KONTRIBUSI CITRA DIRI DAN PENGELAMAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KEMATANGAN VOKASIONAL SISWA KELAS XII SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

(1)

i

KONTRIBUSI CITRA DIRI DAN PENGALAMAN PRAKTIK KERJA

INDUSTRI TERHADAP KEMATANGAN VOKASIONAL SISWA KELAS XII

SMK PIRI 1 YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

ARIF BUDIMAN

NIM. 08518241007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri. Sepanjang

pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan

orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya

ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika

tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudsium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, Agustus 2015

Yang menyatakan,

Arif Budiman

NIM. 08518241007


(5)

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Barang siapa keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu, maka dia berada

di jalan Allah sehingga dia kembali ke rumahnya ( Riwayat At-Tirmidzi )

Memerlukan suatu keputusan untuk memulai sesuatu dan disiplin untuk

menyelesaikannya

Hidup masih penuh dengan kejutan

Dengan rasa syukur kepada Alloh SWT Skripsi ini kupersembahkan

kepada:

Kedua orang tua, Ibu Pujiati dan Bapak (Alm) Suparno, terima kasih

telah memberi seluruh cinta dan kasih sayang yang tulus, membimbing

dan mendidikku dengan penuh kesabaran. Terima kasih atas doa-doa yang

selalu mengiringi langkahku

Mba Ika Yusnita, mas Raharjo Sutoro serta keluarga besar Mbah Zaenal

Abidin yang selalu memberikan doa-doa dan semangat padaku

Teman-teman PT. Mekatronika angkatan 2008

Sahabat-sahabatku tercinta


(6)

vi

KONTRIBUSI CITRA DIRI DAN PENGELAMAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KEMATANGAN VOKASIONAL SISWA KELAS XII

SMK PIRI 1 YOGYAKARTA Oleh:

Arif Budiman NIM 08518241007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh gambaran tiga variabel dalam penelitian ini, yaitu: citra diri, pengalaman praktik kerja industri dan kematangan vokasional pada siswa kelas XII SMK Piri 1 Yogyakarta; (2) kontribusi citra diri dan pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional; (3) kontribusi citra diri terhadap kematangan vokasional; (4) kontribusi pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional.

Penelitian ini merupakan penelitian Ex-post Facto dengan pendekatan korelasional. Penelitian ini adalah penelitian populasi dengan responden yang berjumlah 58 siswa dan sampel adalah semua jumlah populasi yaitu 58 siswa kelas XII Program Keahlian Teknik Komputer Jaringan SMK Piri 1 Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) citra diri siswa tergolong tinggi dengan rerata sebesar 45,60, pengalaman praktik kerja industri siswa tergolong tinggi dengan rerata sebesar 50,74, dan kematangan vokasional siswa tergolong tinggi dengan rerata sebesar 63,72; (2) terdapat kontribusi yang positif antara citra diri dan pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional sebesar 57,4% (Fhitung=39.339 > Ftabel=3,160); (3) terdapat kontribusi yang positif citra diri

terhadap kematangan vokasional sebesar 15,50% (thitung=2,940 > ttabel=1,673); (4)

terdapat kontribusi yang positif pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional sebesar 41,94% (thitung=6,111 > ttabel=1,673).


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya,Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian parsyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Citra Diri dan Pengalaman Praktik Kerja Industri terhadap Kematangan Vokasional Siswa Siswa Kelas XII SMK Piri 1 Yogyakarta” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skrisi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Herlambang Sigit Pramono, M.CS, selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusuna Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Drs. Sunyoto, M.Pd., Nurhening Yuniarti, S.Pd.,M.T, selaku Validator instrument penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

3. Hartoyo, M.Pd, MT., Sigit Yatmono, MT., selaku Ketua Penguji dan Sekretaris penguji yang memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

4. Drs. Ketut Ima Ismara M.Pd, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

5. Dr. Moch Bruri Triyono, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Drs. Jumanto, selaku Kepala SMK Piri 1 Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

7. Para guru dan staf SMK Piri 1 Yogyakarta yang telah memberi bantuan memperlancar pengambilan data selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa PT. Mekatronika angkatan 2008 yang memberikan dukungan dan arahan selama proses penelitian Tugas Akhir Skripsi.


(8)

viii

9. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dari awal sampai terselesaikannya Tugas Akhir Skripsi ini.

Semoga bantuan dari semua pihak yang tersebut diatas mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga Tugas Akhir Skripsi ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, Agustus 2015 Peneliti

Arif Budiman NIM. 08518241007


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D.Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori... 10

1. Citra Diri ... 10


(10)

x

3. Kematangan Vokasional... 27

B. Penelitian yang Relevan... 39

C. Kerangka berfikir ... 41

D. Hipotesis Penelitian... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Model dan Rancangan Penelitian... 45

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

C. Populasi ... 46

D.Variabel Penelitian ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 48

F. Pengujian Kuesioner Penelitian... 49

1. Validitas Instrumen ... 49

2. Reliabilitas Instrumen ... 50

G.Teknik Analisis Data... 51

1. Analisis Statistik Deskriptif (Deskripsi Data) ... 49

2. Pengujian Persyaratan Analisis ... 53

a. Uji Normalitas... 53

b. Uji Linearitas ... 54

c. Uji Multikolinearitas ... 55

3. Pengujian Hipotesis ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 59

B. Uji Persyaratan Analisis Data ... 64

C. Uji Hipotesis ... 67


(11)

xi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 75

B. Implikasi ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 76

D.Saran ... 77


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 49

Tabel 2. Kriteria Persentase Pencapaian... 53

Tabel 3. Identifikasi kategori kecenderungan variabel citra diri ... 60

Tabel 4. Identifikasi kategori kecenderungan variabel Pengalaman Praktik Kerja Industri... 61

Tabel 5. Identifikasi kategori kecenderungan variable kematangan vokasional... 63

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Angket Variabel X1, X2dan Y ... 65

Tabel 7. Hasil Analisis Uji Linearitas ... 66

Tabel 8. Multikolinieritas Antar Variabel Independen ... 67

Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Ganda Dua Prediktor…… ... 68


(13)

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Paradigma Penelitian ... 46

Gambar 2. Kurva Normal Interval ... 52

Gambar 2. Diagram Pie Variabel Citra Diri... 60

Gambar 3. Diagram Pie Variabel Pengalaman Praktik Kerja Industri ... 62


(14)

1

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-kisi dan Instrumen Lampiran 2. Surat Validasi Instrumen

Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Deskriptif

Lampiran 5. Hasil Uji Prasyarat Lampiran 6. Hasil Uji Hipotesis Lampiran 7. Surat Perijinan Skripsi


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun secara profesional dan ikut bergerak di dunia usaha dan perusahaan. Penjelasan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 disebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu. Untuk menunjang tujuan ini, dirancang Pendidikan Sistem Ganda, sebagai perwujudan kebijaksanaan dan Link and Match. Dalam prosesnya, Pendidikan Sistem Ganda dilaksanakan pada lembaga (tempat) yaitu disekolah dan didunia kerja. Upaya ini dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu tamatan SMK dalam menciptakan relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

Untuk membentuk tenaga kerja yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan, pembangunan peranan pendidikan menjadi sangat penting. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak pakar pendidikan menyarankan agar pendidikan kejuruan dan latihan keterampilan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan nasional. Masalah yang terjadi pada saat ini dan bahkan mungkin pada masa yang akan datang adalah banyaknya tawaran pekerjaan di bursa kerja, serta jenis pekerjaan baru muncul dan belum pernah ada sebelumnya, sehingga para lulusan gagal memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.

Jumlah penduduk Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran bertambah 300.000


(16)

orang menjadi 7,45 juta orang per Februari 2015. Jumlah pengangguran meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,7 persen. Berdasarkan laporan BPS, jumlah angkatan kerja pada Februari 2015 mencapai 128,3 juta orang. Dari jumlah itu, terdapat 7,45 juta orang yang menganggur. Sedangkan pada Februari tahun lalu, jumlah angkatan kerja sebanyak sebanyak 125,3 juta orang, dengan pengangguran sebanyak 7,15 juta.

Berdasarkan tingkat pendidikan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menganggur naik paling tinggi yakni 9,05 persen. Diikuti oleh pengangguran dari lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) 8,2 persen. Selanjutnya, lulusan Diploma III dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) masing-masing 7,5 persen dan 7,14 persen. Sedangkan lulusan Sarjana yang menganggur naik 5,34 persen, dan Sekolah Dasar (SD) ke bawah naik 3,61 persen.

Uraian di atas secara umum menunjukkan adanya kesenjangan antara kualitas calon tenaga kerja yang diharapkan dan kualitas calon tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan. Sementara itu penghasil calon tenaga kerja tingkat menengah adalah sekolah menengah kejuruan. Untuk calon tenaga kerja tingkat menengah, masalahnya menjadi sejauh mana sekolah menengah kejuruan (SMK) mampu menghasilkan lulusan yang mempunyai kematangan vokasional yang sesuai dengan kebutuhan dalam dunia kerja, sebab kematangan vokasional seseorang menunjang untuk memasuki dunia kerja.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh syafiq (2014) di SMK Negeri 3 Yogyakarta, menyatakan bahwa siswa-siswa lulusan SMK ketika lulus belum memiliki kesiapan secara mental untuk bekerja. Banyak dari siswa-siswa lulusan sebenarnya sudah memiliki kompetensi yang dibutuhkan namun sering kali


(17)

tersisihan. Oleh karena ketidaksiapan menghadapi persaingan didunia kerja, kompetensi dan sikap yang sudah dibentuk untuk siap bekerja menjadi tidak termunculkan. Dari data yang didapat dapat ditunjukkan bahwa SMK hanya mampu menghasilkan tamatan untuk bekerja mencapai 334 siswa (58,08%), 143 siswa (25%) melanjutkan studi atau kuliah dan sisanya 98 siswa (16,92%) masih belum diketahui keterangannya. Berdasaran data tersebut dapat diketahui lulusan belum sepenuhnya memenuhi tujuan SMK untuk siap bekerja, 58,08% menunjukkan angka yang cukup baik. Akan tetapi, dari 58,08% siswa yang terserap didunia kerja tidak sepenuhnya bekerja sesuai dengan bidang studi jurusan masing-masing, ada beberapa siswa yang bekerja tidak sesuai dengan bidang studinya di SMK.

