Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) SMP MTS Kota Salatiga T2 942012059 BAB II

(1)

1

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Manajemen Bimbingan dan Konseling

2.1.2 Pengertian Manajemen Bimbingan dan Konseling

Suherman (2007) menjelaskan bahwa manajemen diartikan sebagai keseluruhan aktivitas berupa proses mengadakan, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya yang dianggap penting guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Sugiyo (2012) menjelaskan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah kegiatan yang diawali dari perencanaan kegiatan bimbingan dan konseling, pengorganisasian aktivitas dan semua unsur pendukung bimbingan dan konseling mencapai tujuan serta mengevaluasi kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengetahui apakah semua kegiatan layanan sudah dilaksanakan dan mengetahui bagaimana hasilnya. Gibson dan Mitchel menyatakan bahwa manajemen bimbingan dan konseling adalah aktivitas-aktivitas yang memfasilitasi dan melengkapi fungsi-fungsi keseharian staf konseling meliputi aktivitas administrative seperti pelaporan dan perekaman, perenacanaan dan control anggaran, manajemen fasilitas dan pengaturan sumber daya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen bimbingan dan konseling merupakan


(2)

2

sebuah upaya untuk menyusun perencanaan dari semua kegiatan BK, dan mengatur segala sesuatu yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan BK, dan pada akhirnya mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan BK.

2.1.3 Tujuan Manajemen Bimbingan dan Konseling

Manajemen bimbingan dan konseling mengacu pada tujuan manajemen pendidikan secara umum. Manajemen bimbingan dan konseling bertujuan untuk mengembangkan diri konseli (peserta didik) secara efektif dan efisien. Sugiyo (2012) menjelaskan bahwa setiap organisasi mempunyai yang ingin dicapai, untuk mencapainya maka diperlukan adanya kegiatan manajemen sehingga tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Apabila tujuan manajemen dilakukan secara sistematis maka akan mencapai hasil yang produktif, berkualitas, efektif dan efisien.

Sugiyo (2012) menjelaskan kegiatan manajemen bimbingan dan konseling dikatakan produktif apabila dapat menghasilkan keluaran baik secara kualitas dan kuantitas. Kualitas dari layanan bimbingan dan konseling dilihat dari tingkat kepuasan dari konseli yang mendapatkan layanan bimbingan dan konseling. Sedangkan kuantitas dari layanan bimbingan dan konseling dilihat dari jumlah konseli yang mendapat layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya, efektif


(3)

3

berarti kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan tujuan. Keefektifan layanan bimbingan dan konseling yaitu konseli mampu mengembangkan dirinya secara optimal. Sedangkan, efisien apabila kesesuaian antara sumber daya dengan keluaran atau penggunaan sumber dana yang minimal dapat dicapai tujuan yang diharapkan.

2.1.4 Prinsip-Prinsip Manajemen Bimbingan dan Konseling

Pengorganisasian manajemen terkait dengan melaksanakan tugas sesuai dengan keahlian dan tugas masing-masing personil. Sugiyo (2012) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bimbingan dan konseling sejalan dengan prinsip manajemen pendidikan pada umumnya. Sugiyo (2012) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip manajemen meliputi:

a) Efisiensi adalah kegiatan yang dilakukan dengan modal yang minimal dapat memberikan hasil yang optimal. b) Efektifitas adalah apabila terdapat kesesuaian antara

hasil yang dicapai dengan tujuan.

c) Pengelolaan adalah dalam aktivitas manajemen seorang manajer harus mengelola sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun non manusia.

d) Mengutamakan tugas pengelolaan, artinya seorang manajer harus mengutamakan tugas manajerialnya dibandingkan tugas yang lain.


(4)

4

e) Kerjasama, seorang manajer harus mampu menciptakan suasana kerjasama dengan berbagai pihak.

f) Kepemimpinan yang efektif.

2.1.5 Fungsi Manajemen Bimbingan dan Konseling

Fungsi manajemen bimbingan dan konseling tidak jauh berbeda dengan manajemen pendidikan secara umum. Suherman (2007) menjelaskan fungsi manajemen bimbingan dan konseling sebagai berikut:

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.

2) Pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan yang sudah didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif. Di dalam pengorganisasian terdapat kegiatan untuk memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.


(5)

5 3) Pengarahan

Pengarahan merupakan sebuah proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas tinggi.

4) Pengawasan

Pengawasan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.

2.2

Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling

2.2.1 Peran Komunitas Guru Profesional

Penyelenggaraan Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling dibuat berdasarkan landasan hukum seperti Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan daerah.


(6)

6

Namun juga berdasarkan teori pendukung seperti yang dijelaskan Coburn dan Stein (2006) dengan judul Communities of Practice Theory and The Role of Teacher

Professional Community in Policy Implementation atau

Kelompok-kelompok dalam Teori Praktek dan Peran Komunitas Guru Profesional dalam Pelaksanaan Kebijakan.

