TESIS S021308035 FITRIANA

(1)

i

HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI PADA IBU BERSALIN

SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN DENGAN

KEBERHASILAN INISIASI MENYUSU DINI

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak

Oleh: Fitriana S021308035

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015


(2)

ii


(3)

iii


(4)

iv

BIODATA

a. Nama : Fitriana

b. Tempat, tanggal lahir : Karanganyar, 23 Oktober 1988

c. Email : fitri2310@ymail.com

d. Riwayat pendidikan di Perguruan Tinggi:

No Institusi Bidang Ilmu Tahun Gelar

1 STIKes „Aisyiyah Yogyakarta Kebidanan 2009 Amd.Keb

2 STIKes „Aisyiyah Yogjakarta Bidan pendidik 2011 SST

Surakarta, Juli 2015

Fitriana


(5)

v

Fitriana. 2014. HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI PADA IBU BERSALIN SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN DENGAN KEBERHASILAN INISISASI MENYUSU DINI TESIS. Pembimbing I : Prof.Dr.Didik Tamtomo,dr.,M.Kes, II : Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

ABSTRAK

Kesehatan Ibu dan Anak, sepertinya sebuah isu yang tidak pernah lekang oleh waktu, karena kesehatan ibu dan anak tidak dapat terlepas dari Indikator Human Development Index (HDI). Tidak hanya di Indonesia, bahkan di dunia, tidak heran jika dalam kesepakatan MDG's (Millenium Development Goals), program-program tersebut menjadi Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu negara.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan Sample Jenuh. Besar sampel yaitu 39 ibu hamil di Bidan Praktek Swasta Di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat pengumpulan data dengan kuesioner. Teknik analisis data regresi logistik.

Hasil penelitian terdapat hubungan positif dan signifikan antara pendampingan suami pada ibu bersalin dengan keberhasilan inisiasi dini (IMD) (p = 0.014), Dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini (IMD) (p = 0.048). Hubungan positif dan secara statistik signifikan antara pendampingan suami pada ibu bersalin serta dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini (p = 0.000).

Kesimpulan terdapat hubungan signifikan antara pendampingan suami pada ibu bersalin serta dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini (IMD) di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Kata Kunci: Pendampingan suami, ibu bersalin, dukungan tenaga kesehatan, inisiasi menyusu dini.


(6)

vi

Fitriana. 2014. RELATED ASSISTANCE AND HUSBAND IN MOTHER SUPPORT DELIVERY OF HEALTH WITH SUCCESS THESIS early breastfeeding initiation. Supervisor I: Prof.Dr.Didik Tamtomo, dr., Kes, II: Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si, Department of Public Health Sciences, Graduate School, University of March, Surakarta.

ABSTRACT

Maternal and Child Health, seems to be an issue that was never cracked by time, because the maternal and child health can not be separated from the indicator is the Human Development Index (HDI). Not only in Indonesia, even in the world, do not be surprised if a deal MDG's (Millennium Development Goals), these programs become successful development of indicators of health in a country.

This study used quantitative methods, analytical observational research with cross sectional design. The sampling technique using Sample Saturated. A large sample of 39 pregnant women in Private Practice Midwife In Depok Sleman Yogyakarta. Data collection tools with a questionnaire. Logistic regression data analysis technique. Results of the study are positive and significant relationship between husband on maternal assistance with the success of early initiation (IMD) (p = 0.014), support health workers with the success of early breastfeeding initiation (IMD) (p = 0048). Positive relationships and statistically significant between husband on maternity assistance and support of health workers with the success of early breastfeeding initiation (p = 0.000).

Conclusion there is a significant relationship between husband on maternity assistance and support of health workers with the success of early breastfeeding initiation (IMD) in Depok Sleman Yogyakarta.

Keywords: Assistance husband, maternity, health workers support, early breastfeeding initiation.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul :

“Hubungan pendampingan suami pada ibu bersalin serta dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun bahasa, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna tercapainya maksud dan tujuan penulis.

Dalam penyusunan Tesis ini, penulis mendapat bantuan baik material maupun moril dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi,M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH.,M.Sc.,Ph.D selaku Kepala Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat.

4. Prof.Dr.Didik Tamtomo,dr.,M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah senantiasa

meluangkan waktu serta memberikan bimbingan kepada penulis selama menyusun Tesis ini.

5. Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah senantiasa meluangkan waktu serta memberikan bimbingan kepada penulis selama menyusun Tesis ini.

6. Ibu-ibu bidan di Kecamatan depok Kabupaten Sleman yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di puskesmas tersebut.


(8)

viii

7. Teman seperjuangan mahasiswa pascasarjana Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan dorongan dan semangat atas kebersamaan baik dalam suka maupun duka selama menempuh pendidikan.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan Tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga amal kebaikan dari semua pihak diterima Allah SWT dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman serta waktu. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Akhirnya penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Surakarta, Juli 2015

Penulis


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... ii

Pernyataan Keaslian ... iii

Biodata ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Inisiasi Menyusu Dini ... 7

2. Pendampingan Suami ... 19

3. Dukungan Tenaga Kesehatan ... 25

B. Penelitian yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berpikir ... 31

D. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 34


(10)

x

B. Waktu Penelitian... 34

C. Jenis Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sampel ... 34

E. Tehnik Pengambilan Sampel ... 35

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Instrumen dalam Pengumpulan Data ... 38

J. Teknik dan Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ... 47

B. Analisis Bivariat ... 49

C. Analisis Multivariat ... 51

D. Pembahasan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 59

B. Implikasi ... 60

C. Saran ... 61


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka

Berpikir……… 31


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen dukungan tenaga

kesehatan………. ... 39

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi pendampingan suami ... 47

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dukungan tenaga kesehatan ... 48

Tabel 3.3 Distribusi frekuensi keberhasilan inisiasi menyusu dini ... 49

Tabel 4.4 Hubungan antara pendampingan suami dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini ... 50

Tabel 4.5 Hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini ... 51

Tabel 4.6 Analisis regresi logistik pendampingan suami dengan dukungan tenaga kesehatan ... 52


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rencana Penelitian

Lampiran 2 : Surat keterangan permohonan studi pendahuluan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dari Universitas Sebelas maret Lampiran 3 : Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Badan

Penanaman Modal Semarang dari Universitas Sebelas maret

Lampiran 4 : Surat keterangan permohonan Ijin Penelitian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dari Universitas Sebelas maret Lampiran 6 : Surat Rekomendasi Penelitian Dari Badan Penanaman Modal

Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lampiran 7 : Surat Rekomendasi perijinan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta

Lampiran 8 : Surat Ijin Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman

Lampiran 9 : Surat permohonan pengisian kuesioner

Lampiran 10 : Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)

Lampiran 11 : Kuesioner

Lampiran 13 : Tabulasi data penelitian Lampiran 14 : Analisis univariat Lampiran 15 : Analisis bivariat Lampiran 16 : Analisis multivariat


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan Ibu dan Anak, sepertinya sebuah isu yang tidak pernah lekang oleh waktu, karena kesehatan ibu dan anak tidak dapat terlepas dari

Indikator Human Development Index (HDI). Tidak hanya di Indonesia, bahkan di dunia, tidak heran jika dalam kesepakatan MDG's (Millenium

Development Goals), program-program tersebut menjadi Indikator

keberhasilan pembangunan kesehatan di suatu negara. Berbicara tentang kesehatan ibu dan anak tentunya tidak bisa lepas dari angka kematian ibu, angka kematian bayi, yang sampai saat ini masih menjadi masalah di Negara berkembang, termasuk Indonesia (Setianingrum, 2012).

