ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPA

Tesis Untuk memperoleh sebagian persyaratan mencapai derajat master

Program Studi Ekonomi Pertanian

  disusun oleh

Dany Juhandi

  14372941PPN3884

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini bukan merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak mengandung karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta, 26 Februari 2016

  Dany Juhandi

  iii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya mampu menyusun dan menyelesaikan Tesis yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan di Wilayah Koridor Ekonomi Sumatera ”. Tesis ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Selama perjalanan hidup tentu tidak bisa melangkah sendiri, banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah diperoleh, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan amanah kepada saya untuk memperoleh beasiswa. Tanpa beasiswa tentu saya tidak bisa melanjutkan studi S-2.

  2. Orang tua tercinta, Bapak Endan Juhandi dan Ibu Siti Hadij

  ah, atas do’anya

  sepanjang hari untuk kesuksesan anaknya di tanah rantau. Dan tentunya juga untuk adik satu-satunya Ismi Juhandi yang terkadang memberikan motivasi.

  3. Prof. Dr. Ir. Irham, M.Sc, selaku dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan untuk mencapai target-target yang telah saya tetapkan dengan tepat waktu.

  4. Bapak Dr. Jamhari, S.P, M.P, selaku dosen pembimbing pendamping atas masukan dan pencerahnya dalam penyusunan tesis ini.

  5. Bapak Dr. Ir. Slamet Hartono, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Lestari Rahayu Waluyati, M.P selaku dosen pengujji, terima kasih atas semua masukan untuk penulisan tesis saya.

  6. Dosen-dosen Ekonomi Pertanian (Prof. Dwidjono, Prof. Sri Widodo, Prof. Masyhuri, Pak Jangkung, Ibu Ani, dll) yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama di bangku perkuliahan.

  7. Staff Akademik Pascasarjana, Fakultas Pertanian UGM, terima kasih atas pelayanan dan kemudahan yang diberikan.

  8. Teman- teman Ekonomi Pertanian’14, khusus untuk kakanda Ariel Kahhari, S.P, M.Sc, dan Ahmad Riyadi, S.Pt, M.Sc yang memperoleh gelar M.Sc lebih awal, terima kasih telah menjadi tempat untuk menceritakan permasalahan kuliah dan

  iv iv

  

  I love you all ….

  9. Teman-teman Komunitas Akar Rumput (Masdar, Robi Sembiring, Tiwo, Gus Mujib, Bung Ronal, Bung Rino putra sang fajar, Bung Ade, Bung Miskar, Mba Nadia, Bung Dwi, Bung Salis, Bung Roby Aditya, Lady Day, Orinda, Kaka Nai, Mace Lian, Bung Randi, Bung Adith, Bung Una, Cak Sol, Bung Mokho, Teh Riri, Dek Bela, Dek Vivi, Fani, Diba, dan Icad) kalian memang belum lama saya kenal, tetapi kalian telah memberikan kenyamanan dan kehangatan selama ini. Semoga kita selalu “Mengakar kuat, memberi manfaat”.

  10. Mas Gilang Wirakusuma, S.P, M.Sc yang telah memberikan ide dan solusi pada tesis ini. Terim kasih atas bantuannya.

  11. Teteh Lena Mariana Darga, S.ST yang telah memberikan nasehat-nasehat kolotnya ketika saya menghadapi permasalahan dalam studi.

  12. Indah Etika, S.Pd, M.Pd yang telah banyak membantu mulai dari sebelum melanjutkan studi dan saat menjalankan studi. Kesempuranaan hanya milik yang Maha Kuasa, tentunya karya tulis ini jauh dari

  kesempurnaan. Saya sangat mengharapkan masukan dan saran yang konstruktif. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang memiliki ketertarikan dalam karya tulis saya ini.

  Yogyakarta, 26 Februari 2016

  Dany Juhandi

  v

DAFTAR GAMBAR

  Halaman

  Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Enam Negara Asia

  Tenggara Tahun 2010 – 2014 (persen) ............................................. 1

  Gambar 1.2. Enam Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI ............................... 3 Gambar 1.3. Tingkat Ketimpangan Pendapatan tahun 2000 – 2012 ...................... 5 Gambar 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing

  Koridor Ekonomi tahun 2006 – 2013 (persen) ................................... 6

  Gambar 2.1. Kurva ‘U’ Terbalik Kuznets ................................................................ 19 Gambar 4.1. Persentase Penduduk Provinsi Aceh Berumur 15 Tahun Keatas

  yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ....... 36

  Gambar 4.2. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Utara Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ........................................... 40

  Gambar 4.3. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Barat Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ........................................... 43

  Gambar 4.4. Persentase Penduduk Provinsi Riau Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ........................................... 45

  Gambar 4.5. Persentase Penduduk Provinsi Jambi Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ............................................................ 48

  Gambar 4.6. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Selatan Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ............................................................ 51

  Gambar 4.7. Persentase Penduduk Provinsi Sumatera Selatan Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama tahun 2013 ........................................... 54

  Gambar 4.8. Persentase Penduduk Provinsi Lampung Berumur

  15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut

  xi

Intisari

  Pembangunan ekonomi wilayah beberapa tahun terakhir selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi juga meningkatkan ketimpangan pendapatan. Koridor Ekonomi Sumatera (KES) merupakan daerah yang memiliki ketimpangan pendapatan yang paling tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi karakteristik wilayah provinsi di KES, (2) Menganalisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, (3) Mengetahui apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan, (4) Menganalisis kontribusi sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Data yang digunakan adalah data time series dari meliputi Pendapatan Domestik Regional Bruto, jumlah penduduk, dan tenaga kerja selama tahun 1993 - 2013. Tingkat ketimpangan pendapatan dianalisis dengan Indeks Williamson dan trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan menggunakan Korelasi Pearson.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan menjadi lebih baik. Dan tidak terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan. Kemudian sektor pertanian merupakan sektor yang paling sedikit menyumbang dalam ketimpangan pendapatan.

  Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, Pertanian

  xvi

Abstract

  In recent years , Regional economic development increased not only economic growth but also income inequality. Sumatera Economic Corridor (SEC) was region

  that had the highest income inequality and relatively more higher economic growth compered to other regions. This study aimed (1) to identify characteristic of provinces in SEC, (2) to analyze economic growth and income inequality, (3) to know whether there was trade-off between economic growth and income inequality. (4) to analyze contribution of agricultural sector toward income inequality.This study used a descriptive method to describe economic growth and income inequality. Data used ware secondary time series data of Gross Regional Domestic Product (GRDP) data, number of population and per capita income during the years 1993 – 2013. The rate of income inequality was analyzed by Williamson Index and trade-off between economic growth and income inequality was analyzed by Pearson Corelation.The result of study shown that after local autonomy era, economic growth and income inequality became better. And there was no trade-off between economic growth and income inequality. Then agricultural sector had the least contribution on income inequality.

  Key Words: Economic Growth, Income Inequality, Agriculture

  xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari beberapa indikator seperti pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan penggangguran. Indonesia selama beberapa tahun kebekangan ini memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas enam persen. Kemudian tingkat pengangguran di Indonesia selama lima tahun terakhir rata-rata sebesar enam persen. Jika dibandingkan dengan lima negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yaitu Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berada di bawah Singapura, Filipina dan Vietnam.

  Thailand Vietnam

  Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Enam Negara Asia Tenggara Tahun 2010 –

  2014 (persen)

  Sumber: World Bank, 2015

  Selain itu juga pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang cukup tinggi ini diikuti dengan tingkat ketimpangan pendapatan cenderung meningkat. Untuk lebih jelasnya seberapa besar tingkat pendapatan di Indonesia bisa dilihat pada Tabel 1.1.

  Tabel 1.1. Data Ketimpangan Pendapatan Indonesia Tahun 2008 – 2013

  Tahun

  Indeks Gini Ratio

  Sumber: BAPPENAS, 2013

  Terjadinya ketimpangan pendapatan menurut Adelma dan Moris di Negara Sedang Berkembang (NSB) disebabkan karena (Arsyad, 2010):

  a. Penurunan pendapatan per kapita yang disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk yang signifikan.

  b. Inflasi yang tidak diikuti dengan pertambahan produksi barang-barang.

  c. Pembangunan antar daerah yang tidak merata

  d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek yang padat modal, bukan pada padat karya sehingga pengangguran bertambah.

  e. Mobilitas sosial yang rendah

  f. Kebijakan industri subsidi impor yang mengakibatkan kenaikan pada harga barang-barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

  g. Akibat adanya ketidakelastisan permintaan terhadap barang-barang ekspor NSB, berdampak pada nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju memburuk.

  h. Industri-industri kerajinan rakyat yang hancur. Negara Indonesia telah bertansformasi menjadi negara industri, di mana

  sektor industri telah berkontribusi lebih dari 20 persen dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan sektor pertanian dalam PDB mengalami penurunan. Pada tahun 1983 kontirbusi sektor pertanian dalam PDB lebih dari 20 persen, namun kemudian

  10 tahun kemudian (tahun 1993) sektor industri yang berkontribusi lebih dari 20 persen sedangkan sektor pertanian hanya sebesar 17,8 persen (Sastrosoenarto, 2006). Dari hasil studi yang dilakukan oleh Etharina pada tahun 2004, menyatakan bahwa sektor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu sektor industri. Maka tidak heran bila transformasi Indonesia menjadi negara industri menyebabkan terjadinya peningkatan ketimpangan wilayah. Sektor industri meningkatkan ketimpangan pendapatan karena industri tumbuh tidak merata di wilayah Indonesia. Industri banyak tumbuh di Pulau Jawa, sedangkan di pulau lain tidak banyak industri yang tumbuh.

  Seiring dengan meningkatnya ketimpangan pendapatan di Indonesia, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi ketimpangan tersebut. Salah satu program pemerintah yang berupaya untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi di Indonesia yaitu program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang disingkat Seiring dengan meningkatnya ketimpangan pendapatan di Indonesia, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi ketimpangan tersebut. Salah satu program pemerintah yang berupaya untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi di Indonesia yaitu program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang disingkat

  Terkait dengan visi Indonesia 2025 dalam UU 17 tahun 2007, visi tersebut akan diwujudkan dalam tiga misi yang menjadi fokus utama yaitu:

  a. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya alam, geografis wilayah, dan sumber daya manusia, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

  b. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.

  c. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy.