Pengembangan profesionalitas dan kompetensi guru dapat dilakukan melalui kegiatan pre-service and in-service training secara bersama-sama dalam satu wadah atau organisasi profesi. Dengan kata lain bahwa wadah atau organisasi ini dapat dimanfaatkan oleh masing-masing anggotanya dalam mencapai tujuan pengembangan profesionalitas guru secara bersama. Rogoff (Coburn dan Stein, 2006) menyatakan bahwa: In contrast to conventional views of learning as an individual of pschychological process, social-cultural theorists argue that learning as individual participate, in the social and cultural activities of their communities.

Menurut Rogoff (Coburn dan Stein, 2006), bahwa pembelajaran bagi seorang guru dapat dilaksanakan dalam komunitas kelompok atau organisasi dengan memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok atau organisasi tersebut. Dengan adanya partisipasi dan aktivitas guru dalam kelompok tersebut diharapkan profesionalitas dan kompetensi guru dapat berkembang.


(7)

7

Pengembangan profesional juga dapat dilakukan melalui kerjasama pengembangan dalam kelompok seperti yang disampaikan Glatorn (Aberg, 2006), An encouraging development in instructional development is the wide spread interest in peer-centered options such as cooperative development. Lebih lanjut Glathorn ( Aberg, 2006) menjelaskan yang dimaksud dengan cooperative

professional development “A process by which small team of

theacher work together, using a variety of method and

structures, for their own professional growth. Helsinki

(2009) menambahkan bahwa lembaga pendidikan harus memiliki cara-cara dalam melengkapi diri mereka dimana para guru dilibatkan di dalam pembelajaran bersama peserta didik merupakan seseorang yang memenuhi syarat dan memiliki kompetensi. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengizinkan para guru untuk terlibat dalam kegiatan kelompok satu profesi.

Berkenaan dengan dampak yang diharapkan dengan adanya peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, Stevenson dan Stingler (Danim, 2000) menyatakan sebagai berikut:

Professional have longer and more specialized training greater freedom to organize their time, greater personal responsibility for directing their own work, and respect that come from uniqueness and quality of their contribution


(8)

8

Berdasarkan pendapat Stevenson dan Stingler (Danim, 2000) di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa pengembangan profesionalitas guru akan berkontribusi terhadap kualitas dan tanggung jawab guru dalam menunjang keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Hal di atas bisa saja terwujud apabila seorang guru mata pelajaran ataupun guru bimbingan dan konseling tersebut dapat mengikuti dan terlibat dalam kegiatan organisasi profesi seperti MGMP/MGBK.

Katz (Stroot, 2008) mencoba mengidentifikasikan empat tahapan pengembangan guru. Empat tahapan dalam pengembangan tersebut meliputi survival,

consolidation, renewal, dan maturity. Pada tahap survival

guru masih membutuhkan bimbingan secara khusus tentang pengetahuan, konsep, dan ketrampilan mengajar. Guru pada tahap consolidation sudah bisa berkonsultasi dan bertukar pikiran dengan rekan-rekan guru lain, serta bisa berperan sebagai fasilitator dalam bidang keahlian yang sama. Dalam tahap renewal guru sudah memiliki kemampuan mengajar dan berusaha untuk terus meningkatkan kemampuan kualitas pembelajaran mereka dengan menambah dan mencoba metode-metode pembelajaran yang baru kepada siswa. Pada tahap

maturity (kematangan) guru lebih menekankan pada

penggalian ide-ide baru mengenai peran dan filosofi, serta dampak pembelajaran terhadap perubahan sekolah maupun masyarakat demi memperdalam dan


(9)

9

memantapkan kembali kompetensi dan keyakinannya sebagai guru.

Gibson dan Mitchel (2011) menjelaskan beberapa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling secara professional. Tanggung jawab guru bimbingan dan konseling menurut Gibson dan Mitchel (2011) meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Para guru bimbingan dan konseling professional harus terlatih sepenuhnya dan berkualifikasi agar sanggup memenuhi kebutuhan populasi klien (peserta didik) yang mereka tangani. Pelatihan mensyaratkan tingkat pendidikan yang memadai yang akan memampukan guru bimbingan dan konseling memahami dan menyadari betul teori sistematik yang menuntun prakti profesionalnya. 2. Para guru bimbingan dan konseling professional

secara aktif harus mencari dan mendapatkan sertifikasi atau lisensi yang tepat sesuai dengan pelatihan, latar belakang dan lingkup praktiknya. 3. Para guru bimbingan dan konseling professional

perlu berkomitmen secara pribadi dan professional untuk terus memperbarui dan meningkatkan keahlian dan pengetahuan mereka sebagai cerminan dan representasi kemajuan terbaru di bidang profesi mereka.