Sekolah menengah kejuruan merupakan lembaga pendidikan yang mencetak tenaga terampil yang mempersiapkan siswa dalam memasuki dunia kerja dengan pemenuhan kompetensi di berbagai pengembangan. Program pengembangan Sekolah menengah kejuruan terhadap faktor-faktor non psikologis sudah banyak dilakukan, namun pembenahan tersebut kurang diimbangi dengan usaha pengembangan faktor-faktor psikologis pada siswa yang tidak kalah penting, salah satunya adalah kematangan vokasional. Sekolah menengah kejuruan sebagai penghasil calon tenaga kerja tingkat menengah harus mampu menghasilkan lulusan yang mempunyai kematangan vokasional yang sesuai dengan kebutuhan dalam dunia kerja, sebab kematangan vokasional seseorang sangat menunjang untuk siap memasuki dunia kerja.

Masih sedikitnya siswa yang terserap didunia kerja dan tingkat pengangguran SMK yang tinggi memperlihatkan bahwa mutu dan kesiapan kerja siswa kurang terpenuhi untuk bekerja, dalam arti siap kemampuan dan mentalnya


(18)

yang terkait dengan kematangan vokasional. Kenyataan tersebut adalah sebuah masalah yang harus dicari faktor-faktornya dan diatasi sesegera mungkin. Dua faktor yang diduga turut mepengahuri kematangan vokasional siswa yaitu citra diri dan pengalaman praktik kerja industri.

Siswa SMK yang berada pada tahap eksplorasi seharusnya sudah mulai memikirkan dan membuat perencanaan tentang pekerjaan yang diminati, menetapkan tujuan, dan melakukan pendalaman dibidang pekerjaanyang dipilih, seperti mencari informasi dan mengikuti pelatihan. Namun, pada kenyataannya beberapa siswa SMK masih mengalami kesulitan merencanakan dan menentukan pekerjaan yang diminatinya. Siswa SMK kadang-kadang dihadapkan pada permasalahan yang dapat menghambat pemilihan keputusan pekerjaannya secara tepat dan sesuai dengan yang diharapkan. Para siswa SMK belum sepenuhnya mencapai tugas perkembangan vokasional. Mereka masih ragu dan tidak dapat menentukan dan memutuskan pilihan untuk memasuki dunia kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak gunarto menjelaskan bahwa pendampingan atau bimbingan pemilihan pekerjaan siswa dimulai pada kelas X hingga kelas XII. Namun pilihan pekerjaan tesebut hanya sementara bahkan seiring waktu terus berubah-ubah karena pengetahuan dan pengalaman yang dialami. Hal ini sesuai dengan survei yang dilakukan oleh syafiq (2014) terhadap siswa kelas XII program keahlian pemesinan didapat data bahwa sebanyak 61 siswa (58%) dari total 106 siswa menyatakan sudah mempunyai pilihan pekerjaan yang sifatnya sementara dan sebanyak 11 siswa (10%) dari total 106 siswa belum mempunyai pilihan pekerjaan dengan alasan karena belum saatnya untuk memilih pekerjaan. Hal ini merupakan salah satu aspek kematangan vokasional yang harus diperhatikan, yaitu konsistensi pemilihan pekerjaan.


(19)

Apabila dicermati lebih dalam maka permasalahan perkembangan vokasional yang dihadapi siswa kelas XII SMK sebagian besar sama, antara lain: (a) mereka pada umumnya masih belum paham dengan potensinya sendiri sehingga masih ragu-ragu dalam menentukan pilihan bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya; (b) siswa belum mempunyai perencanaan yang matang mengenai pekerjaan yang akan dijalaninya nanti; (c) sebagian siswa yang sudah memiliki pilihan bidang pekerjaan, merasa masih tidak yakin dengan kemampuannya sendiri untuk berhasil nantinya.

Menurut Gribbond an lochncss yang ditulis oleh Prihastiwi (1995) mengemukakan bahwa gambaran kematangan vokasional individu dapat dilihat melalui perilaku yang terhubung dengan pemilihan kurikulum, pemilihan pekerjaan, kemampuan menyebutkan kekuatan dan kelemahan diri, keyakinan terhadap penilaian diri, kebebasan penilaian atau ketidak tergantungan dalam pemilihan pekerjaan.

Selain kematangan vokasional, Pengalaman Praktik Industri juga merupakan salah satu faktor yang cukup mempengaruhi kesiapan kerja. Menurut Caplin yang ditulis oleh Danang Pancoko (2007), pengalaman adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari praktik atau dari luar usaha belajar. Pengalaman didunia kerja sangat diperlukan oleh peserta didik pada saat mulai bekerja setelah lulus. Mengingat perkembangan jaman yang semakin maju, lulusan SMK diharapkan memiliki kemampuan untuk bekerja dan memiliki kesiapan kerja agar dapat bersaing dalam dunia kerja. Salah satu program yang diadakan oleh sekolah untuk mengembangkan wawasan dan menambah pengalaman peserta didik agar siap untuk bekerja adalah dengan Praktik Kerja Indusri (Prakerin). Prakerin adalah bagian dari pendidikan sistem ganda sebagai


(20)

program bersama antara SMK dan industri yang dilaksanakan di dunia usaha maupun dunia industri. Pengalaman Prakerin memberikan wawasan dan tambahan ilmu pengetahuan kepada peserta didik untuk siap bekerja setelah ia lulus dari SMK.

Dari segi pengalaman, siswa masih kurang karena siswa hanya mendapat pengalaman terjun secara langsung didalam dunia kerja hanya saat siswa mengikuti Praktik Kerja Industri di institusi pasangan yang berlangsung selama tiga bulan saja. Minimnya pengalaman kerja membuat sebagian siswa belum bias menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.

Citra diri merupakan salah satu aspek afektif yang mempengaruhi pendekatan remaja dalam mempelajari dan memahami kondisi lingkungan di sekitarnya karena bagaimana cara individu memandang dirinya akan mempengaruhi seluruh perilakunya. Citra diri merupakan inti kepribadian yang dibentuk melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan orang lain dan citra diri diperoleh dari orang lain (Hurlock, 1990).Citra diri siswa SMK masih rendah, ini terlihat dari banyaknya siswa yang memandang negative kemampuan yang dimilikinya.

Mengacu pada keseluruhan paparan paparan diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan mengadakan penelitian yang berjudul “Kontribusi Citra Diri dan Pengalaman Praktik Kerja Industri Terhadap Kematangan Vokasional Siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:


(21)

1. Masih banyaknya lulusan siswa SMK yang belum terserap di dunia kerja. 2. Masih minimnnya pengalaman dan keterampilan yang dimiliki oleh lulusan

siswa SMK yang dapat mempengaruhi kesiapan kerja siswa SMK.

3. Maih banyaknya siswa SMK belum mampu membuat keputusan karir dengan tepat.

4. Perencanaan pekerjaan yang belum matang dengan pilihan pekerjaan yang hanya sementara dan berubah-ubah mengindikasikan tingkat kematangan vokasional siswa SMK belum optimal.

C. Batasan Masalah

Guna menghindari perluasan masalah, penelitian ini dibatasi masalahnya hanya pada kontribusi citra diri dan pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015, yang nantinya akan dianalisa secara inferensial. Pembatasan masalah ini ditujukan agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan yang ada.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kontribusi citra diri dan pengalaman praktik industri secara bersama-sama terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015?

2. Bagaimana kontribusi citra diri terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015?


(22)

3. Bagaimana kontribusi pengalaman praktik industri terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui besarnya kontribusi citra diri dan pengalaman praktik kerja industri secara bersama-sama terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015?

2. Mengetahui besarnya kontribusi citra diri terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015?

3. Mengetahi besarnya kontribusi pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional siswa Kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015?

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat tidak hanya dari satu pihak akan tetapi bagi pihak yang lain juga. Manfaat yang diharapkan secara lebih lanjut sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi para pembaca


(23)

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi penelitian berikutnya dimasa yang akan datang, terutama yang tertarik pada masalah pengaruh citra diri dan pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional siswa.

c. Menambah ilmu pengetahuan yang telah dimiliki peneliti dan menambah wahana dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan pertimbangan kebijakan sekolah dalam mengambil keputusan tentang praktik kerja industri pemberian Bimbingan Konseling tentang konsep Citra Diri kepada siswa dalam menyiapkan diri menghadapi tanggung jawab dan tantangan dunia kerja.

b. Memberikan ilmu pengetahuan kepada siswa tentang keadaan dunia kerja yang digunakan sebagai pertimbangan apabila memasuki dunia kerja.


(24)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori

1. Citra diri

Citra diri merupakan gambaran fisik yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik maupun psikis. Konsep diri didefinisikan sebagai gambaran dari representasi mental yang dimiliki seseorang terhadap dirinya sendiri. Gambaran tersebut berasal dari sensasi-sensasi internal, perubahan sikap, hubungan dengan obyek-obyek luar dan orang, pengalaman emosional dan fantasi. Dapat juga dikaitkan diartikan sebagai gambaran tentang diri seseorang yang secara luas ditentukan oleh cara orang berfikir tentang hal tersebut bila dilihat oleh orang lain. Konsep citra diri merupakan konsep yang kompleks yaitu kepribadian seseorag berupa karakter, tubuh dan penampilan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha untuk memahami perkembangan citra diri adalah dengan memperhatikan karakteristik yang diamatidan persepsi subjektif. Menurut Harlock (Danang, 2007), mengemukakan bahwa citra diri merupakan seluruh ide dan perasaan seseorang baik yang berupa ingatan maupun karakteristik personal yang berupa kepercayaan, nilai, dan keyakinan. Diri yang merupakan “aku” seseorang yang meliputi dua aspek yaitu actual self dan ideal self, yang keduanya tercermin dalam perilakunya. Sehingga melalui perilaku itu citra diri atau gambaran diri orang tersebut akan nampak.

