PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN SPACE O
PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT SPACE OCCUPYING LESION DISERTAI
HIPERTENSI DI RUANG FLAMBOYAN KELAS I A BLUD RSU
KOTA BANJAR
Laporan Praktek Kerja Lapangan Studi Kasus
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Kerja Lapangan Asuhan Gizi
Klinik (PKL AGK)
Oleh:
Lita Zulfiah NIM.P2.06.31.1.12.021
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI TASIKMALAYA
JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Praktek Kerja Lapangan Asuhan Gizi Klinik (AGK) dengan judul
“PENATALAKSANAAN DIET PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT SPACE OCCUPYING LESION DISERTAI HIPERTENSI DI RUANG FLAMBOYAN KELAS I A BLUD RSU KOTA BANJAR ”
Laporan ini dipersiapkan dan disusun oleh :
LITA ZULFIAH
NIM.P2.06.31.1.12.021
Telah diperiksa, disetujui, dan dipresentasikan pada : Hari
: Kamis
Tanggal : 26 Maret 2015
Mengetahui,
Koordinator PKL Pembimbing
Tri Kusuma Agung Puruhita, M.Sc Ahmad Setyo Wibowo, AMG NIP. 198203042012121001
NIP. 197906122006041009
Ka. Instalasi Gizi Badan Layanan Umum Daerah RSU Kota Banjar
Rr. Sri Nurhayati, AMG NIP. 196604161991032012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan dengan judul “Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Dengan Penyakit Space
Occupying Lesion Disertai Hipertensi Di Ruang Flamboyan Kelas I A BLUD RSU Kota Banjar”.
Laporan Praktek Kerja Lapangan ini diajukan sebagai tugas Praktek Kerja Lapangan dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma
III Kesehatan Bidang Gizi. Dalam Laporan Praktek Kerja Lapangan ini penulis mendapatkan bantuan baik berupa doa, bimbingan, arahan maupun motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Hj. Betty Suprapti, S.Kp. M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tasikmalaya beserta jajarannya.
2. Direktur BLUD RSU Kota Banjar yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BLUD RSU Kota Banjar.
3. Ibu Ani Radiati, S.Pd. M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tasikmalaya.
4. Ibu Rr. Sri Nurhayati, AMG selaku kepala Instalasi Gizi BLUD RSU Kota Banjar.
5. Bapak Ahmad Setyo Wibowo, AMG selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BLUD RSU Kota Banjar.
6. Seluruh ahli gizi di BLUD RSU Kota Banjar yang telah banyak membekali pengetahuan yang tidak ternilai dan sangat berarti bagi penulis.
7. Seluruh staf/tenaga kerja di Instalasi Gizi BLUD RSU Kota Banjar yang telah banyak membantu dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan dengan harapan sebagai masukan dalam perbaikan laporan ini. Mudah-mudahan laporan ini bisa bermanfaat, amin.
Banjar, Maret 2015
Penulis
DAFTAR GAMBAR
No
Judul Gambar
Halaman
42
1 Grafik Asupan Energi Ny. L Selama 4 (Empat) Hari.....................
44
2 Grafik Asupan Protein Ny. L Selama 4 (Empat) Hari....................
46
3 Grafik Asupan Lemak Ny. L Selama 4 (Empat) Hari....................
47
4 Grafik Asupan Karbohidrat Ny. L Selama 4 (Empat) Hari............
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Lampiran
1 Hasil Pemorsian Hari Ke 3
2 Hasil Pemorsian Hari Ke 4
3 Terapi Medika Mentosa Ny. L Selama Perawatan di Rumah Sakit
4 Form Nutrition Care Process (NCP)
5 Form Recall 24 Jam
6 Leaflet Bahan Makanan Penukar
7 Leaflet Diet Rendah Garam
8 Leaflet Diet Rendah Kolesterol dan Lemak Terbatas
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jurusan Gizi merupakan institusi yang mendidik tenaga profesional dalam bidang gizi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Program DIII Gizi Tahun 2008, mencantumkan 6 (enam) peran lulusan Pendidikan Program DIII Gizi. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Program DIII Gizi tahun 2008, mengamanatkan bahwa mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) Asuhan Gizi Klinik (AGK) pada semester VI (enam). Praktek Kerja Lapangan ini merupakan bentuk pembelajaran untuk mempraktekan teori dalam rangka mencapai jenjang Ahli Madya Gizi (AMG) dan juga merupakan bentuk intership untuk mencapai sebutan profesi Teknisi Dietisien/TD (Jurusan Gizi, 2015).
Salah satu kompetensi yang harus dilakukan dalam Praktek Kerja Lapangan Asuhan Gizi Klinik ini adalah mengkaji studi kasus suatu penyakit secara mendalam. Dalam upaya penyembuhan penyakit pasien, diperlukan asupan zat gizi dan terapi diet yang sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita pasien. Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Space Occupying Lesion atau lesi desak ruang merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah Space Occupying Lesion atau lesi desak ruang merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, perubahan tingkah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud melakukan pengkajian studi kasus pada pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di ruang perawatan Flamboyan kelas I A BLUD RSU Kota Banjar.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas yaitu “Bagaimana penatalaksanaan diet pada pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di Ruang Flamboyan Kelas I A BLUD RSU Kota Banjar ?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Mengetahui bagaimana penatalaksanaan diet pada pasien dengan
penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di Ruang Flamboyan Kelas I A BLUD RSU Kota Banjar .
