LINDA FITRIANA I8709017
commit to user
MODEL PENELUSURAN BANJIR DAERAH ALIRAN
SUNGAI BENGAWAN SOLO HULU DENGAN
MENGGUNAKAN METODE MUSKINGUM-CUNGE
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
LINDA FITRIANA NIM. I8709017
D3 TEKNIK SIPIL INFRASTRUKTUR PERKOTAAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
(2)
commit to user
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan ( kepada Allah ) dengan Sabar dan Shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Albaqoroh : 153)
Maut bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup...kehilangan yang terbesar adalah apa yang mati dalam sanubari sementara kita masih hidup (Norman Cousins)
Kekecewaan itu ibarat jalan yang berbongkah-bongkah, melambatkanmu sedikit, tapi kau akan menikmati jalan halus setelahnya. (Author Unknown)
Banyak yang ingin berbeda dari kebanyakan,tetapi enggan dibedakan (Haryanto Kandani).
Jangan pertanyakan bagaimana Kita bisa terjatuh,pertanyakan bagaimana Kita bisa bangkit kembali (Vince Lombardi).
(3)
commit to user
PERSEMBAHAN
Ya Allah ... dengan mengharap ridho dan Hidayah-Mu ingin ku
persembahkan Tugas Akhir ini kepada:
1.
Allah SWT yang selalu memberikan kesempatan, petunjuk dan
Hidayah Nya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini
2.
Untuk Bapak Ibu yang tak henti-hentinya mendoakan, mendidik,
menasehati tak pernah jemu dan selalu menaburkan pengorbanan
dengan kasih sayang.
3.
Adikku tersayang tahukah Engkau? Sebaik apa dimataku? Sebaik
kesempurnaan yang Kau miliki. Kau selalu membuat tersenyum
dalam gelisahku.
4.
Pakdhe Budhe,Om Bulik,Nenek Kakek,kakak adik serta semua
saudaraku yang turut memberikan semangat serta doa.
5.
Rekan-Rekan Sipil Infrastruktur 2009 yang telah berjuang
bersama serta memberi bantuan dan dukungannya.
6.
Teman
–
teman “Omah Putih” terimakasih selalu menemani,
membantu serta memberikan semangat.
7.
Semua orang disekeliling saya yang tak bisa saya sebutkan satu
persatu,terimakasih buat semuanya,,,,terimakasih.
Semoga Allah memberikan karunia dan Ridho-Nya pada kalian semua ,,,Amin
(4)
commit to user
ABSTRAK
Linda Fitriana, 2012. Model Penelusuran Banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu Dengan Menggunakan Metode Muskingum – Cunge. Penelusuran banjir adalah metode peramalan besarnya debit banjir (hidrograf) pada suatu titik (ruas), melalui alur tampungan (waduk) atau melalui alur sungai yang diperoleh dari hasil pengukuran besarnya debit banjir (hidrograf) dari titik (ruas) lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui besarnya outflow maksimum di Sungai Bengawan Solo Hulu.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data-data yang diperlukan antara lain peta DAS Bengawan Solo dan data curah hujan stasiun pengamatan hujan Baturetno Watugede tahun 1999 - 2011.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi banjir dengan debit dua tahunan (Q2) dengan debit puncak sebesar=191,900 m3/detik terjadi pada kilometer ke-3 jam ke-5, jika terjadi banjir dengan debit lima tahunan (Q5) debit puncak sebesar=256,368 m3/detik terjadi pada kilometer ke-3 jam ke-5, dan jika terjadi banjir dengan debit sepuluh tahunan (Q10) debit puncak sebesar=299,301 m3/detik terjadi pada kilometer ke-3 jam ke-5.
(5)
commit to user
ABSTRACT
Linda Fitriana, 2012, “Flood Routing Model Of Bengawan Solo Upstream Watershed With Muskingum – Cunge Method”
Flood routing is prediction method of hydrograph in one point pass by basin channel or river channel that received from measuring result of hydrograph from another point.
The main purpose of this research is to know maximum outflow in Bengawan Solo Upstream River .
In this research use quantitative descriptive method. Needed data which take from Bengawan Solo Watershed maps and rainfall data Baturetno Watugede rain observation station in year 1999 - 2011.
Result of research its show that flood with two years discharge have maximum flow about 191,900 m3/sec its happened in third kilometres on fifth to hours,if the flood happened with five years discharge the maximum flow about 256,368 m3/sec its happened in third kilometres on fifth to hours,and if the flood happened with ten years discharge the maximum flow about 299,301 m3/sec its happened in third kilometres on fifth to hours.
(6)
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya, Sholawat dan Salam teruntuk makhluk Illahi, Muhammad SAW, yang dengan perjuangannya telah dapat mengantarkan umat pilihan terakhir untuk semua umat manusia demi menuju Ridho-Nya. Maka penulis sangat bersyukur karna telah dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini sesuai dengan yang diharapkan.
Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul, “Model Penelusuran Banjir Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu Dengan Menggunakan Metode Muskingum - Cunge”, ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program D3 Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, walaupun telah diusahakan semaksimal mungkin untuk kesempurnaannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan laporan pada masa mendatang.
Penyusunan laporan Tugas Akhir ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak maka dari itu dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Dr.Ir. Rr Rintis Hadiani,MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
2. Balai Besar Penelitian Sungai Bengawan Solo dalam proses pengambilan data lapangan.
3. Teman-teman D-III Teknik Sipil Infrastruktur Perkotaan 2009.
4. dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang sebesar – sebesarnya atas semua bantuan yang telah diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan hasil Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya, Amiin.
Surakarta, Juli 2012
(7)
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR…...………… ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR NOTASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 2
1.3.Batasan Masalah ... 2
1.4.Tujuan Penelitian... 2
1.5.Manfaat Penulisan ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1.Tinjauan Pustaka ... 4
2.1.1 Hujan ... 5
2.1.1.1.Alat Pengukur Hujan ... 6
2.1.1.2 Limpasan ... 7
2.1.1.3 Pengukuran Aliran Air ... 9
2.1.1.4 Hidrograf Aliran ... 9
2.1.2.Banjir ... . 10
(8)
commit to user
2.1.3.1. Macam – Macam Metode Penelusuran Banjir 12
2.3.1.1 Penelusuran Banjir Melalui Sungai .... 12
2.2.Dasar Teori ... 13
2.2.1. Kepanggahan ... 13
2.2.2. Data Hujan ... 13
2.2.3. Poligon Thiessen ... 14
2.2.4 Pengukuran Dispersi ... 14
2.2.4.1Standar Deviasi ... 15
2.2.4.2Koefisien Skewness ... 15
2.2.4.3Koefisien Variasi ... 16
2.2.4.4Koefisien Kurtosis ... 16
2.2.5. Pemilihan Jenis Sebaran ... 16
2.2.5.1. Distribusi Normal ... 17
2.2.5.2. Distribusi Log Normal ... 17
2.2.5.3. Distribusi Gumbell ... 18
2.2.5.4. Distribusi Log Perason Tipe III ... 18
2.2.6. Koefisien Limpasan ... 19
2.2.7. Pengujian Kecocokan Sebaran ... 19
2.2.8. Debir Banjir Rencana ... 19
2.2.8.1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 19
2.2.9. Metode Muskingum ... 22
2.2.10.Pengembangan Metode Muskingum ... 22
2.2.10.1.Metode Muskingum – Cunge ... 22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Lokasi Penelitian ... 25
3.2.Sumber Data ... 25
3.3.Jenis Penelitian ... 25
3.4.Prosedur Penelitian ... 26
3.4.1. Mengolah Data ... 26
3.4.2. Penyusunan Laporan ... 27
(9)
commit to user
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Umum ... 30
4.2 Analisis ... 30
4.1.1. Data ... 30
4.1.2. Penyiapan Seri Data Curah Hujan ... 30
4.1.3. Uji Kepanggahan Data Hujan ... 31
4.1.4. Poligon Thiessen ... 34
4.1.4.1. Perhitungan Koefisien Thiessen ... 35
4.1.5. Hujan Daerah ... 35
4.1.6. Perhitungan Parameter Statistik ... 36
4.1.7. Uji Chi Kuadrat ... 38
4.1.8. Perhitungan Koefisien Pengaliran ... 40
4.1.9. Perhitungan Hujan Kala Ulang ... 41
4.1.10.Perhitungan Hidrograf Satuan Nakayasu ... 42
4.1.11.Perhitungan Penelusuran Banjir Metode Muskingum – Cunge ... 47
4.3. Pembahasan ... ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 61
5.2. Saran... ... 61
PENUTUP ... xvii
DAFTAR PUSTAKA ... xviii LAMPIRAN
(10)
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai Kritik Q untuk Uji Kepanggahan ... 13
Tabel 2.2. Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi ... 17
Tabel 2.3. Koefisien Kekasaran Manning ... 24
Tabel 4.1. Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Hujan Baturetno dan Watugede ... 31
Tabel 4.2. Data Hujan Tahunan DAS Bengawan Solo Hulu ... 31
Tabel 4.3. Uji Kepanggahan dengan Metode RAPS Sta Watugede ... 33
Tabel 4.4. Uji Kepanggahan dengan Metode RAPS Sta Baturetno ... 33
Tabel 4.5. Nilai Kritik Q untuk Uji Kepanggahan ... 34
Tabel 4.6. Koefisien Thiessen Tiap Stasiun Hujan ... 35
Tabel 4.7. Hujan Daerah Tiap Tahun ... 36
Tabel 4.8. Perhitungan Parameter Statistik ... 37
Tabel 4.9. Uji Validitas ... 37
Tabel 4.10. Pemilihan Jenis Distribusi ... 38
Tabel 4.11. Perhitungan Probabilitas ... 39
Tabel 4.12. Perhitungan Chi Kuadrat(Metode Log Pearson Tipe III)... 40
Tabel 4.13. Perhitungan Nilai ln X... 41
Tabel 4.14 Presentase Sebaran Hujan 4 Jaman ... 42
Tabel 4.15. Hasil Perhitungan Hujan Kala Ulang 2,5 dan 10 Tahun Log Pearson Tipe III ... ... 42
Tabel 4.16. Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang 2 Tahun(Q2) ... 45
Tabel 4.17. Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang 5 Tahun(Q5) ... 46
Tabel 4.18. Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang 10 Tahun(Q10) ... 47
Tabel 4.19. Debit Inflow dari Data Tinggi Muka Air ... 49
Tabel 4.20. Hasil Analisis pada Pias Pertama (Q2 Tahun) ... 51
Tabel 4.21. Debit Maksimum pada Tiap Pias Berdasarkan Jarak (Q2 Tahun) ... 53
Tabel 4.22. Debit Maksimum pada Tiap Pias Berdasarkan Waktu (Q2 Tahun) ... 54
(11)
commit to user
Tabel 4.23. Debit Maksimum pada Tiap Pias
Berdasarkan Jarak (Q5 Tahun) ... 55
Tabel 4.24. Debit Maksimum pada Tiap Pias
Berdasarkan Waktu (Q5 Tahun) ... 56
