STRUKTUR DAN FUNGSI SENI TRADISI GAOK SERTA MODEL PELESTARIANNYA MELALUI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMA.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat,1980:160). Menurut definisi tersebut, masyarakat dibentuk oleh unsur-unsur manusia yang berinteraksi, adat-istiadat serta rasa kebersamaan. Pengaturan interaksi dalam masyarakat tidak terlepas dari norma-norma kehidupan yang dijadikan acuannya, dalam hal ini, Koentjaraningrat menggunakan istilah adat-istiadat. Tanpa adanya norma tersebut, masyarakat hanya sebatas kumpulan manusia dengan tidak adanya rasa kebersamaan.

Berdasarkan konsep masyarakat tersebut, dapat dijelaskan secara tidak langsung tentang keberadaan kebudayaan sebagai salah satu unsur terpenting dari masyarakat. Pengkajian suatu masyarakat akan selalu terkait dengan pengkajian kebudayaan yang terdapat pada masyarakatnya. Hal ini disebabkan kebudayaan berfungsi sebagai pedoman dalam pola tingkah laku, kebiasaan, serta gejala-gejala lain manusia dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan Geertz (Sudikan, 2001:3) bahwa tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat terikat oleh kebudayaan, yang terlihat perannya sebagai mekanisme kontrol bagi tingkah laku manusia.

Sekait dengan penjelasan di atas, Sudikan (2001:2) mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk


(2)

sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta sebagai pedoman bagi tingkah lakunya. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan masyarakat itu sendiri yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Fakta ini membuktikan bahwa pada masyarakat seperti di Indonesia yang heterogen, maka memungkinkan adanya keragaman kebudayaan.

Demikian halnya dengan seni tradisional yang ada di Indonesia, pembahasan keragaman kebudayaan tidak bisa lepas dari keragaman seni tradisional (seni tradisi), sebab seni tradisional ini merupakan salah satu unsur kebudayaan yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum atau puak suku bangsa tertentu (htt://id Wikipedia.org/wiki/seni_tradisional). Seni tradisional tersebut berakar dari kebudayaan nenek moyang terdahulu. Oleh karena itu, secara historis seni tradisional telah menjadi bagian hidup masyarakat lama Indonesia -masyarakat Nusantara- dan telah memberikan manfaat serta pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat pendukungnya.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rusyana (1982:4) bahwa pengalaman itu telah ada sejak milenium pertama dan terus berkembang ke milenium kedua, dan tentunya milenium ketiga sekarang. Pengalaman itu diawali dengan tradisi lisan yang sangat diminati masyarakat pada waktu itu. Besarnya minat masyarakat adalah salah satu penyebab banyaknya terdapat sastra daerah- sastra lisan-kemudian berkembang ke bentuk tulisan dalam keadaan yang berbeda. Walaupun kedudukan sastra daerah itu tidak seistimewa sastra Indonesia, hal itu bukanlah suatu yang mesti diabaikan.


(3)

Seni tradisional lahir dalam dunia tradisional, yang di dalamnya terkandung hubungan antara sastra dan masyarakat tempat sastra itu lahir sangat erat. Robson (1988:9) menyebutnya dengan istilah sastra klasik, yaitu sastra yang diciptakan dalam masyarakat yang masih keadaan tradisional. Sastra itu beredar di masyarakat dan menjadi miliknya selama beberapa waktu sebelum dicatat. Rosidi (1995:296) mengatakan bahwa,”Sastra daerah itu merupakan karya sastra yang lahir dalam bahasa daerah yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia, baik yang berbentuk lisan maupun tulisan.”

Di Wilayah Nusantara, seni tradisional didominasi oleh tradisi lisan. Hal ini terjadi berdasar pada suatu kenyataan bahwa masyarakat daerah sebelum abad sekarang -modern- merupakan masyarakat yang buta huruf, terutama di kalangan para petani, sehingga dalam mengungkapkan banyak hal di dalam kehidupannya tidak terlepas dari budaya lisan, seperti manakala akan menghadapi musim panen, mendoakan bayi yang baru lahir atau bersih desa dengan maksud menghalau segala marabahaya yang mengancam ketenangan, keselamatan dan kesehatan warga. Semua kegiatan tersebut ada dalam konteks kehidupan bermasyarakat yang pada akhirnya menjadi suatu kebiasaan secara turun-temurun sampai anak cucunya. Kebiasaan ini pun menjadi corak khas masyarakat itu berada sehingga menjelma menjadi seni tradisi lisan masyarakat tersebut.

Seni tradisi lisan pada masyarakat yang diyakini masyarakat setempat sebagai budaya leluhur mempunyai fungsi tersendiri, di antaranya sebagai media pendidikan, karena ajaran dan nasihat lebih mudah disampaikan melalui kegiatan bersama. Kenyataan ini lebih dimungkinkan oleh sifat masyarakat tradisional


(4)

yang tertutup dan tidak biasa berterus terang dalam menyampaikan perasaan dan pikirannya kepada orang lain. Oleh sebab itu, kegiatan bersastra merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menyampaikan itu (perasaan, nasihat, dan fatwa). Fungsi lain yang lebih dirasakan oleh masyarakat tradisional adalah sebagai hiburan. Masyarakat lama (daerah) menikmati seni tradisional sebagai suatu arena hiburan yang sangat berarti. Selain mereka akan bertemu dengan sesama kawan atau saudara, mereka juga akan mendapatkan suasana segar setelah siang hari bekerja di ladang atau di sawah. Melalui acara-acara kumpul bersama mendengarkan alunan suara yang berisi ajaran atau nasihat bagi pendengarnya (penonton). Fungsi ini biasanya dilakukan pada waktu malam hari, manakala warga telah datang dari tempat bekerjanya.

Peranan seni tradisional- dalam hal ini sastra lisan- yang pernah menjadi primadona sebagai media penyampaian pesan dan hiburan serta pengajaran pada masa lalu semakin tergeser bahkan terhimpit oleh arus kemajuan ilmu dan teknologi yang telah memasuki semua aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat kita pahami terjadi karena mobilitas kehidupan masyarakat secara kronologis akan terus berkembang dan meluas. Kehidupan kelisanan akan berubah ke keberaksaraan dan elektronik. Hal itu bukanlah alasan yang sempurna untuk tidak mencintai lalu melupakan tradisi lisan yang pernah populer dalam kehidupan masyarakat. (Rosidi, 1995:131). Gejala-gejala demikian merupakan sesuatu yang kurang menguntungkan sehingga berakibat pada lenyapnya tradisi lisan di Indonesia.


