buku petunjuk teknis pendekatan praktis kesehatan paru pal
(2)
Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI 616.24
Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis Kesehatan paru di Indonesia.-Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2015
ISBN 978-602-235-753-7
1.Judul I. RESPIRATORY SYSTEM II. LUNG DISEASES –GUIDELINES III. TUBERCULOSIS IV. PNEUMONIA V. ASTHMA
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Petunjuk Teknis Pendekatan Penerapan Kesehatan Paru di Indonesia dapat diselesaikan tepat waktu. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas penemuan
terduga TB, penatalaksanaan Penumonia 5 tahun, Asma dan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diintegrasikan dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan.
Petunjuk Teknis ini direkomendasikan untuk menjadi pegangan petugas di fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan, agar dapat mempermudah petugas di fasilitas kesehatan dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim penyusun, narasumber dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan petunjuk teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. Petunjuk Teknis ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Jakarta, Januari 2015 Direktur Jenderal
Dr. H. Mohamad Subuh, MPPM NIP 196201191989021001
(4)
(5)
Daftar Isi
Pengantar Daftar Isi
Daftar Singkatan
BAB I. PENDAHULUAN………1
A. Latar Belakang……… 1
B. Tujuan………2
C. Sasaran……….3
D. Ruang Lingkup……….3
E. Landasan Hukum………3
F. Pengertian……….4
BAB II. PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ………...6
A. Tujuan………6
B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru………...6
C. Kebijakan Operasional……….. 6
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru……….. 7
E. Pengorganisasian……….. 8
F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan……… 9
BAB III. TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ……….11
A. Penilaian……….11
B. Pengelompokkan………. 11
C. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut……….. 37
BAB IV. PEMANTAUAN DAN EVALUASI………. 63
A. Pencatatan dan Pelaporan……… 63
B. Indikator………..65
BAB V. PENUTUP……….69
DAFTAR PUSTAKA ……….70
(6)
(7)
Daftar Singkatan
ABPA : Allergic Bronchopulmonary Aspergilosis
ACT : Asthma Control Test
AI : Avian Inuenza
AP : Akhir Pengobatan
APE : Arus Puncak Ekspirasi
BB/U : Berat badan/ Umur
BCG : Bacillus Calmate Guerin
BKB : Batuk Kronik Berulang
BTA : Basil Tahan Asam
CAT : COPD Assessment Test
COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease
DM : Diabetes Mellitus
DOT : Directly Observed Treatment (=PMO)
DOTS : Directly Observed Treatment Shortcourse
DPI : Dry Powder Inhaler
DPT : Diphteri Pertusis Tetanus
FEV1 : Force Expiratory Volume in 1 second (Volume
Ekspirasi Paksa Detik)
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjut
GINA : Global Initiative for Asthma
HB : Haemoglobin
HRZE : Isoniazid(H), Rifampicin(R), Pyrazinamide(Z),
Etambutol(E)
Ht : Hematokrit
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDT : Inhalasi Dosis Terukur
IGD : Instalasi Gawat Darurat
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KMS : Kartu Menuju Sehat
KTS : Konseling dan Testing Sukarela
LB 01-04 : Laporan Bulanan Puskesmas
LED : Laju Endap Darah
(8)
M&E : Monitoring dan Evalusi
MDG’s : Millenium Development Goals
MDI : Metered Dose Inhaler
MDR TB : Multi Drug Resistant Tuberculosis
NaCl : Natrium Chlorida
NAPZA : Narkotika Psikotropika Zat Adiktif
OAT – KDT : Obat Anti Tuberkulosis - Kombinasi Dosis Tetap
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
ODHA : Orang Dengan HIV AIDS
PAL : Practical Approach to Lung Health
PCP : Pneumocytis Carinii Pneumonia
PEF : Peak Expiratory Flow
PEFR : Peak Expiratory Flow Rate
PFM : Peak Flow Meter
PHBS : Perilaku Hidup Bersih Sehat
POKJA : Kelompok Kerja
PPM : Public Private Mix
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PRGE : Penyakit Reuks Gastroesofageal
RHZ : Rifampicin(R), Isoniazid (H), Pyrazinamide(Z)
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RJ : Rawat Jalan
RRS : Ruang Rawat Sehari
RTL : Rencana Tindak Lanjut
SP2TP : Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas
SPO : Standard Prosedur Operasional
S-P-S : Sewaktu- Pagi- Sewaktu
TB : Tuberkulosis
TB/HIV : Tuberkulosis/ Human Immunodeciency Virus
TMP : Trimetoprime
Uji BD : Uji Bronkodilator
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
VEP : Volume Ekspirasi Paksa
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDi beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien gangguan saluran pernapasan yang diselenggarakani fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes tingkat pertama) atas dasar sekumpulan gejala tanpa indikasi yang sistematik dan jelas. Indonesia pada umumnya, situasi pelayanan penyakit pernapasan pada umumnya menunjukkan gejala yang sama seperti Tuberkulosis (TB), Pneumonia, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Berdasarkan data WHO tahun 2008, di dunia sekitar 20%-30%
pengunjung fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia 5
tahun mencari pengobatan karena gangguan saluran pernapasan. Riskesdas 2013 menunjukan bahwa: terdapat 25% kasus gangguan pernapasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas kesehatan.
World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan strategi Practical Approach to Lung Health (PAL) / Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang telah dituangkan dalam strategi kelima dari Rencana Strategis Program Pengendalian TB di Indonesia tahun 2011 – 2014.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan
yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas penatalaksanaan Penemuan terduga TB,Pneumonia 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang terintegrasikan dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru telah dilaksanakan dan diterapkan di 3 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung) di
(10)
Indonesia sebagai pilot project (thn 2010 – 2014) dengan dana bantuan GF ATM. tahun 2010 hingga tahun 2014.
Pendekatan ini dilaksanakan dengan pertimbangan:
1. TB dan Pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada orang dewasa muda di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Namun di Indonesia, Pneumonia dewasa belum ada pembakuan penatalaksanaannya;
2. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker di dunia tahun 2002. Sementara di Indonesia PPOK merupakan program yang baru dikembangkan dan penerapannya belum merata di sarana pelayanan terdepan; 3. Asma menyerang sekitar 150 juta penduduk dunia. Di Indonesia
berdasarkan data Sistem Informasi Rumah sakit (SIRS), Asma cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
4. Hasil pilot project penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di 3 provinsi bahwa jumlah pasien dengan gangguan pernapasan sekitar 25%-38% dari seluruh/total kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan proporsi pasien 4 penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru tersebut sekitar 1,7%-1,9% terhadap seluruh gangguan pernapasan. Dari 4 penyakit tersebut, proporsi kasus TB baru per total gangguan pernapasan meningkat dari 0,68% pada tahun 2010 menjadi 0,72 tahun 2013 dan 0,69% pada tahun 2014. Untuk kasus asma, PPOK dan pneumonia (diatas 5 tahun) yang sebelumnya belum pernah dilaporkan ternyata jumlah kasusnya cukup banyak di temukan di FKTP. Proporsi Asma 0,59% -0,66%, PPOK 0,09%-0,14% dan pneumonia 0,11%-0,13%. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di 3 provinsi dapat menemukan kasus TB baru yang lebih tinggi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Buku ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam penerapan pendekatan praktis kesehatan paru.
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya acuan dalam Penemuan terduga TB
(11)
b. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Pneumonia c. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Asma d. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana PPOK
C. Sasaran
Sasaran buku ini untuk tenaga kesehatan di: 1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut 3. Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
4. Dinas Kesehatan Provinsi
D. Ruang lingkup
Ruang lingkup buku panduan ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru,
2. Kebijakan Operasional Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
3. Tatalaksana Penyakit Terkait Pendekatan P raktis Kesehatan Paru 4. Monitoring dan Evaluasi
E. Landasan Hukum
1. Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 200 4 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
4. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4916);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 100, Tambahan Le mbaran Negara RI Nomor 3495);
3 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(12)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi ,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1537A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA Penanggulangan Pnemoni pada Balita;
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik ; 13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008
tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
F. Pengertian
1.