  Untuk mencapai tujuan dari program MP3EI, wilayah Indonesia dibagi menjadi enam koridor ekonomi yaitu koridor ekonomi Sumatera, koridor ekonomi Jawa, Koridor ekonomi Kalimantan, koridor ekonomi Sulawesi, koridor ekonomi Bali- Nusa Tenggara, dan koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku.

  Gambar 1.2. Enam Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011.

  Setiap koridor ekonomi memiliki sektor potensial yang akan menjadi sektor penggerak ekonomi masing-masing koridor ekonomi. (1) Koridor ekonomi Sumatera: Sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian. (2) Koridor ekonomi Jawa: Sektor industri pengolahan, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Sektor pengangkutan dan komunikasi, serta Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. (3) Koridor ekonomi Kalimantan: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor listrik, air dan gas. (4) Koridor ekonomi Sulawesi: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor industri pengolahan. (5) Koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara: Sektor pertanian, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Sektor Jasa-jasa. (6) Koridor ekonomi Papua-Maluku: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor listrik, gas dan air.

  Sektor-sektor ekonomi berperan penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi akan menciptakan lapangan pekerjaan, menigkatkan pendapatan masyarakat sehingga bisa meningkatkan pemerataan pembangunan ekonomi Indonesia.

  Di era otonomi daerah sekarang, tentu pelaksanaan kebijakan diberikan kewenangan kepada masing-masing daerah provinsi. Seperti halnya dengan pelaksanaan program MP3EI yang akan kewenangan pelaksanaannya adalah setiap provinsi dengan sektor ekonomi strategis masing-masing daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan bagaimana mengembangkan sektor ekonomi strategis untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi ketimpangan di wilayahnya.

  . Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai pada tahun 2000 setelah dikeluarkannya Undang-undang tentang otonomi daerah pada tahun 1999. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 bahwa pelaksanaan otonomi daerah menyangkut mengenai (1) Otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah .(2) Pelaksanaannya harus memperhatikan konstitusi Negara agar tetap terjaga hubungan yang serasi antarpusat dan daerah serta antardaerah. (3) Dengan pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom. (4) Membuat peraturan daerah yang mampu membina kawasan pada aspek potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.

1.2. Rumusan Masalah

  Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum menjamin terciptanya pemerataan pembangunan. Hal inilah yang menarik untuk diteliti ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi namun diikuti juga dengan ketimpangan antarwilayah Indonesia cukup tinggi. Terutama menarik untuk diperhatikan bagaimana ketimpangan antara wilayah pulau Jawa dan Luar Jawa, atau wilayah Kawasan barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Namun, perlu dikatahui berdasarkan beberapa hasil studi empiris terkait ketimpangan antara wilayah di Indonesia baik antar Pulau Jawa dan Luar Jawa, maupun antara KBI dan KTI yang salah satunya yang dilakukan oleh Etharina (2004) menunjukkan bahwa ketimpangan yang dikategorikan tinggi bukan antar pulau Jawa dan Luar Jawa maupun KBI dan KTI, namun ketimpangan yang bisa dikatakan tinggi malah terjadi dalam wilayah itu sendiri bukan antar wilayah di Indonesia.

  Kemudian bisa dilihat dari hasil studi BAPPENAS pada tahun 2013 menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah paling tinggi terjadi di Pulau Sumatera. Dari tahun 2005 sampai 2012 ketimpangan wilayah di Pulau Sumatera dikategorikan dengan tingkat ketimpangan tinggi (lebih besar dari 0,7) dengan menggunakan Indeks Williamson. Untuk lebih jelas bagaimana ketimpangan wilayah disajikan pada Gambar 1.3. di bawah ini.

  LIA IL 0.80

  W KS 0.60

  Gambar 1.3. Tingkat Ketimpangan Pendapatan tahun 2000 - 2012 Sumber: BAPPENAS, 2013

  Kemudian apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi dari masing-masing koridor ekonomi, pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera di atas lima Kemudian apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi dari masing-masing koridor ekonomi, pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera di atas lima

  Gambar 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Koridor Ekonomi tahun 2006 –

  2013 (persen)

  Sumber: BPS Indonesia, 2015 (data diolah)

  Mengingat arti pentingnya tersebut, maka penulis berminat untuk meneliti ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Koridor Ekonomi Sumatera. Secara spesifik, pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah:

  1. Bagaimana karakteristik wilayah provinsi sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera?

  2. Seberapa besar pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan sebelum dan setelah otonommi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera?

  3. Apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan Koridor Ekonomi Sumatera?

  4. Bagaimana kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera?

1.3. Tujuan Penelitian

  Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh masukan yang lebih rinci dan diharapkan bisa memberikan nilai lebih pada perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah provinsi sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera.

  2. Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera.

  3. Mengetahui apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

  4. Menganalisis kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera.

1.4. Manfaat Penelitian

  1. Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai pemenuhan syarat untuk mendapatkan predikat Master of Science (M.Sc.)