4. Para guru bimbingan dan konseling professional menyadari dan berkontribusi bagi pengembangan


(10)

10

profesi dengan melakukan dan berpartisipasinya dalam studi-studi riset yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan tentang profesinya. Sebagai tambahan, guru bimbingan dan konseling memastikan penyebaran tulisan professional dan presentasi program di pertemuan-pertemuan professional.

5. Para guru bimbingan dan konseling professional adalah anggota-anggota yang berpartisipasi aktif di dalam organisasi profesi yang tepat di semua tingkatan (lokal, nasional, regional, dan internasional).

6. Para guru bimbingan dan konseling professional harus sadar betul dan taat kepada rambu-rambu legal dan etis profesi dan praktik konseling.

Pemaparan Gibson dan Mitchel (2011) sejalan dengan rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (Dirjen Dikti, 2007) yang menjelaskan bahwa kegiatan riset dan pengembangan aktivitas guru bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan pengembangan professional secara berkelanjutan, meliputi: 1) merancang, melaksanakan dan memanfaatkan penelitian dalam bimbingan dan konseling, sebagai sumber data bagi kepentingan kebijakan sekolah dan implementasi proses pembelajaran, serta pengembangan program bagi peningkatan unjuk kerja profesioanal guru bimbingan dan


(11)

11

konseling; 2) merancang, melaksanakan dan mengevaluasi aktivitas pengembangan diri guru bimbingan dan konseling professional sesuai dengan standar kompetensi guru bimbingan dan konseling; 3) mengembangkan kesadaran komitmen terhadap etika professional, 4) berperan aktif di dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling. Dapat disimpulkan bahwa rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling sama dengan pemaparan Gibson dan Mitchel (2010) bahwa para guru bimbingan dan konseling professional adalah anggota-anggota yang berpartisipasi aktif di dalam organisasi profesi yang tepat di semua tingkatan (lokal, nasional, regional, dan internasional).

Beberapa kebijakan yang digariskan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan mutu guru khususnya, antara lain adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yng mengarahkan pada peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru. Hal ini mengingatkan guru yang harus memiliki karakteristik tertentu, yang dapat mengarahkan peserta didik pada empat pilar pendidikan. Dalam kaitan ini karakter guru (termasuk guru bimbingan dan konseling) yang diperlukan adalah: 1) memahami profesi guru sebagai panggilan hidup sejati (genuineness). 2) selama proses pembelajaran mengupayakan positive reward, sehingga siswa mampu melakukan self-reward. 3) sikap guru tidak


(12)

12

hanya simpatik, tetapi juga haru berempatik. 4) menyadari bahwa sebagai guru di era global hendaknya memiliki “ability to be a learner (long life learning)” dan bukan hanya berprofesi yang ambivalen (Widayati, 2002).

2.2.2 Pengertian MGBK

Berdasarkan pemaparan di sub bab sebelumnya, maka pemerintah Indonesia membentuk Kelompok Kerja Guru dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan wadah kegiatan professional bagi para guru mata pelajaran yang sama pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK di tingkat kabupaten/kota yang terdiri dari sejumlah guru dari sejumlah sekolah. Permen No 35 tahun 2010 menjelaskan bahwa Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling adalah wadah kegiatan guru kelas, guru mata pelajaran sejenis atau guru bimbingan dan konseling dalam usaha meningkatkan kemampuan professional guru di bawah bimbingan guru inti dan bersifat mandiri. Guru Bimbingan dan Konseling dalam Permen No 35 tahun 2010 adalah guru yang mempunyai wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar (SMP/MTs/SMPLB) dan pendidikan menengah (SMA/MA/SMALB, SMK/MAK).

Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mempersyaratkan guru untuk: 1)


(13)

13

memiliki kualifikasi akademik minimum S1/D4; 2) memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran yaitu kompetesi pedagogic, kepribadian, sosial, dan professional; dan 3) memiliki sertifikat pendidik. Dengan berlakunya Undang-undang ini diharapkan memberikan suatu kesempatan yang tepat bagi guru untuk meningkatkan profesionalismenya melalui pelatihan, penulisan karya ilmiah, pertemuan di Kelompok Kerja Guru (KKG) dan pertemuan di Musyawarah Guru Mata Pelajaran atau Musayawarah Guru Bimbingan dan Konseling. Dengan demikian KKG dan MGMP/MGBK memiliki peran penting dalam mendukung pengembangan professional guru. Secara yuridis keberadaan guru BK dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong dan tutor.

2.2.3 Tujuan MGBK dan Program MGBK

Tujuan Musyawarah Guru Mata pelajaran atau Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling berdasarkan Standar Pengembangan KKG dan MGMP/MGBK (Dirjen Dikti, 2008) adalah sebagai berikut:

a. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar memanfaatkan sumber belajar, dsb.