2. Tujuan Khusus :
a. Mengkaji data assessment untuk pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di Ruang Flamboyan Kelas I A
BLUD RSU Kota Banjar
b. Membuat diagnosa gizi untuk pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di Ruang Flamboyan Kelas I A
BLUD RSU Kota Banjar
c. Menyusun intervensi gizi untuk pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di Ruang Flamboyan Kelas I A
BLUD RSU Kota Banjar
d. Menyusun rencana monitoring dan evaluasi untuk pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi di Ruang
Flamboyan Kelas I A BLUD RSU Kota Banjar
D. Ruang Lingkup
1. Lingkup Praktek Kerja Lapangan Ruang lingkup Praktek Kerja Lapangan ini yaitu penatalaksanaan diet pada pasien dengan penyakit Space Occupying Lesion disertai hipertensi.
2. Lingkup Sasaran Sasaran dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah pasien ruang
perawatan Flamboyan kelas I A .
3. Lingkup Lokasi Praktek Kerja Lapangan ini berlokasi di BLUD RSU Kota Banjar
ruang perawatan Flamboyan kelas I A .
4. Lingkup Waktu Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan pada hari Senin 2 Maret 2015 sampai dengan hari Sabtu 28 Maret 2015.
E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa Hasil Praktek Kerja Lapangan ini dijadikan sebagai media penambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan gizi klinik.
2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil Praktek Kerja Lapangan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan tambahan bacaan dalam rangka pengembangan ilmu dan penelitian.
3. Bagi Instansi Rumah Sakit Praktek Kerja Lapangan ini dapat menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara instansi Rumah Sakit dengan Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Penyakit Space Occupying Lesion
1. Definisi Space Occupying Lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau
menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma, dan abses. Suatu lesi yang meluas pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan cerebrospinal dari rongga cranium. Space Occupying Lesion pada otak umumnya berhubungan dengan malignasi, namun dalam keadaan patologi lain meliputi abses otak atau hematom. Adanya Space Occupying Lesion dalam otak akan memberikan gambaran seperti tumor yang meliputi gejala umum yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial , perubahan tingkah laku, false localizing sign, serta true localizing sign. Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang menyebabkan hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edem otak (Akhyar, 2010).
2. Etiologi Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti
walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu (Dhita, 2012) :
a. Herediter Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest) Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma yang secara berturut-turut berpangkal pada saku Rathke, mesenkima dan ektoderma embrional serta korda dorsalis.
c. Radiasi Radiasi digunakan untuk pemberantasan pertumbuhan neoplasmatik.
Tetapi dosis subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkim, sehingga masih banyak peneliti yang menekankan radiasi sebagai faktor etiologik neoplasma saraf.
d. Virus Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum
e. Substansi-substansi karsinogenik Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone , nitroso-ethyl-urea . Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan .
3. Patofisiologi Kranium merupakan kerangka baku yang berisi tiga komponen yaitu
otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah. Kranium mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum dan memiliki tentorium yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan menyebabkan isi intrakranial normal akan menggeser sebagai konsekuensi dari Space Occupying Lesion (Dhita, 2012).
Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral , tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel, terutama dikedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar Cairan serebrospinal diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral , tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi pleksus di keempat ventrikel, terutama dikedua ventrikel lateral. Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus dan kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari ventrikel ketiga, cairan tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam ventrikel keempat. Cairan ini keluar
Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan mengalir ke dalam vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis besar dan sinus venosus lainnya di serebrum (Guyton, 2007 dalam Dhita, 2012).
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar
50-200 mm H 2 O atau 4-15 mmHg. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan. Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005 dalam Dhita, 2012).
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
4. Tanda Dan Gejala Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sebagai berikut (Saanin, 2004 dalam Dhita 2012) :
a. Sakit kepala Sakit kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada tumor
intrakranium. Sifat dari sakit kepala adalah nyeri berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah mau meledak. Sakitnya paling hebat di
pagi hari, karena selama tidur malam PCO 2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari CBF dan dengan demikian meningkatkan lagi tekanan intrakranium. Lokalisasai nyeri yang unilateral akan sesuai dengan lokasi tumornya.
b. Muntah Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari
massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang
c. Kejang fokal Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik biasanya timbul pada tumor di fosa kranium posterior.
d. Gangguan mental Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, dan
berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma. Tumor di sebagian besar otak dapat mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia, apatis, gangguan watak serta gangguan intelegensi dan psikosis.
e. Edema papil Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
f. Seizure Seizure adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya
lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
5. Penanganan Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan
dari lesi penyebabnya seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP pasca operasi jarang terjadi hari-hari ini dengan meningkatnya penggunaan mikroskop dan teknik khusus untuk menghindari pengangkatan otak. Peningkatan ICP adalah sebuah fenomena sementara yang berlangsung untuk waktu yang singkat kecuali ada cedera sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau gangguan elektrolit. Pengobatan ditujukan untuk mencegah peristiwa sekunder (Widjoseno, 2004 dalam Dhita, 2012).