  2. Peneliti juga mengharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah tentang sektor-sektor ekonomi mana saja yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan mampu mengurangi ketimpangan distirbusi pendapatan. Sehingga diharapkan pemerintah akan lebih mudah memilih alternatif kebijakan untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

  3. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi sumber refensi dan informasi tambahan bagi penelitian yang lebih mendalam di bidang ketimpangan distribusi pendapatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

  2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan

  Untuk melihat kemajuan sebuah perekonomian suatu negara, pertumbuhan ekonomi merupakan hal utama yang biasanya menjadi patokan. Pemerintah banyak melakukan berbagai cara agar meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya

  setiap tahunnya. Banyak faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi, menurut Djodjohadikusumo (1994) faktor yang mempengaruhi yaitu modal dan tenaga kerja. Dengan adanya peningkatan modal dan tenaga kerja maka akan meningkatkan produksi. Dengan meningkatnya produksi maka laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat.

  Ketika pemerintah menjadikan pertumbuhan ekonomi yang positif menjadi sebuah target penting karena dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan. Namun menurut Prayitno (1996) menjadikan hanya pertumbuhan ekonomi sebagai target pembangunan suatu negara membuat strategi pembangunan saat ini mengabaikan konsep entitlement (pemilikan aset) yang berakibat pada tidak semua anggota masyarakat menikmati hasil pembangunan yang dilakukan.

  Ternyata pertumbuhan ekonomi yang dijadikan indikator pembangunan sebuah negara tidak menjamin semua warga negaranya menikmati keberhasilan dari pembangunan ekonomi. Artinya pertumbuhan ekonomi belum dinikmati seluruh lapisan masyarakat, hal ini bisa dikatakan terjadinya ketimpangan pendapatan. Bahkan menurut Arsyad (2010) menyatakan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pertumbuhan ekonomi tidak mampu menyelesaikan atau mengurangi kemiskinan dan selain itu juga pertumbuhan ekonomi yang pesat tidak mampu menyediakan kesempatan kerja produktif. Tingkat pengangguran meningkat yang di daerah pedesaan dan perkotaan serta ketimpangan distribusi pendapatan antara kaum kaya dan miskin semakin meningkat.

  Selain penyebab ketimpangan pendapatan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, berdasarkan hasil studi Gibbons pada tahun 1980 (Kuncoro, 2010) menyatakan bahwa yang membuat meningkatnya ketimpangan pendapatan Selain penyebab ketimpangan pendapatan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, berdasarkan hasil studi Gibbons pada tahun 1980 (Kuncoro, 2010) menyatakan bahwa yang membuat meningkatnya ketimpangan pendapatan

  Lebih lanjut penjelasan menurut Agusta (2014) ada beberapa kebijakan yang telah dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut. Kebijakan yang pernah dilakukan pemerintah sejak tahun 1960-an seperti stabilitas harga pangan, Inpres pembangunan pedesaan dan pertanian, progra khusus penanggulangan kemiskinan, Dana Alokasi Khusus, dan lainnya. Namun, apa bila dilihat dari Tabel

  1.1. dengan indeks gini yang cenderung meningkat, bisa dikatakan bahwa kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah belum sepenuhnya berhasil untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan Indonesia.

  2.1.2. Konsep Otonomi Daerah Kata otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous, yang berarti

  pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Sedangkan dalam Encyclopedia of Social Science, pengertian otonomi adalah: the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Dengan demikian pengertian otonomi menyangkut dua hal utama yaitu: kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws) dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self goverment). Berdasarkan pengertian tersebut, maka otonomi daerah pada dasarnya adalah suatu daerah otonom berhak dan berwenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri (Sarundajang dalam Sjafrizal, 2008).

  Otonomi bergulir terus setelah Indonesia merdeka ditandai dengan lahirnya UU 11945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah. Berdasarkan UU ini kepala daerah melaksanakan dua fungsi, yaitu sebagai kepala daerah otonom dan sebagai wakil pemerintah pusat. Seterusnya UU itu diubah menjadi UU 111948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Lantas lahir UU 11957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan tak lama kemudian berubah menjadi UU 181965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, yang lantas revisi berikutnya hadirlah UU 51974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Revisi masih terus berlanjut dengan hadirnya UU 221999 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir direvisi lagi menjadi UU 322004 juga dengan nama Pemerintah Daerah (Simanjuntak, 2012).

  Dengan adanya konsep pelaksanaan otonomi pasca reformasi terjadi peningkatan pengajuan dari beberapa daerah mengelola dan mengatur daerahnya sendiri. Hal ini tercermin dari meningkatnya pemekaran wilayah di Indonesia atau permintaan untuk membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB). Sejak Tahun 1999 – 2008 terdapat tujuh provinsi baru, 134 kabupaten baru dan 23 kota baru di Indonesia. Dari tahun 1999 – 2008 banyak terbentuk DOB ditingkat II (Kabupatenkota).

  Menurut Simanjuntak (2012) kebijaksanaan peningkatan otonomi daerah khususnya di Tingkat II (kabupatenkota) bertujuan agar terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab. Menurutnya otonomi yang nyata berarti pemberian otonomi kepada daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan-perhitungan, dan tindakan-tindakan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga di daerahnya. Sedangkan otonomi yang dinamis berarti pemberian otonomi kepada daerah yang berdasarkan pada situasi, kondisi, dan perkembangan pembangunan. Dan otonomi yang bertanggungjawab berarti bahwa pemberian otonomi daerah benar-benar sejalan dengan subtansi dan tujuannya.

