”GEDUNG PAGELARAN MUSIK KLASIK DI SURABAYA”.

(1)

TUGAS AKHIR

”GEDUNG PAGELARAN MUSIK KLASIK

DI SURABAYA”

untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

Diajukan oleh :

GANIS HASBY AMIRUDDIN

0651010050

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR

2011


(2)

TUGAS AKHIR

GEDUNG PAGELARAN MUSIK KLASIK

DI SURABAYA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

GANIS HASBY AMIRUDDIN

0651010050

Telah dipertahankan didepan tim penguji Pada tanggal : 29 JULI 2011

Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1)

Tanggal : 9 Agustus 2011

Ir. Naniek Ratni JAR., M.kes NIP. 19590729 198603 2 00 1

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Pembimbing Utama

Ir. Niniek Anggriani, MTP. NIP. 19580124 198703 2 00 1

Pembimbing Pendamping

Ir. Eva Elviana, MT. NPT. 3 6604 94 0032 1

Penguji

Ir. Erwin Djuni W., MT NPT. 3 6506 99 0166 1

Lily Syahrial, ST, MT NIP. 19550908 199103 1 00 1

Heru Subiyantoro, ST, MT. NPT. 3 7102 96 0061 1


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas segala nikmat dan karunia Tuhan Yesus Kristus atas semua berkat-Nya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya” ini dapat terselesaikan dengan baik, guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur di Surabaya.

Penulis menyadari bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini juga tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Bersama ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Naniek Ratni JAR., M.kes selaku dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perancanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Bapak Ir. Syaifuddin Zuhri, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Ir. Niniek Anggriani. MTP, selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Eva Elviana, MT, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus moderator pada sidang Komprenhensif Tugas Akhir yang telah menyediakan waktu, tenaga dan bimbingannya didalam penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Ibu Ir. Sri Suryani Yuprapti Winasih, MT., selaku koordinator LAB Tugas Akhir.

5. Bapak Ir. Erwin Djuni W., MT, Bapak lily Syahrial, ST, MT., dan Bapak Heru Subiyantoro, ST, MT.,selaku Dosen Penguji pada Sidang Komprenhensif Tugas Akhir.

6. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 7. Kedua Orang Tua saya yang selalu memberikan semangat, kasih sayang,

dan dukungan baik moril maupun material, serta dukungan doa-doanya, sehingga saya dapat melalui semua dan dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.


(4)

8. Adekku Ghazie, terima kasih sudah banyak membantu ngeprint laporan tugas akhir dan juga pinjaman motornya sampai rela sekolah nebeng temen ( thank’s adekku ).

9. Sahabat-sahabat terbaiku, Boni, Agung, Dhimas, Aan, Sufi, Gundul lutfi, si Bos. Semangat buat raih cita-cita kita!! ( Tim Yahud mantabe)

10. Hendra pawe, maksih udah banyak bantu dan sarannya.

11. Cak Unyil, makasih semua buat saran, meski agak ngeriwik, hahaha

12. Teman-teman di studio TA, Boni, Agung, Dhimas, Aan, Liana, Hendra, Dodi, Deniar, Ardiansyah, Deni, Hamdi, mas Dhani, Romey, Adin.

13. Teman-teman Arch’04, Arch’05, Arch’07, Arch’08. 14. Teman-teman dari jurusan Sipil dan Lingkungan.

15. Om Dedi & tante Tini ( ortu boni ) terima kasih sudah memberikan fasilitas dan konsumsi bila saya menginap disana.

16. Trimakasih sama teman-teman rumah yang sudah men support untuk segera lulus.

17. My “Bee” Arintika (prokem), yang selalu memberikan dukungan moril dan nggak capek-capeknya nginggetin aku buat selalu semangat, meski agak marahan dan nyebelin tapi gak apa-apa, “kamu the best buat aku”.

18. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan, pengarahan, dan dukungannya.

Dalam kesempatan ini penulis juga memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan dalam menyusun laporan ini. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran guna adanya perbaikan yang berarti agar hasil yang tercapai dapat lebih baik lagi.

Akhir kata, semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Surabaya, Agustus 2011


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Lembar Pengesahan ...ii

Kata Pengantar ...iii

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar...viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Diagram...xi

Abstrak ...xii

BAB I PENDAHULUAN

...

1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan Perancangan ... 4

1.3 Lingkup Perancangan (Batasan Asumsi)... 4

1.4 Metode Perancangan ... 5

1.5 Sistematika Laporan... 6

BAB II TINJAUAN PERANCANGAN... 8

2.1 Tinjauan umum ... 8

2.1.1 Pengertian Judul ... 8

2.1.2 Studi Literatur ... 9

2.1.3 Studi Kasus ... 20

2.1.4 Persyaratan Pokok Proyek ... 26

2.2 Tinjauan Khusus ... 28

2.2.1 Lingkup Pelayanan... 28

2.2.2 Aktifitas dan Kebutuhan Ruang ... 28

2.2.3 Pengelompokan Ruang ... 30

2.2.4 Perhitungan Luas Ruang ... 31


(6)

3.1 Latar Belakang Pemilihan Lokasi ... 41

3.2 Penetapan Lokasi ... 42

3.3 Fisik Lokasi... 43

3.3.1 Existing ... 43

3.3.2 Aksesibilitas ... 45

3.3.3 Potensi Bangunan Sekitar ... 46

3.3.4 Infrastuktur Kota ... 47

BAB IV ANALISA PERANCANGAN ... 49

4.1 Analisa ruang ... 49

4.1.1 Organisasi Ruang ... 49

4.1.2 Hubungan Ruang dan Sirkulasi... 51

4.1.3 Diagram Abstrak ... 53

4.2 Analisa Site ... 54

4.2.1 Analisa Aksesbilitas ... 54

4.2.2 Analisa Iklim... 56

4.2.3 Analisa Lingkungan Sekitar... 56

4.2.4 Analisa Zoning ... 57

4.3 Analisa Bentuk dan Tampilan... 58

4.3.1 Analisa bentuk... 58

4.3.2 Analisa tampilan ... 58

BAB V KONSEP PERANCANGAN... 59

5. 1. Konsep Dasar Rancangan... 59

5. 2. Konsep Bentuk ... 59

5. 3. Konsep Tampilan ... 60

5. 4. Konsep Sirkulasi ... 61

5. 5. Konsep Ruang Dalam (Interior) ... 61

5. 6. Konsep Ruang Luar... 61

5. 7. Konsep Struktur... 62


(7)

BAB VI APLIKASI PERANCANGAN ... 64

6. 1. Aplikasi Bentuk... 64

6. 2. Aplikasi Tampilan ... 65

6. 3. Aplikasi Sirkulasi ... 66

6. 4. Aplikasi Ruang Luar ... 66

6. 5. Aplikasi Ruang Dalam Bangunan (Interior) ... 67

Daftar Pustaka ... 68


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Auditorium musik dengan denah lantai segi empat ... 11

Gambar 2. 2. Auditorium musik dengan denah bentuk kipas ... 12

Gambar 2. 3. Auditorium musik dengan denah bentuk tapal kuda... 12

Gambar 2. 4. Auditorium musik dengan denah bentuk tidak teratur ... 13

Gambar 2. 5. Bentuk auditorium... 14

Gambar 2. 6. Sumber bunyi ... 14

Gambar 2. 7. Lantai penonton... 15

Gambar 2. 8. Potongan langit-langit datar ... 19

Gambar 2. 9. Potongan langit-langit yang dimiringkan... 19

Gambar 2. 10. Tampak atas... 21

Gambar 2. 11. Entrance lobby... 22

Gambar 2. 12. Ruang pertunjukan ... 22

Gambar 2. 13. Langit-langit ... 22

Gambar 2. 14. Stage ... 23

Gambar 2. 15. Tampak bangunan ... 24

Gambar 2. 16. Tempat duduk penonton... 25

Gambar 2. 17. Denah main hall ... 25

Gambar 2. 18. Langit-langit ... 26

Gambar 2. 19. Lantai panggung... 27

Gambar 2. 20. Langit-langit ... 27

Gambar 2. 21. Auditorium ... 27

Gambar 3. 1. Lokasi site ... 42

Gambar 3. 2. Tampak site ... 43

Gambar 3. 3. Site area ... 44

Gambar 3. 4. Batas utara ... 44

Gambar 3. 5. Batas timur ... 44

Gambar 3. 6. Batas selatan... 45


(9)

Gambar 3. 8. Aksesbilitas ... 45

Gambar 3. 9. Jalan raya... 47

Gambar 3. 10. Saluran air bersih dan kotor ... 47

Gambar 3. 11. Jaringan listrik ... 47

Gambar 3. 12. Jaringan TELKOM... 48

Gambar 4. 1. Kondisi site... 55

Gambar 4. 2. Analisa kondisi aksesbilitas site... 55

Gambar 4. 3. Analisa site ... 56

Gambar 4. 4. Hotel Majapahit... 57

Gambar 4. 5. Plaza Tunjungan (SOGO) ... 57

Gambar 4. 6. Analisa zoning... 57

Gambar 4. 7. Analisa bentuk... 58

Gambar 4. 8. Analisa tampilan... 58

Gambar 5. 1. Tampak depan bangunan... 60

Gambar 5. 2. Pola ruang dalam... 61

Gambar 6. 1. Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya... 65

Gambar 6. 2. Tampak Barat ... 65

Gambar 6. 3. Sirkulasi dalam site ... 66

Gambar 6. 4. Vegetasi pada area gedung... 67

Gambar 6. 5. Interior Auditorium Utama... 68

Gambar 6. 7. Interior Cafetaria ... 68


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1. Pelaksanaan pagelaran Musik Klasik... 2

Tabel 1. 2. Kondisi gedung di Surabaya ... 3

Tabel 2. 1. Aktifitas dan kebutuhan ruang gedung pertunjukan ... 29

Tabel 2. 2. Perhitungan kebutuhan ruang... 32


(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. 1. Metode perancangan gedung pagelaran musik klasik

di Surabaya... 6

Diagram 4. 1. Organisasi ruang area main hall... 49

Diagram 4. 2. Organisasi ruang area penunjang ... 50

Diagram 4. 3. Organisasi ruang area pengelola ... 50

Diagram 4. 4. Organisasi ruang area servis ... 51

Diagram 4. 5. Alur sirkulasi pengunjung pada area main hall... 51

Diagram 4. 6. Alur sirkulasi pengunjung pada area penunjang ... 52

Diagram 4. 7. Alur sirkulasi penggelar pertunjukan ... 52

Diagram 4. 8. Alur sirkulasi pengelola ... 53

Diagram 4. 9. Alur sirkulasi area servis... 53


(12)

ABSTRAKSI

Rancangan Arsitektur

Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya

Musik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Musik adalah bahasa manusia, karena dengan musik kita dapat mengekspresikan kemauan, perasaan, atau isi hati kita tanpa harus mengerti terlebih dahulu bahasa yang dipakai oleh mereka yang mendengarkan musik kita.

Perkembangan musik klasik di Surabaya terasa masih tertinggal dibandingkan dengan perkembangan musik klasik di Jakarta, sedangkan geliat musik klasik di Surabaya cukup baik. Ada konser-konser kecil. Lokakarya. Bahkan, salah satu radio swasta merayakan ulang tahun ke-25 dengan menggelar lomba dan resital piano.

Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya adalah bangunan yang diperuntukan sebagai tempat untuk menggelar konser musik klasik dan bersifat komersial. Lokasi yang dipilih di Surabaya Pusat memang dikhususkan untuk fasilitas perdagangan dan jasa. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam sektor perdagangan dan pariwisata, lokasi ini sangat cocok bagi proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya.

Proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini dibuat dengan konsep bangunan yang baru, yang diharapkan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Surabaya untuk mengunjungi gedung pertunjukan musik ini.

Kata Kunci :


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Musik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Musik selalu ada di tengah-tengah kehidupan manusia. (Wadsworth Longfellow 1807-1882) mengatakan “Music is the universal language of mankind”. Musik adalah bahasa manusia, karena dengan musik kita dapat mengekspresikan kemauan, perasaan, atau isi hati kita tanpa harus mengerti terlebih dahulu bahasa yang dipakai oleh mereka yang mendengarkan musik kita. Banyak orang sangat menikmati mendengarkan musik tanpa latar belakang pengetahuan yang khusus tentang bentuk, teknik bahkan sejarahnya; meski beberapa pengenalan terhadap metode komposisi musik dan karakteristik individu pencipta maupun komposernya dapat meningkatkan pengalaman musik seseorang. Perkembangan musik klasik di Surabaya terasa masih tertinggal dibandingkan dengan perkembangan musik klasik di Jakarta, apalagi musik klasik di kalangan remaja terasa dianaktirikan. Hal ini disebabkan kurangnya pergelaran, konser-konser, pembinaan dan pendidikan tentang musik klasik, sehingga gairah apresiasinya juga masih belum berkembang. (Surabaya Post, 15 oktober 1999). Di tambah dengan kurangnya tenaga profesional yang ada serta fasilitas- fasilitas pendukung lainnya. Banyaknya kursus-kursus musik di Surabaya tidak ditunjang dengan adanya suatu tempat dimana pertunjukan musik dapat diadakan khususnya bagi pagelaran musik orkestra dan musik klasik sedangkan geliat musik klasik di Surabaya cukup baik. Ada konser-konser kecil. Lokakarya. Bahkan, Radio Suara Surabaya FM 100 merayakan ulang tahun ke-25 dengan menggelar lomba dan resital piano. Schopan Piano Competition demikian tema festival ala Suara Surabaya. SSFM dari dulu punya program musik klasik tiap Minggu malam. Pak Errol Jonathans sebagai salah satu pimpinan di SSFM merasa perlu memberi tempat yang pantas kepada musik klasik, khususnya piano. Hal inilah yang turut menghambat perkembangan musik khususnya di Surabaya, sehingga


(14)

konser-konser musik biasanya dilakukan di hotel-hotel berbintang yang notabene kurang memadai dari segi akustiknya. Dan untuk pagelaran musik klasik sering diadakan tetapi hanya bertempat di Hotel-Hotel berbintang.

Tabel 1.1 Pelaksanaan Pagelaran Musik Klasik

Tanggal Pengunjung Tempat Kegiatan Desember

2002

± 300 Orang * Concert-classic Sympony Agustus

2003

± 350 Orang * Sympony- classic Cello 23 November

2007

± 300 Orang Graha ITS Musicademia Twilite Orchestra 11 Desember

2007

± 800 Orang Hotel J.W Marriott Konser Natal “SSO”

15 April 2008 ± 1000 Orang Ballroom Hotel Sheraton Spring Concert 2008 “SSO” 12 Agustus

2008

± 750 orang Hotel Shangri-La Konser kemerdekaan 2008 ”SSO” 12 September

2008

± 250 Orang CCCL Jl. Darmo Kali 10 Surabaya

Pagelaran Musik Klasik Solo Gitar “Maud

Laforest” 5 Desember

2008

± 1200 Orang Ballroom Hotel Shangri-La The 12 th Anniversary Concert 15 Desember

2008

± 800 Orang Ballroom Hotel Shangri-La Christmas Concert 2008 “SSO”

14 April 2009 ± 750 Orang Hotel Shangri-La Spring Concert 2009

18 Agustus 2009

± 800 Orang Hotel Shangri-La Konser kemerdekaan 2009 ”SSO”

Sumber : Olah data penulis, 2009 Keterangan :

”SSO” : Surabaya Symphony Orchestra  * : Belum diketahui

Surabaya sebagai kota metropolis, belum memiliki gedung pertunjukkan musik yang memenuhi standar akustik internasional. Sarana gedung konser


(15)

dengan fasilitas yang memadai akan menunjang dan memperlancar perkembangan musik. Namun gedung konser tersebut tidak tersedia di Surabaya. Memang ada Gedung Cak Durasim ”Taman Budaya Jatim” (TBJ) sebagai gedung kesenian namun sayangnya gedung ini tidak memenuhi standart sebagai gedung konser. Meskipun letaknya stategis, berada di pusat kota dan mudah dicapai dari segala penjuru tetapi banyak hal selain masalah akustik yang sangat kurang. Seperti masalah tata cahaya, penghawaan, panggung maupun akustik.

Tabel 1.2 Kondisi Gedung di Surabaya

Kondisi Fisik Gedung

Pagelaran di Surabaya

Kapasitas

AC Ligthing Akustik Stage Parkir

J.W Marriot ±1500 ** * * * ** Shangrila

Hotel

±1700 ** * * * **

CCCL ±500 ** ** ** * * Hotel Sheraton ±1300 ** * * * **

Graha ITS ±500 * * * * **

Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2000 Keterangan :

** : terdapat fasilitas yang memenuhi syarat * : terdapat fasilitas, tetapi tidak memenuhi syarat

Melalui perancangan inilah Gedung konser ini nantinya akan didesain berdasarkan standart internasional, dimana memperhatikan pengaturan akustik, panggung, serta penghawaan. Selain itu gedung ini juga ditunjang dengan fasilitas-fasilitas musik sehingga tidak hanya untuk perkembangan musik dibidang pertunjukkan tetapi di segi pendidikan dan pengetahuan musik terutama musik klasik. Apabila musik di Indonesia yang saat ini sudah mulai berkembang dan ditunjang dengan fasilitas yang mendukung, musis-musisi Indonesia dapat berkompetisi dengan para musisi internasional dan musik Indonesia dapat diperhitungkan dan dikenal di dunia internasional.


(16)

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik ini adalah untuk menyadiakan wadah seperti gedung pagelaran yang memadai tentang musik klasik sehingga para peminat musik klasik dapat lebih leluasa menyalurkan aspirasinya dari fasilitas yang sudah tersedia

Adapun tujuan dari perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik ini adalah:

 Sebagai tempat untuk mempertunjukkan apresiasi musik para musisi musik klasik, dari musisi lokal maupun musisi kelas internasional dengan fasilitas yang memadai.

 Memajukan dan mengembangkan musik klasik pada masyarakat khususnya warga Surabaya sehingga dapat berkembang secara internasional.

1.3Lingkup Perancangan

Isi dari lingkup perancangan ini sendiri adalah mengenai batasan–batasan dan asumsi untuk membangun sebuah proyek rancangan itu sendiri. Untuk menghindari pembahasan agar tidak melebar pada masalah-masalah yang tidak seharusnya dibahas, maka batasan-batasan tersebut antara lain :

 Sebagai salah satu fasilitas pagelaran musik klasik yang bermutu, dan dapat dinikmati oleh masyarakat kalangan menengah atas, khususnya Surabaya.  Perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ditekankan dengan

penyelesaian single building design dan disesuaikan dengan segala kebutuhan ruang dan fungsi ruang.

 Mendesain gedung pagelaran bertaraf internasional beserta pengolahan ruang luar (taman, tata letak parkir, aksesibilitas, dan lain-lain) sebagai suatu lokasi yang mampu menarik perhatian masyarakat.

Asumsi dari Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini antara lain adalah sebagai berikut :

 Kepemilikan dari proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini adalah milik pihak swasta.


(17)

 Proyek direncanakan untuk menampung kebutuhan sampai 10 tahun mendatang sehingga bisa diprediksikan jumlah pengguna.

 Kapasitas gedung menyerupai gedung bertaraf internasional. 1.4Metode Perancangan

Dalam merencanakan rancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini melalui beberapa tahapan, dan tahapan ini dimulai dari permasalahan yang ada di Surabaya yaitu banyaknya pagelaran musik klasik dan sering di selanggarakan akan tetapi fasilitas untuk menyelenggarakan pagelaran musik klasik kurang memadai. Dan dari permasalahan ini timbul ide untuk mendirikan Gedung Pagelaran Musik Klasik sebagai judul awal. Setalah menemukan judul, diinterpretasikan dengan melakukan pengumpulan data.

Pengumpulan data yang dibutuhkan sebagai penunjang perencanaan obyek rancang Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya yaitu melalui studi leteratur yang diperoleh dari buku-buku referensi, majalah, dan lain-lain yang dapat melengkapi kelengkapan, studi komperatif dengan survey lapangan di beberapa tempat, browsing lewat internet, wawancara untuk memperoleh data dengan melakukan proses tanya jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perencanaan proyek, studi banding atau studi kasus.

Hasil dari pengumpulan data, di analisa kembali untuk menemukan suatu pendekatan terhadap perancangan yang nantinya akan timbul suatu ide / konsep gagasan perancangan. Akhir dari konsep itu nantinya akan diaplikasikan ke dalam sebuah gambar rancangan.


(18)

Diagram 1.1

Metode Perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya.

1.5Sistematika Laporan

Untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman secara sempurna tentang pusat pendidikan dan pengembangan seni musik di surabaya maka penyajian laporan menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I :

Pendahuluan, yang menjabarkan mengenai latar belakang pemilihan judul proyek tugas akhir, maksud dan tujuan, ruang lingkup perancangan, metode perancangan, sistematika pembahasan.

Permasalahan

Judul

Interpretasi Judul

Pengumpulan Data

Analisa Data

Pendekatan Rancangan

Ide / Konsep Rancangan


(19)

BAB II :

Tinjauan proyek, menjabarkan tentang Pengertian Judul, Studi Kasus yang berkaitan dengan proyek dimana menyangkut tentang aspek kualitas dan kuantitas serta persyaratan proyek. Tinjauan khusus obyek rancangan membahas batasan dan asumsi, lingkup pelayanan, aktifitas dan kebutuhan ruang, perhitungan luas ruang, dan pengelompokan ruang.

BAB III :

Bab ini menjelaskan tentang pertimbangan-pertimbangan dan latar belakang pemilihan lokasi, penetapan lokasi site, menguraikan kondisi fisik lokasi, aksesbilitas, potensi bangunan di sekitar site, dan kesediaan sarana infrastruktur di sekitar site.

BAB IV :

Analisa Perancangan, menjabarkan analisa perancangan dimana didalamnya terdapat tema yang diinginkan dalam rancangan.

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

Pada bab ini berisi mengenai konsep serta tema perancangan dari Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya yang mendasari terciptanya sebuah desain rancangan.

BAB VI. APLIKASI PERANCANGAN

Bab ini menjelaskan tentang aplikasi rancangan dari Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya dengan menggunakan persyaratan-persyaratan yang ada pada bab sebelumnya, untuk kemudian diterapkan pada penyelesaian gambar rancangan tugas akhir.


(20)

BAB II

TINJAUAN PROYEK

2.1 Tinjauan Umum

Tinjauan umum berisi tentang penjelasan pengartian judul, studi proyek sejenis, persyaratan pokok proyek, dan kepemilikan proyek.

2.1.1 Pengertian Judul

Proyek ini adalah pusat pagelaran musik klasik di surabaya. Mengandung kata – kata : Gedung, Pagelaran, Musik Klasik, di Surabaya,. Yang artinya adalah: Gedung Pagelaran :

 Suatu tempat untuk melakukan interaksi antara sesama masyarakat melalui sebuah pertunjukan untuk menyalurkan ekspresi yang berawal dari kegemaran.

Musik Klasik :

 Komposisi musik yang lahir dari budaya eropa (1750-1825).

 Musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan di golongkan melalui periodisasi tertentu.