B. Gambaran Umum Penyakit Hipertensi
1. Definisi Hipertensi atau dikenal dengan darah tinggi merupakan gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Beberapa faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar
(90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essensial) (Wahyuningsih, 2013).
2. Etiologi Faktor lingkungan seperti stress psikososial, obesitas, kurang olahraga
juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Berdasarkan penyelidikan epidemiologis dibuktikan bahwa kegemukan merupakan ciri khas pada populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi (Puspitasari, dkk, 2014).
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simtotik, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Stres psikologi banyak dialami oleh kelompok masyarakat yang tinggal diperkotaan dibanding masyarakat di desa. Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun pada manusia mekanismenya secara pasti belum diketahui. Hubungan antara rokok dengan peningkatan resiko kardiovaskuler telah banyak ditunjukkan. Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi, walaupun mekanisme timbulnya hipertensi secara pasti belum diketahui (Puspitasari, dkk, 2014).
3. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi (Puspitasari, dkk, 2014).
4. Klasifikasi Klasifikasi hipertensi menurut JNC-7 adalah sebagai berikut
(Wahyuningsih, 2013) :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC-7 Kategori Tekanan Darah Sistole (mmHg)
Diastole (mmHg)
Hipertensi Tahap 1
140-159
90-99
Hipertensi Tahap 2
5. Tanda dan Gejala Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Hipertensi esensial atau hipertensi primer tanpa komplikasi biasanya memperhatikan gejala meskipun banyak pasien mengeluh sakit kepala, pusing, dan gejala-gejala tidak spesifik yang tidak berbeda dari banyak orang yang mempunyai tekanan darah normal di dalam populasi (Puspitasari, dkk, 2014).
6. Penanganan Manajemen atau penangan yang tepat bagi penderita hipertensi adalah
sebagai berikut (Puspitasari, dkk, 2014) :
a. Terapi Non Farmakologis Pencegahan dan manajemen hipertensi lebih utama ditekankan
pada perubahan gaya hidup dan pengaturan diet. Diet untuk pada perubahan gaya hidup dan pengaturan diet. Diet untuk
b. Terapi Farmakologis
1) Diuretik Menurunkan tekanan darah pada awalnya dengan cara menurunkan volume plasma (dengan menekan reabsorpsi natrium oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis pengaruh hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi vaskuler perifer. Contoh obat pada golongan ini adalah hidroklortiazid, klortalidon, metolazon, furosemid .
2) Agen Penghambat Beta Adrenergik Obat ini efektif karena menurunkan denyut jantung dan curah jantung, kemudian juga menurunkan pelepasan rennin. Efek sampingnya antara lain mencetuskan atau memperburuk gagal ventrikel kiri, kongesti nasal, dapat terjadi kelemahan, letargi, impotensi. Beberapa obat dalam golongan ini adalah acebutolol, atenolol, betaksolol, labetalol .
3) Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Banyak digunakan sebagai pengobatan awal hipertensi ringan hingga sedang. Aksi kerja utamanya dengan menghambat sistem rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi juga menghambat 3) Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) Banyak digunakan sebagai pengobatan awal hipertensi ringan hingga sedang. Aksi kerja utamanya dengan menghambat sistem rennin-angiotensin-aldosteron, tetapi juga menghambat
4) Agen Penghambat Reseptor Angiotensin II Jenis ini sebaiknya hanya digunakan terutama pada pasien yang mengalami batuk jika menggunaan penghambat ACE. Contoh obat pada golongan ini adalah eprosartan, irbesartan, losartan, valsartan.
5) Agen Penghambat Saluran Kalsium Obat ini beraksi dengan cara menyebabkan vasodilatasi perifer, yang berkaitan dengan refleks takikardi yang kurang begitu nyata dan retensi cairan daripada vasodilator yang lain. Efek samping yang paling biasa yakni nyeri kepala, edema perifer, bradikardi dan konstipasi. Obat yang tergolong dalam golongan ini diantaranya amlodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin.
6) Antagonis Adrenoseptor Alfa Parazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca sinaptik, membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi vaskuler perifer. Efek samping utama adalah hipertensi yang nyata dan sinkop 6) Antagonis Adrenoseptor Alfa Parazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca sinaptik, membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi vaskuler perifer. Efek samping utama adalah hipertensi yang nyata dan sinkop
7) Obat-obat dengan Aksi Simpatolitik Sentral Metildopa, klonidin, gunabenz, dan guanfacine menurunkan tekanan darah dengan cara menstimulasi reseptor alfa adrenergic pada sistem saraf pusat, sehingga mengurangi aliran keluar simpatetik perifer eferen. Hal yang perlu diperhatikan yaitu hipertensi kembali terjadi setelah penghentian pemberian obat dan beberapa efek samping lainnya.