Tabel 4.25. Debit Maksimum pada Tiap Pias
Berdasarkan Jarak (Q10 Tahun) ... 57
Tabel 4.26. Debit Maksimum pada Tiap Pias
(12)
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pembagian Daerah dengan Cara Poligon Thiessen ... 14
Gambar 2.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 21
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian.. ... 25
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ... 27
Gambar 4.1 Poligon Thiessen DAS Bengawan Solo Hulu ... 35
Gambar 4.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 44
Gambar 4.3 Hidrograf Pias Pertama (Q2 Tahun) ... 52
Gambar 4.4 Hidrograf Hasil Perhitungan Metode Muskingum–Cunge (Q2 Tahun) ... 53
Gambar 4.5 Hubungan Antara Jarak dengan Debit Maksimum (Q2 Tahun)... 54
Gambar 4.6 Hubungan Antara Waktu dengan Debit Maksimum (Q2 Tahun)... 55
Gambar 4.7 Hubungan Antara Jarak dengan Debit Maksimum (Q5 Tahun ... 56
Gambar 4.8 Hubungan Antara Waktu dengan Debit Maksimum (Q5 Tahun)... 57
Gambar 4.9 Hubungan Antara Jarak dengan Debit Maksimum (Q10 Tahun) ... 58
Gambar 4.10 Hubungan Antara Waktu dengan Debit Maksimum (Q10 Tahun) ... 59
(13)
commit to user
DAFTAR NOTASI
= luas daerah tangkapan (km2) = lebar penampang sungai (m) = koefisien limpasan
= konstanta waktu penyimpan (detik) L = panjang sungai (m)
c = kecepatan sebuah gelombang kinematis = tinggi curah hujan rerata areal (mm) = jumlah data, k = 1, 2, 3, …, n
= banyak sampel = waktu (jam)
= faktor berat relatif (penimbang),
= curah hujan harian maksimum (mm/hari) = luas daerah pengaruh pos ke – n (km2)
= luas wilayah (km2)
= tinggi hujan rata-rata tahunan di pos-pos penakar di sekitar X yang dipakai untuk mencari data X yang hilang
= tinggi curah hujan rata-rata di X
= koefisien kemencengan
, , , = parameter penelusuran banjir = simpangan baku
Ef = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i Of = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i
= limpasan sesudah mencapai debit puncak (m3/dt) = debit puncak banjir (m3/dt)
= limpasan sebelum menjadi debit puncak (m3/dt) = debit maksimum (m3/dt),
= harga satuan (mm) = standart deviasi
(14)
commit to user
= kemiringan dasar saluran = nilai komulatif penyimpangan
= tenggang waktu dari permukaan sampai puncak banjir (jam) = lama hujan efektif yang besarnya 0,5 sampai 1 tg
= tenggang waktu penurunan debit dari puncak sampai 30 % dari debit = tinggi curah hujan yang hilang
= Parameter Chi-Kuadrat terhitung = waktu konsentrasi (jam)
= curah hujan rerata maksimum, (mm/hari) α = parameter hidrograf
= interval titik uji (m), ∆t = interval waktu penelusuran
(15)
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sumber daya air di alam ini selain bermanfaat,bisa jadi merugikan manusia jika tidak dikelola dengan baik. Sumber daya air yang tidak terkendali dengan baik bisa menimbulkan banjir. Untuk memperkirakan besarnya debir banjir digunakan suatu metode yang disebut penelusuran banjir.
Penelusuran banjir adalah metode peramalan besarnya debit banjir (hidrograf) pada suatu titik (ruas), melalui alur tampungan (waduk) atau melalui alur sungai yang diperoleh dari hasil pengukuran besarnya debit banjir (hidrograf) dari titik (ruas) lainnya.
Metode penelusuran banjir yang pertama kali dikenal adalah metode Muskingum, dan selanjutnya terjadi pengembangan metode tersebut, yaitu O’Donnel (1985) dan Muskingum-Cunge (1989). Metode Muskingum berlaku untuk model aliran masuk dan keluar tunggal serta pada sungai atau saluran yang uniform, padahal pada kenyataan di alam sungai selalu memiliki anak sungai – anak sungai dan
ununiform. Metode ini menerapkan parameter tampungan (k) dan faktor
pembobot (x) dengan cara konvensional, baru kemudian menerapkan parameter penelusuran (Ci). Setelah nilai k dan x dihitung,maka hidrograf debit pada akhir jangkauan dapat dihitung. Cunge mengembangkan metode Muskingum, dengan hanya berdasar bacaan hidrograf di hulu akan didapatkan hidrograf banjir di hilir, dengan batasan aliran masuk dan aliran keluar.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah tempat presipitasi mengkonsentrasi ke sungai, yang akan dialirkan ke sungai yang lebih besar atau ke badan air yang lebih besar seperti waduk ataupun laut. Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo (DAS Bengawan Solo) terletak di Wonogiri. Di sepanjang sungai utama mengalir beberapa anak sungai. Aliran –aliran dari anak sungai ini dianggap sebagai inflow
(16)
commit to user
dalam analisis penelusuran banjir. Di sekitar sungai terdapat pula waduk yang memberikan kontribusi terhadap debit sungai karena digunakan untuk mengairi sawah (irigasi). Aliran air untuk irigasi dari waduk ini dianggap sebagai outflow
dari aliran sungai dalam tinjauan penelusuran banjir.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana menghitung parameter sungai k dan x? 2. Bagaimana menghitung inflow maksimum DAS? 3. Bagaimana menghitung debit maksimum di titik uji?
1.3.
Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini supaya tidak meluas dalam pembahasan adalah :
1. Tinjauan di DAS Bengawan Solo Hulu di Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3. 2. Data hujan yang digunakan adalah data hujan dari tahun 1999-2011.
3. Analisis dilakukan terhadap debit Q2, Q5,Q10.
4. ∆ penelusuran tiap 3000 meter.
5. Sungai diasumsikan sebagai saluran segiempat dengan luas penampang sama yaitu A.
6. Koefisien Manning (n) bernilai 0,035 di setiap alur utama dan alur samping di sepanjang potongan sungai.
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:
Mengetahui debit maksimum di Bengawan Solo Hulu dengan metode Muskingum-Cunge.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis,
Memberikan suatu informasi ilmu ketekniksipilan, terutama hidrologi berupa model penelusuran banjir dengan menggunakan metode muskingum-cunge di DAS Bengawan Solo Hulu .
(17)
commit to user
2. Manfaat praktis,
nilai k dan x bisa digunakan pada pias Sungai Bengawan Solo Hulu. Selain itu nilai Q2, Q5 dan Q10 juga bisa digunakan.
(18)
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka
Hujan merupakan komponen yang paling penting pada proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) dialihragamkan menjadi aliran di sungai baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (subsurface flow)
atau sebagai aliran air tanah (groundwater) (Sri Harto Br, 1993). Hujan yang jatuh mempunyai intensitas yang tidak sama di tiap daerah , menurut Soemarto,1987: Curah hujan atau input ditentukan oleh intensitas, lama waktu (durasi), dan distribusi curah hujan. Input ini masuk ke dalam sistem DAS dimana terjadi beberapa proses seperti infiltrasi, perkolasi, evapotranspirasi, dan sebagian lain akan menjadi limpasan dan mengalir sebagai output.
Hujan dibagi menjadi empat variasi model hujan yaitu : hujan seragam, hujan yang deras ditengah, hujan deras di akhir dan hujan deras di awal (Suprapto M, 2000). Hubungan hujan dengan waktu disebut hyetograf yang diturunkan dari pola curah hujan DAS tersebut, dimana pola curah hujan tersebut merupakan grafik hubungan antara curah hujan dan waktu (Chow,1988).
Aliran dari hujan yang tidak meresap ke dalam tanah dapat dibuat suatu hidrograf, yaitu suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara debit sungai (sebagai ordinat) dan waktu pengamatan (sebagai absis). Bentuk lengkung hidrograf tergantung dari karakteristik hujan yang mengakibatkan aliran (Subarkah,1978). Karakteristik hidrologi suatu daerah terutama ditentukan oleh keadaan geologi, geografi, dan iklim. Faktor iklim yang membentuk ciri – ciri hidrologi suatu daerah antara lain jumlah dan distribusi presipitasi, pengaruh angin, temperatur, dan kelembaban terhadap evaporasi (Linsley et al,1989).
Analisa hidrograf tersebut ada beberapa cara, salah satunya Metode Rasional dimana Metode Rasional menganggap bahwa intensitas hujan adalah tetap dan
(19)
commit to user
seragam yang akan memberikan debit maksimum ketika semua bagian dari daerah aliran memberikan kontribusi ke aliran keluar dari titik yang ditinjau. Pengembangan dari Metode Rasional dinamakan Metode Time Area merupakan penelusuran lahan secara hidrologi yang merubah hyetograf hujan efektif menjadi hidrograf aliran, dengan memperhitungkan distribusi air di permukaan lahan tanpa memperhitungkan efek dari tampungan di lahan. Metode Time Area didasarkan pada konsentrasi aliran yang merupakan pengembangan metode rasional, tetapi dapat dipakai untuk menghitung debit yang berasal dari hujan kompleks (Ponce,1989).
2.1.1 Hujan
Hujan adalah suatu proses turunnya sejumlah air dari atmosfer ke bumi, air tersebut mengalami siklus atau proses yang dapat membawa air tersebut kembali ke atmosfer yang akhirnya turun ke bumi dan begitu seterusnya.
Air yang jatuh ke permukaan tanah, ke atas vegetasi, permukaan air dan saluran – saluran air berinfiltrasi ke dalam tanah dan menurun (perkolasi) menuju air tanah. Air mengalir melalui permukaan tanah kemudian ke laut dan selanjutnya berevaporasi, kemudian kembali ke permukaan bumi sebagai hujan/presipitasi. Hujan adalah uap yang mengkonsentrasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian siklus hidrologi. Hujan diukur dalam satuan mm atau cm dengan kurun waktu tertentu seperti jam, hari, bulan, dan tahun. Durasi hujan yaitu waktu yang dihitung dari awal kejadian hujan sampai hujan akhir (Ponce,1989). Kedalaman dan durasi hujan sangat bervariasi, tergantung pada letak geografi, cuaca, iklim, dan waktu. Pada umumnya hujan yang deras mempunyai durasi yang pendek, sebaliknya hujan tidak deras mempunyai durasi yang panjang. Dilihat dari frekuensi hujannya, hujan deras mempunyai frekuensi kejadian lebih jarang daripada hujan tidak deras. Kedalam hujan per satu satuan waktu dapat dinyatakan dalam mm/jam yang dinyatakan sebagai intensitas hujan. Hujan kecil mempunyai intensitas hujan <3 mm/jam, hujan sedang 3-10 mm/jam, dan hujan deras >10 mm/jam (Ponce,1989).
Air hujan merupakan salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan oleh manusia dan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Sosrodarsono dan Takeda
(20)
commit to user
(1987) mengemukakan bahwa sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk – lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah – daerah yang rendahm amsuk ke sungai – sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut. Dalam perjalanannya, sebagian air akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah, akan keluar kembali ke sungai – sungai dan disebut aliran intra
(inter flow). Sebagian besar air ini tersimpan sebagai air tanah (ground water). Air yang tersedia di sungai sangat tergantung pada kondisi hidrologi dan karakteristik daerah pengaliran sungai tersebut, seperti curah hujan, iklim, luas DAS (Daerah Aliran Sungai), dan jenis tanah. Aliran yang masuk ke dalam sungai dibedakan sebagai berikut :
1. Aliran langsung, yaitu bagian dari hujan yang langsung masuk ke sungai. 2. Aliran dasar, yaitu hujan yang terinfiltrasi kemudian menuju air tanah, dan
akhirnya mengalir ke sungai.
Ada lima unsur yang perlu ditinjau dalam pembicaraan data hujan (dalam Soemarto, 1987), yaitu :
1. Intensitas hujan I, adalah laju hujan = tinggi air per satuan waktu, misalnya : mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Durasi hujan (duration) t, adalah lamanya curah hujan (durasi dalam menit atau jam.
3. Tinggi hujan h, adalah jumlah atau banyaknya hujan dinyatakan dalam banyaknya ketebalan air diatas permukaan datar, dalam mm.
4. Frekuensi, adalah frekuensi terjadinya, biasanya dinyatakan dengan waktu ulang (return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan. 2.1.1.1 Alat Pengukur Hujan
Banyaknya hujan bisa diukur dengan alat pengukur hujan (rain gauge). Alat pengukur hujan ada dua macam, yaitu :
1. Alat pengukur hujan biasa.
(21)
commit to user
Tujuan pengukuran hujan adalah untuk mengukur banyak dan intensitas hujan yang turun pada permukaan datar, tanpa memperhatikan adanya infiltrasi, pengaliran atau penguapan.
2.1.1.2 Limpasan
Limpasan adalah bagian dari hujan, salju atau perpindahan air yang muncul dalam permukaan yang tak terkontrol, sungai atau tampungan. Limpasan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Limpasan permukaan (surface runoff) yaitu bagian limpasan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran sungai.
2. Limpasan bawah permukaan (subsurface runoff) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Aliran antara (interflow) yaitu air yang berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak secara vertikal melalui horizon – horizon tanah bagian atas menuju sungai. Gerakannya lebih lambat dibandingkan surface runoff.
b. Aliran bawah tanah/air tanah (baseflow) yaitu air hujan yang berperkolasi ke bawah sungai mencapai muka air tanah.
Limpasan dipengaruhi oleh dua faktor yang sangat berbeda yaitu faktor metereologi yang berupa karakteristik curah hujan, dan faktor fisik yang merupakan karakteristik dari daerah tersebut. Faktor karakteristk curah hujan meliputi :
1. Pola hujan
Limpasan pada multi strom lebih besar dibandingkan single strom.
2. Intensitas curah hujan
Curah hujan yang berintensitas tinggi mempunyai limpasan yang lebih besar dibanding hujan dengan intensitas rendah untuk durasi hujan yang sama.
(22)
commit to user
Durasi hujan yang lebih lama menghasilkan limpasan yang lebih besar dibandingkan hujan dengan durasi yang lebih pendek untuk intensitas hujan yang sama.
4. Distribusi hujan
Apabila hanya sebagian dari suatu DAS yang hujan, limpasan yang terjadi lebih kecil jika dibandingkan hujan terdistribusi merata ke semua area DAS. 5. Arah gerak hujan
Arah gerak hujan ke hilir akan mempunyai debit puncak yang lebih besar dibandingkan hujan yang bergerak ke arah hulu.
Faktor fisik meliputi hal – hal sebagai berikut : 1. Tata guna lahan
Pada daerah permukiman, limpasan yang terjadi lebih besar dibandingkan daerah persawahan atau padang rumput. Hal ini dikarenakan air hujan langsung melimpas tanpa adanya infiltrasi.
2. Vegetasi
Semakin rapat vegetasi pada suatu daerah, limpasan yang terjadi semakin kecil dibandingkan dengan daerah yang gersang.
3. Tipe tanah
Kapasitas infiltrasi tergantung dari permeabilitas tanah yang menentukan kapasitas simpanan dan mempengaruhi kemampuan air untuk masuk ke lapisan yang lebih dalam.
4. Kemiringan daerah tangkapan
Daerah dengan kemiringan yang curam akan menghasilkan limpasan yang lebih besar dibandingkan kemiringan yang lebih landai.
5. Bentuk dan luas daerah tangkapan
Bentuk daerah tangkapan mempengaruhi pola limpasan yang terjadi, sedangkan luas daerah tangkapan mempengaruhi jumlah air hujan yang masuk. Keduanya berpengaruh pada lamanya waktu yang dibutuhkan air untik mencapai outlet.
(23)
commit to user
Elevasi muka air adalah elevasi permukaan air pada saluran/ sungai, danau diukur terhadap datum. Tujuan pengukuran elevasi muka air pada umumnya adalah :
1. Meramalkan aliran pada daerah banjir.
2. Merencanakan dimensi bangunan yang akan dibangun pada sungai atau didekatnya.
Pengukuran aliran air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Pengukuran manul (papan duga).
Alat ini mempunyai skala ukuran (biasanya dalam cm) dipasang pada lokasi yang dipilih sehingga sebagian dari mistar/ papan duga itu terendam air.
b. Pengukuran dengan alat pengukur muka air otomatis. 2.1.1.4 Hidrograf Aliran
Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. “Discharge hydrograph” adalah hidrograf yang menunjukkan hubungan antara debit dengan waktu yang menggambarkan tanggapan menyeluruh (integral respon) DAS terhadap masukan tertentu. Hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan. Sedangkan hidrograf yang menunjukkan antara tinggi muka air dengan waktu disebut “ Stage Hydrograph “. Faktor lain yang mempengaruhi hidrograf antara lain :
1. Penutupan Permukaan Tanah.
Penutupan permukaan tanah adalah sejumlah luasan yang berada pada suatu permukaan lahan. Penutupan tersebut mempunyai hubungan erat yaitu dengan semakin banyaknya penutupan maka semakin tinggi pula debit limpasan permukaan yang terjadi dan waktunya juga akan semakin cepat.
2. Jenis tanah.
Permeabilitas tanah atau sering diartikan sebagai daya serap tanah terhadap air mempengaruhi limpasan air yang melewati suatu permukaan tanah. Jenis tanah dengan permeabilitas tinggi mengakibatkan kecilnya limpasan permukaan tanah, sebaliknya tanh yang mempunyai permeabilitas rendah dapat mengalirkan air lebih besar.
(24)
commit to user
3. Kemiringan permukaan tanah
Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, dengan dasar itu secara logika kita dapat mengetahui semakin besar kemiringan suatu daerah tangkapan makan semakin besar pula limpasan permukaannya.
2.1.2 Banjir
Permasalahan banjir akibat hujan lokal dan rob merupakan permasalahan yang laten.
Banjir adalah merupakan suatu keadaan sungai dimana aliran airnya tidak tertampung oleh palung sungai, karena debit banjir lebih besar dari kapasitas sungai yang ada.
Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat dikategorikan menjadi dua hal, yaitu karena sebab – sebab alami dan karena tindakan manusia. Penyebab alami terjadinya banjir diantaranya :
Curah hujan
Pada musim penghujan curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai, maka akan timbul banjir atau genangan .
Pengaruh fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, dan kemiringan. Daerah Aliran Sungai (DAS), kemiringan sungai, Geometri hidrolik (Bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai .
Erosi dan sedimentasi
Erosi di DAS berpengaruh terhadap kapasitas penampungan sungai, karena tanah yang tererosi pada DAS tersebut apabila terbawa air hujan ke sungai akan mengendap dan menyebabkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi akan mengurangi kapasitas sungai dan saat terjadi aliran yang melebihi kapasitas sungai dapat menyebabkan banjir.
(25)
commit to user
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi dasar sungai dan tebing sungai yang berlebihan, karena tidak adanya vegetasi penutup.
Pengaruh air pasang
Air laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi, maka tinggi genangan/banjir menjadi lebih tinggi karena terjadi aliran balik (back water).
Penyebab banjir akibat tindakan manusia diantaranya :
Perubahan kondisi daerah pengaliran sungai
Perubahan DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota dan perubahan tata guna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena berkurangnya daerah resapan air dan sediment yang terbawa ke sungai akan memperkecil kapasitas sungai yang mengakibatkan meningkatnya aliran banjir.
Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di bantaran sungai merupakan penghambat aliran sungai.
Sampah
Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran.
2.1.3 Penelusuran Banjir
Penelusuran banjir (flood routing) merupakan prosedur matematika untuk menentukan dan memprediksi perubahan debit aliran dan ketinggian muka air akibat banjir pada satu atau beberapa titik pada suatu ruas aliran sungai. Model penelusuran banjir (flood routing) didasarkan pada persamaan differensial parsial yang memungkinkan untuk menghitung debit aliran dan ketinggian muka air sebagai fungsi dari ruang dan waktu.
Penelusuran banjir adalah metode peramalan besarnya debit banjir (hidrograf) pada suatu titik (ruas), melalui alur tampungan (waduk) atau melalui alur sungai
(26)
commit to user
yang diperoleh dari hasil pengukuran besarnya debit banjir (hidrograf) dari titik (ruas) lainnya (Lily Montarcih L, 2010).
Penelusuran banjir merupakan hitungan hidrograf banjir di suatu lokasi sungai yang didasarkan pada hidrograf banjir di lokasi lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai dengan tujuan : (1) mengetahui hidrograf banjir suatu lokasi yang tidak mempunyai pengamatan muka air, (2) peramalan banjir jangka pendek, (3) perhitungan hidrograf banjir hilir berdasar hidrograf hulu. (Sobriyah dan Sudjarwadi, 2000).
Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai merupakan aliran tidak lunak (non steady flow), maka dapat dicari penyelesaiannya. Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar alirannya akan sulit. Dengan menggunakan karakteristik atau finite difference akan dapat diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang sangat besar.
2.1.3.1 Macam – macam metode penelusuran banjir
Metode penelusuran banjir yang telah dikembangkan menurut tingkat kerumitannya dibagi menjadi tiga kelompok,yaitu :
a. Metode penelusuran banjir secara hidrologi, meliputi penelusuran waduk
(reservoir routing), penelusuran aliran sungai atau saluran (stream or channel routing).
b.Metode penelusuran berdasarkan persamaan convection diffusion.
c. Metode penelusuran secara hidrolik, yaitu berdasarkan pada persamaan numerik dan kontinuitas.