Citra diri merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Seperti dikemukakan oleh Comb dan Soper (Danang, 2007), bahwa citra diri adalah bagaimana seseorang melihat keadaan dirinya sendiri.


(25)

Citra diri terbentuk melalui dan dalam proses alami yang dijalani oleh individu sendiri dalam kehidupannya. Apabila didalam kehidupannya seseorang banyak mengalami keberhasilan dalam usahanya, semakin lama akan tumbuh kepercayaan bahwa dirinya cukup mempunyai arti. Semakin banyak pengalaman keberhasilan dan kegagalan, maka bahan untuk mengamati citra dirinya semakin banyak pula. Pendapat yang sama dikemukakan oleh pudjijogyanti (Danang, 2007), bahwa citra diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu lain. Didalam interaksi ini, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan akan dijadikan cermin bagi individu yang menilai dan memandang dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra diri adalah gambaran dari representasi mental yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya sendiri yang merupakan konsep yang kompleks yaitu karakter kepribadian seseorang, tubuh dan penampilan yang merupakan hasil dari pengenalan diri baik bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang dapat diperoleh melalui pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain.

Citra diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lain dan dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab yang mengiringinya. Citra diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dalam berinteraksi, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikancermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.


(26)

Menurut Jersild (Halida, 2001), citra diri dibentuk dan dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain. Perkembangan citra diri tergantung pada hubungan sosila dan merupakan proses yang panjang dan seringkali tidak menyenangkan, karena citra diri tidak selalu positif.

Terdapat tiga bentuk gambaran citra yaitu: 1) Perceptual Component, merupakan gambaran yang dimiliki oleh seseorang mengenai penampilan dirinya, terutama tubuhnya dan impresi yang ia berikan pada orang lain, tercaku didalamnyaattractivenessdansex appropriatenessyang berhubungan dengan daya tarik bagi orang lain. Komponen ini disebut juga physical self image; 2) Conceptual component, merupakan konsepsi seseorang mengenai karakteristik dirinya, misalnya kemampuannya, kekurangannya, dan keterbatasan dirinya. Komponen ini sering disebut psychology self image, yang dibentuk oleh kualitaslife adjustmentseseorang seperti kepercayaan diri, tanggung jawab, independensi, keberanian, serta sifat-sifat yang sesuai dengan jenis kelaminnya; 3) Attitudinal Component, merupakan pikiran dan perasaan seseorang tentang dirinya, sikapnya terhadap status dirinya say ini, sikapnya terhadap self esteem dan self reproach (penghargaan atau penyesalan diri) dan juga sikap serta pandangan terhadap diri sendiri yang dinilai membanggakan atau memalukan.

Proses pada pembentukan citra diri individu pada dasarnya terbentuk melalui proses belajar dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Dalam masa perubahan yang diawali dengan perubahan fisik, seperti perasaan aneh dan berbeda dengan orang lain menimbulkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri yang menunjukkan bahwa individu tersebut menolak keadaan dirinya sendiri. Keadaan inilah yang mempengaruhi pembentukan dasar citra


(27)

diri. Dengan perubahan fisik dan mental pada diri individu, individu tersebut dituntut untuk menunjukkan identitasnya.

Suryabrata (1998) membagi citra diri menjadi dua bagian , yaitu: 1) Citra diri menerima, bila seseorang mengalami dan menerima segala pengalaman yang selaras dengan struktur self, individu akan lebih mudah memahami orang lain, menerima orang lain sebagai individu dan memiliki adjustmentyang sehat; 2) Citra diri menolak, bila pengalaman kehidupan yang dialami seseorang ditolak karena tidak sesuai dengan struktur self dan dianggap sebagai ancaman. Selanjutnya struktur self akan mempertahankan diri yang menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu, mengakibatkan pribadi seseorang menjadimal adjustment.

Hurlock (1990) mengemukakan dua tingkatan citra diri yaitu citra diri positif dan citra diri negatif. Pertama adalah citra diri positif. Individu mengembangkan sifat-sifat seperti percaya diri, harga diri, dan kemampuan untuk melihat dirinya secara realistik. Kemudian mereka dapat menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan ini menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sikap sosial yang baik. Kedua adalah citra diri negatif. Individu akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Ia merasa ragu dan kurang percaya diri, hal ini menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola citra diri pada individu dapat terbentuk melalui perceptual component, conceptual dan attitudinal component serta belajar berinteraksi dengan lingkungan sosial, adanya perubahan fisik dan mental pada individu yang menyebabkan individu dapat memiliki citra diri positif maupun citra diri negatif.


(28)

Citra diri menjadi bagian yang penting dalam diri seseorang karena citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik maupun psikologis. Menurut burns (1993) ada beberapa aspek yang berperan penting dalam citra diri, yaitu: 1) Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, benda-benda pribadi dan lain sebagainya; 2) Aspek sosial, meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu, dan sejauh mana penilaian individu terhadap kinerjanya.

Menurut Maltzyang (Suryani, 2005) mengemukakan bahwa citra diri terbagi menjadi lima aspek, yaitu: 1) Penilaian dari segi fisik yaitu bagaimana seseorang memandang kesehatan dan penampilannya serta kelebihan dan kekurangan secara fisik; 2) Penilaian dari segi etika moral, yaitu bagaimana seseorang memandang nilai etika moral dirinya, seperti kejujuran, tanggung jawab atas kegagalan yang dialaminya, riligiusitas, serta kesesuaian perilakunya dengan norma-norma masyarakat yang ada; 3) Penilaian dari segi keluarga, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya dalam hubungannya dengan orang-orang yang dekat dengan dirinya; 4) Penilaian diri segi personal, yaitu bagaimana seseorang memandang keadaan dirinya sebagai individu yang memiliki kemandirian, rasa percaya diri, keberanian emosional, serta perasaan; 5) Penilaian dari segi sosial, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya dalam interaksi sosial. Misalnya perasaan berharga dihadapan orang lain, perasaan diterima oleh orang lain.

Menurut Jersild (alfajar, 2003), menyatakan citra diri meliputi tiga aspek, yaitu: 1) Mengenai diri (aspek fisik), berupa fisik dan kemampuan yaitu bagaimana individu memandang dirinya baikberupa fisik seperti ukuran dan


(29)

bentuk badan, maupun kemampuan individu seperti lemah atau kuat, terampil atau tidak terampil; 2) Mengenai emosi dan perasaan (aspek psikologis), yaitu berupa emosi dan perasaan yang dialami oleh individu seperi perasaan marah, takut, agresi, cinta, dan kemampuan untuk merasakan atau menikmati sesuatu; 3) Mengenai hubungan sosial (aspek sosial), yaitu bagaimana hubungan sosial individu dengan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar.

Menurut Calhoun dan Acocella (Danang, 2007), berpendapat bahwa konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga yaitu orang tua yang merupakan kontak sosial yang paling awal dan paling kuat dialami oleh individu. Sehingga orang tua menjadi sangat kuat pengaruhnya terhadap anak karena apa yang dikomunikasikan oleh orang tua pada anak, akan cepat ditanggap oleh anak daripada informasi lain yang diterima anak sepanjang hidupnya. Sedangkan menurut Azwar (Jamaluddin, 1997) berpendapat bahwa konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu orang lain dianggap penting dan orang yang dianggap persetujuannya bagi setiap gerak-geriknya dan pendapatnya. Seseorang yang ingin dikecewakan akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Hurlock (1990) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menjadi dua yaitu orang lain dan kelaompok rujukan. Tidak semua orang memiliki pengaruh yang sama pada masing-masing diri individu, tetapi yang paling berpengaruh pada diri individu tersebut adalah orang-orang terdekat seperti orang tua, saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan individu yang bersangkutan karena memiliki hubungan yang emosional. Setiap kelompok memiliki norma-norma tertentu dimana ada kelompok yang secara


(30)

emosional mengikat individu dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri.

Menurut Hurlock (Danang, 2007) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsep diri ada delapan yaitu usia kematangan, penampilan diri, jenis kelamin, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreatifitas, dan cita-cita.

Faktor yang mempengaruhi konsep diri yang pertama adalah usia kematangan. Individu yang matang lebih awal yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan. Individu yang matang terlambat diperlakukan seperti anak-anak, mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Kedua penampilan diri. Penampilan diri yang berbeda membuat individu merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan hal yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri.sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. Ketiga adalah jenis kelamin. Jenis kelamin dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu individu mencapai konsep diri yang baik. Jika membuat individu sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya. Keempat adalah nama dan julukan. Individu merasa malu jika teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau jika mereka memberikan julukan bernada cemooh. Kelima adalah hubungan keluarga. Seseorang yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan anggota keluarga mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis individu akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk


(31)

dirinya. Keenam adalah teman sebaya. Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian individu dalam 2 cara yang pertama, konsep diri individu merupakan cerminan dari anggapan mengenai konsep teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompoknya. Ketujuh adalah kreatifitas. Individu yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatifitas dalam melakukan tugas-tugas akademik, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang mempengaruhi konsep dirinya. Yang terakhir adalah cita-cita. Apabila cita-cita yang dimiliki tidak realistis maka seseorang akan mengalami kegagalan. Sedangkan seseorang yang memiliki cita-cita yang realistis akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar untuk memberikan konsep diri yang baik.

Citra diri merupakan gambaran dari representasi mental yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya sendiri yang merupakan konsep yang kompleks yaitu kepribadian seorang karakter, tubuh dan penampilan yang merupakan hasil dari pengenalan diri melalui serangkaian proses persepsi dan evaluasi diri baik bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang dapat diperoleh melalui pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain. Citra diri diungkap menggunakan skala citra diri yang merupakan modifikasi dari skala yang disusun oleh Cahyaningrum (2002) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Berszonky meliputi aspek fisik, aspek sosial, aspek moral, dan aspek psikis.