(5)

Kekhawatiran tentang lenyapnya sastra tradisi lisan dapat kita rasakan saat sekarang. Bahkan lebih jelas diungkapkan Tashadi (1994:2), “Hasil-hasil budaya daerah ini sebagian masih ada yang hidup dan berkembang dengan subur, namun masih banyak pula yang dikhawatirkan akan hilang dan musnah.”

Dalam hubungannya dengan kekhawatiran tersebut, Mahmud (1988:90) menjelaskan bahwa, kepunahan atau kemunduran seni tradisional ternyata yang paling jelas menimpa unsur pertunjukan atau pagelarannya, sedangkan unsur sastranya umumnya masih dapat dipertahankan melalui tulisan atau rekaman elektronik. Contohnya saja seni Beluk hampir punah di Pasundan secara langsung memusnahkan seni penembangan dan pelaguan wawacan karena Beluk merupakan wahana aktualisasi penembangan wawacan itu.

Data lain yang dapat menjadi bukti yang lebih up date adalah laporan hasil survey di Jawa Barat tentang seni tradisional yang dilakukan RHI Slamet menyebutkan bahwa ”sebanyak 45 dari 391 jenis kesenian tradisional Jawa Barat nyaris punah, sedangkan 49.023 seniman dan budayawan dilanda keterpurukan ekonomi” (Pikiran Rakyat, 1 Maret 2009).

Namun, ada hal lain yang tidak bisa dihindari hilangnya atau terpuruknya beberapa bagian seni tradisional tersebut. Salah satunya karena pelaku keseniannya mulai menipis atau berkurang, sedangkan pewarisan budaya kurang sekali dilakukan. Di pihak lain, tarikan budaya kontemporer yang langsung mengidupi dan dihidupinya lebih kuat dari dari tarikan seni tradisional (Mahmudi,1988:91). Dengan demikian, pelestarian budaya seni tradisional yang


(6)

melibatkan pelaku seni sebagai bagian dari entitas dan totalitasnya bukanlah masalah yang sederhana.

Lain halnya dengan kondisi seni tradisional dalam bentuk pertunjukan seperti sampyong, wayang kulit, atau wayang golek masih dikatagorikan seni tradisional yang tetap terpelihara. Dengan berbagai upaya, para pewarisnya berusaha menghadirkan seni tradisional tersebut dalam berbagai kesempatan pertunjukan.

Usaha-usaha konservasi yang dilakukan secara sadar dan terarah untuk melindungi seni tradisional tersebut, mutlak diperlukan. Salah satu bentuk upaya yang paling mungkin ditempuh adalah penginventarisan, pencatatan, perekaman dan pendokumentasian. Rosidi (1995:III) dalam kata pengantarnya menganggap betapa pentingnya usaha-usaha tersebut, sebagai upaya “mengamankan” kesenian-kesenian dari kepunahan.

Salah satu kesenian daerah atau seni tradisional yang dikhawatirkan akan dilupakan sehingga punah dari kehidupan kesenian kita adalah seni tradisi Gaok yang berada di Kelurahan Sindangkasih Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat. Beberapa penembang seni ini sudah meninggal, dan hanya tersisa beberapa orang yang dapat melakukan pertunjukan seni tradisi Gaok. Mereka pun sulit untuk mendapatkan kesempatan melakukan pertunjukan. Sementara usia mereka semakin tua. Oleh karena itu, penelitian kesenian ini perlu segera dilakukan sebelum benar-benar hilang dan lenyap dalam proses akulturasi.

Kenyataan akan musnahnya salah satu budaya milik masyarakat Majalengka ini memerlukan sebuah pemikiran disertai langkah-langkah


(7)

pelestarian yang konkret. Bentuk pelestarian budaya tersebut dapat dilakukan melalui usaha pewarisan oleh masyarakat itu sendiri atau setidaknya para seniman daerah atau seniman yang mempunyai perhatian, para guru kesenian termasuk guru bahasa Sunda dan bahasa Indonesia sampai para pemegang kebijakan dalam hal ini para pejabat daerah setempat. Tanpa itu semua, kesenian atau tradisi Gaok beberapa tahun ke depan hanya ada dalam catatan dokumentasi.

Dari beberapa institusi yang ada di masyarakat, sekolah menjadi bagian penting untuk dipercaya sebagai lembaga yang akan menginformasikan dan melestarikan tradisi Gaok kepada generasi mendatang. Melalui kurikulum pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA, seni tradisi ini dapat diperkenalkan kepada siswa. Hal yang diperkenalkan dapat berupa bentuk pertunjukan kesenian dan dapat juga berupa naskah cerita yang sering dibacakan dalam pertunjukan tradisi Gaok, umpamanya cerita Sulanjana, Nyi Rambut Kasih, Talaga Manggung atau cerita lainnya.

Masuknya seni tradisi suatu daerah pada kurikulum Sekolah, selain membawa misi pelestarian dan pengembangan, juga membawa misi tujuan lainnya. Hal ini seperti yang dijelaskan Hamid (1986:3) yang mengungkapkan bahwa setiap sastra lisan bertujuan untuk memberi hiburan, pengajaran atau memenuhi fungsi-fungsi lain. Fungsi yang dimaksud meliputi fungsi pendidikan moral, agama, sosial serta fungsi kehidupan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul ”Struktur dan Fungsi Tradisi Gaok serta Model Pelestariannya melalui Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA.”


(8)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah difokuskan pada aspek struktur dan fungsi seni tradisional Gaok serta model pelestariannya melalui pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA. Aspek struktur diarahkan pada penganalisisan struktur yang membangun sebuah pertunjukan tradisi Gaok. Aspek fungsi akan dilihat kaitannya dengan unsur manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat. Sedangkan aspek model pelestariannya, penulis akan menitikberatkan pada model pembelajaran secara khusus dalam pembelajaran apresiasi sastra di SMA.

Untuk lebih jelasnya, masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah struktur seni tradisi Gaok masih terjaga?