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup atau mengembalikan pada kondisi tahun 1997 (Saputra, 2013). Adapun angka kematian bayi pada tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2013). Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi di DIY mempunyai angka yang relatif tinggi, yaitu sebesar 25

per 1.000 kelahiran hidup (taget MDG‟s sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup

pada tahun 2015). Apabila melihat angka hasil SDKI 2012 tersebut, maka masalah kematian bayi merupakan hal yang serius yang harus

diupayakan penurunannya agar target MDG‟s dapat dicapai (Dinkes DIY,


(15)

Faktor penyebab utama kematian bayi di Indonesia adalah kematian neonatal sebesar 46,2%, diare sebesar 15,0%, dan pneumonia sebesar 12,7%. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan langkah-langkah nyata dalam upaya pencegahan kasus-kasus yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi, khususnya angka kematian neonatal. Faktor penyebab kematian neonatal diakibatkan infeksi 36%, prematuritas 28%, dan asfiksia 23%. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh neonatal, yaitu dengan sesegera mungkin memberi kolostrum yang ada dalam Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi baru lahir. Kolostrum adalah cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara dan merupakan sel darah putih dan antibodi yang mengandung imunoglobulin A (IgA) yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi (Sejatiningsih & Raksanagara, 2013).

Program Inisiasi Menyusu Dini sangat perlu dilakukan kepada bayi yang baru lahir untuk mencegah tingginya kematian neonatal. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir. Pada IMD, bayilah yang diharapkan berusaha untuk menyusu. Pada jam pertarma, bayi berhasil menemukan payudara ibunya. Inilah awal hubungan menyusui antara bayi dan ibunya, yang akhirnya berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi (Prasetyono, 2012).

Hubungan IMD dan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui beberapa penelitian, antara lain dilaporkan bahwa IMD dapat: (1) menurunkan kematian bayi sebesar 22% pada 28 hari pertama kehidupan,


(16)

(2) berpengaruh terhadap durasi menyusui, perilaku ibu dan fungsi fisiologis bayi, (3) memberikan peluang delapan kali lebih besar untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif, dan (4) memberikan mental positif bagi ibu yaitu terjalin ikatan kuat dengan bayi dan perasaan nyaman untuk menyusui (Noer et al, 2011).

Namun demikian, cakupan inisiasi menyusu dini (IMD) di Indonesia masih rendah. Hasil Riskesdas tahun 2010 hanya 29,3 % bayi yang menyusu kurang dari satu jam setelah persalinan (Sejatiningsih & Raksanagara, 2013). Menurut data UNICEF tahun 2009, menyebutkan bahwa angka cakupan praktik inisiasi menyusu dini (IMD) di Indonesia dari tahun 2003 hingga 2008 sebesar 39% dan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 40% (Noer et al, 2011) perlu dilakukan upaya-upaya secara komprehensif untuk meningkatkan cakupan inisiasi menyusu dini (IMD).

Prasetyono (2012) menyatakan bahwa dalam proses IMD dibutuhkan kesiapan mental ibu. Ibu tidak boleh merasa risih ketika bayi diletakkan di atas tubuhnya. Saat inilah, dukungan dan pendampingan dari keluarga, terutarna suami, sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan melakukan IMD usai melahirkan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami antara lain memberikan perhatian kepada istri, misalnya mengelus-elus rambut disertai mengungkapkan kalimat yang menenangkan hati.

Selain pendampingan dari keluarga khususnya suami, maka dukungan dari petugas kesehatan juga mendukung pelaksanaan IMD. Hal ini dikarenakan tenaga kesehatan berperan menangani langsung proses


(17)

persalinan ibu, dan ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa dukungan dan fasilitasi dari tenaga kesehatan. Namun pada kenyataannya, sering ditemui penolong persalinan memisahkan bayi dan ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai, dan diberi pakaian. Hal ini menyebabkan inisiasi menyusu dini tidak dilakukan.

Hasil studi pendahuluan di beberapa bidan praktik swasta dan RS di Kecamatan Depok, masih ada yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) terhadap bayi yang baru dilahirkan. Dari 6 Rumah sakit dan 15 Bidan praktik swasta (BPS) yang ada di Kecamatan Depok hanya 2 rumah sakit dan 4 bidan praktik swasta yang mempunyai program untuk melakukan IMD dengan benar. Tindakan itu dilakukan dengan alasan untuk memberikan kesempatan kepada ibu melahirkan istirahat setelah proses persalinan yang memakan banyak waktu dan tenaga. Sedangkan untuk pendampingan suami hampir 70 % ibu bersalin didampingi oleh suaminya, tetapi tidak banyak para suami yang mengetahui akan pentingnya inisiasi menyusu dini. Sejauh ini pengertian mereka hanya sebatas memberikan support pada saat istri meneran sampai melahirkan itu saja.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : Hubungan Pendampingan Suami pada ibu bersalin serta Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.


(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah ada pengaruh pendampingan suami terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman ?

2. Apakah ada pengaruh dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman ? 3. Apakah ada pengaruh pendampingan suami dan dukungan tenaga

kesehatan secara bersama-sama terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan pendampingan suami dan dukungan tenaga kesehatan secara bersama-sama dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh pendampingan suami pada ibu bersalin terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.

b. Menganalisis pengaruh dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.


(19)

c. Menganalisis hubungan pendampingan suami pada ibu bersalin dan dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan IMD di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat menjadi bukti empirik tentang adanya hubungan pendampingan suami pada ibu bersalin serta dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

a. Bagi Ibu dan keluarga pendamping persalinan

Penelitian ini dapat menjadi gambaran tentang adanya hubungan pendampingan suami pada ibu bersalin serta dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini (IMD).

b. Bagi Puskesmas

Penelitian ini dapat menjadi acuan tentang keadaan sebenarnya bagaimana pelaksanaan inisiasi menyusu dini dilapangan serta menjadi dasar dalam evaluasi dan perbaikan program tersebut.


(20)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

a. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir (Prasetyono, 2012). Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Jadi, sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri. Asalkan dibiarkan kontak kulit bayi dengan kulit ibunya, setidaknya selama satu jam segera setelah lahir (Roesli, 2008).

Pada IMD, bayilah yang diharapkan berusaha untuk menyusu. Pada jam pertama, bayi berhasil menemukan payudara ibunya. Inilah awal hubungan menyusui antara bayi dan ibunya, yang akhirnya berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi (Prasetyono, 2012). b. Pentingnya Kontak Kulit dan Menyusu Sendiri

Menurut Roesli (2008), pentingnya kontak kulit dengan kulit segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama adalah :

1) Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian bayi karena kedinginan commit to user (hypothermia).


(21)

2) Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.

3) Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan ia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri

„baik‟ di kulit ibu. Bakteri „baik‟ ini akan berkembangbiak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri „jahat‟

dari lingkungan.

4) „Bonding‟ (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

5) Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu mamalia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.

6) Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan akan lebih lama disusui.

7) Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di putting susu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Pentingnya hormon oksitosin :

a) Membantu rahim berkontraksi sehingga membantu pengeluaran ari-ari (plasenta) dan mengurangi perdarahan ibu.


(22)

b) Merangsang produksi hormon lain yang membuat ibu menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya, meningkatkan ambang nyeri, dan perasaan sangat bahagia.

c) Menenangkan ibu dan bayi serta mendekatkan mereka berdua. Oleh karena itu dinamakan juga hormone kasih sayang.

d) Merangsang pengaliran ASI dari payudara.

8) Bayi mendapatkan ASI kolostrum – ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus ini.

9) Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.

c. Keuntungan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Ganga et al (2007) menyatakan bahwa Inisiasi dini memberikan beberapa keuntungan untuk bayi dan ibu, yaitu :


(23)

1) Membantu bayi tetap hangat.

2) Mengarahkan keterampilan menyusu secara lebih cepat.

3) Bayi mulai mendapatkan kolostrum sebagai makanan pertama. Kolostrum memiliki antibodi (kekebalan) dengan konsentrasi yang tinggi. Bayi mulai mendapatkan koloni kuman yang aman (flora bakteri) dari ibu. Kedua hal ini menawarkan perlindungan terhadap infeksi dan karenanya penting untuk kelangsungan hidup bayi. 4) Membantu kontraksi uterus, pengeluaran plasenta lebih cepat,

mengurangi kehilangan darah ibu dan mencegah anemia.