Berdasarkan uraian diatas dapat disarikan bahwa aspek-aspek citra diri meliputi aspek fisik, sosial, penilaian dari segi fisik, penilaian dari segi etika moral, penilaian dari keluarga, penilaian dari segi personal, dan penilaian dari segi sosial. Aspek-aspek yang dijadikan sebagai indikator alat ukur yaitu aspek


(32)

fisik, psikologis, dan aspek sosial. Aspek-aspek tersebut digunakan sebagai alat ukur penelitian karena sudah sesuai denga teori dan dapat mewakili aspek-aspek lain untuk mengungkap citra diri pada subjek penelitian.

2. Pengalaman Praktik Kerja Industri

Era globalisasi memaksa manusia untuk siap berkompetisi atau bersaing dengan bangsa asing di dunia industri. Melihat kondisi tersebut, pemerintah Indonesia perlu serius dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan membekali ilmu dan teknologi untuk bersaing dengan bangsa lain. Bersamaan dengan meningkatnya peran industri, maka dituntut adanya tenaga-tenaga yang memadai. Institusi sebagai salah satu lembaga yang bekerja sama dengan sekolah guna mensukseskan proses pembelajaran dalam hal ini melibatkan industri sebagai komponennya.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan konsep pendidikan link and match. Pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga selalu berhubungan dengan pihak industri sebagai pengguna output pendidikan. Kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri diharapkan dapat diminimalisir, sehingga menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kompetensi dalam suatu bidang, terampil dan handal untuk menyiapkan diri guna menghadapi dunia kerja.

Industri berperan untuk mengajarkan kepada siswa agar mengetahui gambaran secara kompherensif pelaksanaan pekerjaan proyek mulai dari pelelangan sampai dengan pekerjaan di lapangan bahkan jika memungkinkan sampai proyek berakhir. Industri didefinisikan oleh beberapa ahli pemasaran


(33)

sebagai sekelompok perusahaan yang menghasilkan suatu produk atau segolongan produk yang dapat saling menggantikan (Theresa C.Y Liong, 2010). Industri memberikan gambaran permasalahan yang timbul dan penanganan teknis yang digunakan secara maksimal efektif dan efisien. Aplikasi teori dan praktik di lapangan dapat menjadi bahan referensi pribadi sebagai bekal ketika telah lulus serta tidak sedikit memberikan kontribusi kognitif, afektif dan psikomotorik untuk pelaku kerja praktik.

Pengalaman merupakan sesuatu yang telah dialami dan dirasakan siswa dan mempunyai pengaruh pada pemikiran dan perasaannya. Menurut Chaplin (2011), pengalaman adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari praktik atau dari luar usaha belajar yang dilakukan siswa yang diperoleh dari proses belajar mengajar di sekolah. Pengalaman merupakan pengetahuan atau keterampilan yang diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu.

Menurut Dalyono (2005), pengalaman dapat mempengaruhi fisiologi perkembangan individu yang merupakan salah satu prinsip perkembangan kesiapan (readiness) siswa Sekolah Menengah Kejuruan dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Pengalaman merupakan pengetahuan atau keterampilan yang sudah diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu. Siswa dikatakan memiliki pengalaman apabila telah memiliki tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai sesuai dengan bidang keahliannya.


(34)

Pengalaman dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pada dasarnya pendidikan dimaksud guna mempersiapkan tenaga kerja sebelum memasuki lapangan pekerjaan agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sesuai dengan syarat yang dikehendaki oleh suatu jenis pekerjaan. Dalam menyiapkan siswa mempunyai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan, Sekolah Menengah Kejuruan sebagai institusi pendidikan menerapkan Pendidikan Sistem Ganda (dual sistem education).

Tujuan praktik kerja industri yang terdapat dalam konsep Pendidikan Sistem Ganda menurut Anwar (2009) adalah: “Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dengan Pendidikan Sistem Ganda bertujuan untuk: 1) Menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas; 2) Memperkokoh linkdan match antara SMK dengan dunia kerja; 3) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran dan pelatihan tenaga kerja berkualitas, Memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan”.

Praktik Kerja Industri merupakan bagian dari Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang diterapkan dalam program Sekolah Menengah Kejuruan. Depdiknas (2003), menyebutkan pengertian Praktik Kerja Industri menjadi dua definisi yaitu: 1) Praktik Kerja Industri adalah bagian dari pendidikan sistem ganda (PSG) pada SMK. Prakerin merupakan bagian dari program bersama antara SMK dan industri yang dilaksanakan di dunia usaha atau dunia industri; 2) Praktik Kerja Industri merupakan program yang dilaksanakan di industri/ perusahaan yang meliputi praktik dasar kejuruan yang dilaksanakan sebagian di sekolah dan sebagian lainnya di industri serta praktik kehlian produktif dalam bentukon the job training.


(35)

Menurut Rahmawati (Akbar, 2013), Praktik Kerja Industri adalah bekerja diluar kelas pada suatu instansi yang sedang beroperasi, sebagai upaya penerapan dan pembandingan antara pekerjaan yang nyata dengan teori-teori yang didapat ketika di dalam kelas sebagai bagian dari kurikulum yang diwajibkan untuk siswa. Dalam Praktik Kerja Industri, ada dua pihak yang aktif di dalamnya, yaitu trainees sebagai pihak yang dilatih (siswa SMK) dan trainerssebagai pihak yang melatih siswa.

Menurut Bartono (Akbar, 2013) Praktik Kerja Lapangan adalah bekerja di luar kelas pada suatu instansi yang sedang beroperasi. Sebagai upaya penerapan dan perbandingan antara pekerjaan yang senyatanya dengan teori yang didapat siswa di dalam kelas sebagai bagian dari kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan yang diwajibkan kepada siswa SMK.

Menurut Daffa Akhtar (Akbar, 2013) menjelaskan bahwa Praktik Kerja Industri (prakerin) adalah suatu komponen praktik keahlian profesi, berupa kegiatan secara terprogram dalam situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional yang dilakukan di industri. Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Industri yang menggunakan block release waktu belajar dibagi pada hitungan bulan atau semester. Dalam arti proses belajar dilakukan di sekolah beberapa bulan atau semester secara terus menerus, kemudian bulan atau semester berikutnya di lakukan di industri.

Dalam pelaksanakan Praktik Kerja Industri guru tidak sepenuhnya melepas siswa dan diserahkan kepada pendamping Praktik Kerja Industri. Akan tetapi guru mendampingi siswa bahkan melakukan monitoring minimal satu bulan sekali untuk mengetahui keadaan siswa dan memantau


(36)

perkembangan pengetahuan yang diperoleh siswa selama pelaksanaan Praktik Kerja Industri.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa Pengalaman Praktik Kerja Industri adalah pengetahuan atau keterampilan yang diketahui dan dikuasai oleh siswa setelah melaksanakan praktik kerja di dunia kerja atau dunia industri selama jangka waktu yang telah ditentukan.

Pada dasarnya Praktik Kerja Industri merupakan bagian dari penyelenggaraan dan pelatihan melalui pengalaman kerja di industri untuk para siswa SMK. Praktik kerja industri merupakan bagian dari proses pembelajaran PSG yang diterapkan pada sekolah menengah kejuruan. Tujuan dari praktik kerja industri itu sendiri sama dengan tujuan dari PSG, yaitu: 1) Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional; 2) Memperkokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja; 3) Meningkatkan efisiensi dan proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas profesional; 4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja yang berkualitas profesional" (Ardan, 2008).

Menurut Indro (2004), tujuan Praktik Kerja Industri adalah sebagai berikut: 1) Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional; 2) Memperoleh link and match antara sekolah dengan dunia kerja; 3) Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga. kerja yang berkualitas profesional; 4) Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja yang berkualitas profesional."

Dari beberapa pendapat para ahli yang telah dikemukaan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat diadakannya Praktik Kerja Industri


(37)

adalah meningkatkan, memantapkan dan memperluas wawasan dan pengetahuan yang sudah diperoleh selama kegiatan belajar di kelas guna meningkatkan mutu dan kemampuan siswa sebagai bekal memasuki dunia kerja yang sebenarnya sesuai dengan program keahlian yang dipilihnya.

Fungsi diadakannya program sekolah mengenai Praktik Kerja Industri adalah: 1) Mengimplementasikan materi yang selama ini dipelajari di sekolah; 2) Membentuk pola pikir yang konstruktif bagi siswa; 3) Melatih siswa untuk berkomunikasi/berinteraksi secara profesional di dunia kerja yang sebenarnya; 4) Membentuk etos kerja yang baik bagi siswa; 5) Menjalin kerjasama yang baik antara sekolah dengan dunia usaha/dunia industri (DU/DI)

Menurut Indro (2004), kewajiban siswa di tempat kerja adalah: 1) Melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang disepakati; 2) Mematuhi setiap instruksi di tempat kerja; 3) Melaksanakan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja); 4) Menjaga nama baik DU/DI dan almamater; 5) Melakukan observasi dan penelitian yang mempunyai tujuan positif; 6),bertanya kepada pihak yang kompeten apabila kurang paham/tidak mengerti

Pelaksananaan Praktik Kerja Industri diprogramkan secara matang baik mengenai materi pekerjaan (sesuai dengan pekerjaan yang ada di industri/kompetensi maupun alokasi waktu dan kapan pelaksanaannya). Karena praktik kerja industri mengharuskan bekerja di lini produksi (bekerja yang sesungguhnya), maka harus dibekali secara penuh ketrampilan dasar. Waktu yang ditempuh untuk pelaksanaan Praktik Kerja Industri minimal dua bulan kerja. Dengan mengikuti minggu dan jam kerja industri kegiatan Praktik Kerja Industri dapat melalui dua bulan jika dapat memberi nilai tambah bagi industri maupun bagi siswa yang bersangkutan. Penilaian praktik kerja industri


(38)

dilakukan pada akhir praktik kerja, siswa memperoleh hasil yang berbentuk nilai prestasi. Prestasi tersebut untuk mengakui kemampuan yang dimiliki oleh siswa dari hasil pengembangan di lapangan. Nilai yang diperoleh siswa harus melalui sistem pengujian yang mengacu pada penguasaan berdasarkan standar tertentu. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan (Ardan, 2008).

