PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA.

(1)

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC

DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Oleh:

0512015044/FE/M ARIE ARDIANIE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN` JAWA TIMUR


(2)

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC

DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Manajemen

Oleh:

0512015044/FE/M ARIE ARDIANIE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN` JAWA TIMUR


(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress PT. Indonesian Paradise Property, Tbk yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada program studi Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jawa Timur.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. Ali Maskun, MS, selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Teguh Sudarto, MS, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ VETERAN” Jawa Timur.

2. Bapak DR.Dhani Ichsanudin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ VETERAN” Jawa Timur.

3. Bapak Drs.Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Pembantu Dekan I Fakulatas Ekonomi UPN ‘Veteran’ Jawa Timur.

4. Bapak Drs.Ec.Gendut Sukarno,MS dan Bapak DR. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UPN ‘Veteran’ Jawa Timur.


(4)

ii

6. Seluruh staff dan Dosen Fakultas Ekonomi Manajemen UPN ‘Veteran’ Jawa Timur.

7. Bapa tercinta Syaifudin Kusnadi, SH dan mama tersayang ibu Lies Surtika yang telah menyayangi, membesarkan hati dan memberi support lahir maupun batin, kakak tersayang Irvan Jihad,SE.

8. Bapak H. Panut, SH atas izin yang diberikan selama penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun inilah usaha terbaik dari penulis. Semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, September 2010


(5)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... i

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ……….. vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………. viii

ABSTRAKSI ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 4

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4 Manfaat Penelitian ……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ………. 6

2.2 Landasan Teori ……….. 7

2.2.1 Kinerja Keuangan ………... 7

2.2.2 Analisa Laporan Keuangan ………. 10

2.2.3 Analisa Rasio Keuangan ………. 14

2.2.4 Financial Distress ……… 23

2.2.5Hubungan Antara Analisa Rasio Keuangan dengan Kebangkrutan ………. 24


(6)

iv

2.2.6 Hubungan Antara Analisa Rasio dengan Kebangkrutan dan

Financial Distress ……… 26

2.3 Kerangka Konseptual ………. 28

2.4 Hipotesis ………. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………. 29

3.2 Teknik Penentuan Sampel ……….. 31

3.3 Teknik Pengumpulan Data ………. 32

3.3.1 Jenis dan Sumber Data ……… 32

3.3.2 Metode Pengumpulan Data ………. 32

3.4 Teknik Analisis Data ……….. 32

3.4.1 Metode Analisis ………... 33

3.4.2 Uji Hipotesis ……… 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ……… 40

4.1.1 Sejarah PT. Bursa Efek Indonesia ………... 40

4.1.2 Sejarah PT. Indonesian Paradise Property, Tbk ……….. 43

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 46

4.2.1 Hasil Analisis Data ……….. 46

4.2.2 Hasil Analisis ………... 57


(7)

v

4.3 Pembahasan ……….. 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 68 5.2 Saran ……….. 69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Laba Usaha ………. 2

Tabel 2 Hasil Perhitungan Nilai Perputaran Piutang ……….. 48

Tabel 3 Hasil Perhitungan Nilai Perputaran Persediaan ………. 49

Tabel 4 Hasil Perhitungan Nilai Debt to Asset Ratio ………. 50

Tabel 5 Hasil Perhitungan Nilai Debt to Equity Ratio ……… 51

Tabel 6 Hasil Perhitungan Nilai Net Profit Margin ………. 52

Tabel 7 Hasil Perhitungan Nilai Return on Asset ……….. 53

Tabel 8 Hasil Perhitungan Nilai Return on Equity ………... 54

Tabel 9 Nilai Financial Distress Perusahaan ……….. 55

Tabel 10 Hasil Deskriptif Indicator Penelitian ……… 56

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Data ………. 58

Tabel 12 Persamaan Regresi Linier Berganda ………. 59

Tabel 13 Hasil Uji Multikolinieritas ……… 60

Tabel 14 Hasil Uji Autokorelasi ……….. 62

Tabel 15 Hasil Uji Heteroskedastisitas ………. 63


(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Ganbar 1 Uji F ……… 38


(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran:

1. Data olahan 2. Hasil spss


(11)

ix ABSTRAKSI

PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC

DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA

PT.Indonesian Paradise Property, Tbk pada periode tahun 2003-2008 memiliki data laba yang menurun dari tahun ketahun, dari tahun 2006-tahun 2008. Adanya kerugian secara terus menerus, menunjukkan bahwa PT. Indonesia Paradise Property, Tbk mengalami financial distress. Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh:a)Rasio aktivitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.b)Rasio leverage terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.c)Rasio profitabilitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.

Populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk tahun 2003-2010, sedangkan sampel yang digunakan adalah data laporan keuangan tahun 2006-2008, karena pada periode tersebut perusahaan mengalami permasalahan laba negative secara terus menerus.

Kesimpulan dari hasil analisis dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan bahwa: (a) Rasio aktivitas tidak berpengaruh positif terhadap finansial distres PT. Indonesia Paradise Property, Tbk. (b)Rasio leverage berpengaruh negatif terhadap finansial distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk. (c)Rasio profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap finansial distress PT. Indonesia Paradise Property.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor, auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti: penundaan pengiriman, masalah kualitas produk, hilangnya kepercayaan dari para pelanggan, tagihan dari bank atau kreditur, dan lain sebagainya untuk mengindikasikan adanya financial distress, keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-perusahaan tersebut dengan hilangnya kepercayaan dari stakeholder, yang dialami oleh perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress yang dialami oleh perusahaan di harapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi ini.

PT.Indonesian Paradise Property, Tbk pada periode tahun 2003-2009 memiliki data laba usaha sebagai berikut:


(13)

Table 1: Data laba usaha

Periode Laba Perubahan (Rp)  Perubahan (%) 

2003 -6.895.000.000    

2004 -15.187.000.000 ‐8.292.000.000 120,26 

2005 -8.080.000.000 7.107.000.000 ‐46,80 

2006 -4.623.033.305 3.456.966.695 ‐42,78 

2007 -449.802.223 4.173.231.082 ‐90,27 

2008 -200.455.698 249.346.525 ‐55,43 

2009 73.968.571 274.424.269 ‐136,90 

Sumber: laporan keuangan PT.Bursa Efek Indonesia

Dari table diatas dapat terlihat bahwa perusahaan selama periode tahun 2003-2008 mengalami kerugian secara terus menerus. Hingga pada periode tahun 2008-2009 perusahaan mampu mencapai profitabilitas/memperoleh laba. Adanya kerugian secara terus menerus, menunjukkan bahwa PT. Indonesia Paradise Property, Tbk mengalami financial distress. Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan kondisi keuangan atau kondisi kritis suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.

Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio – rasio keuangan yang ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan dialami. Oleh karena itu, rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi


(14)

kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar-benar bangkrut. (Etty M. Nasser dan Titik Aryati, 2000).

Luciana Spica Almilia (2003) menyebutkan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya menggunakan rasio keuangan perusahaan. Perluasan dari penelitian yang berkaitan dengan prediksi financial distress suatu perusahaan telah dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel penjelas lain yaitu opini yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya dan perbedaan properti. Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan adalah: Zmijewski (1983) dalam Foster (1986), Lau (1987), Poston et al. (1994), Doumpos dan Zopounidis (1999) serta Platt dan Platt (2002).

Penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan seperti yang dilakukan oleh Platt dan Platt (1990), menggunakan sampel pada beberapa industri. Untuk mengontrol perbedaan industri maka digunakan industry

normalizing ratios. Platt dan Platt (1990) melakukan penyelidikan stabilitas

dan kelengkapan model kebangkrutan berdasarkan industry-relative ratio yang dibandingkan dengan rasio yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis propertinya.Yang membedakan dari penelitian sebelumnya adalah pemakaian 6 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan propertinya dan 6 rasio keuangan relatif properti, dimana penelitian sebelumnya hanya menggunakan 4 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan propertinya dan 4 rasio keuangan relatif properti. Serta pemeringkatan


(15)

reputasi auditor berdasarkan jumlah total aset yang di audit oleh auditor tersebut, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan pemeringkat auditor dengan banyaknya emiten yang di audit.

