pengadilan, di samping proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Peoses pengadilan dalam waktu yang lama dan biaya yang besar. Mengingat sengketa paten
berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan, penyelesian sengketa paten dapatdilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif
Penyelesaian Sengketa, selaian relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan. Demikian pula dalam Undang- undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten ini,
penyelesaian perdata di bidang paten tidak dilakukan di Pengadilan Negeri , tetepi dilakukan di Pengadilan Niaga.
1. Di Luar Pengadilan
Selain penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 117 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten di atas, dalam
Pasal 124 dijelaskan pula bahwa para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut di luar Pengadilan atau sering juga disebut melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa
APS.
151
Akan tetapi bagaimana aturan penyelesaian yang dimaksud dalam Pasal 124 ini belum diatur tata cara pelaksanaannya dalam Undang-undang Nomor 14
Tahun 2001 tentang Paten ataupun dalam Peraturan Perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
152
Pranata Penyelesaian Sengketa Alternatif termasuk di dalamnya pranata Arbitrase telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri, yaitu
151
Lihat Pasal 125 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
152
Gunawan Suryomurcito, dkk, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS tersebut dapat ditemui sekurang- kurangnya ada enam macam tata cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu:
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, pemberian pendapat hukum dan arbitrase.
153
Pranata arbitrase di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang dianggap merupakan sumber pokok dapat
dilaksanakannya arbitrase sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah ketentun yang diatur dalam Pasal 337 Reglemen Indonesia yang
diperbaharui Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941;44 atau Pasal 705 Reglemen Acara untuk daerah luar Jawa dan Madura Rechtsreglement
Buitengewesten, Staatsblad 1927; 227.
154
Dalam persengketaan, perbedaan pendapat dan perbedaan yang berkepanjangan biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan.
Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusannya jalur komunikasi yang sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib
ataupun kepentingan lainnya. Agar tercipta proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat yang harus
di penuhi adalah kedua belah pihak harus sama-sama memperhatikan atau
153
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 85.
154
Ibid., hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
menjunjung tinggi hak untuk mendengar dan hak untuk didengar. Dengan prasyarat tersebut proses dialog dan pencarian titik temu commond ground yang akan menjadi
panggung proses penyelesaian sengketa baru sehingga dapat berjalan, jika penyelesaian sengketa tidak berjalan dalam arti yang sebenarnya.
155
Tujuan pengembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS adalah untuk memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja ke arah kesepakatan sukarela
dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang mereka hadapi. Dasar hukumnya Pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
156
Untuk lebih jelasnya mengenai dasar hukum bagi pengembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS di Indonesia, dapat
dilihat melalui tabel berikut ini:
155
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni. 1994, lihat juga Wijono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Perdata Internasional. Bandung, Sumur Bandung, 1979.
156
Runtung Sitepu, Modul Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution, Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2003, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Dasar Hukum Pengembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS
No Bidang Peraturan
Hukum Pasal Substansi
1 Sengketa Keperdataan
-UU No. 301999 ttg Arbitrase dan APS
-HIRRBg -SEMA-RI No. 12002
13015 4
PSA Court Annexed ADR
Court Annexed ADR
2 Sengketa
HAKI -UU No. 302000 ttg Rahasia
Dagang -UU No. 312000 ttg Desain
Industri -UU No. 322000 ttg Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu -UU No. 142001 ttg Paten
-UU No. 152001 ttg Merk 12
47 39
124 84
PSA PSA
PSA PSA
PSA
3 Sengketa Perburuhan -UU No. 251997 ttg
Ketenagakerjaan -Kepmenaker No. 11081986 ttg
Pedoman Pelaksanaan Perselisihan Industrial
59-65 66-70
Arbitrase PemerantaraanMedia
si
4 Sengketa Suami-isteri
-SK Menag RI No. 301997 ttg Pembentukan BP 4
Penasehat Perkawinan,
Perselisihan dan Perceraian
5 Sengketa Lingkungan
-UU No. 231997 ttg Pengelolaan Lingkungan Hidup
PSA 6 Pemberdayaan
Kades dan Lembaga Adat
Sebagai PSA -UU No. 221999 ttg Pemda
-Kepmendagri No. 641999 ttg Pedoman Pengaturan Mengenai
Desa 101
huruf e 43-44
Kewenangan Kades Menyelesaikan
Sengketa Kewenangan Pemkab
Mengeluarkan Perda tentang
pemberdayaan, pelestarian dan
pengembangan lembaga adat
Sumber : Runtung Sitepu, Modul Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution, Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2003, hal. 1
a. Arbitrase
Agar pranata Alternatif Penyelesaian Sengkata APS ini dapat berjalan dan berfungsi dengan baik sesuai kehendak para pihak maka perumusan klausula
Universitas Sumatera Utara
alternatif penyelesaian sengkata harus dibuat sebaik mungkin dengan menghilangkan celah-celah hukum sebanyak mungkin. Perumusan yang baik akan mencegah
belarunya proses Penyelesaian sengketa alternatif, serta memberikan kepastian pelaksanaan kesepakatan maupun keputusan yang di capai, diperhole atau diambil
sehubungan dengan pranata alternatif penyelasaian sengekta yang dipilih oleh para pihak.
Menurut undang-undang No 30 tahun 1999, perjanjian arbitrase yang juga mengatur pranata alternatif penyelesaian sengketa dapat dibuat dalam bentuk suatu
kesepakatan yang berupa:
157
a. Klausula arbitrase dan penyelesaian melalui pranata alternatif
penyelesaian sengketa yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa ; atau
b. Suatu perjanjian arbitrase dan penyelesaian melalui pranata alternatif
penyelesaian sengketa tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.
Kedua jenis klausula atau perjanjian arbitrase tersebut memiliki daya ikat yang sama, namun dengan mempertimbangkan bahwa pada dasarnya setelah sengketa
timbul sulit untuk mempertemukan para pihak secara langsung untuk melakukan negosiasi ulang, maka adanya baik jika kesepakatan mengenai arbitrase dan
penyelesaian pranata alternatif penyelesaian sengketa dituangkan dalam bentuk klausula arbitrase dan penyelesaian melalui pranata alternatif penyelesaian sengketa
yang tercantum dalam suatu perjanjian pemberian lisensi yang dibuat para pihak
157
Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
sebelum timbul sengketa, guna menghindari perselisihan mengenai pilihan forum ini di kemudian hari.
158
Selanjutnya oleh karena pranata arbitrase merupakan puncak kalau tidak dikatakan yang terpenting dari rangkaian pranata alternative penyelesaian sengketa
yang dikenal dalam undang-undang no 30 tahun 1999, maka berikut ini akan dibahas sedikit mengenai putusan arbitrase, sifat, isi hingga pelaksanaannya menurut
ketentuan undang-undang no 30 tahun 1999. a.
Putusan Arbitrase. Rumusan pasal 56 1 Undang-undang nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS mewajibkan arbiter atau majelis arbitrase untuk mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau
keadilan dan kepatutan. Dalam penjelasan ketentuan ini, dikatakan bahwa arbitrase atau majelis arbitrase adalah bebas untuk mengenyampinkan ketentuan hukum yang
tidak bersifat memaksa untuk mencapai suatu putusan yang berdasarkan keadilan dan kepatutan, ke cuali dilarang secara tegas oleh pihak. Ini berarti bahwa jika oara pihak
tersebut dan tidak boleh mengambil keputusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, serta hanya berkewajiban untuk m enikai persoalan perbedaan pendapat, perselisihan
atau sengketa tersebut menurut ketentuan hukum materil semata-mata serta berdasarkan pada perjanjian diantara para pihak.
b. Penjatuhan putusan Arbitrase.
158
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS mewajibkan Arbiter atau majelis arbitrase untuk segera
menjatuhkan dan mengucapkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis
arbitrase. Jika ternyata dalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat kesalahan dan kekeliruan administrasi, yang bukan substansi dari putusan arbitrase, maka para
pihak yang berkepentingan, dalam jangka waktu 14 empat belas hari terhitung sejak putusan diucapkan arbitrase tersebut, permintaan untuk melakukan koreksi
dapat diajukan secara langsung kepada aebitrase atau majelis arbitrase yang menjatuhkan putusan tersebut.
159
c. Putusan Arbitrase Bersifat akhir final dan Mengikat binding.
Kecuali hal yang disebutkan di atas, berbeda dengan keputusan badan pradilan yang masih dapat diajukan banding dan kasasi, putusan arbitrase, baik yang di
putuskan oleh arbitrase ad hoc maupun lembaga arbitrase, adalah merupakan putusan pada tingkat akhir final dan karenanya secara langsung mengikat binding bagi
para pihak.
159
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
d. Isi Putusan Arbitrase.
Menurut ketentuan pasal 54 Undang-undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS, suatu putusan arbitrase haru
memuat:
160
1. Kepala putusan yang berbunyi “demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha
esa. 2.
Nama lengkap dan alamat para pihak 3.
Uraian singkat sengketa 4.
Pendiri para pihak 5.
Nama lengkap dan alamat arbiter 6.
Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa.
7. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase 8.
Amar putusan 9.
Tempat dan tanggal putusan, dan 10.
Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase serta suatu jangka waktu kapan putusan tersebut harus dilaksanakan.
e. Pelaksanaan Putusan Arbitrase.
Dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada
panitera Pengadilan Negeri. Penyerahan dan pendaftaran tersebut dilaksanakan dengan cara melakukan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau
dipinggir putusan oleh panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahjan dan selanjutnya catatan tersebut merupakan satu-satunya dasar bagi
pelaksanaan putusan arbitrase oleh pihak yang berkepentingan atas pelaksanaan putusan arbitrase tersebut, oleh karena undang-undang arbitrase menentukan bahwa
160
Lihat ketentuan Pasal 54 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS.
Universitas Sumatera Utara
jika pencatatan tersebut tidak dilakukan sesuai atau dalam jangka waktu yang di tentukan, maka putusan arbitrase tersebut tidak dapat dilaksanakan, selain itu
undang-undang juga mewajibkan arbiter atau kuasanya untuk menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada paintera
Pengadilan Negeri.
161
Perlu disampaikan disini, bahwa pendaftaran dan catatan tersebut akan menjadi sangat berguna bagi pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan
putusan arbitrase tersebut, ketua pengadilan negeri dimana putusan tersebut didaftarkan dan dicatatkan, dapat menjatuhkan perintah pelaksanaan putusan
arbitrase.
162
Perintah pelaksanaan putusan arbitrase oleh ketua pengadilan negeri, diberikan dalam jangak waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari setelah
permohonan eksekusi didaftarkan kepada panitera pengadilan negeri. Sebagai balancing bagi kepentingan para pihak dalam putusan arbitrase. Ketua Pengadilan
Negeri sebelum memberikan perintah pelaksanaan, diberikan hak untuk memeriksa terlebih dahulu apakah putusan tersebut telah diambil dalam suatu proses yang sesuai,
dimana:
163
1. Arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa dan memutuskan perkara telah
diangkat oleh para pihak sesuai dengan kehendak mereka. 2.
Perkara yang diserahkan untuk diselesaikan oleh arbiter atau mejelis arbitrase tersebut adalah perkara yang menurut hukum memang dapat diselesaikan dengan
arbitrae, serta;
161
Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 87.
162
Ibid.
163
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Putusan yang dijatuhkan tersebut tidak bertentangan dengan kesusilaan dan
ketertiban umum.
Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa selain ketiga hal tersebut diatas, Kepala Pengadilan Negeri tidak diberikan kewenangan untuk memeriksa
alasan atau perimbangan dari putusan arbitrase. Perintah ketua pengadilan Negeri di tulis pada asli dan salinan otentik
putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah ketua pengadilan negeri tersebut , dilaksanakan sesuai ketentuan pelakanaan putusan dalam perkara perdata yang
putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini maka berlakulah ketentuan hukum yang berlaku bagi pelakanaan putusan perkara perdata.
164
Untuk lebih jelasnya mengenai proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini dapat
dilihat pada skema di bawah ini:
164
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Diagram 1. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase :
Sengketa
Persetujuan Penyelesaian
Dalam kontrak
Sengketa Melalui Arbitrase
Dengan perjanjian setelah timbul sengketa
Pemberitahuan Mengadakan Arbitrase Kepada Termohon
Pengiriman Surat Tuntutan Kepada Arbiter Ketua Majelis Arbitrase
Penyampaian Surat Tuntutan Kepada Termohon
Jawaban TermohonTuntutan Balasan
Panggilan Menghadap ArbiterMajelis Arbitrase
Upaya Perdamaian Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan Ditutup Pemeriksaan Arbitrase
14 hari
14 hari
Gagal
30 hari Berhasil
Selesai
Termohon dipanggil menghadap
arbiterMajelis Arbiter
Universitas Sumatera Utara
Sumber :
Runtung Sitepu, Modul Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution, Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2003, hal. 1
f.
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
Ketentuan Pasal 65 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS secara tegas menyatakan bahwa yang
berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Agar suatu putusan abitrase Internasioanl dapat diakui dan selanjutnya dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, maka putuasan arbitrase
internasional tesebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
165
165
httpwww.eprints.undip.ac.id, terakhir dikunjungi 27 Maret 2011.
Permohonan Koreksi kepada ArbiterMajelis Arbitrase
Pendaftaran Putusan Arbitrase ke PN
Permohonan Eksekusi
14 hari
30 hari
30 hari
Perintah melaksanakan putusan Oleh Ketua PN
Universitas Sumatera Utara
1. Putusan arbitrase Internasional dijatuhkan oleh Arbiter atau majelis arbitrase di
suatu negara yang dengan Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, menangani pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional; ketentuan ini mempertega adanya asas reiprositas yang secara umum dikenal dalam hukum perdata internasional. Asas ini secara langsung
menunjuk pada berlakunya convention on the recognition and enforcement of foreign arbiter award new York convention 1958 sebagaimana telah disahkan
dengan keputusan presiden no 34 tahun 1981.