Hasil yang diperoleh siswa akan ditunjukkan dalam bentuk sertifikat. Sertifikat merupakan tanda/surat keterangan (pernyataan tertulis) atau tercetak dari orang yang berwenang (DU/DI) yang dapat digunakan sebagai bukti suatu kejadian (prestasi yang diperoleh siswa dalam Praktik Kerja Industri). Angka yang tertera pada sertifikat yang diperoleh siswa merupakan hasil penilaian yang dilakukan dunia industri (Instruktur di dunia usaha/dunia industri), dengan aspek yang dinilai adalah sebagai berikut: 1) Aspek teknis adalah tingkat penguasaan ketrampilan siswa dalam menyelesaikan pekerjaannya (kemampuan produktif); 2) Aspek non teknis adalah sikap dan perilaku siswa selama di dunia usaha dan dunia industri yang menyangkut antara lain: disiplin, tanggung jawab, kreativitas, kemandirian, kerjasama, ketaatan dan sebagainya, (Indro, 2004).

Praktik kerja industri dilaksanakan oleh siswa Kelas XI semester genap selama dua bulan dengan didahului pembekalan. Praktik tersebut dapat dilaksanakan pada industri besar, menengah, kecil, home industri, ataupun unit produksi sekolah. (Indro, 2004).

Era globalisasi memaksa manusia untuk siap berkompetisi atau bersaing dengan bangsa asing di dunia industri. Melihat kondisi tersebut,


(39)

pemerintah Indonesia perlu serius dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan membekali ilmu dan teknologi untuk bersaing dengan bangsa lain. Bersamaan dengan meningkatnya peran industri, maka dituntut adanya tenaga-tenaga yang memadai. Institusi sebagai salah satu lembaga yang bekerja sama dengan sekolah guna mensukseskan proses pembelajaran dalam hal ini melibatkan industri sebagai komponennya.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan konsep pendidikan link and match. Pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga selalu berhubungan dengan pihak industri sebagai pengguna output pendidikan. Kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri diharapkan dapat diminimalisir, sehingga menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kompetensi dalam suatu bidang, terampil dan handal untuk menyiapkan diri guna menghadapi dunia kerja.

Industri berperan untuk mengajarkan kepada siswa agar mengetahui gambaran secara kompherensif pelaksanaan pekerjaan proyek mulai dari pelelangan sampai dengan pekerjaan dilapangan bahkan jika memungkinkan sampai proyek berakhir. Industri didefinisikan oleh beberapa ahli pemasaran sebagai sekelompok perusahaan yang menghasilkan suatu produk atau segolongan produk yang dapat saling menggantikan (Theresa C.Y Liong, 2010). Industri memberikan gambaran permasalahan yang timbul dan penanganan teknis yang digunakan secara maksimal efektif dan efisien. Aplikasi teori dan praktik di lapangan dapat menjadi bahan referensi pribadi sebagai bekal ketika telah lulus serta tidak sedikit memberikan kontribusi kognitif, afektif dan psikomotorik untuk pelaku kerja praktik.


(40)

Pengalaman merupakan sesuatu yang telah dialami dan dirasakan siswa dan mempunyai pengaruh pada pemikiran dan perasaannya. Menurut Chaplin (2011), “Pengalaman adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari praktik atau dari luar usaha belajar yang dilakukan siswa yang diperoleh dari proses belajar mengajar di sekolah”. Pengalaman merupakan pengetahuan atau keterampilan yang diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu.

Menurut Dalyono (2005), pengalaman dapat mempengaruhi fisiologi perkembangan individu yang merupakan salah satu prinsip perkembangan kesiapan (readiness) siswa Sekolah Menengah Kejuruan dalam mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Pengalaman merupakan pengetahuan atau keterampilan yang sudah diketahui dan dikuasai seseorang sebagai akibat perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya selama jangka waktu tertentu. Siswa dikatakan memiliki pengalaman apabila telah memiliki tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dan memadai sesuai dengan bidang keahliannya.

Pengalaman dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pada dasarnya pendidikan dimaksud guna mempersiapkan tenaga kerja sebelum memasuki lapangan pekerjaan agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh sesuai dengan syarat yang dikehendaki oleh suatu jenis pekerjaan. Dalam menyiapkan siswa mempunyai pengalaman, pengetahuan dan keterampilan, Sekolah Menengah Kejuruan sebagai institusi pendidikan menerapkan Pendidikan.


(41)

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan praktik kerja industri adalah pendidikan dan pelatihan profesional di dunia industri dimana siswa melakukan praktik kerja (magang) di perusahaan atau industri secara terarah dan sinkron dengan program pendidikan di sekolah, yang merupakan realisasi pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda guna membekali siswa sikap dan keahlian profesional dalam bekerja di dunia industri. Pengalaman Praktik Kerja Industri adalah pengetahuan atau keterampilan yang diketahui dan dikuasai oleh siswa setelah melaksanakan praktik kerja di dunia kerja atau dunia industri selama jangka waktu yang telah ditentukan. Siswa dikatakan mempunyai pengalaman mengenai praktik kerja industri apabila telah memiliki tingkat penguasaan tentang pengetahuan kerja, menguasai situasi lingkungan kerja, ketrampilan kerja dan disiplin kerja.

3. Kematangan Vokasional

Kematangan vokasional merupakan salah satu tugas perkembangan yang pasti akan dilalui oleh setiap individu. Setiap tahapan pada perkembangan vokasional memiliki ciri-ciri tertentu maksudnya seorang dapat dikatakan memiliki kematangan vokasional yang baik apabila telah memiliki kemampuan tertentu yang berbeda-beda pada setiap tahapnya. Ditiap tahap perkembangan menusia individu akan dihadapkan pada sejumlah tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan diartikan sebagai suatu tugas yang timbul pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia, dimana tiap tugas harus diselesaikan dengan baik karena akan mempengaruhi dalam menyelesaikan tugas berikutnya (Prihastiwi, 1995).

Konsep kematangan vokasional pada mulanya diperkenalkan oleh Super (Prihastiwi, 1995) untuk menunjukkan tingkat perkembangan individu


(42)

mulai dari kanak-kanak samai pada saat individu memutuskan mengundurkan diri dari dunia pekerjaan. Kematangan vokasional merupakan pencerminan perkembangan individu yang sifatnya terus menerus dan akhirnya akan berhubungan dengan proses perkembangan.

Menurut Tielduman dan O’hang (Prihastiwi, 1995) tugas-tugas perkembangan vokasional adalah proses perkembangan dan berhubungan dengan memilih, dan memasuki, dan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam pendidikan dan pekerjaan.

Pada dasarnya proses perkembangan vokasional yang akan mengarah pada kematangan vokasional memerlukan kesesuaian antar individu dengan pekerjaan dan psikodinamika dalam pengambilan keputusan untuk memilih pekerjaan. Tingkat kematangan vokasional mempengaruhi individu dalam proses pemilihan pekerjaan dan didalamnya mengandung beberapa dimensi kemapanan yaitu kebutuhan untuk bekerja, memilih pekerjaan, perencanaan pekerjaan, sikap dalam pengambilan keputusan serta kemampuan untuk bekerja.

Kematangan vokasional adalah kesiapan menyelesaikan tugas perkembangan vokasional. Individu yang telah mencapai kematangan vokasional diharapkan mampu menguasai tugas-tugas perkembangan vokasional sehingga nantinya lebih sukses pada tahap perkembangannya. Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulakn bahwa kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan vokasional yang berupa penilaian diri yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, eksplorasi terhadap masalah pekerjaan, perencanaan, dan kemandirian dalam melakukan


(43)

pemilihan pekerjaaan yang pada akhirnya akan berhubungan dengan proses pengambilan keputusan.

Masa remaja merupakan salah satu perkembangan yang terjadi dalam rentang kehidupan seseorang. Masa ini mempunyai arti yang sangat penting karena perkembangan masa ini akan mempengaruhi kepribadian seseorang dimasa remaja.

Beberapa hal diharapkan dimiliki oleh remaja dalam mempersiapkan diri memasuki kehidupan masa dewasa. Seorang remaja dihadapkan pada semacam tuntutan dari faktor sosial, religi, serta norma-norma yang beredar didalamnya. Seorang remaja diharapkan dapat menghadapi tuntutan dari lingkungan itu disesuaikan dengan perkembangan pikir, sikap, dan perasaan, kemauan serta perlakuan nyata.