8) Dilator Arteriolar Hidralazin dan minoksidil menyebabkan rileks otot polos vaskuler dan menyebabkan vasodilatasi perifer. Hidralazin menyebabkan gangguan gastrointestinal dan dapat menginduksi sindroma menyerupai lupus. Minoksidil menyebabkan hirsutisme dan retensi cairan yang nyata.
9) Penghambat Simpatetik Perifer Reserpin merupakan agen hipertensi yang hemat biaya. Oleh karena efek samping obat ini yang dapat menginduksi depresi mental dan efek samping lainnya seperti sedasi, hidung tersumbat, gangguan tidur, dan ulkus peptikum, menyebabkan obat ini tidak popular digunakan, meskipun masalah ini tidak biasa terjadi pada dosis yang rendah.
C. Penatalaksanaan Diet Pada Penyakit Space Occupying Lesion
1. Tujuan Diet Tujuan dari penatalaksanaan nutrisi pada penyakit Space Occupying
Lesion yaitu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal, mencegah penurunan berat badan secara berlebihan, mengurangi keluhan (mual, diare, dan muntah), dan mengupayakan perubahan sikap dan perilaku terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya (Wahyuningsih, 2013).
2. Syarat Diet
a. Energi diberikan tinggi, yaitu 36 kkal/Kg Berat Badan/hari untuk laki-laki dan sebesar 32 kkal/Kg Berat Badan/hari untuk perempuan. Apabila pasien dalam keadaan gizi yang kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40 kkal/Kg Berat Badan/hari untuk laki-laki dan 36 kkal/Kg Berat Badan/hari untuk perempuan.
b. Protein diberikan tinggi, sekitar 1-1,5 g/Kg Berat Badan/hari.
c. Lemak diberikan sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat diberikan cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral diberikan cukup, terutama vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, dan vitamin E bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.
f. Rendah iodium apabila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.
g. Apabila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani kemoterapi agresif, pasien harus mendapatkan makanan yang steril.
h. Porsi makan diberikan dalam jumlah kecil dan sering.
i. Apabila pasien mengalami anoreksia, dianjurkan makanan yang disukai atau dapat diterima walaupun tidak lapar, hindari minum sebelum makan. Apabila ada masalah dalam pengecapan, maka makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar atau dingin, tambahkan bumbu makanan yang sesuai untuk menambah rasa, minuman diberikan dalam bentuk segar seperti sari atau jus buah. Apabila ada kesulitan mengunyah atau menelan, minum dengan menggunakan sedotan, diberikan dengan suhu kamar atau dingin, bentuk makanan disaring/makanan cair, dan hindari makanan yang terlalu asam atau asin. Apabila mulut kering, makanan/minuman diberikan pada suhu dingin, dalam bentuk makanan cair, mengunyah permen karet atau hard candy. Apabila pasien mengalami mual dan muntah, maka diberikan makanan kering, dan hindari makanan yang merangsang, makanan tinggi lemak, terlalu manis, serta batasi cairan pada saat makan.
D. Penatalaksanaan Diet Pada Penyakit Hipertensi
1. Tujuan Diet Tujuan dari penatalaksanaan nutrisi pasien hipertensi adalah untuk
membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menjadi normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah, dan harus memperhatikan pula membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menjadi normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah, dan harus memperhatikan pula
2. Syarat Diet Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam diet hipertensi adalah
(Wahyuningsih, 2013) :
a. Pasien mengkonsumsi makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.
b. Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi pasien.
c. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan pasien dan jenis makanan dalam daftar diet. Garam yang dimaksud adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sdt/hari.
d. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi, makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium, makanan dan minuman dalam kaleng, makanan yang diawetkan, susu full cream, mentega, margarin, keju, mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol.
e. Meningkatkan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120-175 mEq/hari), dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan.
Konsumsi kalium dapat menurunkan tekanan darah (bila asupan natrium tinggi), karena kalium berfungsi sebagai diuretik yaitu merangsang pengeluaran urin sehingga pengeluaran natrium cairan meningkat serta kalium mengahambat pengeluaran renin sehingga mengubah sistem renin angiostensin.
E. Terapi Medika Mentosa Untuk Penyakit Space Occupying Lesion
Adapun terapi medika mentosa untuk penyakit Space Occupying Lesion adalah sebagai berikut (Dhita, 2012) :
1. Antikonvulsan untuk epilepsi
2. Kortikosteroid (dekamentosa) untuk peningkatan teknan intrakranial. Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema otak.
3. Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia atau obat sitostatika untuk mengurangi, menghilangkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien). Kemoterapi dapat dipakai sebagai pengobatan tunggal untuk kanker atau bersama- sama dengan radiasi dan pembedahan. Obat-obatan yang sering digunakan pada kemoterapi SSP adalah :
a. 2 Lomustin (Cee-Nu); D : PO: 130 mg/m /hari sebagai dosis tunggal. Untuk mengobati penyakit hodgkin dan tumor-tumor SSP. Efek
sampingnya yaitu kerusakan sumsum tulang dapat menetap pada penggunaan lama. Mual dan muntah sering terjadi dan cukup berat.
b. 2 Karmustin (Bicnu); D: IV: 75-100 mg/m /hari, selama 2 hari atau 200 mg/m 2 /hari. Untuk mengobati mieloma multipel, melanoma dan
tumor-tumor SSP.
F. Terapi Medika Mentosa Untuk Penyakit Hipertensi
Adapun terapi medika mentosa untuk penyakit hipertensi adalah sebagai berikut (Wahyuningsih, 2013) :
1. Diuretik :
a. Spironolakton (aldactone) adalah potasium sparing.
b. Thiozides (furosemid/lasix) mengeluarkan kalium, oleh karena itu pada penggunaannya dibutuhkan suplementasi.
c. Penggunaan obat ini dapat menyebabkan terjadinya diare.
2. Anti Hipertensi : Reserpin (serpasil), harus disertai pembatasan natrium dan sebaiknya minum obat bersamaan dengan makanan.
3. Captopril (Capoten) : dapat mempengaruhi kadar ureum dan kreatinin serum. Sebaiknya minum obat 1 jam sebelum makan.
4. Amoloride (Moduretic) : salah satu anti hipertensi dan diuretik, penggunaannya disertai dengan diet pembatasan natrium dan kalori.
5. Clondine (Catapres) : penggunaannya harus disertai dengan diet rendah kalori dan natrium. Dapat menyebabkan mulut kering, mual, muntah, dan oedema.
6. Prazosin (Minipres) : menyebabkan mual, anoreksia, diare atau konstipasi, dan kenaikan berat badan.
7. Propanolol : harus disertai dengan diet rendah kalori dan natrium.
G. Metode Penilaian Status Gizi
1. Penilaian Konsumsi Makan Penilaian konsumsi makan yaitu suatu metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi, sehingga dapat memberikan gambaran tentang konsumsi zat gizi pasien (Wahyuningsih, 2013). Adapun metode dalam penilaian konsumsi makan adalah sebagai berikut :
a. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing) Pada metode penimbangan makanan, responden atau petugas
menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi selama satu hari. Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa hari tergantung dari tujuan, dana penelitian, dan tenaga yang tersedia (Supariasa, dkk, 2001).
Langkah-langkah pelaksanaan penimbangan adalah sebagai berikut (Suparisa, dkk, 2001) :
1) Petugas/responden
mencatat bahan makanan/makanan yang dikonsumsi dalam gram.
menimbang
dan
2) Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sehari, kemudian dianalisis dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau Daftar Komposisi Gizi Jajanan (DKGJ).
3) Membandingkan hasilnya dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika terdapat sisa makanan setelah makan, maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk 3) Membandingkan hasilnya dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika terdapat sisa makanan setelah makan, maka perlu juga ditimbang sisa tersebut untuk
Kelebihan dari metode ini adalah data yang diperoleh lebih akurat/teliti. Sedangkan untuk kekurangannya adalah :
1) Memerlukan waktu dan cukup mahal karena memerlukan peralatan.
2) Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama,
maka responden dapat merubah kebiasaan makan mereka.
3) Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil.
4) Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden.
b. Metode Food Recall 24 Jam Prinsip dari metode food recall 24 jam yaitu dilakukan dengan
mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode
24 jam yang lalu. Metode ini dimulai dari tahap makan pagi, makan siang, makan sore/malam, serta selingan. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan food recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring) atau ukuran lainnya yang biasa digunakan sehari-hari (Supariasa, dkk, 2001).
Langkah-langkah dalam pelaksanaan food recall 24 jam adalah (Supariasa, dkk, 2001) :
1) Petugas menanyakan kembali dan mencata semua bahan makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam 1) Petugas menanyakan kembali dan mencata semua bahan makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam
2) Menganalisis bahan makanan kedalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
3) Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
Metode food recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu (Supariasa, dkk, 2001) :
1) Mudah melaksanakannya serta tidak perlu membebani responden
2) Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara
3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
4) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari
Sedangkan untuk kekurangan dari metode food recall 24 jam adalah (Supariasa, dkk, 2001) :
1) Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari
2) Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden
3) The flat slope syndrome , yaitu kecenderungan hasil bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak dan bagi responden gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit
4) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam menggunakan alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat
5) Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian Evaluasi penilaian konsumsi makanan yaitu dengan menilai kualitas makanan yang didasarkan sumber-sumber nutrien dengan menggunakan sistem skoring tertentu. Selain itu, dinilai pula kuantitas makanan meliputi total energi maupun nutrien lain yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan/requirement pasien tersebut, seperti (Wahyuningsih, 2013) :
Asupan Zat Gizi
Tingkat konsumsi =
x 100%
Kebutuhan Zat Gizi
Kriteria tingkat konsumsi ditentukan menurut lima cut off point berdasarkan Depkes RI (1996), sebagai berikut (Wahyuningsih, 2013) :
a. Di atas kebutuhan
b. Normal
: 90-119%
c. Defisit Ringan
: 80-89%
d. Defisit Sedang
: 70-79%
e. Defisit Berat
Kriteria tersebut digunakan untuk membantu screening tingkat konsumsi pasien sebelum masuk Rumah Sakit. Sedangkan untuk penilaian konsumsi Kriteria tersebut digunakan untuk membantu screening tingkat konsumsi pasien sebelum masuk Rumah Sakit. Sedangkan untuk penilaian konsumsi
2. Penilaian Laboratorium/Biokimia Penilaian laboratorium/biokimia yaitu suatu metode penilaian status gizi
dengan cara melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris, dan dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Spesimen tubuh yang digunakan untuk uji laboratoris antara lain darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Wahyuningsih, 2013).
Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium yaitu dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dengan reference values atau dengan menggunakan angka pembatas/cut off points (Wahyuningsih, 2013).
Salah satu pemeriksaan laboratorium/biokimia adalah pemeriksaan kolesterol. Kolesterol merupakan hasil sintesis lemak darah oleh hepar. Kolesterol digunakan oleh tubuh untuk membentuk garam empedu yang berfungsi untuk mencerna lemak dan untuk pembentukan hormon oleh kelenjar adrenal, ovarium, dan testis. Adapun nilai normal kadar normal kolesterol adalah 133-200 mg/dl (Wahyuningsih, 2013). Pemeriksaan kolesterol tidak dilakukan setiap hari, seminggu sekali ataupun dua minggu sekali karena pemeriksaan kadar kolesterol yang dilakukan dengan jarak Salah satu pemeriksaan laboratorium/biokimia adalah pemeriksaan kolesterol. Kolesterol merupakan hasil sintesis lemak darah oleh hepar. Kolesterol digunakan oleh tubuh untuk membentuk garam empedu yang berfungsi untuk mencerna lemak dan untuk pembentukan hormon oleh kelenjar adrenal, ovarium, dan testis. Adapun nilai normal kadar normal kolesterol adalah 133-200 mg/dl (Wahyuningsih, 2013). Pemeriksaan kolesterol tidak dilakukan setiap hari, seminggu sekali ataupun dua minggu sekali karena pemeriksaan kadar kolesterol yang dilakukan dengan jarak
3. Penilaian Antropometri Penilaian antropometri yaitu suatu metode penilaian status gizi dengan
cara menilai ukuran tubuh manusia. Ukuran tubuh seseorang sangat erat kaitannya dengan status gizi. Atas dasar tersebut, ukuran-ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi. Evaluasi hasil pengukuran antropometri yaitu dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dengan reference values atau dengan menggunakan angka pembatas/cut off points (Wahyuningsih, 2013).
Salah satu metode penilaian status gizi yaitu dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dibandingkan dengan tinggi badan. Adapun rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut (Wahyuningsih, 2013) :
Berat Badan (Kg)
IMT = Tinggi Badan (m)x Tinggi Badan (m)
Tabel 2. Klasifikasi Status Gizi Menurut IMT (Almatsier, 2004)
Kurang BB tingkat berat
Kurang BB tingkat ringan
> 25-27 Gemuk
Kelebihan BB tingkat ringan
Kelebihan BB tingkat berat
4. Penilaian Fisik dan Klinis Pemeriksaan fisik merupakan suatu metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan), dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Sedangkan penilaian klinis yaitu suatu metode penentuan status gizi yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Evaluasi hasil pengukuran fisik dan klinis yaitu dengan cara membandingkan hasil yang diperoleh dengan normal reference values atau dengan menggunakan angka pembatas/cut off points untuk beberapa pemeriksaan pada klinis seperti (Wahyuningsih, 2013) :
Tabel 3. Nilai Normal Pemeriksaan Frekuensi Nadi atau Detak Jantung N atau HR (kali/menit)
Klasifikasi
Bradikardia
60-100
Normal
Takikardia
Tabel 4. Nilai Normal Pemeriksaan Frekuensi Pernapasan RR (kali/menit)
Tabel 5. Nilai Normal Pemeriksaan Suhu Tubuh Suhu (⁰C)
Klasifikasi
≤ 37 Normal
> 37
Demam
BAB III RENCANA DAN IMPLEMENTASI ASUHAN GIZI
A. IDENTITAS UMUM PASIEN
1. Nama Pasien
Ny. L
2. No. Rekam Medik :
3. Jenis Kelamin
5. Diagnosa Medis
Space Occupying Lesion disertai Hipertensi
6. Ruang Perawatan :
Flamboyan
7. Kelas Perawatan
Kelas I A
B. ASSESSMENT
1. Antropometri
a. Berat Badan
34 kg
b. Tinggi Badan
148 cm
c. Berat Badan Ideal
Tinggi Badan (cm) – 100 148 – 100 = 48 kg
d. IMT
Tabel 6. Klasifikasi Status Gizi Menurut IMT (Almatsier, 2004)
Kurang BB tingkat berat
Kurang BB tingkat ringan
> 25-27 Gemuk
Kelebihan BB tingkat ringan
Kelebihan BB tingkat berat
e. Status Gizi
Kurus (Kurang BB tingkat berat) Kesimpulan
Status gizi Ny. L termasuk dalam kategori kurus (kurang berat badan tingkat berat) yang ditunjukan oleh IMT 15,52 dan berat badan aktual
Ny. L kurang dari berat badan ideal yang telah ditentukan.