Ada dua motif dilakukannya penelitian dalam model ramalan kebangkrutan. Yang pertama adalah untuk menguji hubungan antara faktor finansial dan pengukuran kegagalan; yang kedua adalah untuk mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan (Sumarno Zain, 1995:1). Penelitian yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan motif kedua, yaitu untuk mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan dengan memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui “Pengaruh rasio aktivitas, leverage dan profitabilitas terhadap financial distress PT.Indonesian Paradise Property yang go public di PT.Bursa Efek Indonesia”.

1.2.Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah rasio aktivitas berpengaruh terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk?

b. Apakah rasio leverage berpengaruh terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk?

c. Apakah rasio profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk?


(16)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh: a. Rasio aktivitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise

Property, Tbk

b. Rasio leverage terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk

c. Rasio profitabilitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak antara lain adalah:

a. Bagi perusahaan, kiranya hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai tambahan referensi tentang pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi financial distress.

b. Bagi pembaca, kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan financial distress perusahaan perusahaan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. SARI ATMINI (2005) dengan judul “ MANFAAT LABA DAN ARUS KAS UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS

PADA PERUSAHAAN TEXTILE MILL PRODUCTS DAN APPAREL AND OTHER TEXTILE PRODUCTS YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris, apakah laba atau arus kas yang lebih baik digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Dengan menggunakan sampel sebanyak 60 tahun-perusahaan dari 24 perusahaan yang berbeda yang termasuk ke dalam perusahaan textile mill products dan

apparel and other textile products, dan periode penelitian adalah tahun 1999-2001, penelitian ini menemukan bukti bahwa model laba merupakan model yang lebih baik daripada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan.

b. Rayenda K Brahmana (2007) dengan judul “IDENTIFYING FINANCIAL DISTRESS CONDITION IN INDONESIA MANUFACTURE INDUSTRY”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Rasio relatif industri kurang akurat dalam memprediksi kemungkinan kondisi financial


(18)

distress suatu perusahaan dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan. 2. Reputasi auditor kurang dapat digunakan sebagai variabel penjelas untuk memprediksi kemungkinan kondisi financial distress suatu perusahaan. Sehingga kita mengetahui faktor apa saja yang dapat kita gunakan untuk mengidentifikasi kejadian financial distress. 3. Berdasarkan hasil temuan diatas, terdapat 1% yang mengalami gejala

financial distress ketika diidentifikasi dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengelola operational perusahaan. Kinerja yang baik akan memberikan pengharapan yang baik pula bagi pengambil keputusan investasi. Pengertian kinerja (performance) menurut Drucker adalah “Tingkat prestasi atau hasil nyata yang dicapai kadang-kadang dipergunakan untuk diperoleh suatu hasil positif” (2002,p.134).

Dari pengertian di atas maka dapat terlihat bahwa kinerja perusahaan merupakan hasil keputusan-keputusan manajemen untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

Untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan kinerja perusahaan perlu mengadakan interprestasi atau analisa terhadap data


(19)

keuangan dari perusahaan yang bersangkutan dan data keuangan itu akan tercermin di dalam laporan keuangan.

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu pencatatan kegiatan operasi perusahaan yang merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Laporan keuangan juga merupakan suatu alat yang sangat penting dalam memperoleh informasi mengenai posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Jadi laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan.

Adapun tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan menurut Munawir (2002,p.31) adalah:

a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi, atau mengukur kecukupan sumber kas perusahaan untuk memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan kas dalam jangka pendek. b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan

untuk memenuhi kewajiban investasi dan utang jangka panjang serta menelaah struktur modal perusahaan,termasuk sumber dana jangka panjang.

c. Mengetahui tingkat rentabilitas yaitu suatu kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada periode tertentu.


(20)

d. Mengetahui stabilitas usaha yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil dan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara teratur.

Analisis laporan keuangan dilakukan untuk menambah informasi keadaan keuangan perusahaan. Menurut Harahap (2004:195), salah satu kegunaan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan yang berkaitan dengan: 1) Penilaian prestasi perusahaan

2) Memproyeksi keuangan perusahaan

3) Menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu :

a. Posisi keuangan (Aset, Neraca dan Modal) b. Hasil usaha perusahaan (Hasil dan Biaya) c. Likuiditas

d. Solvabilitas e. Aktivitas

f. Rentabilitas atau profitabilitas g. Indikator pasar modal

h. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu i. Melihat komposisi struktur keuangan, arus dana.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan


(21)

pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan dimasa mendatang (http://hdl.handle.net/10364/679).

2.2.2. Analisa Laporan Keuangan

Analisis laporan keuangan menurut Harahap adalah “Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat” (2004,p.190).

Sedangkan pengertian analisis laporan keuangan menurut Prastowo dan Juliaty (2002:52-59) adalah: “suatu proses untuk membedah laporan keuangan kedalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur tersebut, dan menelaah hubungan diantara unsur-unsur tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri”.

Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan maka penganalisa lazimnya mempergunakan dua macam metode yaitu analisa horizontal dan analisa vertikal.


(22)

a. Analisa horizontal

Analisa horizontal merupakan analisa dengan mengadakan perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode, sehingga dapat diketahui perkembangannya. Metode analisa horizontal ini juga sering disebut sebagai metode analisa dinamis. Metode ini terdiri dari 4 analisa, antara lain :

1. Analisa komparatif (comparative financial statement analysis) Analisa ini dilakukan dengan cara menelaah neraca, laporan laba rugi atau laporan arus kas yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya.

2. Analisa trend

Analisa trend adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. Sebuah alat yang berguna untuk perbandingan tren jangka panjang adalah tren angka indeks. Analisa ini memerlukan tahun dasar yang menjadi rujukan untuk semua pos yang biasanya diberi angka indeks 100. Karena tahun dasar menjadi rujukan untuk semua perbandingan, pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis normal.

3. Analisa arus kas (cash flow analysis)

Analisa arus kas adalah suatu analisa untuk sebab – sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber –


(23)

sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. Analisa ini terutama digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi sumber dana penggunaan dana. Analisa arus kas menyediakan pandangan tentang bagaimana perusahaan memperoleh pendanaannya dan menggunakan sumber dananya. Walaupun analisa sederhana laporan arus kas memberikan banyak informasi tentang sumber dan penggunaan dana, penting untuk menganalisa arus kas secara lebih rinci.

4. Analisa perubahan laba kotor (gross profit analysis)

Analisa perubahan laba kotor adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab – sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut. b. Analisa vertikal

Analisa vertikal merupakan analisa yang mempergunakan laporan keuangan perusahaan untuk satu periode atau satu saat saja, dan mempergunakan perbandingan antara pos satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja. Analisa vertikal ini sering disebut sebagai metode analisa statis dikarenakan kesimpulan yang diperoleh hanya untuk periode itu saja tanpa mengetahui perkembangannya. Metode ini terdiri dari 3 analisa, antara lain :


(24)

1. Analisa common – size

Analisa common – size adalah suatu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada masing – masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosannya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Analisa common size

menekankan pada 2 faktor, yaitu :

1) Sumber pendanaan, termasuk distribusi pendanaan antara kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar dan ekuitas.

2) Komposisi aktiva, termasuk jumlah untuk masing – masing aktiva lancar dan aktiva tidak lancar.

2. Analisa impas (break-even)

Analisa impas (break-even) adalah analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break-even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.

3. Analisa ratio.

Analisa ratio adalah suatu cara untuk menganalisa laporan keuangan yang mengungkapkan hubungan matematik antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya atau perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya.


(25)

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh analisa rasio dibandingkan dengan teknik analisa lainnya adalah :

1) Rasio digambarkan dengan angka-angka sehingga lebih mudah untuk membaca maupun menafsirkannya.

2) Dapat digunakan sebagai pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang telah disajikan dalam laporan keuangan yang rumit.