Seperti penjelasan konsep Super (Dharmastuty, 1997) tentang tahap-tahap perkembangan vokasional sebagai berikut : pertama adalah Tahap Pertumbuhan (Growth): 0 – 14 tahun. Adanya pertumbuhan fisik dan psikologis. Pada tahap ini individu mulai membentuk sikap dan mekanisme tingkah laku yang kemudian akan menjadi penting dalam konsep dirinya. Bersamaan dengan itu, pengalaman memberikan latar belakang pengetahuan tentang dunia kerja yang akhirnya digunakan dalam pilihan pekerjaan mulai yang tentatif sampai dengan final. Kedua adalah Tahap Eksplorasi (Exploratory): 15 – 24 tahun. Dimulai sejak individu menyadari bahwa pekerjaan merupakan suatu aspek dari kehidupan manusia. Pada awal masa ini atau masa fantasi, individu menyatakan pilihan pekerjaan sering kali tidak realistis dan sering erat kaitannya dengan kehidupan permainannya. Ketiga adalah Tahap Pembentukan (Establishment): 25 – 44 tahun. Berkaitan dengan


(44)

pengalaman seseorang pada saat mulai bekerja. Pada masa ini individu dengan cara mencoba-coba ingin membuktikan apakah pilihan dan keputusan pekerjaan yang dibuat pada masa eksplorasi benar atau tidak. Sebagian masa ini adalah masa try-out. Individu mungkin menerima pekerjaan dengan perasaan pasti bahwa ia akan mengganti pekerjaan jika merasa tidak cocok. Apabila ternyata individu mendapat pengalaman yang positif atau keuntungan dari suatu pekerjaan, pilihannya menjadi mantap, dan dia akan memasukkan pilihan pekerjaan itu sebagai aspek dari konsep dirinya serta kesempatan terbaik untuk mendapatkan kepuasan kerja. Keempat adalah Tahap Pemeliharaan (Maintenance): 45 – 64 tahun. Individu berusaha untuk meneruskan atau memelihara situasi pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan dan konsep diri (self-concept) mempunyai hubungan yang erat. Keduanya terjalin oleh proses perubahan dan penyesuaian yang kontinyu. Pada intinya individu berkepentingan untuk melanjutkan aspek-aspek pekerjaan yang memberikan kepuasan, dan merubah atau memperbaiki aspek-aspek pekerjaan yang tidak menyenangkan, tetapi tidak sampai individu itu meninggalkan pekerjaan tersebut untuk berganti dengan pekerjaan yang lain. Kelima adalah Tahap Kemunduran (Decline): di atas 65 tahun. Tahap menjelang berhenti bekerja (preretirement). Pada tahap ini perhatian individu dipusatkan pada usaha bagaimana hasil karyanya dapat memenuhi persyaratan out-put atau hasil yang minimal sekalipun. Individu lebih memperhatikan usaha mempertahankan prestasi kerja daripada upaya meningkatkan prestasi kerjanya. Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap dan perilaku yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang


(45)

tampak dalam tugas-tugas perkembangan vokasional (vocational developmental tasks).

Menurut Teori Super (Munandir, 1996) tugas perkembangan vokasional meliputi: pertama yaitu Kristalisasi (Crystallization): 14 – 18 tahun. Kristalisasi dari preferensi vokasional mengharuskan individu untuk merumuskan ide-ide tentang pekerjaan yang sesuai untuk dirinya sendiri. Hal ini juga mensyaratkan perkembangan pekerjaan dan konsep diri yang akan membantu memediasi pilihan vokasional yang bersifat sementara individu dengan cara pengambilan keputusan pendidikan yang relevan. Sementara tugas kristalisasi dapat terjadi pada semua usia, demikian juga semua tugas perkembangan vokasional, paling biasanya terjadi selama 14 – 18 tahun. Kedua yaitu Spesifikasi (Specification): 18 – 21 tahun. Spesifikasi dari preferensi vokasional. Di sini, individu diharuskan untuk mempersempit arah karier umum menjadi satu tertentu dan mengambil langkah yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut. Ketiga yaitu Pelaksanaan (Implementation): 21 – 25 tahun. Tugas vokasional ketiga adalah pelaksanaan preferensi vokasional. Tugas ini mengharuskan individu untuk menyelesaikan beberapa pelatihan dan mulai bekerja yang relevan. Yang dibutuhkan sikap dan perilaku untuk panggilan tugas, pengakuan individu akan kebutuhan berguna untuk merencanakan pelaksanaan preferensi dan pelaksanaan rencana ini. Keempat yaitu Stabilisasi (Stabilization): 25 – 35 tahun. Stabilisasi adalah tugas perkembangan karier yang keempat. Tugas ini diwakili oleh perilaku menetap dalam bidang pekerjaan dan penggunaan bakat seseorang sedemikian rupa untuk menunjukkan kesesuaian keputusan karier buat sebelumnya. Hal ini bisa diduga bahwa perubahan posisi individu selama periode stabilisasi ada


(46)

tapi jarang perubahan pekerjaan. Sikap yang diperlukan dan perilaku sangat serupa dengan tugas-tugas pelaksanaan dan stabilisasi.

Adapun menurut teori Super (Munandir, 1996) tugas perkembangan vokasional meliputi: 1) Preferensi pekerjaan (14 – 18 tahun); 2) Spesifikasi preferensi (18 – 21 tahun); 3) Implementasi preferensi (21 – 25 tahun); 4) Stabilisasi dalam suatu pekerjaan (25 – 35 tahun); 5) Konsolidasi status dan kemajuan (masa akhir usia 30-an dan usia 40-an).

Berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan karir, Super mengembangkan konsep kematangan vokasional (career maturity; vocational maturity) yang menunjuk pada keberhasilan individu menyelesaikan semua tugas perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Indikasi relevan bagi kematangan vokasional adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam suatu jabatan. Beraneka indikasi ini dapat dijabarkan lebih lanjut pada rnasing-masing tahap perkembangan vokasional, lebih-lebih selama masa remaja dan masa dewasa muda. Berkenaan dalam rangka meneliti dan menilai kematangan vokasional telah dikembangkan alat tes yang dikenal dengan nama Career Development Inventory, Career Maturity Test, dan Vocational Maturity Test

Menurut Lancas Hire yang ditulis oleh Prihastiwi (1995) membagi perkembangan vokasional kedalam 3 fase yaitu: pertama adalah Fase Formasi(pembentukan). Pada fase ini perkembangan anak banyak melewati identifikasi dengan figure-figur kunci. Oleh karena itu dalam perkembangan ini


(47)

Fantasi masih mendominasi dalam pemilihan pekerjaan. Kedua adalah Fase penyebaran. Setelah anak mempertimbangkan kehendaknya, anak mulai memandang aspek lain seperti minat dan kapasitasnya sehubungan dengan meningkatnya sosialisasi pada anak. Ketiga adalah Fase Implementasi. Pada fase ini usaha seseorang dikerahkan untuk menentukan dan memelihara pilihan-pilihan dan minat diri serta aspek-aspek lain terhadap pekerjaan tertentu demi mencapai cita-cita.

Tahap-tahap diatas merupakan pola umum perkembangan yang dilalui individu tetapi tidak dapat dipungkiri terdapat perbedaan yang menyebabkan seorang individu berbeda kecepatan perkembangan bila dibandingkan dengan individu lain.

Menurut teori Super (Dharmastuty, 1997) menjelaskan sejumlah aspek yang menggambarkan kematangan vokasional seseorang, aspek-aspek tersebut yaitu: pertama adalah orientasi terhadap pemilihan vokasional. Orientasi ini merupakan ciri kematangan vokasional pada remaja awal karena seorang remaja mulai sadar bahwa dirinya harus membuat pilihan vokasional. Kedua adalah perencanaan dan pencarian informasi pekerjaan. Ciri remaja yang telah mencapai kematangan vokasional adalah mempunyai rencana-rencana yang mantap tentang pekerjaan. Perencana-rencanaan ini didasarkan pada informasi-informasi tentang pekerjaan yag dimiliki. Ketiga adalah penilaian diri yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan. Hal ini meliputi sejauhmana individu mampu mengadakan penyesuaian antara kemampuan dengan pekerjaan yang dipilih dan penilaian tentang kelebihan dan kekurangan dirinya. Keempat adalah kemendirian dalam pengambilan keputusan pemilihan


(48)

pekerjaan, yaitu sejauh mana individu mampu membuat keputusan dalam penelitian.

Menurut Crites (Hidayati, 2011) mengembangkan empat dimensi perkembangan vokasional pada remaja, yaitu: 1) Eksplorasi terhadap masalah pekerjaan, meliputi sejauh mana individu berusaha mencari informasi tentang masalah pekerjaan, informasi yang telah dimiliki tentang berbagai macam pekerjaan serta pengetahuannya terhadap masalah pekerjaan; 2) Perencanaan masalah pekerjaan, meliputi kesadaran individu untuk membuat perencanaan pekerjaan, sejauhmana usaha individu membuat perencanaan pekerjaan dan pemeliharaan kurikulum pendidikan; 3) Penilaian diri yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, meliputi sejauhmana individu mampu mengadakanpenyesuaian antara kemampuan dengan pekerjaan yang akan dipilih, menafsirkan kelebihan dan kekurangan dalam dirinya; 4) Kemandirian dalam pengambilan keputusan pemilihan pekerjaan, meliputi sejauhmana individu mampu membuat keputusan dalam pemilihan pekerjaan dan perencanaan, individu mampu membuat keputusannya sendiri berdasarkan keinginan dan kemampuannya serta aktif berpartisipasi dalam usaha pengambilan keputusan.

Kematangan vokasional dapat diperoleh dari masa kanak-kanak, akan tetapi keadaan tersebut tidak datang dengan sendirinya melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kematangan vokasional ternyata sangat kompleks. Menurut Overtreet (Danang, 2007), faktor yang mempengaruhi kematangan vokasional menjadi tiga faktor penting, yaitu faktor pribadi dan peranan, faktor intelegensi dan peranan, dan faktor situasi.


(49)

Pertama adalah faktor pribadi dan peranan. Menurut oversheet (jersild, 1978) konsep-konsep pribadi dibentuk mulai identifikasi atau pengenalan, peranan apa yang dimainkan dan berbagai pengalaman hidup. Dalam penetapan pemilihan keterampilan, individu harus mengusahakan untuk bias mengungkapkan konse pribadinya menjadi hal yang dinampakkan dalam pemilihan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat dari alur pertumbuhan dan pengalaman hidup, dimana tiap individu menampilkan suatu identitas ego yang sifatnya unik dan hanya dimiliki oleh dirinya sendiri. Identitas ego diperoleh dari belajar serta menjalani pengalaman pribadi seumur hidup. Kerangka pribadi tentang dirinya tentu akan menyangkut masalah pemilihan pekerjaan secara umum serta posisi khusus yang ingin dicapai untuk bekerja.

Menurut Young (Sudarmiyati, 1996), pengalaman hidup yang diterima individu turut serta dalam pembentukan kepribadian individu. Selanjutnya pengalaman hidup mempengaruhi kestabilan emosi, sehingga kepribadian individu yang memiliki ketahanan mental, apabila menghadai masalah akan dapat menyesuaikan diri yang menjadikan individu tersebut stabil emosionalnya.