5) Menghasilkan kadar gula yang lebih baik dan parameter biokimia lain dalam beberapa jam pertama kelahiran.

6) Bagian awal dari mekonium (tinja pertama kehitaman-hijau) dan karenanya menurunkan intensitas normal (fisiologis) ikterus. 7) Awal dari kesuksesan menyusui dalam jangka panjang. 8) Menambah ikatan ibu dan bayi.

9) dimungkinkan memiliki peran dalam meningkatkan perkembangan sistem saraf bayi.

d. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Pada pelaksanaan IMD, setelah bayi lahir, ia akan dibersihkan dengan kain lap, lalu ditaruh di atas perut ibu. Selanjutnya, bayi dibiarkan mencari putting payudara ibu secara mandiri. Ketika itu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut. Jika perlu, ibu boleh mendekatkan bayi pada puting payudara, tetapi jangan memaksakan


(24)

bayi saat itu. Biasanya, bayi siap minum ASI pada 3040 menit setelah dilahirkan (Prasetyono, 2012).

Menurut Roesli (2008), tatalaksana inisiasi menyusu dini adalah sebagai berikut :

1) Dianjurkan suami dan keluarga mendampingi ibu saat persalinan. 2) Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi

saat persalinan. Dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan, atau hypnobirthing.

3) Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya melahirkan normal, di dalam air, atau dengan jongkok.

4) Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya, kecuali kedua tangannya. Lemak putih (vernik) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan.

5) Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti. Jika perlu, gunakan topi bayi.

6) Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke putting susu.

7) Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan


(25)

meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selam satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

8) Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Caesar.

9) Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasive, misalnya suntikan vitamin k dan tetesan mata bayi yang ditunda.

10) Rawat gabung-ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu-bayi tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkuan ibu. Pemberian minuman pre-laktal (cairan yang diberikan sebelum

ASI „keluar‟) dihindari.

Ganga et al (2007) menyatakan bahwa segera setelah melahirkan dan setelah bayi telah menangis dan mulai bernapas dengan baik, maka :

1) Bayi itu harus benar-benar dikeringkan (kecuali untuk tangan) dengan kain katun lembut.

2) Tangan harus dicuci dengan benar menggunakan sabun dan air sebelum menyentuh bayi. commit to user


(26)

3) Selanjutnya bayi ditunjukkan dan kemudian didekatkan kepada ibu serta dilakukan sebentar kontak pipi dengan pipi. Hal ini memungkinkan ibu untuk mencium bayi dan juga memfasilitasi kebiasaan mengatakan pesan suci di telinga bayi.

4) Telungkupkan bayi di antara payudara ibu. Bayi dan dada ibu keduanya telanjang, sehingga bayi memiliki kontak kulit ke kulit dengan ibu secara penuh. Bayi dan ibu harus ditutup bersama-sama dengan kain, sehingga mereka tetap hangat sambil terus dengan kontak kulit ke kulit.

5) Perawatan harus dilakukan untuk mencegah bayi jatuh.

6) Bayi sangat waspada dan responsif segera setelah dilahirkan sehingga nalurinya berada di tingkat yang terbaik.

7) Bayi dijaga tetap hangat selama kontak kulit ke kulit dengan ibu. Sentuhan juga merupakan stimulus yang kuat untuk perkembangan saraf.

8) Risiko infeksi pada bayi berkurang karena kuman yang aman (bakteri) dari ibu mulai menjajah kulitnya dan usus, serta mencegah kuman berbahaya untuk tumbuh.

9) Posisi ini memastikan stimulasi naluriah awal dan memberikan kehangatan, cinta, keamanan dan makanan. Hal ini juga memulai proses ikatan antara bayi dan ibu.

10) Bila mungkin, angkat kepala ibu di atas bantal untuk memfasilitasi kontak visual ibu-bayi.


(27)

11) Tendangan dari bayi akan memberikan sentakan yang merangsang kontraksi rahim. Hal ini akan membantu untuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan.

12) Setelah bayi menyadari bahwa terdapat makanan di dekatnya, dia mulai mengeluarkan air liur.

13) Bau payudara merupakan stimulus kuat yang mendorong bayi menuju puting. Penciuman bayi berkembang dengan baik. Bau zat yang dikeluarkan oleh puting mirip dengan bau zat dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim.

14) Pijatan bayi membuat puting memanjang. Pijatan terhadap puting juga melepaskan hormon yang disebut oksitosin pada ibu. Hal ini membantu untuk kontrak rahim, mengurangi perdarahan dan mencegah anemia pada ibu.

15) Bayi mulai membuat gerakan. Tangan bayi harus memiliki cairan ketuban pada mereka, sebagai panduan bayi ke puting.

16) Bahu, pinggul dan leher otot bayi yang cukup berkembang untuk membantu dia bergerak.

17) Walaupun dengan pandangan yang terbatas, bayi dapat melihat areola. Jika bayi mengangkat kepalanya, dia juga bisa melihat wajah ibunya.

18) Bayi itu kemudian mencapai puting, mengangkat kepalanya dan posisi melekat ke puting yang baik dengan mulut terbuka lebar untuk mengambil seteguk ASI.


(28)

19) Kontak kulit ke kulit pertama ini harus terus dipertahankan sampai bayi selesai menyusu pertama.

Pencarian putting susu pada bayi akan terjadi dengan sendirinya, karena adanya bau yang khas dari ibunya sehingga bau sang ibu itulah yang akhirnya menuntun bayi untuk mencari puting susu ibu sesaat setelah bayi lahir (Widjanarko, 2011).

Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar pasti tidak dapat dilakukan pada persalinan operasi Caesar. Namun, jika diberikan anastesi spinal atau epidural, ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera memberi respons pada bayi. Bayi dapat segera diposisikan sehingga kontak kulit ibu dan bayi dapat terjadi. Usahakan menyusu pertama dilakukan di kamar operasi. Jika keadaan ibu atau bayi belum memungkinkan, bayi diberikan pada ibu pada kesempatan yang tercepat. Jika dilakukan anastesi umum, kontak dapat terjadi di ruang pulih saat ibu sudah dapat merespons walaupun masih mengantuk atau dalam pengaruh obat bius. Sementara menunggu ibu sadar, ayah dapat menggantikan ibu untuk memberikan kontak kulit dengan kulit sehingga bayi tetap hangat. Untuk mendukung terjadinya inisiasi menyusu dini pada persalinan Caesar, berikut ini tatalaksananya.

1) Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif.

2) Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20 derajad-25 derajad C. disediakan selimut untuk menutupi punggung bayi dan badan ibu.


(29)

Disiapkan juga topi bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi.

3) Tatalaksana selanjutnya sama dengan tatalaksana umum.

4) Jika inisiasi menyusu dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi, atau bayi harus dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan di dada ibu ketika dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan. Menyusu dini dilanjutkan di kamar perawatan ibu atau kamar pulih (Roesli, 2008).

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Aprillia (2009) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini antara lain:

1) Kebijakan Instansi pelayanan kesehatan tentang IMD dan ASI Eksklusif.

2) Pengetahuan, Motivasi dan Sikap tenaga penolong persalinan. 3) Pengetahuan, Motivasi dan Sikap ibu.

4) Gencarnya promosi susu formula 5) Dukungan anggota keluarga

Penelitian Örün (2012) mendapatkan hasil adanya hubungan yang positif antara multiparitas dan bayi yang cukup bulan terhadap inisiasi menyusu dini (IMD). Lumula et al (2012) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa dukungan keluarga, pendidikan ibu, dan tindakan bidan mempunyai pengaruh positif terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD). Adapun dalam penelitian Lessen et al


(30)

(dalam Örün et al, 2010) mendapatkan hasil bahwa pengalaman menyusui sebelumnya mempunyai hubungan positif dengan inisiasi menyusui dini (IMD).

Adapun faktor penghambat inisiasi menyusu dini (IMD) menurut Roesli (2008) adalah sebagai berikut :

1) Bayi kedinginan tidak benar

Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan sang ibu. Suhu payudara ibu meningkat 0,5 derajad dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu.