(14)

14

b. Memberi kesempatan kepada anggota MGMP/MGBK untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik.

c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih professional bagi peserta kelompok kerja dan musyawarah kerja.

d. Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah.

e. Mengubah budaya kerja anggota MGMP/MGBK dan mengembangkan professionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat MGMP/MGBK.

f. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik.

g. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di tingkat MGMP/MGBK.

Berdasarkan standar pengembangan MGMP menurut Direktorat Profesi Pendidik Dirjen Dikti (2008), dijelaskan bahwa program MGMP/MGBK adalah rencana kegiatan MGMP/MGBK yang mencakup jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu dijelaskan juga di dalamnya berkaitan dengan standar Program MGMP/MGBK sebagai salah satu standar pengembangan MGMP/MGBK. Standar Program MGMP/MGBK sebagai berikut:

1. Penyusunan program MGMP/MGBK dimulai dari menyusu Visi, Misi dan Tujuan sampai kalender kegiatan.

2. Program MGMP/MGBK diketahui oleh Ketua KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah SD) atau Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan


(15)

15

disahkan oleh kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota.

3. Program inti MGMP/MGBK terdiri dari program rutin dan program pengembangan.

Program MGBK dalam Rambu-Rambu KKG dan MGMP terdiri dari 3 program, yaitu program umum, program inti (program rutin dan program pengembangan) dan program penunjang. Program umum adalah program yang bertujuan untuk memberikan wawasan kepada guru tentang kebijakan-kebijakan pendidikan di tingkat daerah sampai pusat, seperti kebijakan terkait dengan pengembangan profesionalisme guru. Program inti adalah program-program utama yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kompetensi dan profesionalisme guru. Program inti dapat dikelompokkan ke dalam program rutin dan program pengembangan.

4. Program Rutin sekurang-kurangnya terdiri dari: a. Diskusi permasalahan pembelajaran.

b. Penyusunan silabus, program semester, dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) atau Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL).

c. Analisis kurikulum

d. Penyusunan instrument evaluasi pembelajaran atau layanan BK.

e. Pembahasan materi dan pemantapan menghadapi Ujian nasional.

5. Pogram pengembangan dapat dipilih sekurang-kurangnya tiga dari kegiatan-kegiatan berikut:

a. Penelitian

b. Penulisan Karya Tulis Ilmiah

c. Seminar, lokakarya, koloqium (paparan hasil penelitian), dan diskusi panel.


(16)

16

d. Pendidikan dan pelatihan berjenjang (diklat berjenjang)

e. Penerbitan jurnal MGMP.MGBK f. Penyusunan website MGMP/MGBK g. Forum MGMP/MGBK Provinsi h. Kompetisi Kinerja Guru

i. Peer Coaching (Pelatihan sesama guru

menggunakan media ICT)

j. Lesson Study (kerjasama antar guru untuk

memecahkan masalah pembelajaran)

k. Professional Learning Community (Komunitas

Belajar Profesional)

l. TIPD (Teachers International Professional

Development) kerja sama MGMP/MGBK

Internasional.

m.Global Gateway (kemitraan lintas negara)

Sedangkan program penunjang bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan peserta MGMP/MGBK dengan materi-materi yang bersifat penunjang seperti bahasa asing, Teknologi Informasi dan Komunikas, dll. Standar yang sudah dibuat oleh pemerintah ini apabila dipenuhi maka diharapkan program MGMP/MGBK mampu menjadi upaya untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas guru mata pelajaran maupun guru bimbingan dan konseling.

Penyusunan program MGMP/MGBK pada dasarnya merupakan kegiatan utama dalam pelaksanaan aktivitas MGBK. Program tersebut senantiasa merujuk pada usaha peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru BK. Sebelum menentukan program kegiatan yang akan dijadikan menu di dalam pelaksanaan kegiatan MGBK diawali dengan hal-hal berikut:


(17)

17

1. Analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru sebagai anggota MGMP yang meliputi kompetensi professional, pedagogis, kepribadian dan sosial.

2. Hasil dari analisis kebutuhan ini disusun program prioritas yang dituangkan dalam jadwal kegiatan tahunan dan semester.

3. Ada tida jenis program yang dapat dirancang untuk kegiatan ini di MGBK, yaitu program umum, program inti (terdiri dari program rutin dan program pengembangan) dan program penunjang. Program tersebut memuat secara rinci sejumlah kegiatan untuk setiap pertemuan.

4. Program hasil analisis kebutuhan dituangkan dalam jadwal pertemuan untuk satu tahun dan sekurang-kurangnya memuat 12 kegiatan yang dituangkan dalam 12 kali pertemuan dalam satu tahun.