Faktor yang kedua adalah faktor intelektual dan peranan. Menurut weschler dalam yang ditulis oleh prasilowati (2000), Intelegensi merupakan kumpulan atau keseluruhan kapasitas yang ada pada individu untuk melakukan tindakan sesuai dengan tujuan berfikir secara rasional dan berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Super dan Crites memberikan definisi intelegensi sebagai komponen untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan belajar dari pengalaman. Menurut Crow (Prasilowati, 2000), berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang dimiliki


(50)

seseorang untuk menghadapi situasi baru dan kemampuan untuk memecahkan masalah.

Menurut Ausebel (Prasilowati, 2000), mengatakan bahwa selama masa remaja dan dewasa awal yaitu usia sekitar 15 sampai 21 tahun, intelegansi merupakan kemampuan-kemampuan untuk memproses serta memecahkan masalah. Beberapa ahli mengemukakan bahwa kematangan vokasional dipengaruhi oleh jenis kelamin. Menurut Jersild yang ditulis oleh Danang (2007) mengatakan bahwa kematangan vokasional laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena peranan sosial laki-laki dimana laki-laki merupakan sumber ekonomi utama dalam keluarga. Menurut Putman dan Hansen (Prasilowati, 2000) menyebutkan bahwa pada siswa akhir SMP atau awal SMA, remaja perempuan mendapat skor kematangan vokasional yang lebih tinggi daripada laki-laki. Menurut Crites (Hidayati, 2011), mengemukakan bahwa hanya ada sedikit pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap kematangan vokasional.

Status Sosial ekonomi seseorang mempengaruhi tingkah laku, nilai-nilai dan gaya hidup seseorang. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Harton dan Hunt (Prasilowati, 2000), bahwa status sosial ekonomi seseorang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya serta dapat mewarnai kehidupannya. Beberapa ahli telah melakukan penelitian mengenai pengaruh status sosial ekonomi terhadap kematangan vokasional. Menurut Super (Prasilowati, 2000), mengemukakan bahwa kematangan vokasional berkorelasi positif dengan latar belakang sosial ekonomi. Individu dengan status sosial ekonomi tinggi akan cenderung lebih memiliki kematangan


(51)

vokasional dibandingkan dengan yang memiliki latar belakangstatus sosial ekonomi rendah. Individu dengan status sosial ekonomi tinggi lebih mempunyai waktu untuk mengkonfirmasikan antara pemahaman diri sendiri denganpekerjaan yang ditawarkan sehingga individu lebih memiliki perkembangan vokasional yang sistematis. Sebaliknya orang orang dengan status sosial ekonomi rendah akan lebih didorong oleh tuntutan hidup bahwa individu segera mengupayakan pekerjaan, sehingga tidah ada waktu untuk mencoba-coba lagi.

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal untuk menuntut ilmu pengetahuan. Selain itu sekolah merupakan lingkungan kedua setelah rumah, dimana anak membentuk sikapdan mendapatkan pengarahan. Anak akan berinteraksi dengan teman sebaya sebagai saudara dan guru sebagai orang tua. Dalam interaksi tersebut terdapat sejumlah nilai dan norma tertentu yang harus dipahami anak melalui imitasi, maupun sosialisasi yang akhirnya akan mengarahkan ke internalisasi. Nilai maupun norma yang telah dihayati itu akan berfungsi sebagaiframe of reference anak dalam menentukan arah termasuk dalam hal memilih kerja. Terdapat sekolah umum dan sekolah dengan jurusan khusus yang masing-masing memiliki prioritas tersendiri terhadap apa yang diberikan atau diajarkan disekolah. Sekolah umum mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat akhir masa pendidikan.

Peran informasi pada saat ini sangatlah penting. Siapa yang menguasai informasi, dialah yang memegang dunia. Apapun yang hendak dilakukan sebaiknya selalu dibekali informasi yang cukup sehingga tidak menjadi asal-asalan. Begitu juga dengan masalah pekerjaan, baik dalam melakukan


(52)

perencanaan hingga pada pemilihan dan pengambilan keputusan diperlukan informasi yang cukup. Menurut Hurlock (Hidayati, 2011) mengatakan bahwa informasi tentang pekerjaan mempunyai nilai tinggi untuk seseorang. Kurangnya informasi seringkali menyebabkan seseorang tidak mampu melakukan proses pemilihan dengan tepat. Hal ini dapat dimengerti karena bahan-bahan pendukung untuk menentukan pilihan tersebut tidak lengkap. Menurut Crites (Hidayati, 2011) juga mengemukakan bahwa pengetahuan tentang berbagai macam pekerjaan akan membantu mengenal pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi tentang pekerjaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesiapan seseorang memasuki dunia kerja.

Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas bahwa kematangan vokasional dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar, diantaranya yaitu pengalaman pribadi, lingkungan, intelegensi, sekolah, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan informasi tentang pekerjaan.

Pendidikan kejuruan atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau bentuk satuan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta mempersiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap professional. Pendidikan SMK lebih diutamakan untuk mempersiapkan para lulusannya memasuki dunia kerja.

Sebagai jenis sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, program pendidikan SMK dikhususkan bagi siswa yang mempunyai minat tertentu yaitu ingin mempersiapkan diri terhadap suatu pekerjaan yang sesuai


(53)

dengan minat dan nilaiyang telah ada dalam dirinya, siswa diajak belajar didunia kerja dengan praktek nyata sesuai bidang yang dipelajari melalui program pendidikan sistem ganda (PSG). Melalui PSG siswa diharapkan bias mendapatkan pengetahuan keterampilan dan perubahan sikap sehingga dapat membekali dirinya untuk memilih, menetapkan, dan mempersiapkan dirinya ketika memasuki dunia kerja sesuai dengan potensi dirinya.

Pengalaman kerja juga dapat memberikan kesempatan bagi remaja untuk belajar tentang kematangan vokasional untuk mengembangkan minat remaja dan untuk menguji pengembangan keterampilan serta bakat dalam menghadapi tuntutan di dunia kerja. Individu yang memiliki pengalaman kerja akan mempunyai nilai lebih. Pandangan tentang pekerjaan akan lebih realistik, sehingga dapat lebih memahami kemampuan yang dimiliki dan menjadi awal kesuksesan dalam menghadapi dunia kerja.

Berdasarkan uraian diatas dapat disarikan bahwa kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas tugas perkembangan vokasional yang berupa penilaian diri yang berhubungan dengan pemilihan kerja, eksplorasi terhadap masalah pekerjaan, perencanaan, dan kemandirian dalam melakukan pilihan pekerjaan, yang pada akhirnya akan berhubunga dengan proses pengambilan keputusan. Kematangan vokasional diukur menggunakan skala kematangan vokasional berdasarkan beberapa aspek, yaitu : eksplorasi terhadap masalah masalah, perencanaan masalah pekerjaan, penilaian diri yang berkjaitan dengan pemilihan pekerjaan dan kemandirian dalam pengambilan keputusan memilih pekerjaan. Aspek-aspek ini yang akan dijadikan indikator alat ukur untuk mengungkap kematangan vokasional berdasarkan teori Crites (Irmani, 2004)


(54)

karena sudah sesuai teori dan dapat mewakili aspek-aspek yang lain untuk mengungkap kematangan vokasional.

B. Penelitian yang relevan

1. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Andy Akbar (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Informasi Dunia Kerja dan Pengalaman Praktik Kerja Industri terhadap Kesiapan Kerja Siswa Kelas XII Program Keahlian Teknik Elektronika Industri di SMK YPT 1 Purbalingga”. Adapun hasil penelitian yang dilakukan yaitu informasi dunia kerja berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja dengan kontribusi sebesar 21,3%, pengalaman praktik kerja industri berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja dengan kontribusi sebesar 66,3%, informasi dunia kerja dan pengalaman praktik kerja industri secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja dengan kontribusi sebesar 66,4%. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andy Akbar adalah sama-sama meneliti pengalaman praktik kerja industri, sedangkan yang membedakan adalah variable informasi dunia kerja dan variable terikatnya yaitu kesiapan kerja serta tempat penelitian.

2. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Dwi Istikhomah Hidayati (2011), dalam skripsinya yang berjudul Hubungan antara Kematangan Vokasional dengan Motivasi Berwirausaha pada Siswa SMK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kematangan vokasional dengan motivasi berwirausaha pada siswa SMK Hipotesis yang diajukan ada hubungan positif antara kematangan vokasional dengan motivasi berwirausaha. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kasatriyan Solo Sukoharjo kelas XI Jurusan TN I dan TN II (Tata Niaga), yang


(55)

berjumlah siswa 40 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan skala kematangan vokasional dan skala motivasi berwirausaha. Teknik analisis data menggunakan korelasi product moment. Hasil analisis data diperoleh. Nilai r sebesar 0,574; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan vokasional dengan motivasi berwirausaha. Artinya semakin tinggi kematangan vokasional maka semakin tinggi pula motivasi berwirausaha. Sumbangan efektif kematangan vokasional terhadap motivasi berwirausaha sebesar 33%. Kematangan vokasional pada subjek penelitian tergolong sedang ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) = 120,425 dan rerata hipotetik (RH) = 115. Motivasi berwirausaha pada subjek penelitian tergolong sedang, ditunjukkan oleh rerata emp irik (RE) = 105,325 dan rerata hipotetik (RH) = 107,5. Kesimpulan penelitian ini menyatakan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan vokasional dengan motivasi berwirausaha. Artinya semakin tinggi kematangan vokasional maka semakin tinggi pula motivasi berwirausaha. Dengan demikian variabel kematangan vokasional dapat digunakan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan motivasi berwirausaha.

3. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Danang Pancoko (2007), dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Citra Diri dan Prestasi Belajar dengan Kematangan Vokasional Siswa SMK N 1 Madiun. Adapun hasil penelitian yang dilakukan yaitu Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan analisis regresi dua prediktor diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,561, Fregresi = 16,062; p = 0,000 (p < 0,01). Hasil ini menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara citra diri dan prestasi belajar dengan kematangan


(56)

vokasional. Hasil analisis korelasi rpar-x1y = 0,447 dengan p = 0,000 (p < 0,01), berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara citra diri dengan kematangan vokasional. Semakin tinggi citra diri maka semakin tinggi kematangan vokasional siswa. Hasil analisis rpar-x2y = 0,349 dengan p = 0,003 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif yang signifikan antara prestasi belajar dengan kematangan vokasional. Semakin tinggi prestasi belajar maka semakin tinggi kematangan vokasional siswa. Peranan atau sumbangan efektif citra diri terhadap kematangan vokasional sebesar 21,973% dan sumbangan efektif prestasi belajar terhadap kematangan vokasional sebesar 9,483%. Total sumbangan efektif sebesar 31,456%.

C. Kerangka berfikir

1. Kontribusi Citra Diri dan Pengalaman Praktik Kerja Industri Terhadap Kematangan Vokasional

Kematangan vokasional adalah kesiapan menyelesaikan tugas perkembangan vokasional. Individu yang telah mencapai kematangan vokasional diharapkan mampu menguasai tugas-tugas perkembangan vokasional sehingga nantinya lebih sukses pada tahap perkembangannya. Kesiapan kerja sangat penting dimiliki oleh siswa SMK, karena siswa SMK dipesiapkan untuk memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahlian yang diterima di dunia kerja.

Kematangan vokasional yang tinggi menjadi suatu harapan bagi siswa khususnya SMK, karena dengan kematangan vokasional yang tinggi mereka berharap akan mudah mendapatkan pekerjaan atau mampu bekerja secara mandiri. Kematangan vokasional dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara


(57)

lain citra diri dan pengalaman praktik kerja industri. Citra diri yang baik serta pengalaman kerja yang pernah didapatkan siswa setelah menjalani praktik kerja industri akan meningkatkan kematangan vokasional pada siswa.

2. Kontribusi Citra Diri terhadap Kematangan Vokasional

Citra diri merupakan sikap atau pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya. Citra diri terbentuk melalui dan dalam proses alami yang dijalani oleh individu sendiri dalam kehidupannya. Apabila didalam kehidupannya seseorang banyak mengalami keberhasilan dalam usahanya, maka semakin lama akan tumbuh kepercayaan bahwa dirinya cukup mempunyai arti. Semakin banyak pengalaman keberhasilan dan kegagalan, maka bahan untuk mengamati citra dirinya semakin banyak pula.

Seseorang yang memiliki citra diri yang positif, akan mampu menghadapi tuntutan dari dalam diri maupun dari luar. Sebaliknya seseorang yang memiliki citra diri negatif, kurang mempunyai keyakinan diri, merasa kurang yakin dengan keputusannya sendiri, dan cenderung mengandalkan opini dari orang lain dalam memutuskan sesuatu. Dengan mengetahui citra diri seseorang, akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku seseorang. Setiap orang memiliki gambaran yang berbeda mengenai dunia kerja. Proses pencarian kerja tidak lepas dari usaha seseorang dalam menunjukkan keunggulan dirinya. Semakin mampu seseorang untuk memberikan kesan positif akan kemampuan dirinya maka peluang untuk memperoleh pekerjaan akan semakin besar. Semakin banyak pengalaman keberhasilan dan kegagalan, maka bahan untuk mengamati citra diri yang dimiliki akan semakin banyak pula. Oleh karena itu seorang siswa dituntut untuk menyiapkan


(58)

kematangan vokasionalnya sedini mungkin yang didukung oleh adanya citra diri yang positif dan baik.

3. Kontribusi Pengalaman Praktik Kerja Industri terhadap Kematangan Vokasional

Praktik kerja industri merupakan salah satu kurikulum pendidikan sistem ganda yang diterapakan di sekolah menengah kejuruan guna mempersiapkan siswa dalam menghadapi tantangan dunia kerja. Saat melaksanakan praktik kerja industri siswa diharapkan dapat langsung berinteraksi dengan dunia kerja, siswa dapat merasakan kondisi lingkungan kerja dan menambah pengalaman-pengalaman baru yang ada di lapangan, sehingga menambahkan pengetahuan yang belum pernah diperolah di bangku sekolah.

Pengalaman praktik kerja industri adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah melaksanakan praktik kerja industri. Pengalaman praktik kerja industri yang didapat siswa akan menambah kematangan vokasional dan kesiapan dalam dalam menghadapi tantangan dunia.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir yang telah diuraikan diatas, maka dapet ditentukan hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Terdapat kontribusi yang positif antara citra diri dan pengalaman Praktik Kerja Industri secara bersama - sama terhadap kematangan vokasional siswa kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta.


(59)

2. Terdapat kontribusi yang positif citra diri terhadap kematangan vokasional siswa kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta.

3. Terdapat kontribusi yang positif pengalaman praktik kerja industri terhadap kematangan vokasional siswa kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Ex-post Facto yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti suatu peristiwa yang telah terjadi dan kemudian menurut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kejadian tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena adanya angket atau data yang diangkakan kemudian dianalisis dan diolah dalam bentuk analisis statistik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi citra diri yang dimiliki siswa, pengalaman praktik industri siswa, dan kematangan vokasional siswa kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta. Penelitian ini juga sebagai pembuktian ada tidaknya kontribusi positif dari variabel citra diri dan pengalaman praktik industri terhadap kematangan vokasional siswa kelas XII SMK PIRI 1 Yogyakarta. Selaras dengan tujuan penelitian tersebut, maka rancangan yang digunakan adalah regresi linear. Melalui rancangan penelitian ini, akan dapat diketahui kondisi masing-masing variabel serta kontribusi dari variabel bebas (citra diri dan pengalaman praktek kerja industri) terhadap variabel terikatnya (kematangan vokasional), baik secara parsial maupun secara simultan.

Guna memperjelas rancangan penelitian ini, berikut ditampilkan gambar rancangan penelitiannya.


(61)

Gambar 1. Paradigm Penelitian Keterangan:

: Citra Diri

: Pengalaman Praktik Kerja Industri : Kematangan Vokasional

: Kontribusi terhadap : Kontribusi terhadap

R : Kontribusi dan terhadap B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK PIRI 1 Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai dengan September 2015.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kwalitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,2011). Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Penelitian ini mengambil populasi siswa kelas XII Program Keahlian Teknik Komputer Jaringan SMK Piri 1 Yogyakart yang berjumlah 58 siswa. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suharsimi Arikunto (2006) mengatakan


(1)

PENGUJIAN HIPOTESIS

A. Analisis Regresi Ganda

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .767a .589 .574 3.47860

a. Predictors: (Constant), prakerin, citra diri

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 952.049 2 476.024 39.339 .000a

Residual 665.538 55 12.101

Total 1617.586 57

a. Predictors: (Constant), prakerin, citra diri b. Dependent Variable: kematangan vokasional

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 13.464 5.726 2.351 .022

citra diri .332 .113 .286 2.940 .005

prakerin .692 .113 .594 6.111 .000


(2)

B. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif

1. Perhitungan Sumbangan Relatif

a1

= 0.332

a2

= 0.693

JK Reg

∑ X1

= 2645

∑ X

12

= 121821

∑ X

1

X

2

= 134755

∑ X2

= 2943

∑ X

22

= 150521

∑ X

1

Y

= 169325

∑ Y

= 3696

∑ Y

2

= 237142

∑ X

2

Y =

188544

2. Perhitungan sumbangan Efektif

variable

koefisien (B)

cross product

regresi

SE total

citra diri

0.332

774.655

952.049

57,4

prakerin

0.693

1003.862

SE Citra Diri =

.

.

,

.

,

,

. 100% = 15,50%

SE Prakerin =

.

.

,

.

,

,

. 100% = 41,94%

Berdasarkan perhitungan sumbangan efektif masing-masing variable bebas(X) terhadap

variable terikat (Y), maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Variabel bebas

Sumbangan efektif (SE)

Citra Diri

15,50 %

Pengalaman Prakerin

41,94%


(3)

LAMP

g

RAN

h


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

KONTRIBUSI PENGALAMAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN KEMAMPUAN SOFT SKILLS TERHADAP KESIAPAN KERJA Kontribusi pengalaman praktik kerja industri dan Kemampuan soft skills terhadap kesiapan kerja Siswa kelas xII akuntansi SMK Negeri 1 Klaten Tahun ajaran 2016

0 3 12

KONTRIBUSI PENGALAMAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN KEMAMPUAN SOFT SKILLS TERHADAP KESIAPAN KERJA Kontribusi pengalaman praktik kerja industri dan Kemampuan soft skills terhadap kesiapan kerja Siswa kelas xII akuntansi SMK Negeri 1 Klaten Tahun ajaran 2016

0 2 16

HUBUNGAN CITRA DIRI DAN PRESTASI BELAJAR DENGAN KEMATANGAN VOKASIONAL SISWA Hubungan citra Diri Dan Prestasi Belajar dengan Kematangan Vokasional Siswa SMKN Di Madiun.

0 1 15

KONTRIBUSI KONSEP DIRI TERHADAP KEMATANGAN KARIR SISWA KELAS XII SMK NEGERI DI KOTA CIREBON.

4 18 58

PENGARUH EFIKASI DIRI DAN PRESTASI PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA KELAS XII SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BATIK 1 SURAKARTA.

0 0 17

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN LINGKUNGAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP MINAT KERJA SISWA KELAS XII KOMPETENSI KEAHLIAN ADMINISTRASI PERKANTORAN SMK NEGERI 1 YOGYAKARTA.

0 0 181

PENGARUH NILAI UJIAN KOMPETENSI KEJURUAN (UKK) DAN INFORMASI DUNIA KERJA TERHADAP MINAT BEKERJA DI INDUSTRI SISWA KELAS XII DI SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 0 191

PENGARUH PRAKTIK KERJA INDUSTRI DAN PENGETAHUAN K3 TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XII SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 1 85

PENGARUH MINAT KERJA DAN PRESTASI PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XII SMK N 1 SEYEGAN.

0 3 170

PENGARUH KEAKTIFAN DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DAN KEGIATAN OSIS TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XII SMK PIRI 1 YOGYAKARTA.

0 0 150