3) Untuk mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain. 4) Melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time

series.

5) Membuat suatu standar bagi size perusahaan.

6) Lebih mudah untuk melihat trend yang sedang terjadi pada perusahaan serta mampu untuk melakukan prediksi di masa yang akan datang.

2.2.3. Analisa Rasio Keuangan

Yang dimaksud dengan rasio keuangan menurut Ariani (2007,p.6) adalah: “Rasio keuangan adalah rasio yang menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan


(26)

terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai sebuah standard”.

Maksud dari pernyataan tersebut adalah dengan melakukan analisa terhadap rasio-rasio keuangan maka akan dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana keadaan sebenarnya perusahaan yaitu mengetahui bagaimana tingkat kesehatan keuangan perusahaan, masalah-masalah yang sedang dihadapi dan penyebab-penyebabnya, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi keadaan perusahaan tersebut. Dengan adanya pengetahuan tersebut maka akan dapat meningkatkan mutu maupun efektifitas manajemen dalam menjalankan perusahaan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, maupun pengendalian.

Menurut Sartono (2005:113-125) analisa rasio dikembangkan menjadi empat kelompok rasio keuangan yaitu:

a. Rasio likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finasial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan. Dengan menggunakan laporan keuangan yang terdiri atas Neraca, Laporan Rugi/Laba, laporan perubahan modal. Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur.Rasio-rasio yang dimaksud adalah:

lancar Hutang

lancar Aktiva

=

tio


(27)

Semakin tinggi current ratio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Aktiva lancar yang dimaksud termasuk kas, piutang, surat berharga dan persediaan. Dari aktiva lancar tersebut, persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang likuid dibanding dengan yang lain.

Rasio ini sama halnya current ratio, tetapi hanya memperhitungkan aktiva lancar yang benar-benar likuid saja yakni aktiva lancar diluar persediaan. Pengertian likuiditas sebenarnya mengandung dua dimensi yaitu waktu yang digunakan untuk mengubah aktiva menjadi kas dan kepastian harga yang akan terjadi. Dengan demikian elemen lancar tersebut memang piutang lebih likuid dibanding dengan persediaan dan memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mengubah menjadi kas.

Rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bias segera menjadi uang kas dengan hutang lancar.

b. Rasio Aktivitas

Rasio ini mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. Rasio aktifitas dinyatakan sebagai perbandingan penjualan dengan berbagai elemen aktiva. Semakin

lancar Hutang

persediaan

-lancar Aktiva = ratio

Acid test (Rumus 2.2)

(Rumus 2.3) Cash rasio = Kas + efek


(28)

Piutang kredit Penjualan piutang

Perputaran =

efektif dalam memanfaatkan dana semakin cepat perputaran dana tersebut, Karena rasio aktivitas umumnya diukur dari perputaran masing-masing elemen aktiva. Rasio aktifitas meliputi:

Periode pengumpulan piutang yaitu rata-rata hari yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi kas. Biasanya ditentukan dengan membagi piutang dengan rata-rata penjualan harian. Kedua rasio tersebut berhubungan, dimana hari dalam satu tahun dibagi dengan periode pengumpulan piutang akan menghasilkan perputaran piutang. Terlalu tinggi periode pengumpulan piutang itu berarti bahwa kebijakan kredit terlalu liberal atau bebas, akibatnya timbul bad-debt

dan investasi dalam piutang menjadi besar dan akibatnya keuntungan akan menurun.

Seperti halnya perputaran piutang dimaksudkan agar lebih tepat lagi apabila persediaan mengalami perubahan cukup besar. Perusahaan yang perputaran persediaan yang makin tinggi itu berarti makin (Rumus 2.4) persediaan rata -Rata penjualan pokok Harga persediaan Perputaran = kredit Penjualan 360 x Piutang piutang n pengumpula

Periode = (Rumus 2.5)


(29)

efisien, tetapi perputaran yang terlalu tinggi juga tidak baik, untuk itu perlu ditentukan keseimbangan.

Perputaran aktiva tetap adalah rasio antara penjualan dengan aktiva tetap netto. Rasio ini menunjukkan bagaimana perusahaan menggunakan aktiva tetapnya seperti gedung, kendaraan, mesin-mesin, perlengkapan kantor.

Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba.

c. Rasio leverage

Rasio ini menunjukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Semakin rendah leverage factor,perusahaan mempunyai resiko yang kecil bila kondisi ekonomi merosot. Penggunaan dana hutang tersebut mempunyai tiga dimensi (1) pemberi kredit akan menitik beratkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan, (2) dengan menggunakan dana hutang, maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban

(Rumus 2.8) (Rumus 2.7) tetap

Aktiva Penjualan tetap

aktiva

Perputaran =

aktiva Total

Penjualan aktiva

total


(30)

aktiva Total utang Total = Debt ratio sendiri modal Total hutang Total = uity ratio Debt to eq

bunga beban pajak dan bunga sebelum Laba

interest earned ratio= Time

tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat, dan (3) dengan penggunaan hutang, pemilik mendapatkan dana tanpa kehilangan pengendalian pada perusahaannya. Semakin besar tingkat leverage perusahaan, akan semakin besar jumlah hutang yang digunakan, dan semakin besar resiko bisnis yang dihadapi terutama apabila kondisi perekonomian memburuk. Ada lima rasio leverage:

Menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri 100%.

Semakin tinggi rasio ini semakin besar risiko yang dihadapi dan investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva.

(Rumus 2.9)

(Rumus 2.11)


(31)

sewa pembayaran bunga sewa pembayaran bunga EBIT cov arg + + + = erage e Fixed ch ) pajak) tarif -(1 pinjaman pokok angsuran ( sewa Bunga pajak dan bunga sebelum Laba cov + + = erage rvice

Debt to se

Time interest earned ratio adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar bunga.

Fixed charge coverage mengukur berapa besar kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran deviden saham preferen, bunga angsuran pinjaman dan sewa.

Debt service coverage mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman.

d. Rasio Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.

(Rumus 2.12)


(32)

% 100 Penjualan HPP -Penjualan

argin= 

it m Gross prof % 100 Penjualan EBIT

argin= 

m Net profit % 100 Investasi pajak setelah laba

Return on investment= 

% 100 sendiri modal pajak setelah laba

Return on equity= 

Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, tetapi perlu diperhatikan bahwa gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka

gross profit margin akan menurun begitu pula sebaliknya.

Apabila gross profit margin selama suatu periode tidak berubah sedangkan net profit margin nya mengalami penurunan maka berarti bahwa biaya meningkat relatif lebih besar daripada peningkatan penjualan.

Return on investment atau return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.

Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham

(Rumus 2.14)

(Rumus 2.15)

(Rumus 2.16)


(33)

% 100 Penjualan

EAT arg

Profit m in= 

% 100 aktiva total EBIT Asset on

Return = 

penjualan pajak setelah Laba aktiva total Penjualan x wer

Earning po =

perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila proporsi utang semakin besar, maka rasio ini juga akan makin besar.

Dengan menggunakan hubungan antara perputaran aktiva dengan net profit margin maka dapat dicari earning power atau return on assets ratio. Earning power adalah hasil kali net profit margin dengan perputaran aktiva.

Earning power merupakan alat ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat perputaran aktiva. Apabila perputaran aktiva meningkat dan net profit margin tetap maka earning power juga akan meningkat.

(Rumus 2.18)

(Rumus 2.19)


(34)

2.2.4. Financial Distress

Financial distress adalah penurunan pendapatan perusahaan yang mengakibatkan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar bunga dan

principal dari hutangnya (A.Brealy dan Myers, 2006 dalam Brahmana http://ppiuk.files.wordpress.com/2007/06/jurnal-raye.pdf.). Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki aliran kas yang rendah daripada jumlah pembayaran terhadap hutang jangka panjang. Financial distress biasanya dipengaruhi oleh tiga hal : struktur modal (leverage), manajemen yang kurang baik, perfomance perusahaan yang relatif kurang bagus dalam rata-rata industri sejenis. Tekanan perekonomian juga dapat menjadi salah satu pemicu yang menyebabkan terpengaruhnya pendapatan operasional.