2. Apakah dapat diidentifikasi perilaku manusia dalam pertunjukan seni tradisi Gaok?

3. Apa fungsi seni tradisi Gaok bagi masyarakat?

4. Bagaimanakah model pelestarian budaya seni tradisi Gaok melalui pembelajaran apresiasi sastra di SMA?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan sebagai upaya untuk melestarikan tradisi Sunda Gaok di Kabupaten Majalengka, dan mengungkap kembali sekelumit khazanah budaya tradisional masyarakat Sunda yang hampir dilupakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk:


(9)

1. mendeskripsikan struktur seni tradisi Gaok;

2. mengidentifikasi perilaku masyarakat pendukungnya dalam pertunjukan seni tradisi Gaok;

3. mendeskripsikan fungsi seni tradisi Gaok bagi masyarakat pendukungnya; 4. merekomendasikan rencana model pelestarian budaya seni tradisi Gaok melalui

pembelajaran apresiasi sastra di SMA berdasarkan hasil diskusi dengan para pejabat, budayawan, masyarakat, serta para generasi muda di Majalengka.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu sastra, khususnya sastra lisan. Hal ini penting untuk dijadikan referensi penelitian sastra atau penelitian seni tradisi lainnya. 2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat semakin menumbuhkan wawasan kebangsaan generasi muda Indonesia, sehingga mereka lebih mengenal jati dirinya sendiri. Dengan demikian, diharapkan tumbuh dan hidup pikiran kritis dan selektif terhadap kebudayaan yang datang dari luar.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat membangkitkan minat untuk memelihara dan melestarikan seni tradisional Gaok di Kelurahan Sindangkasih Kabupaten Majalengka.


(10)

c. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam seni tradisional Gaok yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk semakin meningkatkan kualitas kehidupan.

d. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat merangsang para peneliti lainnya untuk melakukan penelitian sejenis, baik terhadap seni tradisi Gaok Kabupaten Majalengka maupun tradisi Sunda lainnya.

e. Hasil penelitian ini dapat membantu para guru Muatan Lokal Bahasa Sunda dan guru Bahasa dan Sastra Indonesia di Kabupaten Majalengka dalam mencari bahan ajar serta mempersiapkan pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Guna mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman tentang peristilahan yang digunakan, berikut dikemukakan definisi operasional istilah-istilah tersebut. 1. Struktur seni tradisi Gaok ialah susunan unsur-unsur yang membangun

pertunjukan seni tradisi yang meliputi unsur dalang (para pemain) dan penonton, busana yang dipergunakan, wawacan (teks), waditra (alat-alat musik yang digunakan), susunan pertunjukan dan waktu, tempat dan jarak dalam pertunjukan.

2. Fungsi seni tradisi Gaok ialah fungsi seni tradisi Gaok bagi masyarakat Kelurahan Sindangkasih Kabupaten Majalengka secara luas baik untuk memberikan informasi keagamaan, menghibur masyarakat atau memberikan rekreasi kepada masyarakat sehingga menimbulkan rasa senang dan tenang, serta mempengaruhi pandangan hidup dan tingkah laku seseorang melalui isi wawacan yang dibacakan.


(11)

3. Model pelestarian seni tradisi Gaok dalam pembelajaran apresiasi sastra di SMA ialah cara-cara untuk mempertahankan seni tradisi yang ada di masyarakat sehingga tidak punah dengan menjadikan seni tradisi tersebut sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di SMA dengan mempertimbangkan pemikiran para budayawan, seniman, tokoh-tokoh seni tradisi serta partisipan lainnya.

F. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian yang digunakan sebagai pedoman penelitian adalah sebagai berikut.

1. Seni tradisi Gaok merupakan salah satu unsur budaya yang ikut memperkaya khazanah budaya nasional.

2. Seni tradisi lisan mengandung unsur-unsur pembangun dari dalam yang saling terkait sebagai satu-kesatuan sehingga memiliki makna.

3. Seni tradisi lisan mengandung nilai-nilai pendidikan, sejarah, budaya, dan sosial masyarakat pendukungnya.

4. Usaha analisis terhadap struktur dan fungsi seni tradisi akan membantu memahami makna yang terkandung dalam seni tradisi tersebut.

5. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam melestarikan sastra daerah- khususnya sastra lisan- adalah menjadikan seni tradisi tersebut sebagai salah satu bahan materi pembelajaran apresiasi sastra dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.


(12)

G. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang seni tradisi Gaok yang ada di Kabupaten Majalengka pernah dilakukan oleh Toto Rismanto (1994) dari Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung. Penelitian dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul Tinjauan Deskriptif Seni tradisi Gaok Desa Kulur Kabupaten Majalengka. Penelitian tersebut mengungkapkan permasalahan lahirnya seni tradisi Gaok di Majalengka serta menganalisis seni tradisi tersebut berdasarkan unsur seni karawitan.

Hasil penelitian yang dilakukan tersebut disimpulkan bahwa, seni tradisi Gaok di Wilayah Majalengka secara umum tidak dapat diidentifikasi asal-usul, waktu pertama kemunculan, serta pencetus seni tradisi tersebut. Hal ini terjadi karena beberapa hal di antaranya, seni radisi Gaok sudah dilakukan oleh beberapa generasi. Generasi pada jaman penjajahan mengalami kevakuman akibat dilarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu.

Simpulan berikutnya, yaitu dilihat dari bentuk penyajian, seni tradisi Gaok merupakan kesenian yang berbentuk sekaran dengan irama merdeka dan lebih mengutamakan pembawaan vokal yang bernada tinggi dengan ditunjang oleh kekayaan ornamen atau senggol yang dimiliki seorang penembang.


(13)

(14)

47 BAB III

METODE, TEKNIK, DAN INSTRUMEN PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analisis. Pendeskripsian data dilakukan dengan cara menunjukkan fakta-fakta yang berhubungan dengan struktur, fungsi seni tradisi Gaok. Penelitian tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data tetapi meliputi analisis dan interpretasi dari data tersebut (Surakhmad, 1994:139).. Selain melakukan penelitian di tempat, penulis juga melakukan studi kepustakaan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan penelitian, khususnya untuk mengetahui latar budaya dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi Gaok.