  Sedangkan menurut Sjafrizal (2008) faktor-faktor penyebab pemekaran wilayah yaitu:

  1. Perbedaan agama; adanya kecenderungan masyarakat akan lebih senang bila hidup pada suatu daerah dengan agama yang sama.

  2. Perbedaan etnis dan budaya; mayarakat merasa kurang nyaman hidup dengan ethnis, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda pada suatu daerah.

  3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah; dalam suatu daerah akan menyebabkan kecemburuan sosial dan merasa dianaktirkan oleh pemerintah pusat.

  4. Luas Daerah; daerah yang luas akan menyebabkan pelayanan publik kurang efektif dan merata keseluruh daerah

  2.1.3 Penelitian Terdahulu

  Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi serta pertanian pernah dilakukan oleh Birthal et al (2011) yang dilakukan untuk negera India. Tujuan penelitiannya yaitu untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi India pada periode 1980 – 2004, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi serta peran sektor pertanian. Dengan menggunakan analisis regresi Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi serta pertanian pernah dilakukan oleh Birthal et al (2011) yang dilakukan untuk negera India. Tujuan penelitiannya yaitu untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi India pada periode 1980 – 2004, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi serta peran sektor pertanian. Dengan menggunakan analisis regresi

  Pada tahun 2003 Sutarno meneliti tentang trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan dalam penelitiannya yaitu Indeks Williamson, Indeks Theil, Tipologi Klassen dan Korelasi Pearson. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan pada periode penelitian di Kabupaten Banyumas, cenderung mengalami peningkatan baik menggunakan Indeks Williamson maupun menggunakan Indeks Theil.

  Rougoor dan Van Marrewijk (2015) meneliti pertumbuhan, demografi dan ketimpangan pendapatan global dengan menggunakan sample 176 Negara. Dengan menggunakan analisis Koefisien Gini dan Kurva Lorenz. Dan data yag digunakan dalam penelitiannya yaitu GDP 176 negara dan data demografi, serta pertumbuhan pendapatan, Dari hasil analisisnya bahwa ketimpangan pendapatan global berkurang dalam beberapa dekade dan akan mencapai titik terendah pada tahun 2027 yang kemudian akan meningkat kembali. Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan ketimpangan pendapatan global yaitu perbedaan pertumbuhan populasi dan stuktur populasi negara.

  Penyebab pertumbuhan pendapatan dan ketimpangan juga dilakukan oleh Saari et al (2015) yang menjadi lokasi penelitiannya yaitu Malaysia. Dengan menggunakan periode data tahun 1970 – 2000 dan menggunakan analisis Input- Output, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan ekspor, perubahan upah tenaga kerja serta modal menentukan perubahan pendapatan. Faktor yang menyebabkan peningkatan ketimpangan pendapatan yaitu upah tenaga kerja dan modal.

  Rubin dan Segal (2015) meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi pada ketimpangan pendapatan di Amerika. Data yang digunakan dalam penelitiannya yaitu tingkat inflasi, tingkat pengangguran, dan GDP per kapita. Alat analisis yang digunakan yaitu regresi berganda. Di mana yang menjadi variabel dependen pada model pertama yaitu persentase perubahan pendapatan dan variabel Rubin dan Segal (2015) meneliti pengaruh pertumbuhan ekonomi pada ketimpangan pendapatan di Amerika. Data yang digunakan dalam penelitiannya yaitu tingkat inflasi, tingkat pengangguran, dan GDP per kapita. Alat analisis yang digunakan yaitu regresi berganda. Di mana yang menjadi variabel dependen pada model pertama yaitu persentase perubahan pendapatan dan variabel

  Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan juga dilakukan oleh Lee et al (2012) dengan lokasi penelitian negara Tiongkok. Dengan alat analisis yang digunakan dalam penelitiannya yaitu Indeks Williamson dan regresi berganda. Regresi berganda dibuat menjadi tiga model persamaan. Pertama, yang menjadi variabel dependennya yaitu pertumbuhan ekonomi dan variabel independennya Indeks Williamson dan Rasio Keuangan. Kedua, variabel dependennya yaitu Indeks Williamson dan variabel independennya pertumbuhan ekonomi dan rasio keuangan. Ketiga, variabel dependennya yaitu rasio keuangan dan variabel independennya yaitu pertumbuhan ekonomi dan Indeks Williamson. Dari hasil analisisnya menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan ketimpangan finansial tidak dipengaruhi oleh ketimpangan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi.

  Ketimpangan pendapatan di Tiongkok juga pernah diteliti oleh Mukhopadhaya (2013). Dengan menggunakan periode data 1980 – 2008 dan dengan menggunakan alat analisis Indeks Gini dan kemudian didekomposisi untuk melihat faktor penyebab ketimpangannya. Dari hasil analisisnya ketimpangan di Tiongkok selama periode penelitian menunjukkan trend peningkatan. Dan faktor- faktor yang berkontribusi bessar terhadap ketimpangan yaitu upah dan kepemilikan asset.

  Faktor penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan juga pernah dilakukan oleh Akita dan Lukma (1995) dengan menggunakan dekomposisi Indeks Williamson. Dari hasil analisinya menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah di Indonesia selama periode 1975 – 1992 disebabkan oleh sektor tersier dan sekunder.