2.3 Evaluasi Program

2.3.1 Pengertian Evaluasi Program

Evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan sesuatu sesuai kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, Arikunto dan Jabar (2014). Tyler (Arikunto dan Jabar, 2014) mengungkapkan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Sedangkan Stufflebeam (Badrujaman,


(18)

18

2011) menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

Evaluasi program dalam pendidikan dijelaskan oleh Fitzpatrick (Badrujaman, 2011) sebagai “ the process of delineating, obtaining, dan providing useful information for judging decision alternative.” Sejalan dengan definisi yang dipaparkan oleh Stufflebeam (Badrujaman, 2011) bahwa evaluasi dalam pendidikan

sebagai “the process of delineating, obtaining, dan

providing useful information for judging decision

alternative.” Definisi ini memberikan tekanannya pada 3

hal yaitu bahwa:

a. Evaluasi merupakan proses sistematis yang terus menerus

b. Proses ini terdiri dari 3 langkah, yaitu menyatakan pertanyaan yang menuntut jawaban dan informasi lebih spesifik untuk digali, membangun data yang relevan, menyediakan informasi akhir (kesimpulan) yang menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan. c. Evaluasi memberikan dukungan pada proses

mengambil keputusan dengan memilih salah satu alternative pilihan dan melakukan tindak lanjut atas keputusan tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah proses


(19)

19

untuk mengukur dan mengetahui efektivitas sebuah program yang sudah dijalankan, dimana hasil evaluasi ini bisa menjadi bahan pertimbangan pengambilan sebuah keputusan. Evaluasi Program MGMP/MGBK merupakan proses untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas dan kinerja MGMP/MGBK dalam manajemen dan pelaksanaan kegiatan secara konsisten dan berkelanjutan.

2.3.2 Tujuan dan manfaat evaluasi Program

Arikunto dan Jabar (2014) menjelaskan tujuan dari diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui keterlaksanaan kegiaan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub komponen program yang belum terlaksana dan hal apa yang menjadi penyebabnya. Gibson dan Mitchel (2011) ingin menjelaskan bahwa tujuan dasar evaluasi program adalah menyediakan garis pedoman bagi perbaikan sebuah program. Selain itu, evaluasi positif bisa dipublikasikan untuk mencapai dan melanjutkan dukungan bagi program.

Tujuan evaluasi program juga disampaikan oleh Sudjana (2006) sebagai berikut:

a. Memberikan masukan bagi perencanaan program. b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan

yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program.


(20)

20

c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program.

d. Memberikan masukan yang berkenan dengan factor pendukung dan penghambat program.

e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi, dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program.

f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah.

Berdasarkan beberapa tujuan evaluasi program di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlaksanaan sebuah program, begitu juga sebaliknya untuk mengetahui hal apa yang menjadi kendala sebuah program tidak dapat dilaksanakan.

Evaluasi program dapat menyajikan 5 jenis informasi dasar sebagai berikut:

a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu program harus dilanjutkan.

b. Indikator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang digunakan.

c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program yang paling


(21)

21

efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai.

d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan program.

e. Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi program.

Manfaat dari evaluasi itu sendiri adalah mengumpulkan data yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang nantinya akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Informasi yang didapatkan dari kegiatan evaluasi sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.

Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah keputusan menurut Arikunto dan Jabar (2014), yaitu:


(22)

22

1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak memberikan manfaat, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. 2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang

kurang sesuai dengan harapan.

3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik apabila dilakukan kembali di tempat dan waktu yang lain.

2.3.3 Model Evaluasi Program

Model evaluasi program memiliki variasi yang cukup banyak. Para ahli evaluasi mengemukakan berbagai macam model evaluasi. Setiap model evaluasi memiliki karakteristiknya masing-masing berkenaan dengan konsep dasar, metode, serta fokus evaluasi. Khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, model-model evaluasi yang sering digunakan untuk mengevaluasi program adalah model goal attainment yang dikembangkan oleh oleh Tyler, model evaluasi

Formative dan Summative yang dikembangkan oleh


(23)

23

oleh Stake, serta model evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam.

2.3.4 Model Evaluasi CIPP

Stufflebeam (Badrujaman, 2011) merupakan ahli evaluasi yang mengusulkan evaluasi melalui pendekatan yang berorientasi kepada pengambilan keputusan (a decision oriented evaluation approach structured). Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi yaitu: Evaluasi konteks (Context Evaluation), Evaluasi Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process Evaluation), dan Evaluasi Hasil (Product Evaluation). Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan, dengan kata lain model Evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.

1. Evaluasi Konteks

Stufflebeam dan Shienkfield (2007) menjelaskan bahwa orientasi utama dari evaluasi konteks adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu objek, seperti institusi, program, populasi target atau orang dan juga untuk menyediakan arahan untuk menyediakan arahan untuk perbaikan. Evaluasi konteks bertujuan untuk melihat apakah tujuan yang lama dan prioritas terhadapanya telah


(24)

24

sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya dilayani. Di dalam evaluasi ini tidak tergantung pada objeknya, namun hasil dari evaluasi harus menyediakan dasar untuk penyesuaian (pemantapan) tujuan dan prioritas, serta target perubahan yang dibutuhkan.