Danandjaja (1997:193) mengatakan bahwa penelitian dengan tujuan pengarsipan atau pendokumentasian bersifat penelitian di tempat. Dengan penelitian seperti ini, menurutnya, ada tiga tahap yang harus dilalui oleh peneliti agar penelitian berhasil, yaitu (1) tahap penelitian di tempat, (2) tahap penelitian di tempat sesungguhnya, dan (3) cara pembuatan naskah folklor bagi perarsipan. Berdasarkan hal tersebut, pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dengan persiapan, di antaranya:

(1) menetapkan daerah yang dijadikan tempat (lokasi) penelitian,


(15)

(3) menentukan informan,

(4) merekam pertunjukan tradisi Gaok, dan

(5) melakukan wawancara terhadap penutur dan informan.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mendeskripsikan serta menggali nilai-nilai budaya, struktur, fungsi seni tradisi Gaok. Selain ini pula, berdasarkan hasil wawancara serta dialog dengan informan ataupun para pakar pendidikan dan kebudayaan yang ada di Majalengka, penulis mengajukan sebuah model pelestarian budaya tradisi Gaok melalui pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

B. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian folklore, yaitu penelitian lapangan. Namun, sebagai penunjang dalam pelaksanaan penelitian, penulis melakukan studi pustaka untuk mengetahui latar belakang budaya Masyarakat Sindangkasih Kabupaten Majalengka yang telah diarsipkan sebelumnya. Menurut Danandjaja (1997:13) bahwa pengumpulan dan penginventarisan folklore dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) pengumpulan semua judul folklore (buku atau artikel yang sudah pernah dilakukan orang mengenai folklore Indonesia, yang kemudian diterbitkan berupa buku bibliografi folklore Indonesia, dan (2) mengumpulkan bahan-bahan folklore langsung dari tutur kata orang-orang anggota kelompok yang mempunyai folklore dan kemudian hasilnya diterbitkan atau diarsipkan. Lebih jelas lagi, penelitian pertama adalah penelitian di perpustakaan, sedangkan yang kedua merupakan penelitian lapangan.


(16)

Untuk memperoleh keberlakuan pertunjukan tradisi Gaok termasuk struktur dan fungsi serta model pelestariannya maka digunakan teknik nontes. Salah satunya teknik wawancara terarah disertai pencatatan atau perekaman dengan kaset dan perekaman gambar dengan handycam. Selain teknik wawancara, penulis juga menggunakan teknik observasi yang digunakan untuk melihat secara langsung pertunjukan seni tradisi Gaok.

Untuk lebih jelasnya, teknik pengumpulan data, tahapan-tahapannya menurut prosedur penelitian sebagai berikut.

1. Tahap Pra-Penelitian

Tahap ini meliputi; (1) penetapan seni tradisi yang akan dipertunjukan, (2) menentukan tempat (lokasi) penelitian Kelurahan Sindangkasih Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka, (3) mengadakan survey ke lokasi penelitian, (4) mempersiapkan instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam suara dan alat perekan gambar (handycam), kamera, catatan lapangan dan alat tulis.

2. Tahap Penelitian

Tahap ini meliputi; (1) menentukan informan yang dapat menuturkan dan memberikan informasi tentang seni tradisi Gaok yang diteliti, (2) melakukan perekaman pertunjukan seni tradisi Gaok dengan handycam, (3) melakukan wawancara terhadap informan, wawancara dilakukan dengan alat perekam (tape recorder) dan dilakukan pula pencatatan dan pemotretan jika dianggap perlu, (4) mendeskripsikan hasil wawancara.


(17)

3. Tahap Pelaporan

Tahap pelaporan meliputi; (1) menganalisis struktur pertunjukan dan fungsi seni tradisi Gaok (2) menganalisis hasil wawancara; (3) menyusun model pelestarian yang direncanakan; serta (4) membuat laporan penelitian.

C. Instrumen Penelitian

Nasution (1996:55) mengatakan, manusia sebagai instrument utama dalam penelitian kualitatif dipandang lebih serasi. Pada penelitian ini penulis berperan sebagai instrumen utama dalam menjaring data dan informasi yang diperlukan. Namun, untuk melakukan itu penulis menggunakan pedoman wawancara, tape recorder, handycam, kamera, dan lembaran angket, serta catatan lapangan.

Lebih lanjut, mengenai wawancara, Nasution (2000:114) menjelaskan bahwa, wawancara merupakan alat yang ampuh untuk mengungkapkan kenyataan hidup dan apa yang dipikirkan atau dirasakan orang tentang berbagai aspek kehidupan. Melalui tanya jawab, kita dapat memasuki alam pikiran orang lain sehingga diperoleh gambaran dunia mereka. Wawancara dapat berfungsi deskriptif, yaitu melukiskan dunia kenyataan seperti yang dialami orang lain. Wawancara menurut Guba & Lincoln (Moleong, 2000:137), terdiri atas empat macam, yaitu (1) wawancara oleh tim atau panel, (2) wawancara tertutup dan terbuka, (3) wawancara riwayat lisan, dan (4) wawancara terstruktur dan tak terstruktur. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara terstruktur, yaitu menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.


(18)

Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang keberlakuan nilai budaya dan fungsi tradisi Gaok serta termasuk harapan masyarakat Kelurahan Sindangkasih Kabupaten Majalengka dalam rangka pelestarian budaya tradisi Gaok tersebut. Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis membedakan antara pedoman wawancara yang digunakan secara khusus untuk penutur atau pelaku seni tradisi Gaok dan informan lain dari masyarakat setempat termasuk masyarakat umum di Majalengka yang berkompeten dalam bidang kesenian daerah atau budaya daerah. Dalam hal ini, di antaranya budayawan, seniman, para guru di SMA (guru Mata Pelajaran Bahasa Sunda, Bahasa Indonesia dan Seni Budaya), pejabat berwenang dalam kesenian atau instansi lain yang terkait dalam pelestarian budaya daerah.

Pedoman observasi digunakan untuk melihat atau mengamati secara langsung persiapan dan proses pelaksanaan pertunjukan seni tradisi Gaok. Penulis sebagai peneliti mengobservasi juga beberapa hal yang berkaitan dengan pertunjukan seperti perilaku pemain (pegaok), penonton (masyarakat sekitar), dan properti yang digunakan dalam pertunjukan.

Tape recorder digunakan untuk merekam wawancara dengan penutur dan informan. Kamera untuk mendukomentasikan peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang dianggap mendukung serta mendapatkan kejelasan tentang data tertentu dalam penelitian. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap perlu dan mendukung penelitian. Selanjutnya, handycam digunakan peneliti untuk merekam pertunjukan seni tradisi Gaok yang akan dijadikan dokumentasi penelitian.


