Analisis Strategi Penerjemahan Kata Mudo’af Dalam Al-Qur’an Pada Surat Al-Waqi’ah

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Terdahulu

Nudzur (2010) mengkaji tentang keistimewaan surat Al-Wᾱqi’ah, sabda Nabi Muhammad SAW : barang siapa yang membaca Al-Wᾱqi’ah maka dia tidak akan dicatat sebagai orang yang lalai. Kemudian peneliti mengkaji tentang asal lafal fi’il madhi. Dengan demikian Nudzur menganalisis 2 (dua) konteks, yaitu, Konteks Situasi dan Konteks Linguistik. Konteks Linguistik: kata (qad) yang mempengaruhi penetapan fi'il madhi yang jatuh setelahnya mempunyai makna zaman, masa lampau dan masa yang akan datang. Adapun Konteks Situasi: situasi yang menunjukkan tentang penciptaan manusia, atau menunjukkan masa lampau yang menyertai fi'il madhi. Situasi yang menunjukkan hari akhir, penjelasan tentang surga dan neraka, dan lain sebagainya yang menunjukkan zaman masa yang akan datang yang menyertai fi'il madhi.

Malik (2010) meneliti kajian analisis perbandingan Tafsir Al-Maraghi dengan Tafsir Al-Misbah. Persamaan antara Tafsir Al-Maraghi dengan Tafsir Al-Misbah dalam memahami ayat-ayat dalam surat Al-Waqi’ah tersebut, bukan pada persoalan waktu kejadiannya, serta mengetahui tentang tiga golongan, menurut penelitiannya penafsiran Al-Maraghi menjelaskan beberapa ayat pada surat Al-Wᾱqi’ah berdasarkan ketelitian ungkapan-ungkapan yang disusun secara tuntas, lalu mengaflikasikannya pada tatanan sosial yang sejalan dengan perkembangan masyarakat, sedangkan penafsiran Al-Misbah menjelaskan ayat demi ayat secara


(2)

berurutan dalam surat Al-Wᾱqi’ah, serta memahami terjemahan makna Al-Qur’an dengan sisipan penafsiran.

Adapun Rukmana (2006) meneliti tentang ilmu ma’ani dalam surat al-wᾱqiah, ilmu ma’ani merupakan salah satu dari cabang ilmu balaghah. Dalam penelitiannya dikhususkan pada dua kajian ilmu ma’ani yaitu kalam khabar (kalimat berita) dan kalam insya (kalimat bukan berita). Hasil penelitiannya menemukan 81 kalimat (69 ibtida’i, 6 thalabi dan 6 inkari). Sedangkan jumlah kalam insya mencapai 27 kalimat dengan rincian istifham 21, amr 3, tamanni dan nida masing-masing 1 kalimat.

Sementara Ulumi (2009) mengkaji bagaimana kualitas sanad dan matan hadits-hadits tentang keutamaan membaca surat Al-Wᾱqi’ah. Dalam penelitiannya menggunakan metode ma’anil hadits. Maksud dari metode ma’anil hadits mengikuti langkah-langkah yang diajukan musahadi, yaitu dengan menggunakan kaedah kesahehan yang telah ditetapkan para ulama kritikus hadits terdahulu. Kemudian menjelaskan makna hadits-hadits tersebut dengan menganalisis matan-matan hadits melalui kajian linguistik, menjelaskan makna hadits-hadits.

Seterusnya Surahmat (2010) mengkaji tentang hadits-hadits yang menjelaskan keutaman surat Al-Wᾱqi'ah bersumber dari karya Al-Baihaqi dalam kitab Jami' Al-Sahih. Tujuan penelitiannya bagaimana menyikapi teks hadits (yang berkualitas da'if) yang telah berkembang di masyarakat, dalam penelitiannya menggunakan metode takhrij, i'tibar, kritik sanad dan matan hadits. Dalam penelitian kritik sanad hadits yang dilakukan dalam penelitiannya merujuk pada kajian yang telah dilakukan oleh ulama hadits, Al- Albani, dimana haditsnya


(3)

berkualitas da'if. Dalam kajian kritik matan hadits, didapatkan suatu kesimpulan bahwa matan hadits tidak bertentangan dengan ajaran universal yang terdapat dalam agama Islam, yaitu anjuran untuk senantiasa membaca Al-Qur'an. Sedangkan bagian dari matan hadits: tidak akan faqir, yang dimaksud adalah faqir hati, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat muslim, bahwa kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan hati, bukan materi.

2.2. Defenisi Penerjemahan

Larson (1984) memberikan defenisi penerjemahan sebagai pemindahan makna, yaitu: satu usaha untuk memindahkan makna atau maksud daripada bentuk bahasa sumber ke dalam bentuk bahasa sasaran. Maksudnya bentuk bahasanya saja yang boleh berubah akan tetapi maksud yang terkandung dalam teks asal harus tetap dipelihara setelah dipindahkan ke dalam bentuk bahasa sasaran. Bentuk bahasa yang meliputi beberapa unsur seperti perkataan-perkataan, frase, klausa, kalimat dan sebagainya yang digunakan secara lisan atau secara tulisan. Faktor leksikon, struktur ke gramatisan, situasi komunikasi dan keadaan konteks budaya teks daripada bahsa sumber mesti diteliti dan dianalisa, tujuannya untuk dapat lebih menentukan maksud daripada bahasa sumber tersebut.

Adapun Bell (1991) menjelaskan terjemahan adalah penggantian sebuah representasi teks yang sama kedalam bahasa kedua. Teks dalam dua bahasa yang berbeda dapat sama dalam tingkatan yang berbeda (secara penuh atau sebagian). Sementara Nurbayan (1998: 41) mengatakan terjemahan adalah pengungkapan makna pembicaraan dari suatu bahasa dengan pembicaraan lain dari bahasa yang lain dengan memenuhi semua makna dan maksudnya.