Dalam penelitian ini tujuan evaluasi konteks dilakukan untuk menyediakan alasan yang rasional bagi Pengurus MGBK SMP Kota Salatiga dalam menentukan tujuan dan kompetensi guru BK, dimana semua itu akan membantu membentuk program dan menekankan berbagai berbagai struktur sesuai dengan kebutuhan guru BK.

Evaluasi konteks dapat dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai kebutuhan yang tidak diakomodir dan menentukan alasan atau penyebab kebutuhan ini belum diakomodir. Evaluasi ini dicapai melalui seperangkat penilaian berdasarkan penelahaan atas kebutuhan guru BK, penentuan kelebihan dan kekurangan program terkini dan menyetujui prioritas program.

2. Evaluasi Input

Orientasi utama dari evaluasi imput adalah untuk membantu menentukan program yang membawa pada perubahan yang dibutuhkan. Evaluasi input fokus mengevaluasi strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat atau belum. Stufflebeam dan Shienkfield (2007)


(25)

25

menjelaskan bahwa evaluasi input dilakukan dengan menelaah dan menilai secara kritis pendekatan yang relevan yang dapat digunakan. Evaluasi input bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas sistem, alternative strategi program, desain prosedur dimana strategi akan diimplementasikan. Input di dalam program MGBK meliputi sumber daya manusia (jumlah pengurus dan anggota MGBK), dukungan keuangan, Sekolah Inti, media MGBK, dan ruangan pertemuan MGBK.

Evaluasi input bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapasitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur di mana strategi akan diimplementasikan. Evaluasi input dapat dilakukan dengan menggunakan metode menginventarisasi dan menganalisis sumber-sumber yang tersedia, seperti pengurus MGBK dan anggota MGBK; strategi solusi, relevanasi desain prosedur, kepraktisan dan biaya, kemudian dibandingkan dengan criteria yang ditetapkan berdasarkan telaah literature, atau dengan mengunjungi program yang telah berhasil atau berdasarkan ahli.

3. Evaluasi Proses

Badrujaman (2011) menjelaskan evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat pelaksanaan program sesuai dengan strategi


(26)

26

yang telah direncanakan. Dalam ungkapan lain Stufflebeam dan Shienkfield (2007)) mengatakan bahwa evaluasi proses merupakan pengecekan yang beerkelanjutan atas implementasi perencanaan. Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasikan atau memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti cacat dalam desain prosedur atau implementasinya.

Evaluasi proses ini dapat dilakukan dengan memonitor kegiatan, berinteraksi terus menerus, serta dengan mengobservasi kegiatan, dan staf. Hal ini dapat melibatkan pengukuran pre-test dan

post-test terhadap pengetahuan dan keterampilan,

mengobservasi perilaku tertentu pada anggota MGBK,

self study yang terus menerus, data kedisiplinan

keikutsertaan kegiatan MGBK, kesesuaian antara program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan program, serta hambatan-hambatan yang ditemui. 4. Evaluasi Produk

Stufflebeam dan Shienkfield (2007) menjelaskan bahwa evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan dan menilai pencapaian program. Evaluasi produk juga bertujuan mengumpulkan deskripsi dan penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan itu semua dengan objektif, konteks, input dan informasi proses, serta untuk menginterpretasikan kelayak dan keberhargaan program.


(27)

27

Evaluasi produk dapat dilakukan dengan membuat definisi opersasional dan mengukur kriteria objektif, melalui mengumpulkan penilaian dari stake-holder, dengan unjuk kerja (performance) baik dengan menggunakan analisis secara kuantitatif maupun kualitatif, Trotter (Badrujaman, 2011).

2.5 Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Ani Uslimah (2006)

Penelitian ini berjudul Evaluasi Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Biologi SMA. Penelitian evaluasi program ini menggunakan model evaluasi CIPP. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu 1) relevansi program dengan kebutuhan peserta, 2) karakteristik peserta, 3) materi program, 4) ketersediaan sarana dan pra sarana penunjang kegiatan, 5) sistem pengelolaan program, 6) partisipasi peserta, 7) kualitas pelaksanaan program, 8) manfaat program bagi peserta. 9) keterampilan guru Biologi setelah mengikuti program, 8) faktor penghambat dan penunjang program.