2.1.3.1.1 Penelusuran Banjir Melalui Sungai
Sungai merupakan suatu aliran terbuka dengan ukuran geometri berubah dengan waktu, tergantung pada debit, material dasar dan tebing, serta jumlah dan jenis sedimen yang terangkut oleh aliran. Pengaruh debit dan angkutan sedimen yang tidak selalu tetap dapat mengakibatkan transport sedimen berhenti. Hal tersebut terjadi sepanjang alur sungai, akhirnya erosi dan endapan yang terjadi dapat mempengaruhi morfologi sungai dan perlahan-lahan akan mempengaruhi
(27)
commit to user
kestabilan sistem. Perubahan geometri sungai sangat berpengaruh pada hidrolika aliran yang akibatnya dapat mengganggu bangunan-bangunan yang ada di sungai. Penelusuran banjir di sungai dan penerapan metode tertentu untuk menganalisis banjir, terkadang memiliki hasil yang tidak sama. Hal ini disebabkan karena setiap metode mempunyai asumsi yang berbeda, namun yang paling penting adalah dilakukannya kalibrasi untuk setiap metode penelusuran banjir agar metode tersebut dapat digunakan dengan akurat (Lily Montarcih L, 2010) .
2.2
Dasar Teori
2.2.1 Kepanggahan
Penelitian ini menggunakan metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) dalam menentukan kepanggahan data.
Tabel 2.1 Nilai Kritik Q Untuk Uji Kepanggahan
Jumlah
Data Q/√ (n)
N 90% 95% 99%
10 1,050 1,140 1,29 13 1,065 1,164 1,329 20 1,100 1,220 1,42 30 1,120 1,240 1,46 40 1,130 1,260 1,50 50 1,150 1,270 1,52 100 1,170 1,290 1,55 Sumber: Bambang Triatmodjo,2008 2.2.2 Data hujan
Suripin (2004) menerangkan bahwa data hujan yang diperoleh dari satu stasiun hujan tertentu merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu titik saja (point rainfall), maka hujan titik tersebut harus diubah menjadi hujan daerah. Penelitian ini menggunakan metode Thiessen dalam mengubah hujan titik menjadi hujan daerah.
(28)
commit to user
Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penekar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 – 5000 km2 (Sri Harto, 1993).
Gambar 2.1 Pembagian Daerah dengan Cara Poligon Thiessen Rumus metode Thiessen :
n n n A A A A p A p A p A p A p ... ... 3 2 1 3 3 2 2 1 1 2.1 n nW p W p W p W p
p 1 1 2 2 3 3 ...
2.2
dengan :
p = curah hujan rata – rata (mm),
p1,p2,p3,pn = curah hujan masing – masing stasiun (mm),
W1,W2,W3,Wn = faktor bobot masing – masing stasiun yaitu % daerah
pengaruh terhadap luas keseluruhan. 2.2.4 Pengukuran Dispersi
Dispersi atau variasi adalah besarnya derajat atau besarnya varian disekitar nilai rata–ratanya. Pengukuran dispersi dilakukan terhadap data untuk mengetahui karakteristik data.
Adapun cara pengukuran dispersi antara lain :
(29)
commit to user
Umumnya ukuran dispersi yang paling banyak digunakan adalah deviasi standart (standart deviation) dan varian (variance). Varian digunakan untuk menghitung nilai kuadrat dari deviasi standar. Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai standar devioasi akan besar, tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka standar deviasi akan kecil.
Rumus : 5 , 0 2 1 1 n X x S n i i 2.3 dengan :
S = standar deviasi, xi = nilai varian,
X = curah hujan rata – rata, n = jumlah data.
2.2.4.2Koefisien Skewness (Cs)
Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan (asymetry) dari suatu bentuk distribusi. Umumnya ukuran kemencengan dinyatakan dengan besarnya koefisien kemencengan (coefficient of skewness). Rumus : n i i X x S n n n Cs 1 3 3 2 1 2.4 dengan:
Cs = koefisien kemencengan, Xi = nilai varian,
X= nilai rata-rata, n = jumlah data, S = standar deviasi.
(30)
commit to user
Koefisien variasi (variation coefficient) adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung dari suatu distribusi.
Rumus :
X S
Cv 2.5
dengan :
Cv = koefisien variasi, S = standar deviasi,
X= nilai rata-rata.
2.2.4.4Koefisien Kurtosis (Ck)
Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.
Rumus :
n
i
i X
x S n n n
n Ck
1
4 4
2
3 2 1
2.6
dengan :
Ck = koefisien kurtosis, Xi = nilai varian,
X= nilai rata-rata, n = jumlah data, S = standar deviasi.
2.2.5 Pemilihan Jenis Sebaran
Bambang Triadmodjo (2008) memberikan penentuaan jenis analisis distribusi berdasarkan parameter statistik sebagai berikut .
Tabel 2.2 Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi
(31)
commit to user 1 Normal Cs = 0
Ck = 3
2 Log Normal Cv3+3Cv Cs (ln x) = 0 Cv8+6Cv6+ 15Cv4+16Cv2+3 Ck (ln x) = 3 3 Gumbell Cs = 1,14
Ck = 5,4
4 Log Pearson Tipe III Jika semua syarat tidak terpenuhi
2.2.5.1Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal banyak digunakan untuk menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan. Distribusi normal atau kurva normal disebut pula Distribusi Gauss.
Rumus :
S k X
Xt rt . 2.7
dengan :
Xt = curah hujan rencana,
Xrt = curah hujan rata-rata,
k = koefisien distribusi normal, S = standar deviasi.
2.2.5.2Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal, merupakan hasil transformasi dari Distribusi Normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi nilai logaritmik varian X.
Rumus :
S k LogX
LogXt rt .
t LogX t
X 10 2.8
dengan :
Xt = curah hujan rencana,
Xrt = curah hujan rata-rata,
k = koefisien distribusi normal, S = standar deviasi.
(32)
commit to user
Distribusi Gumbell digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekuensi banjir.
Rumus :
S S
Y Y X X
n n rt
t .
2.9
dengan :
Xt = curah hujan rencana,
Xrt = curah hujan rata-rata,
S = standar deviasi, Sn = standar deviasi ke –n,
Y = koefisien distribusi Gumbell, Yn = koefisien distribusi Gumbell ke –n.
2.2.5.4Distribusi Log Pearson Tipe III
Distribusi Log-Pearson tipe III banyak digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai extrim. Bentuk Distribusi Log-Pearson tipe III merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson tipe III dengan menggantikan varian menjadi nilai logaritmik.
Rumus :
S k LogX
LogXt rt .
t LogX t
X 10 2.10
dimana :
Xt = curah hujan rencana,
Xrt = curah hujan rata-rata,
k = koefisien distribusi log pearson, S = standar deviasi.
2.2.6 Koefisien Limpasan (C)
Koefisien limpasan (C) merupakan suatu bilangan yang merupakan nilai perbandingan antara laju debit puncak dengan intensitas hujan yang dipengaruhi
(33)
commit to user
oleh berbagai faktor seperti laju infiltrasi, keadaan tata guna lahan atau tutupan lahan, intensitas hujan, dan kemampuan tanah menahan air (Asdak, 2004). c =
I f
I 2.11
2.2.7 Pengujian Kecocokan Sebaran (Uji Chi Kuadrat)
Pengujian chi kuadrat dilakukan dengan menggunakan parameter χ2, dengan rumus sebagai berikut :
K
i Ef
Of Ef
1
2
2 2.12
dengan : χ2
= harga Chi - kuadrat terhitung, K = banyaknya kelas,
Of = frekuensi terbaca pada setiap kelas,
Ef = frekuensi yang diharapkan untuk setiap kelas. Nilai χ2 hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai χ2
kritis (telah ditetapkan). 2.2.8 Debit Banjir Rencana
Cara untuk menghitung debit banjir rencana adalah sebagai berikut : 2.2.8.1Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu
Hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Metode hidrograf satuan sintetik dalam penelitian ini menggunakan metode Nakayasu yang merupakan hidrograf satuan sintetik yang sering digunakan pada sungai di pulau Jawa.
Hidrograf satuan sintetik Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di Jepang (Soemarto, 1987). Namun dengan karakteristik sungai yang hampir sama antara Jepang dan Indonesia, maka hidrograf satuan sintetik ini banyak diterapkan di Indonesia.
(34)
commit to user ) . 3 , 0 .( 6 , 3 . 3 , 0 T T R A Q p o p 2.13 dengan : p
Q = debit puncak banjir (m3/dtk), A = luas daerah maksimum (km2),
o
R = hujan satuan,
p
T = waktu mencapai debit puncak, 3
, 0
T = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit,dari puncak sampai 30% dari debit puncak.
Untuk menentukan Tp dan T0,3digunakan pendekatan rumus sebagai berikut : p
T = tg + 0,8 tr 2.14
3 , 0
T = α tg 2.15
tr = 0,5 tg sampai 1 tg 2.16
Sedangkan tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam) yang dihitung dengan ketentuan :
Sungai dengan panjang alur L > 15 km :
tg = 0,4 + 0,058 L 2.17
Sungai dengan panjang alur L < 15 km :
tg = 0,21 L0,7 2.18
α adalah parameter hidrograf dengan ketentuan : α = 2 => pada daerah pengaliran biasa
α = 1,5 => pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat α = 3 => pada bagian naik hidrograf cepat, turun lambat
(35)
commit to user
Gambar 2.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Menurut Bambang Triatmodjo (2008) bentuk hidrograf satuan Nakayasu dapat digambar dengan mengikuti persamaan sebagai berikut :
1. Pada waktu naik : 0 < t < Tp
p p t Q T t Q 24 , 0 2.19 2. Pada kurva turun (decreasing limb)
a. Selang nilai : 0 ≤ t ≤ (Tp + T0,3)
3 , 0 3 , 0 . ) ( T T t p t p Q Q 2.20
b. Selang nilai : (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
3 , 0 3 , 0 . 5 , 1 5 , 0 )
( .0,3
T T T t p t p Q Q 2.21
c. Selang nilai t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
3 , 0 3 , 0 . 0 , 2 5 , 1 )
( .0,3
T T T t p t p Q Q 2.22
(36)
commit to user
Hidrograf banjir dihitung dengan persamaan sebagai berikut : n
i
i n
k UiP
Q
1
) 1 (
. 2.23
2.2.9 Metode Muskingum
Beberapa metode penelusuran banjir mengacu prinsip hidrologi yang didasarkan pada persamaan kontinuitas. Metode ini mengabaikan pengaruh dinamik pada suatu gelombang banjir. Oleh karena itu metode penelusuran banjir yang didasarkan prinsip hidrolika lebih baik hasilnya. Analisis Cunge (1969) menunjukkan bahwa penelusuran Muskingum yang berdasarkan prinsip hidrologi, merupakan suatu teknik penelusuran tampungan yang bisa ditingkatkan untuk melibatkan pengaruh dinamik sampai tingkat tertentu dengan pemilihan parameter– parameter yang tepat.