Berdasarkan hasil penelitian Dr, Neils Bergman (2005) ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1 derajad celcius lebih panas dari pada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1 derajad celcius. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2o C untuk menghangatkan bayi. Jadi dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir dibandingkan tempat tidur yang canggih dan mahal.

2) Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya-tidak benar

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membnatu menenangkan ibu.


(31)

3) Tenaga kesehatan kurang tersedia-tidak masalah

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu.

4) Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk-tidak masalah

Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini. 5) Ibu harus dijahit-tidak masalah

Kegiatan merangkak mencari payudara di area payudara terjadi di area payudara yang dijahit bagian bawah tubuh ibu.

6) Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir –tidak benar

Menurut American College of Obstetrics and Gynecology and Academy Breasfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi.

7) Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur-tidak benar

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernic caseosa meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat commit to user


(32)

dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusui awal selesai.

8) Bayi kurang siaga-tidak benar

Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama, jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding. 9) Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai

sehingga diperlukan cairan lain (cairan pralaktal)-tidak benar. Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.

10) Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi-tidak benar Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai imunisasi petama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

2. Pendampingan Suami

Suami merupakan keluarga yang paling dekat dengan ibu melahirkan. Pendampingan suami akan mempengaruhi keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang dilakukan ibu yang baru melahirkan. Kehadiran suami mendatangkan rasa tenang dan aman bagi ibu, serta percaya diri sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanan IMD. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Suryani & Mularsih (2011) commit to user


(33)

yang menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada ibu post partum.

Menurut (Marshall, 2000) menyebutkan bahwa dukungan pada persalinan dapat di bagi menjadi dua yaitu:

1. Dukungan Fisik

Adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin.

2. Dukungan Emosional

Adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa di cintai dan diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan.

Persalinan merupakan saat yang menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, kerena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan angota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan kelahiran. Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukun ibu dan mengidentifikasikan langkah-lngkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk menemaninya (BKKBN, 2013).


(34)

Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel-sel sarafnya mengeluarkan hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraksi pada rahim pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi yang selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap pengeluaran ASI ibu (Ganggal, 2007).

Menurut Devi dalam Hamilton (2008) Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selam proses persalinan dapat memberikan manfaat seperti:

1. Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri

Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi yang tidak nyaman , istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat untu mengurangi kecemasan dan ketakutannya.

2. Selalu ada bila dibutuhkan

Dengan berada di samping istri, suami siap membantu apa saja yang dibutuhkan istri. Di saat-saat bersalin kebutuhan akan kasih sayang, dukungan, serta perhatian lebih diharapkan oleh sang ibu daripada kebutuhan materi seperti makan, minum meskipun itu juga penting dalam proses persalinan (Dashti, 2010).


(35)

3. Kedekatan emosi suami-istri bertambah

Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat melahirkan anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya.

4. Suami akan lebih menghargai istri

Melihat pengorbana istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga priakunya. Karena dia akan mengingat bagaimana besarnya pengorbanan istrinya.

5. Membantu keberhasilan IMD

IMD merupakan Inisiasi Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan tercapai dengan adanya dukungan dari suami terhadap istrinya.

6. Pemenuhan nutisi

Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi karena tugas pendamping adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh ibu yaitu dengan cara pemberian makan dan minum saat kontraksi rahim ibu mulai melemah.

7. Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan

Dengan adanya pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena adanya dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga mampu mengurangi rasa sakit dan nyeri yang dialami.


(36)

Menurut Hamilton dalam Kurniasih (2009) menyatakan peran pendamping selama proses persalinan yaitu:

1. Mengatur posisi ibu, dengan membantu ibu tidur miring atau sesuai dengan keinginan ibu disela-sela kontraksi dan mendukung posisi ini agar dapat mengedan secara efektif saat relaksasi.

2. Mengatur nafas ibu, dengan cara membimbing ibu mengatur nafa saat kontraksi dan beristirahat saat relaksasi.

3. Memberikan asuhan tubuh, dengan menghapus keringat ibu, memegang tangan, memberikan pijatan, mengelus perut ibu dengan lembut.

4. Memberi informasi kepada ibu tentang kemajuan persalinan. 5. Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.

6. Membantu ibu ke kamar mandi.

7. Memberi cairan dan nutrisi sesuai keinginan ibu. 8. Memberikan dorongan spiritual dengan ikut berdoa.

9. Memberi dorongan semangat mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian atas kemampuan ibu saat mengedan.

Menurut Azwar (2012) suami sebagai pendamping persalinan dapat melakukan hal sebagai berikut:

1. Memberi dorongan semangat yang akan dibutuhkan jika persalinan lebih lama dari yang diperkirakan. Suami sebaiknya iberitahu terlebih dahulu bahwa jika istri berteriak padanya hanya karena sang istri tidak mungkin berteriak pada dokter.


(37)

2. Memijat bagian tubuh, agar anda tidak terlalu tegang atau untuk mengalihkan perhatian istri dari kontraksi. Pukulan perlahan pada perut yang disebut effleurage, dengan menggunakan ujung jari merupakan pijatan yang disarankan.

3. Memastikan istri merasa nyaman dengan menyediakan bantal, air, permen atau potongan es untuk istri atau memanggil perawat atau dokter jika istri membutuhkan bantuan.

4. Memegang istri saat mengedan agar istrimemiliki pegangan saat mendorong dan memimpin istri agar mengedan dengan cara yang paling efektif.

Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri teruteme jika suami tahu banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluh betapa tertekannya mereka karena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong istrinya. (lutfiatus Sholilah, 2008:35).

Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa mendampingi selama proses persalinan seperti:

1. Suami tidak siap mental

Umumnya, suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin.


(38)

2. Tidak diizinkan pihak RS

Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petuga medis bagi ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun cesar. Beberapa alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu konsentrasi petugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang tidak luas dan kesterilan ruang oprasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang luar.

3. Pengetahuan yang kurang

Pengetahuan yang cukup sangat diperlukan oleh para suami, selain untuk mengetahui seberapa penting dukungan yang diberikan kepada para istri saat melahirkan dan juga pemdamingan setelah persalinan, maka para suami juga akan sedikit mengetahui kalau-kalau istri menghendaki sesuatu atau menerima saran dari petugas kesehatan tentang hal yang berkaitan dengan persalinan tersebut.

3. Dukungan Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini menyebabkan pemerintah merasa perlu membuat peraturan secara khusus,


(39)

yang diimplementasikan dengan pembuatan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, disebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.

Adapun pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa :

(1) Tenaga kesehatan terdiri dari : b. tenaga medis;

c. tenaga keperawatan; d. tenaga kefarmasian;

e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga gizi;

g. tenaga keterapian fisik; h. tenaga keteknisian medis.

(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi. (3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.


(40)

(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.

(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.

(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.

(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

Tenaga kesehatan mempunyai peran yang besar dalam peningkatan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Aprillia (2008) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan atau dokter karena merekalah yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin melakukan Inisiasi Menyusu Dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana IMD yang baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap IMD. Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati dan mau melaksanakannya. Betapa pun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas kesehatan tersebut, diharapkan masih dapat meluangkan waktu. untuk memotivasi dan membantu ibu habis bersalin untuk melaksanakan IMD. Menurut Yulianty (2010) dukungan tenaga


(41)

kesehatan diwujudkan dengan pemberian informasi, melatih keterampilan, dan tindakan tenaga kesehatan terhadap Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian yang masih relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Lumula et al (2012)

Melakukan penelitian dengan judul : Determinan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Wilayah Kerja Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian adalah ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Tilamuta mulai bulan Januari-Desember 2012. Sampel sebanyak 215 orang yang dilakukan secara simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan :

a. Ibu yang mendapatkan dukungan keluarganya 6,8 kali lebih besar dapat melakukan IMD dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya.

b. Ibu yang berpendidikan cukup 5,9 kali lebih besar dapat melakukan IMD dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan kurang.


