr vanilli

1,5 kg tepung maizena Produksi per hari

Produksi per bulan

45 kg atau 300 cup kemasan

45 kg x 25 hari = 1.125 kg atau 7.500 cup kemasan

Harga per unit

No Bahan Jumlah Rp @ satuan Rp/hari

1 Kelopak rosella

30 kg 6.000/kg 180.000

2 Gula pasir 45 kg 11.000/kg 495.000 3 Garam 300 gr 4.000/kg 1.200 4 Vanili 600 gr 25.000/kg 15.000 5 Tepung

maizena

1,5 kg 7.000/kg 10.500

Jumlah 701.700

Biaya Bahan Baku per hari


(48)

commit to user Tabel 4.4 Biaya Kemasan

Kemasan Ukuran Jumlah Rp @ satuan Rp/hari

Cup kemasan + tutup

Diameter = 10cm Tinggi = 5cm

300 1.000/botol 300.000

Stiker Diameter =

8cm

300 450/stiker 135.000

Jumlah Biaya Kemasan 435.000

Tabel 4.5 Total Biaya Bahan Baku, Pembantu dan Kemasan

Item Rp/hari

Biaya Bahan Baku dan Pembantu 701.700

Biaya Kemasan 435.000

Jumlah Biaya per hari 1.136.700

Jumlah Biaya per bulan (25 hari) Rp 28.417.500,-

b. Biaya Bahan Bakar (Energi, Pembersih) Tabel 4.6 Biaya Bahan Bakar dan Pembersih

Nama Jumlah Rp/bulan

Listrik dan air - 159.790

Gas (LPG) 15 kg @ Rp 77.000 3 231.000

Sabun (tangan, cuci) @ Rp 3.000/350 gr

5 15.000

Jumlah 405.790

Perhitungan :

a. Peralatan dengan listrik

· 2 Blender : Daya terpakai 190 watt, 4 jam kerja perhari,

dengan tarif listrik Rp 780/Kwh

Maka, Besar Listrik per bulan = x25x780x4

1.000 190 x 2


(49)

commit to user

= 29.640

· Cup Sealer : Daya terpakai 300 watt, 4 jam kerja perhari,

dengan tarif listrik Rp 780/Kwh

Maka, Besar Listrik per bulan = x25x780x4

1.000 300

= 23.400

Total tarif listrik per bulan = 29.640 + 23.400

= 53.040

b. Tarif Air

·PDAM : penggunaan 35 m3/bulan, tarif PDAM Rp 3.050/m3

Maka besar tarif air = 35 x 3.050

= 106.750

Total biaya listrik dan Air = 53.040 + 106.750 = 159.790

c. Biaya Perawatan dan perbaikan (1,2 % (P-S)/100 jam) x jam pemakaian/bulan

Tabel 4.7 Biaya Perawatan dan Perbaikan

Uraian Jml Rp @

satuan

Harga (P) (Rp)

Nilai sisa (S)

Jam/bul an

Depr. (Rp/bln) Timbangan 3 32.000 96.000 1920 100 1.128,96

Baskom 10 10.000 100.000 0 75 900

Blender 3 88.000 264.000 5280 100 3.104,64

Wajan besar 3 70.000 210.000 0 150 3.780

Kompor gas 3 188.000 564.000 11.280 150 9.948,96

Pengaduk 6 3.000 18.000 0 150 324

Solet 5 3.000 15.000 0 50 90

Sendok 5 2.500 12.500 0 100 150

Cup sealer 1 1.500.000 1.500.000 30.000 100 17.640


(50)

commit to user Tabel 4.8 Total Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Komponen Biaya Pokok Produksi Rp/bulan

Biaya Bahan Baku, Pembantu, dan Kemasan

28.417.500

Biaya Energi dan Pembersih 405.790

Biaya Perawatan dan perbaikan (BPP) 37.066,56

Jumlah 28.860.356,56

1.2 Biaya Tetap (Fixed Cost) a. Biaya Usaha

Tabel 4.9 Biaya Usaha

Uraian Rp/bulan

Sewa Gedung Gaji karyawan :

- Produksi 5 orang @ Rp 500.000,00 - Pemasaran 3 orang @ Rp 700.000,00

1.000.000

2.500.000 2.100.000

Biaya Promosi (Rp. 1.200.000,-/th) 100.000

Biaya Administrasi Rp. 100.000,-/bln) 100.000

Biaya Pemasaran 500.000


(51)

commit to user

b. Biaya Penyusutan/Depresiasi (P-S)/N Tabel 4.10 Biaya Penyusutan/Deprisiasi

Uraian Jml Rp @

satuan

Harga (P) (Rp)

Nilai sisa (S)

N Deprisiasi (Rp/th)

Depr. (Rp/bln)

Timbangan 3 32.000 96.000 1.920 4 23.520 1.960

Baskom 10 10.000 100.000 0 1 100.000 8.333,33

Blender 3 88.000 264.000 5.280 3 86.240 7.186,67

Wajan besar 3 70.000 210.000 0 2 105.000 8.750

Kompor gas 3 188.000 564.000 11.280 3 184.240 15.535,33

Pengaduk 6 3.000 18.000 0 1 18.000 1.500

Solet 5 3.000 15.000 0 1 15.000 1.250

Sendok 5 2.500 12.500 0 3 4166,67 347,22

Cup sealer 1 1.500.000 1.500.000 30.000 5 294.000 24.500

2.779.500 830.166,67 69.180,55

c. Biaya Amortisasi

Tabel 4.11 Biaya Amortisasi

Harta tak berujud Rp/bln

Perijinan (Rp 500.000,- selama 2 th) 20.833

Pajak PBB (Rp 240.000,- untuk 1 th) 20.000

Jumlah 40.833

d. Pajak Usaha dan Asuransi

Rumus : Pajak Asuransi dan Usaha = 5% x pembelian alat Pajak Asuransi dan Usaha = 5% x Rp 2.799.500,00

= Rp 138.975 /bln

e. Dana Sosial


(52)

commit to user Tabel 4.12 Total Biaya Tetap (Fixed Cost)

Komponen Biaya Tetap Rp/bulan

Biaya Usaha 6.300.000

Biaya Penyusutan/Depresiasi 69.180,55

Biaya Amortisasi 40.833

Pajak Usaha dan Asuransi 138.975

Dana Sosial 50.000

Jumlah 6.598.988,55

Total Biaya Produksi (Total Cost)/Bulan

Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

= 6.598.988,55 + Rp 28.860.356,56

= Rp 35.459.345,11

1.3 Kriteria Kelayakan Usaha

a. Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP)

Dalam 1 kali produksi (per hari) menghasilkan : 300 cup kemasan (1 cup = 150 gr).

Kapasitas produksi dalam 1 bulan : = 300 cup kemasan x 25 hari = 7.500 cup kemasan

Harga Pokok Produksi (HPP) HPP =

bulan Produksi/ Jumlah

bulan Produksi/ Biaya

Total

=

pack 7.500

,11 35.459.345 Rp

= Rp 4.727,91/cup

Harga pokok produksi Selai Rosella yaitu Rp 4.727,91/cup dengan penetapan harga jual Rp 5.500,00/cup


(53)

commit to user Tabel4.13 Perhitungan Penjualan

Keterangan Penjualan/bulan Jumlah/bln

@ cup kemasan (150 gr)

7.500 cup x Rp 5.500,00 Rp 41.250.000,00

b. Perhitungan Rugi/Laba

i. Laba kotor = Penjualan – Total Biaya Produksi

= Rp 41.250.000,00 - Rp 35.459.345,11

= Rp 5.790.654,89

ii. Laba Bersih = Laba Kotor – Pajak Kepemilikan Usaha

= Laba Kotor – (5% x laba kotor)

= Rp 5.790.654,89 – (5% x Rp 5.790.654,89 )

= Rp 5.790.654,89 – Rp 289.532,74

= Rp 5.501.122,15

c. Break Even Point (BEP) / Titik Impas

Analisis Titik Impas (BEP) Unit BEP Produksi =

VC/unit Harga Tetap Biaya Total -= 3.848 Rp 5.500,00 Rp 55 6.598.988, Rp -= Rp1.652 8,55 Rp6.598.98

= 3.994,6 » 3.995 cup kemasan/bulan

BEP Harga =

Produksi Kapasitas Produksi Biaya Total = kemasan 7.500 ,11 35.459.345 Rp

= Rp 4.727,91

Artinya, titik impas akan tercapai pada tingkat produksi sebanyak 3.995 kemasan dan dengan harga Rp 4.727,91.


(54)

commit to user

d. Return of Investment (ROI) sebelum pajak

= x100%

Produksi Biaya Total Kotor Laba

= x100%

,11 35.459.345 Rp 89 5.790.654, Rp = 16,3 %

e. Return of Investment (ROI) setelah pajak

% 100 x Produksi Biaya Total Bersih Laba =

= x100%

,11 35.459.345 Rp 15 5.501.122, Rp = 15,51 %

f. Payback Period (PP)

= Kotor Laba Produksi Biaya Total = 89 5.790.654, Rp ,11 35.459.345 Rp = 6,1 bulan

g. Benefit Cost Ratio (Net B/C)

B/C =

poduksi Biaya Total Penjualan = 45,11 Rp35.459.3 ,00 41.250.000 Rp = 1,16

1.4 Analisis Ekonomi

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa analisis ekonomi usaha selai rosella adalah :

a. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.


(1)

commit to user

d. Return of Investment (ROI) sebelum pajak

= x100%

Produksi Biaya Total Kotor Laba

= x100%

,11 35.459.345 Rp 89 5.790.654, Rp = 16,3 %

e. Return of Investment (ROI) setelah pajak

% 100 x Produksi Biaya Total Bersih Laba =

= x100%

,11 35.459.345 Rp 15 5.501.122, Rp = 15,51 %

f. Payback Period (PP) = Kotor Laba Produksi Biaya Total = 89 5.790.654, Rp ,11 35.459.345 Rp = 6,1 bulan

g. Benefit Cost Ratio (Net B/C)

B/C =

poduksi Biaya Total Penjualan = 45,11 Rp35.459.3 ,00 41.250.000 Rp = 1,16

1.4 Analisis Ekonomi

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa analisis ekonomi usaha selai rosella adalah :

a. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.


(2)

commit to user i. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan asuransi serta dana sosial. Biaya tetap produksi Selai Rosella setiap bulan sebesar Rp 6.598.988,55.

ii. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan, biaya energi dan pembersih, serta biaya perawatan dan perbaikan. Biaya tidak tetap produksi Selai Rosella setiap bulan sebesar Rp 28.860.356,56.

b. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi selai rosella setiap bulan adalah 7.500 cup kemasan.

c. Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok selai rosella adalah Rp 4.727,91/cup.

d. Harga Jual

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual selai rosella Rp 5.500,00/cup.


(3)

commit to user

Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.

1) Laba Kotor

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi selai rosella ini sebesar Rp 5.790.654,89 dari 7.500 cup Selai Rosella.

2) Laba Bersih

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih produksi selai rosella setiap bulannya adalah Rp 5.501.122,15.

f. BEP (Break Even Point)

Break Even Point merupakan titik keseimbangan dimana pada titik tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi selai rosella mencapai titik impas pada tingkat produksi 3.995 kemasan dari kapasitas produksi 7.500 cup setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi selai rosella ini akan tetap dapat berjalan.

g. ROI (Return of Investment)

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi selai rosella sebelum pajak adalah 16,3 %, artinya dengan modal sebesar Rp 35.459.345,11/bulan dan pajak usaha Rp 138.975/bln akan diperoleh keuntungan sebesar 16,3 % dan Return of Investment produksi selai rosella setelah pajak adalah 15,51 %, artinya dengan modal Rp 35.459.345,11/bulan dan pajak usaha Rp 138.975/bln, akan diperoleh keuntungan sebesar 15,51 % setiap bulannya.


(4)

commit to user h. PP (Payback Period)

PP merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi selai rosella akan kembali modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 6,1 bulan.

i. Net B/C (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika niali B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. Pada produksi selai rosella ini nilai B/C adalah 1,16sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.


(5)

commit to user BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pelaksanaan praktek produksi Selai Rosella dapat disimpulkan bahwa :

1. Selai Rosella dibuat dari bahan baku kelopak bunga rosella, gula pasir, tepung maizena, vanilli dan garam yang diolah dengan cara pemasakan. 2. Pemanfaatan kelopak rosella sebagai bahan baku pembuatan selai rosella,

dikarenakan kelopak rosella banyak mengandung vitamin C dan antioksidan. Pengolahan pascapanen dapat memperpanjang umur simpan dan menambah nilai ekonomi pada kelopak bunga rosella.

3. Dari hasil penilaian analisis sensori ketiga formula dengan uji skoring kesukaan ditinjau dari segi warna, rasa, tekstur, dan keseluruhan. Sampel selai dengan penambahan konsentrasi gula 75% adalah sampel yang paling disukai oleh panelis, sehingga komposisi yang digunakan dalam pembuatan selai rosella adalah bahan baku kelopak rosella dengan komposisi 50 gram dan gula pasir 75 gram.

4. Selai rosella memiliki kadar vitamin C ini sebesar 91,95 mg/100 g bahan, dan aktivitas antioksidan 40,93%.

5. Kapasitas produksi selai rosella 7.500 cup/bulan dengan harga pokok Rp 4.727,91/cup, harga jual Rp 5.500,00/cup sehingga diperoleh laba bersih Rp 5.501.122,15/bulan. Usaha akan mencapai titik impas pada tingkat produksi 3.995 cup/bulan atau akan mengalami pengembalian modal dalam waktu 6,1 bulan.

6. B/C produksi selai rosella sebesar 1,16, artinya usaha selai rosella ini layak dikembangkan karena nilai B/C lebih besar dari 1.


(6)

commit to user B. Saran

Pada tahap-tahap praktek produksi selain ada kelebihan. Juga ada kekurangan. Untuk menutupi kekurangannya, maka disarankan agar :

1. Perlu adanya pemasaran dan promosi yang lebih kreatif agar produk ini laku di pasaran.

2. Untuk menjaga kelangsungan produksi dengan biaya yang relatif rendah perlu menjalin kerjasama dengan pemasok bahan baku, terutama untuk sukun yang jumlah terbatas dengan harga yang fluktuatif.

3. Karena produk selai rosella merupakan makanan pendamping sebaiknya produsen selai bekerja sama mengenai hal promosi dengan produsen makanan pokok dari produk selai seperti pabrik guna memperluas pemasaran.

4. Karena produk ini mempunyai umur simpan yang pendek maka perlu adanya penambahan bahan pengawet yang sesuai takaran.