Menurut penelitian Whitakers (1999) Financial distress

mengakibatkan perusahaan menunda atau bahkan kehilangan kesempatan investasi yang profitable karena ketidakmampuan perusahaan untuk mengatasi kewajiban lancar (current liabilities) saat ini. Hal ini pun menandai bahwa perusahaan tidak memiliki tingkat likuiditas yang cukup untuk membayar kewajibannya.

Financial distress adalah arus kas negatif menurut McCue (1991). Selanjutnya financial distress dapat dididentifikasi dengan melihat jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi negatif

(Whitaker, 1999). http://ppiuk.files.wordpress.com/2007/06/jurnal-raye.pdf.


(35)

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa financial distress adalah kesulitan keuangan jangka pendek yang bisa berkembang menjadi kesulitan “tidak solvable”, dan perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi dipilih apabila nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai likuidasi. Kegagalan (Failure) dapat didefinisikan dalam beberapa cara, dan kegagalan tidak harus menyebabkan keruntuhan atau pembubaran perusahaan. Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan keuangan berarti jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada waktunya harus dipenuhi, walaupun harta totalnya melebihi kewajiban totalnya (Weston dan Brigham, 2003: 474).

2.2.5. Hubungan Antara Analisa Rasio Keuangan Dengan Kebangkrutan

Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio keuangan yang ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai, beban-beban yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan dialami. Oleh karena itu, rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi


(36)

kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar-benar bangkrut (Nasser dan Aryati, 2000) Brahmana (http://ppiuk.files.wordpress.com/2007/06/jurnal-raye.pdf.).

Banyak peneliti berusaha mengembangkan sistem peringatan awal untuk memprediksi financial distress sebelum terjadinya kebangkrutan. Peneliti-peneliti sebelumnya banyak yang menggunakan rasio-rasio yang dikembangkan dalam model multiple discriminant untuk mengklasifikasikan perusahaan sehat dan perusahaan tidak sehat. Gordon dan Jordan (1988) menyebutkan bahwa Altman (1977) mengembangkan model multiple discriminant dan mengklasifikasikan bank yang mempunyai masalah keuangan dan yang tidak mempunyai masalah keuangan. Barth et al (1985) mengembangkan model logit untuk mengidentifikasi rasio-rasio yang paling baik dalam memprediksi kegagalan. Benson (1985) meneliti perbedaan rasio dan mengelompokkan ke dalam dua kelompok. Benson menemukan bahwa diversifikasi investasi merupakan alat untuk menghindari masalah keuangan. Pantalone dan Platt (1987) menggunakan analisis discriminant untuk memprediksi kegagalan. Kedua artikel tersebut membuktikan bahwa variabel keuangan dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan.

(http://www.finansialbisnis.com/Data2/Riset/Probabilitas%20Default%20 Perusahaan_AHM_020608.pdf).


(37)

2.2.6. Hubungan Antara Analisa Rasio Dengan Kebangkrutan dan Financial Distress

Analisa rasio berhubungan dengan financial distress, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2003) dalam Brahmana (2003) yang menyebutkan bahwa : “penelitian yang berkaitan dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya menggunakan rasio keuangan perusahaan”. Selain itu hasil penelitian Platt dan Platt (2002) juga menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial perusahaan.

Financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produk yang dibuatnya yang menyebabkan turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun berjalan. Lebih lanjut dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran deviden, sehingga total ekuitas secara keseluruhanpun akan mengalami defisiensi. Jika hal ini terus terjadi, maka tidak mustahil bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimilikinya. Kondisi seperti yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya jika perusahaan tidak mampu keluar dari


(38)

kondisi tersebut di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kepailitan.

Hasil penelitian Platt dan Platt (1990) memberikan bukti bahwa

industry relative ratio memiliki tingkat klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan. Hasil penelitian membuktikan bahwa industry relative ratio mampu memprediksi financial ditress perusahaan perusahaan property. Theodossiou et.al.(1996) berpendapat bahwa relative ratio industri secara implisit mengasumsikan bahwa tingkat kegagalan perusahaan dari waktu kewaktu dalam satu sektor industri adalah sama dimana asumsi ini sangat sulit untuk diterapkan dalam kasus atau penelitian. Dalam Brahmana (http://ppiuk.files.wordpress.com/2007/06/jurnal-raye.pdf.).


(39)

2.3. Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

a. Diduga rasio aktivitas berpengaruh positif terhadap finansial distres PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.

b. Diduga rasio leverage berpengaruh negatif terhadap finansial distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.

c. Diduga rasio profitabilitas berpengaruh positif terhadap finansial distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk

Rasio Profitabilitas (X3) Rasio Leverage

(X2) Rasio Aktivitas

(X1)

Financial Distress (Y)


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat, 1991;23). Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Rasio keuangan (X) adalah analisa terhadap rasio keuangan yang menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan. Indicator dari rasio keuangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Rasio Aktivitas (X1) terdiri atas: 1) Perputaran piutang:

Piutang kredit Penjualan piutang

Perputaran =

2) Perputaran persediaan:

persediaan rata

-Rata

penjualan pokok

Harga persediaan

Perputaran =

Rumus diatas dapat digunakan sebagai data empirik dalam menghitung rasio aktivitas karena rasio tersebut dapat membuktikan kemampuan


(41)

dari aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba.

2. Financial leverage ratio (X2) adalah kemampuan penggunaan utang untuk membiayai investasinya, terdiri atas:

1) Debt ratio:

aktiva Total hutang Total = Debt ratio

2) Debt to equity ratio:

sendiri modal Total hutang Total = uity ratio Debt to eq

Rumus diatas dapat digunakan sebagai data empirik dalam menghitung rasio leverage karena rasio tersebut dapat menggambarkan kemampuan modal yang dimiliki oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban perusahaan.

3. Rasio Profitabilitas (X3), adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri, terdiri atas:

1) Net profit margin:

% 100 Penjualan pajak dan bunga sebelum Laba

argin= 

m Net profit

2) Return on investmen:

investasi pajak setelah laba investment on


(42)

3) Return on equity:

sendiri modal

pajak setelah laba equity on

Return =

Rumus diatas dapat digunakan sebagai data empirik dalam menghitung rasio profitabilitas karena rasio-rasio tersebut mampu membuktikan kemampuan dari modal sendiri, total aktiva dan total penjualan perusahaan dalam menghasilkan laba usaha.

b. Financial distress (Y) adalah keadaan kesulitan keuangan yang berturut-turut yang bisa berkembang menjadi kepailitan dan perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Perhitungan variable dependen Y dinilai menggunakan proxy: laba operasi negative

3.2.Teknik Penentuan Sampel

a. Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan PT. Indonesia Paradise Property, Tbk mulai go public hingga sekarang. b. Teknik sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu teknik untuk menentukan sample dengan dasar pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005:78). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah perusahaan memiliki kriteria kerugian berturut-turut. Sampel yang dipergunakan adalah data laporan keuangan PT. Indonesia Paradise Property, Tbk pada tahun 2006-2008. Alasan di pilihnya periode tersebut karena pada periode tahun tersebut perusahaan mengalami permasalahan laba negatif.


(43)

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif. Data ini diperoleh peneliti secara tidak langsung (melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain), sehingga dapat dikategorikan sebagai data sekunder. Data yang digunakan meliputi: a. Data laporan Rugi Laba perusahaan per 31 Desember periode 2006

sampai dengan 2008 PT. Indonesia Paradise Property, Tbk yang go public di PT.Bursa Efek Indonesia. Data diperoleh melalui www.idx.co.id.

b. Data Neraca perusahaan per 31 Desember periode 2006 sampai dengan 2008, PT. Indonesia Paradise Property, Tbk yang go public di PT.Bursa Efek Indonesia. Data diperoleh melalui www.idx.co.id.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yaitu mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari PT Bursa Efek Indonesia. Instrumen yang digunakan agar kegiatan pengumpulan data menjadi sistematis dan mudah, peneliti mengunakan tabel dan catatan.