(19)

D. Informan Penelitian

Informan utama dalam penelitian ini adalah dalang atau tukang cerita yang berasal dari Kelurahan Sindangkasih Kabupaten Majalengka. Data utama penelitian adalah pertunjukan seni tradisi Gaok yang dipentaskan oleh pelaku seni tradisi Gaok Kelurahan Sindangkasih yang komunitasnya mulai sudah berkurang. Usaha pengumpulan data juga dilakukan dengan bantuan masyarakat setempat seperti Lurah Sindangkasih, para tokoh masyarakat serta beberapa orang masyarakat. Mereka diwawancarai tentang keberlakuan nilai-nilai budaya dalam pertunjukan seni tradisi Gaok beserta fungsinya pada Masyarakat Sindangkasih. Selain itu, Penulis mengadakan wawancara dengan para pejabat berwenang Disdikbudpora Kabupaten Majalengka di antaranya Kasubag Kebudayaan, para seniman dan budayawan serta informan dari lingkungan sekolah atau guru. Informasi tersebut diperlukan mengingat seni tradisi Gaok akan diupayakan pelestarian pertunjukannya.

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, penulis mendatangi rumah para informan. Penulis terlebih dahulu memperkenalkan diri dan beramah-tamah lalu diikuti wawancara. Khususnya bagi penutur.

E. Data dan Sumber Data

Menurut Lofland & Lofland (Moleong, 2000:112), sumber data utama dalam penelitian alamiah adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Selanjutnya Moleong membagi jenis


(20)

data menjadi tiga bagian, yaitu kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis , foto dan statistik.

Data yang dijadikan bahan penelitian adalah pertunjukan seni tradisi Gaok yang direkam serta naskah cerita yang dibawakan dalam pertunjukan tersebut. Sumber data tersebut di antaranya pelaku seni tradisi Gaok, masyarakat sekitar di Kelurahan Sindangkasih Kabupaten Majalengka. Data-data direkam dan dicatat serta dikumpulkan kemudian dianalisis.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian menggunakan metode deskriptif, menurut Surakhmad (1994:139), tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data tetapi meliputi analisis dan interpretasi terhadap data tersebut. Oleh sebab itu, analisis dilakukan terhadap struktur, fungsi seni tradisi Gaok, model pembelajaran yang disusun penulis,dan data wawancara, lalu diinterpretasikan.

Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini ditempuh langkah-langkah sebagai berikut, yaitu;

(1) menentukan aspek-aspek struktur , fungsi tradisi Gaok,

(2) mendeskripsikan struktur, fungsi tradisi Gaok,

(3) mengelompokkan data tersebut berdasarkan ke dalam katagori struktur dan fungsi seni tradisi Gaok,


(21)

(4) menetapkan dan menyusun pertanyaan-pertanyaan berdasarkan data yang telah dikategorikan,

(5) menginterpretasikan data sesuai dengan teori yang digunakan,

(6) menyusun perencanaan model pelestarian seni tradisi Gaok,

(7) menganalisis model pembelajaran yang dibuat,

(8) menarik kesimpulan,


(22)

117 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Seni tradisi Gaok di Majalengka, khususnya di Dusun Dukuh Asem Kelurahan Sindangkasih adalah kearifan lokal budaya yang masih tersisa di wilayah tersebut. Berbeda dengan di beberapa desa yang ada di Kabupaten Majalengka, seni tradisi Gaok di Dukuh Asem sampai saat ini masih terpelihara dan terjaga. Terbukti dengan masih dilakukannya acara pertunjukan setiap beberapa bulan sekali atau minimal tiga kali dalam satu tahun. Pertunjukan tersebut biasanya dilakukan dalam acara membuka tanah, Mapag Sri, dan setelah panen padi.

Simpulan hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut.

1. Struktur seni tradisi Gaok meliputi beberapa unsur yaitu (a) waktu, tempat dan jarak, (b) wawacan, (c) tahapan-tahapan cerita, (d) pemain dan penonton, (e) alat musik pengiring, (f) busana, (g) tata cahaya dan (h) simbol. Semua unsur masih terjaga dalam pertunjukannya, namun dari beberapa unsur tersebut terdapat beberapa hal yang mengalami perubahan atau pergeseran. Hal ini disebabkan perubahan sosial budaya serta teknologi manusia yang semakin maju. Unsur yang mengalami pergeseran di antaranya naskah cerita, pemain dan penonton, tata cahaya, busana, serta alat musik pengiring.


(23)

2. Perilaku manusia dalam pertunjukan seni tradisi Gaok dapat diidentifikasi. Perilaku tersebut di antaranya perilaku religius, kebersamaan, dan saling menghibur. Perilaku religius diidentifikasi ketika para pemain dan penonton melakukan doa bersama. Mereka mengucapkan rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah memberikan rizki dan keselamatan kepada umatnya. Perilaku ini diungkap melalui pembacaan doa-doa dan pembacaan beberapa surat Al-Quran disertai pembakaran kemenyan. Walaupun sebagian dari masyarakat menganggapnya sebagai sesuatu yang bid’ah, namun bagi mereka itu hanya simbol dari penyampaian kepada sesuatu yang gaib. Tradisi pembakaran kemenyan merupakan salah satu kearifan lokal nenek moyang bangsa Indonesia yang masih dianggap sakral oleh masyarakat. Perilaku lain yang mudah ditemukan adalah perilaku rasa kebersamaan atau gotong royong, maksudnya di antara mereka tidak saling mendominasi. Perilaku ini terlihat dari kegiatan bersama-sama berkumpul dan duduk di atas tikar, tidak memakai pembatas yang jelas antarpemain dan penonton. Yang terakhir adalah perilaku saling menghibur, mereka memberikan sesuatu yang membuat anggota masyarakat lainnya terhibur. Perilaku salah seorang atau atau pemain menari jaipongan di saat dalang berhenti membacakan pupuh, menimbulkan reaksi terhadap penonton lain, umpamanya penonton tertawa gembira sambil bertepuk tangan atau memberikan respon suara dengan hentakan nada sehingga penari bertambah bersemangat serta suasana bertambah hangat penuh canda tawa.