Hasil penelitian Uslimah (2006) menunjukkan bahwa 1) program MGMP Biologi relevan dengan kebutuhan peserta, 2) 75% Guru SMA Negeri, 25% Guru SMA Swasta, dan 75% Guru PNS, 25% Guru Bantu/GTT, 3) tingkat relevansi materi program MGMP Biologi dalam kategori tinggi sebesar 75%, 4) ketersediaan sarana penunjang program MGMP Biologi dalam kategori baik, 5) kesiapan pengelola program


(28)

28

maupun peserta dalam kategori baik, 6) tingkat pasrtisipasi peserta dalam kategori baik (75%-80%), 7) kualitas pelaksanaan program dalam kategori baik sebesar 70% dan secara fungsional pelaksana program adalah pengurus beserta anggota MGMP Biologi SMA, 8) manfaat program kegiatan MGMP bagi guru Biologi dalam kategori baik sebesar 60%, 9) menurut persepsi peserta didik, secara umum keterampilan mengajar guru Biologi setelah mengikuti MGMP Biologi setelah mengikuti MGMP dalam kategori cukup baik, dan 10) hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program yang utama adalah kurangnya sarana pendukung kegiatan yang tersedia di Sanggar.

2. Penelitian Valen Octavia Pakpahan (2011)

Penelitian Pakpahan (2011) berjudul Evaluasi terhadap Program MGMP Mata Pelajaran TIK Tingkat SMP di Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan dan keberhasilan guru-guru SMA dalam mengikuti kegiatan MGMP TIK. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian evaluasi dengan menggunakan model CIPP (context, input, process, product). Pendekatan penelitian ini adalah deskriptig kuantitatif dengan desain facto ex post facto.

Hasil penelitian ini yaitu evaluasi konteks sebesar 69.7% dalam kategori siap, evaluasi input sebesar 69,3% dalam kategori siap, evaluasi proses sebesar


(29)

29

66,6% dalam kategori siap, dan untuk tingkat keberhasilan sebesar 71, 34% dalam kategori siap atau tinggi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah program MGMP TIK tingkat SMA di kabupaten Kendal berdampak positif terhadap profesionalisme guru.


(1)

24

sesuai dengan kebutuhan yang seharusnya dilayani. Di dalam evaluasi ini tidak tergantung pada objeknya, namun hasil dari evaluasi harus menyediakan dasar untuk penyesuaian (pemantapan) tujuan dan prioritas, serta target perubahan yang dibutuhkan.

Dalam penelitian ini tujuan evaluasi konteks dilakukan untuk menyediakan alasan yang rasional bagi Pengurus MGBK SMP Kota Salatiga dalam menentukan tujuan dan kompetensi guru BK, dimana semua itu akan membantu membentuk program dan menekankan berbagai berbagai struktur sesuai dengan kebutuhan guru BK.

Evaluasi konteks dapat dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai kebutuhan yang tidak diakomodir dan menentukan alasan atau penyebab kebutuhan ini belum diakomodir. Evaluasi ini dicapai melalui seperangkat penilaian berdasarkan penelahaan atas kebutuhan guru BK, penentuan kelebihan dan kekurangan program terkini dan menyetujui prioritas program.

2. Evaluasi Input

Orientasi utama dari evaluasi imput adalah untuk membantu menentukan program yang membawa pada perubahan yang dibutuhkan. Evaluasi input fokus mengevaluasi strategi yang dipilih untuk mencapai tujuan program sudah tepat atau belum. Stufflebeam dan Shienkfield (2007)


(2)

25

menjelaskan bahwa evaluasi input dilakukan dengan menelaah dan menilai secara kritis pendekatan yang relevan yang dapat digunakan. Evaluasi input bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas sistem, alternative strategi program, desain prosedur dimana strategi akan diimplementasikan. Input di dalam program MGBK meliputi sumber daya manusia (jumlah pengurus dan anggota MGBK), dukungan keuangan, Sekolah Inti, media MGBK, dan ruangan pertemuan MGBK.

Evaluasi input bertujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah kapasitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur di mana strategi akan diimplementasikan. Evaluasi input dapat dilakukan dengan menggunakan metode menginventarisasi dan menganalisis sumber-sumber yang tersedia, seperti pengurus MGBK dan anggota MGBK; strategi solusi, relevanasi desain prosedur, kepraktisan dan biaya, kemudian dibandingkan dengan criteria yang ditetapkan berdasarkan telaah literature, atau dengan mengunjungi program yang telah berhasil atau berdasarkan ahli.

3. Evaluasi Proses

Badrujaman (2011) menjelaskan evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan untuk melihat pelaksanaan program sesuai dengan strategi


(3)

26

yang telah direncanakan. Dalam ungkapan lain Stufflebeam dan Shienkfield (2007)) mengatakan bahwa evaluasi proses merupakan pengecekan yang beerkelanjutan atas implementasi perencanaan. Evaluasi proses bertujuan untuk mengidentifikasikan atau memprediksi dalam proses pelaksanaan, seperti cacat dalam desain prosedur atau implementasinya.

Evaluasi proses ini dapat dilakukan dengan memonitor kegiatan, berinteraksi terus menerus, serta dengan mengobservasi kegiatan, dan staf. Hal ini dapat melibatkan pengukuran pre-test dan post-test terhadap pengetahuan dan keterampilan, mengobservasi perilaku tertentu pada anggota MGBK, self study yang terus menerus, data kedisiplinan keikutsertaan kegiatan MGBK, kesesuaian antara program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan program, serta hambatan-hambatan yang ditemui.