Penelusuran aliran sungai yang telah dikembangkan oleh metode Muskingum menghasilkan keluaran yang cukup baik. Namun dalam menentukan parameter penelusurannya, diperlukan data hidrograf masukan dan keluaran. Cunge mengembangkan metode tersebut dalam menentukan parameter penelusurannya dan hanya dibutuhkan satu data hidrograf aliran di hulu. Dengan melakukan penelusuran model Muskingum - Cunge non linier, dan menetapkan nilai parameter penelusuran yang berubah menurut besarnya debit masukan, akan dihasilkan (1) debit maksimum keluaran dengan nilai parameter penelusuran yang konstan dan (2) untuk penelusuran non linier, kenaikan hidrografnya nampak lebih terjal dibandingkan penurunan yang lebih landai.
2.2.10 Pengembangan Metode Muskingum
2.2.10.1 Metode Muskingum - Cunge (Ponce,1989)
Cunge (1969) menganalisa metode Muskingum dan mengembangkannya, sehingga muncul metode Muskingum – Cunge. Dengan metode ini hanya dengan berdasar hidrograf bacaan hidrograf di hulu akan diperoleh hidrograf banjir di hilir.
Menurut Lily Montarcih (2010) penghitungan koefisien Muskingum-Cunge dirumuskan sebagai berikut :
(37)
commit to user k = c x 2.24 x = 2 1 x c So B Q . . . 1 2.25 C1 = ) 1 ( 2 2 x K t x K t C2 = ) 1 ( 2 2 x K t x K t C3 = ) 1 ( 2 ) 1 ( 2 x K t K t x C4 = ) 1 ( 2 2 x K t K t 2.26
Sehingga diperoleh persamaan Muskingum-Cunge : 1
1 n j
Q = C1Qnj C2Qnj 1 C3Qjn1 C4QL 2.27
Karena tidak ada lateral flow, maka QL = 0. Persamaan Muskingum-Cunge
menjadi : 1 1 n j
Q = C1Qnj C2Qjn 1 C3Qjn1 2.28
Tabel 2.3 Koefisien Kekasaran Manning
Karakteristik sungai di dataran Koefisien kekasaran Manning Minimum Normal Maksimum
(38)
commit to user Bersih,lurus,tingkat penuh,tak ada kolam
0.025 0.030 0.033 Bersih,lurus,tingkat penuh,tak ada
kolam,banyak batu dan gulma 0.030 0.035 0.040 Bersih,berlekuk,beberapa kolam dan beting
0.033 0.040 0.045 Bersih,berlekuk,beberapa kolam dan
beting,banyak batu dan gulma 0.015 0.040 0.045 Bersih,berlekuk,beberapa kolam dan
beting,banyak batu dan gulma,tingkat lebih rendah,lebih banyak lereng,tidak efektif dan bagian - bagian
0.040 0.048 0.055 Bersih,berlekuk,beberapa kolam dan beting,
gulma dan banyak batu 0.045 0.050 0.060
Sungai lembam,kolam – kolam dalam 0.050 0.070 0.080 Sungai sangat bergulma,kolam dalam,atau
jalur banjir dengan hutan lebat tumbuhan bawah
0.075 0.100 0.150 (Sumber : Chow,1959)
Untuk menghitung debit inflow digunakan rumus dari Data Sungai Bengawan Solo yaitu :
Q = A (TMA-ho)b 2.29
dengan :
Q = debit inflow, A = 28,452
TMA = tinggi muka air, ho = -1,195
b = 2
(39)
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo Hulu, terletak di daerah Wonogiri.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
3.2.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah :
1. Peta DAS Bengawan Solo Hulu skala 1:25000 dari FKIP UNS Jurusan Pendidikan Geografi.
2. Data curah hujan pada tahun 1999- 2011 yang diperoleh dari Perusahaan Umum Jasa Tirta 1 Kabupaten Wonogiri.
3. Data curah hujan pada tahun 1999 – 2011 yang diperoleh dari Dinas Pengairan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Wonogiri.
3.3.
Jenis Penelitian
Metode Penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif kuantitatif. Sedangkan metode analisisnya adalah dengan menggunakan metode Muskingum Cunge. Dengan metode ini penelusuran bisa dilakukan dengan hanya berdasar bacaan
(40)
commit to user
hidrograf di hulu akan didapatkan hidrograf banjir di hilir, dengan batasan aliran masuk dan aliran keluar.
3.4
Prosedur Penelitian
Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap persiapan
Tahap dimaksudkan untuk mempermudah jalannya penelitian, seperti pengumpulan data, analisis, dan penyusunan laporan.
Tahap persiapan meliputi: a. Studi Pustaka
Studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan arahan dan wawasan sehingga mempermudah dalam pengumpulan data, analisis data maupun dalam penyusunan hasil penelitian.
b. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk mengetahui dimana lokasi atau tempat dilakukannya pengumpulan data yang diperlukan dalam penyusuan penelitian. 2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data yang dimiliki oleh Kantor Balai Besar Penelitian Sungai Bengawan Solo yang mengelola permasalahan yang berhubungan dengan Sungai Bengawan Solo tersebut.
3.4.1 Mengolah Data
Setelah mendapatkan data yang diperlukan, langkah selanjutnya adalah pengolahan data tersebut. Pada tahap pengolahan atau menganalisis data dilakukan dengan menghitung data yang ada dengan rumus yang sesuai.
Hasil dari suatu pengolahan data digunakan kembali sebagai data untuk menganalisis yang lainnya dan berlanjut seterusnya sampai mendapatkan hasil akhir tentang penelusuran banjir tahunan di DAS Bengawan Solo Hulu. Adapun urutan dalam analisis data dapat dilihat pada diagram alir pada Gambar 3.2 berikut.
(41)
commit to user
3.4.2 Penyusunan Laporan
Seluruh data atau informasi yang telah terkumpul kemudian diolah atau dianalisis dan disusun untuk mendapatkan hasil akhir yang dapat mengetahui prediksi banjir tahunan yang mungkin terjadi di DAS Bengawan Solo Hulu.
Langkah – langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ya MULAI
Data :
-Peta DAS Bengawan Solo Hulu -Peta stasiun hujan Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3
-Data hujan harian stasiun hujan di Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3
Penentuan data hujan harian maksimum tahunan
Perhitungan metode RAPS
Pemanggahan dengan metode RAPS
B Tidak
Uji Metode RAPS
(42)
commit to user
B
Perhitungan koefisien Thiessen
Transformasi hujan harian menjadi hujan daerah Thiessen
Perhitungan parameter statistik S,Cv,Ck,dan Cs
Pemilihan jenis distribusi hujan berdasarkan nilai S,Cs,Ck, dan Cv : - Gumbell - Log Normal - Normal - Log Pearson III
Uji kecocokan distribusi data hujan (Uji Chi kuadrat)
Perhitungan hujan kala ulang P2,P5, dan P10 sesuai jenis distribusi yang dihasilkan
Perhitungan unit HSS Nakayasu untuk Q2,Q5, dan Q10
C
Perhitungan data fisik DAS (luas dan tata guna lahan) dan panjang sungai Perhitungan koefisien pengaliran (C)
(43)
commit to user
Gambar 3.2. Diagram Alir Penelitian C
Pembagian 9 pias model Sungai Bengawan Solo Hulu
Perhitungan parameter sungai yang mempunyai karakteristik sama dengan Sungai
Bengawan Solo Hulu
Memasukkan Q2,Q5, dan Q10 sebagai data
debit masukan pada perhitungan muskingum-cunge
Perhitungan penelusuran banjir dengan metode muskingum-cunge di tiap pias
Persamaan model pada debit maksimum di tiap pias
(44)
commit to user
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1.
Umum
Sungai Bengawan Solo Hulu terletak di Wonogiri. Panjang sungai Bengawan Solo Hulu kurang lebih 27 km, dan luas catchment areanya kurang lebih 200 km2. Sungai Bengawan Solo Hulu merupakan sungai utama yang bermuara ke dalam Waduk Wonogiri. Letak Sungai Bengawan Solo Hulu yang yang relatif agak tinggi dari daerah sekitarnya sering mengakibatkan banjir, sehingga ini merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
4.2.Analisis
4.2.1.Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data curah hujan dari tahun 1999 – 2011 sebagai data awal. Data curah hujan diperoleh dari Perusahaan Umum Jasa Tirta I dan Dinas Pengairan, Energi dan Sumber Daya Sumber Mineral Kabupaten Wonogiri.
Penelitian ini menggunakan data hujan di stasiun hujan Baturetno dan Watugede. Pemilihan kedua stasiun tersebut sehubungan dengan ketersediaan data di dua stasiun tersebut.
4.2.2. Penyiapan Seri Data Curah Hujan
Pengolahan data curah hujan dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 1999 – 2011 di stasiun curah hujan Baturetno dan Watugede. Pengolahan data diawali dengan cara memilih data hujan termaksimum tiap tahun (data curah hujan harian maksimum). Data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.1.
(45)
commit to user
Tabel 4.1. Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Hujan Baturetno dan Watugede
No Tahun Stasiun Hujan (mm) Baturetno Watugede
1 1999 78 143
2 2000 73 143
3 2001 53 109
4 2002 96 67
5 2003 110 50
6 2004 94 55
7 2005 56 85
8 2006 123 87
9 2007 163 87
10 2008 69 68
11 2009 73 98
12 2010 87 97
13 2011 67 97
4.2.3. Uji Kepanggahan Data Hujan
Uji kepanggahan data menggunakan uji RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums). Pengujian data dilakukan pada data curah hujan tahunan.
