Metode Pembuatan Sabun Sabun Transparan

seperti aroma terapi atau bahan perlindungan dari bakteri serta menghaluskan dan melembutkan kulit Hambali dkk, 2005. 2.1.1Reaksi Saponifikasi pada Pembuatan Sabun Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun, dimana sapon=sabun dan fy =membuat. Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan tallow dan dari minyak, reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali NaOH, KOH Poedjiadi, 2006. Proses saponifikasi terjadi karena proses reaksi trigliserida dengan alkali yang terjadi pada suhu 80 C. Saponifikasi suatu trigliseraldehida menghasilkan suatu garam dari asam lemak ke rantai panjang yang merupakan sabun Spitz,

1996. Reaksi saponifikasi lemak atau minyak ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi Spitz, 1996

2.1.2 Metode Pembuatan Sabun

Metode pembuatan sabun ada beberapa cara, antara lain: a. Metode Panas full boiled Universitas Sumatera Utara Secara umum proses ini melibatkan reaksi saponifikasi dengan menggunakan panas yang menghasilkan sabun dan membebaskan gliserol. Tahap selanjutnya dilakukan pemisahan dengan penambahan garam salting out, kemudian akan terbentuk 2 lapisan yaitu bagian atas merupakan lapisan sabun yang tidak larut didalam air garam dan lapisan bawah mengandung gliserol, sedikit alkali dan pengotor-pengotor dalam fase air. b. Metode Semi-Panas semi boiled Teknik ini merupakan modifikasi dari cara dingin. Perbedaannya hanya terletak pada pengggunaan panas pada temperatur 70 -80 C. Cara ini memungkinkan pembuatan sabun dengan menggunakan lemak bertitik leleh lebih tinggi Mabrouk, 2005. c. Metode Dingin Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk dilakukan dan tanpa disertai pemanasan. Namun cara ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak yang pada suhu kamar memang sudah berbentuk cair. Minyak dicampurkan dengan larutan alkali disertai pengandukan terus menerus hingga reaksi saponifikasi selesai. Larutan akan menjadi sangat menebal dan kental. Berbeda dengan full boiled process, gliserol yang terbentuk tidak dipisahkan. Ini menjadi suatu nilai tambah tersendiri kerena gliserol merupakan humektan yang dapat memberikan kelembaban. Lapisan gliserol akan tertinggal pada kulit sehingga melembabkan kulit Shrivastava, 1982. Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu. Pada proses batch minyak dipanaskan dengan alkali NaOH berlebih, jika penyabunan telah selesai maka garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Pada proses kontinu yaitu minyak dihidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan yang tinggi dibantu dengan katalis Hart, 1990. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Sabun Transparan

Sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi sehingga memiliki penampilan lebih menarik. Ia memancarkan cahaya yang menyebar dalam bentuk partikel-partikel yang kecil, sehingga obyek yang berada di luar sabun akan kelihatan jelas. Obyek dapat terlihat hingga berjarak sampai panjang 6 cm. Sabun transparan mempunyai nilai tambah yang jadi pemikat karena memiiliki permukaan yang halus, penampilan yang bewarna dan ketransparanannya dapat membuat kulit menjadi lembut karena didalamnya mengandung gliserin dan sukrosa yang berfungsi sebagai humektan dan sebagai komponen pembentuk tranparan Wasitaatmadja, 1997. Keuntungan dari pembuatan sabun transparan adalah selain penampilan transparan yang menawan, mempunyai fungsi pelembab, daya bersih yang efektif tanpa meninggalkan busa sabun dan lebih terasa lunak. Sabun transparan menjadi bening karena dalam proses pembuatannya dilarutkan dalam alkohol. Alkohol ini ditambahkan juga untuk mencegah pengkristalan. Sabun transparan juga sering disebut sabun gliserin karena untuk memperoleh sifat transparan juga perlu dilakukan penambahan gliserin pada sabun Hambali dkk, 2005. Metode produksi sabun transparan melibatkan pelelehan fase lemak dan persiapan air untuk melarutkan sukrosa, gliserin dan pengawet. Kedua fase ini bereaksi dengan larutan beralkohol dari kaustik soda dibawah pemanasan terkontrol. Setelah reaksi selesai, sabun ini kemudian siap untuk diberi warna dan wewangian. Setelah pewarna dan pewangian, sabun akhir dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mengeras sebelum dikemas. Universitas Sumatera Utara Berikut penjelasan mengenai bahan baku yang dapat digunakan pada pembuatan sabun transparan: 1. Minyak Minyak merupakan ester dari asam lemak dan gliserol. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap Winarno, 1997. Jenis asam lemak sangat menentukan mutu dan konsistensi sabun yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan berat molekul kecil misalnya asam laurat lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan berat molekul yang lebih berat misalnya asam lemak stearat. Minyak umumnya berasal dari tetumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, kacang, dan lain-lain Fessenden dan Fessenden, 1990. Minyak yang berlebihan dalam sabun transparan akan menyebabkan sabun seperti berkabut. Untuk mendapatkan sabun yang transparan, dibuat sabun gliserin dahulu, yaitu sabun yang perhitungan saponifikasinya tepat, sehingga tidak ada minyak atau kaustik yang berlebihan. 2. Asam Stearat Asam stearat adalah asam tidak jenuh, tidak ada ikatan rangkap antara atom karbonnya. Asam lemak jenis ini dapat ditemukan pada minyaklemak nabati dan hewani. Asam stearat sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cream dan sabun. Pada proses pembuatan sabun transparan, jenis asam stearat yang digunakan adalah yang berbentuk kristal putih dan mencair pada suhu 56 C. Fungsi asam stearat pada proses pembuatan sabun adalah untuk mengeraskan dan menstabilkan busa Hambali dkk, 2005. Universitas Sumatera Utara 3. Alkali Industri sabun menggunakan sejumlah besar bahan kimia berupa natrium hidroksida NaOH atau dikenal dengan nama kaustik soda. Natrium hidroksida adalah senyawa alkali yang sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol 95 Hambali dkk, 2005. Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus dilakukan dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang ditambahkan terlalu pekat atau jumlahnya berlebih, maka alkali bebas yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya, apabila NaOH yang ditambahkan terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak yang tinggi. Asam lemak bebas pada sabun mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan Kamikaze, 2002. 4. Gliserin Gliserin merupakan produk samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin tidak berwarna, higroskopis, dapat bercampur dengan air maupun etanol 95. Digunakan sebagai humektan, sehingga dapat berfungsi sebagai pelembab pada kulit selain itu sebagai pelarut. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan struktur transparan Hambali dkk, 2005. 5. Alkohol Dalam hal ini alkohol cenderung berfungsi sebagai preservative bahan pengawet yang dapat menghambat timbulnya ketengikan pada berbagai produk berbahan baku minyak atau lemak, tetapi dalam pembuatan sabun transparan, alkohol adalah bahan yang paling penting untuk membentuk tekstur transparan Universitas Sumatera Utara sabun. Di sisi lain, penggabungan etanol dengan asam lemak akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi Shrivastava, 1982. 6. Gula Gula merupakan senyawa organik murni yang terbanyak diproduksikan orang. Gula berupa kristal yang sangat mudah larut dalam air, terlebih lagi air mendidih. Dapat digunakan sebagai humektan, perawatan kulit, dan yang utama adalah membantu terbentuknya transparansi sabun Purnamawati, 2006. 7. Surfaktan Surfaktan memiliki fungsi penting lain dalam membersihkan, seperti menghilangkan dan membentuk emulsi, serta mengangkat kotoran dalam bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut dapat dibuang. Surfaktan dapat juga mengandung alkali yang berfungsi untuk membuang kotoran yang bersifat asam. Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi membentuk sabun yang lunak, misalnya: gliserol, cocoa butter, dietanol amida, natrium lauril sulfat, dan minyak almond. Bahan-bahan tersebut selain sebagai pembersih dan meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai pelunak Purnamawati, 2006. 8. Garam NaCl Garam dapur NaCl digunakan untuk memisahkan gliserol dari larutan sabun. Garam yang digunakan dapat dalam bentuk kristal atau larutan garam pekat. NaCl merupakan bahan bersifat higroskopik rendah yang memiliki peran dalam pembusaan sabun. Penambahan NaCl bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi elektrolit sesuai dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi, sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan. Cognis, 2003. Universitas Sumatera Utara 9. Asam Sitrat Penambahan asam lemak yang lemah, seperti asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun. Asam sitrat dalam sabun kemampuannya sebagai penyapu logam-logam berat dalam air sadah, asam sitrat berfungsi sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam Mg dan Fe, asam sitrat juga dapat berfungsi sebagai antioksidan Wasitaatmadja, 1997. 10. Pewangi Sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing- masing. Terdapat beberapa spesifikasi standar mutu sabun yang harus dipenuhi agar sabun dapat layak digunakan dan dipasarkan. Spesifikasi standar mutu yang harus dipenuhi pada produk sabun menurut SNI 06-3532-1994 dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Standar Mutu Sabun Mandi berdasarkan SNI 06-3532-1994 Sumber: SNI 1994. No Uraian Tipe I Tipe II Superfat 1 Kadar air Maks 15 Maks 15 Maks 15 2 Jumlah asam lemak 70 64-70 70 3 Alkali bebas - dihitung sebagai NaOH - dihitung sebagai KOH Maks 0,1 Maks 0,14 Maks 0,1 Maks 0,14 Maks 0,1 Maks 0,14 4 Asam lemak bebas dan atau lemak netral 2,5 2,5 2,5-7,5 5 Minyak Mineral negatif Negative negatif Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Kegunaan Sabun