(24)

3. Fungsi seni tradisi Gaok meliputi beberapa hal, di antaranya fungsi religius, fungsi hiburan, fungsi komunikasi masyarakat, fungsi pendidikan dan pengajaran. Fungsi religius terungkap saat permulaan pertunjukan dengan melakukan doa kepada Allah swt supaya diberikan kesehatan dan keselamatan serta diberikan rizki yang berlimpah. Fungsi ini pun dapat ditemukan di akhir pertunjukan, yaitu salah seorang pemain (seorang wanita) membacakan doa dengan menggunakan bahasa Jawa. Fungsi hiburan merupakan fungsi yang paling dominan. Sebagai sebuah seni pertunjukan, seni Gaok ini memberikan kesenangan pada masyarakat yang menontonnya. Fungsi yang lain yaitu Fungsi komunikasi masyarakat, seni tradisi Gaok dapat dijadikan media pemberitahuan sesuatu hal kepada khalayak. Misalnya, informasi akan dilakukannya waktu menanam bibit padi, atau menginformasikan bahwa padi di sawah mulai berbuah maka pelihara dan jagalah dengan baik supaya hasilnya baik. Terakhir sebagai fungsi pendidikan dan pengajaran, fungsi ini dilakukan melalui percontohan para orang tua kepada anak-anaknya atau generasi muda untuk menanamkan sikap musyawarah, bergotong royong serta saling memberikan manfaat kepada orang lain. Fungsi ini pun dapat terungkap berdasarkan isi cerita yang dibacakan. Umpamanya cerita Sulanjana memberikan pendidikan dan pengajaran tentang bagaimana menjadi pemimpin yang adil, rakyat yang patuh atau bagaimanakah menjadi petani yang baik dalam mengurus dan menjaga tanamannya yang diberikan oleh Yang Mahakaya.


(25)

4. Model yang diusulkan oleh penulis untuk pelestarian seni tradisi Gaok sebagai bagian dari kearifan lokal dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teching and Learning (CTL). Model ini dilandasi dengan tujuh strategi pembelajaran yaitu, konstruktivisme, inkuiri, pemodelan, bertanya, masyarakat belajar, refleksi, dan penilaian nyata. Siswa diarahkan untuk mengenali lebih dalam melalui observasi langsung ke lapangan (masyarakat yang masih melakukan pertunjukan seni tradisi Gaok) serta mengenali kearifan lokal masyarakat lainnya yang ada di sekitar. Dalam kegiatan itu, diharapkan akan terjadi suatu proses kegiatan yang melibatkan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa sehingga mampu menjadi pelestari seni tradisi leluhurnya.

A. Saran

Dalam upaya untuk melestarikan seni tradisi Gaok ini, penulis menyampaikan beberapa saran yang ditujukan ke berbagai pihak terkait, sebagai berikut.

1. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM), Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka menyusun visi dan misi serta mengembangkannya sebagai pilar-pilar pembangunan masa yang akan datang. Isi yang terkandung di dalam RPJM tersebut diharapkan lebih spesifik lagi dalam menjabarkan masalah pelestarian budayanya, sehingga pelaksanaan pelestarian kearifan budaya masyarakat asli Majalengka termasuk seni tradisi Gaok, akan terealisasi melalui program-program yang dicanangkan pemerintah daerah.


(26)

2. Pembicaraan program pelestarian terkait erat dengan dana yang dianggarkan pemerintah daerah, Besaran dana diharapkan seimbang dengan program yang akan dilaksanakan sehingga selain terjadi efektivitas pelestarian seni tradisi daerah juga efektivitas pendanaan.

3. Perhatian pemerintah terhadap seni tradisi lokal diharapkan lebih nyata. Salah satunya yang belum dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka adalah belum diwadahinya para seniman tradisional termasuk seniman Gaok dalam sebuah sanggar seni tradisi budaya daerah. Jika hal itu dilakukan, maka harapan untuk kegiatan pelestarian seni tradisi ini akan terwujud.

4. Salah satu lembaga yang saat ini sering dipakai tempat untuk mewariskan budaya adalah sekolah. Setiap sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi diharapkan dapat menyusun silabus pembelajaran yang salah satunya membahas seni tradisi daerah (Gaok) sebagai bagian dari kearifan lokal masyarakat Majalengka.

5. Model yang disusun penulis diharapkan dapat diaplikasikan di kelas dengan perubahan disesuaikan situasi dan kondisi sekolah. Selain itu, para guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda dan Seni Budaya diharapkan dapat lebih kreatif lagi dalam menyusun model pembelajaran yang efektif berkenaan dengan materi seni tradisional Majalengka sehingga dapat membantu program pelestarian seni budaya.


(27)

6. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dalam penelitian bidang ilmu sastra (sastra lisan), khususnya lagi bagi peneliti yang akan menkaji lebih dalam lagi seni tradisi Gaok Majalengka.


(28)

123

Abrams, M.H. (1971). A Glosaary of Literaty Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston

Alatas, S.H. (Ed). (1987). Kumpulan Kritikkan Sastra Timur dan Barat. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Aminuddin. (1995). Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang: IKIP Semarang Press.

Aminuddin. (2000). Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Bacom, Willian R. (1965a). Four Function of Folklore. The Study of Folklore (Alan

Dundes ed.) Englewood cliffs:NJ. Prentice Hall Inc.

Badrun, Ahmad. (2003). Patu MBojo:Struktur, Konteks Pertunjuan, Proses Penciptaan dan Fungsi.(Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia.

Baried, St.B,dkk. (1985). Memahami Hikayat dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Brown, Gillian dan Geordge Yule. (1996). Analisis Wacana,(Terj) Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Brunvard, J.H. (1968). The Study of American Folklore.An Introduction. New York: W.W. Norton 7 Co.Inc.

Danandjaja, J. (1994). Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Day, Tony. (1989). “Studi Pertunjukan dan Seni Wayang Kulit Jawa: Ide-ide Dasar, Pendekatan, dan Permasalahannya” dalam Warta ATL. Nomor IV, Mei 1998.

Esten, Mursal. (1990). Sastra Indonesia dan Tradisi Subkultural. Bandung: Angkasa. Faruk. (1994). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.


(29)

Fenannie, Zainuddin. (2000). Telaah Sastra. Surakarta: MUP

Hamid, Ismail. (1986). Sastra Rakyat:Suatu Warisan.Penerbit Fajar Bakthi SDN:Kuala Lumpur.

Hawkes, T. (1987). Strukturalism and Semiotics. London: Metheun & Co Ltd. Herusatoto, Budiono. (2008). Simbolisme Jawa. Jogjakarta: Ombak

Hoerip, Satyagraha. (1982). Sejumlah Masalah Sastra. Jakarta: Seni Esni.

Hutomo,Suripan Hadi. (1991). Mutiara yang Terlupakan :Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya:HISKI.

Jones, A. (1968). Outlines of Literature. Short Stories, Novels, and Poems. New York: The Macmillan Company.

Joyce, Bruce, Weil, Marsha., with Emily Calhoun. (2000). Models of Teaching.6th ed.Bostom: Allyn and Bacom A Pearson Education Company.

Kartoko, D & B. Rahmanto. (1986). Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Kennedy, X.J. (1983). Literature and Introduction to Fictions, Poetry and Drama. Boston: Little Brown & Company.

Kenny, W. (1966). How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press.

Khristina. (2004). Kajian Truktur, Nilai Budaya, dan Konteks Cerita Rakyat dalam Tradisi Barebab di Kabupaten Padang Pariaman. Tesis SPs. Bandung: UPI.

Koesnosoebroto, S.B. (1988). The Anatomi of Prose Fiction. Jakarta: Depdikbud PLPPTK.

Koentjaraningrat. (1977). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat. (1980). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.


(30)

Krech, D. (1982). Individual and society. Tokyo: Mc. Graw-Hill International Co. Lubis, M. (1981). Teknik Mengarang. Jakarta: Nunang Jaya.

Lutan, Rusli. (2001). Keniscayaan Pluralitas Budaya. Bandung: Angkasa.

Luxemburg, J.V. (1989). Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: Gramedia.

Mahmud,K.K. (1993). Sastra Indonesia dan Daerah. Bandung: Angkasa.

Maleong,Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhadi dan Hasanuddin. (1990). Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP Padang. Nasution. (1996). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung:Tarsito. Nurgiyantoro,B. (1995b). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Oemarjati,B.S. (1971). Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Gunung Agung

Pudentia, MPSS. (Ed).(1998). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Tradisi Lisan.

Pudentia, MPSS. (2009). Seni Pertunjukan. [Online]. Tersedia:http://id wikipedia.org/wiki/seni.tradisional.

Rahmanto.B. (1999). Cerita Rekaan dan Drama. Jakarta: UT

Rampan, Korrie Layun. (1983). Perjalanan Sastra Indonesia. Jakarta: Gunung Jati. Robson, A.D. (1988). Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia. Jakarta: P3B. Rokeach, Milton. (1973). The Nature of Human Values, Et.al. New York: The Free Press.

Rosidi, Ayip. (1995). Sedikit Catatan tentang Apresiasi Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Rusyana,Yus. (1982). Metodologi Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.


(31)

Rusyana,Yus. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro.

Rusyana,Yus. (1994). Keadaan Penelitian Dewasa Ini tentang Sastra Daerah, makalah untuk FKHPSS, Jakarta 28 November 1993-1 Desember 1994 Schechner, Richard. (2002). Perfomance. Studies. An introduction. London & New

York: St. Edmundsbury Press.

Slamet, RHI. (2009). “45 Seni Tradisi Nyaris Punah”. Pikiran Rakyat. (2 Maret 2009) Semi, M Antar. (1990). Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Semi, M Antar. (1993). Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Soekanto, S. (1986). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali. Soemardjo. (1983). Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.

Spradley, P,James.(1997). Metode Etnografi.Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogya. Stanton, R. (1995). An Introduction to Fiction. London: Hold, Rinehard and Wiston. Sudikan,Setya Yuwana.(1993). Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya:Citra

Wacana.

Sudjiman, P. (1985). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Suharianto, S. (1982). Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Utama.

Surakhmad, W. (1994). Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik. Bandung: Tarsito.

Suriasumantri. (1999). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sutrisno, S. (1983). Hikayat Hang Tuah: Analisis Struktur dan Fungsi. (Disertasi). Yogyakarta: UGM

Tashadi,dkk. (1994). Refleksi Nilai-nilai Budaya Jawa. Jakarta: Depdiknas. Teeuw,A. (1982). Khazanah Sastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


(32)

Teew, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Teew, A. (1991). Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Wangsadiharja,E. (1995). Simbar Kancana Ngadeg Raja: Fragmen Talaga Manggung. Majalengka: Catur Mitra Pendidikan Kab. Majalengka Wellek, Rene & Warren, A. (1995). Teori Kesusastraan. (Terj. Melani Budianta).


(1)

122

6.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dalam

penelitian bidang ilmu sastra (sastra lisan), khususnya lagi bagi peneliti yang

akan menkaji lebih dalam lagi seni tradisi Gaok Majalengka.


(2)

123

Winston

Alatas, S.H. (Ed). (1987).

Kumpulan Kritikkan Sastra Timur dan Barat

. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Aminuddin. (1995).

Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra

.

Semarang: IKIP Semarang Press.

Aminuddin. (2000).

Pengantar Apresiasi Sastra

. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Bacom, Willian R. (1965a).

Four Function of Folklore. The Study of Folklore

(Alan

Dundes ed.) Englewood cliffs:NJ. Prentice Hall Inc.

Badrun, Ahmad. (2003).

Patu MBojo:Struktur, Konteks Pertunjuan, Proses

Penciptaan dan Fungsi.

(Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia.

Baried, St.B,dkk. (1985).

Memahami Hikayat dalam Sastra Indonesia

. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Brown, Gillian dan Geordge Yule. (1996).

Analisis Wacana,

(Terj) Soetikno. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Brunvard, J.H. (1968).

The Study of American Folklore.An Introduction

. New York:

W.W. Norton 7 Co.Inc.

Danandjaja, J. (1994).

Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain

.

Jakarta: Grafiti.

Day, Tony. (1989). “Studi Pertunjukan dan Seni Wayang Kulit Jawa: Ide-ide Dasar,

Pendekatan, dan Permasalahannya” dalam Warta ATL. Nomor IV, Mei

1998.

Esten, Mursal. (1990).

Sastra Indonesia dan Tradisi Subkultural

. Bandung: Angkasa.

Faruk. (1994).

Pengantar Sosiologi Sastra

. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.


(3)

124

Fenannie, Zainuddin. (2000).

Telaah Sastra

. Surakarta: MUP

Hamid, Ismail. (1986).