(4)

Wills (1982: 27) yang disebutkan dalam husnan (2008: 2) mengatakan bahwa penerjemahan bukan saja penerjemahan semata-mata, akan tetapi ia juga satu pemindahan, transformasi, simulasi, peniruan, penerangan secara bebas, pengalihan semula dan penciptaan kembali.

Menurut Vives (2982: 27) menyatakan bahwa penerjemahan ialah merupakan pemindahan daripada bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan cara memelihara maksud asal. Maksudnya ialah merujuk kepada pemeliharaan makna daripada bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.

Brislin (1976) mendefenisikan penerjemahan sebagai satu strategi pemindahan buah fikiran dan ide daripada satu bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, sama ada ia secara bertulis atau secara lisan. Newmark (1981) juga memberi defenisi tentang penerjemahan sebagai penggantian pesan secara bertulis dalam satu bahasa. Pesan dalam bahasa sumber mesti sama dengan pesan yang sudah dipindahkan ke dalam bahasa sasaran untuk menggantikan pesan yang sudah ada. Newmark (1991) lebih lanjut mengatakan bahwa penerjemahan ialah satu aktifitas yang terikat dengan beberapa peraturan tertentu. Maksudnya bahwa penerjemah tidak boleh dilakukan dengan sesuka hati, akan tetapi mesti dibuat dengan menggunakan tata cara atau berpandukan kepada peraturan penerjemahan. (Husnan, 2008: 3-4).

Hadi (1999: 23) mengatakan terjemah ialah menjelaskan apa yang diinginkan oleh kalimat dalam bahasa asalnya, tidak hanya memindahkan makna hakiki, atau majasi suatu lafazh. Penggantian teks bahasa sumber dengan teks


(5)

bahasa target yang sama dan menyiratkan bahwa terjemahan biasanya dilakukan bukan dalam tataran kalimat, melainkan dalam tataran wacana.

Menurut Catford (1965) penerjemahan berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan merupakan pergantian teks pada bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam proses penerjemahan, penerjemah selalu berusaha mendapatkan unsur bahasa sasaran yang sepadan dengan bahasa sumbernya agar dapat mengungkapkan pesan yang sama dalam teks sasaran. Karena setiap bahasa mempunyai aturan tersendiri, maka perbedaan aturan ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran.

Adapun Simatupang (1999) mengatakan pergeseran di bidang semantik terjadi karena dua hal, yaitu perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Pergeseran di bidang makna tidak selalu memindahkan makna yang terdapat di dalam teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran secara tepat atau tetap utuh. Berikut adalah pergeseran di bidang semantik menurut Simatupang.

Pergeseran dari makna generik ke makna spesifik atau sebaliknya. Pergeseran ini terjadi karena padanan yang sangat tepat sebuah kata di dalam bahasa sumber tidak terdapat di dalam bahasa sasaran. Misalnya, kata bahasa sumber mempunyai makna generik dan padanan kata tersebut dalam bahasa sasaran tidak mengacu pada makna generik tetapi kepada makna kata yang lebih spesifik. Contohnya, penerjemahan kata leg dan foot dalam bahasa Inggris menjadi kaki dalam bahasa Indonesia. Pergeseran yang terjadi adalah pergeseran


(6)

dari makna spesifik menjadi makna generik. Dalam bahasa Indonesia, konsep leg dan foot diungkapkan dengan satu kata yang bermakna lebih generik atau umum, yaitu kaki.

Pergeseran makna karena perbedaan sudut pandang budaya. Pergeseran atau perbedaan makna juga terjadi karena perbedaan sudut pandang dan budaya penutur bahasa-bahasa yang berbeda. Contohnya: The space-ship travelled deep into space, mendapat padanan yang mengalami perbedaan makna karena perbedaan sudut pandang budaya, yaitu: Kapal ruang angkasa itu terbang jauh ke ruang angkasa. Orang Inggris menghubungkan ruang angkasa dengan kedalaman, sedangakan orang Indonesia dengan ketinggian atau jarak. Oleh karena itu, terjadi pergeseran dari makna deep dengan jauh.

Lorscer (2005) yang disebutkan dalam Silalahi (2012: 23-24) mendefenisikan strategi penerjemahan sebagai prosedur yang digunakan penerjemahan dalam memecahkan permasalahan penerjemahan. Lorscer membagi strategi penerjemahan menjadi tiga: (1) struktur dasar (2) struktur perluasan (3) struktur kompleks. Struktur dasar terdiri atas lima tipe strategi penerjemahan. Tipe I adalah pengenalan masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah secara langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan. Tipe II sama dengan tipe I tetapi di dalamnya terdapat fase tambahan, yaitu fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah. Tipe III juga sama dengan Tipe I, tetapi di dalamnya terdapat fase tambahan, yaitu pemverbalisasian masalah. Tipe IV terdiri atas yang diikuti oleh pemecahan


(7)

masalah, yang diikuti oleh pemecahan masalah secara langsung atau diikuti oleh pengenalan masalah yang sementara belum terpecahkan, dan di dalamnya terdapat fase pencarian solusi untuk memecahkan masalah dan fase pemverbalisasian masalah. Tipe V merupakan struktur belah dua. Ketika masalah yang kompleks timbul dan tidak terpecahkan pada waktu yang bersamaan, penerjemah cenderung memecahnya menjadi beberapa bagian dan kemudian bagian-bagian dari masalah tersebut dipecahkan secara berurutan. Struktur perluasan terdiri atas struktur dasar yang mengandung satu perluasan atau lebih. Perluasan diartikan sebagai unsur-unsur tambahan dari strategi itu sendiri. Struktur kompleks terdiri atas beberapa struktur dasar dan struktur perluasan.