 Musik yang mempunyai banyak bunyi string dari pada bunyi bass, atau dalam arti banyak menggunakan alat gesek dari pada bass drum atau bass gitar.

 Musik dengan keindahan intelektual yang tinggi dan mengacu pada pada musik Orchestra.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ”Gedung Pagelaran Musik Klasik” adalah suatu tempat untuk melakukan interaksi antara sesama masyarakat melalui sebuah pertunjukan musik klasik serta memperlihatkan karyanya dalam ekspresi yang dikeluarkan, dan banyak menggunakan alat musik berupa gesek, biasanya memainkannya dengan banyak orang sejenis dengan Orchestra.


(21)

2.1.2 Studi Literatur

Studi literatur digunakan sebagai pengenalan masalah untuk memperjelas pemahaman yang lebih mendalam dalam pelaksanaan yang berhubungan dengan proyek perancangan.studi literatur juga digunakan untuk melengkapi data yang berhubungan dengan Gedung Pagelaran Musik Klasik. Berikut adalah pegangan sebagai pedoman perancangan.

A. Istilah Musik Klasik

Menurut Friendrich Blume musik klasik adalah suatu karya seni musik yang sempat mengintikan daya ekspresi dan bentuk bersejarah sedemikian sehingga terciptalah suatu ekspresi yang meyakinkan dan dapat bertahan terus. (Prier sj, 1993, hal76).

Untuk musik klasik merupakan lanjutan dari jaman barok dan merupakan persiapan untuk masa klasisme/romantik. Awal era baru yang disebut klasik ini berawal dari tahun 1750. namun sejak tahun1730 di Prancis berkembanglah gaya galan yang bergabung dengan musik Ilatia (Opera buffa, Sonata, Simfonia).jadi disini terdapat masa peralihan yang disebut Rakoko atau Pra-Klasik (1730-1760). Sedangkan akhir dari era klasik ini tidak diketahui secara pasti. Ada macam-macam pendapat dari batas akhir periode musik klasik ini. Hal ini memang masuk akal karena klasik dan romantik merupakan dua pola yang saling bertentangan, namun di pihak lain saling melengkapi. Karya-karya musik Beethoven digolongkan sebagai karya musik Romantik, sedangkan karya Scubert masih digolongkan sebagai musik klasik. Dengan demikian dapat dilihat bahwa jaman klasik masih berlangsung meskipun jaman Romantik sudah dimulai. Jaman musik klasik merupakan suatu reaksi terhadap jaman barok. Hal ini nampak dalam timbulnya dua gaya baru :

a. Gaya galan, mulai di Perancis sejak tahun 1730 yang merupakan suatu teknik komposisi yang sengaja ingin menjauh dari teknik kontrapung / polifon dan bersifat lebih bebas, lebih mudah untuk dimengerti (bentuk yang jelas), dengan melodi yang enak, dengan ornamentik yang lebih halus, dengan iringan tanpa keterikatan akan jumlah suara, dsb.


(22)

b. Gaya sensitif, berasal dari Inggris. Pada dasarnya gaya ini ingin menentang gaya barok yang terlalu patetis dan kaku, terlalu emosional. Maka keinginan untuk mengungkapkan perasaan pribadi, secara konkrit hal ini diwujudkan dalam dinamika (cresendo) yang setelah mengalami perkembangan akhirnya dapat mengungkapkan rasa suka dan duka dalam suatu karya musik yang sama.

Musik klasik ini bukan lagi musik yang patetis (dibuat-buat) dan berat (banyak mayor), namun musik klasik ini berusaha untuk menciptakan suatu ‘bahasa universal’ yang dapat dimengerti tidak hanya secara lokal tetapi secara internasional (maka terdapat banyak musik instrumental). Tema-tema sonata dan simfoni mirip dengan lagu rakyat, yang seimbang dalam melodi, ritmik dan harmonik. Baru dalam variasi-variasi dan development komponis memperlihatkan kekayaan yang tersembunyi dalam tema yang sederhana. Jadi musik klasik bukan hanya ditujukan untuk kelompok elite saja tetapi ditujukan juga untuk masyarakat umum (pada jaman sebelumnya, musik hanya ditujukan untuk kaum elite terutama di istana, gedung opera dan di gereja katedral).

Musik klasik ini membatasi diri dalam bentuk, harmoni, instrumentasi, dsb. Maka teori estetika dari Plato yang menyatakan bahwa irama adalah “suatu ketertiban terhadap gerakan melodi dan harmoni atau suatu ketertiban terhadap tinggi rendahnya nada-nada” berlaku penuh sebagai dasar musik klasik. Ada beberapa faktor yang penting dalam komposisi Klasik, yaitu :

a. Bentuk sonata, musik linear dari titik awal ke titik akhir.

b. Bentuk kalimat dan periode, dalam musik klasik satu periode terdiri dari kalimat depan/pertanyaan dan kalimat belakang/jawaban yang menjadi satu keutuhan. Secara normal satu periode disusun secara simetris. Kedua fakta ini, ‘tanya-jawab’ dalam harmoni dan ‘simetri’ dalam jumlah birama merupakan ciri khas dari musik klasik, karena dengan demikian dapat terjadi keseimbangan dan keutuhan.


(23)

B. Tata Ruang

Tata ruang yang ideal untuk pagelaran musik klasik mencakup beberapa aspek, antara lain :

 Estetis ( Keindahan ).

 Kenyamanan, supaya penonton dan pemain merasa nyaman, dalam ruangan perlu ada ventilasi udara yang cukup atau AC, sehingga udara menjadi segar.

 Artistik, ruang yang baik, disamping indah, nyaman, sebaiknya juga artistik atau punya nilai seni, hal ini dapat dibuat dengan pengaturan dekorasi ruang interior yang baik.

C. Bentuk ruang dalam Auditorium

Bentuk yang mendasari desain auditorium memiliki beberapa aspek, yaitu bentuk lantai dan bentuk langit – langit, serta tata panggung yang kesemuanya merupakan faktor terpenting dalam perencanaan gedung pertunjukan, namun tidak ada ruang musik yang dibangun untuk satu jenis atau gaya musik tertentu, maka waktu dengung (reverberation time merupakan kompromi yang ditetapkan dengan teliti. Hal ini diuraikan sebagai berikut (Sumber : Akustik Lingkungan, Leslie L. Doelle) :

a. Lantai Bentuk Persegi Empat (Rectangular Plan)

Auditorium berbentuk persegi panjang cenderung digunakan untuk pertunjukan musik. Auditorium berbentuk persegi panjang ini mempunyai kelebihan dalam menghasilkan pantulan silang antara dinding-dinding sejajar yang menyebabkan bertambahnya kepenuhan nada, suatu segi akustik ruang yang diperlukan oleh musik.

Gambar 2. 1. Auditorium musik dengan denah lantai segi empat (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)


(24)

b. Lantai Bentuk Kipas (Fan Shape Plan)

Lantai bentuk kipas ini membawa penonton lebih dekat ke sumber bunyi, sehingga memungkinkan konstruksi balkon. Dinding belakang yang melengkung cenderung dapat menciptakan gema atau pemusatan bunyi, kecuali bila pada segi akustiknya didesain secara khusus.Bentuk kipas ini cenderung dipakai untuk pertunjukan teater atau drama.

Gambar 2. 2. Auditorium musik dengan denah bentuk kipas (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

c. Lantai Bentuk Tapal Kuda (Horse shoe Plan)

Auditorium bentuk tapal kuda merupakan bentuk tradisi gedung opera yang merupakan kompromi antara teater dan musik, bentuk ini membutuhkan waktu dengung (reverberation time) yang relatif pendek bila dibandingkan dengan musik maka bentuk ini cocok untuk rumah-rumah opera dan musik orchestra.

Gambar 2. 3. Auditorium musik dengan denah bentuk tapal kuda (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

d. Bentuk Melengkung (Curvilinier Shape)

Bentuk lantai melengkung biasanya dihubungkan oleh kubah yang sangat tinggi. Kecuali diatur secara akustik, dinding-dinding melengkung dapat menghasilkan gema, pemantulan dengan waktu tunda


(25)

yang panjang, dan pemusatan bunyi. Karena alasan ini maka lantai melengkng harus dihindari untuk gedung pertunjukan musik.

e. Bentuk tidak teratur (Irregular Shape)

Bentuk lantai tak teratur, dapat membawa penonton sangat dekat ke sumber hunyi. Bentuk ini dapat menyediakan keakraban akustik dan ketegasan, karena permukaan-permukaan yang digunakan untuk menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur. Denah tak teratur memberi kesempatan untuk distribusi elemen-elemen penyerap secara acak dan permukaan-permukaan tak teratur yang difusif. Hubungan yang bebas antara daerah penonton dan panggung memungkinkan rancangan dalam lingkup yang lebar dan menyebabkan makin terpenuhinya beberapa persyaratan akustik musik pada konser musik yang besar.

Gambar 2. 4. Auditorium musik dengan denah bentuk tidak teratur (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

D. Persyaratan akustik

Persyaratan akustik ruang agar dapat memenuhi fungsi suatu gedung pagelaran adalah sebagai berikut :

 Kekerasan yang cukup

Pada ruang auditorium sesekali terjadi suara keras tetapikekuatannyaterus melemah. Hal ini disebabkan energi suara pada saat perambata gelombang bunyi atau diserap oleh media ruang besar. Hilangnya energi bunyi dapat dkurangi dengan cara sebagai berikut :


(26)

1. Auditorium harus dibentuk agar penonton sedekat mungkin dengan sumber bunyi, dengan demikian mengurangi jarak yang di tempuh bunyi. Penggunaan balkon sangat efektif untuk lebih mendekatkan banyak tempat duduk ke sumber bunyi. Dalam auditorium bentuk kipas dengan balkon, penonton dapat didudukkan dengan sumber bunyi daripada bentuk segi empat tanpa balkon.

Gambar 2. 5. Bentuk audiotorium (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

2. Sumber bunyi harus dinaikkan agar sebanyak mungkin terlihat, sehingga menjamin aliran gelombang bunyi langsung yang bebas (gelombang yang merambat secara langsung dari sumber bunyi tanpa pantulan) ke tiap pendengar.

Gambar 2. 6. Sumber bunyi (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

3. Lantai dimana tempat penonton duduk harus dibuat cukup landai atau miring (ramped or raked), karena bunyi lebih mudah diserap bila merambat melewati penonton dengau sinar datang miring (grazing incidence).


(27)

Gambar 2. 7. Lantai penonton (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

 Difusi

Yaitu suatu kondisi dimana gelombang bunyi dapat merambat ke segala arah sehingga tekanan bunyi pada tiap bagian sama besar. Hal ini dilakukan dengan menonjolkan elemen-elemen bangunan, misalnya langit-langit ditutup, dinding dibuat bergerigi.

 Karakterstik dengung

Dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkinkan yang paling disukai penonto dan penampilan yang efisien oleh pemain.

 Perhitungan akustik

Perhitungan yang dilakukan untuk ruang orkestra ini pada prinsipnya sama dengan perhitungan pada ruang concert hall. Bentuk lantai yang dipilih tidaklah murni simetris segi empat tetapi lebih memiliki sudut-sudut untuk menyesuaikan dengan prinsip akustiknya.

Untuk perhitungan waktu penundaan bunyinya prinsip yang dipakai sama dengan prinsip pada concert hall yaitu jarak antara bunyi asli dengan bunyi pantul tidak lebih dari 30 milidetik.