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatanyang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas diagnosis dan pengobatan penyakit pernapasan di tingkat fasilitas kesehatan
2.
Terduga TB adalah seseorang dengan gejala utama batukberdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan sik, demam meriang lebih dari satu bulan.
3.
Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru4.
Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya(13)
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau menjelang pagi.
5.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakityang dapat dicegah dan diobati dan mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Kelainan paru ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif (makin lama makin berat) dan berhubungan dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan komorbiditas (penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru) berkontribusi terhadap tingkat keparahan untuk setiap pasien.
5 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(14)
BAB II
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah suatu pendekatan pelayanan kesehatan paru untuk meningkatkan penemuan terduga TB, kasus
Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK, dan kualitas tatalaksana ke 4
penyakit gangguan pernapasan di fasilitas kesehatan.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperkuat sistem kesehatan dalam melakukan diagnosis dan pengobatan kasus gangguan pernapasan.
2. Tujuan khusus:
a. Meningkatkan esiensi pelayanan di fasilitas kesehatan dalam menangani kasus-kasus gangguan pernapasan.
b. Meningkatkan kualitas penatalaksanaan kasus gangguan pernapasan dalam sistem pelayanan kesehatan.
c. Meminimalisasi beban kesakitan dan kematian akibat gangguan pernapasan.
B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di suatu wilayah adalah:
1. Diprioritaskan pada 4 penyakit gangguan pernapasan yaitu TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK.
2. Standarisasi penanganan gangguan saluran pernapasan 4 penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Puskesmas.
3. Koordinasi antar tingkat pelayanan kesehatan umum, dan antar program pengendalian TB dengan pengendalian gangguan pernapasan lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ ISPA d an Pengendalian Penyakit Tidak Menular/ PPTM).
C. Kebijakan Operasional
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan Program Pengendalian TB, ISPA, Asma dan PPOK.
(15)
2. Mengoptimalkan deteksi dini (skrining) penyakit TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK.
3. Meningkatkan tatalaksana Pendekatan Praktis Kesehatan Paru sesuai standar.
4. Memantau dan mengevaluasi penerapan kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
5. Meningkatkan manajemen deteksi dini penyakit terkait gangguan pernapasan secara optimal.
6. Meningkatkan peran petugas kesehatan dalam melakukan KIE yang benar tentang penyakit TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK. 7. Mengembangkan sistem informasi Pendekatan Praktis Kesehatan
Paru.
8. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam kebijakan dan pembiayaan penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
9. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
1. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan pendekatan praktis terhadap 4 jenis penyakit gangguan pernapasan, yaitu TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK.
2. Pendekatan fungsional yang memadukan program yang sudah ada (TB, ISPA, dan PPTM), bukan secara struktural.
3. Pendekatan praktis terhadap gejala penyakit, bukan pada penyakitnya, karena seorang pasien dapat mengalami lebih dari 1 gangguan pernapasan.
4. Tatalaksana terintegrasi pada pasien dengan mengacu pada standar tatalaksana masing-masing penyakit.
5. Pembentukan dan pengembangan jejaring kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
6. Pemantauan dan penilaian penerapan pelaksanaan kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
7 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(16)
E. Pengorganisasian
Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru perlu dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) pada semua tingkat, mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota yang beranggotakan unsur dari unit teknis yaitu Program Pengendalian TB, Program Pengendalian ISPA, Program Pengendalian Penyakit Asma dan PPOK (Pengendalian Penyakit Tidak Menular), Program Bina Upaya Kesehatan, Tim Ahli Klinis (TAK), Organisasi profesi, WHO, Perwakilan LSM dan donor.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut, Tim beranggotakan :
1. Pimpinan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Komite Medik Rumah Sakit
2. Dokter fungsional 3. Perawat/bidan
4. Petugas laboratorium 5. Petugas farmasi
6. Petugas pencatatan & pelaporan
Pimpinan Fasilitas Kesehatan menunjuk seorang Koordinator Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Poli PTM/Poli PAL/Penyakit Dalam/Poli Paru. Pimpinan Puskesmas dapat menjadi koordinator Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di wilayah kerjanya.
Tugas dan Fungsi Pokja: 1. Pusat
a. Menyusun panduan teknis dan rencana aksi nasional Penerapan Praktis Kesehatan Paru.
b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan. d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.
e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
(17)
9 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Provinsi dan Kabupaten/kota
a. Menyusun rencana kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan. d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.
e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
f. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan. 3. Fasilitas Kesehatan
a. Menyusun rencana kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
b. Melakukan tatalaksana kasus gangguan pernapasan terkait Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
c. Membangun jejaring internal dan eksternal melalui koordinasi dengan wasor TB, pengelola program PTM dan pengelola program ISPA dinas kesehatan kabupaten/kota
d. Memantau dan melaksanakan mekanisme rujukan terkait Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.
F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan 1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :
a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya d. Merujuk pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan
f. Melaksanakan pertemuan jejaring internal dan eksternal g. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut :
a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya d. Melakukan perawatan pasien yang dirujuk
(18)
f. Melakukan rujuk balik
g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan bagi pasien rujuk balik h. Meningkatkan jejaring internal dan eksternal
(19)
BAB III
TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU
Langkah-langkah Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan mulai dari penilaian, pengelompokkan berdasarkan gejala penyakit, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan tindak lanjut
A. Penilaian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian:
1. Pengisian Identitas Pasien
Setiap pasien harus dilengkapi Kartu Identitas Pasien (dengan menggunakan formulir PAL 01 dan PAL 02).
2. Anamnesis
Anamnesis pada kunjungan pertama kali ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat pekerjaan dan sosial, dan riwayat penyakit keluarga.
Tujuan kunjungan awal dan kunjungan ulang dapat berbeda. Kunjungan ulang bisa dilakukan untuk memenuhi janji atau karena serangan penyakit (Asma atau PPOK) diluar jadwal
kunjungan ulang. Jika kunjungan ulang, tanyakan
p e r k e m b a n g a n setelah mendapat pengobatan sebelumnya. Bila kunjungan karena keadaan yang memburuk/berat pertimbangkan adanya kegawatan dan segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sik yang diukur adalah tanda vital (nadi, frekuensi napas, suhu badan dan tekanan darah) dan menilai keadaan umum (kesadaran pasien).
4. Penilaian Keadaan Pasien dan Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan sik selanjutnya keadaan pasien dikelompokkan berdasarkan gejala/tanda atau diagnosis. Dalam situasi kegawatdaruratan pasien harus segera ditatalaksana.
11 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(20)
5. Pengisian Rekam Medis dengan Benar dan Lengkap
Catat semua informasi yang berkaitan dengan batuk dan sesak napas, ditambah informasi lain bila ada.
B. Pengelompokkan
Kelompokkan pasien berdasarkan gejala dan tanda yang sama/menyerupai untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan gejala sedang dan ringan ditatalaksana di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang ada.
1. Gejala dan Tanda Berdasarkan Gangguan Pernapasan
Identikasi gejala dan tanda berdasarkan gangguan pernapasan, yaitu:
a.
Batuk.b.
Sesak.Atas dasar gejala utama tersebut digali informasi tambahan untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Adapun gejala lain yang mungkin menyertai dapat berupa nyeri dada dan batuk darah (lihat Bagan 1.).
(21)
Bagan 1. Gejala Gangguan Pernapasan
a. Batuk
Bila pasien datang dengan keluhan batuk, maka tanyakan:
1) Sudah berapa lama? Lama batuk dapat di bedakan menjadi 2 minggu dan < 2 minggu.
2) Apakah memburuk pada malam atau dini hari? 3) Apakah ada pencetus?
4) Bagaimana pola batuknya (menetap atau tidak)?
5) Apakah berdahak, bila ya bagaimana kekentalan dan warna dahak?
6) Apakah dahak bercampur darah?
7) Adakah keluhan saluran napas atas, seperti sakit tenggorok, hidung tersumbat, pilek, dan bersin?