2. Biokimia Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium/biokimia Ny. L
Hasil Lab
Nilai Normal
Keterangan
Tinggi Kesimpulan
Kolesterol
205 mg/dl
133-200 mg/dl
: Hasil pemeriksaan biokimia Ny. L menunjukkan bahwa kadar kolesterol Ny. L melebihi batas normal (tinggi).
3. Medika Mentosa Tabel 8. Terapi Medika Mentosa Ny. L
Dosis
Nama Obat Keterangan
Pemberian
Tramadol 2 amp
Untuk nyeri berat dan nyeri post operasi MPS 125
Drip
Obat pengendor syaraf OMZ
3x1
2x1
Obat penetral asam lambung
4. Pemeriksaan Fisik – Klinis
a. Pemeriksaan Fisik Ny. L mengeluh sakit kepala, mata sebelah kiri tidak dapat
membuka
b. Pemeriksaan Klinis
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan Klinis Ny. L
Nilai Normal
Hasil Ukur
Keterangan
Tekanan Darah
130/90 mmHg Pra-Hipertensi Nadi
120/80 mmHg
Normal Respirasi
60-100 kali/menit
80 kali/menit
Takipnea Suhu
14-20 kali/menit
21 kali/menit
Kesimpulan : Kondisi fisik Ny. L mengalami gangguan di bagian mata
sebelah kiri dan mengeluh sakit di bagian kepala, serta tekanan darah dan respirasi Ny. L melebihi nilai normal.
5. Riwayat Gizi
a. Hasil anamnesa : Ny. L kebiasaan makan makanan tinggi natrium seperti ikan
asin, kecap, sea food, serta makanan tinggi lemak seperti gorengan, kulit ayam, dan jeroan
b. Recall 24 jam Hari Ke 1 :
Tabel 10. Hasil Recall 24 Jam Hari Ke 1 Waktu
Nama
Berat
Energi Protein Lemak KH
URT
Makan Makanan
(gr) (gr)
0 6 Pagi Bihun Goreng 37,5
5,7 8,6 Ikan Goreng
0 6 Siang Bihun Goreng 37,5
5,7 8,6 Ikan Goreng
0 6 Sore Ikan Goreng
14,5 35,2 Kebutuhan Asupan*)
Jumlah Asupan
34,8 280,8 Persentase Asupan
17,34% 9,57% 41,67% 12,53% Kriteria Tingkat Konsumsi**)
Defisit Defisit Defisit Defisit Berat
Berat
Berat Berat
*)Kebutuhan asupan berdasarkan perhitungan kebutuhan gizi Ny. L **)Kriteria tingkat konsumsi pasien sebelum masuk Rumah Sakit (Wahyuningsih, 2013) :
Tabel 11. Kriteria Tingkat Konsumsi Pasien Sebelum Masuk Rumah Sakit Kriteria
Persentase Asupan
Diatas Kebutuhan
Defisit Ringan
80-89%
Defisit Sedang
70-79%
Defisit Berat
Tabel 12. Hasil Recall 24 Jam Hari Ke 2 Waktu
Nama
Berat
Energi Protein Lemak KH
URT
Makan Makanan
(gr) (gr)
Bubur
0,1 9,6 Pepes Ayam
3,8 4,4 Sayur Sop
Tempe Bacem 25 1 potong
3,8 4,4 Sayur Sop
Siang Tempe Bacem 25 1 potong
3,7 0,4 Sore Pepes Tahu
Telur Pindang 35 1 buah
2,4 0,9 Sayur Sop
74 Kebutuhan Asupan*)
Jumlah Asupan
34,8 280,8 Persentase Asupan
34,71% 33,79% 72,99% 26,35% Kriteria Tingkat Konsumsi**)
Kurang Kurang Kurang Kurang
*) Kebutuhan asupan berdasarkan perhitungan kebutuhan gizi Ny. L **)Kriteria tingkat konsumsi pasien Rumah Sakit (Wahyuningsih, 2013) :
Tabel 13. Kriteria Tingkat Konsumsi Pasien Rumah Sakit Kriteria
Persentase Asupan
: Asupan makanan Ny. L masih kurang dari kebutuhan,
dan Ny. L mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol meningkat.
6. Riwayat Personal Pasien
a. Kondisi saat masuk Rumah Sakit : Ny. L mengeluh sakit kepala,
1 minggu yang lalu mata sebelah kiri tidak bisa terbuka, mual, muntah, ada sesak nafas.
b. Pekerjaan/aktivitas sehari-hari : Ibu rumah tangga
c. Ny. L tidak suka berolahraga
d. Ny. L memiliki riwayat hipertensi
e. Ny. L mempunyai kebiasaan bergadang di malam hari (tidur hanya 3 jam)
f. Ny. L belum pernah mendapatkan konsultasi gizi
C. DIAGNOSA GIZI Tabel 14. Diagnosa Gizi Ny. L
Sign & Symptoms (Ditandai Problem
Etiology (Berkaitan
dengan....)
dengan....)