  Penelitian mengenai pengaruh sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendaptan pernah dilakukan oleh Sari (2006). Dengan menggunakan rumus sederhana untuk mengetahui penyerapan tenaga sektor-sektor ekonomi dan Penelitian mengenai pengaruh sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendaptan pernah dilakukan oleh Sari (2006). Dengan menggunakan rumus sederhana untuk mengetahui penyerapan tenaga sektor-sektor ekonomi dan

  Chrisyanto (2006) melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan perekonomian antar daerah di Indonesia. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson dan analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhinya. Di mana variabel independen dari penelitiannya yaitu PDRB, Pendapatan per kapita dan Pengeluaran Daerah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa telah terjadi ketimpangan antar daerah di Indonesia. Ketimpangan dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah (sektor migas diperhitungkan), sedangkan ketimpangann dipengaruhi pengeluaran pemerintah dan pendapatan per kapita (sektor migas tidak diperhitungkan).

  Siregar (2012) meneliti tentang disparitas pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Sumatera Utara. Ia menganalisis dengan Indeks Williamson dan analisis regresi dengan menggunakan aplikasi Eviews 4.00. variabel yang masukan dalam variabel independen yaitu inflasi, rasio net ekspor, pengeluaran pemerintah dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja non-pertanian. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Tingkat ketimpangan pendapatan di Sumatera Utara berfluktuatif. Perdagangan (net ekspor) mempengaruhi ketimpangan. Sedangkan Inflasi, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan tenaga kerja non-pertanian tidak mempengaruhi ketimpangan.

  Etharina (2005) melakukan penelitian tentang ketimpangan daerah di Indonesia. Alat analisis yang digunakan Theil Index dan Indeks Williamson, serta melakukan dekomposisi sektoral untuk mengatahui faktor penyebab terjadinya ketimpangan daerah di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antara Jawa-luar Jawa, dan Kawasan Baran-Timur relatif rendah. Ketimpangan yang tinggi terjadi di dalam wilayah bukan antar wilayah. penyebab meningkatnya ketimpangan adalah sektor industri

  Zhou dan Qin (2012) meneliti mengenai perubahan dan penyebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan penduduk kota Tiongkok. Alat analisis Zhou dan Qin (2012) meneliti mengenai perubahan dan penyebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan penduduk kota Tiongkok. Alat analisis

  Purnasihar (2012) melakukan penelitian mengenai ketimpangan pendapatan antarwilayah dan sektor di Indonesia. Penelitiannya menggunakan alat analisis Theil Index dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya menggunakan Seemingly Unrelated Regression (SUR). Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan wilayah di Indonesia termasuk kategori rendah hingga menegah. Faktor yang mempengaruhi ketimpangan yaitu PAD, IPM, Investasi dan Dana Perimbangan. Dan sektor-sektor yang mengalami ketimpangan tinggi yaitu sektor pertambangan, industri pengolahan, keuangan, bangunan, jasa-jasa, dan pengangkutan.

  Ciptadi (2014) meneliti tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Gini, Tipologi Klassen dan Generilized Enthropy Indeks. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa erjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Tengah juga peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan.

  Castelló-Climent melakukan penelitian mengenai ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan alat analisis Generalized Method of Moments (GMM) untuk menentukan faktor penyebab pertumbuhan ekonomi. Variabel penjelas dari penelitiannya yaitu ketimpangan pendapatan dan pembangunan SDM. Dari hasil analisisnya kedua variabel itu tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah, namun yang mempengaruhi adalah tingkat pembangunan dari wilayah tersebut.

  Jauch dan Watzka (2015) meneliti tentang pembangunan keuangan dan ketimpangan pendapatan beberapa negara di dunia. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui ketimpangan pendapatan, mereka menggunakan Gini Rasio yang kemudian sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independen yaitu Jauch dan Watzka (2015) meneliti tentang pembangunan keuangan dan ketimpangan pendapatan beberapa negara di dunia. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui ketimpangan pendapatan, mereka menggunakan Gini Rasio yang kemudian sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel independen yaitu

  Keaslian penelitian ini dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu terletak dari aspek lokasi, data, periode, dan metode yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah memiliki tema yang sama yaitu tentang ketimpangan pendapatan.

2.2 Landasan Teori

  2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi (Klasik)

  Pertumbuhan ekonomi berdasarkan teori klasik dilandasi oleh semangat untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam pemikiran klasik ada kondisi perekonomian mengalami kejenuhan (stasioner), di mana kondisi tersebut menggambarakan perekonomian telah mencapai kesejahteraan. Ada dua teori klasik yang sangat terkenal yaitu dikemukakan oleh Adam Smith, dan David Richardo.

  Pokok pikiran Adam Smith menyatakan bahwa setiap kegiatan ekonomi yang dilepas pada mekanisme pasar akan mampu mengalokasikan setiap sumberdaya secara efisien karena di dalam pasar ada invisible hand yang bekerja untuk mengalokasikan setiap sumberdaya agar perekonomian berada dalam keseimbangan. Namun mekanisme pasar tidak akan bekerja jika ada gangguan pasar, untuk mengurangi gangguan tersebut diperlukan kebijakan perdagangan bebas dan mengurangi campur tangan pemerintah dalam perekomian.