4. Evaluasi Produk

Stufflebeam dan Shienkfield (2007) menjelaskan bahwa evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan dan menilai pencapaian program. Evaluasi produk juga bertujuan mengumpulkan deskripsi dan penilaian terhadap luaran (outcome) dan menghubungkan itu semua dengan objektif, konteks, input dan informasi proses, serta untuk menginterpretasikan kelayak dan keberhargaan program.


(4)

27

Evaluasi produk dapat dilakukan dengan membuat definisi opersasional dan mengukur kriteria objektif, melalui mengumpulkan penilaian dari stake-holder, dengan unjuk kerja (performance) baik dengan menggunakan analisis secara kuantitatif maupun kualitatif, Trotter (Badrujaman, 2011).

2.5 Penelitian yang Relevan

1. Penelitian Ani Uslimah (2006)

Penelitian ini berjudul Evaluasi Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Biologi SMA. Penelitian evaluasi program ini menggunakan model evaluasi CIPP. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu 1) relevansi program dengan kebutuhan peserta, 2) karakteristik peserta, 3) materi program, 4) ketersediaan sarana dan pra sarana penunjang kegiatan, 5) sistem pengelolaan program, 6) partisipasi peserta, 7) kualitas pelaksanaan program, 8) manfaat program bagi peserta. 9) keterampilan guru Biologi setelah mengikuti program, 8) faktor penghambat dan penunjang program.

Hasil penelitian Uslimah (2006) menunjukkan bahwa 1) program MGMP Biologi relevan dengan kebutuhan peserta, 2) 75% Guru SMA Negeri, 25% Guru SMA Swasta, dan 75% Guru PNS, 25% Guru Bantu/GTT, 3) tingkat relevansi materi program MGMP Biologi dalam kategori tinggi sebesar 75%, 4) ketersediaan sarana penunjang program MGMP Biologi dalam kategori baik, 5) kesiapan pengelola program


(5)

28

maupun peserta dalam kategori baik, 6) tingkat pasrtisipasi peserta dalam kategori baik (75%-80%), 7) kualitas pelaksanaan program dalam kategori baik sebesar 70% dan secara fungsional pelaksana program adalah pengurus beserta anggota MGMP Biologi SMA, 8) manfaat program kegiatan MGMP bagi guru Biologi dalam kategori baik sebesar 60%, 9) menurut persepsi peserta didik, secara umum keterampilan mengajar guru Biologi setelah mengikuti MGMP Biologi setelah mengikuti MGMP dalam kategori cukup baik, dan 10) hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program yang utama adalah kurangnya sarana pendukung kegiatan yang tersedia di Sanggar.

2. Penelitian Valen Octavia Pakpahan (2011)

Penelitian Pakpahan (2011) berjudul Evaluasi terhadap Program MGMP Mata Pelajaran TIK Tingkat SMP di Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan dan keberhasilan guru-guru SMA dalam mengikuti kegiatan MGMP TIK. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian evaluasi dengan menggunakan model CIPP (context, input, process, product). Pendekatan penelitian ini adalah deskriptig kuantitatif dengan desain facto ex post facto.

Hasil penelitian ini yaitu evaluasi konteks sebesar 69.7% dalam kategori siap, evaluasi input sebesar 69,3% dalam kategori siap, evaluasi proses sebesar


(6)

29

66,6% dalam kategori siap, dan untuk tingkat keberhasilan sebesar 71, 34% dalam kategori siap atau tinggi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah program MGMP TIK tingkat SMA di kabupaten Kendal berdampak positif terhadap profesionalisme guru.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab Guru Bimbingan & Konseling SLTA di Salatiga Tidak Melakukan Evaluasi Perencanaan Program T2 942011087 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab Guru Bimbingan & Konseling SLTA di Salatiga Tidak Melakukan Evaluasi Perencanaan Program T2 942011087 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab Guru Bimbingan & Konseling SLTA di Salatiga Tidak Melakukan Evaluasi Perencanaan Program T2 942011087 BAB IV

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab Guru Bimbingan & Konseling SLTA di Salatiga Tidak Melakukan Evaluasi Perencanaan Program T2 942011087 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) SMP MTS Kota Salatiga

0 1 76

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) SMP MTS Kota Salatiga

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) SMP MTS Kota Salatiga T2 942012059 BAB V

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) SMP MTS Kota Salatiga T2 942012059 BAB IV

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) SMP MTS Kota Salatiga T2 942012059 BAB I

0 0 13

TINGKAT PEMAHAMAN GURU BK TENTANG PERAN DAN FUNGSI MUSYAWARAH GURU BIMBINGAN DAN KONSELING (MGBK) DI SMP NEGERI SE-KOTA SEMARANG -

0 0 83