Domain Intake :
Rata-rata hasil recall : Asupan energi 26,02%, protein
Pola makan tidak
NI. 2.1 Asupan Oral 21,68%, lemak 57,33%, dan KH
seimbang dan pemilihan
Tidak Adekuat 19,44% dari kebutuhan asupan
bahan makanan yang salah
(tingkat konsumsi < 80% termasuk kategori kurang) Hasil pemeriksaan tekanan darah
NI. 5.4 Penurunan
130/90 mmHg (Pra-Hipertensi) Kebutuhan
Ny. L memiliki riwayat
(Tekanan darah normal : < 120/80 Natrium mmHg)
hipertensi
Domain Clinic :
Hasil Lab Kolesterol 205 mg/dl
Kebiasaan makan
NC. 2.2 Perubahan (Tinggi)
makanan tinggi lemak
Nilai Lab (Kolesterol normal : 133-200 mg/dl)
(gorengan, kulit ayam,
Terkait Gizi
jeroan)
Domain Behaviour : Kurangnya pengetahuan
Kebiasaan makan makanan tinggi NB. 1.7 Pemilihan tentang gizi (belum pernah lemak (gorengan, kulit ayam, jeroan), Makanan yang
makanan tinggi natrium (ikan asin, Salah
mendapatkan konsultasi
gizi)
kecap, sea food)
D. INTERVENSI GIZI
1. Tujuan Diet
a. Menurunkan tekanan darah hingga mencapai normal
b. Menurunkan kadar kolesterol hingga mencapai kadar normal
c. Memberikan makanan yang dibutuhkan pasien yang disesuaikan dengan kondisi fisik, klinis, dan penyakit pasien
d. Meningkatkan asupan makanan pasien agar kebutuhan gizinya terpenuhi
e. Mencapai status gizi normal dan berat badan ideal
2. Preskripsi Diet
a. Syarat Diet :
1) Energi diberikan tinggi, yaitu 36 kkal/Kg berat badan pasien.
2) Protein diberikan tinggi, yaitu sebesar 15% dari kebutuhan
energi total.
3) Lemak diberikan dalam batas minimal normal, yaitu sebesar
20% dari kebutuhan energi total.
4) Karbohidrat diberikan normal, yaitu 65% dari kebutuhan energi
total.
5) Vitamin diberikan cukup, sesuai kebutuhan normal.
6) Mineral diberikan cukup, sesuai kebutuhan normal.
7) Cairan diberikan cukup, yaitu 6-8 gelas/hari.
b. Prinsip Diet : Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), Rendah
garam, Rendah kolesterol
c. Jenis Diet : Diet Space Occupying Lesion disertai hipertensi
d. Jenis Makanan : Makanan Lunak (Bubur) d. Jenis Makanan : Makanan Lunak (Bubur)
f. Rute Makanan : Oral
g. Perhitungan Kebutuhan
a) Kebutuhan Energi : Energi
: 36 kkal/Kg Berat Badan : 36 kkal x 48 : 1728 kkal
b) Kebutuhan Protein : Protein
= = 64,8 gram
c) Kebutuhan Lemak : Lemak
= = 38,4 gram
d) Kebutuhan Karbohidrat : KH
= = 280,8 gram = = 280,8 gram
Tabel 15. Bahan Makanan yang Diperbolehkan dan Dihindari Bahan Makanan
Dianjurkan
Dibatasi/Dihindari
Beras, kentang, singkong,
terigu, tapioka, hunkwe,
Roti, biskuit, dan kue-kue
Sumber yang dimasak dengan
gula, makanan yang diolah
dari bahan makanan tersebut
Karbohidrat garam dapur dan/atau
diatas, tanpa garam dapur dan soda seperti makaroni,
baking powder dan soda.
mie, bihun.
Jeroan, kulit ayam, ikan asin, ikan gurame, sea
Ayam tanpa kulit, ikan air
Sumber Protein food, ikan lele, telur asin,
tawar kecuali gurame dan
Hewani bebek, corned, sosis,
lele, telur ayam, daging sapi
daging kambing
Keju kacang tanah dan Sumber Protein
Semua kacang-kacangan
semua kacang-kacangan Nabati
dan hasilnya yang diolah
dan dimasak tanpa garam
dan hasilnya yang dimasak
dapur
dengan garam dapur Sayuran C; sayuran yang
Sayuran A dan B segar;
dimasak dan diawet
dengan garam dapur dan Sayuran
sayuran yang diawet tanpa
garam dapur dan natrium
lan ikatan natrium, seperti
benzoat
sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan, dan acar
Semua buah-buahan segar;
Buah-buahan yang diawet
buah yang diawet tanpa
Buah-buahan dengan garam dapur
garam dapur dan natrium
seperti buah dalam kaleng
benzoat
Lemak
Minyak goreng