  Menurut pandangan Smith ada beberapa faktor produksi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, antara lain (Arsyad, 2010):

  1. Sumber daya alam yang tersedia Sumberdaya alam seperti tanah, merupakan salah satu faktor produksi di mana jika sumber daya ini belum digunakan secara optimal maka jumlah penduduk dan stok modal yang ada akan terus memacu pertumbuhan output. Namun, apabila sumberdaya alam telah digunakan secara optimal maka pertumbuhan output tersebut akan terhenti.

  2. Sumber daya manusia Jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari suatu masyarakat. Tenaga sebagai salah satu faktor produksi dan pembagian kerja (division of labor) serta spesialisasi merupakan salah satu faktor utama bagi peningkatan produktivitas tenaga kerja.

  3. Stok Modal Stok modal merupakan unsur yang penting dalam proses pertumbuhan output. Jumlah dan tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok modal yang sesuai dengan batas maksimum sumberdaya alam. Artinya, jika laju kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat melebih ketersedian sumberdaya alam akan mengakibatkan perlambatan pertumbuhan output.

  Ada dua faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan output di samping akumulasi modal yaitu (1) Pasar yang semakin luas, dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat di dalam melakukan kegiatan maka potensi pasar akan bisa dicapai secara maksimal (2) Adanya tingkat keuntungan di atas tingkat keuntungan minimal, jika pasar tidak tumbuh secepat pertumbuhan modal, maka tingkat keuntungan akan segera merosot dan akhirnya akan mengurangi keinginan pemilik modal untuk melakukan akumulasi modal. Menurut pandangan Smith, dalam jangka panjang tingkat keuntungan tersebut akan mencapai tingkat keuntungan minimal pada posisi stasioner perekonomian tersebut.

  Selain faktor sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan stok modal, menurut Smith ada faktor lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan penduduk. Bertambahnya penduduk akan menambah perluasan pasar, dengan perluasan pasar maka akan berakibat pada semakin tingginya tingkat spesialisasi dalam perekonomian. Di mana adanya spesialisasi dan pembagian kerja akan mempercepat pertumbuhan ekonomi karena adanya spesialisasi akan meningkatkan produktvitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi.

  Dalam pandangan Smith, jumlah penduduk akan mengalami peningkatan ketika tingkat upah lebih tinggi dibandingkan tingkat upah yang hanya cukup untuk sekedar bertahan hidup (tingkat upah subsisten). Sebaliknya, jika tingkat upah lebih rendah dibandingkan dari tingkat upah subsisten maka jumlah penduduk akan Dalam pandangan Smith, jumlah penduduk akan mengalami peningkatan ketika tingkat upah lebih tinggi dibandingkan tingkat upah yang hanya cukup untuk sekedar bertahan hidup (tingkat upah subsisten). Sebaliknya, jika tingkat upah lebih rendah dibandingkan dari tingkat upah subsisten maka jumlah penduduk akan

  Kemudian ilmuan yang bermahzabkan ekonomi klasik yaitu David Richardo. Ada beberapa perbadaan dan persamaan pandangan antara Richardo dan Smith terkait dalam teori pertumbuhan ekonomi. Kedua ilmuan ini memiliki perhatian yang sama bahwa tenaga kerja dan modal merupakan faktor penentu dari pertumbuhan ekonomi. Sedangkan perbedaan antara keduanya terletak dari pendekatan yang digunakan, di mana Richardo menggunakan pendekatan teoritis-deduktif sedangkan Smith menggunakan pendekatan empiris-induktif.

  Beberapa pokok pikiran Richardo terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi antara lain (Jhingan, 2008):

  1. Pajak: pengenaan pajak pada pelaku ekonomi akan mengurangi pendapatan, laba dan pemupukan modal.

  2. Tabungan: tabungan dapat dibentuk dengan cara menghemat pengeluaran, memproduksi lebih banyak dan dengan meningkatkan tingkat keuntungan serta mengurnagi harga barang. Semakin banyak tabungan semakin banyak pemupukan modal.

  3. Perdangangan bebas: menurutnya perdagangan bebas akan membuat penggunaan sumberdaya dunia lebih efisien.

  Menurut teori yang dikemukakan oleh Richardo, pertumbuhan ekonomi juga ditentukan oleh sumberdaya alam yang terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah, di atas atau di bawah tingkat upah alamiah (atau minimal). Dan adanya perubahan teknologi yang selalu terjadi, yang akan membuat meningktanya produktivitas tenaga kerja dan memperlambat proses deminising return kemerosotan tingkat upah dan keuntungan ke arah tingkat minimumnya. Selain itu juga, Richardo melihat bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama yang menjadi motor pengerak pertumbuhan ekonomi (Tambunan, 2011).

  2.2.2 Teori Ketimpangan Pendapatan

  Ketimpangan pendapatan di suatu wilayah banyak terjadi di negara-negara sedang berkembang. Pembangunan wilayah yang hanya tidak merata menjadi salah satu faktor penyebabnya, yang berakibat pada aktivitas ekonomi hanya terpusat pada satu atau beberapa wilayah saja. Pemusatan kegiatan ekonomi yang diharapkan mampu memberikan Trickle down effect atau efek perembesan ke wilayah-wilayah sekitar ternyata bergelak lamban, yang terjadi sebaliknya yaitu backwash effect bergerak lebih cepat dimana sumberdaya ekonomi mengalir ke pusat.