3.4.Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis data, maka langkah-langkah analisis yang dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:


(44)

1. Menghitung rasio-rasio keuangan:rasio aktivitas, rasio leverage dan rasio profitabilitas

2. Menganalisa regresi linier berganda persamaan pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi financial distress.

3.4.1. Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda untuk mengetahui kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap penentuan financial distress suatu perusahaan.

a. Regresi linier berganda

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:188) analisis regresi linier berganda adalah pengembangan dari model regresi sederhana. Model regresi berganda ini dikembangkan untuk melakukan estimasi/prediksi nilai variabel dependen (Y) dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (X1,X2,…dst). Menurut Alhusin (2003:203) Analisis Regresi Linier Berganda adalah analisis regresi yang dilakukan antara satu variabel dependent dengan beberapa (lebih dari satu) variabel independent. Metode ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Model persamaan analisis regresi berganda yang digunakan sebagai berikut :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +e ……(Purwanto dan Sulistyastuti, 2007:189).


(45)

Dimana :

Y = financial distress X1 = rasio aktivitas X2 = rasio leverage X3 = rasio profitabilitas β1,2,3 = Koefisien Regresi β0 = Konstanta

e = Variabel error

b. Pengujian Asumsi Klasik.

1. Multikolinearitas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak

orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independent yang nilai korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel independen dan perhitungan nilai tolerance dan VIF (Ghozali, 2005:91-93).

2. Autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada


(46)

periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali, 2005:95-97). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Teknik uji autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian Uji Durbin – Watson (DWtest). Uji Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept

(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independent. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada autokorelasi (r=0) Ha = ada autokorelasi (r≠0)

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:

Hipotesis nol (Ho) Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif

Tolak 0 < d < dL Tidak ada autokorelasi

positif

No decision dL < d < dU Tidak ada autokorelasi

negatif

Tolak 4-dL < d < 4 Tidak ada autokorelasi

negatif

No decision 4 – dU < d < 4 – dU Tidak ada autokorelasi

positif atau negatif


(47)

3. Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105). Mendeteksi gejala Heteroskedastisitas dapat menggunakan uji Glejser yaitu dengan meregres nilai absolute residual terhadap variabel independent

(Gujarati, 2003) dengan persamaan regresi: Ut =α+βXt+vt.

3.4.2. Uji Hipotesis

Pada teknik pengujian hipotesis terdapat 2 pengujian yang terdiri dari uji F dan uji t yaitu sebagai berikut :

1. Uji F

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:194) nilai statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam persamaan/model regresi secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel dependent. Nilai statistik F juga dapat dilihat dari output regresi yang dihasilkan oleh SPSS. Alhusin (2003:203) berpendapat bahwa uji F bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh atau tidak secara keseluruhan variabel X1 dan X2 terhadap Y.


(48)

Alhusin (2003:203) mengemukakan prosedur pengujian uji F, yaitu :

a. H0 : βi = 0 (X1,X2 secara bersama tidak berpengaruh terhadap Y) H1 : βi ≠ 0 (X1,X2 secara bersama berpengaruh terhadap Y)

b. Dalam penelitian ini digunakan α = 0,05 dengan derajat bebas (n – k – 1), yaitu n = jumlah pengamatan dan k = jumlah variabel.

c. Dengan F hitung sebesar :

) 1 /(

) R 1 (

/ R

F 2

2

  

=

k n

k

... (Sugiyono, 2002:190)

di mana :

R2= Koefisien determinasi k = jumlah indikator n = jumlah pengamatan

Kurva pengujian uji F, sebagai berikut :

Gambar 1 Uji F

Sumber : Supranoto, J., 2001, Statistik :Teori dan Aplikasi, Edisi Keenam, Jilid 2, Erlangga, Jakarta, hal.135

H0 ditolak jika F hitung > F tabel. H1 ditolak jika F hitung≤ F tabel


(49)

2. Uji t

Menurut Alhusin (2003:205) Uji t, adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh secara individu variabel bebas. Purwanto dan Sulistyastuti (2007:193) menyatakan bahwa nilai statistik t merupakan uji signifikansi parameter individual. Nilai statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independent secara individual terhadap variabel

dependentnya. Adapun prosedur pengujian t adalah sebagai berikut : H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh)

H1 : βi ≠ 0 (ada pengaruh)

) ( thitung

β β

Se

=

Dengan derajat kebebasan sebesar n – k – 1 Keterangan :

β = Koefisien regresi Se = Standar error n = Jumlah sampel k = Parameter regresi

Daerah kritis H0 melalui kurva distribusi t, sebagai berikut :

Daerah Daerah

Penolakan Ho Penolakan Ho

Daerah penerimaan Ho

-ttabel ttabel


(50)

Sumber : Alhusin, 2003, Aplikasi Statistik Praktis Dengan SPSS 10 for Windows, Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 190.

Syarat :

a. Apabila t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Apabila t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Sejarah PT.Bursa Efek Indonesia

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:


(52)

• 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.

• 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I • 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan

Bursa Efek di Semarang dan Surabaya

• Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.

• 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II

• 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)

• 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

• 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.

• 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.


(53)

• 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

• 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

• 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.

• 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.

• Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.

• 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

• 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.


(54)

• 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). • 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No.

8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.

• 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. • 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai

diaplikasikan di pasar modal Indonesia.

• 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).

• 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

4.1.2. Sejarah PT.Indonesian Paradise Property, Tbk

PT Indonesian Paradise Property Tbk (“Perusahaan”) didirikan dengan nama PT Penta Karsa Lubrindo berdasarkan Akta No. 96 tanggal 14 Juni 1996 dan diubah dengan Akta No. 42 tanggal 8 Januari 1997, keduanya dibuat di hadapan Buntario Tigris Darmawa Ng, SH, CN, pengganti dari Rachmat Santoso, SH, Notaris di Jakarta. Akta pendirian Perusahaan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. C2 1030 HT.01.01.TH.97 tanggal 12 Februari 1997 dan telah didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor Pendaftaran Perusahaan Kotamadya Jakarta Utara No.


(55)

413/BH.09.01/IX/97 tanggal 9 September 1997 serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 21 tanggal 12 Maret 2002 Tambahan No. 2574. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No. 13 tanggal 2 Juli 2009, dibuat di hadapan Robert Purba, SH, Notaris di Jakarta, mengenai perubahan tempat kedudukan Perusahaan. Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-38926.AH.01.02.Tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009. Sesuai dengan Pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan antara lain meliputi bidang perhotelan, pembangunan dan lain-lain. Kantor pusat Perusahaan berkedudukan di Jalan Tebet Timur Raya No. 10c, Jakarta 12820. Perusahaan memiliki hotel dengan nama Hotel Harris yang memiliki 66 kamar dan beralamat di Jalan Dewi Sartika, Tuban, Bali. Surat tanda izin usaha hotel No. 556.2/649/Diparda tanggal 7 Oktober 2002 dari Kantor Pariwisata Pemerintah Kabupaten Badung, Bali berlaku sampai dengan tanggal 15 Januari 2013. Perusahaan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Oktober 2002.