Krings (1986) mengklasifikasikan strategi penerjemahan menjadi: 1) Strategi Pemahaman (comprehension), yang meliputi penarikan kesimpulan (inferencing) dan penggunaan buku referensi, 2) Pencarian Padanan (terutama asosiasi interlingual dan intralingual), 3) Pemeriksaan Padanan (seperti membandingkan teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran), 4) Pengambilan Keputusan (memilih di antara dua solusi yang sepadan), dan 5) Reduksi (misalnya terhadap porsi teks yang khusus atau metaforis).

Seterusnya Krings (1986) juga mengatakan bahwa penerjemah pertama seringkali tidak mempunyai teknik yang baik dalam menggunakan kamus atau bahkan menggunakan kamus yang tidak standart. Selain penerjemah pertama juga sangat kurang memahami pengetahuan leksis dalam bahasa sasaran dengan baik. Model Pengembangan penerjemahan dalam hal ini adalah peningkatan kualitas dan profesionalisme penerjemah pemula melalui sistem yang sistematik. Setiap


(8)

komponen dalam dalam pelatihan harus memberikan kontribusi yang positif terhadap capaian suatu kegiatan. Pelatihan penerjemahan adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan penerjemah dalam menerjemahkan sesuai dengan kompetensi profesi penerjemah.

Selanjutnya Jaaskelainen (1993) menggolongkan strategi penerjemahan menjadi dua, yaitu: 1) Strategi Global, yang menyangkut tugas penerjemahan secara keseluruhan (pertimbangan tentang gaya bahasa dan pembacanya dan lain sebagainya), dan 2) Strategi Lokal, yang menyangkut hal-hal spesifik (misalnya: pencarian leksis).

Penelitian komparatif tentang strategi penerjemahan menurut Jaaskelainen (1993) terhadap tiga peringkat yaitu: (1) Penerjemahan professional (2) Penerjemhan semi-perofesional, (3) Penerjemahan non-profesional.

Penerjemahan professional dan semi professional cenderung menerapkan strategi global dan melakukan penerjemahn secara lebih sistematik. Penerjemahan non-profesional melakukan tugas penerjemahan dengan cara serampangan (tidak teratur). Perbedaan antara dua kelompok yang dapat dilihat dari strategi yang digunakan. Dari segi frekuensi, penerjemah professional cenderung menggunakan pendekatan makna sedangkan penerjemahan non-profesional cenderung menggunakan pendekatan bentuk. Selain itu penerjemahan professional cenderung memperlakukan penerjemahan pada tataran teks sedangkan penerjemahan non-profesional cenderung pada penerjemahan tataran leksikal.


(9)

Sementara Mondhal dan Jensen (1996) juga membagi strategi penerjemahan menjadi dua, yaitu: 1) Strategi Produksi, yang dibagi lagi menjadi dua, yaitu: (a) asosiasi spontan dan reformulasi, yaitu merupakan padanan makna yang dilakukan penerjemah dalam mencari makna yang sesuai antara BSu kepada BSa; dan (b) strategi reduksi, yang terdiri atas strategi penghindaran dan strategi penggantian secara tidak khusus leksis yang khusus, yaitu penghilangan dari bagian kata yang terdapat dalam bahasa sumber dikarenakan tidak ditemukannya padanan kata yang sesuai pada bahasa sasaran atau penerjemah mengganti padanan kata pada bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan tetap mempertahankan maknanya; serta 2) Strategi Evaluasi, yang meliputi refleksi terhadap kememadaian dan keberterimaan padanan terjemahan yaitu penerimaan secara utuh makna dan bentuk yang ada pada BSu untuk diterjemahkan kepada BSa karena penerjemah menganggap dari segi bentuk dan makna padanan kata tersebut telah berterima di BSa. (Roswita, 2012: 23-24).

Dalam kegiatan penerjemahan peneliti harus memiliki teori yang digunakan sebagai alat dalam menyelesaikan suatu penelitian. Teori adalah merupakan landasan dalam penerjemahan. Selanjutnya akan dipaparkan beberapa kerangka teori penerjemahan yang telah diasaskan oleh beberapa pakar penerjemahan sebagai berikut:

Teori Penerjemahan Menurut Nida (1964):

a. Penerjemahan harus menyesuaikan budaya teks sumber dengan budaya bahasa sasaran. Terjemahan yang berupa dinamik ialah terjemahan yang


(10)

memberikan penyesuaian antara bahasa, kebudayaan, konteks isi kandungan teks asli dengan teks bahasa sasaran

b. Terjemahan perlu memperhatikan dua jenis kepadanan kata, yaitu: kepadanan formal dan kepadanan dinamik (Husnan, 2008: 10)

Nida mendefinisikan penerjemahan sebagai proses mereproduksi padanan pesan di dalam bahasa sasaran, pertama dalam hal makna dan kedua dari segi bentuk. Padanan yang direproduksi ini adalah padanan yang alami yang memiliki pesan yang sama atau paling dekat di dalam bahasa sasaran. Oleh karena itu, tujuan utama penerjemahan adalah pencapaian kesepadanan efek pesan terhadap pembaca antara teks bahasa sasaran (TSa) dan teks bahasa sumber (TSu). Dengan kata lain, efek yang dirasakan pembaca TSu harus sepadan dengan efek yang dialami oleh pembaca TSa. Konsep kesepadan seperti inilah yang disebut kesepadanan dinamis. Untuk menjelaskan kesepadanan ini, kesepadanan dinamis dikontraskan dengan kesepadanan formal (bentuk). Jika kesepadanan dinamis menekankan pada efek yang dialami pembaca TSa, maka kesepadanan bentuk mengupayakan kesamaan bentuk dan isi pesan dari TSu di dalam Tsa (Nida, 1964, Nida dan Taber, 1969). Sebagai contoh, kalimat “It’s very hot” yang diucapkan seseorang kepada temannya yang duduk di dekat jendela di suatu siang yang panas dapat diterjemahkan menjadi “Maaf, bisakah buka jendelanya?”. Jika ini terjemahannya, inilah kesepadanan dinamis. Namun, jika terjemahannya adalah “Udaranya panas sekali”, maka kesepadanan yang dicapai adalah kesepadanan bentuk. Dengan teori ini, Nida menarik perhatian kita menuju efek terjemahan pada pembaca bahasa sasaran dan menjauhkan penerjemah dari praktik


(11)

penerjemehan kata-demi-kata dan makna-demi-makna. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Nida mengambil ide-ide linguistik Chomsky untuk menjelaskan proses penerjemahan dan mengambil ide-ide dari bidang kajian pragmatik untuk menggambarkan tujuan akhir penerjemahan,

Selanjutnya Palmer (1989) yang disebutkan dalam Husnan (2008: 11) mengatakan kerangka teori Firth dan Malinowski tentang keperihal keadaan yang berikut akan digunakan , yaitu keperihal keadaan melibatkan yang berikut dalam. (a) Ciri-ciri relevan mengenai peserta, orang, kepribadiannya

i. Gerak ujaran sipeserta

ii. Gerak ujaran bukan sipeserta (b) Objek-objek yang relevan

(c) Kesan gerak ujaran tersebut

Menurut Firth dan Malinowski (1989) untuk menginterprestasikan suatu maksud atau pesan, konteks keperihal keadaan budaya dan aspek praktikal kehidupan seharian perlu dilihat dan diperhatikan. Dengan demikian makna suatu kata ucapan sangat erat kaitannya dengan suatu masalah yang dimaksudkan melalui ucapan tersebut. Dalam hal ini penerjemah semestinya menimbangkan kesan perkataan terhadap kesemua ayat dan seluruh teks untuk memastikan penyelewengan makna tidak terjadi. Kajian ini akan melibatkan dan memperhatikan dengan seksama tentang pengaruh makna konteks keperihal


(12)

keadaan atau makna konteks terhadap hasil terjemahan yang dihasilkan. (Husnan, 2008: 11)

Dari beberapa teori yang telah dijabarkan di atas. Maka dalam kajian ini, teori yang sesuai digunakan adalah teori Mondhal dan Jensen (1996) yaitu strategi produksi asosiasi dan strategi produksi evaluasi, dan teori Simatupang (1999) yaitu pergeseran makna. Teori ini digunakan untuk menganalisis padanan kata dan pergeseran makna dengan menghubungkan teks terhadap tujuan wacana. Contoh kata muḍᾱ’af dalam surat Al-Wᾱqi’ah

ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ ﱟﻞِﻅَﻭ

-۳۰

-/Waẓillim mamdūd/. 'Dan naungan yang terbentang luas'. (Depag RI 2005: 535).

Data di atas dapat dilihat bahwa kata muḍᾱ’af:

ﺩﻭﺪﻤﻣ

/mamḍūd/ 'yang terbentang, terhampar' (Munawir, 2002: 1319) merupakan

ﻞﻮﻌﻔﻤ

ﻡﺴﺍ

/ism maf’’ūl/ dari kata

ﺍﺪﻤ

-

ﺪﻤﻴ

-

ﺪﻤ

/madda-yamuddu-maddan/ 'membentang' (Munawir, 2002: 1317).

Ayat ini menjelaskan tentang balasan kepada golongan kanan (orang-orang yang menerima buku catatan amal mereka dengan tangan kanan). Mereka berada di bawah pohon bidara yang dimuliakan dan tidak berduri, pohon pisang yang bersusun-susun buahnya yakni pohon pisang yang terhimpun dan tiada terputus,, dan naungan yang terbentang luas. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang apabila penunggang


(13)

kuda menyusuri bayangannya selama seratus tahun tetap saja tidak dapat mencapai ujungnya”. (Ṣaḥīḥ Al-Bukhᾱri dan Ṣaḥīḥ Muslim). Dan air yang mengalir terus menerus, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya. Buah-buahan ini bukanlah buah musiman di mana pohon tidak berbuah jika sudah melewati musimnya, bahkan di surga segala macam buah-buahan selalu tersedia setiap saat, dan disediakan kasur-kasur yang tebal lagi empuk yang sebelumnya tidak pernah dirasakan kenyamanannya, dan bidadari-bidadari senantiasa perawan yang penuh cinta serta sebaya.

Kata ini diterjemahkan berbeda yaitu menurut kamus artinya adalah yang terbentang, terhampar sedangkan dalam penerjemahan keseluruhan ayat tersebut diberi arti terbentang luas. Dapat diketahui bahwa hasil penerjemahan menurut kamus sangat berbeda dengan hasil penerjemahan keseluruhan karena makna dari memanjangkan tidak berhubungan dengan makna terbentang luas. Oleh karena itu maka strategi penerjemahan yang diaplikasikan pada data di atas merupakan strategi evaluasi (penerimaan secara utuh makna dan bentuk yang ada pada BSu untuk diterjemahkan kepada BSa karena penerjemah menganggap dari segi bentuk dan makna padanan kata tersebut telah berterima di BSa) karena penerjemah dianggap menyesuaikan padanan kata dalam penerjemahan agar hasil terjemahan dapat berterima dan makna yang terkandung pada teks dapat disampaikan dengan baik.

Dari data di atas, terjadi pergeseran makna generik ke spesifik yakni kata terbentang ke terbentang luas dalam kata mamdūd. Terjemahan kata mamdūdin


(14)

dalam kamus adalah terbentang dan terhampar, akan tetapi dalam penerjemahan kata mamdūdin menggunakan makna konteks yaitu terbentang luas. Unsur yang mempengaruhi perbedaan makna kata mamdūdin dengan makna konteks adalah kata ẓillim yang diartikan naungan. Oleh karena itu penerjemah menyesuaikan dan mencari makna kata yang sepadan sehingga dapat mencapai hasil penerjemahan yang utuh, berterima dan akurat.

2.3. Defenisi Muḍᾱ’af

Al-Kailani mengatakan (tanpa tahun):

ﺊﺠﻴﺳ ﺎﺣﻼﻄﺻﺍﻭ ﺊﺸﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺓﺩﺎﻳﺰﻟﺍ ﻰﻨﻌﻤﺑ ﺔﻔﻋﺎﻀﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﻝﻮﻌﻔﻣ ﻢﺳﺍ ﺔﻐﻟ ﻒﻋﺎﻀﻤﻟﺍ

)

ﻝﺎﻘﻳﻭ

ﻢﺻﻷﺍ ﻪﻟ

(

ﻡﺎﻏﺩﻹﺍ ﺔﻄﺳﺍﻮﺑ ﻪﻴﻓ ﺓﺪﺸﻟﺍ ﻖﻴﻘﺤﺘﻟ

).

ﻰﻧﻼﻴﻜﻟﺍ

:

ﺔﻨﺳ ﻼﺑ

:

14

.(

/almuḍȃ’afu lughatun ismun maf’ūlun minalmuḍā’afati bima’na-zziyȃdati ‘alassyai wa iṣṭilȃḥȃn sayajiu wa yuqȃlu lahul -aṣammu litakhqīqi-ssyiddati fīhi biwasiṭatil-idghᾱm/. Mudha’af menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata mudhā’afatun yang bermakna menambah sesuatu. Mudha’af menurut istilah adalah al-ashamm (keras) sebab bertasdid karena lantaran idgam. (al-kailani: tanpa tahun: 14).

Ahmad (tanpa tahun: 21) mengatakan muḍᾱ’af adalah kata yang a’in fi’ilnya dan lam fi’ilnya dari satu jenis seperti:

ﱠﺭ

/farra/ ꞌlariꞌ dan

ﱠﺪﺭ

/radda/ꞌmengembalikanꞌ. Sedangkan menurut Mufid (2014: 38) muḍᾱ’af adalah kata kerja yang dua komponen huruf pembentukannya berupa huruf yang sama, contoh kata kerja tiga huruf:

ﱠﺪﻤ

/madda/ ꞌmembentangkan,ﱠﺭﻤ /marra/ ꞌberlaluꞌ dan


(15)

contoh kata kerja empat huruf:

ﻝﺰﻟﺰ

/zalzala/ ꞌmenggoncangkanꞌ dan

ڧ

ﻜﻔﻜ

/kafkafa/ ꞌmenyapuꞌ . Apabila kata kerja yang bagian komponen huruf pembentukannya berupa huruf hamzah dan huruf ganda disebut mahmuz muḍᾱ’af, contoh kata kerja tiga huruf:

ﺏﺃ

/abba/ ꞌrinduꞌ, empat huruf:

/ṭa`ṭa`a/ ꞌmenundukkanꞌ.

Anwar mengatakan muḍᾱ’af terbagi dua:

1. Dari śulaśī mujarad dan śulaśī mazid, yaitu kata yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya sejenis atau sama, seperti :

ﺪﻋﺃ

/a’adda/ 'menyediakan'

ﺩﺭ

/radda/ 'mengembalikan. Lafazh

ﱠﺪﺮ

/radda/ asalnya

ﺩﺩﺭ

/radada/ yaitu‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf dal pertama dan diidgamkan pada huruf dal kedua, maka jadilah lafadz

ﺩﺭ

/radda/ 'mengembalikan' (munawir, 2002: 485). lafadz

ﺪﻋﺃ

/a’adda/ asalnya

ﺪﻋﺃ

/a’dada/ dipindahkan harkat huruf dal pertama kepada huruf ‘ain lalu diidganmkan pada huruf dal kedua, maka jadilah la fadz

ﺪﻋﺃ

/a’adda/'menyediakan' (Munawir, 2002: 903)

2. Muḍᾱ’af dari ruba’i, ialah lafadz yang keadaan fa‘ fi’il dan lam fi’ilnya yang pertama dari huruf sejenis, ( perlu diketahui, bahwa lafaz ruba’i itu mempunyai dua lam fi’il, seperti contoh

ﻞﺰﻠﺯ

/zalzala/ 'menggoncangkan' demikian pula ’ain fi’il dan lam fi’il kedua dari huruf sejenis seperti

ﻷﻷ

/la ’la’a/ 'bersinar' dan

ﺄﻂﺄﻂ

/ṭa’ṭa’a/ 'menundukkan'. (Anwar: 2014: 55).

Anwar (2014) selanjutnya mengatakan mudho’af idgham, yaitu:


(16)

'berlalu' asalnya ﺭﺮﻤ /marara/ dan ﱠﺪﺮ /radda/ 'mengembalikan' asalnya

ﺪﺪﺮ

/radada/.

2.4. Surat Al-Wqi‘ah

Surat Al-Wᾱqi’ah menceritakan tentang keimanan yaitu huru–hara di waktu terjadinya kiamat, manusia di waktu hisab terbagi atas tiga golongan, yaitu golongan yang selalu menjalankan kebaikan, golongan kanan dan golongan yang celaka serta balasan yang diperoleh oleh masing-masing golongan, bantahan Allah terhadap keingkaran orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan, hari berbangkit, dan adanya hisab, Al-Qur’an berasal dari Lauhul Mahfuuzh.

Imam Ahmad (2010) meriwayatkan dari Jabir bin Samurah, shalat Rasulullah saw, seperti shalat yang kalian kerjakan sekarang ini, namun beliau meringankannya. Shalat beliau lebih ringan dari shalat kalian saat ini. Pada shalat fajar (subuh) beliau membaca surah Al-Wᾱqi’ah dan surah-surah yang semisal dengannya.

Surat ini digolongkan sebagai surat-surat pendek, pada hakikatnya temanya sama dengan surat Al-Zalzalah yang penekanannya ditujukan pada suasana hari kiamat dan penyerahan buku amal perbuatan manusia. Dalam tafsir ibnu katsir dikatakan bahwa salah satu makna surat Al-Wᾱqi’ah adalah Al-Zalzalah. Penjelasan dalam surat Al-Wᾱqi’ah lebih mendetail dan rinci tentang hari kiamat, tentang surga dan neraka. Surat Al-Wᾱqi’ah ini tergolong surat makkiyah yang menjelaskan tentang keimanan kepada hari kiamat. Keimanan sangat penting bagi seorang mukmin dan diantara rukun iman yang enam adalah


(17)

iman kepada hari akhirat. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 disebutkan bahwa iman kepada Allah itu digandengkan dengan iman kepada hari akhir. Menghadap- kan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu bukanlah suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Tabel Kata Muḍᾱ’af Dalam Surat Al-Wᾱqi’ah

No Ayat Bunyi ayat Kata Muḍᾱ’af Makna kamus Makna

terjemahan 01 04

ُﺽْﺭَ ْﻷﺍ ِﺖﱠﺟُﺭ ﺍَﺫِﺇ

ًﺎّﺟَﺭ

ّﺝﺭ

ّﺝﺮﻳ

-ﺎّﺟﺭ

Bergoyang, berayun-ayun, bergerak Digoncangkan

02 05

ًﺎّﺴَﺑ ُﻝﺎَﺒِﺠْﻟﺍ ِﺖﱠﺴُﺑَﻭ

ﺎّﺴﺑ

-

ّﺲﺒﻳ

-

ّﺲﺑ

Mengiringi pelan-pelan

Dihancurkan

03 06

ًﺎّﺜَﺒﻨﱡﻣ ءﺎَﺒَﻫ ْﺖَﻧﺎَﻜَﻓ

ﺎﺜﺑ

-

ﺚُﺒﻳ

-

ﺚﺑ

Menyiarkan Berterbangan 04 23

ِﺆُﻟْﺆﱡﻠﻟﺍ ِﻝﺎَﺜْﻣَﺄَﻛ

ِﻥﻮُﻨْﻜَﻤْﻟﺍ

ِﺆُﻟْﺆﱡﻠﻟﺍ

Mutiara Mutiara 05 30

ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ ﱟﻞِﻅَﻭ

.

ﺩﻭﺪﻤﻣ

-

ّﺪﻤﻳ

-

ّﺪﻣ

Terbentang,

terhamapr

Terbentang Luas 06 51

ﺎَﻬﱡﻳَﺃ ْﻢُﻜﱠﻧِﺇ ﱠﻢُﺛ

َﻥﻮُﺑﱢﺬَﻜُﻤْﻟﺍ َﻥﻮﱡﻟﺎﱠﻀﻟﺍ

ﻞﺿ

-ﻞﺿﻴ

-ﻻﻼﺿ

Sesat, menyimpang dari kebenaran Sesat


(18)

07 79

ﱠﻻِﺇ ُﻪﱡﺴَﻤَﻳ ﱠﻻ

َﻥﻭُﺮﱠﻬَﻄُﻤْﻟﺍ

-۷۹

ّﺲﻣ

ّﺲﻤﻳ

ﺎّﺴﻣ

Menyentuh, menjamah sesuatu

Menyentuh

08 92

َﻦِﻣ َﻥﺎَﻛ ْﻥِﺇ ﺎﱠﻣَﺃَﻭ

َﻦﻴﱢﻟﺎﱠﻀﻟﺍ َﻦﻴِﺑﱢﺬَﻜُﻤْﻟﺍ

ﻞﺿ

-ﻞﺿﻴ

-ﻻﻼﺿ

Sesat,

menyimpang dari kebenaran

Sesat

09 95

ﱡﻖَﺣ َﻮُﻬَﻟ ﺍَﺬَﻫ ﱠﻥِﺇ

ِﻦﻴِﻘَﻴْﻟﺍ

-۹٥

ّﻖﺣ

ّﻖﺤﻳ

ﺎّﻘﺣ

Nyata, pasti, tetap


(1)

kuda menyusuri bayangannya selama seratus tahun tetap saja tidak dapat mencapai ujungnya”. (Ṣaḥīḥ Al-Bukhᾱri dan Ṣaḥīḥ Muslim). Dan air yang mengalir terus menerus, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya. Buah-buahan ini bukanlah buah musiman di mana pohon tidak berbuah jika sudah melewati musimnya, bahkan di surga segala macam buah-buahan selalu tersedia setiap saat, dan disediakan kasur-kasur yang tebal lagi empuk yang sebelumnya tidak pernah dirasakan kenyamanannya, dan bidadari-bidadari senantiasa perawan yang penuh cinta serta sebaya.

Kata ini diterjemahkan berbeda yaitu menurut kamus artinya adalah yang terbentang, terhampar sedangkan dalam penerjemahan keseluruhan ayat tersebut diberi arti terbentang luas. Dapat diketahui bahwa hasil penerjemahan menurut kamus sangat berbeda dengan hasil penerjemahan keseluruhan karena makna dari memanjangkan tidak berhubungan dengan makna terbentang luas. Oleh karena itu maka strategi penerjemahan yang diaplikasikan pada data di atas merupakan strategi evaluasi (penerimaan secara utuh makna dan bentuk yang ada pada BSu untuk diterjemahkan kepada BSa karena penerjemah menganggap dari segi bentuk dan makna padanan kata tersebut telah berterima di BSa) karena penerjemah dianggap menyesuaikan padanan kata dalam penerjemahan agar hasil terjemahan dapat berterima dan makna yang terkandung pada teks dapat disampaikan dengan baik.

Dari data di atas, terjadi pergeseran makna generik ke spesifik yakni kata terbentang ke terbentang luas dalam kata mamdūd. Terjemahan kata mamdūdin


(2)

dalam kamus adalah terbentang dan terhampar, akan tetapi dalam penerjemahan kata mamdūdin menggunakan makna konteks yaitu terbentang luas. Unsur yang mempengaruhi perbedaan makna kata mamdūdin dengan makna konteks adalah kata ẓillim yang diartikan naungan. Oleh karena itu penerjemah menyesuaikan dan mencari makna kata yang sepadan sehingga dapat mencapai hasil penerjemahan yang utuh, berterima dan akurat.

2.3. Defenisi Muḍᾱ’af

Al-Kailani mengatakan (tanpa tahun):

ﺊﺠﻴﺳ ﺎﺣﻼﻄﺻﺍﻭ ﺊﺸﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺓﺩﺎﻳﺰﻟﺍ ﻰﻨﻌﻤﺑ ﺔﻔﻋﺎﻀﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﻝﻮﻌﻔﻣ ﻢﺳﺍ ﺔﻐﻟ ﻒﻋﺎﻀﻤﻟﺍ

)

ﻝﺎﻘﻳﻭ

ﻢﺻﻷﺍ ﻪﻟ

(

ﻡﺎﻏﺩﻹﺍ ﺔﻄﺳﺍﻮﺑ ﻪﻴﻓ ﺓﺪﺸﻟﺍ ﻖﻴﻘﺤﺘﻟ

).

ﻰﻧﻼﻴﻜﻟﺍ

:

ﺔﻨﺳ ﻼﺑ

:

14

.(

/almuḍȃ’afu lughatun ismun maf’ūlun minalmuḍā’afati bima’na-zziyȃdati ‘alassyai wa iṣṭilȃḥȃn sayajiu wa yuqȃlu lahul -aṣammu litakhqīqi-ssyiddati fīhi biwasiṭatil-idghᾱm/. Mudha’af menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata mudhā’afatun yang bermakna menambah sesuatu. Mudha’af menurut istilah adalah al-ashamm (keras) sebab bertasdid karena lantaran idgam. (al-kailani: tanpa tahun: 14).

Ahmad (tanpa tahun: 21) mengatakan muḍᾱ’af adalah kata yang a’in fi’ilnya dan lam fi’ilnya dari satu jenis seperti:

ﱠﺭ

/farra/ ꞌlariꞌ dan

ﱠﺪﺭ

/radda/ꞌmengembalikanꞌ. Sedangkan menurut Mufid (2014: 38) muḍᾱ’af adalah kata kerja yang dua komponen huruf pembentukannya berupa huruf yang sama, contoh kata kerja tiga huruf:

ﱠﺪﻤ

/madda/ ꞌmembentangkan,

ﱠﺭﻤ

/marra/ ꞌberlaluꞌ dan


(3)

contoh kata kerja empat huruf:

ﻝﺰﻟﺰ

/zalzala/ ꞌmenggoncangkanꞌ dan

ڧ

ﻜﻔﻜ

/kafkafa/ ꞌmenyapuꞌ . Apabila kata kerja yang bagian komponen huruf

pembentukannya berupa huruf hamzah dan huruf ganda disebut mahmuz muḍᾱ’af, contoh kata kerja tiga huruf:

ﺏﺃ

/abba/ ꞌrinduꞌ, empat huruf:

/ṭa`ṭa`a/

ꞌmenundukkanꞌ.

Anwar mengatakan muḍᾱ’af terbagi dua:

1. Dari śulaśī mujarad dan śulaśī mazid, yaitu kata yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya sejenis atau sama, seperti :

ﺪﻋﺃ

/a’adda/ 'menyediakan'

ﺩﺭ

/radda/ 'mengembalikan. Lafazh

ﱠﺪﺮ

/radda/ asalnya

ﺩﺩﺭ

/radada/ yaitu‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf dal pertama dan diidgamkan pada huruf dal kedua, maka jadilah lafadz

ﺩﺭ

/radda/ 'mengembalikan' (munawir, 2002: 485). lafadz

ﺪﻋﺃ

/a’adda/ asalnya

ﺪﻋﺃ

/a’dada/ dipindahkan harkat huruf dal pertama kepada huruf ‘ain lalu diidganmkan pada huruf dal kedua, maka jadilah la fadz

ﺪﻋﺃ

/a’adda/'menyediakan' (Munawir, 2002: 903)

2. Muḍᾱ’af dari ruba’i, ialah lafadz yang keadaan fa‘ fi’il dan lam fi’ilnya yang pertama dari huruf sejenis, ( perlu diketahui, bahwa lafaz ruba’i itu mempunyai dua lam fi’il, seperti contoh

ﻞﺰﻠﺯ

/zalzala/ 'menggoncangkan' demikian pula ’ain fi’il dan lam fi’il kedua dari huruf sejenis seperti

ﻷﻷ

/la ’la’a/ 'bersinar' dan

ﺄﻂﺄﻂ

/ṭa’ṭa’a/ 'menundukkan'. (Anwar: 2014: 55).

Anwar (2014) selanjutnya mengatakan mudho’af idgham, yaitu: mensukunkan huruf yang pertama pada huruf yang kedua seperti

ﱠﺮﻤ

/marra/


(4)

'berlalu' asalnya ﺭﺮﻤ /marara/ dan ﱠﺪﺮ /radda/ 'mengembalikan' asalnya

ﺪﺪﺮ

/

radada

/.

2.4. Surat Al-Wqi‘ah

Surat Al-Wᾱqi’ah menceritakan tentang keimanan yaitu huru–hara di waktu terjadinya kiamat, manusia di waktu hisab terbagi atas tiga golongan, yaitu golongan yang selalu menjalankan kebaikan, golongan kanan dan golongan yang celaka serta balasan yang diperoleh oleh masing-masing golongan, bantahan Allah terhadap keingkaran orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan, hari berbangkit, dan adanya hisab, Al-Qur’an berasal dari Lauhul Mahfuuzh.

Imam Ahmad (2010) meriwayatkan dari Jabir bin Samurah, shalat Rasulullah saw, seperti shalat yang kalian kerjakan sekarang ini, namun beliau meringankannya. Shalat beliau lebih ringan dari shalat kalian saat ini. Pada shalat fajar (subuh) beliau membaca surah Al-Wᾱqi’ah dan surah-surah yang semisal dengannya.

Surat ini digolongkan sebagai surat-surat pendek, pada hakikatnya temanya sama dengan surat Al-Zalzalah yang penekanannya ditujukan pada suasana hari kiamat dan penyerahan buku amal perbuatan manusia. Dalam tafsir ibnu katsir dikatakan bahwa salah satu makna surat Al-Wᾱqi’ah adalah Al-Zalzalah. Penjelasan dalam surat Al-Wᾱqi’ah lebih mendetail dan rinci tentang hari kiamat, tentang surga dan neraka. Surat Al-Wᾱqi’ah ini tergolong surat makkiyah yang menjelaskan tentang keimanan kepada hari kiamat. Keimanan sangat penting bagi seorang mukmin dan diantara rukun iman yang enam adalah


(5)

iman kepada hari akhirat. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 disebutkan bahwa iman kepada Allah itu digandengkan dengan iman kepada hari akhir. Menghadap- kan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu bukanlah suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Tabel Kata Muḍᾱ’af Dalam Surat Al-Wᾱqi’ah

No Ayat Bunyi ayat Kata Muḍᾱ’af Makna kamus Makna terjemahan 01 04

ُﺽْﺭَ ْﻷﺍ ِﺖﱠﺟُﺭ ﺍَﺫِﺇ

ًﺎّﺟَﺭ

ّﺝﺭ

ّﺝﺮﻳ

-ﺎّﺟﺭ

Bergoyang,

berayun-ayun, bergerak

Digoncangkan

02 05

ًﺎّﺴَﺑ ُﻝﺎَﺒِﺠْﻟﺍ ِﺖﱠﺴُﺑَﻭ

ﺎّﺴﺑ

-

ّﺲﺒﻳ

-

ّﺲﺑ

Mengiringi pelan-pelan

Dihancurkan

03 06

ًﺎّﺜَﺒﻨﱡﻣ ءﺎَﺒَﻫ ْﺖَﻧﺎَﻜَﻓ

ﺎﺜﺑ

-

ﺚُﺒﻳ

-

ﺚﺑ

Menyiarkan Berterbangan 04 23

ِﺆُﻟْﺆﱡﻠﻟﺍ ِﻝﺎَﺜْﻣَﺄَﻛ

ِﻥﻮُﻨْﻜَﻤْﻟﺍ

ِﺆُﻟْﺆﱡﻠﻟﺍ

Mutiara Mutiara 05 30

ٍﺩﻭُﺪْﻤﱠﻣ ﱟﻞِﻅَﻭ

.

ﺩﻭﺪﻤﻣ

-

ّﺪﻤﻳ

-

ّﺪﻣ

Terbentang,

terhamapr

Terbentang Luas 06 51

ﺎَﻬﱡﻳَﺃ ْﻢُﻜﱠﻧِﺇ ﱠﻢُﺛ

َﻥﻮُﺑﱢﺬَﻜُﻤْﻟﺍ َﻥﻮﱡﻟﺎﱠﻀﻟﺍ

ﻞﺿ

-ﻞﺿﻴ

-ﻻﻼﺿ

Sesat,

menyimpang dari kebenaran


(6)

07 79

ﱠﻻِﺇ ُﻪﱡﺴَﻤَﻳ ﱠﻻ

َﻥﻭُﺮﱠﻬَﻄُﻤْﻟﺍ

-۷۹

ّﺲﻣ

ّﺲﻤﻳ

ﺎّﺴﻣ

Menyentuh, menjamah sesuatu

Menyentuh

08 92

َﻦِﻣ َﻥﺎَﻛ ْﻥِﺇ ﺎﱠﻣَﺃَﻭ

َﻦﻴﱢﻟﺎﱠﻀﻟﺍ َﻦﻴِﺑﱢﺬَﻜُﻤْﻟﺍ

ﻞﺿ

-ﻞﺿﻴ

-ﻻﻼﺿ

Sesat,

menyimpang dari kebenaran

Sesat

09 95

ﱡﻖَﺣ َﻮُﻬَﻟ ﺍَﺬَﻫ ﱠﻥِﺇ

ِﻦﻴِﻘَﻴْﻟﺍ

-۹٥

ّﻖﺣ

ّﻖﺤﻳ

ﺎّﻘﺣ

Nyata, pasti, tetap