  Menurut Sjafrizal (2008) ada beberapa penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu:

  1. Perbedaan kandungan sumberdaya alam: Suatu wilayah yang kaya

  kandungan sumberdaya alam, tentu akan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang kandungan sumberdaya alamnya lebih sedikit.

  2. Perbedaan kondisi demografis: Wilayah yang memiliki demografi yang

  lebih baik, akan memiliki produktivitas lebih tinggi sehingga akan meningkatkan investasi yang berdampak pada peningkatan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. tentu hal ini berbanding terbalik dengan wilayah yang memiliki demografi tidak lebih baik.

  3. Mobilitas barang dan jasa kurang lancar: Migrasi yang kurang lancar

  menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang lebih membutuhkan yang berakibat pada peningkatan ketimpangan. Karena daerah terbelakang sulis mendorong proses pembangunan.

  4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah: Pertumbuhan ekonomi daerah

  akan cenderung lebih cepat pada daerah yang terdapat konsentrasi ekonomi yang cukup besar, demikian juga sebaliknya.

  5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah: Daerah yag mendapatkan

  alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah akan menarik lebih banyak investasi swasta, daerah ini akan mempuyai tingkat pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Hal ini juga akan mendorong proses pembangunan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi.

  Berdasarkan hipotesa Neo-Klasik, pada permulaan pembangunan ketimpangan pendapatan cenderung meningkat yang disebabkan karena modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju. Namun, apabila proses pembangunan terus berlanjut, ketimpangan akan berkurang karena dengan membaiknya prasarana dan fasilitas komunikasi akan berdampak pada lancarnya aliran modal dan tenaga kerja.

  Kemudian Simon Kuznet menunjukkan bahwa ada relasi antara tingkat ketimpangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan, distribusi pendapatan atau kesejahteraan cenderung memburuk. Namun, pada tahap berikutnya distribusi pendapatan tersebut akan membaik sejalan dengan meningkatnya pendapatan perkapita (Arsyad, 2010).

  Pendapatan Per Kapita

  Gambar 2.1 . Kurva ‘U’ Terbalik Kuznets

  Kuznets menjelaskan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan naik), namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik (ketimpangan menurun)

  Hipotesis U terbalik yang dikemukakan Kuznets didasarkan pada argumentasi teori dari Lewis mengenai perpindahan penduduk dari Pedesaan (sektor pertanian) ke perkotaan (sektor industri). Daerah pedesaan yang sanga padat jumlah penduduknya mengakibatkan tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah (sedangkan di daerah perkotaan tingkat upah relatif tinggi karena jumlah penduduknya atau tenaga kerjanya relatif sedikit) dan membuat suplai tenaga kerja Hipotesis U terbalik yang dikemukakan Kuznets didasarkan pada argumentasi teori dari Lewis mengenai perpindahan penduduk dari Pedesaan (sektor pertanian) ke perkotaan (sektor industri). Daerah pedesaan yang sanga padat jumlah penduduknya mengakibatkan tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah (sedangkan di daerah perkotaan tingkat upah relatif tinggi karena jumlah penduduknya atau tenaga kerjanya relatif sedikit) dan membuat suplai tenaga kerja

  2.2.2.1. Pengukuran Ketimpangan Pendapatan

  Ukuran ketimpangan antarwilayah pertama kali ditemukan oleh Jeffrey G.Williamson yang kemudian ukuran ini dinamai Williamson Index sebagai penghargaan terhadapnya karena yang mula-mula menggunakan teknik ini untuk mengukur ketimpangan pembangunan. Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar karena yang dibandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah. secara formulasi indeks ini dalam dilihat pada rumus di bawah ini.

  ∑

  = ( − ) (

  √

  Di mana:

  y i = PDRB per kapita daerah i

  y

  = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah

  f i = Jumlah penduduk daerah i

  n

  = Jumlah penduduk seluruh daerah

  Apabila nilai Vw mendekati 1 berarti sangat timpang, tetapi bila Vw mendekati 0 berarti sangat merata. Indeks ini memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan. Namun, indeks ini cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah

  Sjafrizal (2008) menjelaskan lebih jauh tentang penggunaan Indeks Williamson untuk mengatahui faktor penyebab ketimpangan pendapatan dengan menggunakan regresi, di mana yang menjadi variabel independen yaitu pendapatan per kapita hal ini mengikuti hipotesa neo-klasik. Persamaan yang digunakan adalah dalam bentuk kuadratik karena hubungan antara ketimpangan dan tingkat pembangunan bersifat non-linear, sehingga model persamaannya sebagai berikut:

  Di mana Vw adalah Indeks Williamson, Yc adalah PDRB per kapita sedangkan ⱷ dan δ adalah koefisien regresi. Persamaan tersebut dapat diregres melalui persamaan logaritma berganda berikut ini:

  Keuntungan persamaan kuadratik ini yaitu dapat diketahui apakah ketimpangan pada suatu wilayah tersebut masih pada kondisi meningkat atau sudah pada kondisi yang menurun.

2.3. Kerangka Pemikiran

  Untuk mencapai keberhasilan pembangunan nasional diperlukan kebijakan- kebijakan yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional semata. Karena pertumbuhan ekonomi belum menjamim pemerataan pembangunan nasional yang dilakukan. Karena terjadinya trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan.