BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA LISENSI PATEN DI
INDONESIA
A. Syarat-syarat Perjanjian Lisensi Paten di Indonesia
Dalam pasal 1320 KUH Perdata dijelaskan bahwa “untuk sahnya persetujuan- persetujuan diperlukan 4 empat syarat:
54
1 sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2 cakap untuk membuat suatu perikatan;
3 suatu hal tertentu;
4 suatu sebab yang tidak terlarang.
Syarat yang pertama dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena kedua
syarat tersebut berkenaan dengan subjek perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan ke empat disebut sebagai syarat objektif dari perjanjian.
55
Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian.
Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati
untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang ataudiperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut
menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan jika terdapat pelanggaran terhadap
54
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakart: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 93.
55
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
unsur subyektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif, dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak
dapat dipaksakan pelaksanaannya.
56
Demikian juga halnya dalam perjanjian lisensi Paten, syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata di atas berlaku juga dalam perjanjian
lisensi Paten. Selain keempat syarat-syarat umum syahnya suatu perjanian yang diatur
dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata di atas, dalam Pasal 71 ayat 1 Undang- undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten juga mensyaratkan bahwa perjanjian
lisensi Paten tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberi Paten
tersebut pada khususnya. Selanjutnya, dalam pasal 71 ayat 2 dinyatakan bahwa permohonan
pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus ditolak oleh Direktorat Jenderal.
Kalau diperhatikan ketentuan Pasal 71 ayat 2 di atas, batasan serta yang dimaksud dengan merugikan perekonomian Indonesia ataupun pembatasan yang
menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dalam perjanjian lisensi paten tidak jelas. Dalam Undang-
56
Ibid., hal. 94.
Universitas Sumatera Utara
undang ini tidak dijelaskan pembatasan-pembatasan dalam perjanjian lisensi Paten yang bagaimana yang dilarang serta perjanjian lisensi Paten yang bagaimana
dibolehkan. Barang kali yang dimaksud dengan ketentuan yang merugikan perekonomian dan kemamuan bangsa Indonesia dalam menguasai teknologi dalam
perjanjian lisensi Paten adalah grand back dan restrictive. Larangan untuk membuat klausula ini adalah penting untuk menghindari adanya hambatan penguasaan
teknologi bagi bangsa Indonesia.
57
Dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian yang Berkaitan Dengan Hak Atas Kekayaan
Intelektual dijelaskan bahwa perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis dan harus ditandatangani oleh kedua belah pihak. Perjanjian lisensi sekurang-kurangnya
memuat informasi tentang:
58
1 tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi;
2 nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak yang mengadakan
perjanjian lisensi; 3
obyek perjanjian lisensi; 4
jangka waktu perjanjian lisensi; 5
dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi diperpanjang; 6
pelaksanaan lisensi untuk seluruh atau sebagian dari hak eksklusif; 7
jumlah royalti dan pembayarannya;
57
Dewi Astutty Muchtar, Op. Cit., hal. 61.
58
Lihat Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perjanjian yang Berkaitan Dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
8 dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjut kepada
pihak ketiga; 9
batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan; dan 10
dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri karya yang telah dilisensikan.
Menurut ketentuan Pasal Pasal 72 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, maka perjanjian lisensi Paten wajib dicatatkan pada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, kemudian dimuat dalam daftar umum dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Selanjutnya
dalam PAsal 72 ayat 2 dijelaskan pula bahwa apabila perjanjian lisensi tidak dicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak
ketiga. Dalam ketentuan Pasal 71 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten dijelaskan pula, bahwa perjanjian lisensi tidak boleh memuat ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia
atau memuat pembatasan-pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang
berkaitan dengan invensi yang diberi Paten tersebut pada khususnya. Sedangkan Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual HAKI yang lainnya menetapkan
persyaratan bahwa perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan-ketentuan yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
Universitas Sumatera Utara
undangan yang berlaku.
59
Pendaftaran dan permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan atau memuat hal yang demikian harus ditolak oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat 1 di atas terdapat tiga unsur
60
perjanjian lisensi tidak boleh memuat: 1
ketentuan baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan perekonomian Indonesia;
2 pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam
menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya; dan 3
hal yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kalau diperhatikan ketiga persyaratan tersebut masih bersifat umum, oleh karena itu masih perlu diuraikan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah
ataupun dalam bentuk Peraturan Presiden. Perjanjian lisensi dapat dibuat secara eksklusif dan secara non eksklusif.
Apabila perjanjian lisensi Paten dimaksudkan secara eksklusif, maka hal tersebut harus dibuat secara tegas dalam perjanjian lisensi. Jika tidak, maka perjanjian lisensi
dianggap tidak memakai syarat eksklusif. Oleh karena itu pemberi lisensi masih berhak melaksanakan sendiri apa yang dilisensikannya dan bahkan berhak untuk
member lisensi kepada pihak lainnya
61
59
Gunawan Suryomurcito, dkk, Laporan Akhir Tentang Kompilasi Bidang Hukum Perjanjian Lisensi, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia,
2006, Tanpa Nomor Halaman.
60
Ibid.
61
Ibid., hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
B. Objek Perjanjian Lisensi Paten