Sastra Rakyat:Suatu Warisan

.Penerbit Fajar Bakthi

SDN:Kuala Lumpur.

Hawkes, T. (1987).

Strukturalism and Semiotics

. London: Metheun & Co Ltd.

Herusatoto, Budiono. (2008).

Simbolisme Jawa

. Jogjakarta: Ombak

Hoerip, Satyagraha. (1982).

Sejumlah Masalah Sastra

. Jakarta: Seni Esni.

Hutomo,Suripan Hadi. (1991).

Mutiara yang Terlupakan :Pengantar Studi Sastra

Lisan.

Surabaya:HISKI.

Jones, A. (1968).

Outlines of Literature. Short Stories, Novels, and Poems

. New

York: The Macmillan Company.

Joyce, Bruce, Weil, Marsha., with Emily Calhoun. (2000).

Models of Teaching

.6

th

ed.Bostom: Allyn and Bacom A Pearson Education Company.

Kartoko, D & B. Rahmanto. (1986).

Pemandu di Dunia Sastra

. Yogyakarta:

Kanisius.

Kennedy, X.J. (1983).

Literature and Introduction to Fictions, Poetry and Drama

.

Boston: Little Brown & Company.

Kenny, W. (1966).

How to Analyze Fiction

. New York: Monarch Press.

Khristina. (2004).

Kajian Truktur, Nilai Budaya, dan Konteks Cerita Rakyat dalam

Tradisi Barebab di Kabupaten Padang Pariaman

. Tesis SPs. Bandung:

UPI.

Koesnosoebroto, S.B. (1988).

The Anatomi of Prose Fiction

. Jakarta: Depdikbud

PLPPTK.

Koentjaraningrat. (1977).

Metode-metode Penelitian Masyarakat

. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. (1980).

Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan

. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.


(4)

Krech, D. (1982).

Individual and society

. Tokyo: Mc. Graw-Hill International Co.

Lubis, M. (1981).

Teknik Mengarang

. Jakarta: Nunang Jaya.

Lutan, Rusli. (2001).

Keniscayaan Pluralitas Budaya

. Bandung: Angkasa.

Luxemburg, J.V. (1989).

Pengantar Ilmu Sastra

. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko.

Jakarta: Gramedia.

Mahmud,K.K. (1993).

Sastra Indonesia dan Daerah

. Bandung: Angkasa.

Maleong,Lexy J. (2000).

Metodologi Penelitian Kualitatif

. Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Muhadi dan Hasanuddin. (1990).

Prosedur Analisis Fiksi

. Padang: IKIP Padang.

Nasution. (1996)

. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif

. Bandung:Tarsito.

Nurgiyantoro,B. (1995b).

Teori Pengkajian Fiksi

. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Oemarjati,B.S. (1971).

Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia

. Jakarta: Gunung

Agung

Pudentia, MPSS. (Ed).(1998).

Metodologi Kajian Tradisi Lisan

. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia dan Yayasan Tradisi Lisan.

Pudentia,

MPSS.

(2009).

Seni

Pertunjukan.

[Online].

Tersedia:http://id

wikipedia.org/wiki/seni.tradisional.

Rahmanto.B. (1999).

Cerita Rekaan dan Drama

. Jakarta: UT

Rampan, Korrie Layun. (1983).

Perjalanan Sastra Indonesia

. Jakarta: Gunung Jati.

Robson, A.D. (1988).

Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia.

Jakarta: P3B.

Rokeach, Milton. (1973).

The Nature of Human Values, Et.al

. New York: The Free

Press.

Rosidi, Ayip. (1995)

. Sedikit Catatan tentang Apresiasi Sastra

. Jakarta: Pustaka Jaya.

Rusyana,Yus. (1982).

Metodologi Pengajaran Sastra

. Bandung: Gunung Larang.


(5)

126

Rusyana,Yus. (1984).

Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan

. Bandung:

Diponegoro.

Rusyana,Yus. (1994).

Keadaan Penelitian Dewasa Ini tentang Sastra Daerah

,

makalah untuk FKHPSS, Jakarta 28 November 1993-1 Desember 1994

Schechner, Richard. (2002).

Perfomance. Studies. An introduction

. London & New

York: St. Edmundsbury Press.

Slamet, RHI. (2009). “45 Seni Tradisi Nyaris Punah”.

Pikiran Rakyat

. (2 Maret 2009)

Semi, M Antar. (1990).

Metode Penelitian Sastra

. Bandung: Angkasa.

Semi, M Antar. (1993).

Kritik Sastra

. Bandung: Angkasa.

Soekanto, S. (1986).

Sosiologi Suatu Pengantar

. Jakarta: Rajawali.

Soemardjo. (1983).

Memahami Kesusastraan

. Bandung: Alumni.

Spradley, P,James.(1997).

Metode Etnografi

.Yogyakarta:PT. Tiara Wacana Yogya.

Stanton, R. (1995).

An Introduction to Fiction

. London: Hold, Rinehard and Wiston.

Sudikan,Setya Yuwana.(1993).

Metode Penelitian Sastra Lisan

. Surabaya:Citra

Wacana.

Sudjiman, P. (1985).

Memahami

Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Suharianto, S. (1982).

Dasar-dasar Teori Sastra

. Surakarta: Widya Utama.

Surakhmad, W. (1994). Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode dan Teknik.

Bandung: Tarsito.

Suriasumantri. (1999).

Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer

. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

Sutrisno, S. (1983).

Hikayat Hang Tuah: Analisis Struktur dan Fungsi

. (Disertasi).

Yogyakarta: UGM

Tashadi,dkk. (1994).

Refleksi Nilai-nilai Budaya Jawa

. Jakarta: Depdiknas.

Teeuw,A. (1982).

Khazanah Sastra Indonesia

. Jakarta: Balai Pustaka


(6)

Teew, A. (1984).

Sastra dan Ilmu Sastra

. Jakarta: Pustaka Jaya.

Teew, A. (1991).

Membaca dan Menilai Sastra

. Jakarta: Gramedia.

Wangsadiharja,E. (1995).

Simbar Kancana Ngadeg Raja: Fragmen Talaga

Manggung.

Majalengka: Catur Mitra Pendidikan Kab. Majalengka

Wellek, Rene & Warren, A. (1995).

Teori Kesusastraan

. (Terj. Melani Budianta).

Jakarta: Gramedia.