(42)

c. Ibu yang mendapatkan tindakan nyata dari bidan 2,6 kali lebih besar dapat melakukan IMD dibandingkan pada ibu yang tidak mendapatkan tindakan dari bidan.

2. Suryani & Mularsih (2011)

Melakukan penelitian dengan judul : Hubungan Dukungan Suami dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Pada Ibu Post Partum di BPS Kota Semarang. Penelitian menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah suami dari semua ibu nifas yang bersalin pada bulan Februari dan Maret di BPS Ny. Ida Purwanto sebanyak 30 orang. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini, adalah sampel jenuh (total sample), yaitu keseluruhan dari anggota populasi yaitu sebanyak 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan :

a. Semua responden (suami dari ibu nifas yang bersalin pada bulan Februari dan Maret di BPS Ny. Ida Purwanto) berumur 20 –35 tahun. Sebagian besar responden menempuh tingkat Pendidikan Menengah (SMA/sederajat sebanyak 17 (56,7%) responden dan sebagian besar responden bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 9 (30%) responden.

b. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang ASI dan inisiasi menyusui dini sebanyak 15 (50%) responden.

c. Sebagian besar responden termasuk dalam kategori mendukung ibu post partum dalam pelaksanaan IMD sebanyak 18 (60%) responden.


(43)

d. Sebagian besar responden termasuk dalam kategori berhasil melaksanakan inisiasi menyusui dini pada bayi mereka sebanyak 17 (56,7%) responden.

e. Ada hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada ibu post partum di BPS Ny. Ida Purwanto, dengan ρ value sebesar 0,004 (ρ value< 0,05).

3. Widiastuti et al (2013)

Melakukan penelitian dengan judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasional. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat dan bidan di ruang mawar Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Soewondo Kendal sebanyak 37 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan :

a. Ada pengaruh pengetahuan perawat dan bidan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di ruang Mawar RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.


(44)

b. Ada pengaruh sikap perawat dan bidan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di ruang Mawar RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

c. Ada pengaruh pengalaman perawat dan bidan terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di ruang Mawar RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

4. Hidayat & Dewantiningrum (2012)

Melakukan penelitian dengan judul : Perbandingan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Berdasar Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil. Penelitian ini adalah penelitian cohort prospektif. Sebanyak 56 sampel ibu hamil dengan usia kehamilan > 28 minggu yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Halmahera dan Puskesmas Ngesrep selama Maret-Juni 2012 serta memenuhi kriteria inklusi dan menjadi sampel dalam penelitian ini. Sampel dibagi dalam kelompok pengetahuan tinggi (n=28) dan rendah (n=28). Semua sampel mengisi kuesioner dan diwawancarai setelah ibu melahirkan. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square untuk analis is bivariat dan uji regresi logistik ganda untuk analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD pada ibu dengan tingkat pengetahuan mengenai IMD yang tinggi lebih besar di bandingkan ibu dengan tingkat pengetahuan mengenai IMD yang rendah.


(45)

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1. Kerangka pikir penelitian hubungan pendampingan suami pada ibu ibu bersalin serta dukungan kesehatan dengan keberhasilan inisisasi

menyusu dini

1. Hubungan Pendampingan Suami Dengan Keberhasilan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD)

Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini melibatkan tiga hubungan insani, yaitu bayi yang disusui, ibu yang memberikan ASI, dan suami. Roesli (2008) bahwa kondisi emosi yang stabil menentukan tingkat produksi ASI yang dihasilkan ibu. Kestabilan emosi tersebut, bisa diraih bila sang suami turut mendukung.

Keterlibatan seorang suami dalam Inisasi Menyusu Dini (IMD) akan memberi motivasi pada ibu dan menentukan kestabilan emosi ibu. Kondisi emosi yang stabil menentukan sikap yang positif dari ibu. Kestabilan emosi tersebut, bisa diraih bila sang suami atau keluarga memberikan dukungan dan motivasinya secara maksimal. Dukungan

IbuBersalin

Faktor Internal :

 Kemampuan ibu

 Kesehatan ibu

 Pengetahuanibu

Faktor Eksternal :

 Pendampingan suami  Dukungan tenaga Proses Persalinan Bayi Sehat Pelaksanaan IMD Motivasi Berhasil Tidak Berhasil


(46)

memberikan suatu kesan bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai. Sehingga dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap emosional ibu dimana ia lebih tenang, nyaman, percaya diri dalam melakukan proses IMD pada bayinya (Lumula et al, 2012).

Beberapa peneliti telah membuktikan hubungan dukungan suami dengan keberhasilan IMD, diantaranya adalah Suryani dan Mularsih (2011). Hasil penelitian Mularsih dkk (dalam Lumula et al, 2012) membuktikan bahwa responden yang mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini, 77,8% menyatakan bahwa bayi mereka berhasil melakukan IMD.

4. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan Keberhasilan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Tenaga kesehatan merupakan suatu hal yang penting dalam keberhasilan pelaksanaan IMD, karena tenaga kesehatan merupakan orang yang melakukan pertolongan persalinan. Dukungan tenaga kesehatan berupa pemberian informasi dan keterampilan mengenai IMD setelah ibu melahirkan menimbulkan niat dan keinginan untuk melakukan IMD.

Informasi dan pemberian keterampilan yang diberikan tenaga kesehatan mengenai IMD akan meningkatkan pengetahuan ibu hamil. Ibu hamil akan mengetahui mengenai pengertian, manfaat, dan penatalaksanaan IMD. Pengetahuan ibu hamil akan berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD. Hal ini seperti terungkap dari penelitian Hidayat dan Dewantiningrum (2012) yang mendapatkan hasil tingkat pengetahuan


(47)

memiliki hubungan bermakna dengan pelaksanaan IMD dengan angka signifikansi sebesar p=0.029 dan RR sebesar 1,615 yang berarti bahwa angka pelaksanaan IMD pada kelompok dengan tingkat pengetahuan tinggi lebih tinggi 1,6 kali dibanding kelompok dengan tingkat pengetahuan rendah.

D. Hipotesis

1. Ada hubungan pendampingan suami dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.

2. Ada hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.

3. Ada hubungan pendampingan suami dan dukungan tenaga kesehatan secara serentak dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman.


(48)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada 4 Bidan Praktik Swasta (BPS) yang telah menerapkan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

B. Waktu Penelitian

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 2 bulan, yaitu bulan April sampai bulan Juni tahun 2015.

C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional sedangkan desain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yang mempelajari hubungan-hubungan atau korelasi antara faktor-faktor resiko dan dampak atau efeknya di observasi pada waktu yang sama (Sastroasmoro dan Ismael, 2006).

D. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah bidan praktik swasta (BPS) di kecamatan Depok Kabupaten Sleman diketahui ada 12 BPS, tetapi hanya 4 BPS yang menerapkan program inisiasi menyusu dini (IMD) secara benar. Sehingga 4 BPS ini yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini.


(49)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi (Zuriah, 2009). Sampel dalam penelitian ini digunakan sampel jenuh, yaitu semua anggota populasi digunakan sebagai sampel penelitian (Sugiyono, 2010). Sehingga sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan HPL antara bulan Mei-Juni tahun 2015 yang melakukan pemeriksaan serta berencana melahirkan di 4 bidan praktek swasta yang menerapkan program IMD secara benar berjumlah 39 ibu hamil.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat.