Pada tanggal 21 September 2004, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berdasarkan Surat No. S-2970/PM/2004 dalam rangka pendaftaran sebagai Perusahaan Publik. Selanjutnya saham-saham Perusahaan dicatatkan pada Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia) pada tanggal 1


(56)

Desember 2004. Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perusahaan pada tanggal 26 Mei 2005, para pemegang saham Perusahaan menyetujui untuk melakukan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (sesuai dengan Peraturan BAPEPAM No. IX.D.4) sejumlah 75.000.000 saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham yang diambil bagian oleh Premiere Estates Limited. Penambahan saham tersebut telah disetujui oleh Direksi Bursa Efek Surabaya melalui surat No. JKT-027/LIST-EMITEN/BES/VII/2006 tanggal 13 Juli 2005. Pada bulan November 2007, Bursa Efek Indonesia (penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya) menyatakan bahwa saham Perusahaan belum dapat diperdagangkan (suspensi) di bursa, namun berdasarkan surat No. S-05577/BEI.PSJ/10-2009 yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) tanggal 29 Oktober 2009, BEI telah mencabut suspensi saham tersebut. PT INDONESIAN PARADISE PROPERTY Tbk CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2008 dan 2009, Periode Lima Bulan yang Berakhir pada Tanggal 31 Desember 2009 dan Periode Tujuh Bulan yang Berakhir pada Tanggal 31 Juli 2009 (Dinyatakan dalam Rupiah, kecuali dinyatakan lain). Susunan Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan pada tanggal 31 Desember 2009 dan 31 Juli 2009 berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 178 tanggal 30 Juni 2009 yang dibuat oleh Robert Purba SH, Notaris di Jakarta dan posisi pada tanggal 31 Desember 2008 berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 161 tanggal 30 Juni 2008 yang


(57)

dibuat oleh Robert Purba, SH, Notaris di Jakarta, dengan rincian sebagai berikut: Dewan Komisaris Presiden Komisaris : Todo Sihombing Wakil Presiden Komisaris : Fransiscus Xaverius Boyke Gozali Komisaris : Karel Patipeilohy Direksi: Presiden Direktur : Agoes Soelistyo Santoso Direktur : Patrick Santosa Rendradjaja Direktur : Diana Solaiman Susunan Komite Audit Perusahaan berdasarkan resolusi Rapat Dewan Komisaris pada tanggal 2 Juli 2007 dan penunjukkan Corporate Secretary berdasarkan surat dari Direksi Perusahaan pada tanggal 21 Juli 2004, pada tanggal 31 Desember 2009 dan 2008, dan 31 Juli 2009 dengan rincian sebagai berikut: Komite Audit: Ketua : Todo Sihombing Anggota : FX Marchelius Charles Colondam Anggota : Eka Shanti T. Corporate Secretary : Ninawati Gaji dan tunjangan Direksi sejumlah Rp 239.867.712 dan Rp 197.266.570 masing-masing pada 2009 dan 2008 sedangkan Dewan Komisaris tidak mendapatkan gaji dan tunjangan dari Perusahaan.

4.2.Deksripsi Hasil Penelitian 4.2.1. Hasil Analisis Data

a. Rasio aktivitas (X1) terdiri atas: 1) Periode pengumpulan piutang.

Yaitu berupa perputaran piutang yang merupakan perbandingan antara total penjualan kredit dengan jumlah piutang perusahaan tiap periode.


(58)

Table 2: Hasil perhitungan nilai perputaran piutang Periode Perputaran

piutang

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 20,5305

Kwr 2 2006 18,4812 - -2,05

Kwr 3 30,2058 11,72

Kwr 1 0,0106 - -30,20

Kwr 2 2007 0,0100 0,00

Kwr 3 0,0325 0,02

Kwr 1 0,1008 0,07

Kwr 2 2008 0,0011 - -0,10

Kwr 3 0,0288 0,03

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: nilai perputaran piutang pada periode penelitian tahun 2006-2008 dengan metode data kwartalan tampak nilainya sangat bervariasi. Penurunan terbesar terjadi pada periode kwartal ke3 tahun 2006 ke kwartal 1 ketahun 2007 sebesar 30,20%, artinya bahwa periode perputaran piutang sangat besar turunnya. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada periode kwartal2 ke kwartal ke 3 tahun 2006 yaitu sebesar 11,72%. Tingginya nilai kenaikan perputaran piutang perusahaan menunjukkan arti bahwa penjualan kredit perusahaan mampu menutup piutang perusahaan.

2) Perputaran persediaan

Yaitu perputaran persediaan perusahaan yang dapat dinilai dengan membandingkan total harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan perusahaan tiap periode.


(59)

Table 3: Hasil perhitungan nilai perputaran persediaan Periode Perputaran

persediaan

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 18,5565

Kwr 2 2006 20,2114 1,65

Kwr 3 18,5021 -1,71

Kwr 1 5,3023 -13,20

Kwr 2 2007 12,4413 7,14

Kwr 3 -7,5170 -19,96

Kwr 1 8,2082 15,73

Kwr 2 2008 21,5795 13,37

Kwr 3 -3,4354 -25,01

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: perputaran persediaan terbesar peningkatan terjadi pada periode kwartal k3 tahun 2007 ke kawrtal 1 tahun 2008 dengan nilai sebesar 15,73%. Sedangkan penurunan nilai perputaran persediaan tertinggi terjadi pada periode kwartal ke 2 dan kwartal ke 3 tahun 2008 dengan nilai perputaran persediaan sebesar -25,01%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada periode tahun 2006-2008 perputaran persediaan terjadi sangat fluktuatif. Tingginya perputaran persediaan yang terjadi menunjukkan arti bahwa kemampuan harga pokok penjualan perusahaan lebih besar dari persediaan perusahaan.


(60)

b. Financial leverage ratio (X2) terdiri atas: 1) Debt ratio

Yaitu nilai kemampuan perusahaan membayar hutang dengan menggunakan asset yang dimiliki perusahaan. Dinilai dengan membandingkan total hutang dengan total aktiva tiap periode. Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini:

Table 4: Hasil perhitungan nilai debt to asset ratio Periode Debt to

asset ratio

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 5,8297

Kwr 2 2006 4,8581 -0,97

Kwr 3 4,4090 -0,45

Kwr 1 0,0373 -4,37

Kwr 2 2007 0,0668 0,03

Kwr 3 0,0178 -0,05

Kwr 1 0,0183 0,00

Kwr 2 2008 0,0202 0,00

Kwr 3 0,0257 0,01

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: kenaikan debt asset ratio terbesar terjadi pada periode kwartal ke1 dan kwartal ke 2 tahun 2007 sebesar 0,03%. Sedangkan penurunan debt asset ratio tertinggi terjadi pada kwartal 3 tahun 2006 dan kwartal k1 tahun 2007 sebesar -4,37%. Tingginya debt asset ratio menunjukkan bahwa kemampuan asset untuk membayar hutang perusahaan menurun, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada periode tersebut perusahaan mempunyai hutang yang lebih tinggi dari asset yang dimiliki oleh perusahaan.


(61)

2) Debt to equity ratio

Yaitu kemampuan perusahaan membayar hutang dengan menggunakan modal sendiri perusahaan. Dinilai dengan dengan membandingkan total hutang dengan total modal sendiri tiap periode.

Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 5: Hasil perhitungan nilai debt to equity ratio

Periode Debt to equity ratio

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 3,4867

Kwr 2 2006 3,8354 0,35

Kwr 3 2,6655 -1,17

Kwr 1 0,0387 -2,63

Kwr 2 2007 0,0716 0,03

Kwr 3 0,0181 -0,05

Kwr 1 0,0186 0,00

Kwr 2 2008 0,0207 0,00

Kwr 3 0,0257 0,01

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: peningkatan nilai debt to equity ratio tertinggi terjadi pada periode kwartal ke 1 dan kwartal ke 2 dengan nilai debt to equity ratio sebesar 0,35%. Dan penurunan debt to equity ratio tertinggi terjadi pada periode kwartal ke 3 tahun 2006 dan kwartal ke 1 tahun 2007 sebesar -2,63%. Tingginya nilai debt to equity ratio menunjukkan bahwa hutang yang dimiliki oleh perusahaan lebih besar dari modal yang dimiliki oleh perusahaan.


(62)

c. Rasio Profitabilitas (X3) terdiri atas: 1) Net profit margin.

Kemampuan perusahaan menghasilkan laba melalui penjualannya. Dinilai dengan membandingkan total laba bersih setelah pajak dengan total penjualan tiap periode.

Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 6: Hasil perhitungan nilai net profit margin

Periode Net profit margin

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 -18,4932

Kwr 2 2006 -17,8089 -0,68

Kwr 3 -12,2245 -5,58

Kwr 1 -11,2522 -0,97

Kwr 2 2007 -1,0339 -10,22

Kwr 3 -0,0728 -0,96

Kwr 1 2,2290 -2,30

Kwr 2 2008 -0,4352 2,66

Kwr 3 -0,1743 -0,26

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: nilai net profit margin terbesar mengalami penurunan adalah kwartal ke 1 dan kwartal ke 2 tahun 2007 dengan nilai net profit margin sebesar -10,22% dan peningkatan terbesar adalah pada kwartal ke 2 dan kwartal ke 3 tahun 2008 sebesar -0,26%. Nilai profit margin pada periode tahun 2006-2008 seluruhnya adalah negative, yang artinya bahwa perusahaan tidak mampu menghasilkan laba perusahaan. Semakin tinggi peningkatan net profit margin dalam


(63)

hal ini menunjukkan peningkatan kearah negative yang artinya bahwa penjualan yang terjadi tidak mampu menghasilkan laba. 2) Return on asset

Kemampuan perusahaan menghasilkan laba melalui asset yang dimiliki perusahaan. Dinilai dengan membandingkan total laba bersih setelah pajak dengan total aktiva tiap periode.

Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 7: Hasil perhitungan nilai return on asset

Periode Return on asset

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 -10,6920

Kwr 2 2006 -12,1071 -1,42

Kwr 3 -8,6947 3,41

Kwr 1 -0,0125 8,68

Kwr 2 2007 -0,0316 -0,02

Kwr 3 -0,0040 0,03

Kwr 1 0,0022 0,01

Kwr 2 2008 -0,0165 -0,02

Kwr 3 -0,0151 0,00

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: nilai peningkatan terbesar terjadi pada periode kwartal ke 3 tahun 2006 ke kewartal ke 1 tahun 2007 sebesar 8,68%. Dan penurunan return on asset tertinggi terjadi pada periode kwartal ke 1 dan kwartal ke 2 tahun 2006 dengan nilai sebesar -1,42%. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus dari tahun 2006 – 2008 sehingga tidak mampu membiayai asset perusahaan.


(64)

3) Return on equity.

Kemampuan perusahaan menghasilkan laba melalui pengembalian modal yang dimiliki perusahaan. Dinilai dengan membandingkan total laba bersih setelah pajak dengan total modal sendiri tiap periode.

Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 8: Hasil perhitungan nilai return on equity

Periode Return on equity

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 -17,8767

Kwr 2 2006 -15,3354 -2,54

Kwr 3 -14,3818 -0,95

Kwr 1 -0,0120 -14,37

Kwr 2 2007 -0,0295 0,02

Kwr 3 -0,0039 -0,03

Kwr 1 0,0022 -0,01

Kwr 2 2008 -0,0161 0,02

Kwr 3 -0,0151 0,00

Sumber: laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: nilai peningkatan terbesar terjadi pada periode kwartal ke 1 ke kewartal ke 2 tahun 2007 dan 2008 sebesar 0,02%. Dan penurunan return on equity tertinggi terjadi pada periode kwartal ke 3 tahun 2006 dan kwartal ke 1 tahun 2007 dengan nilai sebesar -14,37%. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus dari tahun 2006 – 2008 sehingga tidak mampu membiayai modal perusahaan.


(65)

d. Financial distress (Y)

Yaitu keadaan kesulitan keuangan jangka pendek yang bisa berkembang menjadi kesulitan dan perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi Nilai yang diperoleh untuk prediksi financial distress adalah dari nilai laba operasi perusahaan, hasilnya sebagai berikut: Table 9: Nilai financial distress perusahaan

Periode Financial Distress

Perubahan

Kwr Tahun Naik Turun

Kwr 1 -193.664.000.000

Kwr 2 2006 -199.360.000.000 5.696.000.000 -

Kwr 3 -176.576.000.000 - -22.784.000.000

Kwr 1 -958.281.769 177.534.281.769 -

Kwr 2 2007 -2.382.992.023 - -3.341.273.792

Kwr 3 -449.802.223 1.933.189.800 -

Kwr 1 252.191.626 701.993.849 -

Kwr 2 2008 -1.879.138.382 1.626.946.756 -

Kwr 3 -1.764.584.479 - -114.553.903

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: perusahaan yang mengalami kerugian dari tahun 2006 – 2008 menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian dan hampir bangkrut.

e. Analisis deskriptif variable penelitian


(66)

Table 10: Hasil deskriptif indicator penelitian Kwr Tahun Rasio

aktivitas

Rasio leverage

Rasio

profitabilitas Financial distress Kwr 1 19,5435 4,6582 -15,6873 -193.664.000.000 Kwr 2 2006 19,3463 4,3467 -15,0838 -199.360.000.000 Kwr 3 24,354 3,5373 -11,767 -176.576.000.000 Kwr 1 2,6565 0,038 -3,7589 -958.281.769 Kwr 2 2007 6,2256 0,0692 -0,365 -2.382.992.023 Kwr 3 -3,7422 0,018 -0,0269 -449.802.223 Kwr 1 4,1545 0,0184 -0,7445 -252.191.626 Kwr 2 2008 10,7903 0,0205 -0,1559 -1.879.138.382 Kwr 3 -1,7033 0,0257 -0,0682 -1.764.584.479

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Nilai perputaran piutang nilai tertinggi adalah sebesar 30,2058 yang terjadi pada periode kwartal ke3 tahun 2006 dan nilai terendahnya adalah sebesar 0,001 yang terjadi pada kwartal ke2 tahun 2008. Sedangkan rata-rata nilai perputaran piutang adalah sebesar 5,1164. 2. Nilai perputaran persediaan nilai tertinggi adalah sebesar 21,5794

yang terjadi pada periode kwartal ke2 tahun 2008 dan nilai terendah

Descriptive Statistics

9 ,0011 30,2058 69,4013 7,711256 9 -7,5170 21,5795 93,8489 10,427656 9 ,0178 5,8297 15,2829 1,698100 9 ,0181 3,8354 10,1810 1,131222 9 -18,4932 -,0728 -63,7240 -7,080444 9 -17,8767 ,0161 -47,5819 -5,286878 9 -12,1071 ,0165 -31,4831 -3,498122 9 -1,99E+11 -2,52E+08 -5,77E+11 -6,41E+10 9 PP_1 PP_2 DR DER NPM ROE ROA FIN DISTRESS Valid N (listwise)


(67)

sebesar -7,5170 terjadi pada periode kwartal 3 tahun 2007. Sedangkan nilai rata-rata perputaran persediaan adalah sebesar 10,477.

3. Nilai debt ratio nilai tertinggi adalah sebesar 5,8297 yang terjadi pada periode kwartal ke1 tahun 2006 dan nilai terendah sebesar 0,0178 terjadi pada periode kwartal 3 tahun 2007. Sedangkan nilai rata-rata debt ratio adalah sebesar 1,6981.

4. Nilai debt to equity ratio nilai tertinggi adalah sebesar 3,8354 yang terjadi pada periode kwartal ke2 tahun 2006 dan nilai terendah sebesar 0,0181 terjadi pada periode kwartal 3 tahun 2007. Sedangkan nilai rata-rata debt to equity ratio adalah sebesar 1,1312.

5. Nilai net profit margin nilai tertinggi adalah sebesar -0,0728 terjadi pada periode kwartal 3 tahun 2007 dan nilai terendah sebesar-18,4932 yang terjadi pada periode kwartal ke1 tahun 2006. Sedangkan nilai rata-rata net profit margin adalah sebesar -7,0804.

6. Nilai return on equity nilai tertinggi adalah sebesar 0,0165 yang terjadi pada periode kwartal ke2 tahun 2008 dan nilai terendah sebesar -17,8767 terjadi pada periode kwartal 1 tahun 2006. Sedangkan nilai rata-rata return on equity adalah sebesar -5,2868.

7. Nilai return on asset nilai tertinggi adalah sebesar 0,0161 yang terjadi pada periode kwartal ke2 tahun 2008 dan nilai terendah sebesar -12,1071 terjadi pada periode kwartal 2 tahun 2006. Sedangkan nilai rata-rata return on asset adalah sebesar -3,4981.