8) Adakah keluhan pernapasan, seperti sesak napas, nyeri dada, Gejala Gangguan Pernapasan
Batuk Sesak Napas Gejala Lain
• Tuberkulosis • Asma • Pertusis • Sinusitis • Bronkitis kronis • Bronkiektasis • PRGE
• Pneumonia • Faringitis • Laringitis • Tonsilitis • Sinusitis • Bronkitis Akut
• Pleuritis • Efusi pleura • Pneumo-toraks • PRGE
• TB
• Bronkiektasis • Tumor Paru
≥ 2
minggu minggu < 2 • Asma • PPOK • Pneumotoraks • Efusi Pleura • PRGE (Penyakit
Reuks Gastro Esofagus)
Nyeri Dada Batuk Darah
13 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(22)
dan mengi?
9) Adakah keluhan yang lainnya, seperti demam, nyeri epigastrium, dan mual?
Bila batuk 2 minggu, disertai demam, pikirkan kemungkinan adanya infeksi kronik saluran pernapasan seperti TB dan Bronkitis Kronik.
Bila batuk < 2 minggu disertai demam, pikirkan kemungkinan adanya infeksi akut saluran pernapasan sebagai berikut:
1) Pneumonia. 2) Tonsilitis. 3) Sinusitis. 4) Laringitis. 5) Bronkitis akut.
b. Sesak napas
Dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan dan bukan gangguan pernapasan (misalnya kelainan jantung dan pembuluh darah, gangguan metabolik-endokrin, hematologi, tumor pada saluran pernapasan dan psikis).
Tanda-tanda sesak napas yang bukan disebabkan oleh gangguan pernapasan adalah:
1) Umumnya tidak disertai gejala pernapasan lainnya (batuk, berdahak).
2) Terdapat tanda dan gejala dari organ atau sistem terkait.
c. Gejala lain
1) Nyeri dada (yang lokasinya bukan di daerah jantung), dapat disertai demam atau batuk dan terlokalisir, pikirkan pleuritis. Berikan anti-inamasi, analgetik dan antibiotika jika bersifat akut. Rujuk jika tidak ada perbaikan. Umumnya nyeri dada disertai gejala pernapasan lainnya (sesak napas dan batuk). 2) Batuk darah mungkin disebabkan oleh Tuberkulosis,
Bronkiektasis dan Tumor Paru. Jika terlihat tanda-tanda
(23)
kegawatdaruratan, segera rujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
2. Tanda-tanda Kegawatdaruratan untuk Pasien yang Perlu
Dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat LanjutTanda-tanda kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera dan lebih cepat adalah salah satu dibawah ini:
a. Kesadaran menurun: sangat gelisah dan bingung; b. Bernafas menggunakan seluruh otot bantu pernapasan; c. Sesak nafas pada saat berbicara atau istirahat;
d. Batuk darah;
e. Tekanan sistolik < 90 mm Hg dan diastolik < 60 mm Hg; f. Frekuensi pernapasan 30/ menit;
g. Frekuensi nadi 120/menit; h. Suhu Badan > 39ºC (Aksila).
Bagan 2. Mekanisme Rujukan Pasien PAL dari Fasilitas Kesehatan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Catatan :
Fasilitas Kesehatan mengisi rekap Formulir PAL 06 setelah menerima jawaban rujukan formulir PAL 04 dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut • Penatalaksanaan sesuai SOP
• Pengisian Formulir PAL 04 (jawaban rujukan)
• Mengirimkan Formulir PAL 04 yang terisi ke Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer
• Penilaian Keadaan Pasien
• Penatalaksanaan Kegawatdaruratan • Pengisian Formulir PAL 04
• Pengisian rekap Formulir PAL 06
Ru
ju
ka
n
Ru
ju
ka
n B
alik
15 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(24)
C. Penegakan diagnosis
Penegakan Diagnosis berdasarkan pengelompokan gejala, tanda dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pasien yang mengalami kegawatdaruratan segera dilakukan tindakan awal atau dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai kebutuhan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2. pada halaman berikut.
(25)
Tabel1.TatalaksanaPasienGangguanPernapasan(Pendekatan Praktis Kesehatan Paru)
GejalaUtama Gejala Tambahan Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Penunjang Klasikasi/ Diagnosis Batuk≥2 minggu ·Berdahak
·Berdarah ·Nyeridada ·Sesaknapas
·Nafsumakanmenurun ·Beratbadanmenurun ·Keringatmalam ·SuhuSubfebris ·Badanlesu
Auskultasibervariasi sesuailuaslesi(bisa normalatau dengan kelainan)
·Periksa BTA SPS Tuberkulosis Paru
17
PETUNJUK TEKNIS PENERAP
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(26)
Batuk<2minggu ·Demam ·Sesaknapas ·Nyeridadapleuritik ·Dahakberwarna
·PikirkanAvianInuenza (AI)bila adariwayat kontak dengan unggas yangsakit/mati.
Suhu > 37.50C ·Frekuensi napas :
o Umur 5-12 tahun: 30x/menit
o Umur ≥13 tahun: 20x/menit
·Frekuensi nadi cepat (>100x/menit) ·Sianosis (jika berat) ·Auskultasi ronki basah
·Pemeriksaan Gram Sputum
·Pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis ·Pada AI
pemeriksaan darah tepi ditemukan leukopenia
Pneumonia
18
PETUNJUK TEKNIS PENERAP
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(27)
Gejala Utama Gejala Tambahan Pemeriksaan Fisis PemeriksaanPenunjang Diagnosis/Klasikasi
Batuk dengan karakteristik:
·Berulangatauhilang timbul
·Adafaktorpencetus
Memburukpadamalam
hari
Sesaknapasdengan karakteristik:
·Berulangatauhilang timbul
·Adafaktorpencetus
Dapat disertai: ·Mengi
·Sesak napas ·Dada terasa
berat/tertekan ·Berdahak ·Riwayat atopi ·Riwayat keluarga
(Asma/atopi)
Bervariasi dari normal sampai terdengar wheezing.
Di saat serangan bisa ditemukan:
·Pemakaian otot bantu napas
·Meningkatnya Frekuensi napas
·Nadi dapat meningkat ·Terdengar wheezing
·Spirometri
·UkurArusPuncak Ekspirasi(APE)
Asma
19
PETUNJUK TEKNIS PENERAP
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(28)
SesakNapas
dengankarakteristik: ·Terus menerusdan
bertambah beratbila beraktivitas
·Makin lamamakin berat(progresif)
·Ada riwayat merokok lama atau terpajan zat polutan/iritan
·Batuk berdahak yang makin banyak
·Demam
·Mengi
·Usia > 45 tahun
Dapat ditemukan: ·Tampilan ‘dada tong’ ·Pemakaian otot bantu
napas
·Frekuensi napas meningkat ·Wheezing ·Ronki kering ·Purse-lip breathing
(ekspirasi melalui mulut seperti orang meniup)
·Spirometri
·Ukur Arus Puncak Ekspirasi (APE) ·Foto toraks
PPOK
20
PETUNJUK TEKNIS PENERAP
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(29)
1. Tuberkulosis (TB)
Gejala Utama Tuberkulosis Paru:
a. Batuk 2 minggu. b. Berdahak.
Gejala Tambahan Tuberkulosis Paru:
a. Batuk berdarah b. Nyeri dada c. Sesak napas
d. Nafsu makan menurun e. Berat badan menurun
f. Keringat malam tanpa kegiatan g. Badan lesu
h. Demam yang tidak tinggi (subfebris)
Bila dari hasil pengelompokan gejala pasien dinyatakan sebagai terduga TB, maka pasien dirujuk ke unit DOTS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bila dari hasil pemeriksaan di unit DOTS dinyatakan bukan TB maka pasien dirujuk kembali ke poli Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (pikirkan kemungkinan penyakit Pneumonia, Asma atau PPOK), tetapi bila hasil
pemeriksaan dinyatakan TB maka penatalaksanaan
selanjutnya oleh unit DOTS dan menginformasikan ke poli yang merujuk.
21 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(30)
TB pada Anak
Pengegakkan diagnosis pada TB anak menggunakan sistem skoring.
Tabel 3. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang
TB
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak TB Tidak
jelas Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas
BTA positif
Uji
tuberculin Negatif Positif ( 10
mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi) Berat badan/
keadaan gizi Bawah garis merah (KMS) atau BB/U <80%
Klinis gizi buruk
(BB/U < 60%) Demam tanpa
sebab jelas > 2 minggu
Batuk 2 minggu
Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
>1 cm,
jumlah >1, tidak nyeri
Pembengkakan sendi,
panggul, lutut, falang
Ada
pembengkakan
Foto toraks
Toraks tidakNormal/ jelas
Kesan TB
Jumlah Catatan:
· Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
· Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
· Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
· Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->
(31)
lihat lampiran tabel berat badan anak.
· Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
· Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
· Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13)
· Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk evaluasi lebih lanjut.
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu
keadaan di bawah ini:
1.Tanda bahaya:
kejang, kaku kuduk
• penurunan kesadaran
• kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi
pleura
3. Gibbus, koksitis
Sumber penularan dan Case Finding TB Anak (sumber IDAI)
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah pasien dewasa dengan TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal).
Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin. Bila hasil uji tuberkulin negatif berarti anak belum terinfeksi atau masih dalam masa inkubasi. Anak tersebut diberikan profilaksis.
2. Pneumonia Gejala dan Tanda
Gejala klinis utama Pneumonia adalah batuk dan atau sukar bernapas, disertai minimal dua gejala tambahan sebagai berikut :
23 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(32)
a. Demam > 38OC. b. Napas cepat.
1. Umur 5 -12 th : frekuensi napas >30 kali/menit. 2. Umur >13 th : frekuensi napas >20 kali/menit.
c. Nyeri dada pleuritik (nyeri dada pada waktu menarik napas). d. Pemeriksaan auskultasi: terdengar ronki saat menarik napas.
Diagnosis Pneumonia didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan sik, foto toraks dan laboratorium. Pneumonia
diklasikasi berdasarkan derajat keparahannya yaitu
Pneumonia dan Pneumonia berat. Pneumonia dapat dilakukan rawat jalan, Pneumonia berat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut, baik pada anak 5 tahun maupun orang dewasa.
Pemeriksaan Foto Toraks
Pada fasilitas yang memiliki alat rontgen dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk melihat gambaran inltrat atau konsolidasi.
Pneumonia Anak
Pneumonia bisa disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Sulit menentukan penyebab spesik melalui gambaran klinis atau gambaran foto toraks. Secara epidemiologi penyebab utama bakterial pada Pneumonia anak usia >5 tahun adalah
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae.
Gambaran klinis pneumonia pada anak yang lebih besar (>5 tahun) umumnya timbul secara tiba-tiba, didahului dengan demam mendadak tinggi sampai menggigil, batuk, dan sakit Pneumonia
Kriteria Pneumonia yang dirujuk
Kriteria Pneumonia yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut adalah jika ditemukan:
a. Pneumonia Berat.
1)
Untuk kelompok umur 5-12 tahun dengan gejala:(33)
· Sesak napas .> 30 kali/menit
· Napas cuping hidung.
· Retraksi suprasternal.
· Sianosis.
· Mungkin terdapat ancaman gagal napas.
2)
Untuk kelompok umur >13 tahun dengan salah satu gejala dibawah ini:· Sesak napas dengan frekuensi >20x/menit.
· Foto toraks menunjukkan inltrate mokulobus.
· Tekanan sistolik <90 mmHg.
· Tekanan diastolik <60 mmHg. b. Pneumonia pada pengguna NAPZA. c. Pneumonia dengan batuk darah. d. Pneumonia pada pasien HIV. e. Pneumonia pada orang tua. f. Pneumonia pada pasien DM.
Klasikasi berdasarkan derajat keparahan Pneumonia dibagi menjadi Pneumonia berat yang harus di rawat inap dan Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.
a.
PneumoniaDiagnosis
Gambaran klinis Pneumonia: 1) demam, batuk sakit dada 2) sakit kepala, gelisah, malaise, 3) penurunan nafsu makan,
4) keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah atau diare, 5) napas anak cepat ( 30 kali/menit).
Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda Pneumonia berat.
b.
Pneumonia BeratDiagnosis:
Terdapat gejala seperti Pneumonia ditambah keadaan seperti di bawah ini:
Napas cuping hidung,
1) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi
25 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(34)
epigastrium),
2) Napas cepat: 30 kali/menit, 3) Ronki basah,
4) Suara pernapasan menurun, 5) Suara pernapasan bronkial,
6) Foto toraks menunjukkan gambaran Pneumonia (inltrat luas, konsolidasi).
Tanda-tanda bahaya yang mungkin dijumpai: a) Kejang, letargis atau tidak sadar
b) Tidak dapat minum/makan, atau memuntahkan semuanya.
c) Sianosis.
d) Distres pernapasan berat.
(35)
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa
Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis, foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini:
· Sesak napas
· Batuk
· Perubahan karakteristik sputum/ purulen
· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam · Nyeri dada
· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
· Leukosit 10.000 atau < 4.500
Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat
dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity
Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu
Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas 30x permenit, tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,
dan usia 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah
pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1 atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.
Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit a.l:
· Kesadaran menurun
· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit
· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus
· Tekanan sistolik < 90 mmHg
· Tekanan diastolik < 60 mmHg
· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.
Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan suportif-simptomatik, al:
27 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(36)
· Istirahat di tempat tidur
· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat
penurun panas
· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran
· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
Antibiotik Empiris yang Digunakan
· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
ATAU
o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat
pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.
o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg, moksioksasin)
ATAU
o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase
o β laktam ditambah makrolid
Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol, mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10 mg per hari dan gizi kurang.
3. Asma
Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau menjelang pagi.
(37)
Episode munculnya gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran respiratori pada berbagai tingkatan, dapat hilang spontan maupun dengan pengobatan
a. Gejala dengan karakteristik
1) Berulang atau hilang timbul. 2) Ada faktor pencetus.
3) Memburuk pada malam hari.
4) Dapat mereda spontan atau dengan pengobatan pelega (reversibel).
Gejalanya dapat berupa: 1) Sesak napas.
2) Batuk. 3) Berdahak. 4) Riwayat atopi.
5) Riwayat keluarga (Asma/atopi).
b. Klasikasi
Klasikasi berdasarkan GINA 2003: 1) Asma Intermitten
a. Gejala < 1x seminggu
b. Gejala Asma malam < 2x sebulan
c. Serangan singkat tidak mengganggu aktitas d. Nilai VEP1 atau APE 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE < 20%
2) Asma Persisten Ringan
a. Gejala 1x seminggu serangan tapi < 1x sehari b. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur c. Gejala Asma malam > 2x sebulan
d. Nilai VEP1 atau APE > 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE 20 – 30 %
3) Asma Persisten Sedang a. Gejala setiap hari
b. Gejala Asma malam > 1x seminggu
c. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur d. Nilai VEP1 atau APE 60 - 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE > 30 %
29 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(38)
4) Asma Persisten Berat a. Gejala berkepanjangan b. Eksaserbasi sering
c. Gejala Asma malam sering d. Aktiftas sik terbatas
e. Nilai VEP1atau APE 60% nilai prediksi f. Variabilitas APE > 30 %
Klasikasi berdasarkan GINA 2012:
Klasikasi Asma dalam keadaan tidak serangan berdasarkan kondisi terkontrolnya Asma. Penilaian kontrol
Asma dengan menggunakan Asma Control Test (ACT).
Keterangan selanjutnya pada bagian penilaian kontrol Asma.
Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma: 1) Asma terkontrol penuh.
2) Asma terkontrol sebagian. 3) Asma tidak terkontrol.
Klasikasi berdasarkan GINA 2014:
Gejala tipikal asma:
1) Lebih dari satu gejala berikut: mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa. 2) Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi 3) Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya 4) Ada faktor pencetus
(39)
Tabel 4. Penilaian Kontrol Asma untuk dewasa, remaja dan anak usia 6-11 tahun
A. KONTROL G E J AL A ASMA
Dalam 4 minggu
terakhir, apakah pasien mempunyai: Terkontrol (semua kriteria) Terkontrol Sebagian (didapatkan 1-2 kriteria dibawah ini) Tidak Terkontrol
Gejala harian asma Tidak ada
atau 2x/ mgg
>2x/mgg Didapatkan
3-4
gambaran Asma terkon trol sebagian Terbangun malam
hari karena sesak napas (asma malam/nokturnal)
Tidak ada ada
Keterbatasan aktivitas
karena asma Tidak ada ada
Kebutuhan pelega
sesak napas Tidak ada >2x/mgg
B. FAKTOR RISIKO ASMA PERBURUKAN (risk factors for poor asthma outcomes)
Nilai faktor risiko saat mendiagnosis dan secara periodik, terutama pada pasien yang pernah eksaserbasi.
Pengukuran FEV1 pada saat memulai pengobatan asma, 3-6 bulan setelah pengobatan, dan setelahnya secara periodik untuk menilai risiko selanjutnya.
Faktor risiko independen yang dimodikasi untuk terjadinya eksaserbasi:
· Gejala asma tidak terkontrol
· Penggunaan SABA yang berlebihan (>1 x 200 dosis mdi/bulan)
· Penggunaan ICS inadequat, tidak ada peresepan ICS, kurang patuh berobat, teknik penggunaan inhaler tidak tepat
· VEP1 rendah, terutama bila <60%
prediksi
· Masalah psikologis atau sosioekonomi yang besar
· Terpajan asap rokok, atau allergen
· Komorbid: obesitas, rhinosinusitis, alergi makanan
· Eosinolia sputum atau darah
≥1 dari faktor risiko
ini akan
meningkatkan risiko eksaserbasi bahkan pada pasien yang
terkontrol dengan
baik.
31 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(40)
· Kehamilan
Faktor risiko independen lainnya yang utama:
· Riwayat intubasi atau ICU karena asma
· Riwayat ≥1 eksaserbasi berat dalam 12 bulan terakhir
Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2014 Serangan Asma:
Serangan Asma adalah perburukan kondisi penyakit, ditandai dengan bertambahnya gejala sesak napas, batuk, dan mengi. Gejala ini timbul disebabkan oleh faktor pencetus. Serangan Asma dapat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan sampai mengancam jiwa.
Tabel 5. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan Gejala dan
Tanda Berat Serangan Akut Ancaman Henti
nafas
Ringan Sedang Berat
Sesak napas
saat Berjalan ·· Berbicara Pada bayi, suara tangis lebih pelan dan pendek
· Kesulitan
Istirahat Pada bayi, berhenti makan
Posisi Dapat tidur
terlentang Duduk Duduk membungkuk
Cara
berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah · Mengantuk,
· Gelisah,
· Kesadaran menurun
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Mengi Sedang, sering
hanya pada akhir ekspirasi Nyaring, sepanjang ekspirasi± inspirasi Sangat nyaring, terdengar tanpa Sulit/tidak terdengar
(41)
Penggunaan otot bantu napas
Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan
paradok torako abdominal
Retraksi Dangkal, retraksi
sela iga Sedang, ditambahretraksi suprasterna
Dalam, dan napas cuping hidung
Dangkal/ hilang Frekuensi
napas Takipnu Dewasa : 20 Takipnu Dewasa : 20 - 30Takipnu Dewasa : > 30 Bradipnu Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar : Usia frekuensi napas normal per menit
5 – 14 thn < 30
15 thn < 20
Frekuensi
nadi Dewasa : 100 Dewasa :100 - 120 >120 Dewasa : Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak :
Usia frekuensi nadi normal per menit
2-12 bln <160
1-5 thn <120
6-8 thn <110
Pulsus
paradoksus Tidak ada <10 mmHg 10-20 mmHg Ada >20 ada mmHg
· Tidakada,
·Kelelahan otot respiratorik
Saturasi
Oksigen >95% 91-95% <90% <90%
Sumber: GINA (Global Initiative for Asthma) 2012
Asma Anak
Kecurigaan awal seorang anak menderita Asma adalah gejala mengi dan/atau batuk yang terjadi secara kronik dan/atau berulang disebut sebagai BKB (Batuk Kronik Berulang). Tidak sulit mengidentikasi BKB karena Asma. Batuk karena Asma, akan timbul bila terpajan dengan faktor pencetus. Sebagian besar orang tua biasanya dapat menandai hal-hal apa saja yang menjadi pencetus batuk Asma pada anaknya.
Batuk pada Asma mempunyai ciri khusus yaitu lebih berat pada malam atau dini hari. Biasanya perbedaan intensitas antara batuk siang dan malam hari sangat nyata. Pada siang hari
33 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(42)
batuk hanya sesekali, bahkan tidak batuk, sedangkan pada malam hari anak batuk demikian hebat sehingga anak tidak dapat tidur atau berulang kali terbangun dari tidurnya karena
batuk. Gejala nokturnal ini menunjukkan adanya variabilitas
yaitu perbedaan intensitas antara siang dan malam hari.
Gejala batuk ini timbul secara berulang atau dapat timbul pada waktu/musim tertentu. Keadaan ini menunjukkan adanya
periodisitas atau episodisitas. Sebagian besar Asma dasarnya adalah alergi. Pada penelusuran keluarga secara teliti biasanya terdapat gejala alergi pada keluarga. Diagnosis Asma akan lebih kuat bila pasien menunjukkan respons yang baik terhadap pemberian obat Asma yang ditandai dengan meredanya batuk. Hal ini menunjukkan adanya reversibilitas. Gejala mengi pada pasien dewasa hampir selalu disebabkan oleh Asma. Pada anak gejala mengi dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan klinis lain. Sebaliknya anak Asma dapat tanpa gejala mengi namun dengan gejala batuk dengan karakteristik yang khas.
Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada asma agar pengobatan yang diberikan tepat pula. Gejala asma bersifat intermiten sehingga yang lebih sering melihat langsung adalah orangtua atau pasiennya sendiri. Pada anak diagnosis mengi sering tertukar dengan penyakit saluran respiratori lain seperti TB, sindrom croup, bronkiolitis. Diagnosis asma anak berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), pemeriksaan sik, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis riwayat penyakit
Untuk diagnosis asma pada anak ada 6 pertanyaan penting yang perlu diajukan:
·Apakah pasien pernah mengalami mengi atau mengi
berulang?
·Apakah pasien mengalami batuk yang mengganggu tidur
pada malam hari?
(43)
·Apakah pasien mengalami mengi atau batuk setelah melakukan aktivitas sik?
·Apakah pasien mengalami mengi, batuk, atau rasa dada
tertekan setelah terpajan allergen inhalan atau polutan?
·Apakah bila mengalami “common cold” terasa sampai di
dada atau memerlukan waktu >10 hari untuk sembuh?
·Apakah gejala membaik setelah pemberian obat asma
(bronkodilator)?
2) Pemeriksaan sik
Karena gejala asma pada anak sangat bervariasi, maka pemeriksaan sik dapat menunjukkan keadaan yang normal bila tidak mengalami serangan (eksaserbasi). Mengi mungkin tidak ditemukan,
namun sering didapatkan ekspirasi yang
memanjang atau mengi saat melakukan ekspirasi yang panjang. Perbaikan gejala dalam waktu cepat setelah pemberian salbutamol inhalasi di poliklinik
sangat menyokong diagnosis asma pada anak.
3) Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Asma memerlukan pemeriksaan uji fungsi paru,
dengan alat Peak Flow Rate Meter dan Spirometer. Namun
pada penerapannya tidak mudah karena memerlukan koordinasi/manuver yang sulit.
Cara pemberian obat yang utama dalam Asma adalah dengan inhalasi atau obat hirupan. Anak-anak umumnya juga mengalami kesulitan untuk menggunakan obat dengan cara inhalasi, terutama dengan alat Dry Powder Inhaler (DPI) dan Metered Dose Inhaler (MDI) sehingga menilai respons
pengobatan inhalasi untuk membantu menegakkan
diagnosis, harus berhati-hati.
Bila sudah mampu laksana, anak juga perlu menjalani berbagai pemeriksaan penunjang selengkap mungkin. Jika diagnosis masih meragukan maka anak perlu dirujuk ke
35 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(44)
fasilitas yang lebih lengkap untuk evaluasi lebih lanjut. Kriteria rujukan adalah bila ditemukan berbagai temuan yang mengarah ke diagnosis lain seperti dapat dilihat pada tabel diagnosis banding.
Untuk mendukung diagnosis Asma anak dipakai batasan:
1) Variabilitas pada APE atau VEP1 > 15%
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan atau penurunan) hasil APE dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.
2) Kenaikan > 15% pada APE atau VEP1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator. Terjadi reversibilitas (perbedaan nilai) setelah pemberian inhalasi bronkodilator.
3) Penurunan > 15% pada APE atau VEP1 setelah uji
provokasi bronkus.
Keterangan :
APE : Arus Puncak Ekspirasi
VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama
Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.
Klasikasi Asma Anak
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami serangan akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek yaitu aspek akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik (penilaian jangka panjang). Klasikasi Asma Anak dapat dilihat dari aspek kronik dan aspek akut.
Pada aspek kronik derajat Asma dibagi 3 yaitu :
1) Asma episodik jarang: Gejala / serangan jarang timbul, interval antar gejala > 1 bulan.
2) Asma episodik sering: Gejala / serangan sering timbul, interval antar gejala < 1 bulan.
3) Asma persisten: Gejala hampir selalu ada.
Selain klasikasi diatas, pada aspek kronik diperlukan pula
(45)
klasikasi derajat kontrol (tingkat kendali) asmanya terutama bila pasien telah mendapat pengobatan jangka panjang menggunakan obat pengendali asma (kortikosteroid inhalasi). Klasikasi tingkat kendali asma dapat dilihat pada tabel 4.
Pada aspek akut (serangan atau eksaserbasi), asma anak dibagi menjadi:
1) Asma serangan ringan. 2) Asma serangan sedang. 3) Asma serangan berat.
4) Ancaman henti napas (lihat tabel 5)
Bila mendiagnosis seorang anak sebagai Asma (Pendekatan Praktis Kesehatan Paruing tidak untuk pertama kalinya) maka perlu disebutkan kedua aspek yaitu kronik dan akut. Misalnya, Asma episodik sering - serangan ringan, atau Asma episodik jarang - serangan berat. Dapat juga dijumpai pasien yang pada penilaian saat ini tidak ada gejala sama sekali (Asma terkontrol), atau ada gejala ringan yang tidak sampai memenuhi kriteria serangan Asma. Jika pasien sudah menjalani tata laksana Asma secara jangka panjang dan teratur berkonsultasi maka kita menilai apakah Asmanya terkontrol atau tidak.
4. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini merupakan kelainan paru ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, yang bersifat progresif, berhubungan dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan penyakit penyerta (penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru) dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Penyakit ini mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.
Dalam perjalanan penyakit PPOK, ada fase PPOK stabil dan
37 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(46)
PPOK eksaserbasi akut. Kriteria PPOK stabil adalah:
a. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
b. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analsis gas darah menunjukan PH normal PC)2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg
c. Sputum tidak berwarna atau jernih
d. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
e. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan f. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Eksaserbasi adalah suatu keadaan akut yang ditandai dengan perburukkan gejala pernapasan dari keadaaan sehari-hari yang mengakibatkan pada perubahan penatalaksanaan. Gejala PPOK eksaserbasi akut:
a. Batuk makin sering / hebat
b. Produksi sputum bertambah banyak c. Sputum berubah warna
d. Sesak napas bertambah
e. Keterbatasan aktivitas bertambah
f. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik g. Kesadaran menurun
Faktor Risiko
1) Faktor risiko pejamu
- Genetik
- Hiper responsif jalan napas
- Pertumbuhan paru
2) Faktor risiko Pajanan
- Asap rokok (perokok aktif dan pasif)
- Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
- Polusi udara
· Polusi di dalam ruangan: asap rokok, asap tungku
(47)
masak
· Polusi di luar ruangan: gas buang kendaraan bermotor,
debu jalanan
- Infeksi saluran napas bawah berulang
- Kondisi sosial ekonomi
Langkah-Langkah Menegakkan Diagnosis
Pertimbangkan PPOK jika ditemukan :
1. Riwayat pajanan faktor risiko
2. Sesak napas kronik progresif
3. Batuk kronik
4. Berdahak kronik
Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK
Gejala Keterangan
Sesak yaitu: Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu) Bertambah berat dengan aktivitas Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu usaha untuk bernapas,"
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
Batuk kronik
berdahak: Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK. Riwayat terpajan
factor resiko, terutama
Riwayat keluarga dengan PPOK
Asap rokok.
Debu dan bahan kimia di tempat kerja Asap dapur
39 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(48)
*Pemeriksaan sik :
a) Normal b) Kelainan
- Bentuk dada : barrel chest
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Hipertro otot bantu napas
- Femitus melemah, sela iga melebar
- Hipersonor
- Suara napas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
Gambaran foto toraks pada PPOK dapat bervariasi dari normal sampai ditemukan kelainan. Kelainan berupa:
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Diafragma Mendatar
- Corakan Bronkovaskuler Meningkat
- Bulla
- Jantung Pendulum
Bagan 3. Alur Diagnosis PPOK
Faktor risiko - Usia
- Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja
Gejala : - Sesakl napas - Batuk kronik - Berdahak kronik - Keterbatasan aktivitas
Pemeriksaan fisik*
Curiga PPOK Curiga Penyakit Paru Lain
Spirometri Foto Toraks Penanganan sesuaidugaan penyakit
PPOK Derajat I / II / III / IV Normal VEPbronkodilator)1/KVP <70% (setelah
(49)
Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis Gambaranklinis 1. Onsetusiapertengahan
PPOK 2. Gejalaprogresiflambat
3. Riwayatmerokok(lama&jumlah) 4. Sesaksaataktivitas
5. Hambatanaliranudaraumumnyaireversibel
Asma 1. Onset usiadini
2. Gejalabervariasidariharikehari
3. Gejalapadawaktumalam/dini harilebihmenonjol 4. Dapatditemukanalergi,rinitisdanataueksim 5. Riwayatasmadalamkeluarga
6. Hambatanaliranudaraumumnyareversible Gagaljantung 1. Riwayathipertensi
Kongestif 2. Ronkibasahhalusdibasalparu
3. Gambaranfototorakspembesaranjantungdanedema paru
4. Pemeriksaanfaalparurestriksi,bukanobstruksi Bronkiektasis 1. Sputumpurulendalamjumlahbanyak
2. Seringberhubungandenganinfeksibakteri 3. Ronkibasahkasardanjaritabuh
4. Gambaranfototorakstampakhoneycombappearence 5. Penebalandindingbronkus
Tuberkulosis 1. Onsetsemuausia
2. GambaranfototoraksInltrat
3. Konrmasimikrobiologi(BasilTahan Asam/BTA) Sindrom 1. Riwayatpengobatanantituberkulosisadekuat
ObstruksiPasca 2. Gambaranminimal fototoraksbekasTB:brotikdanklasikasi TB(SOPT) 3. Pemeriksaanreversible faalparumenunjukkanobstruksiyangtidak
41 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
(50)
Klasikasi Berdasarkan Beratnya Penyakit
Tabel 7. Klasikasi PPOK Berdasarkan GOLD 2010
Derajat Klinis Faal Paru Keterangan
Derajat I: PPOK Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering
VEP1/ KVP < 70 % VEP1 80% prediksi
Pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun Derajat II:
PPOK Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum
VEP1/KVP < 70 % 50% VEP1 < 80% prediksi
Pada kondisi ini pasien mulai menurun kesehatannya Derajat III:
PPOK Berat Gejala sesak lebih berat Penurunan aktitas,
Rasa lelah dan serangan,
eksaserbasi semakin sering dan
berdampak pada kualitas hidup pasien
VEP1/KVP < 70 % 30% VEP1 < 50% prediksi
Mulai memeriksakan kesehatannya Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau tanda-tanda gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen
VEP1/ KVP < 70 %
VEP1 < 30% prediksi VEP1 < 50% prediksi dengan gagal napas kronik
Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Keterangan: VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1
KVP = Kapasitas Vital Paksa
Penilaian Kelompok Pasien PPOK dan pengobatan ditentukan berdasar gejala, nilai spirometri dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi). Gejala diukur berdasarkan skor mMRC atau CAT.
(51)
43
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Populasi C:
Risiko tinggi, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10
Populasi D:
Risiko tinggi, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC
≥ 2 dan skor CAT ≥ 10 Populasi A:
Risiko rendah, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10
Populasi B:
Risiko rendah, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC
≥ 2 dan skor CAT ≥ 10
D. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut
Pasien yang sudah dikelompokkan menurut gejala dan tanda tertentu, segera dilakukan penatalaksanaan dan tindak lanjut yang sesuai algoritma Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
(52)
44 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
a. perlu dipikirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang diderita pasien (dalam 1 pasien bisa ≥ 2 diagnosis).
b. Pemberian obat sesuai dengan diagnosis.
c. Pasien dengan kondisi kegawatdaruratan harus dirujuk ke Rumah Sakit.
d. Merujuk pasien dengan kondisi tertentu yang membutuhkan pemeriksaan penunjang atau pengobatan lanjutan ke Rumah Sakit.
2. Penetapan Obat yang Akan Diberikan Baik untuk Jangka Pendek Maupun Jangka Panjang serta Tindak Lanjut
Pengobatan dan tindak lanjut disesuaikan dengan pengelompokan dan diagnosis yang telah ditegakkan.
a. Penatalaksanaan/pengobatan TB
Apabila pasien sudah dinyatakan sebagai terduga TB, maka dirujuk ke Poli DOTS.
b. Penatalaksanaan/pengobatan Pneumonia Pengobatan medikamentosa pada pasien dewasa: 1) Beri antibiotik spektrum luas selama 5-7 hari:
a) Pilihan 1: Amoksisilin-asam klavulanat 3 x 500 mg (bila tersedia di Puskesmas).
b) Pilihan 2: Amoksisilin 3 x 500 mg : 25-50mg/kgBB/hari. c) Pilihan 3: Eritromisin 3 x 500 mg : 30mg/kgBB/hari. d) Pilihan 4: Doksisiklin 2 x 100 mg (bila tersedia di
Puskesmas).
2) Beri obat simtomatis sesuai keluhan: a) Analgetik-antipiretik.
b) Ekspektoran/Mukolitik.
3) Pengobatan Non-medikamentosa: a) Tirah baring (bedrest).
b) Banyak minum.
c) Etika batuk (sesuai Universal Infection Precaution). d) Kunjungan ulang 2-3 hari.
e) Jika berat dirujuk ke Rumah Sakit. 1. Prinsip dalam Penatalaksanaan Pasien
(53)
45
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bila pasien dengan HIV (+), pikirkan Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) dan tambahkan terapi dengan Kotrimoksasol untuk PCP Ringan sampai Sedang: 2 x 960 mg selama 21 hari dilanjutkan 1 x 960 mg selama 6 bulan.
Tatalaksana Pneumonia pada pasien anak usia ≥ 5 tahun Pada rawat jalan:
1) Medikamentosa Beri antibiotik:
a) Kotrimoksasol (4 mg Trimetoprim/kgBB - 20mg Sulfametoksazole /kgBB/hari). Dosis oral 2 kali sehari selama 5 hari, atau
b) Amoksisilin (25 - 50 mg/kgBB/hari). Dosis oral 3 kali sehari selama 5 hari.
c) Bila diduga kuat penyebab pneumonia mikoplasma, berikan golongan makrolid (eritromisin 50
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau klaritromisin 15-20 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis)
d) Untuk pasien HIV antibiotik diberikan selama 7 hari. Bila dicurigai infeksi PCP dosis kotrimoksasol diberikan 8 mg/kg BB/kali (TMP) diberikan tiga kali sehari selama 3 minggu.
2) Non medikamentosa Nasihat:
a) Anjurkan untuk memberi makan anak walaupun anak dalam keadaan sesak napas, namun harus berhati-hati agar tidak tersedak.
b) Anjurkan untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum.
Jika ditemui tanda Pneumonia berat:
1) Te ra p i oksigen 2 liter/menit dengan nasal prong/nasal kanul.
2) A n a k dirujuk ke Rumah Sakit dengan
menggunakan Form PAL 04 dan direkapitulasi menggunakan Form PAL 06.
Ketika anak kembali:
(54)
46 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
1) Jika pernapasann ya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari. 2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu
makan tidak ada perubahan, rujuk ke Rumah Sakit.
c. Penatalaksanaan/pengobatan Asma Tujuan Penatalaksanaan
Mencapai Asma terkontrol, sehingga pasien Asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Kriteria Asma terkontrol anak dan dewasa 1) Tidak ada gejala atau gejala minimal. 2) Tidak ada serangan Asma malam hari.
3) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal. 4) Nilai APE normal atau mendekati normal.
5) Tidak ada keterbatasan aktivitas.
6) Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat. Penatalaksanaan meliputi 4 komponen
1) KIE dan hubungan dokter-pasien.
2) Identikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko.
3) Penilaian, pengobatan dan monitor Asma. 4) Penatalaksanaan Asma eksaserbasi akut.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 2, yaitu: penatalaksanaan Asma jangka panjang dan
penatalaksanaan Asma akut/saat serangan. 1) Tatalaksana Asma jangka panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran.
a) Edukasi:
Edukasi yang diberikan mencakup:
(55)
47
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Mengenali gejala serangan Asma secara dini.
· Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya.
· Mengenali dan menghindari faktor pencetus. · Kontrol teratur.
b) Obat:
Terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol dengan tujuan untuk mencegah serangan dan diberikan dalam jangka panjang secara terus menerus. (lihat Lampiran 1.)
· Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol (inhalasi budesonid), dievaluasi setiap bulan.
· Bila dalam satu bulan belum juga terkontrol, dosis obat ditingkatkan.
· Bila Asma sudah terkontrol dan berlangsung selama 3 bulan dosis obat diturunkan.
· Dosis obat dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan Asma pasien sudah terkontrol atau belum.
· Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi bakteri (Pneumonia, bronkitis akut, sinusitis), ditandai dengan sputum purulen, demam dan leukositosis. Antibiotik yang diberikan adalah amoksisilin dosis 50mg/kgBB/hari selama minimal 5 hari.
· Pasien dianjurkan untuk kontrol teratur/terjadwal tidak hanya bila terjadi serangan akut. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa Asma tetap terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi seminimal mungkin.
c) Menjaga kebugaran:
Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan senam Asma. Pasien diberi tahu tempat yang menyelenggarakan senam asma.
(56)
48 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Rumah Sakit. Kriteria pasien yang dirujuk adalah:
a) Pada serangan akut yang mengancam jiwa. b) Tidak respons dengan pengobatan.
c) Tanda dan gejala tidak jelas atau adanya komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA), rhinitis berat, disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dan PPOK.
d) Dibutuhkan pemeriksaan/uji lainnya di luar pemeriksaan standar seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test), bronkoskopi dan sebagainya.
Alasan/kemungkinan Asma tidak terkontrol: a) Obat tidak adekuat (rejimen atau dosis).
b) Ketidakpatuhan dan ketidaktepatan menggunakan obat. c) Cara pemakaian obat inhalasi yang salah (teknik
inhalasi).
d) Efek samping obat.
e) Pajanan pencetus terus menerus.
f) Terdapat penyakit penyerta (sinusitis, rhinitis, PRGE, bronkitis dan lain-lain).
g) Masalah psikososial.
h) Kurangnya edukasi mengenai penyakitnya, pengobatan dan pencegahan
2) Tatalaksana Serangan Asma Akut/Saat Serangan. Tujuan:
· Mengatasi gejala serangan Asma.
· Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan.
· Mencegah terjadinya kekambuhan.
· Mencegah kematian karena serangan Asma. Tatalaksana Serangan Asma Akut pada Orang Dewasa:
(57)
49
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital (frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi dan temperatur), ukur saturasi oksigen dengan pulseoxymeter
kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow rate meter.Tentukan klasifikasi berat serangan.
· Bila saturasi 90-95% berikan oksigen dengan kanula hidung 1-2 ltr/menit. Bila < 90% berikan oksigen 4-6 ltr/menit dengan face mask, sehingga saturasi oksigen > 95%.
· Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5 mg/2,5 ml untuk sediaan ventolin nebul) atau injeksi adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi Salbutamol dan Ipratropium Bromida setiap 20 menit selama 1 jam.
· Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat steroid sehari-hari beri kortikosteroid sistemik (berikan prednisone 1 tablet atau bila tidak bisa minum, suntikkan deksametason 1-2 ampul Intra Vena).
· Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan saturasi oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Rumah Sakit. Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons pengobatan.
(58)
50 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA Ruang rawat inap
§Oksigen teruskan.
§Atasi dehidrasi/asidosis jika
ada.
§Steroid i.v. tiap 6-8 jam. §Nebulisasi tiap 1-2 jam. §Aminolin i.v. awal, lanjutkan
rumatan.
§Jika membaik dalam 4-6x
nebulisasi, interval jadi 4-6 jam.
§Jika dalam 24 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang.
§Jika dengan steroid dan
aminolin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke ICU.
Boleh pulang
§Bekali obat β-agonis
(hirupan/oral).
§Jika sudah ada obat
pengontrol, teruskan.
§Jika infeksi virus
sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral.
§Dalam 24-48 jam
kontrol ke poliklinik untuk evaluasi.
Ruangan rawat sehari/kontrol Fasilitas Kesehatan
§Oksigen teruskan.
§Berikan steroid oral. §Nebulisasi tiap 2 jam.
§Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil, boleh pulang.
§Jika dalam 12 jam klinis
tetap belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap.
Nilai derajat serangan Tatalaksana awal
Nebulisasi β-agonis 3x, interval 20 menit
Serangan sedang
(nebulisasi 2-3x, responsparsial)
§Berikan oksigen §Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruangan rawat sehari. §Pasang infus
Serangan berat
(nebulisasi 3x, respons buruk)
§Sejak awal berikan oksigen
saat/di luar nebulisasi.
§Pasang infus.
§Nilai ulang klinisnya, jika
sesuai dengan serangan berat, rawat inap.
§Foto toraks. Serangan ringan
(nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang) Observasi 1-2 jam. Jika efek bertahan, boleh pulang.Jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang.
Bagan 5. Alur Tatalaksana Asma Berdasarkan Nilai Derajat Serangan
(59)
51
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA Catatan:
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan β- agonis + antikolinergik
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 mg/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kal
3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi
4. Dosis aminolin loading dose 4-6 mg/KgBB i.v perlahan, jika terdapat riwayat pemberian golongan xantin (aminolin atau teolin) sebelumnya maka dosis aminolin loading dose diturunkan menjadi 50% (2-3 mg/KgBB).
(60)
52 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tatalaksana serangan Asma pada anak
GINA membagi tatalaksana serangan Asma pada anak menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di FKRTL.
1) Tatalaksana di Rumah
Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal adalah inhalasi β-agonis kerja pendek sebanyak < 3x dalam satu jam.
2) Tatalaksana di FKRTL
a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Klinik
Pasien Asma yang datang dalam keadaan serangan ke IGD langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian β -agonis kerja singkat secara nebulisasi.
Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan interval 20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan obat antikolinergik (ipratropium bromid). Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam keadaan serangan berat, langsung diberikan nebulisasi
β-agonis kerja singkat dikombinasi dengan antikolinergik (ipratropium bromid). Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi β-agonis kerja singkat. Pasien seperti ini cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya
(1)
96
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA - Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakitKunjungan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan
Kunjungan semua semua Fasilitas Kesehatan sesuai Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin
C. Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi/Kota (PAL 05C)
Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut.
Provinsi : Di isi nama Provinsi
Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tuberkulosis
- Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
- Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
- Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan BTA pos semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.
Pneumonia ≥5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Asma
- Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma, semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
PPOK
- Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK, semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
Gangguan Pernapasan
- Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit dengan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit Kunjungan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
(2)
97
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIAKunjungan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)
Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan Kunjungan semua semua Dinkes Kab/Kota sesuai Penyakit Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin
(3)
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05A)
(diambil dari Register Harian PAL 03/TB 06/TB 04/TB 03/LB1 Fasilitas Kesehatan)
Provinsi Bulan Kecamatan Fasilitas Kesehatan Bulan
: ... : ... : ... : ...
: ... Tahun : ... No. Kunjungan Penyakit Terkait PAL Sumber
Data 1
2 3 4 5
6
Tuberkulosis A. Terduga TB B. Semua Kasus Baru C. Kasus Baru BTA pos Pneumonia > 5 tahun Asma
A.Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (serangan) PPOK
A. Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi) Gangguan Pernapasan
A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK) Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
PAL 03 PAL 03 PAL 03 PAL 03 PAL 03 PAL 03 PAL 03 PAL 03 1B+2+ 3A+4A 1B+2+3A 3B+4A+4B
LB1 LB1
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
L P5 - 14 L P15 - 44 L P45 - 49
L P
60 - 69L P
> 70 JUMLAHL P
Mengetahui ( )
Yang melaporkan, ( )
..., ..., ...
98
PETUNJUK TEKNIS PENERAP
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(4)
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B)
(diambil dari Laporan Bulanan PAL 05A sema Fasilitas Kesehatan)
Provinsi Kabupaten/Kota Bulan
: ... : ...
: ... Tahun : ... No. Kunjungan Penyakit Terkait PAL Sumber
Data 1
2 3 4 5
6
Tuberkulosis A. Terduga TB B. Semua Kasus Baru C. Kasus Baru BTA pos Pneumonia > 5 tahun Asma
A.Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (serangan) PPOK
A. Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi) Gangguan Pernapasan
A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK) Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A PAL 05A
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
L P5 - 14 L P15 - 44 L P45 - 49
L P
60 - 69L P
> 70 JUMLAHL P
Mengetahui ( )
Yang melaporkan, ( )
..., ..., ...
99
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(5)
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur
Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi (PAL 05C)
(diambil dari Laporan Bulanan PAL 05B semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota)
Provinsi
Bulan : ...: ... Tahun : ... No. Kunjungan Penyakit Terkait PAL Sumber
Data 1
2 3 4 5
6
Tuberkulosis A. Terduga TB B. Semua Kasus Baru C. Kasus Baru BTA pos Pneumonia > 5 tahun Asma
A.Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (serangan) PPOK
A. Kasus Baru
B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi) Gangguan Pernapasan
A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK) Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
L P5 - 14 L P15 - 44 L P45 - 49
L P
60 - 69L P
> 70 JUMLAHL P
Mengetahui ( )
Yang melaporkan, ( )
..., ..., ...
100
PETUNJUK TEKNIS PENERAP
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P
(6)
Rekapitulasi Pasien Yang Dirujuk Ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (PAL 06)
Fasilitas KesehatanKabupaten/Kota Provinsi Bulan Tahun
: ... : ... : ... : ... : ... No Tanggal No RegPAL Nama Pasien Umur
L P
Diagnosis
Awal Dirujuk ke
Dirujuk/Dirujuk
Balik dari Diagnosi Akhir Keterangan
Tanggal PKRTL
Mengetahui ( )
Yang melaporkan, ( )
..., ..., ...
101
AN PENDEKA
TAN PRAKTIS KESEHA
TAN P