1. Variabel Bebas

X1 = Pendampingan Suami

X2 = Dukungan tenaga kesehatan

2. Variabel Terikat

(Y) : Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Pendampingan Suami

a. Tindakan asuh dan asih suami kepada istri pada waktu proses persalinan sampai melahirkan yang berdampak pada berhasil tidaknya ibu dalam melakukan IMD.

b. Alat Ukur

Alat yang digunakan adalah lembar kuesioner


(50)

c. Skala Data

Skala data: ordinal, dengan criteria :

Pendampingan baik : jika jumlah skor 1-6 Pendampingan sedang : jika jumlah skor 7-13 Pendampingan kurang : jika jumlah skor 14-20

2. Dukungan Tenaga Kesehatan a. Definisi

Motivasi, pemberian kesempatan dan bantuan serta fasilitas oleh tenaga kesehatan pada ibu bersalin untuk melakukan IMD pada bayi yang dilahirkanya.

b. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner c. Skala Data

Skala data : ordinal, dengan criteria :

Dukungan tenaga kesehatan tinggi : jika jumlah nilai 1-5 Dukungan tenaga kesehatan sedang : jika jumlah nilai 6-12 Dukungan tenaga kesehatan rendah : jika jumlah nilai 13-18 3. Keberhasilan inisiasi menyusu dini

a. Definisi

Ketersediaan ibu dalam memberikan kesempattan kepada bayinya untuk mencari putting susu ibu sendiri selama satu jam setelah melahirkan.


(51)

b. Alat ukur data

Alat ukur data keberhasilan inisiasi menyusu dini menggunakan daftar tilik (checklist) yang disadur dari lembar observasi JNPK-KR Depkes RI tahun 2008.

c. Skala Data

Skala data : kontinu diubah menjadi dikotomi dengan kriteria : Berhasil : jika jumlah nilai 1-7

Tidak berhasil : jika jumlah nilai 8-18

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Dalam penelitian ini pengumpulan data primer dilakukan melalui checklist yang kemudian dijadikan acuan dalam melakukan observasi pada suami tentang ketersediaanya mendampingi istrinya yang sedang melahirkan, sedangkan untuk mengetahui ada dukungan dari tenaga kesehatan peneliti menggunakan kuesioner yang akan diisi oleh tenaga kesehatan. Untuk keberhasilan inisiasi menyusu dini juga berpedoman dengan checklist sesuai dengan teori yang ada.

2. Data sekunder

Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah data yang diperoleh dari dinas kesehatan Sleman dan data dari puskesmas yang berhubungan dengan penelitian.


(52)

3. Pendokumentasian

Dalam penelitian ini baik data primer yang di dapatkan akan di catat pada lembar penilaian atau checklist sebagai instrumen dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder dicatat sebagai bahan acuan sewaktu-waktu.

H. Instrumen dan pengumpulan data

Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

4. Kuesioner

Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk pengambilan data dukungan tenaga kesehatan. Kuesioner atau angket adalah satu set tulisan tentang pertanyaan yang diformulasi supaya responden mencatat jawabannya. Pertanyaan dalam kuesioner ialah tentang indikator dari konsep (Silalahi, 2009). Instrumen yang dipergunakan adalah kuesioner dukungan tenaga kesehatan yang pernah digunakan oleh Roslina Yuliaty dalam penelitaianya yang berjudul “Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) di Puskesmas Bromo

Medan Tahun 2010”.

Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Dukungan Tenaga Kesehatan

No. Indikator No. Item Jml. Item

1. Pemberian Informasi tentang IMD 1, 2, 3, 4 4 2. Pemberian keterampilan tatalaksana

IMD

5, 6, 7, 8, 9, 10, 11

7 3. Dukungan terhadap pelaksanaan IMD 12, 13, 14,

15, 16, 17, 18

7

Jumlah 18


(53)

5. Observasi

Observasi adalah aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat (partisipatif) ataupun non partisipatif. Pengamatan partisipatif merupakan jenis pengamatan yang melibatkan peneliti dalam kegiatan orang yang menjadi sasaran penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktivitas yang bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi dirinya selaku peneliti (Idrus, 2009). Observasi dipergunakan untuk mengambil data pendampingan suami dan keberhasilan IMD. Instrumen yang dipergunakan untuk melakukan observasi adalah pedoman observasi.

I. Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar penelitian ini meliputi dua tahap yaitu tahap persiapan penelitian dan tahap pelaksanaan penelitian.

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menentukan BPS yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. b. Membuat surat izin penelitian dari Program Pasca Sarjana Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Melakukan Studi Pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.


(54)

d. Menghubungi pihak BPS di Kecamatan Depok yang melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan melihat rekam medik untuk melihat ibu hamil yang mempunyai HPL bulan Mei – Juni 2015.

e. Menyiapkan instrumen untuk melakukan observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu sebagia berikut :

a. Tahap Pertama

Tahap pertama penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 – Januari 2015, dengan mengambil data Rumah sakit maupun BPS yang mempunyai program IMD.

b. Tahap Kedua

Tahap kedua penelitian dilakukan pada bulan Februari– Maret 2015, terhadap subjek penelitian yang sebelumnya telah diambil data dukungan tenaga kesehatan dikumpulkan melalui kuesioner sedangkan pendampingan suami dan keberhasilan IMD, menggunakan pedoman observasi. Pengamatan dilakukan segera setelah ibu melahirkan.

J. Teknik Analisis Data

1. Deskripsi Data

Deskripsi data adalah teknik analisis untuk mengolah data yang diperoleh. Data yang diperoleh setelah ditabulasi, kemudian disusun secara teratur, agar lebih mudah dimengerti. Dalam penelitian ini dideskripsikan


(55)

data pendampingan suami, dukungan tenaga kesehatan, dan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Data penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

a. Deskripsi Dukungan Tenaga Kesehatan

Data dukungan tenaga kesehatan ditafsirkan dengan kalimat Azwar (2012(a)) menyatakan bahwa pada dasarnya, interpretasi terhadap skor bersifat normatif, artinya makna skor diacukan pada posisi relatif skor terhadap suatu norma (mean) skor populasi teoritik sebagai parameter sehingga hasil ukur yang berupa angka (kuantitatif) dapat diinterpretasikan secara kualitatif. Acuan normatif tersebut memudahkan pengguna memahami hasil pengukuran.

Interpretasi skor data penelitian dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsep kurva normal, dengan norma interpretasi sebagai berikut :

1) Di dukung oleh tenaga kesehatan (1): jika skor kuesioner ≥ 9

2) Tidak di dukung oleh tenaga kesehatan (0) : jika skor kuesioner ˂ 9 b. Pendampingan Suami

Data pendampingan suami dideskripsikan dengan kategori sebagai berikut :

1) Didampingi suami (1) : jika skor pada lembar observasi ≥ 15 2) Tidak didampingi suami (0) : jika skor pada lembar observasi ˂ 15 c. Keberhasilan IMD


(56)

Data keberhasilan IMD dideskripsikan dengan kategori sebagai berikut :

1) Berhasil (1) : jika skor pada lembar observasi ≥ 8 2) Tidak berhasil (0) : jika skor pada lembar observasi ˂ 8

2. Analisis Bivariat dan Multivariat

Analisis bivariat dan multivariat dalam penelitian ini dilakukan menggunakan regresi logistik. Regresi logistik digunakan karena data variabel terikat dalam penelitian ini merupakan variabel dengan skala data nominal. Adapun persamaan logistik regression adalah sebagai berikut : (Murti, 2006)

ln p 1

p

 = a + b1 x1 + b2 x2

Keterangan : a = Konstanta

x1 = Pendampingan suami

x2 = Dukungan tenaga kesehatan

p = Probabilitas keberhasilan IMD b1, b2 = Koefisien regresi

Tahap-tahap dalam pengujian dengan regresi logistik adalah sebagai berikut :

a. Menilai Model Fit

Beberapa statistik uji yang dapat digunakan untuk menguji kesesuaian model regresi logistik adalah :


(57)

1) -2 Log Likelihood

Statistik 2-log likelihood kadangan-kadang disebut likelihood chi square statistik, dimana chi square distribusi dengan derajat kebebasan n – q, dimana q adalah jumlah parameter dalam model. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

G2 = 2



i j Eij

Oij Log Oij

Dimana :

Oij = Frekuensi observasi

Eij = Frekuensi harapan (Notobroto, 2004) 2) Goodness of Fit

2 =



 i j 2 Eij ) Eij Oij ( Dimana : 2

= Statistik Chi Square Oij = Frekuensi observasi Eij = Frekuensi harapan 3) 2

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

2

= -2 ln

iabel var dengan likelihood ) iabel var pa tan likelihood (

Statistik -2 Log Likelihood dan Goodness of Fit digunakan untuk menguji hipotesis : commit to user


(58)

Ho : Model sesuai (tidak ada perbedaan antara observasi dengan kemungkinan hasil prediksi)

H1 : Model tidak sesuai (ada perbedaan antara observasi dengan

kemungkinan hasil prediksi)

Adapun statistik 2 dipergunakan untuk mengetahui apakah satu atau lebih variabel bebas yang belum masuk dalam model memiliki peranan yang penting dalam model. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Ho : Model tanpa variabel tertentu adalah model terbaik.

H1 : Model dengan variabel bebas tertentu adalah model terbaik.

b. Pengujian Parameter

Pengujian signifikansi parameter merupakan pemeriksaan untuk menentukan apakah variabel prediktor dalam model signifikan atau berpengaruh secara nyata terhadap variabel respon.

1) Uji Parsial (Bivariat)

Dalam uji parsial ini, pengujian dilakukan dengan menguji setiap i secara individual. Hasil pengujian secara individual akan menunjukkan apakah suatu variabel prediktor layak untuk masuk dalam model atau tidak.

Dalam pengujian ini digunakan uji statistik Wald, dengan rumus sebagai berikut :

W =

) bi ( . SE

bi


(59)

analog untuk a : W =

) a ( . SE

a

Keterangan :

W = Harga statistik Wald SE = Standar Error bi = Koefisien regresi a = intercept (Murti, 2006)

Pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows release 16.0 dengan kriteria :

p  0,05 = Ho ditolak p > 0,05 = Ho diterima 2) Uji Serentak (Multivariat)

Pengujian secara serentak juga merupakan uji model Chi Square yang digunakan untuk menguji parameter hasil estimasi secara bersama.

Hipotesis :

Ho : 1 = 2 = ... = k = 0

H1 : Paling tidak ada satu i yang tidak sama dengan nol.

Statistik uji yang digunakan adalah G-likelihood ratio dengan rumus sebagai berikut :


(60)

G = -2 ln y i 1 i y i i n 0 n 1 ) 1 ( n ) n / n ( ) n / n

( 1 0

  

Dimana : n1 =  yi, n0 =  (1 – yi), n = n1 + n0 (Notobroto, 2004)

Statistik uji G ini mengikuti distribusi chi square dengan derajat bebas banyaknya parameter dalam model. Karena itu, untuk memperoleh keputusan uji, nilai G dibandingkan dengan nilai 2,y.

Kriteria penolakan Ho adalah jika G > 2,y.


(61)

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini merupakan distribusi frekuensi dari variabel penelitian yang meliputi variabel pendampingan suami, dukungan tenaga kesehatan, dan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Analisis univariat ditampilkan dalam distribusi frekuensi sebagai berikut:

1. Pendampingan suami

Pendampingan suami merupakan pendampingan pada waktu asuh, asih kepada istri yang sedang hamil pada waktu persalinan sampai melahirkan yang berdampak pada berhasil tidaknya ibu dalam melakukan IMD. Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 39 responden.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pendampingan Suami

Pendampingan Suami n % Tidak didampingi suami 10 25,6 Didampingi suami 29 74,4 Jumlah 39 100,0 (Sumber : Data primer, 2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin di dampingi oleh suaminya sejumlah 29 ibu bersalin (74,4 %).

2. Dukungan tenaga kesehatan

Dukungan tenaga kesehatan merupakan motivasi, pemberian kesempatan dan bantuan serta fasilitas oleh tenaga kesehatan pada ibu bersalin untuk melakukan IMD pada bayi yang dilahirkanya.


(62)

Skor dukungan tenaga kesehatan diperoleh skor rata-rata sebesar 13,05 atau lebih kecil dari skor 9, yang berarti dapat dinyatakan bahwa para ibu hamil yang melakukan pemeriksaan serta berencana melahirkan rata-rata mendapatkan dukungan yang kuat oleh tenaga kesehatan. Untuk lebih detailnya mengenai klasifikasi dukungan tenaga kesehatan pada ibu hamil adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Tenaga Kesehatan

Dukungan tenaga kesehatan N %

Dukungan tenaga kesehatan lemah 8 20,5

Dukungan tenaga kesehatan kuat Jumlah

31 39

79,5 100,0 (Sumber : Data primer, 2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin mendapat dukungan yang kuat dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 31 orang (79,5%).

3. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Keberhasilan inisiasi menyusu dini (IMD) adalah kebersediaan ibu dalam memberikan kesempatan kepada bayinya untuk mencari puting susu ibu sendiri selama satu jam setelah melahirkan.

Skor keberhasilan inisiasi menyusu dini (IMD) diperoleh skor rata-rata sebesar 8,13 atau lebih kecil dari skor 8, yang berarti dapat dinyatakan bahwa para ibu hamil telah berhasil dalam hal inisiasi menyusu dini (IMD). Untuk lebih detailnya mengenai klasifikasi keberhasilan inisiasi menyusu dini (IMD) adalah sebagai berikut.


(63)

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Keberhasilan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD)

n %

Tidak berhasil 9 23,1

Berhasil Jumlah

30 39

76,9 100,0 (Sumber : Data Primer, 2015)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin telah berhasil melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) yaitu sebanyak 30 orang (76,9%).

B.Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pendampingan suami pada ibu bersalin dan dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan menunjukkan besaran kemungkinan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Analisis bivariat ini dilakukan dengan menggunakan uji chi square, hasil pengujiannya dapat ditunjukkan sebagai berikut:

1. Hubungan pendampingan suami dengan keberhasilan IMD

Hasil perhitungan chi square hubungan pendampingan suami pada ibu bersalin dengan keberhasilan inisiasi menyusu dinidapat dilihat pada

cross tabulation tabel 4.4.


(64)

Tabel 4.4. Hubungan antara pendampingan suami dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Pendampingan suami

Inisiasi Menyusu

Dini (IMD) Total

OR p

Tidak

berhasil Berhasil

F %

F % F %

Tidak didampingi suami

8 20,5 2 5,1 10 25,6 11,20 0,000 Didampingi suami 1 2,6 28 71,8 29 74,4

Jumlah 9 23,1 30 76,9 39 100

(Sumber: Data primer, 2015)

Tabel 4.4 menunjukkan nilai odds Ratio sebesar 11,20 yang berarti bahwa ibu bersalin yang di dampingi oleh suaminya mempunyai kemungkinan 11,20 kali lebih besar dari pada ibu bersalin yang tidak di dampingi oleh suaminya. Hasil uji chi square menunjukkan adanya pengaruh antar pendampingan suami pada ibu bersalin dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini dengan nilai statistik signifikan (p=0,000).

2. Hubungan Dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan IMD

Hasil perhitungan chi square hubungan pendampingan suami pada ibu bersalin dengan keberhasilan inisiasi menyusu dinidapat dilihat pada

cross tabulation tabel 4.5.


(65)

Tabel 4.5. Hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Dukungan tenaga kesehatan

Keberhasilan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) Total OR p Tidak

berhasil berhasil F %

F % F %

Dukungan tenaga kesehatan lemah

7 17,9 1 2,6 8 20,5 10,15 0,000 Dukungan tenaga

kesehatan Kuat

2 5,1 29 74,4 31 79,5 9 23 30 77 39 100 Total

(Sumber: Dataprimer, 2015)

Tabel 4.5 menunjukkan nilai odds Ratio sebesar 10,15 yang berarti bahwa ibu bersalin yang mendapat dukungan kuat oleh tenaga kesehatan mempunyai kemungkinan 10,15 kali lebih besar dari pada ibu bersalin yang mendapatkan dukungan lemah dari tenaga kesehatan. Hasil uji chi square menunjukkan adanya pengaruh antar Dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan inisiasi menyusu dini dengan nilai statistik signifikan (p=0,000).

C.Analisis Multivariat

Pada analisis ini digunakan regresi logistic, penggunaan ini didasari oleh data variabel terikat dalam penelitian ini merupakan variabel dengan skala data nominal. Untuk menghindari kesalahan yang cukup signifikan dalam penggunaan regresi linier yang menggunakan rumus Least Square sebagai akibat dari variabel dependen yang merupakan skala kontinu, maka dalam penelitian ini digunakan regresi logistik yang diharapkan hasil persamaan regresi yang diperoleh adalah baik atau sesuai dengan data penelitian. commit to user


(66)

1. Hasil uji koefisien regresi logistik

Analisis regresi logistik ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendampingan suami dan dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Analisis regresi logistik pendampingan suami serta dukungan tenaga kesehatan

Variabel OR

CI 95% p

Batas bawah Batas atas

Pendampingan suami 3,54 1,44 6,00 0,014

Dukungan tenaga kesehatan

3,13 1,58 3,91 0,048

N Observasi 39

(Sumber: Data primer, 2015) 2. Pengujian hipotesis

Uji hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel pendampingan suami dan dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Berdasarkan dari hasil perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

a. Pengaruh pendampingan suami terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Variabel pendampingan suami memiliki nilai koefisien regresi yang positif sebesar 3,546 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,014. Hal ini menunjukkan bahwa pendampingan suami pada ibu bersalin berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).


(67)

b. Pengaruh dukungan tenaga kesehatan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Dukungan tenaga kesehatan memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar 3,135 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,048. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan tenaga kesehatan berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

D.Pembahasan

1. Hubungan antara pendampingan suami dengan keberhasilan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD)

Berdasarkan hasil analisis data diatas diperoleh hasil bahwa para ibu bersalin sebagian besar didampingi suami dengan persentase pendampingan sebesar 74,4%, sedangkan ibu bersalin yang tidak didampingi suaminya yaitu dengan persentase sebesar 25,6%. Padahal kita tahu bahwa pendampingan dari keluarga terutarna suami sangat dibutuhkan oleh ibu yang bersalin. Selain mendapatkan dukungan mental ibu juga akan merasa terbantu dengan adanya suami pada saat proses persalinan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami antara lain memberikan perhatian kepada istri, misalnya mengelus-elus rambut disertai mengungkapkan kalimat yang menenangkan hati. Hal inilah yang sangat mempengaruhi tindakan apa saja yang akan dilakukan oleh ibu setelah bersalin seperti IMD dan sebagainya.

Pada pengujian pendampingan suami ini, menunjukkan bahwa pendampingan suami pada ibu bersalin berpengaruh signifikan terhadap


(68)

keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), sehingga hipotesis yang menyatakan pendampingan suami berpengaruh terhadap keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) diterima atau terbukti. Hal ini memberikan gambaran bahwa suami ikut berperan dalam keberhasilan ibu menyusui dini terutama dengan hadir dan memberikan dukungan kepada ibu saat melahirkan dan membangun percaya diri ibu agar mau dan mampu menyusui.

Adanya pengaruh ini t dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu bersalin mengharapkan didampingi oleh suaminya maupun keluarganya yang lain, adanya dorongan dan kedekatan suami dalam mendampingi ibu dalam proses persalinan menyebabkan para ibu juga sadar untuk melakukan inisiasi menyusu dini. Kehadiran suami mendatangkan rasa tenang dan aman bagi ibu, serta percaya diri sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanan IMD.

Keterlibatan seorang suami dalam Inisasi Menyusu Dini (IMD) akan memberi motivasi pada ibu dan menentukan kestabilan emosi ibu. Kondisi emosi yang stabil menentukan sikap yang positif dari ibu. Kestabilan emosi tersebut, bisa diraih bila sang suami atau keluarga memberikan dukungan dan motivasinya secara maksimal. Dukungan memberikan suatu kesan bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai. Sehingga dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap emosional ibu dimana ia lebih tenang, nyaman, percaya diri dalam melakukan proses IMD pada bayinya (Lumula et al, 2012). Beberapa


(69)

peneliti telah membuktikan hubungan dukungan suami dengan keberhasilan IMD, diantaranya adalah Suryani dan Mularsih (2011). Hasil penelitian Mularsih dkk (dalam Lumula et al, 2012) membuktikan bahwa responden yang mendapatkan dukungan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini, 77,8% menyatakan bahwa bayi mereka berhasil melakukan IMD.

Suryani & Mularsih (2011) yang menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan suami dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini pada ibu post partum. Dan juga sependapat dengan Guyton (1997), yang menyatakan bahwa dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel-sel sarafnya mengeluarkan hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraksi pada rahim pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi yang selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap pengeluaran ASI ibu.

2. Hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan keberhasilan

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin mendapat dukungan yang kuat oleh tenaga kesehatan yaitu sebesar 79,5% sedangkan ibu bersalin yang mendapatkan dukungan tenaga kesehatanya lemah sebesar 20,5%. Hal ini menunjukkan keberadaan tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam memberikan dukungannya kepada para ibu hamil dalam melakukan tindakan inisiasi menyusu dini. Dan dalam penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan


(1)

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,613 ,000

N of Valid Cases 39

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

DukunganTenagaKesehatan (Tidak di dukung oleh tenaga kesehatan / Di dukung oleh tenaga kesehatan)

101,500 8,018 1284,918

For cohort KeberhasilanIMD = Tidak berhasil

13,563 3,461 53,149

For cohort KeberhasilanIMD = Berhasil

,134 ,021 ,838

N of Valid Cases 39


(2)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases

Included in Analysis 39 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 39 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 39 100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Tidak berhasil 0

Berhasil 1

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood Coefficients

Constant

Step 0

1 42,250 1,077

2 42,136 1,200

3 42,136 1,204

4 42,136 1,204

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 42,136

c. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.


(3)

Classification Tablea,b

Observed Predicted

KeberhasilanIMD Percentage Correct Tidak berhasil Berhasil

Step 0

KeberhasilanIMD Tidak berhasil 0 9 ,0

Berhasil 0 30 100,0

Overall Percentage 76,9

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1,204 ,380 10,035 1 ,002 3,333

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables

PendampinganSuami_A 24,548 1 ,000

DukunganTenagaKesehatan _A

23,531 1 ,000

Overall Statistics 27,974 2 ,000


(4)

Iteration Historya,b,c,d

Iteration -2 Log likelihood Coefficients

Constant PendampinganS uami_A

DukunganTenag aKesehatan_A

Step 1

1 19,121 -1,735 1,876 1,782

2 15,124 -2,443 2,773 2,553

3 14,431 -2,806 3,323 2,976

4 14,380 -2,925 3,523 3,119

5 14,380 -2,937 3,546 3,135

6 14,380 -2,937 3,546 3,135

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 42,136

d. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1

Step 27,756 2 ,000

Block 27,756 2 ,000

Model 27,756 2 ,000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 14,380a ,509 ,771

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.


(5)

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 1,075 1 ,300

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

KeberhasilanIMD = Tidak berhasil KeberhasilanIMD = Berhasil Total

Observed Expected Observed Expected

Step 1

1 7 6,648 0 ,352 7

2 1 1,705 3 2,295 4

3 1 ,648 27 27,352 28

Classification Tablea

Observed Predicted

KeberhasilanIMD Percentage Correct Tidak berhasil Berhasil

Step 1

KeberhasilanIMD Tidak berhasil 7 2 77,8

Berhasil 0 30 100,0

Overall Percentage 94,9

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a

PendampinganSuami_A 3,546 1,447 6,001 1 ,014 34,668

DukunganTenagaKesehatan _A

3,135 1,584 3,915 1 ,048 22,982

Constant -2,937 1,456 4,068 1 ,044 ,053

a. Variable(s) entered on step 1: PendampinganSuami_A, DukunganTenagaKesehatan_A.


(6)

Correlation Matrix

Constant PendampinganS uami_A

DukunganTenag aKesehatan_A

Step 1

Constant 1,000 -,403 -,750

PendampinganSuami_A -,403 1,000 -,050

DukunganTenagaKesehatan _A

-,750 -,050 1,000