Tabel 4.2 Data Hujan Tahunan DAS Bengawan Solo Hulu Tahun Hujan Tahunan (mm/tahun)
Baturetno Watugede
1999 2159 2667
2000 1625 2477
2001 1437 2010
2002 430 647
2003 1042 347
2004 825 868
2005 671 1061
2006 1235 1867
2007 500 530
2008 927 1198
2009 845 2407
2010 2014 1911
(46)
commit to user
Uji kepanggahan yang dilakukan memberikan hasil bahwa kedua stasiun, yaitu Baturetno dan Watugede mempunyai data yang panggah dan bisa digunakan untuk analisis. Contoh perhitungan metode RAPS di stasiun Watugede tahun 1999 adalah :
Intensitas hujan (i) tahun 1999 = 2667
SK = (intensitas hujan stasiun Watugede
tahun 1999 – rerata intensitas hujan selama 13 tahun)
= 2667/ 1670 = 997
Kum SK = 997
SK** = (Kum SK/Standar deviasi)
= (997/997,3609) = 1,000
Kum SK** = 1,000
Absolut = 1,000
Q abs maks = nilai absolut maksimal dari tahun 1999 sampai tahun 2011
= 3,036
Q/√ (n) = 3,036 /√ 13
(47)
commit to user
Tabel 4.3 Uji Kepanggahan dengan Metode RAPS Sta Watugede
Tahun i Sk Kum Sk Sk** Kum** Absolut 1999 2667,000 997,000 997,000 1,000 1,000 1,000 2000 2477,000 807,000 1804,000 0,809 1,809 1,809 2001 2010,000 340,000 2144,000 0,341 2,150 2,150
2002 647,000
-1023,000 1121,000 -1,026 1,124 1,124
2003 347,000
-1323,000 -202,000 -1,327 -0,203 0,203 2004 868,000 -802,000 -1004,000 -0,804 -1,007 1,007 2005 1061,000 -609,000 -1613,000 -0,611 -1,617 1,617 2006 1867,000 197,000 -1416,000 0,198 -1,420 1,420
2007 530,000
-1140,000 -2556,000 -1,143 -2,563 2,563 2008 1198,000 -472,000 -3028,000 -0,473 -3,036 3,036 2009 2407,000 737,000 -2291,000 0,739 -2,297 2,297 2010 1911,000 241,000 -2050,000 0,242 -2,055 2,055 2011 3720,000 2050,000 0,000 2,055 0,000 0,000 Jumlah 21710,000
Rerata 1670,000
SD 997,361
N 13
Q Abs
3,036
<
Nilai
Kriktik Keterangan Maks
Abs
(Q/√n) 0,842 1,164 Panggah
Tabel 4.4 Uji Kepanggahan dengan Metode RAPS Sta Baturetno
Tahun i Sk* Kum Sk* Sk** Kum Absolut 1999 2159 981,308 981,308 1,767 1,767 1,767 2000 1625 447,308 1428,615 0,805 2,572 2,572 2001 1437 259,308 1687,923 0,467 3,039 3,039 2002 430 -747,692 940,231 -1,346 1,693 1,693 2003 1042 -135,692 804,538 -0,244 1,448 1,448 2004 825 -352,692 451,846 -0,635 0,813 0,813 2005 671 -506,692 -54,846 -0,912 -0,099 0,099 2006 1235 57,308 2,462 0,103 0,004 0,004 2007 500 -677,692 -675,231 -1,220 -1,216 1,216
(48)
commit to user
2008 927 -250,692 -925,923 -0,451 -1,667 1,667 2009 845 -332,692 -1258,615 -0,599 -2,266 2,266 2010 2014 836,308 -422,308 1,506 -0,760 0,760 2011 1600 422,308 0,000 0,760 0,000 0,000 Jumlah 15310,000
Rerata 1177,692
SD 555,481
N 13
Q Abs
3,039
<
Nilai
Kriktik Keterangan Maks
Abs
(Q/√n) 0,842 1,164 Panggah
Dari hasil perhitungan diatas kemudian dicari nilai kritik pada tabel 2.1. Tabel 4.5 Nilai Kritik Q untuk Uji Kepanggahan
n 90 % 95 % 99 %
13 1,065 1,164 1,329
Karena 0,842 < titik kritik panggah maka data hujan di stasiun Watugede dan Baturetno panggah
4.2.4.Poligon Thiessen
Transformasi hujan titik menjadi hujan daerah dengan menggunakan poligon Thiessen. Metode ini sering dipakai di Indonesia terkait dengan ketersediaan data pada stasiun baturetno dan Watugede dan metode ini memperhatikan jarak antar stasiun hujan.
Data curah hujan masing – masing stasiun diubah menjadi hujan daerah dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Posisi dari tiap stasiun hujan diplot ke dalam peta DAS Bengawan Solo Hulu kemudian plot garis yang menghubungkan kedua stasiun hujan.
(49)
commit to user
4.2.4.1Perhitungan Koefisien Thiessen
Hasil pengeplotan poligon Thiessen DAS Bengawan Solo Hulu dengan stasiun hujan Baturetno dan Watugede menghasilkan koefisien Thiessen untuk tiap stasiun hujan. Perhitungan koefisien Thiessen dilakukan dengan membandingkan antara luas poligon Thiessen untuk tiap stasiun hujan dan luas total DAS Bengawan Solo Hulu. Contoh perhitungan koefisien Thiessen untuk poligon Baturetno adalah :
Luas poligon stasiun hujan Baturetno = 110,752 km2. Luas DAS Bengawan Solo Hulu = 205,529 km2. Koefisien Thiessen Baturetno = 110,752 / 205,529
= 0,539. Tabel 4.6 Koefisien Thiessen Tiap Stasiun Hujan
Stasiun hujan Luas Koef Thiessen
Baturetno 110,752 0,539
Watugede 94,777 0,461
Jumlah 205,529 1
4.2.5.Hujan daerah
Koefisien Thiessen digunakan sebagai pengali dalam perhitungan hujan daerah. Hujan daerah mewakili hujan yang terjadi di seluruh DAS Bengawan Solo Hulu.
Gambar 4.1 Poligon Thiessen DAS Bengawan Solo Hulu
(50)
commit to user
Tabel 4.7 Hujan Daerah Tiap Tahun
No Tahun Baturetno Watugede Hujan daerah
0,539 0,461
1 1999 78 143 107,965
2 2000 73 143 105,270
3 2001 53 109 78,816
4 2002 96 67 82,631
5 2003 110 50 82,340
6 2004 94 55 76,021
7 2005 56 85 69,369
8 2006 123 87 106,404
9 2007 163 87 127,964
10 2008 69 68 68,539
11 2009 73 98 84,525
12 2010 87 97 91,610
13 2011 67 97 80,830
Contoh perhitungan hujan daerah pada tahun 1999 adalah : Hujan titik tahun 1999 di stasiun hujan Baturetno = 78 Hujan titik tahun 1999 di stasiun hujan Watugede = 143
Hujan daerah tahun 1999 = (78 x 0,539) + (143 x 0,461)
= 107,965 4.2.6.Perhitungan Parameter Statistik
Perhitungan parameter dilakukan terhadap hujan daerah yang dihasilkan pada tabel 4.7. Parameter yang dilakukan adalah perhitungan dispersi data yaitu deviasi standar (S), koefisien Skewness (Cs), koefisien variasi (Cv), dan koefisien kurtosis(Ck). Perhitungan dilakukan berdasarkan Rumus 2.3 – 2.6.
Hasil perhitungan digunakan dalam menentukan jenis distribusi data sesuai nilai S,Cv,Ck, dan Cs yang dihasilkan.
(51)
commit to user
Tabel 4.8 Perhitungan Parameter Statistik No Tahun R24 Max X - Xbar (X - Xbar)
2
(X - Xbar) 3
(X - Xbar) 4
1 1999 67,540 -1,298 1,685 -2,186 2,838 2 2000 93,951 25,113 630,667 15837,980 397740,401 3 2001 64,263 -4,575 20,930 -95,753 438,062 4 2002 54,049 -14,789 218,712 -3234,519 47835,046 5 2003 82,340 13,502 182,306 2461,511 33235,507 6 2004 50,666 -18,172 330,219 -6000,710 109044,448 7 2005 39,185 -29,653 879,296 -26073,692 773161,187 8 2006 78,283 9,445 89,209 842,590 7958,331 9 2007 127,964 59,126 3495,893 206698,437 12221267,674 10 2008 37,191 -31,647 1001,528 -31695,271 1003057,814 11 2009 60,553 -8,285 68,640 -568,677 4711,443 12 2010 76,518 7,680 58,984 452,998 3479,063 13 2011 62,390 -6,448 41,576 -268,077 1728,540 Jumlah 894,893 0,000 7019,644 158354,631 14603660,354
Dari Tabel 4.8 didapat nilai :
Rata-rata (Xbar ) = 68,84
Standar deviasi (S) = 24,19 Koefisien varian (Cv) = 0,35 Koefisien skewness (Cs) = 1,10 Koefisien kurtosis (Ck) = 1,96
Tabel 4.9 Uji Validitas
No Tahun ln R24 Max X - Xbar (X - Xbar) 2
(X - Xbar) 3
(X - Xbar) 4
1 1990 4,213 0,035 0,001 0,000 0,000 2 1991 4,543 0,365 0,133 0,049 0,018 3 1992 4,163 -0,015 0,000 0,000 0,000 4 1993 3,990 -0,188 0,036 -0,007 0,001 5 1994 4,411 0,233 0,054 0,013 0,003 6 1995 3,925 -0,253 0,064 -0,016 0,004 7 1996 3,669 -0,509 0,260 -0,132 0,067 8 1997 4,360 0,182 0,033 0,006 0,001 9 1998 4,852 0,674 0,454 0,306 0,206 10 1999 3,616 -0,562 0,316 -0,178 0,100 11 2000 4,103 -0,075 0,006 0,000 0,000
(52)
commit to user
12 2001 4,338 0,160 0,025 0,004 0,001 13 2002 4,133 -0,045 0,002 0,000 0,000 Jumlah 54,315 0,000 1,384 0,043 0,401
Dari Tabel 4.9 didapat nilai :
Rata-rata (Xbar ) = 4,18
Standar deviasi (S) = 0,34 Koefisien varian (Cv) = 0,08 Koefisien skewness (Cs) = 0,11 Koefisien kurtosis (Ck) = 0,23
Dari perhitungan parameter statistik berdasarkan Tabel 4.8 dan tabel 4.9 kemudian disesuaikan dengan syarat pada tabel 2.2 maka jenis distribusi data yang digunakan adalah Log Pearson tipe III.
Tabel 4.10 Pemilihan Jenis Distribusi Jenis
Distribusi
Syarat Hasil Keputusan
Normal Cs = 0 Ck = 3
Cs = 1,10 Ck = 1,96
Tidak Log
Normal
Cv3+3Cv Cs (ln x) = 0 Cv8+6Cv6+ 15Cv4+16Cv2+3 Ck (ln x) = 3
Cs = 0,11 Ck = 0,23
Tidak Gumbell Cs = 1,14
Ck = 5,4
Cs = 1,10 Ck = 1,96
Tidak Log
Pearson Tipe III
Jika semua syarat tidak terpenuhi Cs = 0,11 Ck = 0,23
Ya
4.2.7.Uji Chi Kuadrat
Sebelum melakukan uji chi kuadrat diperlukan perhitungan probabilitas yang dapat dilihat pada Tabel 4.11.