Selain penundaan waktu bunyi asli dengan bunyi pantul, yang harus diperhatikan juga adalah waktu dengung yang terjadi dalam ruang orkestra. Untuk ruang orkestra waktu dengung (RT) yang baik adalah :


(28)

Sumber : Akustik Ruang

 Perhitungan volume ruang

 Luas ruang auditorium = 900 m²

 Panjang auditorium x lebar auditorium x tinggi auditorium p x l x t = volum

36 x 25 x 10 = 9000 m³

 Perhitungan jarak antara penonton dan pemain

 Mills (1976: 15) mengemukakan pendapat mengenai persyaratan jarak penonton dengan sumber bunyi untuk mendapatkan kepuasan dalam mendengar dan melihat pertujukan, jarak tempat duduk penonton tidak boleh lebih dari 20 m dari panggung agar penyaji pertunjukan dapat terlihat dan terdengar dengan jelas. Akan tetapi untuk mendapatkan kekerasan yang cukup saja, misalnya pada pementasan orkestra atau konser musik , toleransi jarak penonton dengan penyaji dapat lebih jauh hingga jarak maksimum dengan pendengar yang terjauh adalah 40 m, sebagaimana yang dikemukakan Mills (1976: 8).

 Perhitungan jarak pandang

Tinggi titik mata penontong = 112 cm.

• Lebar tangga panggung tempat duduk (T) = 100 cm.

• Jarak mata penonton (C) = 12,5 cm :hal ini memungkinkan rata-rata penonton melihat dari atas kepala penonton yang ada di depannya.

• Tinggi panggung = 50 cm.

• Jarak panggung ke kursi pertama = 250 cm. • Jumlah deret tempat duduk (N) = 22 deret.

• Titik tujuan pandangan (TTP) = 50 cm dari dasar panggung; 122 cm dari tepi panggung.

- Perhitungan Lantai Dasar

250 Hz 1.1 detik

500 Hz 1 detik

1000 Hz 1 detik 2000 Hz 1 detik


(29)

D1 = (jarak Horisontal dari mata penonton ke TTP) = (250 – 100) + 122 = 362 cm.

E1 = (tinggi mata penonton di deret pertama di atas bidang vocal) = 122 – (50 + 50) = 12 cm.

R = (tinggi panggung kursi) = T/D1 [E1 + (N-1) + C]

= 100/362 [12 + (13-1) + 12,5] = 10,08 cm ≈ 10 cm. - Perhitungan Balkon

D1 = (jarak Horisontal dari mata penonton ke TTP) = (1050 – 100) + 122 = 1072 cm.

E1 = (tinggi panggung kursi ke-8 – tinggi TTP) + H + tebal ujung konsol = 80 – 100 + 700 + 30 = 710 cm.

R = (tinggi panggung kursi balkon) = T/D1balkon [E1balkon + (N-1) + C]

= 100/1072 [710 + (5-1) + 12,5] = 67,7 cm ≈ 68 cm.

Setiap material memiliki karakter serap dan pantul yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda. Misalnya material semen cenderung untuk memantulkan nada tinggi dan untuk nada rendah di teruskan. Sedangkan karpet cenderung untuk menyerap nada tinggi dan meneruskan nada rendah. Sering saya melihat orang membuat ruang studio atau ruang audio dengan memasang karpet di lantai dan dinding. Ruang seperti ini cenderung untuk memberikan efek suara yang “boomy” (dengung) dengan detail suara yang tidak baik.

Rumus perhitungan RT60 adalah sebagai berikut: RT60 = (0,161 x V) / (A x S)

V = volume ruangan (m3)

A = luas permukan material (m2) S = koefisien serap material (m/detik) E. Tata cahaya

Penerangan buatan, terdiri atas dua sub sistem:

1. Sistem penerangan untuk penglihatan (visibility), terdiri atas: • Managerial lighting (penerangan umum)


(30)

• Safety lighting pada selasar atau koridor

• Cleaners lighting (panic lighting) digunakan pada saat pembersihan atau keadaan darurat

2. Sistem penerangan untuk tata sinar (digunakan pada R. Auditorium, R. Multipurpose, eksterior bangunan), terdiri atas:

• Strip lamp

• Flood lamp (sinar memancar) • Profile lamp (sinar mengumpul) • Mirror lamp (sinar bujursangkar)

Dalam merancang ruang pertunjukan musik, salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah pencahayaan, baik didalam ruangan maupun diatas panggung. Cahaya yang menyilaukan akan menyulitkan pengunjung (audience) waktu melihat suatu obyek. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997).

Adapun jenis- jenis lampu dan aplikasinya terhadap pertunjukan musik, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Mercury

Lampu penerangan dengan intensitas yang besar. Lampu ini biasanava dinyalakan pada momen - momen tertentu dan bersifat dapat memberikan kejutan pada pertunjukan.

b. Fluoresance

Lampu ini digunakan untuk pencahayaan yang merata, kesan yang timbul dapat memberikan kesan akrab.

c. Spotlight

Lampu ini merupakan jenis lampu yang harus ada dalam setiap pertunjukan musik. Digunakan untuk mengarahkan pandangan penonton ke pementas. Spotlight juga dapat digunakan sebagai penghias panggung.

d. Lampu redup

Biasanya berjenis lampu halogen, mercury atau spotlight namun intensitasnya dibuat kecil. Lampu ini memberikan kesan misterius pada pertunjukan.


(31)

Lampu ini digunakan sebagai penghias, dimana larnpu biasnya ditembakan ke dinding dan menghasilkan gambar yang diinginkan.

F. Bentuk langit – langit

Langit – langit perlu dimanfatkan dengan baik, agar diperoleh pemantulan – pemantulan bunyi yang tertunda dengan singkat dalam jumlah yang terbanyak.

a. Langit – langit datar

Langit – langit bentuk ini hanya menyediakan pemantulan dengan waktu tunda singkat yang terbatas.

Gambar 2. 8. Potongan langit – langit datar (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990) b. Langit – langit yang dimiringkan

Langit – langit yang dimiringkan dengan tepat lebih menyumbang pengadaan pemantulan bunyi yang berguna, yaitu kekerasan yang cukup, serta efektif memantulkan bunyi menuju tempat – tempat yang jauh dengan baik.

Gambar 2. 9. Potongan langit – langit yang dimiringkan (Sumber : Akustik Lingkungan, 1990)

G. Pengunjung pertujukan musik.

Pengunjung pada pertunjukan musik klasik adalah masyarakat strata menengah ke atas hal ini disebabkan karena banyak masyarakat berfikir bahwa musik klasik adalah musiknya orang yang mempunyai daya intelektual tinggi. Maka dari itu peminat pagelaran musik klasik adalah orang yang mempunyai penghasilan menengah ke atas.


(32)

2.1.3 Studi Kasus

Studi kasus merupakan menganalisa data obyek yang ada di lapangan maupun pada literatur. Dengan syarat, fungsi obyek sebanding dengan obyek yang akan dirancang. Data yang di analisa sebuah studi obyek berkaitan dengan penganalisaan rancangan arsitektur dan persyaratan khusus sesuai dengan fungsi bangunan. Antara lain :

a. Balai Sarbini

Balai Sarbini merupakan gedung kesenian yang cukup ternama di Jakarta. Lokasinya terletak ditengah kota Jakarta, tepatnya di Plaza Semanggi. Gedung ini sering digunakan untuk pertunjukan konser, opera, drama dan musik kelas dunia. Balai Sarbini masih berada pada area Plaza Semanggi. Luas lahannya mencapai 70.239 m². Area lobby dengan luas 835 m², sedangkan pada hall utama 1.450 m².

Balai Sarbini ini memiliki kapasitas sebanyak 1300 sheet, dengan kapasitas tempat duduk VIP sebanyak 46 sheet. Fasilitas yang terdapat di gedung Balai Sarbini ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Fasilitas Utama : Main hall :

 Stage (± 261,54 m²)

 Tempat duduk penonton

 Hall (± 242,70 m²)

 Ruang ganti (± 242,70 m²)

 Toilet (± 11,27 m²)

 Ruang kontrol (± 25 m²)

 Ruang proyektor (± 17,46 m²)

 Ruang penyimpanan sound system (± 10,73 m²)

 Ruang electrical (± 19 m²) b. Fasilitas Penunjang :

 Lobby


(33)

 Function room

 Ruang pengelola c. Fasilitas Pelengkap :

 Ruang AHU

 Pantry

 Toilet

Kapasitas penonton dalam ruang ini 1330 orang, dengan pembagian kelas VIP (166 kursi), kelas A (398 kursi), kelas B (484 kursi), kelas C (285 kursi). Gedung kesenian ini sudah dilengkapi dengan system akustik yang baik, stage yang besar, hi-tech multimedia system, dan professional sound and lighting system.

Gubahan Bentuk Bangunan

Bentuk geometri dasar dari bangunan ini adalah lingkaran. Bentuk yang lingkaran ini diaplikasikan menjadi lingkaran yang melengkung atau cembung keatas, yang menyerupai sebuah topi yang terbuat dari baja, memberikan kesan yang menonjol diantara bangunan - bangunan yang mengapitnya.

Tampilan Bangunan

Dengan wujudnya yang lingkaran, gedung yang berfungsi sebagai gedung pertunjukan ini sangat bagus. Karena dengan bentuk yang melingkar, maka pemfokusan pengunjung terhadap pentas yang disajikan menjadi lebih fokus dan terarah.


(34)

Penyelesaian Interior

Lapisan kayu yang terpasang di dinding lobby dan bagian muka gedung memiliki fungsi berbeda dengan yang terdapat di dalam ruang pertunjukan. Di dalam ruang pertunjukan fungsinya sebagai pendukung kualitas akustik, sedangkan yang di luar lebih sebagai penyelesaian dekoratif ruang.

Permukaan atap bagian dalam digambar biru langit, awan - awan putih, dan bintang besar, kontras dengan warna interior ruangan di bawahnya.

Detail

Dengan bentuk ruang yang bundar, berpotensi untuk adanya gema. Untuk meredam gema yang timbul tersebut dipasang piringan lebar di bawah kubah sebagai peredam gema, selain fungsinya lainnya sebagai lampu.

Bentuk panggung Balai Sarbini bersusun tiga. Ukuran panggung mulai dari jarak ketinggian antar panggung yaitu 104 cm dengan total 532 cm

Gambar 2.11. Entrace lobby Gambar 2.12. Ruang pertunjukan


(35)

sehingga dapat membuat jangkauan pandangan mata penonton tenuju di area panggung. Lebar panggung Balai Sarbini ini bervariasi yaitu 7 m (panggung terbawah), 2,75 m (panggung tengah), 2,90 m (panggung paling atas). Material panggung berlapis kayu.

Pada area duduk juga terdapat antidom yang dibuat tepat di pusat ruangan dengan diameter 16 in untuk meredam gema vertikal. Adapula bahan khusus yang disemprotkan merata pada langit - langit tebalnya 7 cm. Bahan ini dapat menimbulkan tekstur yang berguna untuk mengoptimalkan peredaman gema. Dinding menggunakan material kayu sebagai pelapis, fungsinya sebagai pendukung kualitas akustik. Pada dinding dibuat bidang maju mundur untuk memecah gema horisontal melingkar. Lantai yang terdapat pada area duduk menggunakan material karpet sehingga dapat meredam gema.

b. Royal Albert Hall

Salah satu gedung konser musik klasik yang terkenal di Inggris adalah Royal Albert Hall, di London yang selesai dibangun pada tahun 1871. Gedung konser ini mampu menampung penonton sebanyak 5080 orang yang duduk di kursi dan 1000 orang penonton berdiri. Sampai saat ini gedung konser ini telah mengalami beberapa kali renovasi dan juga perbaikan di bagian interiornya agar mampu menghasilkan kondisi medan suara yang lebih baik bagi penontonnya.

Fasilitas yang terdapat di Royal Albert Hall ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Fasilitas Utama :


(36)

Main hall :

 Stage

 Tempat duduk penonton

 Hall

 Ruang ganti

 Toilet

 Ruang kontrol

 Ruang penyimpanan sound system

 Ruang electrical b. Fasilitas Penunjang :

 Lobby

 Ruang pengelola

 Ruang AHU

 Toilet

Gubahan Bentuk Bangunan

Bentuk geometri dasar dari bangunan ini adalah lingkaran. Bentuk yang lingkaran ini diaplikasikan menjadi sebuah bentuk dome, karena bangunan ini terletak di daerah eropa yaitu tepatnya di london maka mempunyai ciri khas tersendiri seperti cendelanya yang berbentuk lengkung serta pilar-pilarnya yang besar.


(37)

Tampilan Bangunan

Dengan wujudnya yang lingkaran, gedung yang berfungsi sebagai gedung pertunjukan ini sangat bagus. Karena dengan bentuk dome bangunan ini dapat terlihat fokus waktu pertunjukan di adakan.

Penyelesaian Interior

Bagian interior Royal Albert hall nampak jelas bahwa pada tempat duduk penonton berbentuk melingkar,ini dikarenakan semua penonton dapat melihat dengan jelas dan fokus pada pertunjukan yang digelar. Dan juga jarak antara lantai bawah dengan atap cukup tinggi, ini juga dapat mengurangi pantulan yang berlebih dan juga mengatur penghawaan yang bagus.

Untuk pembagian kelas seperti VIP, Kelas A, Kelas B, dan Kelas C maka di gedung ini ditandai dengan beberapa tingkat, seperti VIP berada di circle dekat stage sedangkan Kelas B berada circle atasnya VIP dan seterusnya.

Gambar 2.17. Denah Main Hall Gambar 2.16. Tempat Duduk Penonton


(38)

Detail

Untuk mengurangi pantulan lebih besar maka langit-langit lebih tinggi dan menggunakan bahan material yang dapat menyerap pantulan yang terjadi. Langit-langit tidak berbentuk persegi karena pantulan yang ada bisa terjadi dari samping maka untuk menyiasati itu langit-langit berbentuk lingkaran yang cembung.

2.1.4 Persyaratan Pokok Proyek

Sebagai sarana pertunjukan, ruang pertunjukan dituntut untuk dapat memberikan kenyamanan kepada penonton, tidak saja dalam hal penglihatan, tetapi juga melalui pendengaran, itulah sebabnya akustik dalam teater tertutup harus menghindari hal - hal, seperti :

a. Menimbulkan gema

b. Menimbulkan gema menerus c. Menimbulkan suara yang memusat d. Menimbulkan daerah mati

e. Terjadi kebocoran bunyi dari luar

f. Waktu dengung / reterberation time sesuai yang diinginkan

Pagelaran ini menggunakan auditorium berbentuk cembung , dilihat dari studi kasus yang ada auditorium menggunakan cembung karena dengan bentuk yang melingkar atau cembung, maka pemfokusan pengunjung terhadap pentas yang disajikan menjadi lebih fokus dan terarah. Dan untuk lantai mengaplikasikan lantai yang bertingkat agar penonton yang berada di belakang bisa melihat pagelaran dengan jelas.


(39)

untuk bagian atap menggunakan langit-langit yang dimiringkan, disamping bernilai estetik juga bermanfaat bagi penonton untuk mendengarkan musik secara jelas karena terdapat pantulan dibagian langit-langit tersebut.

Bentuk lantai tak teratur, dapat membawa penonton sangat dekat ke sumber hunyi. Bentuk ini dapat menyediakan keakraban akustik dan ketegasan, karena permukaan-permukaan yang digunakan untuk menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur. Dalam audiotorium bentuk ini, penonton dapat didudukan lebih dekat dengan sumber bunyi daripada bentuk yang lainnya.

Gambar 2.19. lantai panggung

Gambar 2.20. langit-langit


(40)

2.2 Tinjauan khusus

Tinjauan khusuh membahas tentang obyek rancangan secara detail,baik dalam hal kegiatan maupun fasilitas-fasilitas yang akan dirancang meliputi, batasan dan asumsi, lingkup pelayanan, aktivitas dan kebutuhan ruang, perhitungan luasan ruang, dan pengelompokan ruang.

2.2.1 Lingkup Pelayanan (Tujuan dan Sasaran)

Gedung pagelaran ini merupakan gedung pagelaran yang melayani masyarakat pecinta musik klasik, lingkup pelayanan dibagi dalam beberapa lingkup, yaitu :

 Lingkup regional, diharapkan sasarannya dapat dicakup oleh masyarakat kota Surabaya dan sekitarnya sebagai sarana tempat hiburan.

 Lingkup nasional, diharapkan sebagai salah satu pilihan tempat pagelaran musik oleh para musisi indonesia, khususnya musik klasik dan sejenisnya.

 Lingkup internasional, diharapkan sebagai salah satu pilihan tempat di Indonesia, khususnya di Surabaya untuk menggelar musik klasik musisi asing.

2.2.2 Aktivitas dan Kebutuhan Ruang

Secara garis besar aktivitas yang ditampung sebagai berikut :

 Aktivitas pertujukan

Dengan mengadakan konser musik klasik sebagai hasil apresiasi dan kreativitas para musisi maupun masyarakat lain.

 Aktivitas pengelolaan administrasi dan kepengurusan

Proses pengaturan dan pengkoordinasian segala kegiatan dalam gedung dilakukan oleh staf pengelolah/pengurus, karyawan.

 Aktivitas pelangkap

Berupa gallery, cafe, dan lain-lain. Tempat gallery mengadakan pameran koleksi musik klasik, mulai dari alat-alat musiknya hingga gambar/patung musisi musik klasik.


(41)

Aktivitas ini merupakan pelengkap dari seluruh kegiatan aktivitas penunjang dan service dapat berupa gudang, workshop, toilet, hall, dan lain-lain.

Tabel 2. 1. Aktifitas dan Kebutuhan Ruang Gedung Pertunjukan Pelaku Kegiatan Aktivitas Fasilitas kebutuhan Area Pengunjung Penggelar dan pementas

- Memarkirkan kendaraan - Masuk - Bertanya - Melihat

informasi, promosi, mengantri - Membeli tiket - Menanti

pertunjukan - Makan dan

minum

- Siap masuk ruang pertunjukan - Menonton musik - Metabolisme - Membeli Barang - Jumpa pers - Melihat pameran - Memarkirkan

kendaraan - Masuk

- Menyimpanan alat musik - Menyimpan

barang - Berhias

- Menunggu waktu pementasan, istirahat - Mementaskan

musik - Metabolisme

- Parkir - Lobby

- Informasi / Receptionis - Lobby tiket

- Loket - Lounge - Kafetaria - Checkroom

- Tempat duduk - Toilet

pengunjung - Gift Shop - FungtionRoom - gallery - Parkir -

- Foyer pemain - Gudang

Penyimpanan alat musik - Loker pemain - R. Rias - R. Istirahat

- Panggung Tempat parkir Penerimaan publik Penerimaan publik Penerimaan publik Penerimaan publik Penerimaan publik Penerimaan publik Penerimaan publik Gedung konser Penerimaan public Gift shop Function room Ruang gallery Tempat parkir Penerimaanpementasan Gedung Konser Penerimaan pementasan Penerimaan pementasan


(42)

Pelaku Kegiatan

Aktivitas Fasilitas kebutuhan

Area

- Pengelola

- Jumpa pers - Memarkirkan

kendaraan - Mengatur tata

suara

- Mengatur tata cahaya - Mengatur tata

penghawaan - Menyimpanan

alat musik - Kegiatan

administrasi dan kepengurusan - Rapat

- Metabolisme - Kegiatan

perawatan bangunan - Kegiatan

pengamanan - Pelayanan

kesehatan - Kegiatan

pengoperasian utilitas bangunan

- Beribadah

- Toilet

- FungtionRoom - Parkir

- R. Control suara - R. Control

cahaya - R. Control

penghawaan - Gudang Penyimpanan alat musik - Ruang pengelolah - R. Rapat - Toilet - Gudang

- Pos Jaga - R. P3k - R genset - R. Panel

listrik

- R. Tangki Air - R. Kontrol - R. Mesin AC - Musholla

Penerimaan Fungtion Room Tempat parkir Gedung Konser Gedung Konser Gedung Konser Gedung Konser Kantor Pengelola Kantor Pengelola Kantor Pengelola Utilitas Utilitas Utilitas Utilitas Utilitas Utilitas Utilitas Utilitas Tempat beribadah Sumber : Analisa Pribadi, 2009 2.2.3 Pengelompokan Ruang

Berdasarkan aktivitas dan kebutuhan ruang, maka dapat dikelompokkan ruang- ruang yang dibutuhkan dalam merancang, antara lain adalah :

1. Fasilitas Utama :


(43)

 Penerimaan Pementasan

 Penerimaan Publik 2. Fasilitas Penunjang :

 Ruang pengelolah

 Ruang administrasi

 Fungtion Room 3. Fasilitas Pelengkap :

 Gift shop

 Cafe

 Tempat beribadah 4. Fasilitas Servis

 Utilitas

 Tempat parkir 2.2.4 Perhitungan Ruang

Perhitungan standar ruang berdasarkan :

 Data Arsitek, Ernest Neufert (DA)

 Time Saver Standar for Building Type, Joseph de Chiara & Jhon Callender (TSS)

 New Metric Handbook, Patricia Tutt & David Adler ( NMH)

 Asumsi berdasarkan studi kasus / studi banding Perhitungan studi ruang berdasarkan pertimbangan :

 Kapasitas pemakai

 Sirkulasi

 Peralatan pendukung

 Kenyamanan pemakai

Asumsi untuk jumlah penonton adalah berdasarkan pertimbangan :

 Jumlah penonton yang hadir pada pagelaran musik klasik di Surabaya yang dihadirkan sacara indoor.

 Rata – rata pengunjung yang hadir pada pagelaran musik klasik yang dihadirkan secara indoor di Surabaya adalah 700 orang.


(44)

 Asumsi untuk 10 tahun mendatang, akan terjadi peningkatan jumlah pengunjung, peningkatan pengunjung sebesar 60 % (peningkatan jumlah penonton dalam 3 tahun terakhir sebesar 20 %).

 Maka, jumlah penonton yang ditampung adalah 1150 orang. Gedung pertunjukan

Penonton pertujukan diasumsikan sebanyak 1150 orang dan dibagi menjadi 3 kelas :

Penonton kelas VIP 50 orang Penonton kelas I 750 orang Penonton kelas II 350 orang

Tabel 2.2 Perhitungan Kebutuhan Ruang

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas

Fasilitas Utama

Panggung 100 m²

(DA)

100 m² 100 m² Gedung

Konser

Orchestra pit 100 orang 18-20 player (TSS)

1 feet² = 0,0929 m² 20 x 0,0929 m² =1,858 m²

=1,9 m² 1,9 m² x 100

=190 m²


(45)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas Tempat

Duduk

VIP : 50 orang

Kelas I : 800 orang

Kelas II : 300 orang

0,5 m² / orang

0,5 m² / orang

0,5 m² / orang (DA)

0,5 m² x 50 =25 m²

0,5 m² x 800 =400 m²

0,5 m² x 300 =150 m² 25 m² 400 m² 150 m² R. Kontrol 1 R. Kontrol suara 1 R. Kontrol cayaha 1 R. Kontrol penghawaan 300 Sqft 400 Sqft 70 Sqft (TSS)

1 feet² = 0,0929 m² 300 x 0,0929 m² =28,17 m²

400 x 0,0929 m² =37,56 m²

70 x 0,0929 m² =6,573 m²

28,17 m² 37,56 m² 6,573 m² Gudang penyimpanan alat musik

10 % L panggung

(TSS)

10 % x 130 m²

13 m²

Sub Total 950,30


(46)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas

Sirkulasi 30

%

285,1 m²

Total 1235,39

m² Foyer

pemain

0,65– 0,84 m²

10 % x 100 orang = 10

orang

10 x 0,84 m² = 84 m²

84 m²

Loker pemain

100 orang 0,3 m² / orang (TSS)

100 x 0,3 m² = 30 m²

30 m²

R. ganti / R. rias

100 orang 2 m² (DA)

100 x 2 m² = 200 m²

200 m²

R. istirahat 100 orang 1,6 m² / orang

160 m² 160 m²

Toilet 4 wc pa, 6 wc pi

4 wastafel

4 urinial

@ 2 m²

@ 0,6 m²

@1 m²

10 x 2 m² = 20 m²

4 x 0,6 m² = 2,4 m²

4 m²

26,4 m²

Sub Total 500,4

m² Kegiatan

Penerimaan Pementasan

Sirkulasi 30

%

150,12 m²


(47)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas

Total 650,52

Lobby 1000 Sqft

( TSS )

1 feet2 = 0,0929 m2 1000 x 0,0929 m2 = 92,9 m2

92,9 m2

Informasi / R. receptions

2 orang 2,75 m2/org ( DA )

2,75 m2 x 2= 5,5 m2

5,5 m2

Loket 5 loket @ 50 Sqft ( TSS )

1 feet2 = 0,0929 m2 50 x 0,0929 m2 = 4,645 m2 4,645 m2 x 5 = 23,225 m2

23,225 m2

Lobby tiket 300 orang 1 m2 / org ( DA )

300 m2

Check-room 240 Sqft ( TSS )

1 feet2 = 0,0929 m2 240 x 0,0929 m2 =

22,296m2

22,296 m2

Sub Total 443.92

m2

Sirkulasi 30% 133,18

m2 Pola

penerimaan

Public

Total 577,1

m2 Fasilitas Penunjang


(48)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas R.

Pengelola: - R. Direktur

Utama - R. Admin

- R. Bid. Kesenian

- R. Bid. Pemasar-an

- R. Bid. Sarana prasara-na 1 orang 1 kabid 10 staff 1 kabid 12 staff 1 kabid 16 staff 1 kabid 12 staff

6 m2

6 m2 4 m2

6 m2 4 m2

6 m2 4 m2

6 m2 4 m2

6 m2

6 m2 40 m2

6 m2 48 m2

6 m2 64 m2

6 m2 48 m2

230 m2

R. Rapat 15 orang 1,5 m2 / org ( DA )

15 x 1,5 m2 = 22,5 m2

22,5 m2

Pantry 2 orang 7,20 m2 untuk 2

orang ( DA )

7,2 m2

Toilet 4 wc pa, 6 wc pi, 4 wastafel pa&pi, 3 urinial

@ 2 m2

@ 0,6 m2

@1 m2

10 x 2 m2 = 20 m2 4 x 0,6 m2 = 2,4 m2 3 m2

25,4 m2 Kantor

Pengelola


(49)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas R. Karyawan

Pelaksana 30

Pelaksana

2 m2 60 m2 60 m2 Pos Jaga 1 orang

2 pos jaga

3 m2 ( asumsi )

6 m2

R. P3k 2 orang 8 m2 / orang

16 m2

Sub Total 376,1

m2

Sirkulasi 30% 112.83

m2

Total 488,93 m2

R.

Pertemuan

100 orang Asumsi ruang

= 0,5 m2 x 100 = 50 m2

50 m2

Sub Total 50 m2

Sirkulasi 30% 15 m2

Total 65 m2

Fasilitas Pelengkap Tempat

Beribadah

Musholla 80 orang 0,6 m2 / orang

48 m2

R. Imam=2m2 R.

Perlengkapan = 4 m2

R. Wudhu = 6m2

Toilet=12,9m2

72,9 m2

Sub Total 72,9 m2

Sirkulasi 30% 21,82


(50)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas

Total 94,78

m2

Gallery Gift shop 4 toko Asumsi = @

12 m2

48 m2

Kafetaria 2 toko Asumsi

200org, 1 meja 4 org, @ 1,8 m2 x 50 = 90 m2 Kasir =2,75m2 R.Saji = 12m2

104,75 m2

Gallery 100 0rang 1 m2 / org ( DA )

100 m2

Sub Total 252,75

m2

Sirkulasi 30% 72,82

m2

Total 325,58

m2 Servis

R. Genset Asumsi 30 m2 30 m2

Utilitas

R. Panel Listrik

Asumsi 12 m2 12 m2

R. Tangki Air

Asumsi 25 m2 25 m2

R. Kontrol Asumsi 12 m2 12 m2


(51)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas

Sub Total 127 m2

Sirkulasi 30% 38,1 m2

Total 165,1 m2

Parkir Penonton

1200 orang Asumsi 30 %

dg mobil, 1 mobil 3 org = 120 mobil. Std. L 12,5m2/ mobil.

Asumsi 60 % dg motor, 1 motor 2 org = 300 motor Std L 2 m2/ motor

1500 m2

720 m2 Tempat

Pakir

Parkir Pengelola

100 orang Asumsi 20 %

dg mobil, 1 mobil 2 org = 10 mobil. Std. L 12,5m2/ mobil.

Asumsi 60 % dg motor, 40% 1 motor 2 org = 24 motor, 20% 1 motor 1 org = 12 motor Std L 2 m2/ motor

125 m2

72 m2

Parkir Pementas

Asumsi keb.

L bis = 14 m2x 2 = 28 m2 Sirkulasi 100% = 56 m2


(52)

Area Ruang Kapasitas Standart Perhitungan Luas Std. L mobil

12,5 m2/mobil, 8 mobil 100 m2

Sub Total 2573

m2

Sirkulasi 30% 771,9

m2

Total 3344,9

m2 Sumber : Analisa Pribadi, 2009

Tabel 2. 3. Total luasan ruang yang dibutuhkan

NO JENIS FASILITAS LUAS

1 2 3 4

Fasilitas Utama Fasilitas Penunjang Fasilitas Pelengkap Fasilitas Servis

2463,01 m2 553,93 m2 420,36 m2 3510 m2

Luasan yang dibutuhkan 6947,3 m2


(53)

BAB III

TINJAUAN LOKASI PERANCANGAN

3.1. Latar Belakang Lokasi

Kota Surabaya sebagai pemilihan lokasi Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini, karena Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia. Dikategorikan pula sebagai kota metropolis, karena tingkat pertumbuhan penduduknya yang juga cukup padat setelah Jakarta.

Kota di Surabaya dibagi menjadi lima kawasan yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Timur, Surabaya Selatan, Surabaya Barat. Struktur tata ruang kota Surabaya yang cenderung dilayani satu pusat utama yaitu kawasan pusat kota memberikan dampak terhadap jalur transportasi dengan terjadinya kelambatan waktu pergerakan ke kawasan pusat kota. Dampak yang lain adalah terhadap perkembangan fisik kota, yang disebabkan kelengkapan fasilitas yang cenderung memusat.

Bangunan ini merupakan jenis bangunan komersial maka untuk menenentuan lokasi Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini didasarkan pada studi kasus yang telah ada, diantaranya :

- Terletak pada kawasan komersial, yang mendukung fungsi komersial gedung pertunjukan musik.

- Aksesibilitas yang mudah dicapai oleh pemakai bangunan, sehingga memudahkan dalam pencapaian menuju lokasi.

- Adanya komplek – komplek lembaga pendidikan, pertokoan, perhotelan, restaurant, pusat perbelanjaan, dan tempat rekreasi yang dapat mendukung aktifitas pagelaran musik klasik tersebut.

- Tersedianya sarana dan prasarana infrastuktur kota seperti telah tersedianya air bersih, listrik, telepon, dan lain – lain, yang dapat mendukung pelaksanaan operasional.

Berdasarkan kriteria di atas, maka Proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini terletak di kawasan Surabaya Pusat, karena tempatnya yang stategis dan mudah terjangkau seperti banyaknya bus, taxi, maupun kendaraan


(54)

angkut lainnya yang melewati sekitar, dan Proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik ini juga dekat dengan hotel , pertokoan, dan pusat perbelanjaan.

3.2. Penetapan Lokasi

Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya adalah bangunan yang diperuntukan sebagai tempat untuk menggelar konser musik klasik dan bersifat komersial. Lokasi yang dipilih kelurahan Genteng (segi empat emas ) yang memang dikhususkan untuk fasilitas perdagangan dan jasa. Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam sektor perdagangan dan pariwisata, lokasi ini sangat cocok bagi proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya dengan luas lahan ± 9800 m².


(55)

3.3. Fisik Lokasi

Gedung Pagelaran Musik Klasik ini berada di wilayah Surabaya pusat, yaitu jalan Tunjungan. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya yang ada, kawasan ini merupakan unit pengembangan Genteng. Sedangkan menurut Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) adalah :

a. Kawasan koridor Tunjungan dikhususkan untuk pengembangan kegiatan fasilitas perdagangan dan perkantoran dan perkantoran untuk lingkup regional. b. Bangunan yang terdiri di wilayah Jl. Tunjungan dan sekitamya harus

mengadaptasi dari bangunan kolonial yang sudah ada.

c. Intensitas penggunaan lahan yang ditentukan dalam 3 jenis ketentuan yaitu :

 KDB ( koefisien dasar bangunan) = 60-70 %

 KLB ( koefisien lantai bangunan) = 80- 250 %

 Ketinggian bangunan = 2 – 4 Lantai

 GSB ( Garis sepadan bangunan): 0 meter atau Overdek trotoar 3 meter. d. Ketentuan khusus untuk bangunan di kanan kiri Hotel Majapahit, ketinggian

8 – 12 meter.

3.3.1. Existing

Lokasi proyek merupakan lahan kosong yang berada di jalan Tunjungan, Lahan memiliki luas ± 9800 m².


(56)

Untuk lebih mengenal kondisi fisik lokasi, akan dijelaskan mengenai batas site.

- Batas Existing Lokasi Site

Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya akan terletak di lokasi wilayah Pusat kota Surabaya dengan batas:

 Sebelah Utara : Permukiman penduduk dan Hotel Majapahit

 Sebelah Timur : Permukiman Penduduk dan Dealer Honda Gambar 3.3 Site Area

Gambar 3.4 Batas Utara


(57)

 Sebelah Selatan : Jln. Kenari

 Sebelah Barat : Jln. Tunjungan dan Monumen Pers

3.3.2. Aksesbilitas

 Jalan Kenari merupakan jalan permukiman yang menghubungkan Jl. Tunjungan dan Jl. Simpang Dukuh. Kondisi jalan baik, dengan lebar jalan 6 meter. Saat ini masih ditutup karena lahan belum difungsikan.

Gambar 3.6 Batas Selatan

Gambar 3.7 Batas Barat


(58)

 Mudah dijangkau dan aman.

 Tidak mengganggu arus lalu lintas sekitamya.

 Terdapat jembatan penyeberangan yang menghubungkan dari Tunjungan Plaza menuju ke lokasi site.

 Jalur utama yang sangat lebar memudahkan akses jalan untuk menuju site.

3.3.3. Potensi Lingkungan

Site terletak diwilayah kelurahan Genteng (segi empat emas), Surabaya Pusat. Termasuk dalam wilayah Surabaya koridor perdagangan dengan ciri bangunan kolonial. Dimana aktifitas utamanya adalah sebagai tempat berbelanja dan rekreasi seni kerajinan Jawa Timur.

Lokasi ini dipilih karena memiliki potensi yang besar dalam sektor perdagangan dan pariwisata:

 Lokasi kawasan bersejarah kota Surabaya antara lain Tugu Pahlawan dan Tunjungan.

 Terdapat bangunan-bangunan kolonial bernilai sejarah di Jl. Kebon Rojo, Jl. Pahlawan, Jl. Gemblongan, dan J l. Tunjungan.

 Mempunyai potensi wisata sungai di Kali Mas.

 Memiliki fasilitas komersial yang spesifik, antara lain perdagangan aneka ragam kulit imitasi dan sejenisnya di Jl. Kramat Gantung, perdagangan Meubel di Jl. Gemblongan, Perdagangan sepatu di Jl. Praban, Perdagangan emas di Jl. Blauran, Perdagangan keramik di Jl. Baliwerti, Perdagangan peralatan mesin di Jl. Bubutan sebelah utara.

 Bangunan umum dan pemerintahan seperti kantor Polresta Surabaya utara dan bangunan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang berarsitektur kolonial

 Terdapat makam Dr. Soetomo di Jl. Bubutan yang berpotensi sebagai sejarah perjuangan.


(59)

3.3.4. Infrastuktur Kota

 Jalan Raya.

Kondisi jalan yang ada yaitu dilalui satu jalur utama jalan yang sangat lebar di depan site dikarenakan volume kendaraan roda dua maupun roda empat yang sangat tinggi.

 Jaringan Air bersih dan Air kotor.

Saluran di dalam lokasi site mengikuti aliran saluran kota. Dimana jaringan air bersih menggunakan PDAM dan untuk air kotor dapat disalurkan ke selokan-selokan besar menuju Kota.

 Jaringan Listrik

Pada penggunaan listriknya sendiri akan dipasok dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan akan disalurkan sesuai dengan ruang kebutuhan kegiatan nantinya.

Gambar 3.9 Jalan Raya

Gambar 3.10 Saluran air bersih dan kotor


(60)

 JaringanTelekomunukasi

Tersedianya saluran komunikasi pada site memudahkan pengguna site untuk melakukan kegiatan komunikasi jarak jauh. Hal ini menggunakan jasa TELKOM untuk berkomunikasi.


(61)

BAB IV

ANALISA PERANCANGAN

4. 1 . Analisa Ruang

Analisa program ruang dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antar ruang yang tebentuk serta pola sirkulasi antar ruang yang ada pada Gedung Pertunjukan Musik Klasik di Surabaya ini.

4. 1. 1. Organisasi Ruang

Merupakan pembagian kebutuhan ruang didalam obyek perancangan yang membentuk sebuah alur antara ruang yang satu dengan ruang yang lain. Dimana nantinya didalam pengorganisasian ruang ini dapat terlihat hubungan antara ruang yang satu dengan yang lain.

- Area Main Hall

Diagram 4. 1. Organisasi Ruang Area Main Hall ME

Parkir

Lobby

Auditorium Receptionis

Loket R. Kontrol

G. Penyimpanan Alat Musik

Loker R. Ganti &

R. Rias

R. Latihan

Toilet


(62)

- Area Penunjang

- Area Pengelola

Diagram 4. 2. Organisasi Ruang Area Penunjang

R. Staff

Toilet Lobby

Ruang Dirut M.E

Parkir

Ruang rapat

R. Kabid R. Kabid R. Kabid R. Kabid

R. Staff R. Staff R. Staff R. Staff

Diagram 4. 3. Organisasi Ruang Area Pengelola

Area Penerimaan

Gift Shop

Kafetaria

Toilet Gallery

Musholla

Function room lobby


(63)

- Area Servis

4. 1. 2. Hubungan Ruang dan Sirkulasi

Merupakan akses bagi pengguna atau pemakai dari kebutuhan – kebutuhan ruang yang ada didalam obyek perancangan. Dimana pengguna atau pemakai disini terbagi atas pengunjung, penggelar, pengelola.

a. Sirkulasi untuk pengunjung.

 Sirkulasi ruang bagi pengunjung  Main Hall

Diagram 4. 4. Organisasi Ruang Area Servis. Parkir

R. Karyawan R. Loker

R. Genset R. AHU R. Pompa &

plumbing R. Panel

Toilet

Gudang

ME

Parkir

Lobby

Auditorium Receptionis

Lobby tiket

Loket

Diagram 4. 5. Alur sirkulasi pengunjung pada area Main Hall


(64)

 Sirkulasi ruang bagi pengunjung  Penunjang

b. Sirkulasi ruang bagi penggelar pertunjukan

Diagram 4. 6. Alur sirkulasi pengunjung pada area penunjang

Gift Shop Kafetaria Fungtion Room

ME

Parkir

Lobby Receptionis

Lobby tiket

Musholla

Toilet

Main Hall Kafetaria Lobby Ticket

M.E Parkir


(65)

c. Sirkulasi untuk pengelola

b. Sirkulasi ruang bagi area servis

4. 1. 3. Diagram Abstrak

Menggambarkan tentang hubungan massa bangunan secara per-blok hingga menghasilkan output baik hubungan horizontal (dalam satu lantai) maupun vertikal (antar lantai). Tatanan ruang didalam bangunan secara abstrak namun

Lobby

Ruang kerja

M.E Parkir

Ruang rapat

Kafetaria Toilet

Musholla

Diagram 4. 8. Alur sirkulasi pengelola

Parkir

R. Karyawan R. Loker

Mushola

Gudang Kafetaria

Toilet


(66)

disini masih belum terlihat dimensi ukuran dari ruang – ruang yang ada,gambaran abstrak sebagai berikut :

4. 2. Analisa Site

Analisa site mempunyai peranan yang cukup besar didalam perencanaan maupun dalam perancangan. Pada penganalisaan fisik site dapat digunakan sebagai penentuan zonning, perletakan pintu masuk, arah hadap bangunan, maupun tampilan bangunan.

4. 2. 1. Analisa Aksesbilitas

Pencapaian site lokasi dari daerah sekitarnya ditentukan berdasarkan pertimbangan :

 Keleluasaan pengamatan untuk berorientasi terhadap obyek.

 Ruang yang memiliki potensi sebagai titik pandang pengamat untuk mengenali obyek.

 Sudut pandang (orang berjalan, kendaraan)


(67)

Keterangan dari kondisi site diatas :

 Jalan Tunjungan merupakan jalan utama yang menghubungkan antara Jalan Bubutan dengan Jalan Pemuda, jalan ini cukup lebar karena untuk menghindari kemacetan yang terjadi di Jalan Tunjungan dan arus pencapaiannya juga mudah, selain bisa dicapai dengan kendaraan pribadi Jalan Tunjungan dilewati banyak kendaraan umum (Bus, Angkutan Umum, Taxi, dll).

 Jalan Kenari merupakan jalan permukiman yang menghubungkan Jl. Tunjungan dan Jl. Simpang Dukuh. Kondisi jalan baik, dengan lebar jalan 6 meter. Saat ini masih ditutup karena lahan belum difungsikan.

Maka dari pertimbangan diatas, perletakkan pintu masuk kedalam site terletak di jalan Tunjungan, untuk memudahkan pengunjung menuju lokasi site.

Jalan Tunjungan

Jalan Kenari Site

Gambar 4. 1. Kondisi site

Gambar 4. 2. Analisa Kondisi Aksebilitas Site

KETERANGAN :

I. Cocok digunakan sebagai ME karena letaknya yang dekat dengan jalan raya utama dan sangat strategis dan memberi waktu bagi pengunjung untuk melihat bangunan.

II. Kurang cocok sebagai ME maupun SE karena letaknya diujung site

III. Kurang cocok sebagai ME karena jalan terlalu sempit untuk berpapasan

I II


(68)

4. 2. 2. Analisa Iklim

Matahari terbit dari arah timur - barat. Solusi untuk bangunan pada arah hadap timur – barat yaitu dapat diberikan sun screen atau penahan-penahan pada bangunan atau bisa juga hadap arah bangunan yang tidak langsung menghadap sinar matahari, solusi yang lain adalah diberikan pepohonan agar sinar tidak langsung mengenai bangunan.

untuk pergerakan angin yaitu dari arah barat laut ke tenggara untuk musim hujan, sedangkan musim kemarau angin bertiup dari tenggara ke barat laut, untuk mengatasi agar angin tidak langsung masuk ke dalam bangunan disekitar site maka diberi vegetasi untuk meminimalkan.

4. 2. 3. Analisa Lingkungan Sekitar

Lokasi perancangan disini terletak diwilayah bisnis dengan Hotel Majapahit sebagai salah satu landmark nya yang berpotensi untuk menarik minat masyarakat. Hotel Majahapit ini adalah salah satu hotel yang mempunyai nilai sejarah tersendiri dan nama awal hotel ini adalah Hotel Yamato.

Gambar 4. 3. Analisa Iklim


(69)

Selain lokasi site yang berdekatan dengan Hotel Majapahit, yang merupakan hotel ternama di Surabaya Pusat, lokasi site gedung pagelaran ini juga berdekatan dengan salah satu tempat perbelanjaan yang terkenal di Surabaya Pusat, Plaza Tunjungan.

4. 2. 4. Analisa Zoning

Merupakan pengelompokkan zona – zona kebutuhan ruang yang digunakan oleh pemakai atau pengguna didalam obyek perancangan. Dimana pengelompokkan zona – zona tersebut memberikan batas – batas terhadap fungsi - fungsi ruang yang ada dalam obyek perancangan.

Gambar 4. 4 Hotel Majapahit

Gambar 4. 5 Plaza Tunjungan (SOGO)

Zona parkir

Zona utama

Zona servis


(70)

4. 3. Analisa Bentuk Dan Tampilan

Analisa bentuk dan tampilan ini menggambarkan hasil dari analisa ruang dan gagasan desain tetapi masih dalam bentuk geometri baik secara dua dimensi maupun tiga dimensi.

4. 3. 1. Analisa Bentuk

Analisa bentuk ini menggambarkan sebuah bangunan yang bentukannya masih bentuk geometri, pada bentukan awal dari bangunan ini mengadopsi pada bentuk persegi dan lengkung yang menggambarkan suatu fungsi utama bangunan, yaitu auditorium yng berbentuk tapal kuda. Karena bentuk tapal kuda cocok digunakan untuk pagelaran musik sejanis orkestra.

4. 3. 2. Analisa Tampilan

Analisa tampilan ini menjelaskan tentang gambaran ide bentuk yang memberikan sentuhan pada tampilan bangunan agar dapat memperoleh tampilan yang sesuai dengan konteks perancangan. Dalam hal ini paling utama adalah mendesain tampilan atau fasad sesuai dengan metode perancanagan.

Gambar 4. 7. Analisa Bentuk


(71)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

Dalam sebuah proses perancangan, diperlukan adanya analisa dan pembuatan konsep yang didasari atas hasil analisa yang di dalamnya terdapat penyelesaian – penyelesaian terhadap permasalahan yang ada tersebut. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai analisa dan konsep rancangan yang diinginkan pada proyek Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya untuk direalisasikan pada rancangan tersebut.

5. 1. Konsep Dasar Rancangan

Saat orang berpikir tentang arsitektur klasik, umumnya mereka berpikir sebuah bangunan yang terbuat dari kayu, batu, dll. Dalam beberapa kasus hal tersebut benar, namun arsitektur klasik juga banyak memiliki napas modern dan desain gedung yang rumit. Misalnya, atap, tiang, bahkan struktur batu atau marmer dibuat dengan detail sempurna. Dan musik klasik lahir dari budaya Eropa dan di golongkan melalui periodisasi tertentu.

Konsep dasar rancangan di dapat dari sebuah tema rancang yang ingin dihadirkan, yaitu digunakan sebagai tolak ukur dasar dalam perancangan. Dalam konsep perancangan ini yang digunakan sebagai konsep dasar adalah Arsitektur Klasik. Karena fakta dari sebuah musik klasik sendiri adalah musik yang lahir dari budaya Eropa, sedangkan budaya Eropa sendiri banyak menggunakan arsitektur klasik.

Ciri dari arsitektur klasik adalah diadopsi dalam bangunan-bangunan modern. Pilar-pilar besar, bentuk lengkung di atas pintu, atap kubah, dsb.

5. 2. Konsep Bentuk

Bentuk bangunan diaplikasikan berdasarkan dari ciri – ciri arsitektur klasik. Konsep bentuk pada auditorium utama tersebut adalah bentuk tapal kuda yang cocok untuk kegiatan pertunjukan musik, khususnya musik klasik.


(72)

5. 3. Konsep Tampilan

Tampilan bangunan tetap tidak meninggalkan dari fungsi dan pengguna bangunan ini dimana fungsi bangunan yaitu sebagai gedung pertunjukan musik. Untuk membuat tampilan bangunan yang sesuai dengan konsep rancangan maka pada bagian depan bangunan ada beberapa pilar – pilar besar dan juga peletakan material jendela yang monoton. Agar terlihat mewah pada bangunan maka pilar – pilar tersebut menjulang tinggi langsung ke lantai 2.

Gambar 5. 1. Tampak depan bangunan

Melalui analisa bentukan yang sesuai dengan konsep rancangan pada bagian entrance ada beberapa pilar – pilar besar .

Pada bagian atap bangunan barbentuk sejanis kubah dan level dari lantai 1 ke lantai 2 cukup tinggi, agar terlihat megah pada bangunan.

Simetris juga termasuk dari salah satu ciri – ciri dari arsitektur klasik.


(73)

5. 4. Konsep Sirkulasi

Pada konsep sirkulasi Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini terbagi menjadi dua sirkulasi yaitu sebagai berukut :

 Sirkulasi ruang luar

Sirkulasi pengunjung pada ruang luar menggunakan sirkulasi linier yang diterapkan dengan penggunaan satu pintu masuk dan satu pintu keluar keluar.

 Sirkulasi ruang dalam

Pola sirkulasi yang digunakan untuk mengarahkan pengunjung sesuai aktifitasnya terbagi menjadi 2 macam sirkulasi yaitu:

a. Sirkulasi horizontal, menggunakan sirkulasi radial. Sistem sirkulasi radial memadukan unsur-unsur sistem sirkulasi terpusat dan linier.

b. Sirkulasi vertikal, menggunakan tangga.

5. 5. Konsep Ruang Dalam (Interior)

Pola ruang dalam pada Gedung pertunjukan Musik di Surabaya terdiri dari beberapa fungsi ruang yang berbeda, yaitu dibedakan antara Fasilitas utama, fasilitas penunjang dan fasilitas servis.

5. 6. Konsep Ruang Luar

Penyelesaian ruang luar antara lain dengan penggunaan vegetasi (tanaman) baik seperti pohon-pohon besar dan perdu maupun vegetasi tambahan, dan juga penggunaan unsur air seperti pada area kolam sebagai pembatas.

Fasilitas Utama

Fasilitas penunjang Fasilitas servis Keterangan :


(74)

5. 7. Konsep Struktur

Sistem Struktur yang direncanakan memakai sistem grid pada penataan kolom dan balok. Konstruksi yang digunakan pada kolom dan balok adalah beton bertulang. Sedangkan pada atap menggunakan sistem struktur rangka batang dan atap dack.

Material seperti kaca dan pilar - pilar juga dipergunakan untuk memperkuat identitas bangunan yang juga menunjukan metode perancangan yang diangkat yaitu arsitektur klasik.

5. 8. Konsep Mekanikal Elektrikal A. Sistem Aliran Listrik

Listrik mutlak diperlukan sebagai kelangsungan kegiatan yang terus menerus pada Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini. Untuk itu disamping menggunakan aliran listrik dari PLN, disediakan pula alternatif generator set (genset), apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN. Penempatan genset disesuaikan sehingga tidak menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu aktifitas dalam Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya.

B. Sistem Penghawaan

Sistem Penghawaan yang secara khusus hanya dibuat untuk ruang – ruang pada studio latihan, ruang auditorium, dll. Untuk auditorium maupun ruang yang mendukung menggunakan AC central, sedangkan untuk ruang kantor pengelola menggunakan AC split. Pemakaian jenis AC ini dipertimbangkan dengan :

 Kebisingan yang timbul AC dapat dihindarkan

 Pemeliharaan dan maintenance lebih mudah

 Biaya operasional lebih efisien. C. Sistem Pencegahan Bahaya Kebakaran

Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini merupakan gedung dengan fungsi bangunan umum yang melibatkan banyak pelaku aktifitas, maka


(75)

haruslah direncanakan keamanan terhadap bahaya kebakaran dengan digunakannya sistem pencegahan kebakaran yang dapat mengamankan manusia. Adapun cara pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran antara lain adalah :

 Perencanaan terhadap pemilihan bahan / material yang tidak mudah terbakar dan penyebaran apinya lambat.

 Merencanakan pintu darurat dan sirkulasinya.

 Menyediakan peralatan pemadam kebakaran pada tempat – tempat umum yang mudah dilihat dan ditemukan, seperti :

a. Sprinkler dengan smoke detektor yang bekerja secara otomatis dengan

membunyikan fire alarm, yang ditempatkan pada masing – masing ruang dalam.

b. Fire Extinguiser khususnya pada ruang dapur, mekanikal / elektrikal

atau ruang - ruang yang terdapat aliran listrik.

c. Fire Hydrant yang ditempatkan pada ruang luar dengan sumber air


(76)

BAB VI

APLIKASI PERANCANGAN

Perancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan baik bagi para pecinta musik maupun musisi dari seluruh tanah air khususnya dalam sarana hiburan.

Pada aplikasi konsep rancangan proyek Gedung Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini menggunakan persyaratan – persyaratan yang ada pada bab sebelumnya untuk kemudian diterapkan pada penyelesaian gambar rancangan tugas akhir yang akan diuji dengan kaidah – kaidah dan azas – azas perancangan sehingga dapat diperoleh hasil desain rancangan yang paling optimal.

6. 1. Aplikasi Bentuk

Aplikasi bentukan bangunan pada rancangan Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini merupakan penggabungan bentuk dasar auditorium utama yaitu bentuk tapal kuda.

Melalui analisa bentukan yang sesuai dengan konsep rancangan pada bagian entrance ada beberapa pilar – pilar besar .

Pada bagian atap bangunan barbentuk lengkung dan level dari lantai 1 ke lantai 2 cukup tinggi, agar terlihat megah pada bangunan.


(1)

6. 2. Aplikasi Tampilan

Tampilan bangunan disesuaikan dengan konsep rancangan ” Arsitektur Klasik” dimana tampilan ini berusaha menghadirkan kesan bangunan yang menunjukkan kemewahan da kemegahan. Selain itu juga pada bangunan dan konsep rancangan mempunyai kesamaan .

Pada depan bangunan sengaja menggunakan pilar- pilar besar, hal ini disesuaikan dengan konsep rancangan yang menggunakan arsitektur klasik.

Gambar 6. 2. Tampak Barat

Simetris juga termasuk dari salah satu ciri – ciri dari arsitektur klasik.


(2)

ditata sejajar dengan pola yang sama sehingga dapat menunjukkan konsep rancangan arsitektur klasik, sedangkan atap bangunan menggunakan atap sejenis kubah .

6. 3. Aplikasi Sirkulasi

Sirkulasi dalam site ditata menggunakan pola linier, ini ditujukan agar pengguna jalan dapat dengan mudah bersirkulasi di dalamnya.

Area sirkulasi in dan out pada motor dan mobil pengunjung memiliki satu arah yang sama, untuk parkir motor terletak sebelah utara bangunan utama di lantai 2 sedangkan parkir mobil menyabar di sekitar bangunan, dan juga ada bangunan untuk parkir mobil dan motor. ini ditujukan agar pengunjung tidak merasa bingung.

Sedangkan aplikasi sirkulasi dalam bangunannya menggunakan sirkulasi radial. Sebelum menuju auditorium para pengunjung masuk melalui hall terlebih dahulu untuk membeli tiket. Pengunjung kelas I masuk melalui pintu pada Lantai 1, sedangkan untuk kelas II dan VIP pada Lantai 2, hal ini karena disesuaikan dengan kenyamanan pada saat berada di auditorium utamanya.

6. 4. Aplikasi Ruang Luar


(3)

Gambar 6. 4. Vegetasi pada area gedung

1. Memberikan pola vegetasi seperti pohon-pohon palem, perdu, dan sebagainya untuk memperkuat kesan sirkulasi dan sebagai penanda arah sirkulasi.

2. Permainan elevasi lantai diterapkan pada beberapa poin, perbedaan elevasi ini diterapkan kedalam bentuk tangga dan juga pejalan kaki dari arah parkir. Hal ini untuk mengarahkan pengunjung dan menghindari kesan jenuh.

6. 5. Aplikasi Ruang Dalam Bangunan (Interior)

Sesuai dengan tema confort concert di tekankan pada interior bangunan seperti kenyamanan mendengarkan dan kenyamanan menonton, untuk kenyamanan mendengarkan pagelaran ditekankan pada akustik ruang, untuk kenyamanan menonton ditekankan pada jarak untuk menonton dan juga pandangan untuk melihat pagelaran.

Ruang dalam pada Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini dibuat seefisien mungkin dengan kebutuhan aktivitas pengguna dan tetap terasa nyaman.

Pada ruang Auditorium dan ruang latihan, dinding dilapisi dengan peredam suara, agar penonton merasa nyaman untuk menyaksikkan pagelaran sedangkan pada plafonnya diatur sedemikian rupa disesuaikan dengan akustik ruang sebuah auditorium.


(4)

Gambar 6. 5. Interior Auditorium Utama


(5)

PENUTUP

Dengan berakhirnya penyusunan laporan tugas akhir Gedung Pagelaran Musik Klasik di Surabaya ini diharapkan segala tujuan dan sasaran dari penyusunan laporan ini dapat tercapai dan terlaksana dengan baik dan lancar.

Karena keterbatasan waktu dan data-data yang penyusun terima di dalam proses penyusunan laporan tugas akhir, maka mohon segala kritik dan saran dari bapak dan ibu dosen jurusan Teknik Arsitektur dan pembaca akan sangat diharapkan demi tercapainya suatu hasil yang baik didalam pengerjaan laporan Tugas Akhir ini.

Demikian laporan Tugas Akhir ini telah tersusun, diharapkan nantinya dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat serta dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Apabila terdapat kata-kata maupun penggunaan bahasa yang kurang tepat, selaku penyusun mohon maaf yang sebesarnya sekian saya ucapkan terima kasih.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

A, Idrus H . 1996. Kamus Umum Baku Bahasa Indonesia. Bintang Usaha Jaya. Surabaya.

Chiara, Joseph De and Jhon C. Time Sarver Standart for Building Type.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan dan Kesenian.

Buku Petunjuk Pendididkan Dasar Musik.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.

Doelle, Lestie L. 1990. Akustik Lingkungan. Penerbit Erlangga. Jakarta. Neufert, Ernest. 1996. Data Arsitek Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Neufert, Ernest. 2002. Data Arsitek Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Supandar, J Pamuji. 2004. Faktor Akustik Dalam Perancangan Desain Interior. Djambatan. Jakarta.

Eviutami, Christina. 2002. Akustika Bangunan, Penerbit Erlangga. Jakarta Lord, Peter. 2001. Detail Akustik, Penerbit Erlangga. Jakarta.

Tutt, Paricia and David Adler. New Matric Hand Book. London. Penyusunan Rencana Teknik Ruang Kota. UD. Tunjungan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Bapekko Surabaya

www.google.com www.surabaya.go.id