(68)

8. Financial distress nilai tertinggi adalah sebesar -199.360.000.000 yang terjadi pada periode kwartal ke1 tahun 2006 dan nilai terendah sebesar -252.191.626 terjadi pada periode kwartal 1 tahun 2008. Sedangkan nilai rata-rata net financial distress adalah sebesar -63.064.288.666.

4.2.2. Hasil Analisis

a. Hasil uji normalitas.

Hasil pengujian normalitas tampak pada table berikut ini: Tabel 11: hasil uji normalitas data

Sumber: Lampiran hasil regresi

Dari hasil perolehan diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator rasio aktivitas(X1), rasio leverage (X2) dan rasio profitabilitas (X3) seluruhnya memiliki nilai signifikansi > dari 5% hal ini berarti hipotesis nol (Ho) diterima atau dapat dikatakan bahwa seluruh indikator rasio aktivitas(X1), rasio leverage (X2) dan rasio profitabilitas (X3) seluruhnya berdistribusi normal.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

9 9 9 9

9.069467 1.414667 -5.295278 -6,414E+10 10.0340597 2.0946825 6.8425279 9,448E+10

.180 .406 .303 .410

.167 .406 .221 .249

-.180 -.252 -.303 -.410

.541 1.219 .908 1.230

.931 .102 .382 .097

N

Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

RASIO.AKTIV LEVERAGE

PROFITA BILITAS

FINANCIAL DISTRESS

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(69)

b. Persamaan regresi linier berganda

Table 12: Persamaan regresi linier berganda

Sumber: Lampiran hasil regresi

Persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Y = 1.631.741.606 – 809.519.979,6X1 – 43.024.032.179X2 – 459.246.561,2X

Keterangan:

3

Diperoleh nilai koefisien regresi untuk infikator rasio aktivitas sebesar – 809.519.979,6 menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen (1%) rasio aktivitas akan menurunkan financial distress sebesar – 809.519.979,6 dengan syarat kedua indicator lainnya yaitu rasio leverage dan rasio profitabilitas konstan tidak berubah.

Nilai koefisien regresi untuk indicator rasio leverage sebesar – 43.024.032.179. Mengandung arti bahwa setiap kenaikan satu persen (1%) rasio leverage dapat menyebabkan penurunan financial distress sebesar – 43.024.032.179 dengan syarat kedua indicator rasio aktivitas dan rasio profitabilitas konstan.

Nilai koefisien rasio profitabilitas sebesar – 459.246.561,2 mengandung arti bahwa setiap kenaikan satu persen (1%) rasio

Coefficientsa

1631741606,0 4941643168,9 .330 .755

-809519979,58 675380294,80 -.086 -1.199 .284

-43024032179 9981266615,3 -.954 -4.310 .008

-459246561,15 2889140381,1 -.033 -.159 .880

(Constant) RASIO.AKTIV LEVERAGE PROFITABILITAS Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: FINANCIAL DISTRESS a.


(70)

profitabilitas akan menimbulkan penurunan financial distress sebesar – 459.246.561,2 dengan syarat kedua indicator rasio aktivitas dan rasioa leverage konstan.

c. Pengujian asumsi klasik persamaan regresi linier berganda

1. Multikolinearitas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independent yang nilai korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel independen dan perhitungan nilai tolerance dan VIF (Ghozali, 2005:91-93).

Table 13: hasil uji multikolinieritas

Variable Tolerance VIF Keterangan X1 0,240 4,166 Tidak terdapat

multikolinieritas X2 0,025 3,651 Tidak terdapat

multikolinieritas X3 0,028 3,450 Tidak terdapat

multikolinieritas Sumber: Lampiran hasil regresi

Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil nilai Tolerance menunjukkan tidak ada variable independen yang memiliki nilai


(1)

kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Hasil penelitian munjukkan bahwa rasio profitabilitas tidak berpengaruh terhadap financial distress karena dalam keadaan finnasial distress perusahaan tidak mampu menghasilkan laba.


(2)

68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil analisis dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan bahwa:

a. Rasio aktivitas tidak mempengaruhi finansial distres PT. Indonesia Paradise Property, Tbk karena rasio aktivitas berhubungan langsung dengan penjualan dan persediaan perusahaan serta piutang perusahaan kurang memberikan dampak kepada financial distress.

b. Rasio leverage mempengaruhi finansial distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk, karena rasio leverage memiliki kemampuan dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan jika dilihat dari sudut pandang total kewajiban sebagi salah satu variabel yang mempengaruhi adanya likuidasi atau tidaknya suatu perusahaan dalam keadaan going consern, sehingga rasio ini layak untuk dijadikan prediktor finansial distress.

c. Rasio profitabilitas tidak mempengaruhi finansial distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk karena rasio ini berhubungan dengan efisiensi perusahaan dalam memproduksi, administrasi, pemasaran, pendanaan dan penentuan harga sehingga rasio ini layak untuk dijadikan prediktor finansial distress.


(3)

5.2. Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu peneliti memberikan saran sebagai berikut:

a. Bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya sebaiknya menganalisa dahulu perusahaan yang akan ditanami modal apakah perusahaan tersebut dimasa yang akan datang mengalami guncangan seperti terjadinya financial distress yang hal ini bisa berakibat terjadinya kebangkrutan. Pertimbangan untuk memprediksi terjadinya financial distress akan sangat membantu investor.

b. Bagi pemberi pinjaman, penelitian yang berkaitan dengan financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah dberikan. c. Dengan mengetahui gejala financial distress sejak dini akan membantu

menghindarkan perusahaan dari terjadinya kebangkrutan. Bagi perusahaan agar senantiasa selalu waspada dengan gejala terjadinya financial distress, sehingga dapat memperbaiki kebijakan perusahaan dan manajemennya yang akhirnya mampu menghindarkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan.

d. Bagi penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang sama, sebaiknya dalam melakukan prediksi juga memasukkan faktor-faktor lain diluar rasio keuangan sepeti kondisi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi, dll) serta parameter politik yang


(4)

70

mempengaruhi prediksi financial distress sehingga akan dihasilkan model prediksi yang lebih tepat digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Atmini (2005), “ Manfaat laba dan arus kas untuk memprediksi kondisi finansial distress perusahaan tekstil mill product dan apparel and other textile products yang terdaftar di bursa efek”, SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005

Altman, E.I. 1968. Financial ratios, discriminant analysis and the prediction of corporate bankruptcy. The Journal of Finance 23 (September): 589-609 Amilia, L.S. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Financial

Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.

Makalah yang disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya, 16-17 Oktober.

Brahmana (2007) dengan judul “Identifying financial distress condition in Indonesian manufacture Industry”,

Cue, M.J. 1991. The Use of Cash Flow to Analyze Financial Distress in California Hospitals. Hospital and Health Service Administration, 36: 223-241. Foster, G. 1986. Financial Statement Analysis. Englewood Cliffs, New Jersey:

Prentice Hall International, Inc.

Ghozali, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Pro ntan Indonesia, 2002, Standar Akuntansi Keuangan. (2004), Indonesian Capital Market Directory, Eleventh Edition Jaka Wasana dan Kibrantdoko), Edisi Kesembilan, Jakarta: Binarupa Aksara.

Gordon, G dan Jordan, C. 1988. Predicting Financial Distress of Texas Savings and Loans. Southwest Journal of Business and Economics.

Harahap, S. Sofyan, Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan Edisi 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

Lau A. H. 1987. A Five State Financial Distress Prediction Model. Journal of Accounting Research 25: 127-138

Munawir, 2002, Analisis laporan keuangan, Edisi keempat, Yogyakarta: Liberty. Platt, H. and M.B. Platt. 1990. Development of a Class of Stable Predictive

Variables: The Case of Bankruptcy Predictions. Journal of Business Finance & Accounting, 17: 31-51.

Sartono, 2005, “Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi”, Edisi Ketiga, penerbit, BPFE UGM, Yogyakarta.


(6)

Weston & Thomas E Copeland, 1992, Manajemen Keuangan (Terjemahan nto), Jilid 1, Jakarta: Binarupa Aksara.

Whitaker R. B. 1999. The Early Stages of Financial Distress. Journal of Economics and Finance. 23: 123-133