166
2. Putusan arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam point 1 terbatas
pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan. Hal ini merupakan pengulangan kembali akan
syarat substantive sahnya suatu pemeriksaan dan penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
167
3. Putusan arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam poin 1 hanya
dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum; asa ini pada dasarnya merupakan suatu asas umum yang sudah
diakui secara universal dalam hukum perdata Internasional. Meskipun diakui secara universal, namun sampai saat ini secara praktis, para ilmuan hukum di
dunia ini masih belum dapat mencapai konsesus dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan ketertiban umum tersebut, sehingga dapat mengakibatkan tidak
166
Ibid.
167
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dapat dilaksanakannya suatu putusan arbitrase Internasional. Sebagai gambaran umum dapat disampaikan bahwa asas ini merupakan refleksi dari berlakunya
dwngendele regel dalam suatu negara yang berdaulat. Hukum Internasional mengakui adanya kedaulatan penuh souvereignity dari suatu negara di mata
Internasional. Ini berarti secara prinsipil, tidak ada suatu negarapun di dunia ini yang dapat memaksakan berlakunya suatu ketentuan pada negara lain, dengan
cara apapun juga, selama dan sepanjang hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah-kaidah dan sendi- sendi kehidupan bernegara atau dalam arti kata lain
tidak dikehendaki oleh Negara lain tersebut.
168
4. Putusan arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh ekskutor dari ketua pengadilan negeri Jakarta Pusat. Ketua Pengadilan Negeri, setalah melakukan pemeriksaan substantive atas ketentuan
sebagaimana tersebut dalam point 1,2, dan 3 diatas dapat menjatuhkan putusan arbitrase Internasional, atau putusan yang sifatnya menolak pelaksanaan putusan
arbitrase Internasional tersebut. Terhadap putusan ketua pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui putusan arbitrase Intenasional tersebut dan
melangsungkan perintah pelaksanaan atas putusan arbitrase Internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi.
169
Sedangkan terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu putusan arbitrase
168
Ibid.
169
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Internasional, dapat diajukan kasasi. Dalam hal yang demikian, maka atas permintaan permohonan kasasi, Mahkamah Agung wajib memutusan pengajuan
kasasi tersebut dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 Sembilan puluh hari terhitung sejak permohonan kasasi tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.
Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam
sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh aksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
170
Berbeda dengan Putusan arbitrase Internasional yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan perintah eksekusi ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
sebagaimana diuraikan dalam point 4 di atas, terhadap putusan Mahkamah Agung, baik yang bersifat mengakui maupun menolak putusan arbitrase
Internasional dimana negara Republik Indonesia tercatat sebagai salah satu pihak dalam sengketa, tidak dapat di ajukan upaya perlawanan.
171
g. Pendaftaran dan Pencatatan Putusan Arbitrase Internasional
Tata cara pendaftaran dan pencatatan putusan arbitrase Internasional sebagai salah satu syarat agar putusan arbitrase Internasional tersebut dapat dilaksanakan
di Negara Indonesia di atur dalam Ketentuan 67, pasal 68 dan pasal 69 Undang- undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
170
Ibid.
171
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Sengketa APS yang merupakan pembaharuan dan pentempurnaan dari ketentuan serupa yang diatur dalam peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 1990.
172
Menurut Undang-undang nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, permohonan pelaksanan putusan arbitrase Internasional
baru dapat dilakukan setelah putusan tersebut di serahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada penitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penyampaian berkas permohonan pelaksanaan tersebut harus di sertai dengan:
173
1. Lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase Internasional sesuai
ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
2. Lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar putusan
arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentik dokumen asing dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia.
3. Keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di Negara tempat
putusan arbitrase Internasional tersebut di tetapkan yang menyatakan bahwa Negara permohon terikat pada perjanjian , baik secara bilateral maupun
multilateral dengan Negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase Internasional.
Segera setelah ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan perintah eksekusi , maka pelaksanaan selanjutnya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan
Negeri yang secara relative berwenagng melaksanakannya. Pelaksanaan putusan arbitrase Internasional tersebut dapat dilakukan dengan melakukan sita eksekusi atas
harta kekayaan serta barang milik termohon eksekusi. Tata cara yang berhubungan penyitaan, maupun termohon eksekusi. Tata cara yang berhubungan penyitaan
172
Gunawan Wijdadja, Op. Cit, hal 89.
173
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
maupun pelaksanaan putusan arbitrase Internasional tersebut mengikuti tata cara sebagaimana ditentukan dalam hukum acara perdata.
2. Konsultasi