(53)
commit to user
Tabel 4.11 Perhitungan Probabilitas
No
X Sn
Log Xi G Pr P (x) [Sn (x) - P (x)]
(mm) (%)
1 37,182 7,143 1,570 -1,656 95,296 4,704 2,439 2 39,197 14,286 1,593 -1,500 103,698 -3,698 17,984 3 50,653 21,429 1,705 -0,745 76,337 23,663 2,235 4 54,037 28,571 1,733 -0,555 69,437 30,563 1,992 5 60,549 35,714 1,782 -0,220 57,294 42,706 6,992 6 62,389 42,857 1,795 -0,132 54,101 45,899 3,042 7 64,274 50,000 1,808 -0,044 50,895 49,105 0,895 8 67,559 57,143 1,830 0,103 45,739 54,261 2,881 9 76,523 64,286 1,884 0,470 27,996 72,004 7,718 10 78,270 71,429 1,894 0,536 11,733 88,267 16,838 11 82,332 78,571 1,916 0,685 10,813 89,187 10,616 12 93,963 85,714 1,973 1,074 8,409 91,591 5,877 13 127,954 92,857 2,107 1,984 2,793 97,207 4,350
Xr 1,815
SD 0,147
Cs 0,109
Uji Chi kuadrat dilakukan untuk jenis distribusi data Log Pearson dengan tingkat signifikansi yang dipakai adalah 5 %. Perhitungan yang dilakukan dengan Uji Chi Kuadrat adalah :
(54)
commit to user
Derajat kebebasan = 2 ∆ kritis = 5,991 Frekuensi harapan = 2,6
Tabel 4.12 Perhitungan Chi Kuadrat (Metode Log Pearson Tipe III)
No Probability (P)
Expected Frequency
(Ef)
Ovserved Frequency
(Of)
Ef - Of (Ef - Of)2
1 0,00 < P 20,00 2,6 1 1,6 2,56
2 20,00 < P 40,00 2,6 2 0,6 0,36
3 40,00 < P 60,00 2,6 4 -1,4 1,96
4 60,00 < P 80,00 2,6 1 1,6 2,56
5
80,00 < P
100,00 2,6 4 -1,4 1,96
Jumlah 12 9,40
Uji Chi Kuadrat dari tabel 4.12 menghasilkan x2 = 9,400 dan nilai x2 kritis = 5,991, maka x2> x2 kritis sehingga Uji Chi Kuadrat diterima.
Hasil perhitungan Uji Chi Kuadrat menunjukkan bahwa data panggah. Data dinyatakan panggah karena panggah di perhitungan dan bisa digunakan dalam analisis.
4.2.8.Perhitungan Koefisien Pengaliran (C)
Data yang diolah adalah luas tata guna lahan DAS Tirtomoyo yang merupakan DAS terdekat dengan DAS Bengawan Solo Hulu berdasarkan peta bakosurtanal skala 1:25000 dalam format shapefile (ArcGIS). Dari hasil perhitungan koefisien pengaliran diperoleh 0,396 (Wahyu U, 2012).
(55)
commit to user
4.2.9.Perhitungan Hujan Kala Ulang
Perhitungan parameter statistik data menghasilkan bahwa distribusi hujan yang dipakai adalah Log Pearson Tipe III. Data masukan dalam perhitungan ini adalah hujan daerah DAS Bengawan Solo Hulu.
Tabel 4.13. Perhitungan Nilai ln X
Tahun R24 Max ln X ln X-ln Xi (ln X-ln Xi) 2
(ln X-ln Xi)3 1999 67,540 4,213 0,035 0,001 0,000 2000 93,951 4,543 0,365 0,133 0,048 2001 64,263 4,163 -0,015 0,000 0,000 2002 54,049 3,990 -0,188 0,035 -0,007 2003 82,340 4,411 0,233 0,054 0,013 2004 50,666 3,925 -0,253 0,064 -0,016 2005 39,185 3,668 -0,510 0,260 -0,133 2006 78,283 4,360 0,182 0,033 0,006 2007 127,964 4,852 0,674 0,454 0,306 2008 37,191 3,616 -0,562 0,316 -0,178 2009 60,553 4,104 -0,075 0,006 0,000 2010 76,518 4,338 0,159 0,025 0,004 2011 62,390 4,133 -0,045 0,002 0,000 Jumlah 894,893 54,315 0,000 1,384 0,044 Dari Tabel 4.13 diperoleh :
Rata-rata (Xi) = 68,84
ln Xi = 4,18
Standar deviasi (S) = 0,34 Koefisien skewness (Cs) = 0,11
Perhitungan menghasilkan koefisien kemelencengan 0,1 dimana nilai ini digunakan dalam menentukan koefisien distribusi Log Pearson Tipe III.
DAS Bengawan Solo menggunakan pola hujan 4 jaman. Sehingga dalam analisis Log Pearson Tipe III pada penelitian ini menggunakan persentase sebaran hujan 4 jaman (Sobriyah, 2003).
(56)
commit to user
Tabel 4.14 Persentase Sebaran Hujan 4 Jaman
Waktu (jam-ke) 1 2 3 4
Persentase sebaran 0,405 0,312 0,148 0,135
Perhitungan hujan kala ulang Log Pearson Tipe III dengan memperhatikan nilai koefisien Log Pearson tipe III, standar deviasi (S), persentase hujan 4 jaman, dan koefisien pengaliran (C).
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Hujan Kala Ulang 2,5 dan 10 Tahun Log Pearson Tipe III
Hujan kala ulang 1 2 3 4
2 10,399 8,024 3,787 3,466
5 13,892 10,719 5,059 4,631
10 16,218 12,514 5,907 5,406
4.2.10.Perhitungan Hidrograf Satuan Nakayasu
Penelitian ini menggunakan hidrograf satuan Nakayasu karena metode ini sesuai dengan tipe sungai di DAS Bengawan Solo Hulu. Hasil perhitungan hidrograf satuan Nakayasu adalah :
Waktu konsentrasi (Tg), untuk panjang sungai > 15 km. Tg = 1,983 jam
Koefisien alpha (α) α = 2
Satuan waktu yang digunakan (Tr) Tr = 1,983 jam
Waktu puncak (Tp) Tp = 3,570 jam Waktu resesi (T0,3)
T0,3 = 3,967 jam
1,5 T0,3 = 5,950 jam
Debit puncak (Qp)
Qp = 11,333 m3/detik Tp + T0,3 = 7,537 jam = 8 jam
(57)
commit to user
Contoh perhitungan unit hidrograf satuan Nakayasu mengikuti interval waktu sebagai berikut :
Pada kurva naik : 0 < t < Tp Perhitungan pada jam ke 2 :
333 , 11 570 , 3
2 0,24
x
Q = 2,821
Pada kurva turun :
o Selang nilai : 0 ≤ t ≤ (Tp + T0,3)
Perhitungan pada jam ke 5 : 967 , 3 570 , 3 5 3 , 0 333 , 11 x
Q = 7,343
o Selang nilai : (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
Perhitungan pada jam ke 10 : 950 , 5 967 , 3 5 , 0 570 , 3 10 3 , 0 333 , 11 x x
Q = 2,065
o Selang nilai t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
Perhitungan pada jam ke 20 : 967 , 3 2 950 , 5 570 , 3 20 3 , 0 . 333 , 11 x
Q = 0,380
Perhitungan unit hidrograf satuan Nakayasu selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-12.
Unit hidrograf yang dihasilkan harus dibagi dengan faktor koreksi untuk menjadikan unit hidrograf per satu milimeter. Faktor koreksi unit hidrograf yaitu perbandingan antara jumlah volume dengan luas DAS. Contoh perhitungan koreksi unit hidrograf satuan Nakayasu pada jam ke 5 adalah :
(58)
commit to user
Faktor koreksi = volume total / luas DAS = (2,542 x 1014) / (2,055 x 1014) = 1,237
Unit hidrograf terkoreksi = 7,343 x (1 /1,237) = 5,936
Gambar 4.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Unit hidrograf satuan Nakayasu yang diperoleh kemudian dikalikan oleh faktor sebaran hujan pada perhitungan hujan periode kala ulang 2,5 dan 10 tahun metode Log Pearson tipe III. Hasil dari perhitungan adalah debit kala ulang 2,5 dan 10 tahun (Q2,Q5 dan Q10) yang digunakan sebagai masukan pada penelusuran banjir
menggunakan metode muskingum-cunge.
Waktu (jam)
(59)
commit to user
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang 2 Tahun (Q2)
Waktu UH 1 2 3 4 Q
(jam) m3/det 10,399 8,024 3,787 3,466 m3/det
0 0,000 0,000 0,000
1 0,432 4,494 0,000 4,494 2 2,281 23,719 3,468 0,000 27,187 3 6,036 62,765 18,302 1,637 82,704 3,570 9,163 95,287 48,430 8,638 0,000 152,355
4 8,043 83,638 73,524 22,859 1,498 181,518 5 5,938 61,743 64,535 34,703 7,906 168,888 6 4,383 45,580 47,641 30,461 20,922 144,604 7 3,236 33,648 35,170 22,487 31,762 123,067 7,537 2,749 28,588 25,963 16,600 27,879 99,030
8 2,503 26,031 22,058 12,255 20,581 80,925 9 2,045 21,263 20,086 10,412 15,193 66,953 10 1,670 17,368 16,406 9,481 11,216 54,471 11 1,364 14,186 13,401 7,744 9,529 44,860 12 1,114 11,588 10,946 6,325 8,677 37,536 13 0,910 9,465 8,941 5,167 7,088 30,660 13,487 0,825 8,577 7,303 4,220 5,789 25,889 14 0,763 7,934 6,618 3,447 4,729 22,728 15 0,656 6,817 6,122 3,124 3,863 19,925 16 0,563 5,857 5,260 2,890 3,155 17,162 17 0,484 5,033 4,519 2,483 2,859 14,894 18 0,416 4,324 3,883 2,133 2,645 12,985 19 0,357 3,715 3,336 1,833 2,272 11,157 20 0,307 3,192 2,867 1,575 1,952 9,586 21 0,264 2,743 2,463 1,353 1,678 8,236 22 0,227 2,356 2,116 1,163 1,441 7,076 23 0,195 2,025 1,818 0,999 1,238 6,080 24 0,167 1,740 1,562 0,858 1,064 5,224
(60)
commit to user
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang 5 Tahun (Q5)
Waktu UH 1 2 3 4 Q
(jam) m3/det 13,892 10,719 5,059 4,631 m3/det 0 0,000 0,000 0,000 1 0,432 6,004 0,000 6,004 2 2,281 31,688 4,632 0,000 36,320 3 6,036 83,851 24,450 2,187 110,488 3,570 9,163 127,298 64,700 11,541 0,000 203,538 4 8,043 111,736 98,223 30,538 2,001 242,498 5 5,938 82,485 86,216 46,361 10,563 225,625 6 4,383 60,892 63,646 40,694 27,950 193,183 7 3,236 44,952 46,985 30,041 42,433 164,411 7,537 2,749 38,191 34,685 22,177 37,245 132,299 8 2,503 34,776 29,469 16,371 27,495 108,112 9 2,045 28,406 26,834 13,909 20,297 89,446 10 1,670 23,202 21,918 12,665 14,984 72,770 11 1,364 18,952 17,903 10,345 12,730 59,931 12 1,114 15,480 14,623 8,450 11,592 50,146 13 0,910 12,645 11,945 6,902 9,469 40,960 13,487 0,825 11,458 9,757 5,638 7,734 34,587 14 0,763 10,600 8,841 4,605 6,317 30,363 15 0,656 9,107 8,179 4,173 5,160 26,619 16 0,563 7,825 7,027 3,860 4,215 22,927 17 0,484 6,723 6,038 3,317 3,819 19,897 18 0,416 5,777 5,188 2,850 3,533 17,347 19 0,357 4,963 4,457 2,449 3,036 14,905 20 0,307 4,264 3,830 2,104 2,608 12,806 21 0,264 3,664 3,290 1,808 2,241 11,003 22 0,227 3,148 2,827 1,553 1,926 9,454 23 0,195 2,705 2,429 1,334 1,654 8,123 24 0,167 2,324 2,087 1,147 1,421 6,979
(61)
commit to user
Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang 10 Tahun (Q10)
Waktu UH 1 2 3 4 Q
(jam) m3/det 16,218 12,514 5,907 5,406 m3/det 0 0,000 0,000 0,000 1 0,432 7,009 0,000 7,009 2 2,281 36,994 5,408 0,000 42,402 3 6,036 97,893 28,545 2,553 128,991 3,570 9,163 148,616 75,535 13,473 0,000 237,624 4 8,043 130,447 114,673 35,652 2,336 283,109 5 5,938 96,299 100,654 54,125 12,331 263,410 6 4,383 71,090 74,305 47,509 32,631 225,534 7 3,236 52,480 54,853 35,072 49,539 191,944 7,537 2,749 44,587 40,494 25,891 43,482 154,454 8 2,503 40,600 34,404 19,113 32,100 126,217 9 2,045 33,163 31,327 16,239 23,697 104,425 10 1,670 27,088 25,589 14,786 17,493 84,956 11 1,364 22,126 20,901 12,078 14,862 69,967 12 1,114 18,073 17,072 9,865 13,533 58,544 13 0,910 14,762 13,945 8,058 11,054 47,820 13,487 0,825 13,377 11,391 6,582 9,029 40,379 14 0,763 12,375 10,322 5,376 7,375 35,448 15 0,656 10,632 9,548 4,872 6,024 31,077 16 0,563 9,135 8,204 4,507 4,921 26,767 17 0,484 7,849 7,049 3,872 4,459 23,229 18 0,416 6,744 6,056 3,327 4,125 20,252 19 0,357 5,794 5,204 2,859 3,544 17,401 20 0,307 4,979 4,471 2,456 3,045 14,951 21 0,264 4,278 3,841 2,110 2,616 12,846 22 0,227 3,675 3,301 1,813 2,248 11,037 23 0,195 3,158 2,836 1,558 1,931 9,483 24 0,167 2,713 2,437 1,339 1,660 8,148
4.2.11.Perhitungan Penelusuran Banjir Metode Muskingum-Cunge
Analisis dalam perhitungan ini dilakukan secara bertahap dimana masing – masing tahap terdapat masukan sesuai data dari tahap tersebut. Model sungai dibagi menjadi 9 pias dengan menganggap masing – masing pias memiliki jarak dan kemiringan (slope) yang sama. Selain itu lebar saluran (B) dan koefisien Manning sepanjang saluran juga dianggap sama.
(62)
commit to user
Karena data tinggi muka air di sungai Bengawan Solo tidak tersedia maka untuk menentukan parameter – parameter penelusuran banjir kita dapat menggunakan data sungai lain pada satu DAS yang sama, hal ini dapat dilakukan karena sungai pada satu DAS yang sama mempunyai bentuk Flow Duration Curve yang sama pula (Tallaksen, 2005). Sehingga sungai Dengkeng yang terletak di pos duga air Jarum dapat digunakan dalam penelitian ini.
Data Sungai Dengkeng pos duga air Jarum:
- Lebar dasar sungai rata - rata (B) = 30 m - Slope /kelandaian sungai (So) = 0,0261 - Jarak AWLR hulu dengan hilir (L) = 67 km - Waktu pengukuran setiap 1 jam selama 24 jam
- Koefisien kekasaran Manning (n) untuk alur sungai = 0,035 (Chow,1959)
- Delta x (∆x) = 3 km =3000 m
- Delta t (∆t ) = 8 jam = 28800 detik
- c = 2 m/s (tidak ada
lateral flow)
- A = 28,452
- ho = -1,195
- b = 2
- Debit inflow =A(TMA-ho)b
(berasal dari data Bengawan Solo)
Data tinggi muka air diambil pada bulan Mei tahun 2011 (tertinggi) setiap 8 jam (Berdasarkan data pos duga air Jarum) selama 15 hari. Contoh perhitungan debit inflow dari tinggi muka air :
-Tinggi muka air = 1,730 m
- A = 28,452
- ho = -1,195
(63)
commit to user
- Debit inflow = A (TMA-ho)b
= 28,452 (1,730-(-1,195))2
= 243,425 m3/detik
Tabel 4.19 Debit Inflow dari Data Tinggi Muka Air
Tinggi muka air Debit Tinggi muka air Debit
(m) (m3/dt) (m) (m3/dt)
1,000 137,082 1,670 233,540
1,730 243,425 1,550 214,387
1,650 230,291 1,380 188,655
2,140 316,450 1,300 177,114
2,670 425,022 1,230 167,316
1,890 270,784 1,020 139,592
1,440 197,549 1,000 137,082
1,200 163,201 0,970 133,361
1,070 145,965 0,920 127,272
1,020 139,592 0,900 124,877
0,990 135,836 0,880 122,504
0,980 134,596 0,840 117,826
0,970 133,361 0,830 116,671
1,300 177,114 0,960 132,132
2,950 488,835 0,980 134,596
3,040 510,293 0,960 132,132
1,590 220,680 0,990 135,836
1,340 182,839 0,920 127,272
3,020 505,485 0,910 126,072
4,050 782,715 0,970 133,361
3,260 564,688 0,980 134,596
2,790 451,824 0,950 130,908
1,990 288,623 1,700 238,457
a. Menghitung Koefisien Penelusuran 1. Menentukan nilai k
k = ∆x/c
∆x = 3 km, sedangkan c = 2 m/s
k = onds
s m
km m kmx
sec 1500 /
2 / 1000 3
(1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.9 Hubungan Antara Jarak dengan Debit Maksimum (Q10 Tahun)
Tabel 4.26 Debit Maksimum pada Tiap Pias Berdasarkan Waktu (Q10 Tahun)
Waktu (jam ke)
Debit maksimum (m3/detik) 4 283,109 5 299,301 6 280,804 6 292,183 7 278,827 7 288,046 8 274,403 8 284,551 9 269,017 9 280,972
(2)
commit to user
Gambar 4.10 Hubungan Antara Waktu dengan Debit Maksimum (Q10 Tahun)
4.3.
Pembahasan
Dari data Sungai Dengkeng Stasiun Jarum sebagai berikut :
- Lebar dasar sungai rata - rata (B) = 30 m - Slope /kelandaian sungai (So) = 0,0261 - Jarak AWLR hulu ke hilir (L) = 67 km - Waktu pengukuran setiap 1 jam selama 24 jam
- Koefisien kekasaran Manning (n) untuk alur sungai = 0,035 (Chow,1959)
- Delta x (∆x) = 3 km =3000 m
- Delta t (∆t ) = 8 jam = 28800 detik
- c = 2 m/s
- A = 28,452
- ho = -1,195
- b = 2
- Debit inflow = A (TMA-ho)b, dan tidak ada lateral flow.
Untuk Sungai Bengawan Solo yang mempunyai :
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
- Jarak AWLR hulu ke hilir (L) = 27 km
Maka diperoleh karakteristik yaitu :
k = 1500 second ; x = 0,417 ; C1 = 0,907 ; C2 = 0,439 ; C3 = -0,346
Selanjutnya parameter tersebut digunakan dalam perhitungan routing sungai Bengawan Solo Hulu.
(4)
commit to user
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari hasil analisa perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk perhitungan penelusuran banjir Sungai Bengawan Solo Hulu digunakan karakter dari pos duga air Jarum sebagai berikut ; k = 1500 detik ; x = 0,417; C1 = 0,907; C2 = 0,439 dan C3 = -0,346.
2. Inflow maksimum di DAS Bengawan Solo Hulu yaitu 782,715 m3/detik pada tinggi muka air 4,05 m.
3. Jika terjadi banjir dengan debit dua tahunan (Q2) dengan debit puncak sebesar
= 191,900 m3/detik terjadi pada kilometer ke-3 jam ke-5, Jika terjadi banjir dengan debit lima tahunan (Q5) dengan debit puncak sebesar = 256,368
m3/detik terjadi pada kilometer ke-3 jam ke-5, dan jika terjadi banjir dengan debit sepuluh tahunan (Q10) dengan debit puncak sebesar = 299,301 m3/detik
terjadi pada kilometer ke-3 jam ke-5.
5.2.
Saran
Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk penelusuran banjir dengan metode muskingum-cunge,sehingga masih bisa untuk dikembangkan lebih jauh.
Saran bagi peneliti selanjutnya :
1. Interval waktu yang pendek sehingga banjir maksimum tiap pias dapat lebih terlihat.
2. Memperhatikan jarak antar pias dengan interval yang konstan. Saran bagi praktisi :
1. Memperhatikan model banjir yang sesuai dengan sungai tertentu dalam membangun infrastruktur keairan.
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENUTUP
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan berkat-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dalam dasar teori maupun kekurangtelitian dalam perhitungan. Untuk itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan Laporan Tugas Akhir ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi semua civitas akademika Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
(6)
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Chow, V.T David M.R, dan Larry W.M 1988. Applied Hidrology.
Singapore:McGraw-Hill Bokk Co.
Hadianti,Rr.Rintis. 2009. Analisis Kekeringan Berdasarkan Data Hidrologi.
Disertasi,Universitas Brawijaya. Malang
Istiqomah, Lutfi. 2006. Penelusuran Banjir dengan Metode Muskingum Cunge
dan O’Donnel. Skripsi, Fakultas Teknik Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.
Linsley R.K., Franzini J.B. 1989. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta:Airlangga. Montarcih, Lily . 2010. Penelusuran Banjir Lewat Sungai : studi kasus sungai
Dodokan. Malang: CV.Citra Malang.
Ponce V.M. 1989. Engineering Hydrology,Principles and Practices,Prentice Hall,Englewood Cliffs,New Jersey.
Sobriyah dan Sudjarwadi. 2000. Penggabungan Metode O’Donnel dan
Muskingum Cunge Untuk Penelusuran Banjir Pada Jaringan Sungai.
Media Teknik No.4 Tahun XXII edisi November. Soemarto C.D. 1897. Hidrologi Teknik. Surabaya:Usaha Nasional.
Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Subarkah,Imam. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung:Idea Darma.
Sulianti, Ika. 2008. Perbandingan Beberapa Metode Penelusuran Banjir Secara
Hidrologi (Studi Kasus Sungai Belitang di Sus DAS Komering. Jurnal
Sipil.
Vol. 3.No.1. September.
Suprapto, Mamok. 2000. Hidrologi. Surakarta:Jurusan Teknik Sipil FT UNS. Triadmojo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta:Beta Offset.